23
24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara dua belah pihak atau antara 2 (dua) subyek yang dilakukan oleh masyarakat (manusia). Manusia merupakan mahkluk sosial (zoon politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab manusia hidup di dalam lingkungan masyarakat. Tujuan manusia hidup dalam masyarakat adalah berkumpul untuk memenuhi kebutuhan masing- masing. Dalam memenuhi kebutuhan itulah mereka melakukan perikatan- perikatan. Perikatan-perikatan tersebut timbul dari perjanjian, undang- undang dan sebagainya. Oleh karena itulah perjanjian merupakan salah satu bagian dari perikatan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kartini Muljadi, beliau mengatakan bahwa perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban yang dibebankan pada debitur dalam perjanjian, memberikan hak pada kreditur dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam perikatan yang lahir dari perjanjian. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

24

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI

2.1 Perjanjian

2.1.1 Pengertian Perjanjian

Masalah perjanjian itu sebenarnya merupakan adanya ikatan antara

dua belah pihak atau antara 2 (dua) subyek yang dilakukan oleh

masyarakat (manusia). Manusia merupakan mahkluk sosial (zoon

politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

manusia hidup di dalam lingkungan masyarakat. Tujuan manusia hidup

dalam masyarakat adalah berkumpul untuk memenuhi kebutuhan masing-

masing. Dalam memenuhi kebutuhan itulah mereka melakukan perikatan-

perikatan. Perikatan-perikatan tersebut timbul dari perjanjian, undang-

undang dan sebagainya. Oleh karena itulah perjanjian merupakan salah

satu bagian dari perikatan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Kartini

Muljadi, beliau mengatakan bahwa perjanjian merupakan salah satu

sumber perikatan. Perjanjian melahirkan perikatan, yang menciptakan

kewajiban pada salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian. Kewajiban

yang dibebankan pada debitur dalam perjanjian, memberikan hak pada

kreditur dalam perjanjian untuk menuntut pelaksanaan prestasi dalam

perikatan yang lahir dari perjanjian. Pelaksanaan prestasi dalam perjanjian

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

25

yang telah disepakati oleh para pihak dalam perjanjian adalah pelaksanaan

dari perikatan yang terbit dari perjanjian tersebut. 18

Mengenai perjanjian yang dikatakan oleh para sarjana, seperti yang

dikatakan oleh Subekti, beliau mendefinisikan perjanjian sebagai berikut :

“Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang

lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal”.

Sedangkan menurut R. Wirjono Prodjodikoro, beliau

mendefinisikan perjanjian sebagai berikut :

“Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara

dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal”.19

Berbeda dengan pendapat yang dimiliki oleh, Abdulkadir

Muhammad, beliau mendefinisikan perjanjian sebagai berikut :

“Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang saling

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta

kekayaan”. 20

18

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h. 91.

19 R. Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur Bandung, Cet. XI,

Jakarta, h. 9.

20

Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Cet II, Bandung,

h. 78.

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

26

Selain itu, R. Setiawan, juga berpendapat mengenai perjanjian,

beliau mendefinisikan perjanjian sebagai berikut :

“Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang

atau lebih”.21

Dengan adanya rumusan yang saling melengkapi tersebut, maka dapat

dikatakatan bahwa pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang

bersifat sepihak (di mana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan

yang bertimbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi). Dengan

demikian dimungkinkan suatu perjanjian melahirkan lebih dari satu perikatan,

dengan kewajiban prestasi yang bertimbal balik. Debitur pada satu sisi menjadi

kreditur pada sisi yang lain pada saat yang bersamaan. Hal ini merupakan

karakteristik khusus dari perikatan yang lahir dari perjanjian. Pada perikatan yang

lahir dari undang-undang, hanya pada satu pihak yang menjadi debitur dan pihak

lain yang menjadi kreditur yang berhak atas pelaksanaan prestasi debitur.

1.1.2 Dasar Hukum Perjanjian

Berdasarkan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Buku III Bab II, perjanjian didefinisikan sebagai berikut :

21

Setiawan, R, 1994, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, h.49.

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

27

“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Dari rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata di atas, Menurut J.Satrio perjanjian dapat mempunyai dua

arti, yaitu arti luas dan arti sempit, bahwa dalam arti luas suatu

perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum

sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya

perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain, sedangkan dalam arti

sempit bahwa perjanjian hanya ditujukan kepada hubungan-

hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti

yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.22

Jadi dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan hukum antara dua

orang atau lebih yang disebut perikatan yang di dalamnya terdapat

hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber

perikatan.

1.1.3 Syarat syarat sahnya perjanjian

Suatu perjanjian merupakan perbuatan hukum, yang artinya

perbuatan yang dapat dilaksanakan atas perbuatan hukum dan bukan

perbuatan hukum. Pada suatu ikatan perjanjian untuk mendapatkan suatu

22

J. Satrio, 1996, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bhakti, Bandung, h. 12.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

28

akibat hukum, seharusnya dibuat dalam prosedur yang telah ditentukan

oleh undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, syarat sahnya suatu

perjanjian adalah :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

Hal ini dimaksudkan, bahwa para pihak hendak mengadakan suatu perjanjian,

harus terlebih dahulu bersepakat atau setuju mengenai hal-hal

yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan itu. Kata sepakat

tidak sah apabila kata sepakat itu diberikan karena kekhilafan,

paksaan atau penipuan ( diatur dalam ketentuan Pasal 1321

KUH Perdata Buku III Bab II).

2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1329 KUH Perdata Buku III Bab II yang

menyatakan bahwa :

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perjanjian, kecuali jka oleh

undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”.

Menurut ketentuan Pasal 1330 KUH Perdata Buku III Bab II, mereka yang

tidak cakap untuk membuat perjanjian ada tiga golongan, yakni :

1. Orang yang belum dewasa

2. Orang yang berada di bawah pengampuan

3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh

undang-undang dan semua orang kepada siapa undang-

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

29

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian

tertentu.

Akibat hukum dari ketidakcakapan ini adalah bahwa perjanjian

yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannnya kepada

hakim.

3. Adanya suatu hal tertentu

Adanya suatu hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian

harus jelas dan dapat ditentukan. Menurut ketentuan Pasal 1333

KUH Peradta Buku III Bab II, yang menyatakan bahwa :

“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang

yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi

halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu

dikemudian hari dapat ditentukan atau dihitung”.

Ditinjau dari ketentuan Pasal 1332 KUH Perdata Buku III Bab

II, yang menyatakan bahwa :

“ Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat

menjadi pokok suatu perjanjian”.

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal 1334 ayat (1) KUH

Perdata Buku III Bab II, yang menyatakan bahwa :

“ Barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat

menjadi pokok suatu perjanjan”.

4. Adanya suatu sebab yang halal

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

30

Adanya suatu sebab (causa) yang halal ini adalah menyangkut isi

perjanjian yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum,

kesusilaan dan undang-undang (diatur dalam ketentuan Pasal

1337 KUH Perdata Buku III Bab II). Dengan demikian, undang-

undang tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang

mengadakan suatu perjanjian. Yang diperhatika oleh undang-

undang adalah isi dari perjanjian tersebut yang menggambarkan

tujuan yang akan dicapai. Berdasarkan ketentuan pasal 1335

KUH Perdata Buku III Bab II, yang menyatakan bahwa :

“ Suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena

sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai

kekuatan”.

Dari ke 4 (empat) unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum

yang berkembang, digolongkan ke dalam :

1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak), yang mengadakan

perjanjian (unsur subyektif).

2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek

perjanjian (unsur obyektif).

Apabila dua syarat yang pertama tidak dipenuhi (a dan b), maka perjanjian

dapat dibatlkan (syarat subyektif). Adapun apabila dua syarat terakhir tidak

dipenuhi (c dan d), maka perjanjian ini batal demi hukum (syarat obyektif).

Perjanjian yang batal demi hukum adalah perjanjian sejak semula batal dan tidak

mungkin menimbulkan akibat hukum bagi kedua belah pihak. Perjanjian yang

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

31

bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum adalah

batal demi hukum. Adapun perjanjian dapat dibatalkan, artinya salah satu pihak

mempunyai hak untuk meminta agar perjanjian itu dibatalkan.23

2.2 Jaminan

2.2.1 Pengertian jaminan

Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia di masyarakat, manusia

memerlukan bahan-bahan (sandang, pangan, papan) serta memiliki

kepentingan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk

itu mereka melakukan suatu perikatan perjanjian, salah satunya dengan

hutang piutang, tetapi di dalam hubungan hutang piutang sifatnya sepihak,

artinya pihak kreditur memberikan suatu piutang kepada pihak debitur.

Pada saat itu pihak debitur belum memiliki prestasi, untuk prestasinya

akan dilakukan setelah terjadinya perjanjian. Untuk itu dalam menjamin

serta membuat pihak kreditur yakin akan uangnya kembali, maka dari itu

dibutuhkannnya jaminan.

Menurut M. Bahsan jaminan adalah “ Segala sesuatu yang diterima

kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam

masyarakat”.24

Sedangkan Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa

jaminan adalah” Sesuatu yang diberikan kepada debitur untuk

23

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h. 93.

24

M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 7.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

32

menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang

dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan”.

Dari rumusan jaminan di atas, bahwa pada intinya jaminan itu merupakan

suatu benda yang dijadikan tanggungan bagi sebuah perjanjian hutang piutang

antara pihak kreditur dan pihak debitur. Dalam KUH Perdata jaminan merupakan

hak kebendaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam Buku

II KUH Perdata.

2.2.2 Dasar hukum jaminan

Untuk membedakan penggolongan hukum atas kebendaan milik

debitur maka dalam menentukan dasar hukum jaminan yang

ditinjau dari segi terjadinya, pada ketentuan KUH Perdata, dapat

digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yakni:

1. Jaminan umum

Jaminan umum merupakan jaminan yang lahir karena ketentuan

Undang-Undang. Dasar hukum jaminan umum yakni diatur

dalam ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata Buku II Bab XIX,

yang menetapkan bahwa :

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun

yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan

ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala

perikatan perseorangan”.

Dari rumusan ketentuan pasal tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kekayaan seseorang diajdikan “Jaminan” untuk semua

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

33

kewajibannnya, yakni semua hutangnya. Hal inilan oleh hukum

Jerman dinamakan Haftung.

2. Jaminan khusus

Jaminan Khusus merupakan jaminan yang lahir karena

diperjanjikan. Dasar hukum jaminan khusus diatur dalam

ketentuan Pasal 1133 dan Pasal 1134 KUH Perdata Buku II Bab

XIX, yang menetapkan bahwa :

“Hal untuk didahulukan di antara orang-orang berpiutang terbit

dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotik”. ( Pasal 1133

KUH Perdata)

“Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang

diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih

tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata

berdasarkan sifat piutangnya.

Gadai dan hipotik adalah lebih tinggi daripada hak istimewa,

kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan

sebaliknya”. ( Pasal 1134 KUH Perdata).25

Dari uraian mengenai dasar hukum jaminan yang telah di uraikan

sebelumnya, pada dasarnya dalam jaminan umum apabila debitur wanprestasi

maka pihak kreditur dapat meminta pengandilan untuk untuk menyita dan

melelang seluruh harta debitur. Sedangkan kebanyakan orang lebih cenderung

memilih jaminan khusus, sebab dalam melaksanakan eksekusi terhadap benda

25

H. Salim, op.cit, h. 14.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

34

jaminannya lebih mudah, sederhana dan cepat jika pihak debitur melakukan

wanprestasi serta dalam pemenuhan piutangnya, kreditur pada jaminan khusus

lebih didahulukan debandingkan dengan kreditur pada jaminan umum.

2.2.3 Jenis-jenis jaminan

Untuk menentukan sifat dari suatu jaminan, maka dari itu jenis

jaminan pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam,

yakni :

1. Jaminan materiil (Kebendaan)

Jaminan materiil ( jaminan kebendaan) merupakan jaminan

yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-

ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di

atas benda-benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapa

pun, selalu mengikuti bendannya dan dapat dialihkan.

Jaminan kebendaan dapat dilakukan pembebanan dengan :

1. Gadai (pand)

Yang diatur dalam Bab XX Buku II KUH Perdata.

2. Hipotik

Yang diatur dalam Bab XXI Buku II KUH Perdata.

3. Credietverband

Yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah

diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190.

4. Hak Tanggungan

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

35

Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1996.

5. Jaminan Fiducia

Sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999.

2. Jaminan inmateriil (Perorangan)

Jaminan Inmateriil (jaminan perorangan) merupakan jaminan

yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan

tertentu, namun tidak memberikan hak mendahului atas benda-

benda tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur

tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Adapun yang termasuk dalam jaminan perorangan, yakni

sebagai berikut :

1. Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih.

2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung

renteng.

3. Perjanjian garansi.

Dari kedua jenis jaminan tersebut, yang masih berlaku adalah gadai, hak

tanggungan, jaminan fiducia, borg, tanggung menanggung, dan perjanjian garansi,

sedangkan hipotik dan credietverband tidak berlaku lagi, karena telah dicabut

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

36

dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas

Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah.26

2.3 Gadai

2.3.1 Pengertian gadai

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam uraian sebelumnya

mengenai jaminan, bahwa pada jaminan dapat dibedakan jaminan khusus

dengan jaminan umum dan jaminan kebendaan dengan jaminan

perorangan. Untuk jaminan kebendaan didalamnya terdapat gadai, fidusia,

hipotik dan hak tanggungan. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan

gadai, menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, gadai merupakan suatu

hak yang diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak, yang diberikan

kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin

suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk

mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-

kreditur lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut

dan biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya

mana harus didahulukan.27

Sedangkan menurut Wiryono Projodikoro gadai

merupakan sebagai sesuatu hak yang didapatkan si berpiutang atau orang

lain atas namanya untuk menjamin pembayaran hutang dan memberi hak

26

Salim, HS, 2014, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta, h. 112.

27

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, 1981, Hukum Perdata: Hukum Benda, Liberty, Cet. IV,

Yogyakarta, h. 97.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

37

kepada si berpiutang untuk dibayar lebih dahulu dari siberpiutang lain dari

uang pendapatan penjualan barang itu.28

Berdasarkan ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata Buku II Bab XX,

bahwa gadai merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu

barang yang diserahkan oleh debitur yang dijadikan sebagai jaminan

pelunasan piutangnya dengan memberikan kewenangan kepada kreditur

mengambil pelunasan piutangnya dari barang yang dijadikan jaminan

secara didahulukan daripada kreditur lainnya.

Dari ketentuan Pasal 1150 KUH Perdata ini, dapat dilihat bahwa para

pihak yang terlibat dalam perjanjian gadai ada 2 (dua), yakni pihak pemberi gadai

(debitur) dan pihak penerima (pemegang) gadai (kreditur). Benda jaminan

dipegang oleh kreditur, maka ia disebut juga kreditur pemegang gadai. Tetapi

tidak tertutup kemungkinan bahwa atas persetujuan para pihak, benda gadai

dipegang oleh pihak III ( diatur dalam ketentuan Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata

Buku II Bab XX). Jika barang gadai dipegang oleh pihak III maka ia disebut

pihak III pemegang gadai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari ketentuan Pasal 1150

KUH Perdata ini, gadai dapat dikonstruksikan sebagai perjanjian accesoir, artinya

merupakan perjanjian tambahan terhadap perjanjian pokok, yaitu perjanjian

pinjam meminjam uang dengan jaminan benda bergerak.29

Tujuan dari perjanjian

28 R. Wirjono Prodjodikoro, op.cit, h. 19

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

38

ini adalah untuk menjaga jangan sampai pemberi gadai (debitur) lalai membayar

kembali uang pinjaman itu atau bunganya. Apabila pemberi gadai (debitur) lalai

dalam melaksnakan kewajibannya, barang yang telah dijaminkan oleh pemberi

gadai (debitur) kepada penerima gadai (kreditur) dapat dilakukan pelelangan

untuk melunasi hutang debitur.

2.3.2 Dasar hukum gadai

Berdasarkan pemaparan yang diuraikan sebelumnya mengenai

pengertian gadai, dalam melaksanakan kegiatan gadai haruslah

berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Adapun dasar

hukum gadai pada peraturan perundang-undangan berikut ini :

1. Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUH Perdata Buku II

Bab XX tentang Gadai.

Pasal 1150 KUH Perdata mendefinisikan gadai sebagai suatu hak yang

diperoleh kreditur atas suatu berang yang diserahkan oleh debitur yang dijadikan

sebagai jaminan pelunasan piutangnya dengan memberikan kewenangan kepada

kreditur mengambil pelunasan piutangnya dari barang yang dijadikan jaminan

secara didahulukan daripada kreditur lainnya.30

Kemudian pada ketentuan Pasal

1151 KUH Perdata, untuk dapat membuktikan perjanjian pokok maka harus

dibuktikan dengan alat yang diperkenankan untuk membuktikan perjanjian gadai

29 Djaja S. Meliala, 2014, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW, Nuansa Aulia, Bandung,

h. 129.

30

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h. 93.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

39

tersebut. Namun demikian sesuai dengan Pasal 1152 ayat (1) KUH Perdata, dalam

penyerahan itu boleh ditunjukan pada pihak ketiga dengan syarat harus adanya

persetujuan bersama antara debitur dan kreditur. Penguasaan atas barang gadai

harus secara mutlak beralih dari pihak pemberi gadai, karena Pasal 1152 ayat (2)

KUH Perdata dengan tegas melarang atas penguasaan barang gadai oleh pemberi

gadai, apabila hal ini dilanggar maka gadai itu akan batal.31

Selanjutnya pada pasal 1153 KUH Perdata, dalam hal hak gadai atas

barang bergerak yang tak berwujud, kecuali surat tunjuk dan surat bawa, lahir

dengan pemberitahuan mengenai penggadaian itu kepada orang yang kepadanya

hak gadai itu harus dilaksanakan. Dan Orang ini dapat menuntut bukti tertulis

mengenai pemberitahuan itu, dan mengenai izin dari pemberian gadainya. Apabila

debitur tidak melaksanakan prestasinya, maka pada pasal 1154 KUH Perdata,

dalam hal ini kreditur tidak diperkenankan untuk mengalihkan barang gadai

tersebut untuk menjadi miliknya, dan segala hal yang bertentangan terhadap hal

tersebut batal.32

Dalam hal melakukan pelelangan dapat dilakukan secara terbuka di depan

umum sesuai dengan Pasal 1155 KUH Perdata, apabila para pihak telah

menyepakati untuk mengeksekusi tanpa perantaraan pengadilan, kreditur dapat

langsung meminta bantuan kantor lelang negara untuk menjual barang gadai. Dan

apabila pemberi gadai wanprestasi, maka sesuai Pasal 1156 KUH Perdata,

31

Ibid, h. 95.

32

Salim, HS, op.cit, h. 90.

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

40

pemegang gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan itu, dan kemudian

mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu, penjualan barang itu

dapat dilakukan dengan perantaraan sendiri dengan syarat ada persetujuan dari

pemberi gadai dengan perantaraan hakim. Dalam hal penjualan pihak penerima

gadai harus memberitahukan pihak pemberi gadai.

Kemudian pada Pasal 1157 KUH Perdata, dalam hal ini kreditur

bertanggung jawab atas kerugian atau susutnya barang gadai itu, sejauh hal itu

terjadi akibat kelalaiannya dan pemberi gadai wajib mengganti kepada penerima

gadai itu biaya yang berguna dan perlu dikeluarkan oleh penerima gadai untuk

penyelamatan barang gadai itu. Selanjutnya, sesuai dengan Pasal 1158 KUH

Perdata, apabila barang gadai tersebut mengahsilkan bunga, maka pihak penerima

gadai dapat memperhitungkan bunga tersebut, dan sebaliknya apabila benda gadai

itu tidak menghasilkan bunga maka bunga yang diperoleh penerima gadai

dikurangi dari jumlah pokok hutang. Namun apabila penerima gadai tidak

menyalahgunakan benda gadai selama berada pada kekuasaannya, maka sesuai

Pasal 1159 KUH Perdata pemberi gadai tidak dapat menuntut kembali barang itu

sebelum hutang dan segala yang telah dikeluarkan dalam penyelamatan barang

tersebut dilunasi. Untuk itu, apabila barang jaminan tersebut hanya dilunasi

sebagian, namun sebagian dari benda gadai tersebut diminta kembali walaupun

ada ahli warisnya, hal tersebut tidak dibenarkan, karena sesuai dengan Pasal 1160

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

41

KUH Perdata, barang yang digadaikan tidak dapat dibagi-bagi sebelum hutangnya

dilunasi sepenuhnya.33

2. Artikel 1196 vv, titel 19 Buku III NBW.

Yang berbunyi bahwa gadai adalah :

“Hak kebendaan atas barang bergerak untuk mengambil

pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan”. 34

Dalam mengadakan kegiatan gadai terhadap benda jaminan, maka harus

sesuai dengan ketentuan peraturan gadai tersebut. Apabila pelaksanaan kegiatan

gadai terhadap benda jaminan tidak sesuai dengan ketentuan tersebut, maka

dianggap tidak sah atau batal demi hukum.

2.3.3 Syarat-syarat perjanjian gadai

Dalam mengadakan perjanjian gadai, adapun syarat-syarat yang

harus dipenuhi agar suatu perjanjian yang dibuat antara pihak dapat dikatakan sah

di hadapan hukum, yakni harus memenuhi syarat-syarat subyektif suatu perjanjian

yang terjadi karena kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang

mengadakan atau melangsukan perjanjian dan adanya kecakapan dari pihak-pihak

yang berjanji.35

Sedangkan pada syarat obyektif, sahnya perjanjian diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab II ketentuan Pasal 1332

sampai dengan Pasal 1334 mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam

33

Djaja S. Meliala, op.cit, h. 78.

34

H. Salim, loc.cit.

35 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit, h. 94.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

42

perjanjian dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III Bab II ketentuan

Pasal 1335 sampai dengan Pasal 1337 mengenai kewajiban suatu sebab yang halal

dalam perjanjian yang dibuat oleh para pihak.

Untuk melaksanakan perjanjian gadai maka didalamnya harus memenuhi

unsur-unsur yang ada dalam perjanjian gadai adalah :

1. Adanya subjek gadai, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur

(pemberi gadai).

2. Adanya objek gadai, yaitu benda bergerak, baik yang berwujud

maupun yang tidak berwujud.

3. Adanya kewenangan kreditur.

Maka dari itu dapat disimpulkan menurut ketentuan Pasal 1152 ayat (2)

KUH Perdata Buku II Bab XX, menyatakan bahwa Perjanjian gadai tidak sah, jika

benda gadai tetap berada di bawah kekuasaan debitur. Artinya bahwa, benda gadai

harus di tangan si penerima gadai (inbezitstelling) atau di tangan pihak III yang

disetujui oleh kedua belah pihak. Jika benda gadai keluar dari kekuasaan si

penerima (pemegang) gadai, maka perjanjian gadai menjadi tidak sah (hapus).

2.3.4 Subyek dan obyek gadai

Sebelum membahas mengenai prestasi yang harus dilaksnakan pada

suatu perjanjian, maka sebaiknya terlebih dahulu mengetahui siapa saja

yang dapat melaksanakan prestasi tersebut dan jenis benda apa saja yang

dapat dijadikan sebagai suatu jaminan dalam kegiatan gadai. Untuk

melaksanakan kegiatan gadai terdapat subyek gadai yang terdiri atas 2 (dua)

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

43

pihak, yakni pemberi gadai (pandgever) dan penerima gadai

(pandnemer).Pandgever, yang merupakan orang atau badan hukum yang

memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada

penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak

ketiga. Dari rumusan mengenai subyek gadai tersebut, adapun unsur-unsur

pemberi gadai, yakni :

1. Orang atau badan hukum

2. Memberikan jaminan berupa benda bergerak

3. Kepada penerima gadai

4. Adanya pinjaman uang

Selain itu dalam subyek gadai terdapat Penerima gadai (pandnemer) yang

merupakan orang atau badan hukum yang menerima gadai sebagai jaminan untuk

pinjaman uang yang diberikannya kepada pemberi gadai (pandgever). 36

Sedangkan pada obyek gadai terdiri atas benda bergerak. Benda bergerak

ini dibagi menjadi 2 (dua) macam, yakni benda bergerak berwujud dan tidak

berwujud. Benda bergerak berwujud merupakan benda yang dapat berpindah atau

dipindahkan. Yang termasuk dalam benda bergerak berwujud, yakni seperti emas,

arloji, handphone, sepeda motor dan lain-lain. Sedangkan benda bergerak tidak

36

H. Salim, op.cit, h. 36.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

44

berwujud, yakni seperti piutang atas bawah, piutang atas tunjuk, hak memungut

hasil atas benda dan atas piutang.37

2.3.5 Hak dan kewajiban para pihak

Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pihak pemberi gadai

dengan pihak penerima gadai, maka saat itulah timbul hak dan kewajiban

penerima gadai. Di dalam ketentuan pasal 1155 KUH Perdata Buku II Bab

XX, adapun hak dan kewajiban dari pemberi gadai, dapat dilihat sebagai

berikut :

Hak pemberi gadai :

1. Menerima uang gadai dari penerima gadai.

2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan

biaya lainnya telah dilunasinya.

3. Berhak menuntut kepada pengadilan supaya barang gadai dijual

untuk melunasi hutang-hutangnya (diatur dalam ketentuan

Pasal 1156 KUH Perdata Buku II Bab XX).

Kewajiban pemberi gadai :

1. Menyerahkan barang gadai kepada penerima gadai.

2. Membayar pokok dan sewa modal kepada penerima gadai.

3. Membayar biaya yang dikeluarkan oleh penerima gadai untuk

menyelamatkan barang-barang gadai (diatur dalam ketentuan

Pasal 1157 KUH Perdata Buku II Bab XX).38

37 H. Salim,op.cit,h. 37.

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

45

Adapun hak dan kewajiban dari pemegang gadai, dapat dilihat

sebagai berikut :

Hak penerima gadai :

1. Menjual dengan kekuasaan sendiri (parate eksekusi)

2. Menjual barang gadai dengan perantaraan hakim (diatur dalam

ketentuan Pasal 1156 ayat (1) KUH Perdata Buku II Bab XX).

3. Mempunyai hak retensi (diatur dalam ketentuan Pasal 1159

KUH Perdata Buku II Bab XX).

4. Hak didahulukan pembayarannya (droit de preference)

Kewajiban penerima gadai :

1. Bertanggung jawab atas hilangnya atau berkurangnya nilai

barang gadai (diatur dalam ketentuan Pasal 1157 ayat (1) KUH

Perdata Buku II Bab XX).

2. Berkewajiban untuk memberitahukan pemberi gadai jika

barang gadai hendak dijual (diatur dalam ketentuan Pasal 1156

ayat (2) KUH Perdata Buku II Bab XX).

3. Bertanggung jawab terhadap hasil penjualan barang gadai

(diatur dalam ketentuan Pasal 1159 ayat (1) KUH Perdata Buku

II Bab XX).

38

H.Salim, op.cit, h. 48.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN ......24 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Masalah perjanjian itu sebenarnya

46

4. Mengembalikan barang gadai apabila utang pokok berikut

bunganya sudah dibayar lunas.39

Berdasarkan uraian mengenai hak dan kewajiban pemberi gadai dan

penerima gadai sebelumnya, apabila salah satu pihak tidak melaksanakan

prestasinya dengan baik , seperti misalnya pemberi gadai tidak membayar pokok

pinjaman dan sewa modalnya, maka jasa usaha gadai dapat memberikan somasi

kepada pemberi gadai agar dapat melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang

dijanjikan. Apabila somasi itu telah dilakukan selama 3 (tiga) kali dan tidak

diindahkannya, maka jasa usaha gadai dapat melakukan pelelangan terhadap

benda gadai. Sebaliknya apabila pihak jasa usaha gadai tidak melakukan

prestasinya seperti misalnya, tidak memberitahukan pihak pemberi gadai

mengenai habisnya batas waktu gadai dan langsung menjual barang gadai tanpa

melakukan pelelangan, maka pemberi gadai dapat menuntut pihak jasa usaha

gadai berdasarkan ketentuan Pasal 1156 KUH Perdata Buku II Bab XX.

39

Djaja S. Meliala,op.cit, h.132.