27
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah menetapkan jenis-jenis pidana yang termaktub dalam Pasal 10 KUHP berupa dua jenis pidana yaitu pidana pokok dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana, dan pidana tambahan terdiri atas tiga jenis pidana. Pengertian dari sanksi-sanksi pidana adalah sebagai berikut. a. Pidana Pokok Pidana pokok sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 10 KUHP yang terdiri atas: 1. Pidana Mati Pidana mati adalah pidana terberat dari semua pidana yang dicantumkan terhadap berbagai kejahatan di dalam hukum positif Indonesia. Hukuman mati adalah pidana yang terberat menurut peerundang-undangan pidana kita dan tidak lain berupa sejenis pidana yang merampas kepentingan umum yaitu jiwa dan nyawa manusia 1 . Dikatakan terberat hal ini dapat dilihat dalam sistematika dan urutan pidana pokok pada Pasal 10 KUHP yang dalam hal tersebut pidana mati berada pada urutan teratas. Namun, sanksi ini tidak 1 Tolib Setiady, Op.cit, h. 79.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM

PELANGGARAN SAFETY RIDING

2.1 Pidana

2.1.1 Jenis-jenis Pidana

Kitab Undang-undang Hukum Pidana telah menetapkan jenis-jenis pidana

yang termaktub dalam Pasal 10 KUHP berupa dua jenis pidana yaitu pidana pokok

dan pidana tambahan. Pidana pokok terdiri atas empat jenis pidana, dan pidana

tambahan terdiri atas tiga jenis pidana. Pengertian dari sanksi-sanksi pidana adalah

sebagai berikut.

a. Pidana Pokok

Pidana pokok sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 10 KUHP yang terdiri atas:

1. Pidana Mati

Pidana mati adalah pidana terberat dari semua pidana yang dicantumkan

terhadap berbagai kejahatan di dalam hukum positif Indonesia. Hukuman

mati adalah pidana yang terberat menurut peerundang-undangan pidana kita

dan tidak lain berupa sejenis pidana yang merampas kepentingan umum yaitu

jiwa dan nyawa manusia1. Dikatakan terberat hal ini dapat dilihat dalam

sistematika dan urutan pidana pokok pada Pasal 10 KUHP yang dalam hal

tersebut pidana mati berada pada urutan teratas. Namun, sanksi ini tidak

1 Tolib Setiady, Op.cit, h. 79.

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

dikenakan kepada semua jenis tindak pidana, di dalam KUHP hanya beberapa

Pasal saja yang menjatuhkan pidana mati sebagai sanksinya, yakni:

a. Kejahatan terhadap Negara yakni pada Pasal 104, 111 ayat (2), dan Pasal

124 ayat (3) KUHP.

b. Pembunuhan dengan berencana, yakni pada Pasal 140 ayat (3) dan Pasal

340 KUHP.

c. Pencurian dan pemerasan yang dilakukan dengan keadaan yang

memberatkan yakni pada Pasal 365 ayat (4) dan Pasal 368 ayat (2)

KUHP.

d. Pembajakan di laut, pantai pesisir dan sungai yang dalam keadaan seperti

apa yang disebut pada Pasal 444 KUHP.

Selain itu di luar KUHP juga terdapat beberapa peraturan perundangan-

undangan yang mengancam pelaku tindak pidana dengan ancaman pidana

mati, biasanya tindak pidana yang masuk dalam kategori extraordinary crime

yakni psikotropika narkotika dan pada Undang-Undang No. 5 dan 22 Tahun

1997, terorisme pada Undang-Undang No. 15 Tahun 2003, dan pelanggaran

Hak Asasi Manusia (HAM) berat Undang-Undang 26 Tahun 2000 Tentang

Pengadilan HAM.

2. Pidana Penjara

Pidana penjara adalah bentuk pidana yang membatasi kemerdekaan atau

kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman

penjara lebih berat karena diancam terhadap berbagai kejahatan. Adapun

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadap pelanggaran atau

kejahatan yang dilakukan karena kelalaian. Hukuman penjara minimal satu

hari dan maksimal seumur hidup. Pidana penjara yang paling berat adalah

penjara seumur hidup sedangkan yang paling ringan adalah minimum 1 hari.

Pidana penjara pada KUHP selain diatur pada Pasal 10 KUHP, diatur pula

secara lebih terperinci pada Pasal 12 KUHP, yakni:

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling

lama lima belas tahun berturut-turut.

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh

tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh

memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara

selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan

pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima

belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan,

pengulangan, atau karena ditentukan Pasal 52 KUHP.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi

duapuluh tahun.

Jadi inti dari pasal tersebut adalah hukuman penjara lamanya seumur hidup

atau sementara dan pidana penjara dilakukan dalam jangka waktu tertentu

yakni minimal 1 hari dan paling lama 15 tahun atau dapat dijatuhkan selama

20 tahun, tapi tidak boleh lebih dari 20 tahun. Pidana penjara banyak dianut

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

oleh negara-negara sebagai salah satu sanksi kepada pelaku tindak pidana,

beberapa negara-negara tersebut adalah Indonesia, Perancis, Filipina,

Argentina, Korea, Jepang dan Amerika.

Indonesia menggunakan istilah lain sebagai pengganti kata penjara,

yakni lembaga pemasyarakatan (LP). Hal ini pertama kali muncul dan

dikonsep pada Konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan yang pertama di

Lembang, Bandung pada tanggal 27 April 1964.2 Pada konferensi tersebut

pada intinya adalah LP merupakan tempat bagi narapidana untuk dibina dan

dibimbing secara mental dengan berlandaskan nilai-nilai Pancasila dan bukan

disiksa seperti penjara jaman kolonial lalu, sehingga dari pembinaan di dalam

LP tersebut diharapkan narapidana ketika keluar dari LP bisa berguna di

masyarakat, diterima di masyarakat (tidak dikucilkan), dan diharapkan tidak

akan melakukan tindak pidana apapun lagi.

3. Pidana Kurungan

Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan

kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari pergaulan

hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu dimana sifatnya sama dengan

hukuman penjara yaitu merupakan perampasan kemerdekaan seseorang.

Namun pidana kurungan dapat dikatakan lebih ringan dibandingkan dari

pidana penjara. Lamanya pidana kurungan ini ditentukan dalam Pasal 18

KUHP yang mengatur :

2 Marlina, 2011, Hukum Penitensier, Cet.I, P.T.Refika Aditama, Bandung, h. 102.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

a. Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling

lama satu tahun.

b. Hukuman tersebut dapat dijatuhkan paling lama satu tahun empat

bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan

kejahatan atau pengulangan, atau ketentuan pada Pasal 52 dan 52 (a)

KUHP.

c. Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat

bulan.

Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa pidana kurungan

minimal hanya 1 hari dan paling lama 1 tahun, tapi batas maksimal adalah 1

tahun 4 bulan (bila ada pemberatan seperti pada Pasal 52 KUHP). Hal ini

tentunya berbeda dengan lama waktu ancaman pidana penjara yaitu minimal

satu hari dan maksimal hukuman hanya 15 tahun penjara tapi bisa

diperpanjang hingga 20 tahun.

Perbedaan lainnya terletak pada, hak pistole yang dimiliki oleh

penerima sanksi pidana kurungan. Hak pistole adalah hak terpidana untuk

membawa fasilitas dan kemudahan bagi dirinya sendiri dengan biayanya

sendiri.3 Sanksi pidana kurungan dapat digantikan denda pengganti kurungan,

hal ini tentu tidak dapat dilakukan oleh penerima sanksi pidana penjara. Hal

lain yang menjadi pembeda antar keduanya terkait pelaksanaan pidana

3 Tolib Setiady, Op.cit, h. 102.

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

penjara dapat dilakukuan di luar wilayah/daerah hukum terpidana, sedangkan

pidana kurungan tidak bisa dilakukan di luar dari wilayah/daerah hukum

terpidana. Ditambahkan bahwa terpidana penjara wajib mengikuti pembinaan

sesuai aturan yang terdapat di Lembaga Pemasyarakatan (LP), namun hal

tersebut tidak dapat dipaksakan kepada penerima pidana kurungan karena

pelaksanaan pembinaan digantungkan kepada kemauan terpidana.

4. Pidana denda

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban seseorang untuk

mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus kesalahannya dengan

pembayaran sejumlah uang tertentu. Pada urutan sistematika pidana pokok

Pasal 10 KUHP dapat dilihat bahwa pidana denda berada pada urutan keempat

atau urutan terakhir setelah pidana mati, pidana penjara dan pidana kurungan.

Hal ini dapat ditafsirkan bahwa pidana denda biasanya dijatuhkan terhadap

delik-delik ringan bisa berupa pelanggaran ataupun kejahatan ringan. Pidana

denda selain diatur pada Pasal 10 KUHP, juga diatur secara lebih rinci pada

Pasal 30 KUHP, yakni:

(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.

(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana

kurungan.

(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan

paling lama enam bulan.

(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti

ditetapkan demikian jika pidana dendanya tujuh rupiah lima

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

puluh sen atau kurang, dihitung satu hari, jika lebih dari tujuh

rupiah lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari demikian

pula sisanya tidak cukup tujuh rupiah lima puluh sen.

(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena

perbarengan atau pengulangan, atau karena ketentuan Pasal 52

KUHP, maka pidana kurungan pengganti paling lama delapan

bulan.

(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari

delapan bulan.

Sehingga pidana denda pada KUHP paling sedikit adalah Rp. 3,75.-

namun tidak ada batasan maksimalnya dan apabila terpidana tidak bisa

membayar pidana denda tersebut maka bisa diganti dengan pidana kurungan

sebagai pengganti yang minimal adalah 1 hari dan maksimal 6 bulan, namun

apabila terkait kasus pemberatan ataupun terkait Pasal 52 KUHP bisa

diperpanjang hingga 8 bulan.

Selain itu pidana denda tersebut bisa dibayarkan oleh orang lain sebagai

perwakilan terpidana. Pada Pasal 31 KUHP juga dapat dikatakan

keistimewaan lain dari pidana denda, bahwa apabila terpidana tidak bisa

membayar sebagian dari pidana denda tersebut maka pidana kurungannya pun

dikurangi dengan seimbang. Terkait penjatuhan pidana denda ini hakim dalam

putusannya harus menyesuaikan dengan kemampuan ekonomi terpidana.

5. Pidana Tutupan

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Pidana tutupan adalah jenis pidana yang didasarkan pada Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan. Pidana tutupan

ini berdasarkan undang-undang tersebut dapat digunakan sebagai pidana

pengganti penjara dan biasanya pidana ini dijatuhkan bagi pelaku kejahatan

yang bersifat politik4.

b. Pidana tambahan dalam Pasal 10 KUHP terdiri atas :

1. Pencabutan hak-hak tertentu.

Pencabutan hak-hak tertentu dimaksudkan sebagai pencabutan segala

hak yang dipunyai atau diperoleh orang sebagai warga disebut “burgerlijke

dood”. Hak-hak yang dapat dicabut dalam putusan hakim dari hak si bersalah

dimuat dalam Pasal 35 KUHP, yaitu:

a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu.

b. Hak menjadi anggota angkatan bersenjata.

c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum.

d. Hak menjadi penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum

(gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali, wali pengawas,

pengampu atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan anaknya

sendiri.

e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas anak sendiri.

4 Tolib Setiady, Op.cit, h. 144.

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

f. Hak menjalankan pencaharian (beroep) yang tertentu. Untuk berapa

lamanya hakim dapat menetapkan berlakunya pencabutan hak-hak

tersebut, hal ini dijelaskan dalam Pasal 38 KUHP, yaitu:

1. Dalam hal pidana atau mati, lamanya pencabutan seumur

hidup.

2. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau kurungan,

lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun dan paling banyak

5 tahun lebih lama dari pidana pokoknya.

3. Dalam hal denda lamanya pencabutan paling sedikit 2 tahun

dan paling banyak 5 tahun.

2. Perampasan barang-barang tertentu

Perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan

pidana denda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat

dirampas, yaitu:

a. Barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan.

b. Barang-barang yang sengaja digunakan dalam melakukan

kejahatan.

Jika barang itu tidak diserahkan atau harganya tidak dibayar, maka harus

diganti dengan kurungan. Lamanya kurungan ini paling sedikit satu hari dan

6 bulan paling lama. Jika barang itu dipunyai bersama, dalam keadaan ini,

perampasan tidak dapat dilakukan karena sebagian barang kepunyaan orang

lain akan terampas pula.

3. Pengumuman putusan hakim.

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Pasal 43 KUHP menentukan bahwa apabila hakim memerintahkan

supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan

yang lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah

atas biaya terpidana. Pidana tambahan berupa pengumuman keputusan hakim

hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang.

Terhadap orang-orang yang melakukan peristiwa pidana sebelum berusia 16

tahun, hukuman pengumuman tidak boleh dikenakan.

Dasar hukum dari pidana tambahan selain dari apa yang tertera pada Pasal 10

KUHP adalah terdapat pada Pasal 43 KUHP dan untuk pidana tambahan ini hanya

khusus untuk beberapa tindak pidana saja, seperti:

1. Menjalankan tipu muslihat dalam barang-barang keperluan angkatan

perang dalam waktu perang.

2. Penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang yang

membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau karena alpa.

3. Kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain terluka atau

mati.

4. Penggelapan.

5. Penipuan.

6. Tindakan merugikan pemiutang5.

Pidana tambahan mengandung suatu tujuan dan manfaat yakni dengan

adanya pengumuman putusan hakim yang pengumuman tersebut disiarkan di media

5 Tolib Setiady, Op.cit, h. 109.

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

cetak ataupun elektronik maka masyarakat mengetahui pelaku serta hukuman dari

suatu tindak pidana. Sehingga diharapkan suatu saat nanti masyarakat tidak meniru

tindak pidana tersebut dan tidak akan terjadi tindak pidana yang sama ataupun

tindak pidana lain yang merugikan masyarakat.

2.1.2 Tujuan Pemidanaan

Pemidanaan merupakan suatu kata lain dari penghukuman yakni suatu

proses penjatuhan hukuman atau pidana yang meliputi seluruh rangkaian peristiwa

dan tahapan-tahapan dalam penjatuhan suatu pidana.6 Proses penjatuhan hukuman

atau pidana tersebut mempunyai banyak tujuan yang ingin dicapai dari proses

pemidanaan tersebut.

KUHP Indonesia saat ini tidak mengatur secara jelas apa saja tujuan yang

ingin dicapai dari suatu pemidanaan tersebut. Namun, dalam Rancangan Undang-

Undang KUHP tahun 2013 (selanjutnya disebut RKUHP 2013) mengatur tentang

tujuan yang ingin dicapai dari proses pemidanaan tersebut. Pada Pasal 54 RKUHP

2013 menyatakan bahwa:

(1) Pemidanaan bertujuan:

a. mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma

hukum demi pengayoman masyarakat;

b. memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan

sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

6 Marlina, Op.cit, h. 39.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

c. menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,

memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam

masyarakat; dan

d. membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

(2) Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan

martabat manusia.

Pada Pasal 54 tersebut diatas jelas tertera bahwa pemidanaan sebagai suatu

proses mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut adalah bahwa dengan

adanya pemidanaan maka dapat dicegahnya tindak pidana dikemudian hari, karena

dengan adanya pidana yang muncul dari proses pemidanaan tersebut, terdapat

sanksi-sanksi sebagai bentuk pertanggungjawaban seseorang atas tindak pidana

yang dilakukannya. Dalam proses pelaksanaannya, pemidanaan tersebut

memasukkan unsur pembinaan yang dilakukan pemerintah melalui petugas

Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang nantinya diharapkan bahwa dari proses

pembinaan tersebut, terpidana tidak mengulangi perbuatannya lagi dan berguna di

masyarakat ketika ia telah menjalani masa hukuman. Proses pemidanaan

merupakan wujud pertanggungjawaban pidana dari seorang terpidana, dimana

terpidana merasa bahwa ada yang dia lakukan memang salah di mata hukum dan

untuk menghilangkan rasa bersalah terpidana atas segala perbuatan pidananya.

Perlu diingat bahwa pemidanaan bukan merupakan suatu proses untuk

merendahkan dan menyengsarakan seseorang, melainkan sebagai proses

pertanggungjawaban terpidana atas perbuatan pidananya dan sebagai upaya

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

preventif di kemudian hari serta proses pembinaan bagi terpidana. Selain dari apa

yang tertera dalam RUU KUHP tahun 2013 mengenai tujuan pemidanaan tersebut,

beberapa ahli juga mengungkapkan pendapatnya mengenai tujuan pemidanaan

yang ingin dicapai.

Terdapat 3 pokok pemikiran mengenai tujuan yang ingin dicapai dari suatu

pemidanaan, yaitu:

1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri.

2. Untuk membuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan-

kejahatan.

3. Untuk membuat penjahat tertentu menjadi tidak mampu melakukan

kejahatan yang lain, yakni penjahat dengan cara-cara yang lain sudah

tidak dapat diperbaiki lagi7.

2.2 Pidana Denda

2.2.1 Pengertian Pidana Denda

Pidana denda adalah pemberian sejumlah uang tertentu sebagai ganti

kerugian atas pelanggaran yang dilakukan. Salah satu bentuk tindak pidana yang

dikenakan dengan pidana denda adalah tindak pidana terhadap pelanggaran lalu

lintas. Delik-delik yang terdapat dalam perkara pelanggaran lalu lintas hanya

bersifat ringan sehingga hakim lebih cederung menjatuhkan pidana denda kepada

setiap pelanggar lalu lintas.8 Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan

7 P.A.F.Lamintang dan Theo Lamintang, Op.cit, h. 11.

8 Niniek Suparni, Op.cit., h. 24.

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

angkutan jalan secara nasional diatur di dalam UU LLAJ. Undang-undang ini

menjadi dasar pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas.

Pidana denda yang berobjek uang mempunyai hubungan yang erat dengan

nilai mata uang suatu Negara yang menganut pidana denda sebagai salah satu

ancaman pidananya. Salah satunya Indonesia. Nilai mata uang yang tidak pernah

sama dari tahun ketahun dan terus berfluktuasi menyebabkan tidak adanya

pedoman tetap mengenai berapa jumlah uang untuk ditetapkan dalam suatu pidana

denda. Pada Pasal 30 ayat (1) KUHP besarnya pidana denda secara minimum

ditentukan sebesar Rp. 3,75.- (tiga rupiah tujuh puluh lima sen). Melihat nominal

pidana denda pada pasal tersebut, tentu menjadi suatu hal yang sudah tidak sesuai

lagi dengan nilai mata uang Indonesia saat ini, karena nilai mata uang dulu ketika

KUHP dibentuk oleh pemerintah Belanda sangat berbeda dengan nilai mata uang

pada masa kini. Artinya bahwa dulu uang sebesar tiga rupiah tujuh puluh lima sen

tersebut merupakan salah satu jumlah uang yang cukup besar, namun karena

berubahnya nilai mata uang sesuai dengan perkembangan jaman, maka uang

sebesar itu bukanlah jumlah yang banyak. Sehingga tidak menjadi suatu ancaman

berarti bagi pelaku tindak pidana. Oleh karena itulah besarnya pidana denda harus

diperbaharui dengan cara diperbesar dan dipertinggi besarnya nominal pidana

denda yang ada pada KUHP tersebut. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun

1960, yang dalam Pasal 1 ayat (1) menentukan bahwa :

"Tiap jumlah pidana denda yang diancamkan, baik dalam Kitab Undang-

undang Hukum Pidana, sebagaimana beberapa kali telah ditambahdan diubah

dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1960 (Lembaran Negara

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Tahun 1960 Nomor 1), maupun dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang

dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah

sebelum hari berlakunya Peraturan Pengganti Undang undang ini harus dibaca

dengan mata uang rupiah dan dilipat gandakan menjadi lima belas kali."

Ayat (2) menentukan bahwa :

"Ketentuan dalam ayat (1) tidak berlaku terhadap jumlah pidana denda

dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana yang telah dimasukkan dalam

tindak pidana ekonomi."

Jika dilihat Pasal 1 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960 tersebut, itu berarti bahwa besarnya pidana

denda pada KUHP diubah untuk terakhir kalinya pada tahun 1960 dengan

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut. Ini tentu

menjadi hambatan dan masalah bagi hukum pidana Indonesia, bahwa ketika ingin

menerapkan suatu ancaman pidana denda dengan tujuan memberi efek jera bagi

terpidana tetapi nilai pidana denda pada KUHP tidak sesuai dengan nilai mata uang

saat ini. Sehingga perlu ada suatu pembaharuan mengenai pidana denda tersebut.

2.2.2 Dasar Hukum Pidana Denda

Dasar hukum suatu sanksi pidana denda secara lex generalis adalah KUHP.

Pada KUHP terdapat pasal-pasal yang menjadi dasar dari penjatuhan pidana denda.

Pidana denda diatur pada Pasal 10 KUHP yang dimana pidana denda termasuk salah

satu pidana pokok setelah pidana mati, penjara dan kurungan. Selain Pasal 10

KUHP tersebut, pidana denda diatur pada Pasal 30 ayat (1) hingga ayat (6) dan

Pasal 31 ayat (1) hingga ayat (3) KUHP. Ketentuan pada Pasal 30 KUHP, yakni:

(1) Pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen.

(2) Jika pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

(3) Lamanya pidana kurungan pengganti paling sedikit satu hari dan paling

lama enam bulan.

(4) Dalam putusan hakim, lamanya pidana kurungan pengganti ditetapkan

demikian jika pidana dendanya tujuh rupiah lima puluh sen atau kurang,

dihitung satu hari, jika lebih dari tujuh rupiah lima puluh sen dihitung

paling banyak satu hari demikian pula sisanya tidak cukup tujuh rupiah

lima puluh sen.

(5) Jika ada pemberatan pidana denda disebabkan karena perbarengan atau

pengulangan, atau karena ketentuan Pasal 52 KUHP, maka pidana

kurungan pengganti paling lama delapan bulan.

(6) Pidana kurungan pengganti sekali-kali tidak boleh lebih dari delapan

bulan.

Ketentuan pada Pasal 31 KUHP, yakni:

(1) Terpidana dapat menjalani pidana kurungan pengganti tanpa menunggu

batas waktu pembayaran denda.

(2) Ia selalu berwenang membebaskan dirinya dari pidana kurungan

pengganti dengan membayar dendanya.

(3) Pembayaran sebagian dari pidana denda, baik sebelum maupun sesudah

mulai menjalani pidana kurungan pengganti, membebaskan terpidana

dari sebagian pidana kurungan yang seimbang dengan bagian yang

dibayarnya.

Dilihat dari dua pasal pada KUHP tersebut di atas maka, timbul beberapa

keistimewaan dari suatu pidana denda bahwa pembayaran pidana denda dapat

diwakilkan oleh wakil terpidana dan apabila terpidana tidak bisa membayar

sebagian dari pidana denda tersebut maka pidana kurungannya pun dikurangi

dengan seimbang. Selain Pasal 10 KUHP, Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP tersebut,

pidana denda terdapat pada ketentuan Undang-Undang di luar KUHP. Hal ini

memungkinkan karena, ketentuan pidana tidak hanya diatur hanya pada KUHP atau

secara lex generalis tetapi juga secara ius specialis yakni pada Undang-Undang di

luar KUHP.

Peraturan Perundang-undangan di luar KUHP dimungkinkan, karena hal ini

dijamin dan diatur pada Pasal 103 KUHP yang menyatakan bahwa:

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

“Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini juga berlaku

bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali oleh undang-undang

ditentukan lain”.

Ini berarti bahwa dasar hukum pidana denda tidak hanya diatur secara

mengkhusus pada KUHP tapi juga ada dasar hukum lain di luar KUHP yang

menjadi dasar hukum penjatuhan pidana denda atau asas hukum yang dipergunakan

adalah lex specialis derogate legi generalis yang berarti ketentuan khusus

mengesampingkan ketentuan umum.

Pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun

1960 misalnya, yang dimana Peraturan Pemerintah Pengganti ini mengatur kembali

mengenai besarnya nominal pidana denda agar sesuai dengan nilai mata uang saat

ini, mengingat bahwa nominal pidana denda pada KUHP sudah tidak sesuai dengan

nilai mata uang di Indonesia saat ini, yang dikarenakan KUHP merupakan warisan

hukum pidana pada masa kolonial Belanda terdahulu.

Selain Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut, dasar

hukum pidana denda ada pada Undang- Undang lainnya, salah satunya adalah UU

LLAJ. Pada UU LLAJ tersebut pidana denda menjadi salah satu ancaman

pidananya, bahkan ancaman pidana dendanya pun tidak main- main dan cukup

besar. Ancaman pidana denda ini dijatuhkan berdasarkan pelanggaran pada setiap

pasal pada UU LLAJ tersebut. Sehingga antara pelanggaran satu dengan

pelanggaran lainnya ditentukan berbeda pidana dendanya.

2.2.3 Perkembangan Pidana Denda

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Pidana denda merupakan salah satu bagian dari pidana pokok yang

ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai pidana alternatif atau

pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP, dalam perjalanannya

dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal, antara lain menurunnya nilai mata uang

yang mengakibatkan keengganan penegak hukum untuk menerapkan pidana denda.

Selain itu, pidana penjara masih di nomor satukan dalam penetapan dan penjatuhan

pidana dalam kaitannya dengan tujuan pemidanaan, terutama tercapainya efek jera

bagi pelaku dan tercapainya pencegahan umum.9

Pidana denda dapat disetarakan dengan pidana penjara yang selama ini

diakui sebagai pidana yang efektif untuk penjeraan. Pidana denda dapat

menciptakan hasil yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan

tujuan pemidanaan yang diharapkan yaitu efek jera. Pidana denda akan selalu

menjadi pertimbangan oleh penegak hukum, terutama hakim dalam memutus

perkara pidana. Pidana denda harus dapat dirasakan sebagai penderitaan bagi

pelaku tindak pidana (dalam bentuk kesengsaraan secara materi yang menimbulkan

kerugian karena merasa dirugikan dengan menyita harta benda untuk menutupi

denda yang belum atau tidak dibayar dengan cara pelelangan).

Pidana denda diharapkan pula dapat membebaskan rasa bersalah kepada

terpidana dan sekaligus memberikan kepuasan kepada pihak korban.10 Pelaku

dalam pidana denda seharusnya membayar sendiri pidana denda yang dijatuhkan,

9 AR. Suhariyono, 2012, Pembaruan Pidana Denda Indonesia, Papas Sinar Sinanti, Jakarta, h.

9.

10 Ibid, h. 11.

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

walaupun dengan pemaksaan oleh pihak yang berwenang, dalam hal ini jaksa

penuntut umum melakukan penyitaan (sementara). Pidana denda dapat dijadikan

salah satu pemasukan negara sebagai penghasilan negara bukan pajak (yang

selnjutnya disebut PNBP). Pola pidana denda harus ditetapkan dan dilaksanakan

secara konsisten dengan mendasarkan pada kepentingan hukum seseorang atau

masyarakat yang dilindungi. Penentuan pola pidana yang telah ditetapkan perlu

dijadikan dasar untuk melakukan pengharmonisasian peraturan perundang-

undangan, baik peraturan yang telah dibentuk maupun peraturan yang akan atau

sedang dibentuk.

Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang tertua di dunia selain

pidana mati yang juga dikenal dalam kitab Thaurat maupun Al-Qur’an11. Selain itu,

dalam hukum adat juga dikenal pidana denda yakni berupa pembayaran kepada

penguasa atau kerajaan maupun pembayaran pengganti kerugian kepada korban,

yang bisa berbentuk berupa uang, ternak, hingga hasil kebun12. Dalam sejarahnya,

pidana denda telah digunakan dalam hukum pidana selama berabad-abad. Semula

Negara Anglo Saxon secara sistematis menggunakan hukum finansial bagi pelaku

kejahatan. Pembayaran uang sebagai ganti kerugian diberikan kepada korban. Ganti

rugi tersebut menggambarkan keadilan swadaya yang sudah lama berlaku dan

memungkinkan korban untuk menuntut balas langsung terhadap mereka yang telah

berbuat salah dan akibatnya terjadi pertumpahan darah.

11 Niniek Suparmi, Op.cit, h. 46.

12 Niniek Suparmi, Op.cit, h. 47.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Sesungguhnya pidana denda memang sudah ada sejak jaman dahulu dan

berkembang di masyarakat adat. Pidana denda pun bahkan terdapat pada

masyarakat primitive, sehingga bentuk pidana dendanya pun primitive dan masih

sederhana sekali.13 Perkembangan pidana denda selanjutnya adalah pada abad ke-

12 yakni pidana denda bersumber pada hukum pidana Jerman Kuno. Pada abad ke-

20 di Belanda menerapkan konsep stelsel pidana dalam Wet Vermogenssanctie

tanggal 31 Maret 1983, Stb. 153 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1983. Pada

Wet Vermogenssanctie tersebut ditentukan bahwa pemerintah Belanda memperluas

dan melengkapi wewenang jaksa untuk menyelesaikan secara transaksi jenis-jenis

kejahatan yang diancam dengan pidana denda atau dengan pidana penjara yang

tidak lebih dari enam tahun.14

Sejarah dan perkembangan pidana denda di Indonesia berawal dari

munculnya KUHP sebagai sumber hukum pidana di Indonesia. KUHP merupakan

sumber hukum pidana warisan jaman kolonial Belanda yang dikodifikasikan

sehingga bisa berlaku di Indonesia. Pidana denda pada KUHP ini diatur pada Pasal

10 KUHP jo Pasal 30 dan Pasal 31 KUHP. Pasal 10 KUHP menetapkan pidana

denda sebagai salah satu pidana pokok setelah pidana mati, penjara dan kurungan.

Sedangkan pada Pasal 30 KUHP menetapkan pola pidana denda, yakni bahwa

banyaknya pidana denda sekurang-kurangnya Rp. 3,75.- sebagai ketentuan

minimum umumnya, dan bila pidana denda tidak dibayar maka dijatuhi pidana

kurungan sebagai pidana penggantinya. Melihat nominal uang pada sanksi pidana

13Suhariyono, Op.cit, h. 165.

14Suhariyono, Op.cit, h. 169- 170.

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

denda pada Pasal 30 KUHP yang sudah tidak sesuai dengan nilai mata uang

Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang No.18 Tahun 1960 yang pada intinya menyatakan bahwa :

“Setiap pidana denda yang diancamkan baik dalam KUHP ataupun dalam

ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945, harus

dibaca dalam mata uang rupiah dan dilipatgandakan menjadi 15 kali”

Pidana denda yang berobjek uang tentu erat hubungannya dengan nilai mata

uang. Nilai mata uang suatu negara berubah dan berfluktuasi sesuai dengan

perkembangan jaman. Menjadikan pidana denda sebagai salah satu sanksi pidana

pokok dalam sistem pemidanaan Indonesia tidak lah hal yang mudah dilakukan

karena pidana denda berkaitan dengan nilai mata uang negara, maka besarnya uang

pada pidana denda juga bisa berubah-ubah sesuai dengan kondisi perekonomian

negara. Hal inilah yang menjadi salah satu hambatan penerapan pidana denda di

Indonesia. Satu sisi pidana denda telah diatur pada KUHP. Namun, di sisi lain

KUHP tersebut sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman terutama dilihat

dari besarnya nominal pidana denda yang diatur di dalamnya.

Pada RUU KUHP 2013 telah diatur suatu pola khusus untuk menyiasati

perkembangan nilai mata uang yang tidak dapat diprediksi. Pola tersebut berupa

pengkategorian pidana denda dalam 6 (enam) kategori yang berbeda satu sama

lainnya.

Hal ini dapat dilihat pada Pasal 80 RUU KUHP tahun 2013, yaitu:

(1) Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar

oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Jika tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit

Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah).

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

(3) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori, yaitu:

a. kategori I Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah);

b. kategori II Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah);

c. kategori III Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah);

d. kategori IV Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah);

e. kategori V Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah); dan

f. kategori VI Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(4) Pidana denda paling banyak untuk korporasi adalah kategori lebih tinggi

berikutnya.

(5) Pidana denda paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana

yang diancam dengan:

a. pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun sampai dengan 15 (lima

belas) tahun adalah pidana denda Kategori V;

b. pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling

lama 20 (dua puluh) tahun adalah pidana denda Kategori VI.

(6) Pidana denda paling sedikit untuk korporasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (5) adalah pidana denda Kategori IV.

(7) Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda

ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Maksud dari pengkategorian itu untuk memperoleh pola yang jelas tentang

maksimum denda yang dicantumkan untuk berbagai tindak pidana dan memberikan

kemudahan bagi hakim dalam melakukan penyesuaian, apabila terjadi perubahan

ekonomi dan moneter dunia yang juga dapat mempengaruhi perubahan ekonomi

dalam negeri.

Pelaksanaan pengenaan pidana denda diatur dalam Pasal 82 RKUHP 2013

yang menyatakan,

(1) Pidana denda dapat dibayar dengan cara mencicil dalam jangka waktu

sesuai dengan putusan hakim.

(2) Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dibayar penuh

dalam jangka waktu yang ditetapkan maka untuk pidana denda yang tidak

dibayar tersebut dapat diambil dari kekayaan atau pendapatan terpidana.

Pada pasal tersebut disebutkan bahwa pidana denda dapat dicicil sesuai

dengan tenggang waktu yang diberikan hakim dalam putusannya, dan apabila

dalam tenggang waktu tersebut denda tidak habis dibayar maka dapat diambil dari

kekayaan atau pendapat terpidana.

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

Perkembangan sanksi pidana denda tidak hanya ada pada KUHP, tetapi juga

diluar KUHP, yakni Undang-Undang di luar KUHP. Hal ini dibenarkan karena pada

Pasal 103 KUHP menyatakan bahwa ketentuan lain di luar ketentuan Bab I hingga

Bab VIII pada KUHP ini bisa berlaku apabila undang-undang menentukan lain. Ini

berarti bahwa KUHP merupakan dasar hukum pidana secara umum, tapi secara

khusus diatur pula di luar KUHP. Salah satunya adalah UU LLAJ yang dalam

ketentuan pidananya juga menerapkan pidana denda sebagai ancaman pidananya.

Pada UU LLAJ tersebut pidana denda dijatuhkan sesuai dengan pelanggaran

serta akibat yang timbul dari pelanggaran lalu lintas. Pidana dendanya pun

bervariasi dan berbeda, mulai dari Rp.100.000.- hingga Rp. 50.000.000.- tergantung

pelanggaran apa yang dilakukan oleh pelanggar UU LLAJ tersebut.

2.3 Safety Riding

Sebagaimana telah dibahas sebelumnya menurut pengaturan di dalam

KUHP perbuatan pidana diatur di dalam Buku II tentang Kejahatan dan Buku III

tentang Pelanggaran. Kejahatan adalah perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan, meskipun perbuatan tersebut tidak dirumuskan dalam undang-undang

menjadi tindak pidana tetapi orang tetap menyadari perbuatan tersebut adalah

kejahatan dan patut dipidana, istilahnya disebut rechtsdelict (delik hukum). Dimuat

didalam buku II KUHP pada pasal 104 sampai dengan pasal 488. Sedangkan

mengenai pelanggaran, yakni perbuatan-perbuatan yang oleh masyarakat baru

disadari hal tersebut merupakan tindak pidana karena perbuatan tersebut tercantum

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

dalam undang-undang, istilahnya disebut wetsdelict (delik undang-undang).15

Dimuat dalam buku III KUHP pada pasal 489 sampai dengan pasal 569. Termasuk

di dalam pelanggaran adalah pelanggaran lalu lintas khususnya pada pelanggaran

safety riding.

2.3.1 Pengertian Safety Riding

Safety Riding ialah istilah mengenai cara berkendara yang aman dan

nyaman baik bagi pengendara itu sendiri maupun pengendara lain. Safety riding

berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari 2 suku kata yaitu safety yang berarti

keselamatan dan riding yang berarti berkendaraan sepeda motor. Jadi safety riding

merupakan cara-cara menjaga keselamatan selama berkendaraan dengan sepeda

motor.

Sehingga dari safety riding ini muncul suatu usaha yang dilakukan untuk

meminimalisir tingkat bahaya dan memaksimalkan keamanan dalam berkendara,

demi menciptakan suatu kondisi, yang mana kita berada pada titik tidak

membahayakan diri sendiri dan pengendara lain serta menyadari kemungkinan

bahaya yang dapat terjadi di sekitar kita serta pemahaman akan pencegahan dan

penanggulangannya.

2.3.2. Ketentuan Safety Riding dalam UU No.22 Tahun 2009 Tentang LLAJ

Pelaksanaan Safety Riding ini telah diatur dalam UU LLAJ pada BAB XI

Pasal 203 Ayat (2) huruf a yang menyatakan bahwa:

15 Muhammad Zainal Abidin dan I Wayan Edy K., 2013, Catatan Mahasiswa Pidana, Indie

Publishing, Depok, h. 94-95.

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

“Untuk menjamin Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan rencana umum nasional

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, meliputi: a. Penyusunan program

Nasional Kegiatan Keselamatan dan Angkutan Jalan.”

Adapun penjelasan dari Pasal 203 Ayat 2 huruf a yaitu bahwa Program Nasional

Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diantaranya yaitu tentang Cara

Berkendara dengan Selamat (Safety Riding).

Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa penerapan Safety Riding merupakan

program nasional yang harus didukung penuh dan dilaksanakan demi terciptanya

keselamatan dan keamanan di jalan raya. Ketentuan safety riding pada UU LLAJ

dibagi atas perlengkapan dan kelengkapan kendaraan bermotor dan tata cara berlalu

lintas (ketertiban dan keselamatan).

Perlengkapan dan kelengkapan kendaraan bermotor diatur pada pasal-pasal

sebagai berikut:

1) Pasal 48 ayat (2) huruf a mengenai kewajiban sepeda motor untuk

dilengkapi dua buah spion di bagian kiri dan kanan, lampu depan/ utama,

lampu rem, lampu penunjuk arah kanan dan kiri, serta klakson.

2) Pasal 57 UU LLAJ:

(1) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib

dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor.

(2) perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda

Motor berupa helm standar nasional Indonesia.

3) Pasal 58 UU LLAJ :

(1) setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan dilarang

memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan

berlalu lintas.

Perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas pada

penjelasan Pasal 58 UU LLAJ tersebut adalah pemasangan peralatan,

perlengkapan, atau benda lain pada kendaraan yang dapat membahayakan

keselamatan lalu lintas, antara lain pemasangan bumper tanduk dan lampu

menyilaukan.

4) Pasal 68 :

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi

dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor

Kendaraan Bermotor.

5) Pasal 77 :

(1) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan wajib

memiliki Surat Ijin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor

yang dikemudikan.

Sedangkan ketentuan mengenai tata cara berlalu lintas (ketertiban dan

keselamatan) pada UU LLAJ diatur pada pasal-pasal sebagai berikut:

1) Pasal 105

Setiap orang yang menggunakan jalan wajib:

a. Berperilaku tertib; dan/atau

b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan

dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat

menimbulkan kerusakan jalan.

2) Pasal 106

(1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.

(2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

(3) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan.

(4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib

mematuhi ketentuan:

a. Rambu perintah atau rambu larangan;

b. Marka jalan;

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;

d. Gerakan lalu lintas;

e. Berhenti dan parker;

f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;

g. Kecepatan maksimal atau minimal; dan/atau

h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan

lain.

(5) Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap

orang yang mengemudikan kendaran bermotor wajib menunjukkan:

a. Surat Tanda Nomor Kendaraan atau Surat Tanda Coba

Kendaraan Bermotor;

b. Surat Ijin Mengemudi;

c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau

d. Tanda bukti lain yang sah.

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA … II.pdfBAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENERAPAN PIDANA DENDA DALAM PELANGGARAN SAFETY RIDING 2.1 Pidana 2.1.1 Jenis-jenis Pidana Kitab

(6) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan Bermotor beroda empat

atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk di sampingnya wajib

mengenakan sabuk keselamatan.

(7) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat

atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di jalan dan

penumpang yang duduk di sampingnya wajib mengenakan sabuk

keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional

Indonesia.

(8) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda

motor wajib mengenakan helm yang memenuhi Standar Nasional

Indonesia.

(9) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping

dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang.

Pada Pasal 106 ayat (1) dapat dijelaskan pada bagian penjelasan UU LLAJ

bahwa yang dimaksud dengan “penuh konsentrasi” adalah setiap orang yang

mengemudikan kendaraan bermotor dengan penuh perhatian dan tidak

terganggu perhatiannya karena sakit, lelah, mengantuk, menggunakan telepon

atau menonton televisi atau video yang terpasang di kendaraan atau meminum

minuman yang mengandung alkohol atau obat-obatan sehingga mempengaruhi

kemampuan dalam mengemudikan kendaraan.

3) Pasal 107

(1) Pengemudi Kendaraan bermotor wajib menyalakan lampu utama

kendaraan bermotor yang digunakan di jalan pada malam hari dan pada

kondisi tertentu.

(2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib menyalakan lampu utama pada siang hari.

Pada Pasal 107 ayat (2) dikatakan bahwa pengendara sepeda motor wajib

menyalakan lampu utama pada siang hari. Maksud dan tujuan dari pasal tersebut

adalah bahwa lampu utama dihidupkan pada siang hari bertujuan sebagai penanda

dari kejauhan bagi pengendara kendaraan bermotor di depannya, sehingga lampu

tersebut sebagai penanda bahwa ada sepeda motor yang dari kejauhan akan

mendekat dan kendaraan bermotor di depan bisa antisipasi dengan melihat melalui

kaca spion