15
11 BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial Dalam kehidupan masyarakat Tobelo, penggunaan Saguer dijadikan sebagai media komunikasi. Media komunikasi ini bertujuan untuk mempererat tali kekeluargaan. Komunikasi merupakan bagian dari interaksi sosial yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sosial. Pada bukunya yang berjudul “sosiologi suatu pengantar”, Soekanto (2010), mengatakan bahwa interaksi merupakan kunci utama dalam kehidupan sosial. Tidak ada interaksi berarti tidak mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok- kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia (Soekanto, 2010). Interaksi sosial selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan oleh adanya sejumlah pola perilaku masyarakat yang terjaring dalam relasi-relasi baik itu orang perorangan, kelompok, maupun orang dengan kelompok. Simmel, 1858-1918 (dalam Soekanto, 2010), berpendapat bahwa dalam Masyarakat terdiri dari jaringan relasi-relasi antara orang, yang menjadikan mereka bersatu. Masyarakat bukan badan fisik, juga bukan bayangan saja didalam kepala orang, melainkan sejumlah pola perilaku yang disepakati dan ditunjang bersama. Sejumlah pola perilaku tersebut tentunya menghasilkan bentuk-bentuk interaksi. Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah Asosiatif dan Disasosiatif (Soekanto, 2010), : a. Asosiatif Asosiatif terdiri dari kerjasama (cooperation), akomodasi (accomodation). Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang- perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial

Dalam kehidupan masyarakat Tobelo, penggunaan Saguer dijadikan

sebagai media komunikasi. Media komunikasi ini bertujuan untuk mempererat tali

kekeluargaan. Komunikasi merupakan bagian dari interaksi sosial yang tidak bisa

dilepaskan dari kehidupan sosial. Pada bukunya yang berjudul “sosiologi suatu

pengantar”, Soekanto (2010), mengatakan bahwa interaksi merupakan kunci

utama dalam kehidupan sosial. Tidak ada interaksi berarti tidak mungkin ada

kehidupan bersama.

Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis, yang

menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-

kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan dengan kelompok manusia

(Soekanto, 2010). Interaksi sosial selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal

ini dikarenakan oleh adanya sejumlah pola perilaku masyarakat yang terjaring

dalam relasi-relasi baik itu orang perorangan, kelompok, maupun orang dengan

kelompok.

Simmel, 1858-1918 (dalam Soekanto, 2010), berpendapat bahwa dalam

Masyarakat terdiri dari jaringan relasi-relasi antara orang, yang menjadikan

mereka bersatu. Masyarakat bukan badan fisik, juga bukan bayangan saja didalam

kepala orang, melainkan sejumlah pola perilaku yang disepakati dan ditunjang

bersama. Sejumlah pola perilaku tersebut tentunya menghasilkan bentuk-bentuk

interaksi. Bentuk-bentuk interaksi sosial adalah Asosiatif dan Disasosiatif

(Soekanto, 2010), :

a. Asosiatif

Asosiatif terdiri dari kerjasama (cooperation), akomodasi (accomodation).

Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang-

perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan

bersama. Akomodasi merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

12

tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan

kepribadiannya.

b. Diasosiatif

Diasosiatif terdiri dari persaingan (competition), kontravensi

(contravention), dan pertentangan (conflict). Persaingan diartikan sebagai suatu

proses sosial dimana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing

mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa

tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik perseorangan maupun kelompok

manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam

prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau kekerasan.

Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain

atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Pertentangan

merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk

memenuhi tujuannya dengan kalan menentang pihak lawan yang sering disertai

dengan ancaman dan/atau kekerasan.

Terlepas dari bentuk-bentuk interaksi seperti yang dikemukakan diatas,

interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut

hubungan antar orang-perorangan, antar kelompok-kelompok manusia dan antar

orang dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang

atau kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan kelompok

dimana komunikasi terjadi diantara kedua belah pihak (Yulianti, 2003).

Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial karena itu tanpa

adanya interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi

sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan

golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan persoalan yang diharapkan

dan usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Ahmadi, 2009).

Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi

bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif dan diasosiatif. Interaksi-interaksi

tersebut menghasilkan modal, misalnya modal sosial. Selain modal sosial, dalam

interaksi terdapat modal-modal lain seperti ekonomi, budaya, maupun simbolik.

Salah satu tokoh sosiolog yang banyak berbicara mengenai modal dalam hal ini

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

13

modal ekonomi, budaya sosial dan simbolik adalah Pierre Bourdieu dalam

teorinya yang terkenal yaitu Habitus.

2.2. Saguer dalam Habitus Mayarakat Halmahera Utara

Dalam sebuah wawancara dengan P. Lamaison pada tanggal 4 Maret 1985

(Fashri, 2014), Bourdieu mengemukakan bahwa seluruh pemikirannya bermula

dari pertanyaan “how can behavior be regulated without being the product of

obedience to rules?”. Dari pertanyaan ini, Bourdieu mengajukan konsep khasnya

yaitu Habitus untuk menengahi dualisme antara individu/masyarakat dengan

pelaku/struktur. Menurut Bourdieu, hubungan agensi dan struktur bukanlah dua

kutub yang berdiri secara terpisah, melainkan berupa relasi dialektis yang berjalan

tidak linear.

Habitus tidaklah diciptakan sendiri oleh Bourdieu, namun merupakan

gagasan filosofis tradisional yang ia hidupkan kembali (Bourdeau and Wacquant,

1992). Dalam tradisi filsafat, habitus diartikan sebagai kebiasaan yang sering

disebut dengan habitual yakni penampilan diri, yang nampak (appearance); tata

pembawaan terkait dengan kondisi tipikal tubuh seperti : cara kita makan,

berjalan, berbicara, dan bahkan dalam cara kita membuang ingus kita. Menurut

Aristoteles, habitus diartikan sebagai kategori yang melengkapi subjek sebagai

substansi. Tidak adanya kategori, tidak pula mengubah substansi. Kategori apakah

yang melekat pada substansi dan tidak terpisahkan? Menurut Aristoteles adalah

kualitas rasionalitas dan idealitas.

Habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang dengannya orang

berhubungan dengan dunia sosial. Dalam berhubungan dengan dunia sosial,

individu tidak terlepas dari interaksi dan ruang sosial. Untuk memenuhi syarat

atau penerimaan secara sosial, individu harus mempunyai kapital dalam

memenuhi interaksi dan ruang sosialnya dengan orang lain. Kapital menurut

Bourdieu terdiri dari ekonomi, sosial, budaya, simbolik. Bagi masyarakat

Halmahera Utara, mereka harus mempunyai habitus yang baik dengan melakukan

kontrol dalam konsumsi minuman Cap Tikus yang merupakan pergeseran makna

dari minuman Saguer, agar mendapatkan kapital budaya (pengetahuan dan

pemahaman) yang baik pula. Dengan mempunyai habitus Saguer dan kapital

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

14

budaya, seluruh masyarakat bisa berdampingan dan bertahan di dengan budaya

yang ada di Halmahera Utara. Ranah adalah sejenis pasar kompetitif yang di

dalamnya berbagai jenis modal (ekonomi, kultural, sosial, simbolis) digunakan

dan dimanfaatkan (Ritzer dan Goodman, 2012). Dengan kata lain ranah berarti

berarti penggunaan Saguer dalam kegiatan budaya di Halmahera Utara. Praktik

sosial antar masyarakat Halmahera Utara yang mengkonsumsi Saguer yang terdiri

dari berbagai individu menggambarkan habitus dan kapital yang berbeda-beda.

Lewat ide habitus, Bourdieu mencoba mengurai praktik sosial sehari-hari

beserta prinsip-prisnsip keteraturan yang mengiringinya. Habitus dapat diandaikan

sebagai mekanisme pembentuk bagi praktik sosial yang beroperasi dari dalam diri

aktor (Takwim, 2003).

Konsep habitus dalam teori Bourdieu memang membutuhkan energi ekstra

untuk memahaminya. Tidak sekedar menampilkannya secara tekstual, tetapi juga

membutuhkan proses yang mendalam. Bourdieu sendiri mendekati pengertian

habitus melalui cara yang kompleks. Seperti defenisi habitus yang diberikan

Bourdieu dibawah ini.

“...systems of durable, transposable dispositions, structured structure

predisposed to function as structuring structures, that is, as principle which

generate and organize practices and representations that can be objectively

adapted to their outcomes without presupposing a conscious aiming at ends or an

express mastery of the operations necessary in order to attain them. Objectively

‘regulated’ and ‘regular’ without being in any way the product of obedience to

rules, they can be collectively orchestrated without being the product of the

organizing action of a conductor” (Bourdieu, 1990)

Bagi seorang pembuat Saguer yang telah berpengalaman, cara membuat

dari mempersiapkan wadah bambu yang baik, mencari pohon, memanjat pohon,

membersihkan batang, memotong batang hingga mengambil air nira telah menjadi

habitus sebagian besar masyarakat Halmahera Utara. Hal ini menjadikan

minuman Saguer menjadi minuman tradisional yang berkualitas dan memiliki rasa

yang enak. Awal mulanya para pembuat Saguer di Halmahera Utara tidak serta

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

15

merta dapat membuat Saguer dalam kualitas yang baik namun membutuhkan

upaya yang berkelanjutan dan proses pengalaman yang cukup panjang

Definisi ini memuat beberapa hal prinsipil yang kemudian menjadi ciri

khas habitus. Pertama, habitus mencakup dimensi kognitif dan afektif yang

terejewantahkan dalam sistim disposisi. Istilah disposisi merujuk pada tiga makna

yang berbeda: (1) disposisi dimengerti sebagai hasil dari tindakan yang mengatur.

(2) merujuk pada cara meng-ada (a way of being), kondisi habitual (a habitual

state); dan (3) disposisi sebagai sebuah predisposisi, tendensi, niat, atau

kecenderungan. Disposisi terbentuk melalui praktek individu dengan pengalaman

personalnya, interaksi individu dengan orang lain dan dengan struktur objektif.

Kecenderungan-kecenderungan ini dipupuk didalam posisi-posisi sosial suatu

ranah dan memberikan kerangka penyesuaian subjektif terhadap posisi sosial

tersebut. Disposisi diandaikan sebagai sikap, kecenderungan dalam mempersepsi,

merasakan, melakukan, dan berpikir, yang diinternalisasikan oleh individu berkat

kondisi objektif seseorang (Ritzer, 2010). Habitus dapat dirumuskan sebagai

sebuah sistem disposisi-disposisi (skema-skema persepsi, pikiran, dan tindakan

yang diperoleh dan bertahan lama). Agen-agen individual mengembangkan

disposisi-disposisi ini sebagai tanggapan terhadap kondisi-kondisi obyektif yang

dihadapinya. Dengan cara ini, Bourdieu menteorikan penanaman struktur sosial

obyektif ke dalam pengalaman mental dan subyektif dari si agen.

Sehubungan dengan itu, disposisi pada hakikatnya mencakup

kecenderungan-kecenderungan yang berlangsung lama dan dapat diterapkan

dalam berbagai ranah berbeda. Selain itu, habitus menurut Bourdieu (dalam

Fashri, 2014:92) dapat dilihat sebagai produk sejarah karena terikat pada ruang

dan waktu serta kondisi material yang mengelilinginnya. Pengaruh masa lalu tidak

disadari sepenuhnya dan dianggap sesuatu yang alamiah atau wajar.

Ketidaksadaran kultural yang melekat dalam habitus senantiasa diawetkan dari

generasi ke generasi berikutnya dan terus- menerus diproduksi ulang bagi

pembentukan praksis kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitan tersebut menurut Richard Jenkins (2004), habitus bisa

didekati melalui tiga pandangan yang berbeda; (a) kondisi objektif menghasilkan

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

16

habitus; (b) habitus disesuaikan dengan kondisi objektif; dan (c) terdapat

hubungan resiprokal atau dialektis diantara mereka. habitus juga dapat dipilah

menjadi dua aspek: habitus yang dimiliki individu secara khas yang mana

didapatkan melalui pengalaman (experience) dan sosialisasi (socialisation), dan

habitus kolektif sebagai fenomena kolektif yang menunjuk pada suatu kelas.

Kedua aspek ini berguna bagi individu dalam beradaptasi dengan lingkungannya

dan penyesuaian lingkungan terhadap individu.

Dalam uraian di atas Bourdieu memandang habitus sebagai aspek yang

mendasari timbulnya tindakan dan pemikiran yang dalam hal ini sangat tampak

pada tiga konsepsi habitus yaitu sebagai berikut:

1. Habitus Memiliki Dimensi Kognitif dan Afektif yang Terjewantahkan di

dalam Sistem Disposisi.

Disposisi yang dipahami disini yaitu sikap kecenderungan dalam

mempersepsikan, merasakan, melakukan dan berfikir dimana semua itu

diinternalisasikan oleh individu akibat kondisi objektif dari seseorang.

Sehingga dalam hal ini habitus tidak bersifat statis akan tetapi bersifat

dinamis, bahkan aktor dapat mengubah habitusnya sesuai dengan ranah yang

dihadapinya.

2. Habitus Merupakan Struktur-Struktur yang Dibentuk dan Struktur-Struktur

yang Membentuk.

Habitus dapat membentuk kehidupan sosial, disisi lain Habitus juga berperan

sebagai struktur yang membentuk kehidupan sosial. Dengan demikian

Habitus dapat dipahami sebagai suatu proses dialektis bagian dari

eksternalisasi dan internalisasi.

3. Habitus diinternalisasi secara tidak sadar oleh aktor sepanjang hidupnya.

Hal ini berhubungan dengan habitus lain yang disebut Boudieu sebagai Hexis

Badaniah, seperti mudah bergaul atau sebaliknya. Habitus juga dapat berguna

bagi aktor sebagai referensi untuk membekali aktor mengatasi berbagai

permasalahan.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

17

2.3. Modal Dalam Perspektif Teori Bourdieu

Modal menurut Bourdieu (1984) mendefinisikan secara kompleks dan

mencakup hal-hal yang material (yang dapat memiliki nilai simbolik) maupun

atribut-atribut yang tak tersentuh namun memiliki signifikasi secara budaya

misalnya prestise, status, dan otoritas (yang dirujuk pada modal simbolik), serta

modal budaya yang didefinisikan sebagai selera budaya dan pola-pola konsumsi.

Modal (kapital) adalah hal yang memungkinkan seseorang untuk

mendapatkan kesempatan-kesempatan di dalam hidup. Saguer memiliki empat

modal yaitu: modal ekonomi, modal sosial, modal budaya dan modal simbolik.

Modal bisa diperoleh, jika orang memiliki habitus yang tepat dalam hidupnya

(Bourdieu, 1984).

Modal memainkan peran yang cukup sentral dalam hubungan kekuatan

sosial. Dimana modal menyediakan sarana dalam bentuk non-ekonomi dominasi

dan hierarkis, sebagai kelas yang membedakan dirinya. Modal merupakan

simbolik dari adanya perbedaan dalam masyarakat. Dimana masyarakat

terstratifikasi dari kepemilikan modal. Adanya aktor produsen, penyalur, penjual,

konsumen, tokoh masyarakat, kepala desa dan ketua adat mencerminkan dalam

hal kepemilikan modal. Barang siapa yang memiliki modal, maka dia akan

menguasai arena, atau bisa menyesuaikan diri dengan arena yang ada.

Modal dapat digolongkan menjadi: (1) Modal ekonomi, yang mencakup

alat-alat produksi (mesin dan tanah), materi (pendapatan dan benda-benda) dan

uang yang dengan mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari

satu generasi ke generasi berikutnya, (2) Modal budaya, yang mencakup

keseluruhan klasifikasi intelektual yang dapat diproduksi melalui pendidikan

formal maupun warisan keluarga, (3) Modal sosial, menunjuk pada jaringan sosial

yang dimiliki perilaku (individu atau kelompok) dalam hubungan dengan pihak

lain yang memiliki kuasa, dan (4) Modal simbolik, mencakup segala bentuk

prestise, status, otoritas dan legitimasi (Fashri, 2014:98).

2.3.1. Saguer sebagai Modal Ekonomi

Dalam teori Bourdieu, modal ekonomi mencakup alat-alat produksi

(mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan dan benda-benda) dan uang yang

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

18

dengan mudah digunakan untuk segala tujuan serta diwariskan dari satu generasi

ke generasi berikutnya (Fashri, 2014). Di Tobelo, para produsen Saguer dan

Captikus (pelaku yang memproduksi minuman Saguer dan Captikus) memiliki

modal berupa tanah dan benda-benda yang dipakai untuk memproduksi Saguer.

modal inilah yang kemungkinan besar mempengaruhi setiap tindakan ekonomi

para produsen Saguer dan Captikus. Hal yang serupa juga terjadi pada penyalur

dan penjual Saguer maupun Cap Tikus, modal yang ada memunkinkan mereka

untuk terus mendapatkan kesempatan-kesempatan dalam kelangusungan

usahanya.

Produsen Saguer di Halmahera Utara tidak selalu memiliki modal ekonomi

yang besar, hal ini karena mereka lebih mengutamakan keahlian dalam mengolah

Saguer. Dalam habitus produsen, modal ekonomi tidak dimengerti sebagai

keuntungan uang semata. Modal dapat diperoleh jika para aktor Saguer memiliki

habitus yang tepat. Jika produsen, penyalur dan penjual Saguer ingin berhasil

dalam bisnisnya, maka ia harus memiliki habitus yang tepat (ulet bekerja dan

hemat) serta kapital bisnis (uang sebagai modal usaha) maupun kapital budaya

(jaringan kenalan yang luas). Jika masyarakat Halmahera Utara telah memiliki

habitus dan kapital sebagai seorang produsen, penyalur dan penjual Saguer yang

baik maka kemungkinan besar, mereka akan tetap terus dapat melestarikan

minuman ini.

Bourdieu merumuskan konsep habitus, arena, dan modal. Habitus

merupakan hasil ketrampilan yang menjadi tindakan praktis (tidak selalu disadari)

yang diterjemahkan menjadi kemampuan yang terlihat alamiah. Arena merupakan

ruang yang terstruktur dengan aturan keberfungsiannya yang khas namun tidak

secara kaku terpisah dari arena-arena lainnya dalam sebuah dunia sosial. Arena

membentuk habitus yang sesuai dengan struktur dan cara kerjanya, namun habitus

juga membentuk dan mengubah arena sesuai dengan strukturnya. Otonomisasi

relatif arena ini mensyaratkan aktor yang menempati berbagai posisi yang tersedia

dalam arena apapun, terlibat dalam usaha perjuangan memperebutkan sumber

daya atau modal yang diperlukan guna memperoleh akses terhadap kekuasaan dan

posisi dalam sebuah arena. Korelasi habitus, modal, dan arena ini tidak hanya

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

19

dapat dipakai untuk melihat praktik sosial secara umum, melainkan juga dalam

arena sosial yang khas seperti Saguer.

Saguer merupakan struktur budaya yang telah ada sejak lama di

Halmahera Utara. Saguer merupakan sebuah abstraksi yang dapat bertahan lama

yang memiliki nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, sehingga membentuk

suatu sistem. Sistem akan berjalan dengan baik apabila masing-masing unsur di

dalamnya berfungsi dengan baik. Produsen, penyalur, penjual, tokoh masyarakat,

tokoh adat dan konsumen berhubungan dengan minuman Saguer secara tak sadar

ditentukan oleh struktur yang diatur oleh sistem (nilai-nilai budaya Saguer).

2.3.2. Saguer sebagai Modal Sosial

Bourdieu mendefinisikan modal sosial adalah jumlah sumber daya,

aktual atau maya, yang berkumpul pada seorang individu atau kelompok karena

memiliki jaringan tahan lama berupa hubungan timbal balik perkenalan dan

pengakuan yang sedikit banyak terinstitusionalkan.

Bourdieu (1984) menjelaskan modal sosial sebagai bagian dari

penjelasan modal budaya, modal simbolis dan modal ekonomi. Saguer

merupakan sumber daya yang memiliki kaitan erat dengan Masyarakat Halmahera

Utara. Besarnya modal sosial yang dimiliki aktor dalam Saguer bergantung dari

ukuran seberapa besar jaringan yang bisa ia manfaatkan secara efektif dan

besarnya modal lainnya (ekonomi, budaya atau simbolik) yang bisa diakses dari

hubungan melalui jaringan itu. Modal sosial, menurut Bourdieu, berfungsi

mengandalkan modal lain.

Modal sosial Bourdieu terdiri dari dua elemen, pertama adalah

hubungan sosial (social relation) yang memungkinkan aktor memiliki akses

terhadap sumber daya yang dimiliki aktor lainnya. Melalui modal sosialnya

seorang aktor Saguer bisa mendapatkan akses langsung pada sumber daya

ekonomi seperti pinjaman, dan investasi. Aktor produsen, penyalur dan penjual

Saguer melalui modal sosialnya bisa meningkatkan modal budayanya melalui

interaksi dengan aktor lain atau mendapatkan manfaat dari pemilik modal budaya

yang lebih tinggi seperti Tokoh Adat, Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat. Di

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

20

sisi lain menurut Bourdieu, untuk membangun modal sosial dibutuhkan investasi

dengan modal ekonomi dan modal budaya.

Penggunaan dan peredaran Saguer dan Captikus di Tobelo juga terjadi

karena didalam Saguer dan Captikus terdapat Modal sosial. Artinya bahwa,

melalui saguer dan captikus, para aktor bekerja sama untuk mencapai tujuan serta

keuntungan bersama yang di topang dengan adanya jaringan, norma-norma dan

kepercayaan.

2.3.3. Saguer sebagai Modal Budaya

Gagasan Pierre Bourdieu terelaborasi dengan beberapa konsep utama,

yaitu habitus, ranah perjuangan, kekuasaan simbol dan modal budaya. Para aktor

Saguer menempati posisi-posisi masing-masing yang ditentukan oleh dua

dimensi: pertama, menurut besarnya modal yang dimiliki; dan kedua, sesuai

dengan bobot komposisi keseluruhan modal mereka: “untuk memahami bahwa

sistem kepemilikan yang sama (yang menentukan posisi di dalam arena

perjuangan kelas) memiliki unsur yang dapat menjelaskan, apapun bidang yang

dikaji, konsumsi Saguer, penggunaan Saguer di acara adat, opini tentang Saguer

dan Cap Tikus atau Cap Tikus yang dihubungkan dengan aturan agama, dan

bahwa bobot yang terkait dengan faktor-faktor yang membentuknya berbeda di

satu arena dengan yang lain, dalam arena perjuangan adat memiliki bobot modal

budaya, di arena produksi memiliki modal ekonomi, arena konsumen memiliki

modal sosial.

Modal Budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa

diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Termasuk modal

budaya antara lain kemampuan menampilkan diri didepan publik, pemilikan

benda-benda budaya bernilai tinggi, pengetahuan dan keahlian tertentu dari hasil

pendidikan, juga sertifikat/gelar kesarjanaan (Fashri, F. 2014). Modal budaya

lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diperoleh dari

lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

Modal budaya menurut Bourdieu dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

“embodied”, “objectified” and “institionalized” (Bourdieu, 1989). Modal budaya

“embodied” diperoleh secara tidak sadar dan secara pasif diwariskan menjadi

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

21

sebuah sifat yang turun temurun. Modal budaya tidak berpindah serta-merta

seperti hadiah wasiat, sebaliknya ia diperoleh dari masa ke masa. Saguer dan

Captikus merupakan modal budaya “embodied” masyarakat Tobelo. Hal ini

dikarenakan Saguer dan Captikus secara turun temurun diwariskan dalam bentuk

pengetahuan tentang bagaimana proses pembuatan minuman keras.

Modal budaya “Objectified” terdiri dari pada benda-benda fizikal yang

dimiliki, seperti alat-alat saintifik atau karya-karya seni. Barang-barang budaya ini

bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi. Melihat fenomena yang terjadi

pada sekarang ini, Saguer dan Captikus kelihatannya dikategorikan memiliki

modal budaya “objectified”. Saguer dan Captikus sekarang ini bisa jadi dipandang

sebagai objek yang memiliki nilai ekonomi. Modal budaya “institutionalized”

terdiri daripada pengiktirafan dari sebuah intitusi di mana modal budaya yang

dimiliki oleh seoarang individu diperoleh melalui akademik.

Bourdieu menyusun masyarakat dalam dua dimensi. Pertama, dimensi

vertikal, dalam hal ini dapat dipertentangkan antara para pelaku – yang memiliki

modal besar dalam hal ekonomi dan budaya – dengan mereka yang memiliki

modal sedikit. Kedua, susunan masyarakat menurut struktur modal. Dalam

konteks ini dipertentangkan antara mereka yang memiliki modal ekonomi yang

besar dengan mereka yang memiliki modal budaya yang besar. Hal inilah yang

menjadi dasar pergeseran makna Saguer menjadi Cap Tikus.

2.3.4. Saguer sebagai Modal Simbolik

Simbol tetap memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat global.

Setiap interaksi sosial maupun komunikasi selalu menggunakan simbol-simbol

yang menyediakan perangkat tanda untuk memudahkan terjadinya kesepahaman

atau saling pengertian. Dengan kata lain, masyarakat tidak mungkin ada tanpa

hadirnya simbol-simbol.

Modal Simbolik bagi Bourdieu meliputi segala bentuk prestise, status,

otoritas, dan legitimasi (Fashri, F. 2014). Dari pelbagai jenis modal yang ada,

modal simboliklah yang menjadi kepentingan sentral dari setiap ranah demi

mendapatkan pengakuan, otoritas, dan kehormatan. Jadi, dalam modal simbolik

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

22

tersimpan kekuatan untuk memberikan nama, tafsiran, atau pengetahuan resmi

atas dunia sosial.

Masyarakat Halmahera Utara dipandang sebagai wilayah yang

mengandung sistem dan relasi-relasi tempat terjadinya pengaruh kekuatan. Selalu

terjadi pertarungan sosial di dalam setiap ranah, hal ini menuntut produsen Saguer

untuk memiliki modal-modal khusus untuk dapat hidup secara baik dan bertahan

di dalamnya. Kondisi objektif aktor dalam lingkungan budaya Saguer sangat

ditentukan oleh kepemilikannya akan modal-modal tersebut, modal-modal yang

dimiliki akan menunjukkan eksistensi para aktor dalam masyarakat Halmahera

Utara. Modal simbolik bersifat khusus, ia selalu terikat dan tergantung pada

lingkungan dan gaya hidup. Status sebagai konsumen Saguer, dan mampu

melestarikan suatu nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya menjadi

modal simbolik bagi Masyarakat Halmahera Utara.

Berdasarkan apa yang telah dikemukakan, bahwa salah satu aspek simbol

yaitu sesuatu yang lebih besar atau tertinggi atau terakhir seperti nilai, dan modal

merupakan sumber daya, maka modal simbolik bisa diartikan sebagai sumber

daya yang memiliki nilai. Saguer dan Captikus yang ada di Tobelo, memiliki

nilai-nilai diantaranya nilai adat yang melekat dan tetap diwariskan. Nilai yang

lain yaitu nilai sosial, dimana saguer dijadikan sebagai sarana interaksi sosial.

2.4. Saguer dalam Arena Masyarakat Halmahera Utara

Dengan memiliki habitus dan modal budaya, para aktor dapat bersaing dan

bertahan di arena produksi dan konsumsi Saguer. Arena adalah pasar kompetitif

yang di dalamnya terdapat berbagai jenis modal (ekonomi, budaya, sosial dan

simbolik). Dalam penelitian ini arena adalah interaksi masyarakat dalam

mempraktikan Saguer di Halmahera Utara. Arena sosial ketika penjual dan

konsumen Saguer, yang terdiri dari beberapa individu aktor menggambarkan pula

habitus dan modal yang berbeda-beda pula.

Modal, habitus dan arena dialektis satu dengan yang lainnya. Habitus para

aktor Saguer dalam melakukan praktik sehari-hari atau sedang berinteraksi dalam

arena Halmahera Utara. Dalam penjelasan hubungan antara arena dengan modal,

konsumen Saguer memasuki ranah dalam acara adat Halmahera Utara agar dapat

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

23

meningkatkan modal budaya (melestarikan) dan modal sosial (pertemanan).

Dalam kaitan hal tersebut, arena juga dapat terjadi dalam interaksi komunikasi

melalui media telepon dan media sosial dalam membangun hubungan masyarakat

satu dengan lainnya terutama ketika mereka hendak melakukan praktik Saguer.

Arena dapat pula mempengaruhi habitus dan modal sosial oleh karenanya

Saguer menjadi sangat dikenal di dalam Masyarakat Halmahera Utara hingga kini.

Dalam interaksinya di dunia sosial seperti acara adat, para aktor menggunakan

Saguer di dalam arenanya. Di dalam pemilihan antara Saguer dan Cap Tikus:

modal, habitus dan arena terdapat kelompok berbeda-beda dalam masyarakat

antar aktor dengan keinginan refleksi Saguer adalah kebudayaan dan kelompok

yang mendefinisikan bahwa Cap Tikus juga merupakan minuman sehari-hari

dengan mengesampingkan dampaknya..

2.5. Penelitian Terdahulu

Wahyu Wulan Sari (2008) melakukan penelitian dengan judul: Studi

Deskriptif Kualitatif tentang Persepsi, Motivasi dan Perilaku Remaja dalam

Mengkonsumsi Minuman Keras di Desa Kateguhan, Kecamatan Tawangsari,

Kabupaten Sukoharjo. Persepsi remaja terhadap minuman keras sudah beragam,

Hal ini terbukti dengan anggapan remaja bahwa minuman keras adalah minuman

yang sebenarnya membahayakan namun menjanjikan berbagai kenikmatan karena

dengan mengkonsumsi minuman keras mereka bisa melupakan berbagai masalah

ataupun beban yang sedang dihadapi. Sebagian dari mereka juga menganggap

bahwa minuman keras adalah simbol gaya hidup jaman modern. Mengenai

motivasi remaja dalam mengkonsumsi minuman keras disebabkan karena adanya

rasa ingin tahu, coba-coba, ajakan teman, frustasi dengan masalah keluarga atau

teman dekat dan untuk menambah rasa percaya diri. Sedangkan untuk perilaku

mereka sering mengkonsumsi jenis minuman vodka, mensen, asoka, colombus,

topi miring, red rebel, mix max, gordons dan masih banyak lagi. Tempat yang

biasa mereka jadikan tempat berpesta minuman keras adalah warung-warung,

perempatan jalan, pinggiran jalan raya, dan tempat-tempat hiburan malam.

Juita Lendo (2014) melakukan penelitian dengan judul: Industri Kecil

Kelompok Tani Cap-Tikus Masyarakat Desa Tokin Baru Kecamatan Motoling

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

24

Timur Kabupaten Minahasa Selatan. Cap Tikus adalah jenis cairan berkadar

alkohol rata-rata 40 persen atau lebih yang dihasilkan melalui penyulingan saguer

(cairan putih yang keluar dari mayang pohon enau atau seho dalam bahasa daerah

Minahasa). Tinggi rendahnya kadar alkohol pada cap tikus tergantung pada

kualitas penyulingan. Semakin bagus sistem penyulingannya, semakin tinggi pula

kadar alkoholnya. Untuk mendapatkan saguer, bambu penampungan digantung

pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih (saguer), berikut saringannya

yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Semakin bersih, saguer semakin

manis. maka cap tikus yang dihasilkan pun semakin tinggi kualitasnya

Agung Sanjaya (2015) melakukan penelitian dengan judul: Perilaku Sosial

Pengguna Minuman Keras di Kelurahan Sungai Dama Kota Samarinda. Bentuk-

bentuk perilaku pengguna minuman keras sangat beragam yaitu meliputi

pencurian, free sex (seks bebas), pemalakan, dan tawuran/perkelehian, sedangkan

faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan minuman keras antara

lain, meliputi pengangguran, pergaulan bebas, dan kenikmatan.

Penelitian di atas belum menjelaskan bentuk minuman tradisional dalam

aspek budaya dalam masyarakat. Perbedaan lainnya yaitu dalam penelitian ini

menggunakan teori Bourdieu sebagai landasan dalam menghasilkan kerangka

pembahasan.

2.6. Kerangka Pikir Penelitian

Berdasarkan fokus masalah yang telah dikemukakan di bab I, dengan

memperhatikan pendekatan metode dan teori Pierre Bourdieu tentang habitus

yang digunakan, maka pemaparan tersebut mengerucut sebagai bentuk kerangka

pikir penelitian, yang akan digunakan sebagai “arahan” dalam melakukan

penelitin ini. Untuk itu, kerangka pikir penelitian dapat diformulasikan sebagai

berikut.

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Saguer dalam Interaksi Sosial · Begitu halnya dengan fenomena saguer di Tobelo, interaksi yang terjadi bisa mengarah pada bentuk interaksi asosiatif

25

Gambar 2.1

Kerangka Pikir Penelitian

Saguer sebagai habitus merupakan struktur mental yang dengannya orang

dapat berhubungan dengan dunia sosial. Hal ini dikarenakan aktor yang berperan

telah memiliki serangkaian skema atau pola berpikir yang telah diinternalisasikan

untuk memahami, menyadari dan menilai dunia sosial Saguer. Saguer telah

membekali Masyarakat di Halmahera Utara dengan habitus. Sementara tindakan

sosial antar individu tidak selalu dipengaruhi oleh kesadaran dan ketaatan

terhadap aturan. Sehingga dalam penelitian ini Makna Saguer dalam Masyarakat

Halmahera Utara adalah meneliti tentang interaksi yang terjadi antar individu dari

perspektif dulu dan sekarang.

SAGUER

Habitus Habitus

Dulu Sekarang

Tindakan Sosial

Dari Ritual Ke Pasar Pergeseran

Makna Saguer Dalam Masyarakat

Tobelo

Interaksi