33
8 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar 1. Konsep kebutuhan dasar manusia Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow dan terori hieraki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar yaitu : a. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan, nutrisi, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual. b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi : 1) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan sebagainya. 2) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang di alami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya. c. Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial dan sebagainya. d. Kebutuhan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang lain. Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri dan kemerdekaan diri.

BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

8

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar

1. Konsep kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh

manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun

psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan

dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow

dan terori hieraki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia

memiliki lima kebutuhan dasar yaitu :

a. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu

kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan, nutrisi, keseimbangan

suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta

kebutuhan seksual.

b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi :

1) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman

terhadap tubuh atau hidup ancaman tersebut dapat berupa

penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan sebagainya.

2) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari

pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang

di alami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena

merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan

orang lain dan sebagainya.

c. Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain

memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan

keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial dan

sebagainya.

d. Kebutuhan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang lain.

Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan

kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri dan kemerdekaan diri.

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

9

Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.

Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam

hieraki maslow, berupa kebutuhan untuk kontribusi pada orang lain

atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya ( A. Aziz

& Musrifatul, 2014).

2. Ciri kebutuhan dasar manusia

Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap

orang pada dasarnya memiliki kebutuhan dasar yang sama. Akam

tetapi terdapat perbedaan budaya, makan kebutuhan tersebut pun ikut

berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri

dengan prioritas yang ada. Lalu jika gaga memenuhi kebutuhannya,

manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha

mendapatkannya. ( A. Aziz & Musrifatul, 2014)

3. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia

Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai

berikut :

a. Penyakit, adanya penyakit falam tubuh dapat menyebabkan

perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun

psikologis, karna beberapa fungsi organ tubuh memerlukan

pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.

b. Hubugan keluarga, hubungan keluarga yang baik dapat

meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling

percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga dan

lain-lain.

c. Konsep diri, konsep diri manusia memiliki peran dalam

pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan

makna dan kebutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat

menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa

positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenal

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

10

kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga

mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.

d. Tahap perkembangan, sejalan dengan meningkatnya usia, manusia

mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut

memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis,

psikologis, sosial, maupun spiritual, mengingat berbagau fungsi

organ tubuh mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang

berbeda. (A. Aziz & Musrifatul, 2014).

B. Kosep Dasar Halusinasi

Mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa perubahan persepsi sensori :

halusinasi yang sesuai dengan konsep dasar halusinasi yang meliputi :

definisi, demensi, rentang respon, jenis-jenis, fase-fase, factor-kaktor yang

mempengaruhi, mekanisme koping, falidasi, informasi, penata

pelaksanaan halusinasi.

1. Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah pesepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa

adanya rangsangan (Stimulus) eksternal (Stuart dan Laraia, 2005).

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada

klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi indentik dengan skizofrenia.

Seluruh klien dengan skizofrenia di antaranya mengalami halusinasi.

Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi

adalah gangguan maniak klien depresif dan delirium. Halusinasi

merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu

yang sebenarnya tidak terjadi . suatu penerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang di alami seperti suatu

persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal : persepsi palsu.

Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah

terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya

stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan

sebagai suatu yang nyata ada oleh klien.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

11

2. Dimensi Halusinasi

Klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan

tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang

perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi

berlandaskan atau hakikat keberadaan seorang individu sebagai

makluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual

sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart dan Laraia,

2005) yaitu :

a. Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan

eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat

ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan demam hingga delirium, intoksikasi

alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak

dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari

halusinasi dapat berupa perintah dan memaksa dan menakutkan.

Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga

dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan

tersebut.

c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi

ego. Pada awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri

untuk melawan inpuls yang menekan, namun merupakan suatu hal

yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh

perhatian klien dan tak jarang akan menggontrol semua prilaku

klien.

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

12

d. Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukan

adanya kecendrungan untuk menyendiri. Individu membuat dirinya

nyaman dengan halusinasinya, seolah-olah dia merupakan tempat

untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan

hatrga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi

dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut sehingga jika

perintah halusinasi berupah ancaman, maka individu tersebut bias

membahayakan orang lain. Oleh karna itu aspek penting dalam

melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan

suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman

interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak

menyendiri sehingga klien selalu berinterkasi dengam

lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

e. Diemensi Spiritual

Manusia diciptakan tuhan sebagai mahluk sosial sehingga interaksi

dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.

Individu yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga

proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan

keberadaannya sehingga halusinasi menjadi sistem kontrol dalam

individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu

kehilangan control kehidupan dirinya (Stuart dan Laraia, 2005).

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

13

C. Rentang Respon Halusinasi

Respon neuro biologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif

fikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai

dengan respon maladaptive meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.

Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:

Rentang respon

Adaptasif Mal adaptif

Gambar : Rentang respon halusinasi

Sumber : (Prabowo, 2014)

- Pikiran logis

- Persepsi

akurat

- Emosi

konsisten

- Perilaku

sosial

- Hubungan

sosial

- Pikiran kadang

menyimpang

- Reaksi

emosional

berlebihan

- Perilaku tidak

lazim

- Menarik diri

- Perilaku

pikiran

- Halusinasi

- Ketidak

mampuan

- Emosi

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

14

D. Psikodinamika

Menurut Stuart dan Laraia, 2005, halusinasi merupakan salah satu gejala

dalam menentukan diagnosis klien yang mengalami psikotik, khususnya

skizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Faktor predisposisi

Adalah fakor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yag

dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. diperoleh

baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor biologis, faktor

psikologis dan faktor sosiokultural. Beberapa faktor predisposisi antara

lain :

a. Faktor biologis

Faktor biologis yang diturunkan melalui orang tua menjadi potensi

halusinasi

b. Faktor psikologi

Jika tugas psikologis mengalami hambatan dan hubungan

interpersonal terganggu, makan individu akan mengalami stress

dan kecemasan.

c. Faktor sosiokultural

Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa

disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien

dibesarkan.

2. Faktor presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,

ancaman atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.

Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi

klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana

sepia tau isolasi sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena

hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang

merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu

juga oleh karena proses penghambatan dalam proses tranduksi dari

suatu impuls yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

15

proses interpretasi dan interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-

faktor pencetus respon neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut :

a. Berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan

memproses informasi ditalamus dan prontal otak

b. Mekanisme penghantaran listrik disaraf terganggu (mekanisme

gating abnormal)

c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap,

dan perilaku.

E. Jenis–Jenis Halusinasi

Stuart dan Laraia (2008) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi

yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan

(visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan

(gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, halusinasi

kinesthetic.

Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran

yang mencapai lebih kurang 70% sedangkan halusinasi penglihatan

menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis

halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan,

kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%.

Tabel Karakteristik Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005)

Jenis

Halusinasi

Karakteristik

Pendengaran Mendengarkan suara-suara atau kebisingan, paling sering

suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang keras

sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan

sampai percakapan lengkap antara dua orang lebih. Pikiran

yang di dengar klien dimana pasien disuruh untuk

melakukan sesuatu yang kadang-kadang membahayakan.

Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

16

geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumut dan

kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan

seperti melihat monster.

Penghindu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau

feses,umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.

Halusinasi penghindu sering akibat stroke, tumor, kejang,

atau dimensia.

Pengecapan Merasa mengecap seperti darah, urine atau feses

Perabaaan Mengalami nyeri atau tidak nyamanan tanpa stimulus yang

jelas. Rasa tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda

mati atau orang lain.

F. Fase-Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien bias berbeda intensitas dan keparahannya.

Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase

berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan pasien

mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, pasien semakin

berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku klien

Fase I

Comforting

Ansietas sedang

Halusinasi

menyenangkan

Klien mengalami perasaan

yang mendalam seperti

ansietas, kesepian, rasa

bersalah, takut sehingga

mencoba untuk berfokus pada

pikiran menyenangkan untuk

meredakan ansietas. Individu

mengenali bahwa pikiran-

pikiran dan pengalaman

sensori berada dalam kendali

kesadaran nika ansietas dapat

1. Tersenyum atau

tertawa yang tidak

sesuai.

2. Mengerakan bibir

tanpa suara.

3. Pergerakan mata yang

cepat.

4. Respon herbal yang

lambat jika sedang

gembira.

5. Riang dan tertawa

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

17

ditangani

sendiri.

Fase II

Condeming

Ansietas berat

Halusinasi

menjadi

menjijikan

1. Pengalaman sensori yang

menjijikan dan menakutkan

2. Klien mulai lepas kendali

dan mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya

dengan sumber yang

dipersepsikan

3. Klien mungkin mengalami

dipermalukan oleh

pengalaman sensori dan

menarik diri dari orang lain

4. Mulai merasa kehilangan

control

5. Tingkat kecemasaan berat,

secara umum halusinasi

menyebabkan perasaan

antipasti

1. Meningkatnya tanda-

tanda sistem saraf

otonom akibat ansietas

seperti pengingkatan

denyut jantung,

peranapasan, dan tekanan

darah

2. Rentang perhatian

menyempit

3. Sibuk dengan

pengalaman sensori dan

kehilangan kemampuan

membedakan halusinasi

dan realita

4. Memyalahkan

5. Menarik diri dari

orang lain

6. Konsentrasi terhadap

pengalaman kerja

Fase III

Controlling

Ansietas berat

Pengalaman

sensori jadi

berkuasa

1. Klien berhenti melakukan

perlawanan terhadap

halusinasi dan menyerah pada

halusinasi tersebut

2. Isi halusinasi menjadi

menarik

3. Klien mungkin mengalami

pengalaman kesepian jika

sensori halusinasi berhenti

1. Kemamuan yang

dikendalikan halusinasi

akan lebih diikuti

2. Kesukaran

berhubungan dengan

orang lain

3. Rentang perhatian

hanya beberapa detik

atau menit

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

18

4. Adanya tanda-tanda

fisik ansietas berat :

berkeringat, tremor, dan

tidak mampu mematuhi

perintah

5. Isi halusinasi menjadi

atraktif

6. Perintah halusinasi

ditaati

7. Tidak mampu

mengikuti perintah dari

perawat, tremor dan

berkeringat

Fase IV

Conquering

Panik

Umumnya

menjadi melebur

dalam

halusinasinya

1. Pengalaman sensori

menajdi mengancam jika

klien mengikuti perintah

halusinasinya

2. Halusinasi berahir dari

beberapa jam atau hari jika

tidak ada intervensi

therapeutik

1. Perilaku error akibat

panic

2. Potensi kuat suicide

atau homicide

3. Aktifitas fisik

merefleksikan isi

halusinasi seperti

perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri

4. Tidak mampu

merespon perintah yang

komfleks

5. Tidak mampu

merespon lebih dari satu

orang

6. Agitasi atau kataton

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

19

G. Penatalaksanaan Medik

Penatalaksanaan halusinasi menurut Eko Prabowo (2014 hal 134) adalah

sebagai berikut :

1. Farmakoterapi

Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

Skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi

dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi

bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.

2. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang

secara sepontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode

yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listrik dapat

diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi

neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5

joule/detik.

3. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu

karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke

masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien

bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, maupun dokter.

Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat

membentuk kebiasaan yang tidak baik. Dianjurkan untuk mengadakan

permainan atau latihan bersama seperti therapy modalitas yang terdiri

dari :

a. Terapi Musik

yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien. Fokus :

mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.

b. Terapi Seni

Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan

seni.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

20

c. Terapi menari

Fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

d. Terapi relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok Rasional : untuk koping

atau perilaku mal’adaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi dan

kesenangan pasien dalam kehidupan.

e. Terapi Sosial

Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain

f. Terapi Kelompok

1) Terapi group (kelompok terapeutik)

2) Terapi aktivitas kelompok (TAK)

3) TAK Persepsi Sensori : Halusinasi yaitu :

Sesi 1 : Mengenal halusinasi

Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik

Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan

Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap

Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat

g. Terapi lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

21

H. Asuhan Keperawatan

Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan mengacu

pada standar praktik profesional dan standar kinerji profesional. Standar

praktik profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI (2009).

Standar praktik profesional tersebut juga mengacu pada keperawatan jiwa

yang terdiri dari lima tahap yaitu : 1) pengkajian, 2) diagnosis, 3)

perencanaa, 4) pelaksanaan, dan 5) evaluasi (PPNI, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan pasien.

a. Faktor Predisposisi

Adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber

yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.

Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor

perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu

faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumberyang dapat

dibangkitkan oleh individu untuk mrngatasi stress. Beberapa faktor

predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiology

seperti pada halusinasi antara lain.

1) Faktor biologis

Hal yag dikaji pada factor biologis, meliputi adanya faktor

herediter gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat

penyakit atau trauma kepala dan riwayat pengunaan NAPZA.

1) Faktor psikologis

Pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan kegagalan

yang berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih

sayang, atau overprotektif.

2) Sosio budaya dan lingkungan

klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat

penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

22

pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan sosial serta

tidak bekerja.

b. Faktor Prespitasi

Stressor prespitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya

riwayat penyakit infeksi, penyakut kronis dan kelainan struktur otak,

kekerasan dalam keluarga, adanya kegagalan-kegagalan dalam

kehidupan, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau

masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antara

masyarakat.

2. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien

serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi adalah :

a. Data subjektif

Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensosi persepsi

halusinasi mengatakan bahwa klien :

1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.

2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap

3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu

yang berbahaya.

4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk

kartun, melihat hantu dan monster.

5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-

kadang bau itu menyenangkan.

6) Merasakan rasa seperti darah, urine, dan feses.

7) Merasa takut atau senang dengan halusinasi.

b. Data Objektif

Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi

halusinasi melakukan hal-hal berikut :

1) Berbicara atau tertawa sendiri

2) Marah-marah tanpa sebab

3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

23

4) Menutup telinga

5) Menunjuk kearah tertentu

6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas

7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bauan-bauan

tertentu

8) Menutup hidung

9) Sering meludah

10) Muntah

11) Menggaruk-garuk permkaan kulit.

3. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering digunakan pasien dengan Halusinasi

meliputi :

a. Regresi

Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang

digunakan untuk menangulangi ansietas. Energi yang tersisah untuk

aktifitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga pasien menjadi malas

beraktifitas sehari-hari.

b. Proteksi

Dalam hal ini, pasien mencoba menjelaskan gangguan persepsi

dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu

benda.

c. Menarik Diri

Pasien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh pasien.

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

24

4. Pohon masalah

Pohon masalah keperawatan menurut Prabowo (2014, h 137) kasus

halusinasi pendengaran dapat digambarkan dalam pohon masalah sebagai

berikut :

Resiko Perilaku Kekerasan effect

Core Problem

Isolasi Sosial Causa

Harga Diri Rendah

Skema Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Pendengaran

Sumber : Prabowo (2014)

Gangguan persepsi sensori : Halusinasi

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

25

5. Diagnosa Keperawatan

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya

sehingga bias membahayakan dirinya, orang lain maupun lingkungan.

Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV,dimana klien

mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.

Dari masalah tersebut, ditemukan masalah keperawatan antara lain :

Masalah Keperawatan a. Resiko perilaku kekerasan

b. Ganggun persepsi sensori : Halusinasi

c. Isolasi Sosial

d. Harga diri rendah

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

26

6. Perencanaan Keperawatan

Rencana intervensi keperawatan disesuaikan dengan diagnose keperawatan yang muncul setelah melakukan pengkajian dan

rencana intervensi keperawatan dilihat pada tujuan khusus (Yosep, Iyus, 2007).

DIAGNOSIS

KEPERAWA

TAN

PERENCANAAN

Tujuan

(Tuk/Tum)

Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional

Gangguan

perubahan

sensori

persepsi

:halusinasi

dengar

(auditori)

TUM :

Klien tidak

mencederai

diri sendiri,

orang lain, dan

lingkungan

TUK 1 :

Klien dapat

membina

hubungan

saling percaya

1. Ekspresi wajah

bersahabat, menunjukan

rasa senang, ada kontak

mata, mau berjabat

tangan, mau

menyebutkan nama,

mau menjawab salam,

klien mau duduk

berdampingan dengan

perawat, mau

mengutarakan masalah

yang dihadapinya

1.1 Bina hubungan saling percaya

dengan mengemukakan prinsip

kimunikasi terapeutik :

A. Sapa pasien dengan ramah baik

verbal maupun non verbal

B. Perkenalkan diri dengan sopan,

C. Tanyakan nama lengkap pasien

dan nama panggilan yang disukai

pasien

D. Jelaskan tujuan pertemuan

E. Tunjukan sikap empati dan

menerima pasien apa adanya

Hubungan saling percaya merupakan

dasar untuk mempelancar interaksi

yang selanjutkan akan dilakukan.

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

27

F. Berikan perhatian kepada pasien

dan perhatian kerbutuhan dasar

pasien.

TUK 2 :

Pasien dapat

mengenal

halusinasinya

1. Pasien dapat

menyebutkan waktu,

isi, dan frekuensi

timbulnya halusinasi

1.1. Adakan kontak seringdan

sesingkat secara bertahap.

1.2. Observasi tingkah laku pasien

yang terkait dengan halusinasinya :

bicara dan tertawa tanpa stimulus

dan memandang

kekiri/kanan/kedepan seolah-

olahada teman bicara

1.3. Bantu pasien mengenal

halusinasinya dengan cara :

A. Jika menemukan pasien

menemukan pasien sedang

Selain untuk membina hubungan

saling percaya, kontak seringdan

singkat akan memutus halusinasi

Mengenal perilaku pasien pada saat

halusinasi terjadi dapat memudahkan

perawat dalam melakukan intervensi

Mengenal halusinasi memungkinkan

pasien menghindari faktor timbulnya

halusinasi.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

28

berhalusinasi : tanyakan apakah ada

suara yang didengarkannya

B. Jika pasien menjawab ada,

lanjutkan apa yang dikatakan suara

itu katakana bahwa perawat

percaya pasien mendengar suara

itu, namun perawat sendiri tidak

mendegarnya (dengan nada

bersahabat tanpa

menuduh/menghakimi).

C. Katakan bahwa pasien lain juga

ada yang seperti pasien.

D. katakana bahwa perawat akan

membantu pasien.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

29

2. Klien dapat

mengungkapkan

bagaimana perasaannya

terhadap halusinasi

tersebut.

2.1. Diskusikan dengan pasien :

A. Situasi yang menimbulkan atau

tidak yang menimbulkan halusinasi

(jika sendiri, jengkel, atau sedih).

B. Waktu dan frekuensi terjadinya

halusinasi (pagi, siang, sore) dan

malam : terus menerus atau

sewaktu-waktu).

2.2. Diskusikan dengan pasien

tentang apa yang dirasakannya jika

terjadi halusinasi (marah, takut,

sedih dan senang), beri kesempatan

pada pasien untuk mrngungkapkan

perasaannya.

Pengetahuan tentang isi,waktu dan

frekuensi munculnya halusinasi

dapat mempermudah perawat.

.

Mengidentifikasi pengaruh

halusinasi pada pasien.

TUK 3 :

Pasien dapat

mengontrol

halusinasinya

1. Pasien dapat

menyebutkan tindakan

yang biasanya

dilakukan untuk

1.1. Bersama pasien indentifikasi

tindakan yang dilakukan jika terjadi

halusinasi (tidur,marah,menyibukan

diri, dll).

Usaha untuk memutus halusinasi,

sehingga halusinasi tidak muncul

kembali.

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

30

mengendalikan

halusinasinya.

2. Pasien dapat

menyebutkan cara baru

mengontrol halusinasi.

1.2. Diskusikan manfaat dan cara

yang digunakan pasien, jika

bermanfaat beri pujian pada pasien.

2.1. DIskusikan dengan pasien

tentang cara baru mengontrol

halusinasinya :

A.Menghardik/mengusir/tidak

mempedulikan halusinasinya,

B. Bercakap-cakap dengan orang

lain jika halusinasinya muncul.

C. Melakukan kegiatan sehari-hari.

Penguatan (reinforcement) dapat

meningkatkan harga diri pasien.

Memberi alternative pilihan untuk

mengontrol halusinasi.

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

31

3. Paien dapat

mendemonstrasikan

cara

menghardik/mengusir/ti

dak mempedulikan

halusinasinya.

3.1. Beri contoh cara menghardik

halusinasi : “Pergi! Saya tidak mau

mengdengar kamu, saya mau

mencuci piring/bercakap-cakap

dengan perawat”.

3.2. Beri pujian atas keberhasilan

pasien.

3.3. Minta pasien mengikuti contoh

yang diberikan dan minta pasien

mengulanginya.

3.4. Susun jadwal latihan pasien

dan minta pasien untuk mengisi

jadwal kegiatan (self-evaluation).

Meningkatkan pengetahuan pasien

dalam memutus halusinasi.

Harga diri pasien meningkat

Memberi paien kesempatan uantuk

cara yang dipilih.

Memudahkan pasien dalam

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

32

4. Pasien dapat

mengikuti aktifitas

kelompok.

5. Pasien dapat

mendemonstrasikan

kepatuhan minum obat

untuk mencegah

halusinasi.

4.1. Anjurkan pasien untuk

mengikuti trapi aktifitas kelompok,

orientasi realita, stimulasi persepsi.

5.1. pasien dapat menyebutkan

jenis, dosis, dan waktu minum

obat, serta manfaat obat tersebut (

prinsip 5 benar : benar orang, benar

obat, benar dosis, benar waktu, dan

benar cara pemberian).

5.2. DIskusikan dengan pasien

tentang jenis obat yang diminum

(nama, warna, dan besarnya) :

waktu minum obat (jika 3 x : pukul

07.00, 13.00, dan 19.00) dosis,

cara.

Stimulasi persepsi dapat mengurangi

perubah interprestasi realitas akibat

adanya halusinasi.

Dengan mengetahui prinsip

penggunaan obat, maka kemandirian

pasien dalam hal pengobatan dapat

ditingkatkan.

Dengan menyebutkan dosi,

frekuensi, dan caranya, pasien

melaksanakan program pengobatan.

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

33

5.3. diskusikan proses minum obat :

A. Pasien meminta obat pada

perawat ( jika dirumah sakit),

kepada keluarga (jika dirumah)

B. Pasien memerikasa obat sesuai

dosisnya.

C. Pasien meminum obat pada

waktu yang tepat.

5.4. Anjurkan pasien untuk bicara

pada dokter mengenai manfaat dan

efek samping obat yang dirasakan.

Menilai kemampuan pasien dalam

pengobatannya sendiri.

Dengan mengetahui efek samping,

pasien akan tahu apa yang harus

dilakukan setelah minum obat.

TUK 4 :

Keluarga dapat

merawat

pasien dirumah

dan menjadi

sistem

pendukung

1. Keluarga dapat

menyebutkan

pengertian, tanda dan

tindakan untuk

mengendalikan

halusinasi.

1.1. Diskusikan dengan keluarga

(pada saat berkunjung/pada saat

kunjungan rumah) :

A. Gejala halusinasi yang dialami

pasien.

B. Cara yang dapat dilakukan

pasien dan kelarga untuk

Untuk meningkatkan pengetahuan

seputar halusinasi dan perawatannya

pada pihak keluarga.

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

34

yang efektif

untuk pasien.

memutuskan halusinasi.

C. Cara merawat anggota keluarga

dengan gangguan halusinasi

dirumah : beri kegiatan, jangan

iarkan sendiri, makan bersama,

berpergian bersama, jika pasien

sedang sendiri dirumah lakukan

kontak dengan dalam telepon

D. Beri informasi tentang tindak

lanjut (follow up) atau kapan pergi

mendapatkan bantuan : halusinasi

tidak terkontrol dan risiko

mencederai orang lain.

2.1. Diskusikan dengan keluarga

tentang jenis, dosis, waktu

pemberian, manfaat, dan efek

samping obat.

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

35

2. Keluarga dapat

menyebutkan jenis,

dosis, waktu pemberian,

serta efek samping obat,

dan manfaat.

2.2. Anjurkan dengan keluarga

untuk berdiskusi dengan dokter

tentang manfaat dan efek samping

obat.

Dengan menyebutkan dosis,

frekuensi, dan caranya, keluarga

melaksanakan program pengobatan.

Dengan mengetahui efek samping,

keluarga akan tahu apa yang harus

dilakukan setelah minum obat.

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

36

7. Pelaksanaan Keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang

harus diperhatikan ketika melakukan impelementasi adalah tindakan

keperawatan yang akan dilakukan impelementasi pada klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi dilakukan secara interaksi

dalam melakukan tindakan keperawatan (Marni, 2015). Perawat dapat

mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan

mengontrol halusinasi. Intervensi dapat melalui rentang intervensi

keperawatan (Yosep,Iyus,2007).

Jenias tindakan pada pelaksanaan keperawatan ini terdiri daritindakan

mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi, dan tindakan rujukan.

Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana

tindakan keperawatan.

a. Tahap Komunikasi

Menurut stuart (2016) bahwa dalam pelaksanaan proses

komunikasi terapeuti, dibagi menjadi empat tahapan yaitu :

1) Tahap Prainteraksi

Tahap ini dimulai sebelum kontrak pertama perawatdengan

klien. Salah satu tugas awal perawat adalah mengeksplorasi

diri, hal ini sangatlah dibutuhkan agar pelaksanaan interaksi

berjalan dengan baik. Analisis diri perawat dalam fase ini

adalah tugas yang penting. Tugas lain pada fase ini adalah

pengumpulan data tentang klien apabila tersedia informasi dan

perencanaan intraksi pertama.

2) Tahap Perkenalan atau Orientasi

Selama tahap perkenalan, perawat dank lien bertemu untuk

pertama kalinya. Satu hal yang paling diperhatikan pada tahap

ini adalah perawat mengetahui mengapa klien mencari

bantuuan. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk

memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Salah satu

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

37

cara untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah

dengan perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah

bersikap terbuka pada klien dan diharapkan. Salah satu cara

untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah dengan

perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah bersikap

terbuka pada klien dan diharapkan klien juga akan terdorong

untuk membuka dirinya (Abdul Nasir, dkk, 2014).

3) Tahap kerja

Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan yang telah

direncanakan pada saat tahap orientasi. Focus pada tahap ini

perawat dan klien menggali stressor dan meningkatkan

perkembangan penghayatan klien dengan mengaitkan persepsi,

pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat menolong klien untuk

mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian dan tanggung

jawab terhadap diri serta mengembangkan mekanisme koping

konstruktif (Abdul Nasir, dkk, 2014).

4) Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri

pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta

mengakhiri interaksinya dengan klien. Dengan dilakukan

terminasi klien menerima kondisi perpisahan tanpa mengalami

regresi (putus asa) serta menghindari kecemasan. Terminasi

dilakukan agar klien menyadari bahwa setelah pertemuan

makan aka nada perpisahan, dimana hubungan yang dilakukan

adalah hubungan professional.

Page 31: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

38

b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): sosialisasi TAK adalah upaya

memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan

masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial

pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori:

Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat

ditemukan pada pasien gangguan jiwa.

1) Tujuan

a. Tujuan umum

Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam

mengontrol halusinasi dalam kelompok secara bertahap.

b. Tujuan khusus

1. Klien dapat mengenal halusinasi.

2. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara

menghardik.

3. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain.

4. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara

melakukan aktivitas terjadwal.

5. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh

minum obat.

2) Aktivitas dan Indikasi

Aktivitas dibagi dalam empat bagian yaitu : mempersepsikan

stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respon yang

dialami dalam kehidupan, stimulus yang tidak nyata dan

respons yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata

yang mengakibatkan harga diri rendah.

1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengenal

halusinasi;

2. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengusir/

menghardik halusinasi;

Page 32: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

39

3. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengontrol

halusinasi dengan melakukan kegiatan;

4. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengontrol

halusinasi dengan bercakap-cakap;

5. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi :mengontrol

halusinasi dengan patuh minum obat;

6. Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien

halusinasi.

Page 33: BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Dasar

40

8. Evaluasi

Menurut (yusuf, 2015). Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan

untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi

ada dua macam yaitu evaluasi proses adalah yang dilakukan setiap

selesai melakukan tindakan dan evaluasi hasil adalah yang dilakukan

dengan membandingkan respons pada tujuan khusus dan umum yang

telah di tetapkan.

Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan

A : Analisis terhadap datasubjektif dan objektif yang menyimpulkan

apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada

data yang kontradiksikan terhadap masalah yang ada.

P : Tindakan lanjut berdasarkan hasil anilisa respon pasien.

Evaluasi hasil yang sudah ditentukan perawat pada klien dengan

gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah :

a. Klien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi pasien.

b. Klien dapat mengidentifikasi isi halusinasi pasien.

c. Klien dapat mengidentifikasi waktu halusinasi pasien

d. Klien dapat mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien.

e. Klien dapat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.

f. Klien dapat mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi

g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi :

menghardik halusinasi.

h. Klien dapat melakukan kegiatan harian untuk memasukkan cara

menghardik halusinasi.