Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Konsep kebutuhan dasar manusia
Kebutuhan dasar merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun
psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan
dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow
dan terori hieraki kebutuhan menyatakan bahwa setiap manusia
memiliki lima kebutuhan dasar yaitu :
a. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan paling dasar, yaitu
kebutuhan fisiologis seperti oksigen, cairan, nutrisi, keseimbangan
suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta
kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan rasa aman dan perlindungan dibagi menjadi :
1) Perlindungan fisik meliputi perlindungan atas ancaman
terhadap tubuh atau hidup ancaman tersebut dapat berupa
penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan, dan sebagainya.
2) Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari
pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang
di alami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena
merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan
orang lain dan sebagainya.
c. Kebutuhan rasa cinta serta memiliki dan dimiliki, antara lain
memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan
keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial dan
sebagainya.
d. Kebutuhan harga diri ataupun perasaan dihargai oleh orang lain.
Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan
kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri dan kemerdekaan diri.
9
Selain itu, orang juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
Kebutuhan aktualisasi diri, merupakan kebutuhan tertinggi dalam
hieraki maslow, berupa kebutuhan untuk kontribusi pada orang lain
atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya ( A. Aziz
& Musrifatul, 2014).
2. Ciri kebutuhan dasar manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap
orang pada dasarnya memiliki kebutuhan dasar yang sama. Akam
tetapi terdapat perbedaan budaya, makan kebutuhan tersebut pun ikut
berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri
dengan prioritas yang ada. Lalu jika gaga memenuhi kebutuhannya,
manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha
mendapatkannya. ( A. Aziz & Musrifatul, 2014)
3. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia
Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai
berikut :
a. Penyakit, adanya penyakit falam tubuh dapat menyebabkan
perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun
psikologis, karna beberapa fungsi organ tubuh memerlukan
pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
b. Hubugan keluarga, hubungan keluarga yang baik dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling
percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga dan
lain-lain.
c. Konsep diri, konsep diri manusia memiliki peran dalam
pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri yang positif memberikan
makna dan kebutuhan bagi seseorang. Konsep diri yang sehat
menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa
positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenal
10
kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga
mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
d. Tahap perkembangan, sejalan dengan meningkatnya usia, manusia
mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut
memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, maupun spiritual, mengingat berbagau fungsi
organ tubuh mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang
berbeda. (A. Aziz & Musrifatul, 2014).
B. Kosep Dasar Halusinasi
Mengidentifikasi asuhan keperawatan jiwa perubahan persepsi sensori :
halusinasi yang sesuai dengan konsep dasar halusinasi yang meliputi :
definisi, demensi, rentang respon, jenis-jenis, fase-fase, factor-kaktor yang
mempengaruhi, mekanisme koping, falidasi, informasi, penata
pelaksanaan halusinasi.
1. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah pesepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa
adanya rangsangan (Stimulus) eksternal (Stuart dan Laraia, 2005).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi indentik dengan skizofrenia.
Seluruh klien dengan skizofrenia di antaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi
adalah gangguan maniak klien depresif dan delirium. Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi . suatu penerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang di alami seperti suatu
persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal : persepsi palsu.
Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah
terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus internal dipersepsikan
sebagai suatu yang nyata ada oleh klien.
11
2. Dimensi Halusinasi
Klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan
tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi
berlandaskan atau hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual
sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart dan Laraia,
2005) yaitu :
a. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi ransangan
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan demam hingga delirium, intoksikasi
alcohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat di atasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah dan memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan
tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego. Pada awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan inpuls yang menekan, namun merupakan suatu hal
yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh
perhatian klien dan tak jarang akan menggontrol semua prilaku
klien.
12
d. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukan
adanya kecendrungan untuk menyendiri. Individu membuat dirinya
nyaman dengan halusinasinya, seolah-olah dia merupakan tempat
untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan
hatrga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut sehingga jika
perintah halusinasi berupah ancaman, maka individu tersebut bias
membahayakan orang lain. Oleh karna itu aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan
suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinterkasi dengam
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
e. Diemensi Spiritual
Manusia diciptakan tuhan sebagai mahluk sosial sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar.
Individu yang mengalami halusinasi cenderung menyendiri hingga
proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya sehingga halusinasi menjadi sistem kontrol dalam
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya, individu
kehilangan control kehidupan dirinya (Stuart dan Laraia, 2005).
13
C. Rentang Respon Halusinasi
Respon neuro biologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif
fikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai
dengan respon maladaptive meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi sosial.
Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:
Rentang respon
Adaptasif Mal adaptif
Gambar : Rentang respon halusinasi
Sumber : (Prabowo, 2014)
- Pikiran logis
- Persepsi
akurat
- Emosi
konsisten
- Perilaku
sosial
- Hubungan
sosial
- Pikiran kadang
menyimpang
- Reaksi
emosional
berlebihan
- Perilaku tidak
lazim
- Menarik diri
- Perilaku
pikiran
- Halusinasi
- Ketidak
mampuan
- Emosi
14
D. Psikodinamika
Menurut Stuart dan Laraia, 2005, halusinasi merupakan salah satu gejala
dalam menentukan diagnosis klien yang mengalami psikotik, khususnya
skizofrenia. Halusinasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1. Faktor predisposisi
Adalah fakor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yag
dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor biologis, faktor
psikologis dan faktor sosiokultural. Beberapa faktor predisposisi antara
lain :
a. Faktor biologis
Faktor biologis yang diturunkan melalui orang tua menjadi potensi
halusinasi
b. Faktor psikologi
Jika tugas psikologis mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, makan individu akan mengalami stress
dan kecemasan.
c. Faktor sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien
dibesarkan.
2. Faktor presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk koping.
Adanya rangsangan lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi dan suasana
sepia tau isolasi sering sebagai pencetus terjadinya halusinasi karena
hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik. Disamping itu
juga oleh karena proses penghambatan dalam proses tranduksi dari
suatu impuls yang menyebabkan terjadinya penyimpangan dalam
15
proses interpretasi dan interkoneksi sehingga dengan demikian faktor-
faktor pencetus respon neurobiologis dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi ditalamus dan prontal otak
b. Mekanisme penghantaran listrik disaraf terganggu (mekanisme
gating abnormal)
c. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap,
dan perilaku.
E. Jenis–Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2008) membagi halusinasi menjadi 7 jenis halusinasi
yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan
(visual), halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan
(gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, halusinasi
kinesthetic.
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
yang mencapai lebih kurang 70% sedangkan halusinasi penglihatan
menduduki peringkat kedua dengan rata-rata 20%. Sementara jenis
halusinasi yang lain yaitu halusinasi pengecapan, penghidu, perabaan,
kinesthetic, dan cenesthetic hanya meliputi 10%.
Tabel Karakteristik Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005)
Jenis
Halusinasi
Karakteristik
Pendengaran Mendengarkan suara-suara atau kebisingan, paling sering
suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang keras
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai percakapan lengkap antara dua orang lebih. Pikiran
yang di dengar klien dimana pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu yang kadang-kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambaran
16
geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumut dan
kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.
Penghindu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau
feses,umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.
Halusinasi penghindu sering akibat stroke, tumor, kejang,
atau dimensia.
Pengecapan Merasa mengecap seperti darah, urine atau feses
Perabaaan Mengalami nyeri atau tidak nyamanan tanpa stimulus yang
jelas. Rasa tersetrum listrik yang dating dari tanah, benda
mati atau orang lain.
F. Fase-Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien bias berbeda intensitas dan keparahannya.
Stuart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan pasien
mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasinya, pasien semakin
berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase Halusinasi Karakteristik Perilaku klien
Fase I
Comforting
Ansietas sedang
Halusinasi
menyenangkan
Klien mengalami perasaan
yang mendalam seperti
ansietas, kesepian, rasa
bersalah, takut sehingga
mencoba untuk berfokus pada
pikiran menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Individu
mengenali bahwa pikiran-
pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kendali
kesadaran nika ansietas dapat
1. Tersenyum atau
tertawa yang tidak
sesuai.
2. Mengerakan bibir
tanpa suara.
3. Pergerakan mata yang
cepat.
4. Respon herbal yang
lambat jika sedang
gembira.
5. Riang dan tertawa
17
ditangani
sendiri.
Fase II
Condeming
Ansietas berat
Halusinasi
menjadi
menjijikan
1. Pengalaman sensori yang
menjijikan dan menakutkan
2. Klien mulai lepas kendali
dan mungkin mencoba untuk
mengambil jarak dirinya
dengan sumber yang
dipersepsikan
3. Klien mungkin mengalami
dipermalukan oleh
pengalaman sensori dan
menarik diri dari orang lain
4. Mulai merasa kehilangan
control
5. Tingkat kecemasaan berat,
secara umum halusinasi
menyebabkan perasaan
antipasti
1. Meningkatnya tanda-
tanda sistem saraf
otonom akibat ansietas
seperti pengingkatan
denyut jantung,
peranapasan, dan tekanan
darah
2. Rentang perhatian
menyempit
3. Sibuk dengan
pengalaman sensori dan
kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi
dan realita
4. Memyalahkan
5. Menarik diri dari
orang lain
6. Konsentrasi terhadap
pengalaman kerja
Fase III
Controlling
Ansietas berat
Pengalaman
sensori jadi
berkuasa
1. Klien berhenti melakukan
perlawanan terhadap
halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut
2. Isi halusinasi menjadi
menarik
3. Klien mungkin mengalami
pengalaman kesepian jika
sensori halusinasi berhenti
1. Kemamuan yang
dikendalikan halusinasi
akan lebih diikuti
2. Kesukaran
berhubungan dengan
orang lain
3. Rentang perhatian
hanya beberapa detik
atau menit
18
4. Adanya tanda-tanda
fisik ansietas berat :
berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi
perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perintah halusinasi
ditaati
7. Tidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat
Fase IV
Conquering
Panik
Umumnya
menjadi melebur
dalam
halusinasinya
1. Pengalaman sensori
menajdi mengancam jika
klien mengikuti perintah
halusinasinya
2. Halusinasi berahir dari
beberapa jam atau hari jika
tidak ada intervensi
therapeutik
1. Perilaku error akibat
panic
2. Potensi kuat suicide
atau homicide
3. Aktifitas fisik
merefleksikan isi
halusinasi seperti
perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri
4. Tidak mampu
merespon perintah yang
komfleks
5. Tidak mampu
merespon lebih dari satu
orang
6. Agitasi atau kataton
19
G. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan halusinasi menurut Eko Prabowo (2014 hal 134) adalah
sebagai berikut :
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
Skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit. Neuroleptika dengan dosis tinggi
bermanfaat pada penderita dengan psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan yang menimbulkan kejang
secara sepontan dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada satu atau dua temple, terapi kejang listrik dapat
diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan terapi
neuroleptika oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
3. Psikoterapi dan Rehabilitasi
Psikoterapi suportif individu atau kelompok sangat membantu
karena berhubungan dengan mempersiapkan pasien kembali ke
masyarakat. Selain itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong pasien
bergaul dengan orang lain, pasien lain, perawat, maupun dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang tidak baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama seperti therapy modalitas yang terdiri
dari :
a. Terapi Musik
yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai pasien. Fokus :
mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.
b. Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan
seni.
20
c. Terapi menari
Fokus pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
d. Terapi relaksasi
Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok Rasional : untuk koping
atau perilaku mal’adaptif/deskriptif, meningkatkan partisipasi dan
kesenangan pasien dalam kehidupan.
e. Terapi Sosial
Pasien belajar bersosialisasi dengan pasien lain
f. Terapi Kelompok
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (TAK)
3) TAK Persepsi Sensori : Halusinasi yaitu :
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : Mengontrol halusinasi dengan minum obat
g. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga.
21
H. Asuhan Keperawatan
Standar asuhan keperawatan atau standar praktik keperawatan mengacu
pada standar praktik profesional dan standar kinerji profesional. Standar
praktik profesional di Indonesia telah dijabarkan oleh PPNI (2009).
Standar praktik profesional tersebut juga mengacu pada keperawatan jiwa
yang terdiri dari lima tahap yaitu : 1) pengkajian, 2) diagnosis, 3)
perencanaa, 4) pelaksanaan, dan 5) evaluasi (PPNI, 2009).
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan pasien.
a. Faktor Predisposisi
Adalah faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu
faktor yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumberyang dapat
dibangkitkan oleh individu untuk mrngatasi stress. Beberapa faktor
predisposisi yang berkontribusi pada munculnya respon neurobiology
seperti pada halusinasi antara lain.
1) Faktor biologis
Hal yag dikaji pada factor biologis, meliputi adanya faktor
herediter gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat
penyakit atau trauma kepala dan riwayat pengunaan NAPZA.
1) Faktor psikologis
Pada klien yang mengalami halusinasi, dapat ditemukan kegagalan
yang berulang, individu korban kekerasan, kurangnya kasih
sayang, atau overprotektif.
2) Sosio budaya dan lingkungan
klien dengan halusinasi didapatkan sosial ekonomi rendah, riwayat
penolakan lingkungan pada usia perkembangan anak, tingkat
22
pendidikan rendah, dan kegagalan dalam hubungan sosial serta
tidak bekerja.
b. Faktor Prespitasi
Stressor prespitasi pada klien dengan halusinasi ditemukan adanya
riwayat penyakit infeksi, penyakut kronis dan kelainan struktur otak,
kekerasan dalam keluarga, adanya kegagalan-kegagalan dalam
kehidupan, kemiskinan, adanya aturan atau tuntutan dikeluarga atau
masyarakat yang sering tidak sesuai dengan klien serta konflik antara
masyarakat.
2. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien. Adapun tanda dan gejala klien halusinasi adalah :
a. Data subjektif
Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensosi persepsi
halusinasi mengatakan bahwa klien :
1) Mendengar suara-suara atau kegaduhan.
2) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
3) Mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.
4) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk
kartun, melihat hantu dan monster.
5) Mencium bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, kadang-
kadang bau itu menyenangkan.
6) Merasakan rasa seperti darah, urine, dan feses.
7) Merasa takut atau senang dengan halusinasi.
b. Data Objektif
Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi melakukan hal-hal berikut :
1) Berbicara atau tertawa sendiri
2) Marah-marah tanpa sebab
3) Mengarahkan telinga ke arah tertentu
23
4) Menutup telinga
5) Menunjuk kearah tertentu
6) Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas
7) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bauan-bauan
tertentu
8) Menutup hidung
9) Sering meludah
10) Muntah
11) Menggaruk-garuk permkaan kulit.
3. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan pasien dengan Halusinasi
meliputi :
a. Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang
digunakan untuk menangulangi ansietas. Energi yang tersisah untuk
aktifitas sehari-hari tinggal sedikit, sehingga pasien menjadi malas
beraktifitas sehari-hari.
b. Proteksi
Dalam hal ini, pasien mencoba menjelaskan gangguan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu
benda.
c. Menarik Diri
Pasien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh pasien.
24
4. Pohon masalah
Pohon masalah keperawatan menurut Prabowo (2014, h 137) kasus
halusinasi pendengaran dapat digambarkan dalam pohon masalah sebagai
berikut :
Resiko Perilaku Kekerasan effect
Core Problem
Isolasi Sosial Causa
Harga Diri Rendah
Skema Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Pendengaran
Sumber : Prabowo (2014)
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
25
5. Diagnosa Keperawatan
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bias membahayakan dirinya, orang lain maupun lingkungan.
Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase IV,dimana klien
mengalami panic dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya.
Dari masalah tersebut, ditemukan masalah keperawatan antara lain :
Masalah Keperawatan a. Resiko perilaku kekerasan
b. Ganggun persepsi sensori : Halusinasi
c. Isolasi Sosial
d. Harga diri rendah
26
6. Perencanaan Keperawatan
Rencana intervensi keperawatan disesuaikan dengan diagnose keperawatan yang muncul setelah melakukan pengkajian dan
rencana intervensi keperawatan dilihat pada tujuan khusus (Yosep, Iyus, 2007).
DIAGNOSIS
KEPERAWA
TAN
PERENCANAAN
Tujuan
(Tuk/Tum)
Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Gangguan
perubahan
sensori
persepsi
:halusinasi
dengar
(auditori)
TUM :
Klien tidak
mencederai
diri sendiri,
orang lain, dan
lingkungan
TUK 1 :
Klien dapat
membina
hubungan
saling percaya
1. Ekspresi wajah
bersahabat, menunjukan
rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat
tangan, mau
menyebutkan nama,
mau menjawab salam,
klien mau duduk
berdampingan dengan
perawat, mau
mengutarakan masalah
yang dihadapinya
1.1 Bina hubungan saling percaya
dengan mengemukakan prinsip
kimunikasi terapeutik :
A. Sapa pasien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal
B. Perkenalkan diri dengan sopan,
C. Tanyakan nama lengkap pasien
dan nama panggilan yang disukai
pasien
D. Jelaskan tujuan pertemuan
E. Tunjukan sikap empati dan
menerima pasien apa adanya
Hubungan saling percaya merupakan
dasar untuk mempelancar interaksi
yang selanjutkan akan dilakukan.
27
F. Berikan perhatian kepada pasien
dan perhatian kerbutuhan dasar
pasien.
TUK 2 :
Pasien dapat
mengenal
halusinasinya
1. Pasien dapat
menyebutkan waktu,
isi, dan frekuensi
timbulnya halusinasi
1.1. Adakan kontak seringdan
sesingkat secara bertahap.
1.2. Observasi tingkah laku pasien
yang terkait dengan halusinasinya :
bicara dan tertawa tanpa stimulus
dan memandang
kekiri/kanan/kedepan seolah-
olahada teman bicara
1.3. Bantu pasien mengenal
halusinasinya dengan cara :
A. Jika menemukan pasien
menemukan pasien sedang
Selain untuk membina hubungan
saling percaya, kontak seringdan
singkat akan memutus halusinasi
Mengenal perilaku pasien pada saat
halusinasi terjadi dapat memudahkan
perawat dalam melakukan intervensi
Mengenal halusinasi memungkinkan
pasien menghindari faktor timbulnya
halusinasi.
28
berhalusinasi : tanyakan apakah ada
suara yang didengarkannya
B. Jika pasien menjawab ada,
lanjutkan apa yang dikatakan suara
itu katakana bahwa perawat
percaya pasien mendengar suara
itu, namun perawat sendiri tidak
mendegarnya (dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh/menghakimi).
C. Katakan bahwa pasien lain juga
ada yang seperti pasien.
D. katakana bahwa perawat akan
membantu pasien.
29
2. Klien dapat
mengungkapkan
bagaimana perasaannya
terhadap halusinasi
tersebut.
2.1. Diskusikan dengan pasien :
A. Situasi yang menimbulkan atau
tidak yang menimbulkan halusinasi
(jika sendiri, jengkel, atau sedih).
B. Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang, sore) dan
malam : terus menerus atau
sewaktu-waktu).
2.2. Diskusikan dengan pasien
tentang apa yang dirasakannya jika
terjadi halusinasi (marah, takut,
sedih dan senang), beri kesempatan
pada pasien untuk mrngungkapkan
perasaannya.
Pengetahuan tentang isi,waktu dan
frekuensi munculnya halusinasi
dapat mempermudah perawat.
.
Mengidentifikasi pengaruh
halusinasi pada pasien.
TUK 3 :
Pasien dapat
mengontrol
halusinasinya
1. Pasien dapat
menyebutkan tindakan
yang biasanya
dilakukan untuk
1.1. Bersama pasien indentifikasi
tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi (tidur,marah,menyibukan
diri, dll).
Usaha untuk memutus halusinasi,
sehingga halusinasi tidak muncul
kembali.
30
mengendalikan
halusinasinya.
2. Pasien dapat
menyebutkan cara baru
mengontrol halusinasi.
1.2. Diskusikan manfaat dan cara
yang digunakan pasien, jika
bermanfaat beri pujian pada pasien.
2.1. DIskusikan dengan pasien
tentang cara baru mengontrol
halusinasinya :
A.Menghardik/mengusir/tidak
mempedulikan halusinasinya,
B. Bercakap-cakap dengan orang
lain jika halusinasinya muncul.
C. Melakukan kegiatan sehari-hari.
Penguatan (reinforcement) dapat
meningkatkan harga diri pasien.
Memberi alternative pilihan untuk
mengontrol halusinasi.
31
3. Paien dapat
mendemonstrasikan
cara
menghardik/mengusir/ti
dak mempedulikan
halusinasinya.
3.1. Beri contoh cara menghardik
halusinasi : “Pergi! Saya tidak mau
mengdengar kamu, saya mau
mencuci piring/bercakap-cakap
dengan perawat”.
3.2. Beri pujian atas keberhasilan
pasien.
3.3. Minta pasien mengikuti contoh
yang diberikan dan minta pasien
mengulanginya.
3.4. Susun jadwal latihan pasien
dan minta pasien untuk mengisi
jadwal kegiatan (self-evaluation).
Meningkatkan pengetahuan pasien
dalam memutus halusinasi.
Harga diri pasien meningkat
Memberi paien kesempatan uantuk
cara yang dipilih.
Memudahkan pasien dalam
32
4. Pasien dapat
mengikuti aktifitas
kelompok.
5. Pasien dapat
mendemonstrasikan
kepatuhan minum obat
untuk mencegah
halusinasi.
4.1. Anjurkan pasien untuk
mengikuti trapi aktifitas kelompok,
orientasi realita, stimulasi persepsi.
5.1. pasien dapat menyebutkan
jenis, dosis, dan waktu minum
obat, serta manfaat obat tersebut (
prinsip 5 benar : benar orang, benar
obat, benar dosis, benar waktu, dan
benar cara pemberian).
5.2. DIskusikan dengan pasien
tentang jenis obat yang diminum
(nama, warna, dan besarnya) :
waktu minum obat (jika 3 x : pukul
07.00, 13.00, dan 19.00) dosis,
cara.
Stimulasi persepsi dapat mengurangi
perubah interprestasi realitas akibat
adanya halusinasi.
Dengan mengetahui prinsip
penggunaan obat, maka kemandirian
pasien dalam hal pengobatan dapat
ditingkatkan.
Dengan menyebutkan dosi,
frekuensi, dan caranya, pasien
melaksanakan program pengobatan.
33
5.3. diskusikan proses minum obat :
A. Pasien meminta obat pada
perawat ( jika dirumah sakit),
kepada keluarga (jika dirumah)
B. Pasien memerikasa obat sesuai
dosisnya.
C. Pasien meminum obat pada
waktu yang tepat.
5.4. Anjurkan pasien untuk bicara
pada dokter mengenai manfaat dan
efek samping obat yang dirasakan.
Menilai kemampuan pasien dalam
pengobatannya sendiri.
Dengan mengetahui efek samping,
pasien akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
TUK 4 :
Keluarga dapat
merawat
pasien dirumah
dan menjadi
sistem
pendukung
1. Keluarga dapat
menyebutkan
pengertian, tanda dan
tindakan untuk
mengendalikan
halusinasi.
1.1. Diskusikan dengan keluarga
(pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah) :
A. Gejala halusinasi yang dialami
pasien.
B. Cara yang dapat dilakukan
pasien dan kelarga untuk
Untuk meningkatkan pengetahuan
seputar halusinasi dan perawatannya
pada pihak keluarga.
34
yang efektif
untuk pasien.
memutuskan halusinasi.
C. Cara merawat anggota keluarga
dengan gangguan halusinasi
dirumah : beri kegiatan, jangan
iarkan sendiri, makan bersama,
berpergian bersama, jika pasien
sedang sendiri dirumah lakukan
kontak dengan dalam telepon
D. Beri informasi tentang tindak
lanjut (follow up) atau kapan pergi
mendapatkan bantuan : halusinasi
tidak terkontrol dan risiko
mencederai orang lain.
2.1. Diskusikan dengan keluarga
tentang jenis, dosis, waktu
pemberian, manfaat, dan efek
samping obat.
35
2. Keluarga dapat
menyebutkan jenis,
dosis, waktu pemberian,
serta efek samping obat,
dan manfaat.
2.2. Anjurkan dengan keluarga
untuk berdiskusi dengan dokter
tentang manfaat dan efek samping
obat.
Dengan menyebutkan dosis,
frekuensi, dan caranya, keluarga
melaksanakan program pengobatan.
Dengan mengetahui efek samping,
keluarga akan tahu apa yang harus
dilakukan setelah minum obat.
36
7. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan keperawatan oleh klien. Hal yang
harus diperhatikan ketika melakukan impelementasi adalah tindakan
keperawatan yang akan dilakukan impelementasi pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi dilakukan secara interaksi
dalam melakukan tindakan keperawatan (Marni, 2015). Perawat dapat
mengimplementasikan berbagai intervensi untuk mencegah dan
mengontrol halusinasi. Intervensi dapat melalui rentang intervensi
keperawatan (Yosep,Iyus,2007).
Jenias tindakan pada pelaksanaan keperawatan ini terdiri daritindakan
mandiri, saling ketergantungan atau kolaborasi, dan tindakan rujukan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan.
a. Tahap Komunikasi
Menurut stuart (2016) bahwa dalam pelaksanaan proses
komunikasi terapeuti, dibagi menjadi empat tahapan yaitu :
1) Tahap Prainteraksi
Tahap ini dimulai sebelum kontrak pertama perawatdengan
klien. Salah satu tugas awal perawat adalah mengeksplorasi
diri, hal ini sangatlah dibutuhkan agar pelaksanaan interaksi
berjalan dengan baik. Analisis diri perawat dalam fase ini
adalah tugas yang penting. Tugas lain pada fase ini adalah
pengumpulan data tentang klien apabila tersedia informasi dan
perencanaan intraksi pertama.
2) Tahap Perkenalan atau Orientasi
Selama tahap perkenalan, perawat dank lien bertemu untuk
pertama kalinya. Satu hal yang paling diperhatikan pada tahap
ini adalah perawat mengetahui mengapa klien mencari
bantuuan. Dalam hal ini berarti perawat sudah siap sedia untuk
memberikan pelayanan keperawatan kepada klien. Salah satu
37
cara untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah
dengan perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah
bersikap terbuka pada klien dan diharapkan. Salah satu cara
untuk dapat membina hubungan yang lebih baik adalah dengan
perawat memperkenalkan diri, berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan diharapkan klien juga akan terdorong
untuk membuka dirinya (Abdul Nasir, dkk, 2014).
3) Tahap kerja
Tahap ini merupakan tahap pelaksanaan kegiatan yang telah
direncanakan pada saat tahap orientasi. Focus pada tahap ini
perawat dan klien menggali stressor dan meningkatkan
perkembangan penghayatan klien dengan mengaitkan persepsi,
pikiran, perasaan, dan tindakan. Perawat menolong klien untuk
mengatasi cemas, meningkatkan kemandirian dan tanggung
jawab terhadap diri serta mengembangkan mekanisme koping
konstruktif (Abdul Nasir, dkk, 2014).
4) Tahap Terminasi
Tahap ini merupakan tahap dimana perawat mengakhiri
pertemuan dalam menjalankan tindakan keperawatan serta
mengakhiri interaksinya dengan klien. Dengan dilakukan
terminasi klien menerima kondisi perpisahan tanpa mengalami
regresi (putus asa) serta menghindari kecemasan. Terminasi
dilakukan agar klien menyadari bahwa setelah pertemuan
makan aka nada perpisahan, dimana hubungan yang dilakukan
adalah hubungan professional.
38
b. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): sosialisasi TAK adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan
masalah hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial
pada pasien gangguan jiwa adalah gangguan persepsi sensori:
Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan yang dapat
ditemukan pada pasien gangguan jiwa.
1) Tujuan
a. Tujuan umum
Klien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam
mengontrol halusinasi dalam kelompok secara bertahap.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat mengenal halusinasi.
2. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
3. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara
melakukan aktivitas terjadwal.
5. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara patuh
minum obat.
2) Aktivitas dan Indikasi
Aktivitas dibagi dalam empat bagian yaitu : mempersepsikan
stimulus nyata sehari-hari, stimulus nyata dan respon yang
dialami dalam kehidupan, stimulus yang tidak nyata dan
respons yang dialami dalam kehidupan, serta stimulus nyata
yang mengakibatkan harga diri rendah.
1. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengenal
halusinasi;
2. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengusir/
menghardik halusinasi;
39
3. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengontrol
halusinasi dengan melakukan kegiatan;
4. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi : mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap;
5. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi :mengontrol
halusinasi dengan patuh minum obat;
6. Klien yang mempunyai indikasi TAK ini adalah klien
halusinasi.
40
8. Evaluasi
Menurut (yusuf, 2015). Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan
untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi
ada dua macam yaitu evaluasi proses adalah yang dilakukan setiap
selesai melakukan tindakan dan evaluasi hasil adalah yang dilakukan
dengan membandingkan respons pada tujuan khusus dan umum yang
telah di tetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan SOAP, yaitu sebagai berikut.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisis terhadap datasubjektif dan objektif yang menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada
data yang kontradiksikan terhadap masalah yang ada.
P : Tindakan lanjut berdasarkan hasil anilisa respon pasien.
Evaluasi hasil yang sudah ditentukan perawat pada klien dengan
gangguan persepsi sensori : halusinasi adalah :
a. Klien dapat mengidentifikasi jenis halusinasi pasien.
b. Klien dapat mengidentifikasi isi halusinasi pasien.
c. Klien dapat mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
d. Klien dapat mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien.
e. Klien dapat mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
f. Klien dapat mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
g. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol halusinasi :
menghardik halusinasi.
h. Klien dapat melakukan kegiatan harian untuk memasukkan cara
menghardik halusinasi.