30
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan 2.1.1 Anatomi Sistem Pernafasan 2.1.1.1 Hidung Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung. 2.1.1.2 Faring Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus). 2.1.1.3 Laring Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.1.1 Anatomi Sistem Pernafasan

2.1.1.1 Hidung

Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua

lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya

terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang

masuk ke dalam lubang hidung.

2.1.1.2 Faring

Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan

jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung,

dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ

lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan

lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat

hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan

lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).

2.1.1.3 Laring

Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai

pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra

servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat

Page 2: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang

terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan makanan

menutupi laring.

2.1.1.4 Trakhea

Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk

oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk

seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang

berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang

trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh

otot polos.

2.1.1.5 Bronchus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah

yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur

serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan

ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek

dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3

cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari

9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih

kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan

pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.

Page 3: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.1.1.6 Paru-Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari

gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-

sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m².

Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2

dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih

700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru),

lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun

oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus

inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-

paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5

buah segmen pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah

segmen pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah

segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi

belahan-belahan yang bernama lobulus.

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi

pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat sebuah

bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali,

cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus

yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Page 4: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada

atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau

hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput

yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 yaitu, yang pertama pleura visceral

(selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-

paru. Kedua pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar.

Antara keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru

dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna

untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-

paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

2.1.2 Fisiologi Sistem Pernafasan

Oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat

membutukan okigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4

menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tidak dapat diperbaiki lagi

dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan

menimbulkan kacau pikiran.

2.1.2.1 Pernafasan Paru

Pernapasan paru adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi pada

paru-paru. Pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen

diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernapas yang oksigen masuk

melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah dalam kapiler

pulmonar. Alveoli memisahkan okigen dari darah, oksigen menembus membran,

Page 5: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

diambil oleh sel darah merah dibawa ke jantung dan dari jantung dipompakan ke

seluruh tubuh.

Dalam alveoli, oksigen bergerak menuju kapiler pulmonalis sebagai gas terlarut,

bergerak menurunknan gradien konsentrasi. Oksigen diangkut dalam darah baik

yang terlarut maupun berikatan dengan hemoglobin. Ketika oksigen relatif sulit

larut dalam larutan, kemampuan oksigen untuk berikatan dengan hemoglobin

amat penting. Sekitar 98% hingga 99% oksigen diangkut dalam darah yang

berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin sehingga mempengaruhi

saturasi oksigen (Porth &Marfin, 2009).

Proses pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi ketika konsentrasi dalam

darah mempengaruhi dan merangsang pusat pernapasan terdapat dalam otak

untuk memperbesar kecepatan dalam pernapasan, sehingga terjadi pengambilan

O2 dan pengeluaran CO2 lebih banyak. Darah merah (hemoglobin) yang banyak

mengandunng oksigen dari seluruh tubuh masuk ke dalam jaringan, mengambil

karbondioksida untuk dibawa ke paru-paru dan di paru-paru terjadi pernapasan

eksterna.

2.1.2.2 Diaphragma

Diafragma merupakan otot penting yang memisahkan rongga dada (berisi organ-

organ penting) dengan rongga perut. Biasanya ketika kita berbicara mengenai

diafragma, maka yang terpikirkan adalah diafragma thoraks (Diafragma Dada).

Page 6: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 3.a Diafraghma

Fungsi utama diaphragma dada adalah sebagai bagian dalam proses pernapasan,

yaitu mengatur masuk dan keluarnya udara dari dalam dan keluar tubuh melalui

kontraksi dan relaksasinya. Diaphragma mempunyai fungsi non-pernapasan, yaitu

untuk membantu mengeluarkan muntah yang membutuhkan peningkatan tekanan

bagian rongga perut.

Diafragma merupakan sekat otot berserat yang berbentuk seperti kubah.

Permukaan atas diafragma berbentuk cembung (pada rongga dada), berbentuk

cekung pada permukaan bawah rongga perut, dan terdiri dari jaringan otot, maka

diafragma dapat melakukan kontraksi dan relaksasi. Diaphragma disusun oleh

otot lurik (otot rangka) sehingga pergerakannya dapat kita sadari. Syaraf yang

mengatur pergerakan diafragma adalah saraf frenikus. Diafragma mempunyai

beberapa lubang yang berfungsi sebagai tempat lewatnya organ penting dari

bagian dada ke bagian perut. Tiga lubang utama yang terdapat pada diafragma

adalah sebagai berikut :

1. Lubang Aortic, merupakan lubang yang dilewati oleh Aorta.

2. Lubang Esophageal, merupakan lubang yang dilewati oleh esofagus.

3. Lubang Caval, merupakan lubang yang dilewati oleh vena kava inferior.

Page 7: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 2.d Lubang pada diafragma

Latihan otot- otot pernapasan yang manakala penderita telah mempelajari

pernapasan diafragmatik, suatu program pelatihan otot-otot pernapasan mungkin

diresapkan untuk membantu menguatkan otot- otot yang digunakan dalam

bernapas yang dapat disebut juga dengan Diaphragma Breathing Exercise.

2.2 Konsep PPOK

2.2.1 Pengertian PPOK

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017

menjelaskan bahwa PPOK adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang

umumnya ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten atau terus-

menerus, yang biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon

inflamasi kronis pada saluran napas dan paru karena partikel atau gas berbahaya.

Gejala utamanya adalah gangguan pernapasan seperti sesak napas yang ditandai

dengan adanya mengi saat ekspirasi.

Page 8: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

PPOK dikarakterisasi oleh penyempitan jalan napas yang progresif secara

perlahan. Penyakit ini merupakan salah satu eksaserbasi atau kambuh, seringkali

berhubungan dengan infeksi pernafasan, meningkatnya gejala dispnea dan

produksi sputum. Tidak seperti proses akut di mana jaringan paru pulih, saluran

udara, dan paranchyma paru tidak kembali normal. Meskipun satu atau yang lain

mungkin mendominasi, PPOK mencakup komponen bronkitis kronis dan

emfisema, dua proses yang berbeda. Penyakit saluran udara kecil dan akan

terjadi penyempitan brochiolus kecil (Lemone, 2013).

Bronkitis kronis adalah gangguan sekresi mukus bronkhial berlebihan. Ditandai

dengan batuk produktif yang bertahan selama 3 bulan atau lebih pada 2 tahun

berturut-turut (Huether & McCance, 2008 dikutip oleh Priscilia Lemone, 2016

hal. 1537).

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai batuk dan produksi sputum selama

minimal 3 bulan setiap tahun dalam dua tahun berturut-turut. Dimana kondisi ini

tidak merefleksikan dampak utama keterbatasan aliran udara pada morbiditas

dan mortalitas dalam kasus PPOK. Pada banyak kasus, merokok atau polutan

lingkungan lain mengiritasi jalan napas, menyebabkan inflamasi, dan

hipersekresi mukus/lendir. Iritasi yang terjadi secara terus-menerus

menyebabkan jumlah kelenjar yang menyekresi mukus dan sel goblet meningkat

sehingga terjadi peningkatan produksi mukus. (Brunner&Suddart edisi 12, 2016

hal. 87).

Page 9: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Bronkitis Kronis merupakan batuk menahun dan menetap yang disertai dengan

pembentukan dahak dan bukan merupakan akibat dari penyebab yang secara

medis diketahui (contohnya kanker paru-paru). Pada saluran udara kecil pasien

terjadi pembentukan jaringan parut, pembengkakan lapisan, penyumbatan parsial

oleh lendir dan kejang pada otot polosnya, penyempitan ini memiliki sifat

sementara (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Secara klinis penyakit ini didefinisikan sebagai batuk produktif yang terjadi

sedikitnya 3 bulan per tahun selama paling tidak 2 tahun berturut- turut. Ditandai

oleh produksi mukus yang berlebihan dalam jalan napas. Mukus itu sendiri

secara khas lebih kental dibandingkan dahak yang normal. Peningkatan produksi

mukus dan penebalan dinding jalan napas akan mengurangi luas penampang

lumen sehingga meningkatkan resistensi dan menghambat aliran udara

pernapasan. (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Tanda dan gejala lain pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yaitu

emfisema. Emfisema adalah suatu pelebaran kantung udara kecil (alveoli) di

paru-paru yang disertai dengan kerusakan dindingnya. Pada emfisema dinding

alveoli mengalami kerusakan sehingga bronkioli kehilangan struktur

penyangganya. Dengan demikian pada saat udara dikeluarkan bronkioli akan

mengkerut. Struktur saluran udara menyempit dan sifatnya menetap (Suzanne C.

Smeltzer, 2010).

Page 10: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Emfisema adalah gangguan pertukaran oksigen dan karbon dioksida yang

disebabkan oleh hancurnya dinding- dinding alveoli yang terditensi. Emfisema

ini merupakan tahap akhir dari suatu proses yang berjalan lambat selama

bertahun- tahun. Setelah dinding alveoli hancur, area permukaan alveolar yang

bersentuhan langsung dengan kapiler paru terus menyusut. Hal ini menyebabkan

peningkatan ruang rugi (area di paru yang didalamnya tidak terjadi pertukaran

gas) dan gangguan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia (Brunner &

Suddart edisi 12, 2016 hal. 231).

Emfisema ditandai dengan kerusakan dinding alveoli, dengan menyebabkan

pembesaran ruang udara yang abnormal. Seperti pada bronkitis kronik, merokok

sangat berimplikasi sebagai faktor penyebab pada kasus emfisema (Priscilia

Lemone, 2016).

Beberapa definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis yang dijabarkan di atas dapat

diperoleh kesimpulan Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan penyakit yang

dapat dicegah dan diobati ditandai dengan penyempitan aliran udara yang masuk

sehingga menimbulkan sesak napas.

2.2.2 Faktor resiko

Faktor resiko pada pasien PPOK yaitu kebiasaan merokok. WHO (2010)

menyatakan bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan.

Page 11: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Terdapat beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Salah satu efek dari

penggunaan nikotin akan menyebabkan kontriksi bronkiolus terminal paru yang

meningkatkan resistensi aliran udara ke dalam dan keluar paru. Kedua efek

iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan ke dalam cabang-

cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat

melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan secara normal terus

bergerak untuk memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran

pernapasan.

Resiko terkena PPOK akibat merokok dapat diketahui melalui penilaian derajat

berat merokok seseorang berdasarkan dengan Indeks Brinkman (IB) yaitu

perkalian jumlah rata- rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam per-tahun, sebagai berikut:

a) Ringan = 0-200 batang

b) Sedang = 200-600 batang

c) Berat > 600 batang

Faktor resiko yang berasal dari host, yaitu :

a) Usia

Semakin usia bertambah tua semakin beresiko terkena PPOK.

b) Jenis kelamin

Page 12: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Laki-laki lebih beresiko dibandingkan dengan wanita, dikarenakan laki-laki

terkait kebiasaan merokok. Dan menjadi perokok aktif maka prevalensi

PPOK pada laki-laki 10-15% dan wanita 1-5% dengan sex rasio 3-10 : 1

2.2.2 Klasifikasi

Gambar 2.b klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis

2.3.2 Etiologi

Faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik

(PPOK) adalah sebagai berikut :

a. Kebiasaan merokok

b. Polusi udara

c. Paparan debu, asap, dan gas- gas kimiawi akibat kerja

d. Riwayat infeksi saluran nafas

Tahap 0; beresiko. Fungsi paru normal, tetapi batuk kronik dan

produksi sputum ada.

Tahap 2 ; PPOK ringan. Keterbatasan aliran udara ringan,

biasanya dengan batuk kronik dan produksi sputum

Tahap 3 ; PPOK berat. Perburukan keterbatasan aliran udara

lebih lanjut, peningkatan sesak napas

Tahap 4 ; PPOK sangat berat. Keterbatasan aliran udara berat

dengan penurunan kualitas hidup yang parah dan kemungkinan

eksaserbasi mengancam jiwa

Note : Adapted from Global Strategy for the Diagnosis.

Management and prevention of Chronic Obstructive Pulmonary

Disease (2008) Media Communication, Inc.

Page 13: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.3.3 Tanda dan gejala

a) Batuk

Batuk adalah pelindung yang mencerminkan untuk membersihkan trakea, bronkus,

dan paru-paru dari iritasi dan sekresi. Batuk sulit untuk di evaluasi, dan hampir setiap

orang mengalami batuk. Penderita batuk kronis cenderung batuknya sering karena

sangat terbiasa dengan itu sehingga mereka tidak menyadari seberapa seringnya

terjadi batuk.

Penderita bronkitis kronis umumnya batuk dan menghasilkan dahak sepanjang hari,

meski jumlahnya lebih banyak dihasilkan setelah naik dari posisi semirecumbent

atau datar. Ini adalah hasil akumulasi sputum di saluran udara dan dihubungkan

dengan mobilitas yang kurang. Jika pasien batuk, tentukan seberapa sering hal itu

terjadi apakah itu produktif atau tidak produktif. Batuk produktif menyebabkan

produksi sputum. Anjurkan pasien untuk mencoba batuk, beberapa dahak dan jangan

yang hanya menghasilkan air liur. Periksa dahak untuk warna seperti hijau atau darah

yang diwarnai, konsistensi seperti kurus atau tebal. Adanya bau tidal sedap, dan

jumlahnya seperti naik atau turun. (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

c) Sesak napas atau dyspnea

Dispnea atau sesak napas adalah tanda klinis hipoksia. Ini adalah sensasi subjektif

dari pernapasan yang sulit atau tidak nyaman. Hal ini terkait dengan banyak kondisi

seperti penyakit paru, penyakit kardiovaskular, kondisi neuromuskular, dan anemia.

Page 14: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Akhirnya, faktor lingkungan seperti polusi, udara dingin, dan merokok juga

menyebabkan atau memperburuk dispnea. (Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Dispnea atau sesak napas adalah perasaan sulit bernapas ditandai dengan napas yang

pendek dan penggunaan otot bantu pernapasan. Dispnea dapat ditemukan pada

penyakit kardiovaskular, emboli paru, penyakit paru interstisial atau alveolar,

gangguan dinding dada, penyakit obstruktif paru (emfisema, bronkitis, asma), dan

kecemasan (Price dan Wilson, 2008).

Sesak napas ini sering menjadi alasan utama pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis.

Sesak napas ini digambarkan sebagai usaha bernapas yang meningkat, berat, dan

gasping. Sesak napas pada pasien PPOK bersifat persisten dan progresif. Awalnya

pasien sesak napas yang hanya dirasakan saat beraktivitas seperti berjalan, berlari,

tetapi ketika fungsi paru memburuk sesak napas menjadi lebih progresif dan tidak

dapat melakukan aktivitas sebagaimana orang lain dengan usia yang sama dapat

melakukannya (GOLD, 2006 ; Rab 2010).

d) Pink Puffers

Pink Puffers adalah timbulnya sesak napas tanpa disertai batuk dan produksi sputum

yang berarti. Biasanya sesak napas timbul antara usia 30-40 tahun dan semakin lama

semakin berat. Pada penyakit yang sudah lanjut akan kehabisan napas sehingga tidak

lagi dapat makan dan tubuhnya terlihat bertambah kurus. Selanjutnya akan terjadi

gangguan keseimbangan ventilasi dan perfusi minimal sehingga dengan hiperventilasi

Page 15: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

pasien pink puffer dapat mempertahankan gas dalam darah batas normal sampai

penyakit ini mencapai tahap lanjut (Price & Wilson, 2005 ; Rab 2010).

e) Blue blatters

Pasien biasanya menderita batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi

pernapasan yang dapat berlangsung selama bertahun- tahun sebelum tampak

gangguan fungsi. Akan tetapi akhirnya timbul gejala sesak napas, sianosis pada waktu

pasien melakukan kegiatan fisik (Price & Wilson, 2005 ; Rab 2010).

f) Perubahan bentuk dada

Pada pasien PPOK dengan stadium lanjut akan ditemukan tanda- tanda hiperinflasi

paru seperti barrel chest dimana diafragma terletak lebih rendah dan bergerak tidak

lancar, kifosis, diameter antero-posterior bertambah, jarak tulang rawan krikotiroid

suprasternal kurang dari 3 jari, iga lebih horizontal, dan sudut subkostal bertambah

(Price & Wilson, 2005).

2.3.4 Patofisiologi

PPOK ditandai dengan obstruksi progresif lambat pada jalan napas. Melalui

mekanisme yang berbeda, proses ini menyebabkan jalan napas menyempit, resistensi

terhadap aliran udara untuk meningkat dan ekspiransi menjadi lambat.

Page 16: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Gambar 2.f

Patogenesis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Smeltzer & Bare, 2013).

Penjelasannya faktor resiko Penyakit Paru Obstruksi Kronis ialah merokok dan polusi

udara sehingga mengakibatkan iritasi dan inflamasi bronkus berlanjut. Iritasi dan

inflamasi dengan tanda- tandanya inflamasi yaitu bronkitis kronik dengan edema

bronkial, batuk kronik, dan bronkospasme maka saluran jalan pernapasan menjadi

menyempit. Jalan napas menyempit akan mengalami sesak napas. Ketika sedang

mengalami sesak napas maka mengakibatkan kekurangan oksigen didalam darah dan

Merokok

Polusi udara

Kerusakan elastin

pd jaringan ikat

paru

Iritasi dan

inflamasi bronkus

berlanjut

Bronkitis kronik

Edema bronkial, batuk

kronik, bronkospasme

Emfisema

Kerusakan septa alveolar,

ketidakstabilan jalan napas

Obstruksi jalan napas

Dispnea

Hipoksemia

Hipoventilasi

Page 17: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

kurangnya ventilasi dalam pernapasan. Faktor resiko pasien PPOK lainnya dengan

adanya kerusakan elastin pada jaringan ikat paru yaitu emfisema. Emfisema yaitu

kerusakan septa alveolar, dan ketidakstabilan jalan napas yang akan mengakibatkan

sesak napas sehingga oksigen dalam darah berkurang dan mengalami

ketidakefektifannya oksigen dan karbon dioksida (Smeltzer & Bare, 2013).

2.3.5 Komplikasi

Insufisiensi dan kegagalan pernafasan adalah komplikasi yang mengancam jiwa.

Insufisiensi dan kegagalan terjadi kronis atau akut. Insufisiensi dan kegagalan

pernafasan akut mungkin memerlukan dukungan ventilasi sampai komplikasi akut

lainnya, seperti infeksi, dan dapat diobati. Komplikasi lain dari PPOK meliputi

pneumonia, dan atelektasis (Smeltzer & Bare, 2013).

Pneumonia adalah proses inflamator parenkim paru yang disebabkan oleh agen

infeksius. Hal ini menyebabkan tubuh menjadi rentan terhadap infeksi termasuk

diantaranya mereka yang mendapati terapi kortikosteroid (Smeltzer & Bare, 2013).

Ateletaksis merupakan obstruksi bronchial oleh sekresi adalah penyebab utama

terjadinya kolaps pada alveolus, lobus atau unit paru yang lebih besar. Sumbatan akan

mengganggu alveoli yang normalnya menerima udara dari bronkus. Udara alveolar

yang terperangkap menjadi terserap dalam pembuluh sarah, tetapi udara luar tidak dapat

menggantikan udara yang terperangkap karena obstruksi. Akibatnya paru menjadi

Page 18: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

terisolasi karena kekurangan udara dan ukurannya menyusut dan bagian sisa paru

lainnya berkembang berlebihan (Smeltzer & Bare, 2013).

2.4 Diafraghma Breathing Exercise

2.4.1 Pengertian

Diaphragma breathing exercise merupakan latihan pernapasan yang digunakan untuk

mengkompensasi kekurangan oksigen dengan meningkatkan efisiensi pernapasan.

Latihan ini dilakukan untuk menyimpan energi melalui pernapasan terkendali. Tindakan

ini dilakukan dengan tujuan untuk merelaksasikan otot pernapasan yang tidak

terkordinasi, menurunkan Respiratory Rate dan beban kerja penapasan (Sylvia, 2003).

Diaphragma Breathing Exercise adalah strategi bernafas yang sering diaplikasikan,

tujuannya untuk meminimalkan pernapasan dari penyakit Penyakit Paru Obstruksi

Kronis (Marcelo Fernandea, Alberto Cukier & Maria Ignez, 2011). Diaphragma

Breathing Exercise banyak digunakan pada rehabilitasi paru pasien dengan Penyakit

Paru Obstruktif Kronik namun sedikit dipelajari dalam literatur ilmiah. Tujuan utamanya

adalah untuk memperbaiki gerakan perut dan aktivitas otot pernafasan tulang rusuk

(Braz. J. Phys, 2014).

Pernapasan diaphragma juga melibatkan ekspansi, kontraksi perut, dan kontraksi dari

tulang rusuk bagian bawah (Nurbasuki, 2008). Dalam hasil penelitiannya Diaphragma

Breathing Exerise dapat menkontraksikan otot- otot pernapasan utama yaitu otot

diafragma, sehingga otot- otot bantu pernapasan tidak terlibat pada pernapasan ini dan

dapat menurunkan kerja pernapasan. Pernapasan diafragma melibatkan ekspansi,

Page 19: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

kontraksi perut dan kontraksi dari tulang rusuk bagian bawah. Pada Diaphragma

Breathing Exercise memusatkan perhatian pada gerakan perut yang akan berpengaruh

pada organ dalam, seperti gerakan diaphragma dan otot- otot perut yang akan

merangsang organ dalam. Ketika organ dalam yang ditekan maka darah, getah bening,

dan syaraf juga akan terangsang, dan oksigen akan disampaikan ke setiap sudut tubuh

(Joseph, 2004).

Diaphragma Breathing Exercise dapat disimpulkan bahwa latihan pernapasan ini dapat

mengurangi kecepatan respirasi, dan terkadang membantu mengeluarkan udara

sebanyak- banyaknya selama ekspirasi.

2.4.2 Indikasi dan kontra indikasi Diaphragma Breathing Exercise

Adapun indikasi Diaphragma Breathing Exercise ditujukan pada pasien penderita

gangguan sistem pernapasan seperti penyakit PPOK, hipoksia, dan pasien yang

mengalami kesulitan dalam bernapas. Tindakan ini bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan tubuh akan oksigen dengan mengurangi ketegangan otot pernapasan

sehingga mengurangi pemakaian energi saat bernapas (Tambayong, 2000).

Kontraindikasi Diaphragma Breathing Exercise yaitu pasien mengalami gagal napas,

dan obstruksi pernapasan terhalangi karena ada massa.

Pasien diajarkan metode untuk meringankan gejala. Latihan pernafasan serta latihan

ulang dan program latihan digunakan untuk memperbaiki status fungsional (Suzanne C.

Smeltzer, 2010).

Page 20: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Pola pernapasan orang dengan PPOK adalah dangkal, cepat, dan tidak efisien. Semakin

parah penyakitnya, semakin tidak efisien pola pernapasannya. Dengan dilakukan

Diaphragma Breathing Exercise dapat mengurangi laju pernapasan, meningkatkan

ventilasi alveolar, membantu mengeluarkan udara sebanyak mungkin, dan

memungkinkan pasien untuk mengatasi sesak napas dan mengurangi perasaan panik.

(Suzanne C. Smeltzer, 2010).

Pernapasan diafragma adalah teknik yang mendorong pernapasan dalam untuk

meningkatkan udara ke paru-paru bagian bawah. Perut bergerak keluar saat bernafas

dan masuk saat bernafas (CFF 2005 dikutip oleh Fundamental Of Nursing Edisi 8 Potter

And Perry 2013).

2.5 Prosedur Diaphragmatic Breathing menurut Fundamental of Nursing Edisi 8,

2013), yaitu sebagai berikut :

2.5.1 Instruksikan posisi pasien untuk telentang atau setengah duduk dikursi dan

meletakkan telapak tangan di dada dan perut dan fleksikan lutut pasien untuk

merileksasikan otot abdomen.

Page 21: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.5.2 Tunjukkan kepada pasien bagaimana menarik napas dalam-dalam, menghirup

hidung, jaga mulut tetap tertutup dan mendorong perut. Hitung sampai 3 selama

menarik napas.

2.5.3 Konsentrasi dan rasakan gerakan naiknya abdomen sejauh mungkin, tetap

dalam kondisi rilekas dan cegah lengkung pada punggung. Jika ada kesulitan

menaikkan abdomen, ambi napas dengan cepat kemudian napas kuat lewat

hidung.

2.5.4 Kemudian perlahan-lahan menghembuskan napas melalui mulut seolah meniup

lilin (melalui bibir yang mengerucut). Konsentrasi dan rasakan turunnya

abdomen dan kontraksi otot abdomen ketika ekspirasi. Hitung sampai 7 selama

ekspirasi.

2.5.5 Ulangi latihan pernapasan lengkap 3 sampai 5 kali.

Page 22: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.5.6 Gunakan latihan Diaphragma Breathing Exercise ini setiap kali merasakan

napas pendek.

2.5.7 Cuci tangan

Langkah- langkah melakukan latihan ini sambil duduk di kursi :

2.5.8 Duduklah dengan nyaman, dengan lutut ditekuk dan bahu Anda, kepala dan

leher relaks.

2.5.9 Bernapaslah dengan perlahan melalui hidung sehingga perut Anda bergerak ke

tangan Anda. Tangan di dada Anda harus tetap diam.

2.5.10 Letakkan satu tangan di dada bagian atas dan yang lainnya tepat di bawah

tulang rusuk Anda. Ini akan memungkinkan Anda merasakan gerakan

diafragma Anda saat Anda bernafas.

Dengan dilakukan Diaphragma Breathing Exercise pada Penyakit Paru Obstruksi

Kronik dapat mengatur pola pernapasan untuk tidak terjadinya peningkatan frekuensi

pernapasan.

2.6 Respiratory Rate

Istilah pernapasan (respiratory) berarti pertukaran gas antara sel tubuh dan lingkungan.

Hal ini melibatkan bernapas (ventilasi paru) yang berarti perpindahan udara ke dalam

Page 23: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

dan keluar paru, serta pertukaran gas yang berlangsung didalam paru (respiratory

eksternal) dan didalam jaringan (respiratory internal).

Otot pernapasan yang digunakan saat bernapas normal dalam keadaan tenang adalah

otot interkosta dan diafragma. Otot interkosta terdiri atas 11 pasang yang berada di

ruangan antara 12 pasang iga. Otot ini tersusun dari dua lapisan, otot interkosta internal

dan eksternal. Serat otot interkosta eksternal memanjang ke bawah dan kedepan dari

tepi bawah iga hingga ke tepi atas iga. Serat otot interkosta internal memanjang

kebawah dan kebelakang dari tepi iga atas hingga ke bawah, yang melintasi serat otot

interkosta eksternal disudut kanannya.

Iga pertama terfiksasi. Oleh karena itu, saat otot interkosta berkontraksi, otot ini

bersama-sama menarik iga lain menuju iga pertama. Karena bentuk dan ukuran iga, iga

bergerak keluar saat otot tertarik keatas, dan memperbesar rongga toraks.

Otot diafragma berbentuk seperti kubah yang memisahkan rongga toraks dan abdomen.

Otot ini menyusun dasar rongga toraks dan bagian atas rongga abdomen serta terdiri

atas tendon sentral. Saat otot diafragma berelaksasi, tendon sentral berada pada

vertebrata torasik ke- 8. Saat otot diafragma berkontraksi, serta otot memendek dan

tendon sentral tertarik kebawah hingga vertebra torasik ke-9 yang menyebabkan rongga

toraks membesar. Hal ini menurunkan tekanan didalam rongga toraks dan

meningkatkan tekanan didalam rongga abdomen dan panggul. Diafragma dipersarafi

oleh saraf frenik (Anne Waugh & Allison Grant, 2016).

Page 24: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

Sistem pernapasan berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua sel untuk menghasilkan sumber

energi. Karbondioksida diperlukan untuk sel- sel yang secara metabolis aktif dan

membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran

gas, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan harus bekerja sama (Cowin, 2009).

Siklus pernapasan, tiap pernapasan terdiri atas fase inspirasi, dan ekspirasi.

a. Inspirasi

Saat kapasitas toraks meningkat oleh kontraksi simultan otot interkosta dan

diafragma, pleura parietal bergerak bersama otot interkosta dan diafragma. Hal

ini mengurangi tekanan didalam rongga pleura hingga tekanan tersebut lebih

rendah daripada tekanan atmosfer. Pleura visera mengikuti pleura parietal,

menarik paru bersamanya. Hal ini menyebabkan paru mengembang dan tekanan

didalam alveoli dan dijalan napas menurun sehingga udara ditarik (masuk) ke

paru agar menyamakan tekanan udara atmosfer dan paru. Proses berlangsung

aktif karena menggunakan energi untuk kontraksi otot. Tekanan negatif yang

dihasilkan dalam rongga toraks membantu aliran balik vena ke jantung dan

disebut sebagai pompa respiratorik. Pada saat istirahat, inspirasi berlangsung

sekitar 2 detik.

b. Ekspirasi

Relaksasi otot interkosta dan diafragma menyebabkan gerakan sangkar iga ke

bawah dan dalam. Saat ini terjadi, tekanan didalam paru lebih daripada tekanan

Page 25: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

atmosfer sehingga udara dikeluarkan dari saluran napas. Paru masih berisi

sebagian udara dan dicegah dari kondisi kolaps total oleh pleura yang utuh. Saat

istirahat, ekspirasi berlangsung sekitar 3 detik. Setelah ekspirasi terdapat keadaan

istirahat sebelum siklus berikutnya dimulai.

Respiratory Rate menghitung tingkat ventilasi atau pernapasan. Tingkat

pernafasan yang biasa bervariasi seiring bertambahnya usia. Pernafasan biasa

menurun sepanjang hidup (Fundamental Of Nursing Edisi 8 Potter And Perry

2013).

Selama inspirasi pusat pernafasan mengirimkan impuls di sepanjang saraf frenik

dan menyebabkan diafragma berkontraksi. Organ perut bergerak dari bawah dan

ke depan, meningkatkan panjang rongga dada untuk memindahkan udara ke

paru-paru. Pergerakan diafragma kira-kira 1 cm (4/10 inci), dan tulang rusuknya

ditarik ke atas dari garis tengah tubuh kira-kira 1,2 sampai 2,5 cm (1/2 sampai 1

inci) selama nafas yang normal dan menghirup oksigen sampai 500 mL udara,

jumlah ini disebut sebagai volume tidal. Selama ekspirasi diafragma rileks, dan

organ perut kembali ke posisi semula. Dinding paru-paru dan dada kembali ke

posisi rileks. Expirasi adalah proses pasif. Pernapasan dalam adalah mekanisme

untuk memperluas saluran udara kecil dan alveoli tidak berventilasi selama napas

normal hidup (Fundamental Of Nursing Edisi 8 Potter And Perry 2013).

Identifikasi faktor risiko untuk perubahan pernafasan, termasuk sebagai berikut:

2.6.1 Demam

Page 26: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

2.6.2 Distensi lambung yang menilai tanda dan gejala perubahan pernafasan seperti

penampilan kebiruan (sianosis), dan gelisah.

2.7 Implementasi pengukuran sistem pernapasan Respiratory Rate (Fundamental Of

Nursing Edisi 8 Potter And Perry 2013), yaitu sebagai berikut :

2.7.1 Cuci tangan.

2.7.2 Tentukan posisi nyaman untuk pasien (semifowler).

2.7.3 Tempatkan pasien dalam posisi rileks.

2.7.4 Observasi sistem pernapasan secara lengkap satu inspirasi dan satu ekspirasi.

2.7.5 Setelah itu, observasi daerah sekitar pernapasan pasien, tangan kiri melihat jam

tangan dalam 1 menit dan tangan kanan menghitung pernapasan klien dalam 1

kali bernapas dan 1 kali menghembuskan napas.

2.7.6 Dokumentasikan dalam buku catatan.

2.7.7 Cuci tangan.

Respiratory rate pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis akan mengalami

peningkatan hiperinflasi paru. Hiperinflasi paru adalah penyakit yang diakibatkan

karbon dioksida berlebih yang terperangkap dalam paru-paru. Gejala hiperinflasi paru

adalah perhatikan perubahan pola napas pasien seperti berat untuk menarik napas, dan

mengalami batuk kronis atau batuk terus menerus kurang lebih 3 minggu tidak sembuh

(D.E. O’Donnell and P. Laveneziana, 2006)

Hiperinflasi paru ini menyebabkan masalah pada otot inspiratory sehingga terjadi

peningkatan ketidakseimbangan antara pernapasan, kekuatan dalam bernapas, dan

Page 27: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

kemampuan usaha bernapas yang bertujuan untuk memenuhi volume kapasitas paru

(Smeltzer & Bare, 2013).

Selain terjadinya peningkatan ketidakseimbangan antara pernapasan dan kemampuan

usaha untuk bernapas secara efektif, respiratory rate juga akan mempengaruhi saturasi

oksigen.

2.8 Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam

arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran, oksigen

saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur persentase oksigen

yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang

rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses

pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh (Hidayat, 2007).

Saturasi oksigen adalah rasio kadar hemoglobin oksigen/hemoglobin teroksidasi

(HbO2) dengan hemoglobin dalam darah (total kadar HbO2 dan hemoglobin

terdeoksigenasi (Hb), dengan demikian saturasi oksigen pun akan meningkat PaO2 akan

meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan penurunan jumlah CO2 juga akan

meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan sebaliknya (Khasanah, 2013).

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam

arteri. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin

Page 28: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri

ke jaringan tubuh (Hidayat, 2007, dalam Khasanah, 2013).

Didalam alveoli, oksigen bergerak menuju ke kapiler pulmonalis, kemudian oksigen

diangkut dalam darah baik yang terlarut maupun yang berikatan dengan hemoglobin.

Suplai oksigen masuk ke dalam otak dan jaringan dalam tubuh pasien sehingga dapat

mempengaruhi saturasi oksigen.

Saturasi oksigen pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah dibawah dari

nilai normal, yaitu 95%. Semakin lama penderita PPOK yang tidak terpantau oksigenasi

pada tubuh penderita maka saturasi oksigen akan terus menurun (Hidayat, 2007, dalam

Khasanah, 2013).

2.8.1 Pengukuran Saturasi Oksigen

Pengukuran saturasi oksigen sangat penting dilakukan terutama pada pasien dengan

gangguan sistem pernapasan, termasuk pasien serangan asma akut yang perlu

penanganan cepat. Hal ini sangat berguna untuk mendeteksi secara cepat dan akurat

akan kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh pasien sebelum dilakukan tindakan

pemeriksaan lebih lanjut.

A. Persiapan Alat

a) Pulse Oximetry

b) Pembersih cat kuku (bila diperlukan)

Page 29: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

B. Persiapan Pasien

a) Pada pasien dan keluarganya

b) Bersihkan tempat yang akan diukur

c) Tentukan tempat yang akan diukur

C. Pelaksanaan

a) Cuci tangan

b) Cek sirkulasi perifer dengan menggunakan teknik pengisian kapiler

c) Cek fungsi alat oksimetri nadi

d) Bersihkan area pengukuran dengan alcohol

e) Tekan tombol on pada oksimetri nadi

f) Dengarkan suara atau tanda dari oksimetri nadi

g) Observasi gelombang yang ada pada oksimetri nadi

h) Yakinkan bahwa batas alarm alat sudah sesuai dengan kondisi yang

diperlukan

i) Baca dan catat hasil pengukuran

j) Bila dilakukan pemantauan yang terus menerus maka pindahkan

sensor probe tiap 2 jam

k) Bila dilakukan sesaat, lepaskan probe dan matikan oksimetri nadi,

kemudian cuci tangan

(Sumber: Brunner & Suddart, 2005)

Adapun cara pengukuran saturasi oksigen (Fundamental Of Nursing Edisi 8 Potter

And Perry 2013) yaitu :

Page 30: BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan

a) Tentukan kebutuhan untuk mengukur kejenuhan oksigen pasien, yaitu:

- Identifikasi faktor risiko penurunan saturasi oksigen.

- Identifikasi tanda dan gejala perubahan saturasi oksigen seperti

perubahan frekuensi pernafasan, kedalaman, atau rhytm.

b) Observasi untuk faktor-faktor yang biasanya mempengaruhi

pengukuran saturasi oksigen (SpO2).

c) Tentukan lokasi pasien yang tepat untuk penempatan sensor dengan

mengukur kapiler refill. Jika isi ulang kapiler lebih besar dari 3 detik,

pilih tempat alternatif.

2.9.2 Factor yang Mempengaruhi Bacaan Saturasi

Menjelaskan beberapa factor yang mempengaruhi bacaan saturasi (Kozier,2010):

a) Hemoglobin

Jika Hb tersaturasi penuh dengan O2 walaupun nilai Hb rendah maka

akan menunjukkan nilai normalnya. Misalnya pada klien dengan

anemia memungkinkan nilai SpO2 dalam batas normal.

b) Aktivitas

Menggigil atau pergerakan yang berlebihan pada area sensor dapat

menggangu pembacaan SpO2 yang akurat.