37
II-1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan limbah sebagai sisa hasil proses produksi, baik limbah padat, cair, maupun gas. Limbah dari kegiatan industri mempunyai potensi cukup besar pada pencemaran lingkungan, salah satu diantaranya adalah limbah cair. Limbah cair dihasilkan dari air bersih yang telah digunakan untuk berbagai keperluan. Penggunaan air untuk berbagai kegiatan menghasilkan limbah cair karena tidak semua air yang digunakan terikut sebagai bagian dari barang atau bahan yang diproduksi. Dalam limbah cair terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Jika air limbah tidak terolah terakumulasi, akan terjadi dekomposisi material organik yang terkandung dalam limbah tersebut dan akan menyebabkan air bersifat septik dan bau. Air limbah tidak terolah biasanya mengandung berbagai jenis mikroorganisme patogen dan bahan-bahan kimia yang dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit. Industri Tahu dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan industri bahan makanan yang banyak ditemui di Indonesia. Kedua jenis industri bahan makanan tersebut merupakan penghasil limbah cair yang memiliki kandungan zat organik sangat tinggi. Apabila langsung dibuang ke badan air tanpa dilakukan pengolahan maka dapat menyebabkan pencemaran air dan penurunan kualitas lingkungan. Constructed wetland diharapkan dapat mengatasi masalah limbah cair yang berasal dari RPH dan Industri Tahu. 2.2 Air Limbah RPH Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu fasilitas perkotaan yang menyediakan kebutuhan pangan masyarakat, khususnya kebutuhan akan daging. Di kota Bandung terdapat – 7 RPH yang mengolah ternak potong rata-rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Setiap kegiatan industri akan menghasilkan limbah sebagai sisa hasil

proses produksi, baik limbah padat, cair, maupun gas. Limbah dari kegiatan

industri mempunyai potensi cukup besar pada pencemaran lingkungan, salah satu

diantaranya adalah limbah cair.

Limbah cair dihasilkan dari air bersih yang telah digunakan untuk berbagai

keperluan. Penggunaan air untuk berbagai kegiatan menghasilkan limbah cair

karena tidak semua air yang digunakan terikut sebagai bagian dari barang atau

bahan yang diproduksi.

Dalam limbah cair terdapat bahan kimia yang sukar untuk dihilangkan dan

berbahaya. Jika air limbah tidak terolah terakumulasi, akan terjadi dekomposisi

material organik yang terkandung dalam limbah tersebut dan akan menyebabkan

air bersifat septik dan bau. Air limbah tidak terolah biasanya mengandung

berbagai jenis mikroorganisme patogen dan bahan-bahan kimia yang dapat

memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit.

Industri Tahu dan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan industri

bahan makanan yang banyak ditemui di Indonesia. Kedua jenis industri bahan

makanan tersebut merupakan penghasil limbah cair yang memiliki kandungan zat

organik sangat tinggi. Apabila langsung dibuang ke badan air tanpa dilakukan

pengolahan maka dapat menyebabkan pencemaran air dan penurunan kualitas

lingkungan. Constructed wetland diharapkan dapat mengatasi masalah limbah cair

yang berasal dari RPH dan Industri Tahu.

2.2 Air Limbah RPH

Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu fasilitas perkotaan

yang menyediakan kebutuhan pangan masyarakat, khususnya kebutuhan akan

daging. Di kota Bandung terdapat ± 7 RPH yang mengolah ternak potong rata-rata

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-2

sejumlah 84.000 ekor setiap tahunnya, baik ternak besar maupun ternak kecil

(Nuraini, 2002). RPH yang ada, pada umumnya tidak memiliki sarana pengolahan

limbah yang memadai. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya kualitas

lingkungan.

Limbah yang dihasilikan RPH dapat mencemari lingkungan karena

industri ini menghasilkan air buangan dengan konsentrasi parameter-parameter

tertentu yang lebih tinggi dibandingkan dengan air buangan domestik. Oleh

karena itu, pengolahannya tidak dapat disatukan dengan air buangan domestik.

Sebagai upaya untuk menghindari pencemaran air dibutuhkan suatu standar untuk

buangan industri yang akan bervariasi tergantung pada tempat pembuangan

efluen, tingkat pengenceran dalam badan air penerima, dan ketersediaan fasilitas

kota untuk penampungan dan penanganan air buangan tersebut. Apabila tidak

tersedia fasilitas pengolahan limbah kota, maka RPH tersebut harus menyediakan

sendiri sistem penanganan dan pembuangan limbahnya.

Air buangan dari RPH biasanya mengandung zat organik tinggi, senyawa

nitrogen relatif tinggi, serta mengandung zat padat dan lemak (Azad, 1976).

Kandungan bahan organik yang tinggi dapat menjadi sumber makanan untuk

pertumbuhan mikroba. Hal ini dapat mereduksi kandungan O2 terlarut dalam air.

Bila O2 terlarut dalam air habis sama sekali karena kadar bahan organik yang

tinggi, maka akan timbul bau busuk dan warna air menjadi gelap. Bila protein

yang terdapat dalam air mengandung sulfur atau kandungan sulfat alamiah dalam

air tinggi, maka akan dihasilkan gas H2S yang menimbulkan bau.

Indikator polutan lain yang terlihat dari limbah RPH adalah warnanya

yang merah dan coklat gelap. Hal ini dapat menyebakan protes masyarakat sekitar

karena mengganggu pemandangan dan nilai estetika bagi pihak yang ingin

memanfaatkan badan air tersebut.

Kegiatan RPH yang dapat memberikan dampak terhadap kualitas

lingkungan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-3

Tabel 2.1 Sumber Dampak Kegiatan RPH terhadap Lingkungan

SUMBER LIMBAH ASAL BENTUK FISIK

Limbah Padat

- Kotoran/tinja

- Kotoran perut

- Sisa daging, lemak, dan lain-

lain

Kandang hewan

Pembersihan isi perut

Pembersihan daging

Gumpalan

Limbah Cair

- Pemotongan hewan

- Pembersihan

Rumah Pemotongan Hewan

(RPH)

Darah

Darah campur air

Pencemaran Udara

- Bau

Kandang hewan

Gas

Sumber : Rumah Pemotongan Hewan Dago Bengkok, Bandung

2.2.1 Proses Terbentuknya Limbah RPH

Sumber utama air limbah RPH adalah kandang hewan dan ruang

pemotongan hewan. Sumber air limbah yang pertama yaitu kandang hewan. Di

RPH Dago Bengkok kandang hewan berupa kandang terbuka berlantai tanah

kotor, ada juga yang sudah tertutup dan berlantai beton. Bagian dari kandang ini

terdiri dari kotoran cair dan padat yang dibuang dari kandang pada waktu

pembersihan atau pada saat hujan turun (pada kandang terbuka). Volume dan

kadar buangan ini bervariasi tergantung frekuensi pembersihan dan intensitas

hujan.

Sumber air limbah yang kedua yaitu ruang pemotongan hewan. Buangan

utama yang dihasilkan dari ruang pemotongan ini berasal dari pemotongan,

pembersihan bulu hewan dan bagian dalam, pemotongan daging, dan pencucian.

Dari proses-proses ini, ruang pemotongan biasanya menghasilkan buangan

terbanyak sebagian besar terdiri dari darah. Kotoran perut dan cairannya dibuang

atau digunakan sebagai pupuk, sedangkan darah dan air pencuci masuk ke saluran

pembuangan.

Sesuai ruang lingkup pemeriksaan, maka inventarisasi limbah yang

dilakukan hanya pada proses pemotongan ayam. Limbah yang dihasilkan dari

proses pemotongan ayam antara lain :

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-4

� Limbah darah dari proses pemotongan ayam

� Limbah dari sisa bak air panas

� Limbah darah dan kotoran dari bak pencucian

Proses kerja pada RPH ayam Dago Bengkok ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Skematik proses kerja pada RPH ayam Dago Bengkok (sonie,

2007)

2.2.2 Karakteristik Air Limbah RPH

Air limbah RPH berwarna merah-kecoklatan, limbah tersebut mengandung

darah, lemak, padatan organik dan anorganik, campuran bulu dan kotoran hewan.

Kandungan COD dan konsentrasi padatan dalam efluen RPH akan tergantung

pada pengawasan terhadap air yang digunakan, pemisahan limbah, dan

manajemen RPH dalam mengelola limbahnya.

Efluen dari RPH mengandung air limbah dengan konsentrasi sedang

sampai tinggi. Efluen ini mengandung organik terlarut (45%) dan tersuspensi

(55%). Kebanyakan organik dihasilkan dari darah dan kotoran. Komposisi dan

besarnya aliran umumnya tergantung dari jumlah hewan yang dipotong.

(Manjunath et.al, diambil dari TA Sonie, 2007). Karakteristik air buangan RPH

dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Pemotongan ayam

Dimasukkan ke dalam air panas Air panas bercampur darah dan

bulu ayam

Bulu, kotoran perut dan air pencucian

Siap dipasarkan

Sisa air pencucian akhir

Pembersihan bulu dan bagian dalam

Ayam yang telah bersih

Pencucian

Darah dan air pencucian

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-5

Tabel 2.2 Karakteristik Limbah RPH

Parameter Konsentrasi

Manjunath, 2000 (*)

RPH Ciroyom (*)

RPH Mis Chicken (*)

RPH Dago Bengkok (**)

Suhu - 27.4 oC 25.2 oC 27 � 33 0C

pH 6.5-7.3 6.6 8.05 6,64 � 7,9

TSS 300-2300 mg/l 1244 mg/l 172.4 mg/l 20 � 1492 mg/l

BOD5 600-3500 mg/l 1100 mg/l 2943-3160 mg/l 1165 � 3740 mg/l

Lemak 400-725 mg/l 1.4 mg/l - 29,4 � 41 mg/l

NTK 90-150 mg/l - - 39,2 � 214,36 mg/l

Fosfat 8-15 mg/l - 3.72 mg/l 19,72 - 27,231 mg/l

COD 1100-7250 mg/l 2460 mg/l 3205 mg/l 2451 � 9344 mg/l

Sumber: (*) Danielaini, 2002 dan Elyzabeth, 2002 (**) Sonie,2007

2.3 Air Limbah Industri Tahu

Industri Tahu merupakan industri kecil yang termasuk kelompok industri

pangan. Di Jawa Barat, industri kecil berkembang pesat dengan tingkat

perkembangan 4,78 % per tahun dengan 24,12 % merupakan kelompok industri

pangan, termasuk Industri Tahu (Departemen Perindustrian, 1994). Perkembangan

Industri Tahu ini membawa dampak positif bagi masyarakat yaitu mampu

menyerap tenaga kerja dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Namun di sisi

lain, Industri Tahu ini pun memberikan dampak negatif bagi lingkungan yaitu

meningkatnya air buangan dari pembuatan tahu.

Limbah tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu

maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah tahu keruh dan berwarna kuning

muda keabu-abuan, bila dibiarkan akan berwarna hitam dan berbau busuk.

Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum

dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk

makanan ternak, tetapi limbah cair dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan

karena pada umumnya limbah tersebut memiliki kandungan bahan organik yang

tinggi.

Potensi pencemaran badan air akibat tercemar air buangan cukup besar

karena dalam pembuatan tahu diperlukan air sekitar 75 � 150 liter untuk tiap kg

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-6

Kacang Kedelai

Pembersihan

Perendaman Air sisa perendaman Air dingin

Pencucian Air sisa pencucian Air dingin

Penggilingan Air dingin

Perebusan Air hangat

Penyaringan Air hangat

Pencetakan Air sisa pencetakan

Tahu

Pewarnaan Tahu Air sisa pewarnaan

kedelai dan sebagian besar air ini dibuang. Air yang digunakan kembali hanya air

bekas fermentasi yang digunakan sebagai bibit untuk pembutan tahu berikutnya

sekitar 50-70 liter. Pada umumnya pembuat tahu membuang air buangannya

langsung ke badan air penerima karena ketidaktahuan atau ketidakmampuan

untuk mengolah limbah tersebut.

2.3.1 Proses Terbentuknya Limbah Tahu

Limbah cair pada Industri Tahu ini berasal dari proses-proses yang terlibat

dalam pembuatan tahu, mulai dari proses awal yaitu pencucian kedelai, sampai

tahu yang telah jadi. Gambar 2.2 memperlihatkan proses pembuatan tahu.

Gambar 2.2 Proses pembuatan tahu secara konvensional (Royanti, 2001)

Secara sistematis, proses-proses yang terdapat dalam pembuatan tahu

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-7

Gambar 2.3 Skema proses pembuatan tahu

Dari berbagai tahapan proses pembuatan tahu tersebut dihasilkan limbah

yang berpotensi mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan. Limbah yang

dihasilkan dari proses pembuatan tahu antara lain :

Air dari proses perendaman dan pencucian kedelai.

Sisa air tahu yang tidak menggumpal.

Potongan tahu yang hancur pada saat proses karena kurang sempurnanya

proses penggumpalan.

Air sisa perebusan tahu dengan kunyit dan garam (apabila diproduksi juga

tahu kuning).

2.3.2 Karakteristik Air Limbah Tahu

Air limbah tahu mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut yang

akan mengalami perubahan secara fisika, kimia, dan hayati menghasilkan zat

beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit yang

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-8

merugikan baik pada tahu sendiri maupun tubuh manusia. Air limbah akan

berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini

akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam

tanah yang dekat dengan sumur, maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila

masih digunakan akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.

Hasil pemeriksaan air buangan dari Industri Tahu dengan mengambil

sampel Industri Tahu dari dua tempat, yaitu Industri Tahu Tauhid Lembang pada

tahun 2001, dan Industri Tahu Cibuntu pada tahun 2000 dan 2001 dapat dilihat

pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Hasil Pemeriksaan Air Buangan Industri Tahu

Parameter Satuan Kualitas Air Buangan Industri Tahu

Tauhid Cibuntu Dago Bengkok

(*) Gol. Baku

Mutu tahun '01 tahun '00 tahun '01 2007 III

pH - 5.3 4.5 � 5 3.61 4,1 � 5,15 6.0 - 9.0

Temperatur ºC 78 36 60 25 � 41 - Daya Hantar Listrik µmhos >1000 19390 5320 - -

3 -

400 1000

- 50

Oksigen Terlarut (DO) mg/l 2.3 - - - Warna Pt-Co 15000 - - - TSS mg/l 950 2319.6 148 460 � 1272 TDS mg/l 46338 13468 13050 -

Kekeruhan NTU 136.5 190 - - COD mg/l 1000 400 118000 8333,4 � 8409,6

BOD mg/l 3231 378,621 3400 - 3650 6

NTK mg/l 616.352 - 565.6 26,6 � 202,48 - - -

20 0.06

N � Ammonium mg/l 112.064 - 44.8 - N � Organik mg/l 504.288 - 520.8 -

Nitrat mg/l - 2.269 12.16 - Nitrit mg/l - 1.753 0 -

Zat Organik mg/l KmnO4 - - 3370.67 - - 1 Total fosfat mg/l - - - 0,523 � 2.998

Lemak mg/l - - - 10,52 � 30 -

Sumber : Katharina Oginawati, Bahan Kuliah Teknologi Bersih, 2006 (*)Sonie, 2007

Dari Tabel 2.3 diketahui bahwa parameter-parameter air buangan Industri

Tahu yang melewati baku mutu PP No.82 tahun 2001 untuk golongan III adalah :

pH, TSS, TDS, COD, BOD, Nitrit, total fosfat. Dengan demikian, jika air buangan

tahu ini langsung dibuang ke badan air dapat mengganggu keseimbangan

ekosistem air. Jika kandungan nitrogen atau fosfor dalam air tinggi maka akan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-9

mengakibatkan tertutupnya perairan oleh tanaman air. Jika keadaan ini dibiarkan

perairan dapat menjadi anaerob. Kondisi anaerob ini dapat mengganggu

kehidupan pada ekosistem air terutama bagi satwa air.

2.4 Wetland

Wetland atau lahan basah merupakan zona transisi antara tanah kening

(terrestrial) dan sistem perairan. Wetland mempunyai ciri khusus dengan adanya

air yang menggenangi daerah tersebut, dan memiliki tanah yang berbeda

dibanding daratan kening yang berdekatan dengan air, serta mendukung vegetasi

yang dapat beradaptasi pada kondisi basah dan tergenang.

Menurut Hammer (1992) wetland didefenisikan sebaagai sistem

pengolahan air limbah yang memenuhi tiga faktor:

a. Area yang tergenang air dan mendukung hidupnya tumbuhan air.

b. Media tempat tumbuh tumbuhan air, berupa tanah yang selalu digenangi air.

c. Media tumbuh tumbuhan air, bisa juga bukan tanah, tetapi media yang jenuh

dengan air.

Secara garis besar wetland dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Natural Wetland

Natural wetland merupakan pengolahan air yang terjadi secara alami,

seperti yang terjadi di rawa-rawa dekat pesisir pantai, ataupun sepanjang aliran

sungai yang lambat. Tumbuhan airnya tidak diperlakukan secara terencana, debit

air limbah yang mengalir tidak direncanakan, dan kehidupan biota sangat

beraneka ragam. Natural wetland, terutama pada daerah tropis, memiliki

perubahan level muka air yang cukup tinggi dan sering sehingga vegetasi harus

beradaptasi dengan keadaan hidrologi tersebut.

Natural wetland memiliki karakteristik yang spesifik terhadap komponen

fungsionalnya. Hasil pengolahan limbah yang diperoleh dari suatu tipe natural

wetland pada suatu daerah belum tentu memberikan hasil yang sama pada daerah

yang berbeda meskipun jenis limbahnya sama. Meskipun dapat diamati

peningkatan kualitas limbah cair yang telah melewati suatu natural wetland, tidak

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-10

mungkin untuk memperoleh hitungan yang tepat terhadap kemampuan penguraian

dari natural wetland tersebut.

Sebagai bahan pertimbangan dalam sistem natural wetland, yang harus

diperhatikan yaitu:

a. Pengolahan air Iimbah terbatas hanya untuk pengolahan lanjutan.

b. Tidak diketahui secara jelas bagaimana kondisi area untuk natural wetland ini.

Pada umumnya daerah tersebut sudah menerima beban air limbah dalam

waktu yang cukup lama, sehingga kondisinya sudah jenuh dan tidak dapat

menerima tambahan beban lagi.

c. Adanya eutrofikasi karena pembuangan air limbah domestik maupun industri

meningkatkan konsentrasi nutrien dalam area natural wetlan sehingga

menimbulkan peningkatan pertumbuhan tumbuhan air dalam area tersebut.

2. Constructed Wetland

Pada prinsipnya hampir sama dengan natural wetland, namun sistem

pengolahannya memilik struktur yang direncanakan seperti :

a. Debit aliran

b. Beban organik tertentu

c. Kedalaman media tanah maupun air < 0,6 m

d. Dilakukan pemeliharaan terhadap tumbuhah air selama proses pengolahan

berlangsung.

Pada constructed wetland level muka air sepanjang tahun hampir seragam,

tidak mengalami perubahan yang signifikan, kecuali pengaruh dari ketersediaan

limbah cair yang akan diolah.

Constructed wetland memiliki susunan media yang jauh berbeda dengan

natural wetland karena telah didesain seoptimal mungkin untuk memudahkan

pergerakan air. Sistem ini memakai berbagai konfigurasi yang berbeda seperti

jenis media dan jenis tumbuhan air.

Perbedaan yang paling jelas yaitu pada keanekaragaman hayati. Natural

wetland memiliki tingkat keanekaragaman dan kerapatan vegetasi yang tinggi

dibandingkan constructed wetland karena vegetasi yang ada telah terbentuk dan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-11

dibiarkan tumbuh secara alami. Sedangkan untuk constructed wetland biasanya

didesain hanya memiliki satu jenis vegetasi. Meskipun tiap tahun kerapatannya

semakin bertambah, kerapatan pada constructed wetland tetap rendah karena

dilakukan pembersihan (panen) untuk mengurangi kepadatan pada constructed

wetland.

Pada pertengahan tahun 1970-an, sudah banyak dilakukan penelitian,

pemanfaatan, perencanaan, dan pengontrolan kapasitas kemampuan penguraian

dari beberapa natural wetland untuk mengetahui kualitas air yang tepat. Penelitian

ini telah menghasilkan desain rekonstruksi atau ciptaan lahan basah untuk

mengolah limbah cair. Kenyataannya, cenderung untuk mempertahankan natural

wetland yang sudah ada dan untuk merancang constructed wetland yang sesuai

untuk purifikasi. Constructed wetland memiliki kemampuan efisiensi yang lebih

tinggi, jika dimanfaatkan untuk pengolahan air limbah. Hal ini disebabkan karena

constructed wetland lebih mudah dikontrol dan konstruksinya dapat didesain

sesuai dengan fasilitas yang dikehendaki seperti komposisi substrat, jenis

vegetasi, kecepatan aliran, dan debit aliran.

2.5 Constructed Wetland

Constructed wetland merupakan sistem pengolahan terencana atau

terkontrol yang telah didesain dan dibangun dengan menggunakan proses alami

yang melibatkan vegetasi wetland, media, dan mikroorganisme untuk mengolah

air limbah.

Aplikasi wetland saat ini sudah banyak digunakan di berbagai negara untuk

pengolahan limbah cair, baik domestik maupun non-domestik. Umumnya

constructed wetland digunakan sebagai kolam penyimpanan sebelum air limbah

dibuang ke lingkungan atau badan air sehingga diperlukan pengolahan awal

sebelum dialirkan ke dalam constructed wetland.

Constructed wetland sangat cocok diaplikasikan di negara-negara

berkembang karena sangat fleksibel dalam ukuran maupun fungsi yang

diperlukan. Sistem ini cocok diterapkan di Indonesia, karena selain lahan yang

dibutuhkan masih tersedia, juga iklim tropis yang sangat mendukung,

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-12

menyediakan lingkungan yang sangat baik untuk lahan basah buatan karena

temperatur yang lebih hangat dapat meningkatkan aktivitas biologis dan efisiensi

penyisihan.

Keunggulan constructed wetland dibandingkan dengan fasilitas pengolahan

limbah konvensional adalah :

1. Biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang lebih murah.

2. Pengoperasian dan perawatan lebih mudah sehingga dapat dilakukan oleh

tenaga lokal.

3. Mempunyai efisiensi yang cukup tinggi.

4. Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar sebagai

akibat fluktuasi hidrolis.

5. Bahan pencemar di dalam air limbah dapat didaur ulang untuk menjadi

biomassa yang bernilai ekonomis.

6. Cocok dikembangkan di pemukiman kecil, daerah pertanian, dan daerah

pertambangan yang mampunyai lahan cukup luas.

7. Memberikan keuntungan yang tidak langsung seperti pemanfaatan tanaman

yang digunakan pada constructed wetland (bahan dasar untuk pakan ternak,

kosmetik, obat-obatan, kertas, pupuk, tanaman hias), mendukung fungsi

ekologis, kawasan hijau, habitat satwa, dan juga untuk pendidikan dan

kawasan rekreasi.

Walaupun memiliki sejumlah keunggulan, teknologi constructed wetland

seperti teknologi pengolah air limbah lainnya juga mempunyai keterbatasan

(Hammer, 1989). Beberapa keterbatasan constructed wetland dibandingkan

dengan fasilitas pengolahan limbah konvensional adalah :

1. Memerlukan lahan yang luas.

2. Kriteria desain dan operasi masih belum jelas.

3. Kompleksitas biologis dan hidrologis belum dipahami dengan baik.

4. Kemungkinan berkembangnya vektor penyakit dalam sistem constructed

wetland seperti nyamuk.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-13

2.5.1 Tipe Constructed Wetland

Pada dasarnya aliran air dalam sistem constructed wetland terdiri dari dua

aliran (EPA, 1988), yaitu aliran permukaan (Free Water Surface) dan aliran

bawah permukaan (Subsurface Flow System). Pada subsurface flow system ada

dua macam pola aliran yaitu aliran horizontal (Horizontal subsurface flow, HSF),

dan aliran vertikal (vertical flow system, VFS).

2.5.1.1 Free Water Surface (FWS)

Pada sistem ini air mengalir dari satu kolam ke kolam lain dengan

permukaan air yang terbuka. Pada bagian dasar tanah telah dilapisi dengan bahan

yang kedap air, misalnya lapisan tanah liat, dan plastik.

Pengolahan awal biasanya digunakan terlebih dahulu dan selanjutnya

terjadi pengolahan dimana air limbah mengalir pelan melewati batang dan akar

tanaman yang ditanam di atas kolam. Proses pengendapan merupakan mekanisme

pengolahan utama pada tipe ini.

Kolam berisi tanaman terapung, lapisan tanah di dasar kolam berfungsi

sebagai media akar. Kedalaman air berkisar dari 0,3 m sampai 0,8 m, tergantung

dari tujuan dibangunnya lahan basah buatan ini. dengan debit air limbah cair

berkisar 4 - 75.000 m3/detik. Bentuk penampang dan pola aliran pada sistem ini

dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pola aliran pada FWS Sumber: http://www.iridra.com/index_eng.htm

Pada prakteknya, free water system jarang digunakan karena sistem ini

dapat menjadi sarang bagi vektor penyakit (seperti nyamuk) serta menimbulkan

bau. Jenis constructed wetland yang sering digunakan yaitu HSF dan VSF.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-14

2.5.1.2 Vertical Flow System (VFS)

Pada dasarnya tipe ini hampir sama dengan tipe HSF, hanya berbeda pada

arah aliran air. Sistem pengalirannya tidak dilakukan secara kontinu tetapi dengan

batch. Air limbah cair yang masuk dari atas akan mengalir ke bawah dengan

melewati zona akar dengan gaya gravitasi akhirnya keluar dari dasar media. Tipe

vertical flow system dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pola aliran pada VFS Sumber: http://www.iridra.com/index_eng.htm

VFS baik digunakan untuk proses nitrifikasi karena kemampuan transfer

oksigen yang tinggi, serta penyisihan BOD dan COD. VFS kurang bagus untuk

penyisihan partikel tersuspensi dan dapat mengakibatkan clogging jika pemilihan

pasir tidak tepat.

2.5.1.3 Horizontal Subsurface Flow (HSF)

Horizontal subsurface flow (HSF) berupa kolam atau reservoir yang berisi

material dasar yang dipilih secara granulometry dengan tujuan untuk memastikan

hydraulic conductivity (media yang digunakan umumnya pasir dan kerikil).

Fungsi dari material dasar tersebut untuk mendukung pertumbuhan akar. Dasar

kolam harus kedap air dengan tujuan untuk mencegah terjadinya presipitasi ke

dalam tanah sebelum sempat diolah pada constructed wetland, biasanya dilapisi

dengan tanah liat atau membran sintetis (HDPE atau LDPE 2 mm). Dasar

constructed wetland biasanya diberi slope (sekiatr 1%) untuk memastikan pada

constructed wetland terjadi aliran dari inlet ke outlet. Tipe horizontal subsurface

flow dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-15

Gambar 2.6 Pola aliran pada HSF Sumber: http://www.iridra.com/index_eng.htm

Kedalaman media berkisar antara 0,3-0,6 m. Tinggi permukaan air

dipertahankan selalu berada sekitar 15 cm di bawah permukaan media dengan

mengatur ketinggian outlet agar berada di bawah permukaan media. Tanah atau

media dalam HSF akan menjadi anaerob karena penggenangan yang terus

menerus.

Vegetasi dari HSF ini ditanam di media lapisan paling atas. Tanaman yang

berada di atas media memilki kemampuan dalam mengadsorbsi oksigen dengan

menggunakan daun dan batang yang berada diatas permukaan media. Oksigen

ditransfer ke akar sehingga keadaan di sekitar akar dapat menjadi aerob. Tanaman

dapat mentransfer oksigen sekitar 5-45 g oksigen per hari per meter persegi luas

permukaan constructed wetland, tergantung pada kepadatan tanaman dan oxygen

stress levels pada zona akar. Sebagian dari oksigen yang berada di dalam akar

dapat mencapai permukaan akar atau rhizome sehingga membentuk aerobic

microsites. Aerobic microsites dapat membantu proses aerobik yang terjadi pada

mikroorganisme, seperti proses nitrifikasi. Untuk meningkatkan efisiensi HSF

sangat penting untuk memperluas penetrasi akar ke dalam media sehingga

menciptakan kontak yang lebih besar antara akar dan limbah.

Keuntungan dari tipe HSF ini adalah tidak adanya genangan air yang dapat

menimbulkan bau dan menjadi tempat nyamuk berkembang biak. HSF baik

digunakan untuk penyisihan partikel tersuspensi karena kemampuannya untuk

menyaring, penyisihan BOD, dan denitrifikasi (selama masih tersedia oksigen

dalam bentuk nitrat). Bila didesain dan dibuat konstruksi yang baik operasinya

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-16

akan mudah dan proses pengolahannya berjalan secara alamiah dalam kurun

waktu yang cukup lama yaitu 15-20 tahun.

Kekurangan dari HSF yaitu tidak bagus untuk proses nitrifikasi karena

keterbatasan kemampuan transfer oksigen. Selain itu bakteri menghasilkan

biofilm yang dapat menyumbat pori-pori media sehingga menyebabkan clogging.

Sering terjadi aliran pendek yang menyebabkan menurunnya efisiensi pengolahan.

HSF tidak cocok digunakan untuk pengolahan air limbah yang mempunyai beban

suspended solid sangat tinggi. Oleh karena itu dianjurkan adanya unit pengolahan

pendahuluan seperi bak sedimentasi, tangki septik, tangki imhoff, dll. Biaya

konstruksi yang dibutuhkan untuk tipe ini juga jauh lebih tinggi dari tipe free

water surface.

Untuk mendesain wetland horizontal subsurface flow ada beberapa kriteria

desain yang telah ditetapkan melalui beberapa percobaan. Pada Tabel 2.4 dapat

dilihat kriteria desain yang dapat digunakan pada susbsurface wetland.

Tabel 2.4 Kriteria Desain Pada Horizontal Subsurface Flow

Parameter Desain Satuan Metcalf Eddy,

1991 Crites &

Tchobanouglous, 1998

Waktu detensi hidrolis

Hari 4-15 3-4 (BOD)

6-10 (N)

Tinggi muka air Cm 30-75 30-60

Beban BOD g/m2.h <6,65 <11,2

Beban hidrolis m3/m2.h 0,014-0,047 -

Berdasarkan US-EPA (1993) langkah pertama yang perlu diketahui untuk

mendesain constructed wetland yaitu menghitung nilai KT yang berguna untuk

menentukan luas permukaan constructed wetland. KT merupakan konstanta

temperatur yang diperoleh dari konversi konstanta pada saat suhu 20oC dengan

faktor koreksi 1,1. Persamaan untuk menghitung nilai KT dapat dilihat pada

persamaan 2-1. Suhu yang digunakan untuk menghitung nilai KT yaitu suhu

terendah yang dimiliki oleh limbah cair pada saat musim dingin. Hal ini dilakukan

karena pada saat musim dingin, aktivitas penguraian zat organik oleh

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-17

mikroorganisme berjalan lambat Sehingga akan dibutuhkan waktu detensi lebih

lama untuk menghasilkan efluen yang diinginkan.

KT = K20 (1,06)(T-20) (2-1)

(USEPA, 1993)

KT = konstanta temperatur (/hari)

K20 = 1,104/hari

T = suhu air (oC)

Nilai KT yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung waktu detensi

(t) untuk penyisihan BOD serta luas permukaan dengan menggunakan rumus 2-2

dan 2-3. Ada beberapa literatur yang langsung memberikan nilai KT sehingga

persamaan 2-4 langsung dapat digunakan. Menurut (Arceivala,1998), nilai KT

untuk daerah yang hangat seperti India memiliki nilai KT berkisar 0,18-0,2/hari.

Namun, data ini masih harus diteliti lebih lanjut.

t = T

oe

K

CC )/ln( (2-2)

AS = dn

Qt (2-3)

Persamaan 2-2 dan 2-3 dapat ditulis menjadi persamaan 2-4. Untuk nilai n

dapat dilihat pada Tabel 2.4.

AS = dnK

CCQ

T

eo )ln(ln (2-4)

AS = luas permukaan constructed wetland (m2)

Q = debit (m3/hari)

Ce = efluen BOD (mg/l)

Co = influen BOD (mg/l)

KT = konstanta temperatur (/hari)

d = kedalaman media (m)

n = porositas media

Untuk penampang melintang dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan 2-5. Nilai Ks dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-18

Ac = SK

Q

s

(2-5)

AC = luas penampang constructed wetland (m2)

Q = debit (m3/hari)

KS = Hydraulic konductivity (m3/m2/hari)

S = Slope

Setelah memperoleh nilai Ac dapat dihitung lebar constructed wetland (W)

dengan menggunakan persamaan 2-6. Serta juga dapat diperoleh panjang

constructed wetland (L) dengan menggunakan persamaan 2-7.

W = AC / d (2-6)

L = AS / W (2-7)

Setelah dimensi constructed wetland dan debit diketahui maka dapat

dihitung waktu detensi (t) yang digunakan pada constructed wetland dengan

menggunakan persamaan 2-8.

QLWdnt (2-8)

Tabel 2.5 Karakteristik Media pada Subsurface Flow System

Tipe media Max 10%

Ukuran butiran (mm)

Porositas (n)

(%)

Ks

(m3/m2/hari)

Coarse Sand

Gravelly Sand

Fine Gravel

Medium Gravel

Coarse Rock

2

8

16

32

128

32

35

38

40

45

1000

5000

7500

10000

100000

Sumber: USEPA, 1993

2.5.2 Komponen-komponen Constructed wetland

Agar pengolahan air limbah efektif maka constructed wetland

membutuhkan beberapa komponen penting (Hammer, 1989), yaitu:

1. Substrat/ media (tanah, pasir, kerikil, dll) dengan berbagai tingkat

konduktivitas hidrologis.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-19

2. Tumbuhan akuatik, baik yang tumbuh melekat pada substrat maupun yang

mengapung dalam air.

3. Genangan air baik yang mengalir di atas atau di bawah permukaan tanah.

4. Mikroorganisme aerob dan anaerob.

5. Hewan yang bertulang belakang dan tidak bertulang belakang.

Komponen biotik dan abiotik pada constructed wetland saling berinteraksi

membentuk keseimbangan jaring-jaring makanan dan perpindahan energi. Ketika

air limbah masuk ke dalam sistem tersebut, bahan pencemar yang terkandung di

dalamnya akan menjadi salah satu bahan baku dalam mata rantai makanan yang

akan didegradasi oleh mikroorganisme dan diserap oleh tanaman.

2.5.2.1 Substrat/Media

Substrat/media yang sering digunakan dalam constructed wetland adalah

tanah, pasir, kerikil. Media ini mempunyai nilai konduktivitas tertentu yang akan

mempengaruhi waktu detensi sistem. Konduktivitas hidrolis merupakan

kemampuan media untuk menghantarkan atau melewatkan cairan. Semakin besar

nilai konduktivitas maka nilai waktu detensi semakin kecil. Pemilihan media

yang akan digunakan tergantung pada karakteristik air limbah, tujuan utama

pengolahan yang diinginkan, dan karakteristik desain yang akan digunakan.

Masing-masing media memiliki kelebihan dan kekurangan tertentu

sehingga pada prakteknya seringkali digunakan kombinasi dari beberapa media.

Tanah baik untuk pertumbuhan tanaman, menyediakan dukungan fisik yang

diperlukan bagi sistem perakaran dan juga berfungsi sebagai reservoir udara, air,

dan nutrien yang juga penting bagi tanaman. Tanah juga dapat menyerap

senyawa- senyawa organik dan nutrien yang terdapat pada air buangan (tanah liat

sering digunakan sebagai media untuk penyisihan fosfor). Pasir baik untuk

pertumbuhan tanaman, penetrasi akar tanaman dapat menjadi lebih dalam. Media

pasir akan cepat mengalami clogging jika beban suspended solid pada air buangan

cukup tinggi. Kerikil dapat mengatasi masalah clogging, akan tetapi kurang baik

untuk aktivitas dan perkembangbiakan bakteri dibandingkan tanah dan pasir.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-20

2.5.2.2 Vegetasi dalam Constructed Wetland

Tanaman adalah komponen penting dalam constructed wetland yaitu

mentransfer oksigen melalui akar dan sistem rhizome menuju bagian dasar media

dan meyediakan suatu media di bawah air untuk tempat melekatnya

mikroorganisme. Selain itu tanaman air juga menyerap bahan pencemar dari air

limbah untuk menjadi biomassa yang dapat bernilai ekonomis tergantung jenis

tanamannya.

Beberapa tanaman air dapat menyerap zat-zat organik dan beberapa

komponen organik dalam air. Tanaman akan melahirkan suatu micro ecosystem

yang menghasilkan sinergi yang positif terhadap proses pengolahan limbah.

Tanaman tersebut mengarsorbsi dan meleburkan material-material terlarut

tersebut ke dalam struktur metabolisme mereka sendiri.

Kadar unsur hara anorganik ideal yang dibutuhkan oleh tanaman

ditunjukkan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kadar Unsur Hara Anorganik Ideal yang Dibutuhkan Tanaman

Unsur hara anorganik Komposisi ideal bagi tanaman (mg/l) Nitrat (sebagai N)

Ammonia nitrogen (sebagai N) Fosfor (sebagai P)

Kalium Kalsium

Magnesium Besi

Mangan Natrium

Klor

40-45 0,1

90-100 90-100

125 85

8-12 1

60 50

Sumber : Wheatley, 1987

Fungsi tanaman air dalam pengolahan air limbah dengan constructed

wetland adalah sebagai berikut :

1. Akar atau batang yang terendam dalam air :

sebagai tempat tumbuhnya bakteri

sebagai media absorbsi dan filtrasi dari solid

2. Batang atau daun pada atau di atas permukaan air :

mengurangi sinar matahari sehingga dapat mencegah pertumbuhan alga

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-21

mengurangi efek angin dari air

meningkatkan transfer oksigen ke akar

Tujuan utama pemanfaatan tanaman ini adalah untuk menjaga kondisi

konduktivitas hidrolis dari bidang pengolahan dan menyediakan sarana transfer

oksigen dari udara ke akar. Tanaman mengkonversi energi sinar matahari menjadi

energi kimia dan membawa oksigen dari permukaan daun dan batang untuk

dilepaskan di akar, sehingga dapat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa

organik dan anorganik. Zona akar tanaman pada constructed wetland dapat dilahat

pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Zona akar tanaman pada wetland

(Sumber : www.Constructed wetland /wastewater treatment system.com)

Pada daerah akar terjadi degradasi materi organik secara aerob dan anaerob.

Selama limbah cair melewati rizosfer dari tanaman, materi organik akan

terdekomposisi akibat aktivitas mikroba, nitrogen terdenitrifikasi, jika tersedia

materi organik yang cukup, phosphor dan logam berat akan teradsorpsi oleh

media.

Vegetasi berperan sebagai tempat terjadinya proses penguraian dengan

pengembangan mikroba aerobik pada rizosfer dan transfer oksigen dari atmosfer

ke bagian akar serta mengisi pori-pori tanah dengan oksigen mengakibatkan

terjadinya proses oksidasi yang baik pada limbah cair.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-22

2.5.2.3 Mikroorganisme

Beberapa jenis mikroorganisme yang terdapat dalam construced wetland

antara lain bakteri aerob dan anaerob, actinomycetes, jamur, dan alga. Distribusi

mikroorganisme pada profil memanjang tanah dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Distribusi Mikroorganisme pada Profil Memanjang Tanah

Kedalaman (cm)

Organisme / gr tanah *103

Bakteri Aerob

Bakteri Anaerob

Actinomycetes Jamur Alga

3-8 20-25 35-40 65-75

135-145

7800 1800 472 10 1

1950 379 98 1

0,4

2080 248 49 5 -

119 50 14 6 3

25 5

0,5 0,1 -

Sumber : Alexander, 1961

Bakteri

Bakteri merupakan kelompok mikroorganisme dalam tanah yang paling

dominan dan lebih setengah dari biomassa mikroba dalam tanah. Bakteri terdapat

dalam segala tipe tanah tetapi populasinya menurun dengan bertambahnya

kedalaman. Dalam kondisi anaerob, bakteri mendominasi tempat dan

melaksanakan kegiatan mikrobiologi dalam tanah karena jamur dan actinomycetes

tidak dapat tumbuh baik tanpa adanya oksigen.

Ketika bahan pencemar memasuki sistem constructed wetland, bakteri

yang ingin memperoleh energi akan menguraikan bahan pencemar yang kompleks

seperti senyawa organik untuk menjadi senyawa yang lebih sederhana dan dapat

diserap oleh tumbuhan.

Bakteri aerob menguraikan bahan organik dengan menggunakan oksigen

dan menghasilkan air, karbondioksida, dan energi. Bakteri anaerob menggunakan

ion nitrat dan sulfat untuk menguraikan bahan organik dan hasil yang diperoleh

adalah karbondioksida, energi, gas nitrogen bagi bakteri yang menggunakan ion

nitrat, atau gas asam sulfida bagi bakteri yang menggunakan ion sulfat. Bakteri

fakultatif dapat mencerna bahan organik baik dalam keadaan ada oksigen maupun

tidak ada oksigen. Bakteri fakultatif bersama dengan bakteri anaerob menguraikan

senyawa-senyawa organik menjadi gas metana, karbondioksida, dan energi.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-23

Jamur

Jamur memiliki kemampuan menguraikan bahan organik sisa-sisa

makhluk hidup dengan cara menggunakan enzim untuk menjadi senyawa yang

lebih sederhana dan menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman.

Bersama-sama dengan bakteri, jamur merupakan organisme yang berperan

mengembalikan bahan yang terbentuk dari sintesa oleh tumbuhan dan hewan

tingkat tinggi untuk kembali menjadi senyawa yang sederhana. Dalam lingkungan

air, jamur hifomisetes mampu menguraikan sisa-sisa tumbuhan yang

mengandung lignin untuk menjadi senyawa yang lebih sederhana yang

memudahkan mikroorganisme untuk mengkonsumsinya. Tanpa organisme

pengurai ini bahan organik tersebut akan bertahan lama di lingkungan.

Actinomycetes

Actinomycetes adalah organisme tanah yang memiliki sifat-sifat mirip

bakteri dan jamur, tetapi juga mempunyai ciri khas cukup berbeda yang

menjadikannya menjadi satu kelompok yang berbeda. Kelompok ini memiliki

kemiripan dengan jamur tidak sempurna, dalam hal medium aerialnya yang

membentuk spora sebanyak-banyaknya dan dalam hal pembentukan suatu

gumpalan atau butiran yang jelas dalam kultur cair. Actinomycetes berbeda dari

jamur dalam hal komposisi dinding selnya. Actinomycetes tidak memiliki kitin

dan selulosa yang umum dijumpai dalam dinding sel jamur.

Actinomycetes hadir secara luas dalam tanah maupun air dan hampir

semuanya aerobik. Jumlah actinomycetes meningkat dengan adanya bahan

organik yang mengalami dekomposisi. Biasanya actinomycetes tidak toleran

terhadap asam dan jumlahnya menurun pada pH 5,0. Rentang pH yang optimum

adalah antara 6,5-8,0.

Algae

Pada umumnya alga bersel banyak dan hanya beberapa diantaranya yang

bersel tunggal. Kebanyakan organisme ini hidup dalam air dan merupakan

produsen zat organik terbesar dalam lingkungan akuatik. Zat-zat anorganik seperti

karbondioksida, ammonia, nitrat, dan fosfat merupakan sumber makanan baku

bagi algae untuk membentuk sel-sel baru dan memproduksi oksigen. Alga dapat

berupa sel tunggal yang mungkin bergerak (motile) dengan bantuan flagellata atau

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-24

diam (non motile), atau dapat juga berupa jaringan sel banyak. Alga dan bakteri

yang hidup dalam lingkungan yang sama tidak akan berkompetisi dalam hal

memperoleh makanan, bahkan mereka mempunyai simbiose, yaitu alga

memanfaatkan end-product dari dekomposisi zat organik yang dilakukan oleh

bakteri dan alga menghasilkan oksigen untuk menjaga kondisi aerobik yang

diperlukan oleh bakteri.

2.5.2.4 Kehidupan hewan

Sistem constructed wetland sangat mendukung kehidupan hewan, baik

hewan bersel tunggal maupun bersel jamak. Hewan-hewan besel tunggal seperti

protozoa dan flagellate mengkonsumsi bakteri, alga, protozoa lain yang lebih

kecil, dan partikel organik padat yang tesuspensi dalam air. Karena itu, organisme

bersel tunggal juga berperan serta dalam pengolahan air limbah pada sistem

constructed wetland.

2.5.3 Mekanisme Penyisihan Parameter Pencemar

Prinsip utama pengolahan dalam constructed wetland adalah

memanfaatkan mikroorganisme dan tanaman dalam menguraikan limbah. Air

limbah yang dialirkan ke media constructed wetland, akan diserap dan dicerna

oleh mikroorganisme dan tanaman air yang hidup dalam constructed wetland.

Tumbuhan yang hidup di constructed wetland membutuhkan unsur hara yang

terkandung dalam air. Selain itu rapatnya tumbuhan akuatik memperlambat aliran

air yang masuk ke perairan sehingga membantu proses pengendapan partikel

tersuspensi dalam air buangan.

Secara tidak langsung tanaman berperan penting dalam mendukung

kehidupan mokroorganisme pengurai limbah seperti bakteri, jamur, alga, dan

protozoa. Batang, cabang, daun, dan akar tanaman akuatik menyediakan

kebutuhan oksigen untuk mikroorganisme dan habitat bagi tempat hidup dan

berkembangnya mikroorganisme.

Akar tanaman akuatik di dalam media tanah akan mengeluarkan oksigen

sehingga akan terbentuk zona rhizosfer yang kaya oksigen. Zona rhizosfer ini

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-25

akan terbentuk di seluruh permukaan rambut akar, sehingga semakin besar luas

permukaan akar maka zona rhizosfer yang terbentuk akan semakin besar. Oksigen

akan mengalir ke akar melalui batang setelah berdifusi dari atmosfer melalui pori-

pori daun (Brix, 1987). Diperkirakan oksigen yang dilepas oleh akar tumbuan

akuatik berkisar antara 5-45 mg tiap satu meter persegi luas permukaan akar

(Reed, et, al, 1995). Tumbuhan akuatik mampu memasok oksigen ke dalam tanah

di bawah permukaan air sebanyak 0,2-10 cm3 oksigen per batang per menit (Brix,

et al, 1992)

Dalam constructed wetland terdapat suatu saling ketergantungan yang erat

antara tanaman dan mikroorgansime. Tanaman menyediakan tempat hidup dan

memasok oksigen ke dalam media sehingga membantu mikroorganisme dalam

mendegradasai bahan pencemar. Sebaliknya tumbuhan membutuhkan

mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar menjadi unsur hara yang

dapat diserap oleh tanaman.

Ditinjau secara fisik kimiawi, dan biologis, mekanisme penyisihan bahan

pencemar dari air buangan dapat terjadi melalui proses-proses berikut (Wildeman

dan Laudon, 1989) :

1. Filtrasi suspended solid dan koloidal yang terdapat dalam air.

2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tanaman.

3. Pengikatan bahan pencemar dengan substrat seperti tanah dan pasir.

4. Presipitasi dan netralisasi melalui pembentukan NH3 dan HCO3- (bikarbonat)

dari penguraian bahan biologis oleh aktivitas bakteri.

5. Presipitasi logam dengan oksidasi dan reduksi yang dikatalisir oleh aktivitas

bakteri.

Proses di atas dapat terjadi secara simultan, atau didominasi oleh salah

satu diantaranya tergantung dari keadaan fisik, kimia, dan biologis yang terdapat

di lingkungan constructed wetland.Beberapa mekanisme penghilangan bahan

pencemar dan bahan pencemar yang diolah ditunjukkan pada Tabel 2.8

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-26

Tabel 2.8 Mekanisme Penghilangan Bahan Pencemar dalam Wetland

Mekanisme Bahan Pencemar (a) Keterangan Fisika:

* Sedimentasi P -Partikel padat yang dapat mengendap S -Koloida partikel padat

I -BOD, nitrogen, fosfor, logam berat, bahan organic yang sukar terurai,

bakteri dan virus

Pengaruh gravitasi bumi

* Penyaringan S -Partikel padat yang dapat mengendap Partikel tersaring secara mekanis ketika air melewati

substrat/media, massa akar, atau fauna air.

Mekanisme Bahan Pencemar (a) Keterangan Kimiawi :

* Presipitasi P -Fosfor, logam berat Pembentukan partikel padat dalam bentuk yang tidak terlarut

atau bersama-sama dengan bahan lain (ko-presipitasi)

* Adsorbsi P -Fosfor, logam berat

S -Bahan organik yang sukar terurai Adsorpsi pada permukaan

substrat/media atau tanaman

* Penguraian P -Bahan organik yang sukar terurai

Proses penguraian senyawa yang kurang stabil karena pengaruh sinar matahari, oksidasi, dan

reduksi Biologi:

* Metabolisme mikroba

P -Koloida partikel padat, BOD, nitrogen, bahan organik yang sukar terurai, logam

berat.

Penghilangan koloida partikel padat oleh bentos yang

tersuspensi dalam air. Degradasi senyawa organic oleh mikroba. Nitrifikasi dan denitrifikasi oleh

bakteri. Oksidasi logam yang diperantarai oleh mikroba.

* Metabolisme tanaman (b)

S -Bahan organik yang sukar terurai, bakteri, dan virus

Pengangkatan dan metabolisme bahan organik oleh tanaman. Sejumlah eskskresi oleh akar bersifat toksik bagi organisme

yang berasal dari usus manusia/

* Absorbsi oleh tanaman

S -Nitrogen, fosfor, logam berat, bahan organik yang sukar terurai

Dalam keadaan yang sesuai , bahan-bahan pencemar tersebut

akan diserap oleh tanaman dalam jumlah yang signifikan.

* Kematian alami P -Bakteri dan virus Dalam lingkungan yang tidak

mendukung, organisme tersebut akan mengalami kematian.

Sumber : Stowell, et al., 1980

Keterangan : (a) P: efek primer, S: efek sekunder, I: efek tambahan (efek

sampingan yang terjadi bersamaan dengan proses penghilangan

bahan pencemar lain)

(b) Metabolisme termasuk reaksi biosintesis dan katabolisme

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-27

Constructed wetland memiliki kemampuan untuk mengolah berbagai air

limbah domestik dan non domestik (pertanian dan peternakan, tambak,

pertambangan, leachate landfill, air limbah rumah sakit, dan lain-lain).

Kemampuan constructed wetland dipengaruhi oleh iklim dan temperatur.

Perbandingan kemampuan constructed wetland dalam menyisihkan beberapa

parameter pencemar di daerah empat musim dan daerah tropis dapat dilihat pada

Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Kemampuan Constructed Wetland dalam Menyisihkan Parameter

Pencemar

Parameter

Efisiensi Penyisihan (%) Daerah empat musim Daerah tropis

BOD COD T-N T-P

Coliform

73-90 80-95 35-64 25-55

99

80-95 73-97 58-95 67-94

99 Sumber: Meutia, 2002

Kemampuan constructed wetland di daerah tropis lebih baik karena tidak

adanya musim dingin yang menurunkan aktivitas mikroorganisme dan tanaman.

Khususnya untuk penyisihan senyawa nitrogen dan fosfor, constructed wetland di

daerah tropis mempunyai kemampuan lebih tinggi daripada yang berada di daerah

empat musim (Meutia, diambil dari TA Sonie, 2007).

2.5.3.1 Penyisihan Suspended Solid

Penyisihan suspended solid terjadi melalui proses sedimentasi dan filtrasi.

Pengendapan partikulat yang diakibatkan oleh gaya gravitasi dikategorikan

sebagai pengendapan diskrit atau pengendapan flokulan. Pemisahan ini tergantung

pada ukuran partikel, massa jenis, bentuk, massa jenis fluida, dan viskositas.

Pengendapan diskrit tidak dipengaruhi oleh partikel lain, perubahan ukuran atau

densitas.

Sedimentasi pada sistem constructed wetland aliran horiozontal menjadi

lebih efektif karena kecepatan aliran yang rendah, luas permukaan yang besar,

adsorbsi pada biofilm yang melekat pada media dan sistem akar.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-28

Mekanisme filtrasi pada sistem constructed wetland tergantung pada

ukuran solid dan media yang digunakan pada constructed wetland. Jika ukuran

media yng digunakan semakin kecil maka efisiensi filtrasi semakin besar.

Kemampuan constructed wetland untuk menyisihkan total solid dapat

dilihat pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Kemampuan Constructed Wetland Menyisihkan Total Solid

Reaktor COD

Influen ABR (mg/L)

HRT (hari)

Influen (mg/L)

Effluent (mg/L)

Efisiensi (%)

HSF bersekat

Sagittaria lancifolia 400

3 374 266 28,8

5 250 214 14,4

HSF bersekat

Sagittaria lancifolia 600

3 550 414 24,73

5 328 272 17,07

HSF tanpa sekat

Sagittaria lancifolia 400

3 378 252 33,33

5 270 196 27,41

HSF tanpa sekat

Sagittaria lancifolia 600

3 556 420 24,46

5 400 258 35,5

Sumber : Sonie, 2007

2.5.3.2 Penyisihan Senyawa Organik

Konversi biokimia merupakan mekanisme yang sangat penting dalam

degradasi senyawa organik dalam constructed wetland. Penyisihan senyawa

organik dapat melalui mineralisasi dan pembentukan biomassa yang baru.

Mikroorganisme akan mengkonsumsi senyawa organik untuk bertahan hidup dan

reproduksi. Senyawa organik menjadi sumber energi untuk sintesa biomassa.

Metabolisme dapat terjadi secara aerobik dan anaerobik tergantung pada

tersedianya oksigen. Metabolisme aerobik merupakan konversi yang lebih efisien.

Reaksi anoxic (respirasi anaerobik) menggunakan nitrat, karbonat, dan sulfat

sebagai akseptor elektron (seperti fungsi oksigen pada reaksi aerob).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-29

Senyawa organik dapat ditetapkan dengan COD (Chemical Oksygen

Demand) yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa

organik secara kimia dan BOD (Biochemical Oxygen Demand) yaitu jumlah

oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri selama penguraian senyawa organik pada

kondisi aerob.

Pada oksidasi materi organik secara aerob, karbon merupakan sumber

energi bagi bakteri yang akan direspirasikan dalam bentuk karbondioksida.

Bakteri tersebut menggunakan sisa karbon bersama dengan fosfor dan nitrogen

membentuk sel-sel baru dan sebagian menjadi energi. Oksigen berfungsi sebagai

akseptor elektron selama oksidasi zat organik berlangsung dan reaksi akan

terhenti jika oksigen tidak tersedia.

Meknisme dekomposisi anaerob merupakan mekanisme yang sangat

kompleks. Proses yang terjadi terdiri dari 2 tahap. Pada tahap pertama yang

dikenal sebagai tahap fermentasi asam, zat organik kompleks akan didegradasi

menjadi asam berantai lebih pendek, alkohol, aldehid, dan lain-lain. Kemudian

pada tahap kedua yang dikenal sebagai fermentasi metan, materi pada tahap

pertama dikonversikan menjadi gas metan (CH4), ammonia (NH3),

karbondioksida (CO2), dan hidrogen (H2). Seperti halnya proses aerob, proses

anaerob mengkonversi karbon, nitrogen, fosfor, dan nutrien lainnya menjadi sel-

sel baru.

Kemampuan constructed wetland yang sudah diterapkan di berbagai

tempat baik skala lapangan, pilot project, maupun skala laboratorium untuk

penyisihan COD dapat dilihat pada Tabel 2.11. Pada Tabel dapat dilihat bahwa

penyisihan COD cukup tinggi baik untuk constructed wetland skala lapangan

maupun skala pilot project.

Tabel 2.11 Kemampuan Constructed Wetland Menyisihan COD

Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal (mg/l)

Penyisihan Keterangan

Domestik Vertikal 467 mg/l 92 % CW Hof Mohr, Jerman

Domestik Horizontal, dgn

Phragmites 393

98 %

CW Germerswang, Jerman

Industri Kentang

Kombinasi, dgn Typha, Scirpus

2986 95% Skala pilot project, 4

stage, USA Leachate Landfill

Horizontal, dgn Phragmites

1264 68 % Skala pilot project, 2

stage, Slovenia

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-30

Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal (mg/l)

Penyi sihan

Keterangan

Limbah Pertanian

Kombinasi, dgn Phragmites

1465 97,6 % CW Rugeley, 4 satge,

UK.

Domestik Horizontal, dgn

Typha 146 96,5 %

1 stage & 3 kolam stabilisasi, Kenya

Limbah Rumah Sakit

Kombinasi, dgn Phragmites

768 95 % 2 stage, Nepal

*Limbah Domestik

Horizontal, dgn Typha,

kangkung 50-500 15-75%

2 stage&kolam ikan, Pesantren Arafah. Kab

Bandung

** Limbah RPH, Tahu

HSF bersekat (td=5 hari), dgn

Sagittari lancifolia

106-128 81,82-

84,38% Skala lab, 2 stage, Dago

Bengkok Bandung

Sumber: Haberl, R. (1997) & Cooper, P (1998) * Meutia, 2002 ** Sonie, 2007

Kemampuan constructed wetland untuk menyisihkan BOD dapat dilihat

pada Tabel 2.12. Kemampuan constructed wetland dalam penyisihan BOD

cukup tinggi.

Tabel 2.12 Kemampuan Constructed Wetland Menyisihan BOD

Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal (mg/l)

Penyisihan Keterangan

Domestik Horizontal, dgn

Phragmites 191

100 %

CW Germerswang, Jerman

Leachate Landfill

Horizontal, dgn Phragmites

60 46 % Skala pilot project, 2

satage, Slovenia Limbah

Pertanian Kombinasi, dgn

Phragmites 1100 72,3 %

CW Rugeley, 4 satge, UK.

Domestik Horizontal, dgn

Typha 103 98,4 %

1 stage & 3 kolam stabilisasi, Kenya

Limbah Rumah Sakit

Kombinasi, dgn Phragmites

328 98 % 2 stage, Nepal

*Limbah Lab. Kimia

Horizontal bawah

permukaan 50 95%

Skala lab, 2 stage, LIPI Cibinong

*Limbah Lab. Kimia

Horizontal permukaan

(FWS) 50 94%

Skala lab, 2 stage, LIPI Cibinong

*Limbah Domestik

Horizontal, dgn Typha,

kangkung 29-518 15-95%

2 stage, kolam ikan, Pesantren Arafah. Kab

Bandung

** Limbah RPH, Tahu

HSF bersekat (td=5 hari), dgn

Sagittari lancifolia

58,5 85,14% Skala lab, 2 stage, Dago Bengkok Bandung

Sumber: Haberl, R. (1997) & Cooper, P (1998) * Meutia, 2002 ** Sonie, 2007

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-31

2.5.3.3 Penyisihan Nitrogen

Secara umum tanaman menyerap nitrogen, tetapi peran tanaman pada

constructed wetland secara langsung dalam penghilangan senyawa nitrogen relatif

kecil. Penyerapan nitrogen oleh tanaman yang tumbuh di constructed wetland

hanya berkisar sekitar 10-16 % dari senyawa nitrogen yang terlarut di dalam air

(Gersbeg, 1983). Sebagian besar penghilangan senyawa nitrogen dilakukan oleh

bakteri melalui proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi.

Tanaman akuatik mempunyai peran yang tidak langsung tetapi sangat

penting dalam proses tersebut yaitu sebagai tempat pelengketan mikroorganisme

dan menyuplai oksigen melalui akar sehingga mendukung pertumbuhan bakteri

aerob. Sisa-sisa bagian tanaman yang mati menjadi sumber karbon organik yang

diperlukan oleh bakteri sebagai sumber energi dalam proses denitrifikasi, yaitu

perubahan nitrat menjadi gas N2. Selain proses biologis, proses penghilanagn

senyawa nitrogen dalam constructed wetland juga terjadi melalui volatisasi ion

ammonium (NH4+) menjadi gas NH3 bila pH lebih besar dari 8; sedimentasi dan

penyaringan partikel padat yang mengandung nitrogen; serta proses adsorbsi ion

ammonium ke dalam sedimen organik dan anorganik melalui pertukaran ion

(Liehr, et al., 2000)

Nitrifikasi

Nitrifikasi merupakan bio-oksidasi ammonia menjadi nitrat, konversi

tersebut merupakan suatu proses dua tahap yang dilakukan oleh dua kelompok

bakteri yang sejenis yang memperoleh karbon dari karbondioksida dan energinya

dari oksidasi senyawa anorganik (dalam hal ini ammonia dan nitrat). Bakteri

tersebut adalah Nitrosomonas yang mengoksidasi ammonia menjadi nitrit, dan

Nitrobakter yang mengoksidasi nitrit menjadi nitrat. Reaksi berlangsung pada

kondisi aerobik. Nitrat merupakan senyawa stabil dan dapat berada pada air dan

juga pada endapan. Nitrat tersebut diabsorbsi oleh tanaman atau mikroba pada

proses reduksi nitrat.

Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

Nitrosomonas

55 NH4+ + 76O2 + 5CO2 → C5H7NO2 + 54 NO2

- + 52H2O + 109 H+

Sel Bakteri

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-32

Nitrobacter

400 NO2- + 195O2 + 5CO2 + NH3+ H2O → C5H7NO2 + 400 NO3

-

Sel Bakteri

Pada umumnya bakteri nitrifikasi aktif dengan tingkat yang nyata hanya

dalam reaktor dengan waktu detensi yang panjang atau jika konsentrasi senyawa-

senyawa organik rendah.

Reaksi berlangsung pada kondisi aerobik. Nitrat merupakan senyawa

stabil dan dapat berada pada air dan juga pada endapan. Nitrat tersebut diabsorbsi

oleh tanaman atau mikroba pada proses reduksi nitrat.

Kebutuhan oksigen dalam proses nitrifikasi secara sempurna dalam arti

sampai menjadi bentuk nitrat, yaitu untuk mengoksidasi 1 mg/ NH4+, menjadi

NO3- sebesar 4,33 mg O2; dengan perincian bahwa untuk mengoksidasi 1 mg

NH4+ menjadi NO2

- dibutuhkan 3,22 mg O2 dan 1,11 mg O2 untuk

mengoksidasi NO2- menjadi NO3

- untuk setiap miligramnya.

Denitrifikasi

Disimilasi reduksi nitrat atau denitrifikasi oleh mikroorganisme terjadi

pada kondisi anaerobik dengan nitrat sebagai akseptor elektron dan karbon

organik sebagai donor elektron (EPA, 1993), oleh karena itu reaksi ini terjadi pada

kondisi anaerobik dan membutuhkan karbon organik. Produk dari denitrifikasi

adalah gas N2 dan N2O yang dapat keluar dari system constructed wetland.

Perbandingan karbon-nitrat nitrogen sekitar 1 gr C/NO3-N. Proses denitrifikasi

pada endapan akan menyuplai N2 untuk fiksasi oleh bakteri dan penyerapan oleh

tanaman melalui akar.

Secara umum persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:

NO3- → NO2

- → N2

Fiksasi Nitrogen

Gas nitrogen dapat dikonversi menjadi nitrogen organik oleh

mikroorganisme tertentu yang memiliki enzim nitrogenase. Reaksi dapat terjadi

secara aerob dan anaerob oleh bakteri dan alga hijau-biru. Fiksasi nitrogen terjadi

pada permukaan air, endapan, rhizosfer tanaman, dan pada permukaan daun serta

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-33

batang. (Reddy & Graetz, 1998). Nitrogen tersebut menjadi sumber nitrogen yang

signifikan jika sistem kekurangan oksigen, tetapi tidak terlalu penting jika

nitrogen dalam sistem tersedia banyak.

Pengambilan Nitrogen oleh Tanaman / Asimilasi

Tanaman wetland akan mengasimilasi nitrogen sebagai elemen yang

penting unuk metabolisme tanaman. Nitrogen anorganik akan direduksi oleh

tanaman menjadi senyawa nitrogen organik yang digunakan untuk jaringan

tanaman. Pada masa pertumbuhan, pengambilan nitrogen dari air dan sedimen

oleh tanaman sangat tinggi. Diperkirakan pengambilan nitrogen oleh tanaman

pada wetland bervariasi sekitar 0,5-3,3 gN/m2/tahun (Burgoon et,al., 1991).

Nitrogen pada Sistem constructed wetland

Partikulat nitrogen organik masuk ke constructed wetland dari influen air

limbah atau dari tanaman pada constructed wetland. Senyawa yang biodegradable

diamonifikasi oleh mikroorganisme aerob dan anaerob. Ammonium yang

dilepaskan dari partikulat nitrogen organik dalam endapan dapat digunakan oleh

tanaman sebagai nutrien yang penting. Pengambilan ini akan meningkat pada

masa pertumbuhan tanaman. Proses nitrifikasi ammonium membutuhkan oksigen

terlarut, oleh karena itu terbatas pada area yang mempunyai oksigen yang cukup.

Nitrat yang dihasilkan dari nitrifikasi atau berasal dari efluen sistem

mungkin akan diambil oleh tumbuhan dan plankton-plankton. Pada kondisi

anaerobik dan dengan adanya senyawa organik, mikroba akan mengkonversi

nitrat menjadi gas nitrogen (NO2, N2) melalui proses denitrifikasi. Sebagian nitrat

juga akan berdifusi pada endapan yang akan dapat diambil langsung oleh

tanaman. Sehingga penyisihan dapat melalui pengambilan oleh tanaman,

nitrifikasi dan denitrifikasi, volatisasi dan ion exchange. Proses volatisasi dan ion

exchange hanya mempunyai dampak yang sangat kecil dalam penyisihan nitrogen

ini.

Constructed wetland aliran horizontal bawah permukaan yang

konvensional akan menjadi lebih cocok untuk proses denitrifikasi dari influen

yang telah mengalami nitrifikasi. Hal ini disebabkan karena kondisi pada media

sebagian besar adalah anaerob.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-34

Kemampuan constructed wetland untuk menyisihkan senyawa nitrogen

baik nitrogen total, ammonia, nitrat, dan nitrit dapat dilihat pada Tabel 2.13. pada

Tabel dapat dilihat bahwa penyisihan nitrogen cukup efektif dengan pengolahan

constructed wetland tetapi efisiensinya lebih rendah daripada penyisihan BOD

dan COD. Efiensi penyisihan nitrat bernilai negative karena jumlah nitrat

meningkat yang menujukkan terjadinya proses nitrifikasi dalam constructed

wetland.

Tabel 2.13 Kemampuan Constructed Wetland Menyisihan Nitrogen

Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal (mg/l)

Penyi sihan

Keterangan

Domestik Vertikal 116 NH4-N 90 % CW Hof Mohr, Jerman

Domestik Horizontal, dgn

Phragmites 108 N-Tot

90 %

CW Germerswang, Jerman

Industri Kentang

Kombinasi, dgn Typha, Scirpus

164 N-Tot 75 % Skala pilot project, 4

stage, USA Leachate Landfill

Horizontal, dgn Phragmites

88 NH3-N 81 % Skala pilot project, 2

satage, Slovenia Limbah

Pertanian Kombinasi, dgn

Phragmites 330 NH4-N 93,1 %

CW Rugeley, 4 satge, UK.

Domestik Horizontal, dgn

Typha 1,4 NO3-N -(95) %

1 stage & 3 kolam stabilisasi, Kenya

Limbah Rumah Sakit

Kombinasi, dgn Phragmites

0,8 NO3-N -(98,8) % 2 stage, Nepal

*Limbah Lab. Kimia

Horizontal bawah permukaan

10,5 N-Tot 90,4 % Skala lab, 2 stage, LIPI

Cibinong Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal (mg/l)

Penyi sihan

Keterangan

*Limbah Lab. Kimia

Horizontal permukaan (FWS)

6 N-Tot 58% Skala lab, 2 stage, LIPI

Cibinong

*Limbah Domestik

Horizontal, dgn Typha, kangkung

90-260 NH4-N 10-82% 2 stage, kolam ikan,

Pesantren Arafah. Kab Bandung

** Limbah RPH, Tahu

HSF bersekat (td=5 hari), dgn Sagittari

lancifolia 1,792 NTK 95,31%

Skala lab, 2 stage, Dago Bengkok

Bandung Sumber: Haberl, R. (1997) & Cooper, P (1998) * Meutia, 2002 ** Sonie, 2007

2.5.3.4 Penyisihan Fosfor

Partikulat fosfat akan terkumpul ke endapan pada sistem constructed

wetland melalui pengendapan, pengambilan oleh tanaman, sorbsi oleh biofilm

pada media. Fosfat terlarut akan diserap ke biofilm pada tanaman, biofilm pada

media, dan pada endapan.

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-35

Pertukaran fosfat antara fosfat pada sedimen dalam pori air dengan yang

ada dalam air bagian permukaan melalui proses difusi dan sorbsi merupakan

bagian utama fosfat terlarut dalam sistem wetland. Pada sedimen dalam pori air,

fosfat akan terpresipitasi sebagai besi fosfat, kalsium fosfat, aluminium fosfat

yang tidak terlarut, atau diabsorbsi oleh besi, aluminium oksida dan hidroksida.

Pada kondisi anaerob besi fosfat yang tidak terlarut akan direduksi menjadi besi

terlarut dan fosfat dilepaskan. Pelepasan fosfat dari garam-garam tidak terlarut

terjadi jika pH menurun dan sebagai hasilnya adalah asam organik, sulfat.

Transformasi Fosfat secara Biologi

Fosfat organik terlarut dan fosfat anorganik tidak terlarut serta organik

fosfat biasanya dapat diserap oleh tanaman setelah diubah menjadi bentuk fosfat

anorganik terlarut. Perubahan ini kemungkinan berlangsung pada kolom air oleh

mikroba tersuspensi atau oleh biofilm yang terlekat pada permukaan tanaman dan

media serta pada endapan. Pengambilan fosfat oleh mikroorganisme termasuk

bakteri, algae berlangsung cepat. Tumbuhan juga mengambil fosfat melalui sistem

akar. Diperkirakan pengambilan fosfat oleh tanaman bervariasi dari 1,8-18 g

P/m2/tahun. (Burgoon, et al., 1991).

Tanaman akuatik mempunyai kemampuan menyerap bahan pencemar

fosfor dan nitrogen. Kemampuan tanaman akuatik untuk menyerap bahan

pencemar fosfor dan nitrogen ditunjukkan dalam Tabel 2.14.

Tabel 2.14 Kemampuan Tanaman Akuatik dalam Menyerap Bahan Pencemar

Nitrogen dan Fosfor.

Jenis Tanaman Kemampuan penyerapan (kg/hektar/tahun)

N P Cyperus papyrus

Phragmites australis Thypa latifolia

Eichornia crasssipes Pistia srtatiotes

Potamogeton pectinatus Ceratophylum demersum

1.100 2.500 1.000 2.400 900 500 100

50 120 180 350 40 40 10

Sumber : Brix, 1994

Kemampuan constructed wetland untuk menyisihkan fosfor dapat dilihat

pada Tabel 2.15. Dari Tabel dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan fosfor

bervariasi. Pada constructed wetland pengolahan air limbah rumah sakit di Nepal

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-36

dengan sistem pengolahan kombinasi aliran horizontal dan vertikal hanya dapat

menyisihkan fosfor sebesar 38 %, sedangkan pada constructed wetland di

Germerswang, Jerman untuk pengolahan air limbah domestik dapat mencapai

98%.

Tabel 2.15 Kemampuan Constructed Wetland Menyisihan Fosfor

Jenis Air Limbah

Sistem Pengolahan

Konsentrasi Awal

(mg/l) Penyisihan Keterangan

Domestik Horizontal, dgn

Phragmites 13,71

98 %

CW Germerswang, Jerman

Leachate Landfill

Horizontal, dgn Phragmites

10 63 % Skala pilot project, 2 stage,

Slovenia Limbah

Pertanian Kombinasi, dgn

Phragmites 70,4 55,1 % CW Rugeley, 4 stage, UK.

Domestik Horizontal, dgn

Typha 9,4 88,2 %

1 stage & 3 kolam stabilisasi, Kenya

Limbah Rumah Sakit

Kombinasi, dgn Phragmites

9,1 38 % 2 stage, Nepal

*Limbah Domestik

Horizontal, dgn Typha, kangkung

8-20 27-44% 2 stage, kolam ikan, Pesantren

Arafah. Kab Bandung

** Limbah RPH, Tahu

HSF bersekat (td=5 hari), dgn Sagittari

lancifolia 0,21 75,19 %

Skala lab, 2 stage, Dago Bengkok Bandung

Sumber : Haberl, R. (1997) & Cooper, P (1998) * Meutia, 2002 ** Sonie, 2007

2.5.4 Pengelolaan dan Pemeliharaan Constructed Wetland

Penyumbatan merupakan salah satu masalah utama dalam constructed

wetland yang sering membuat sistem ini tidak berfungsi. Bila didesain,

dilaksanakan, dan dioperasikan dengan baik maka sistem ini akan berfungsi

secara optimum selama 15-20 tahun. Umur constructed wetland sangat

dipengaruhi oleh ukuran dari media yang digunakan, karakeristik dan �strength�

dari limbah. Menurunnya fungsi sistem constructed wetland ditunjukkan dengan

menurunnya efisiensi pengolahan dan menurunnya hydraulic conductivity.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk memfungsikan kembali

sistem constructed wetland yang efisiensinya telah menurun, antara lain:

1 Resting, yaitu Mengistirahatkan sistem constructed wetland untuk beberapa

waktu. Selama proses �resting�, berbagai elemen yang mengakibatkan

penyumbatan dapat terdekomposisi hingga hydraulic conductivity dapat

ditingkatkan kembali.

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - digilib.itb.ac.iddigilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ahmadsoleh-27701-3... · TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Setiap kegiatan industri akan menghasilkan

II-37

2 Setelah itu dilakukan pengisian secara bergantian (alternate charging) pada

setiap bagin bad constructed wetland. Setelah dianggap cukup dapat

difungsikan kembali.

3 Apabila menurunnya hydraulic conductivity disebabkan oleh partikel-partikel

padat yang tidak dapat terurai maka tidak ada jalan lain selain membongkar

media dan menggantinya. Bila hal ini terpaksa dilakukan maka lebih baik

dilakukan pada bagian inlet, karena bagian inilah yang paling sering

mengalami penyumbatan.

4 Kepadatan tanaman di dalam constructed wetland ini juga perlu diperhatikan.

Jika sudah padat maka perlu dikeluarkan atau dipanen untuk menghindari

penyumbatan media dan menurunnya supplai oksigen.

Kontrol Vektor

Pada constructed wetland, terutama sistem free water surface,

menyediakan habitat breeding yang ideal untuk nyamuk. Masalah kontrol vector

dapat menjadi faktor yang kritis dalam menentukan kelayakan penggunaan

constructed wetland. Pada umumnya untuk kontrol biologis digunakan ikan

pemangsa larva nyamuk yang turut dipelihara dalam constructed wetland free

water surface. Idealnya yang dipelihara adalah ikan yang dapat memangsa larva

nyamuk dan sanggup hidup pada kondisi air yang mengandung oksigen terlarut

yang rendah, mengingat larva nyamuk dapat berkembang dalam air limbah yang

kotor sedangkan kebanyakan ikan tidak dapat bertahan jika kadar oksigen kurang

dari 3 mg/l. Ikan mujair sangat cocok untuk dipelihara sebagai pemangsa larva

nyamuk dalam constructed wetland karena dapat bertahan hidup hingga pada

kadar oksigen terlarut 0,1 mg/l, (Stickney, 1986).

Dalam aliran subsurface flow, nyamuk tidak menjadi masalah. Pada sistem

ini air mengalir di bawah permukaan media sekitar 10-15 cm dari permukaan

sehingga mencegah akses nyamuk masuk ke dalam zona air. Selain itu bagian atas

media ditutupi dengan pea gravel atau coarse sand untuk memenuhi tujuan ini.