Upload
nguyenliem
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan gurami merupakan ikan asli Indonesia, tepatnya berasal dari perairan
daerah Sunda (Jawa Barat, Indonesia). Kemudian ikan gurami menyebar ke
Malaysia, Thailand, Ceylond, dan Australia (Sutanto, 2011). Ikan gurami
merupakan jenis ikan budidaya yang banyak dipelihara oleh masyarakat di daerah
Banyumas, sehingga jenis ikan ini menjadi suatu unggulan di wilayah tersebut.
Ikan ini memiliki nama yang beragam, di daerah Jakarta namanya ikan gurami,
orang Jawa menyebutnya ikan gurameh atau grameh, orang Sumatra khususnya
Sumatra Barat menyebut dengan ikan kalui, sedangkan orang Inggris menyebutnya
Giant Gouramy (Sukamsiptro, 1999).
2.1 Biologi Ikan Gurami
2.1.1 Taksonomi
Klasifikasi ikan gurami menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut :
Clas is : Pisces
Sub Clasis : Teleostei
Ordo : Labyrinthici
Sub ordo : Anabantoidei
Familia : Anabantidae
Genus : Osphronemus
Species : Osphronemus gouramy Lac.
7
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
8
2.1.2 Morfologi
Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lac.) mempunyai bentuk
badan yang tinggi dan pipih ke samping. Tinggi badan berkisar antara
2,0-2,1 kali panjang standar. Tubuh ikan gurami memiliki garis lateral
(garis gurat sisi tunggal dan tidak terputus). Sisik ikan gurami
merupakan sisik stenoid berukuran besar (Sutanto, 2011).
Ikan gurami mempunyai sepasang sirip perut yang telah
mengalami modifikasi menjadi sepasang benang yang panjang dan
berfungsi sebagai alat peraba. Sirip ekor membulat dan didaerah pangkal
ekor terdapat titik-titik hitam bulat. Sewaktu muda kepalanya lancip
kedepan dan berubah menjadi tumpul setelah dewasa. Warna tubuh pada
bagian punggung berwarna merah kecoklatan sedangkan pada bagian
perut berwarna kekuning-kuningan atau keperak-perakan. Ikan gurami
dapat tumbuh mencapai panjang 65 cm dan berat badan lebih dari 10 kg
(Respati & Santoso, 1993).
2.1.3 Habitat
Ikan gurami hidup dan berkembang biak di perairan tawar
seperti danau, rawa–rawa, atau sungai tenang. Ikan gurami dapat hidup
baik di daerah tropis maupun pada ketinggian tempat antara 0-800 m
dari permukaan laut. Ikan gurami menyukai perairan yang dalam, jernih
dan tenang (tidak berarus deras). Ikan gurami dapat hidup dengan baik
pada suhu 24-280C, pada pH air antara 6,5 sampai 7,8. Ikan gurami
mampu menyesuaikan diri dan tumbuh dengan normal pada kondisi air
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
9
yang kandungan oksigennya rendah atau kurang dari 3 ppm (Respati &
Santoso, 1993).
2.2 Penyakit Ikan
Penyakit pada ikan dapat mengakibatkan gangguan pada suatu fungsi
atau struktur dari alat tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada dasarnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang kebetulan saja
tetapi melewati suatu proses hubungan di antaranya kondisi air yang
digunakan dalam kolam, kondisi inang ikan, dan adanya jasad penyakit pada
ikan. Dengan demikian timbulnya suatu penyakit disebabkan dari hasil
interaksi yang tidak sesuai dengan lingkungannya, ikan, dan jasad penyakit.
Interaksi yang tidak sesuai ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga
mengakibatkan kondisi tubuhnya melemah dan nantinya terserang oleh
penyakit (Kordi, 2004).
Dalam usaha budidaya ikan, penyakit merupakan faktor yang
mengakibatkan menurunnya hasil budidaya. Kerugian yang ditimbulkan
tergantung pada jumlah populasi yang diserang oleh penyakit, umur ikan yang
sakit, parahnya penyakit, dan adanya penyakit sekunder. Bagi ikan faktor–
faktor noninfeksi juga sangat berperan dalam penularan penyakit (Zonneveld
et al., 1991). Menurut Supriyadi et al. (2004), penurunan lahan budidaya
perikanan yang diakibatkan tingginya pencemaran lahan dan kurang
efisiennya penggunaan bahan baku atau input produksi merupakan salah satu
penyebab timbulnya suatu panyakit pada usaha budidaya perikanan. Penyakit
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
10
pada ikan merupakan masalah yang besar sehingga perlu mendapatkan
perhatian yang serius dalam usaha budidaya perikanan. Kerugian yang dialami
akibat penyakit ini biasanya cukup tinggi, di samping kematian ikan, kerugian
yang mungkin diderita dalam usaha perikanan adalah penurunan kualitas ikan.
Hal ini mengakibatkan harga jual ikan mengalami penurunan.
Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), penyebab penyakit dibedakan
menjadi dua yaitu penyakit non parasit & penyakit parasit. Penyakit non
parasiter adalah penyakit yang tidak ditimbulkan oleh hama dan organisme
parasit, sedangkan penyakit parasit ditimbulkan oleh parasit. Organisme
parasit adalah organisme yang hidup di dalam organisme lain, dan
mendapatkan makanan untuk bertahan hidup tanpa adanya bantuan apapun
(Brotowidjoyo, 1987). Parasit adalah hewan atau tumbuhan yang hidup atas
pengorbanan induknya. Jadi dengan suatu cara parasit itu menyakiti induknya
sendiri (Noble & Noble, 1989).
Penyebab penyakit ikan antara lain infeksi yang ditimbulkan oleh
organisme parasit seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, krustacean, dan dapat
diakibatkan oleh stress karena jumlah ikan yang terlalu banyak, mutu pakan
kurang baik atau tercemar, serta terjadi perubahan lingkungan secara drastis
(APEC/SEAFDEC, 2001). Infeksi penyakit yang sering dialami dalam usaha
pembesaran ikan gurami di antaranya cacar, mata menonjol, bisul pada
pangkal ekor dan bintik darah di bawah sirip (Supriyadi et al., 2002).
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
11
2.2.1 Pengertian ektoparasit
Ektoparasit merupakan organisme penyakit yang menginfeksi
bagian luar dari inang (ikan) dan dapat menimbulkan kerugian pada
budidaya ikan. Pada budidaya ikan, ektoparasit dapat menurunkan
mortalitas yang tinggi (Stickney, 1994), terutama pada fase pembenihan
yang sangat sensitif terhadap penyakit ektoparasit.
Ektoparasit dapat menyebabkan mortalitas tinggi (Sommerville,
1998), yaitu kematian yang terjadi tanpa timbulnya gejala–gejala yang
ditimbulkan oleh ikan tersebut. Infeksi ektoparasit juga dapat menimbulkan
kerugian pada usaha budidaya perikanan yang di akibatkan pertumbuhan
yang lambat. Selain itu juga dapat mempengaruhi tingkah laku ikan dan
sensitifitas ikan serta menurunkan harga jual dalam pasar (Scholz, 1999).
Ektoparasit merupakan parasit yang menyerang bagian luar ikan.
Keberadaan ektoparasit di dalam kolam karena terbawa oleh aliran air,
tumbuhan, benda–benda yang masuk dalam kolam atau binatang–binatang
renik. Untuk hidupnya ektoparasit membutuhkan bahan organik dan
kualitas air yang sangat buruk, kondisi perairan yang tenang, suhu yang
rendah dan kolam yang luas ( Bhagawati et al., 1991). Jumlah suatu inang
juga dibutuhkan untuk kelangsungan hidup parasit. Kenaikan jumlah inang
juga akan menyebabkan kenaikan jumlah parasit pada kolam tersebut dan
mempertinggi tingkat infeksi yang dideritanya.
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
12
2.2.2 Jenis – jenis ektoparasit
Menurut Daelami (2001), berdasarkan biotaksonominya parasit
digolongkan dalam dua golongan yaitu Zooparasit dan Phytoparasit.
Zooparasit merupakan penyakit yang secara biotaksonomi tergolong dalam
dunia hewan.
Jenis ektoparasit Protozoa merupakan kelompok mikroba yang
memiliki keragaman yang tinggi baik dari segi morfologi maupun ukuran.
Secara keseluruhan protozoa merupakan organisme eukariotik uniseluler
beberapa spesies membentuk koloni. Protozoa penyebab infeksi pada ikan
dapat ditularkan secara langsung maupun secara tidak langsung melalui
perantara inang perantara. Pada dasarnya sebagian besar protozoa hidup
bebas dan bersifat saprofitik dan hanya pada kondisi tertentu bersifat
parasit.
A. Jenis ektoparasit protozoa 1. Trichodina sp.
Trichodina sp. dapat berkembang dengan cepat dan dapat
mengalami kerugian yang besar jika ikan mengalami stres dan kualitas
air dalam budidaya ikan tersebut menurun (Klinger & Floyd, 1998).
Trichodina sp. termasuk parasit obligat yang berfungsi penuh sebagai
parasit yang tidak akan melepaskan dirinya dari inang yang dihuninya
(Daelami, 2001). Organisme ini dapat bertahan hidup tanpa inang
selama 2 hari dan mempunyai mobilitas yang tinggi.
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
13
Trichodina sp. termasuk dalam famili Trichodinidae, sub ordo
Mobilina, ordo Petrichida, kelas Cilophora (Kabata, 1985), merupakan
parasit yang menyerang bagian luar ikan yaitu pada kulit dan bagian
insang ikan (Klinger & Floyd, 1998) dan sering ditemukan pada
budidaya ikan air tawar (Taufik et al., 2003). Trichodina sp dapat
menyebabkan penyakit gatal pada ikan (Trichodinisiasis) bagian tubuh
yang sering diserang yaitu pada bagian kulit, sirip dan insang. Irawan
(2000) menyatakan bahwa ikan yang sering terkena penyakit ini
ditandai oleh adanya bintik–bintik putih keabu-abuan pada bagian
tubuh ikan, terutama pada bagian kepala dan sirip juga dapat
mengakibatkan peningkatan produksi lendir.
Menurut Klinger & Floyd (1998), infeksi Trichodina sp. dalam
jumlah yang sedikit tidak akan mengakibatkan kerugian dalam usaha
budidaya perikanan. Namun, jika ikan mengalami stres atau kualitas
air dalam kolam mengalami penurunan maka parasit ini akan
berkembang biak dengan cepat dan akan mengalami penurunan hasil
budidaya ikan sehingga akan menyebabkan kerugian yang sangat
besar. Infeksi Trichodina sp. yang banyak akan mengakibatkan ikan
tampak pucat, nafsu makan turun, dan sensitif terhadap infeksi bakteri.
Trichodina sp. merupakan agen penyebab penyakit
Trichodiniasis. Parasit ini berbentuk bundar seperti cawan, dengan
diameter 50 μm (Irianto, 2005). Trichodina sp. tumbuh dengan baik
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
14
pada kondisi kolam dangkal dan menggenang terutama pada tempat
pemijahan dan pembibitan ikan (Rokhmani, 2002).
2. Epistylis sp.
Epistylis sp. termasuk dalam peritchida, sub ordo Sesilina, serta
famili Epistylidae. Parasit ini mempunyai kemampuan untuk
membentuk koloni dan dapat mengakibatkan luka yang dapat dijadikan
suatu pintu masuknya bakteri (Klinger & Floyd, 1998).
Epistylis sp. berbentuk silinder tipis seperti lonceng bertangkai
berukuran 0,4-0,5 μm. Hidup berkoloni dan biasanya di temukan di
kulit insang (Kabata, 1985). Menurut Irianto (2005) protozoa ini
merupakan protozoa yang bertangkai dan memiliki bulu getar, pada
dasarnya merupakan protozoa yang hidup bebas dengan melekat pada
tanaman air, tetapi pada kondisi kualitas air yang kaya bahan organik
maka Epistylis sp. dapat berubah menjadi penyakit.
Epistylis merupakan jasad saprofitik yang hidup pada perairan
yang kaya bahan organik terlarut. Karena sifat hidupnya, Epistylis
memerlukan tempat perlekatan, antara lain berupa kulit atau lembar
insang. Populasi Epistylis yang tinggi mengakibatkan insang tertutup,
insang atau kulit mengalami peradangan, dan seringkali menyebabkan
timbulnya borok.
3. Oodinum sp.
Oodinum sp. berbentuk bundar, berdiameter 20-80 μm dengan
filamen seperti akar dan dicirikan dengan adanya semacam karat pada
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
15
kulit ikan. Oodinium sp. menyerang jaringan kulit dan sel-sel kulit
ikan. Infeksi bukan bagian kulit saja tetapi pada rongga mulut dan pada
bagian insang sehingga insang mengalami pembengkakkan. Oodinum
sp. membentuk suatu krista kemudian akan tumbuh dewasa dalam
beberapa hari pada bagian sirip ikan. Jenis parasit ini hidup pada inang,
apabila dalam 24 jam tidak menemukan inang maka jenis parasit ini
akan mati (Daelami, 2001). Jenis parasit ini dapat dikenali pada ikan
yang terinfeksi, yaitu gerakan ikan menjadi lemas dan tidak tahan
dalam permukaan serta kematian masal yang disebabkan karna
kerusakan kulit dan insang (Kordi, 2004).
4. Vorticella sp.
Vorticella sp. termasuk dalam golongan protozoa dari filum
Ciliophora. Vorticella sp. berbentuk seperti lonceng terbalik dengan
tangkai bersilia yang mengandung fibril (Kabata, 1985). Vorticella sp.
dapat hidup di air tawar dan di air laut serta dapat menempel di
tumbuhan atau hewan. Reproduksi aseksualnya dengan cara
pembelahan proses budding.
5. Ichthyopthirius multifiliis
Ichtyophthrius multifiliis merupakan salah satu anggota
protozoa yang sering menyerang dan menimbulkan suatu penyakit
pada ikan air tawar baik ikan konsumsi ataupun ikan hias. Protozoa ini
mempunyai ukuran yang relatif kecil, sehingga tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang berdiameter 0,5-1 mm (Kordi, 2004).
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
16
Organisme ini menyebabkan penyakit yang dikenal dengan white spot,
karna pada infeksi tinggi, terjadi bintik-bintik putih pada tubuh.
Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), bagian tubuh yang
paling disukai oleh parasit jenis ini adalah bagian luar ikan, terutama
lapisan lendir kulit, sirip, dan insang. Jika sudah menyerang bagian
insang organisme ini akan merusak fungsi insang sehingga proses
pertukaran gas menjadi terhambat. Infeksi jenis parasit ini harus
diwaspadai karena salah satu ancaman yang serius pada usaha budidya
ikan air tawar (Scholz, 1999). I. multifilliis akan meninggalkan inang
yang sudah mati dan akan berkembangbiak membentuk krista pada
substrat, sehingga berprotensi menginfeksi inang ikan lainnya (Nickell
& Ewwing, 1998).
6. Chilodonella sp.
Chilodonella sp. termasuk filum ciliophora (Kabata, 1985).
Biasanya parasit ini sering menyerang bagian luar ikan yaitu sirip dan
insang. Parasit ini kadang ditemukan dalam jumlah yang sangat
banyak menyerang ikan air tawar. Parasit jenis ini memiliki ciri–ciri
tubuh yang pipih dorsoventral, kaku, oval, dengan bagian permukaan
dorsal yang cekung dan bagian ventralnya berbentuk pipih dan bersilia.
Menurut Klinger & Floyd (1998), infeksi Chilodonella sp. baik berada
pada permukaan tubuh maupun filamen insang akan mengakibatkan
sekresi mukus berlebihan dan iritasi.
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
17
7. Myxobolus sp.
Parasit jenis ini menyebabkan penyakit yang disebut
Myxoboliasis pada ikan (Kabata, 1985). Bertindak sebagai inangnya
adalah ikan budidaya air tawar, spesies ini menghasilkan semacam
kista yang kemudian akan pecah. Spora parasit ini bentuknya
membulat dan melebar pada bagian anterior. Polar kapsul berentuk
pyroform, ramping dan menempati 2/3hingga 3/4 bagian spora.
Panjang spoa berukuran 13,5–16 dan lebarnya 7,0-9,0. Parasit ini tidak
hanya tinggal di insang ikan, dan merupakan parasit obligat pada
jaringan–jaringan ikat, hati, dan ginjal.
Akibat infeksi Myxobolus sp. tergantung dari kehebatan dan
letak kristanya. Infeksi yang hebat pada insang dapat menyebabkan
berhentinya kapiler-kapiler darah dan gangguan pernafasan. Selain itu
infeksi yang terjadi pada insang juga menyebabkan penurunan berat
badan terutama pada benih ikan. Ikan menjadi lemah, cenderung
berenang dekat pinggir kolam dan warna ikan menjadi suram.
B. Jenis Ektoparasit Cacing
1. Gyrodactylus sp.
Gyrodactylus sp. adalah ektoparasit yang sering menyerang
ikan pada bagian kulit maupun insang (Klinger & Floyd, 1998).
Apabila kulit ikan banyak mengeluarkan lendir, warna tubuhnya pucat,
ikan lemas dan tidak suka bergerak, siripnya kuncup, insang pucat,
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
18
pertumbuhan ikan terhambat, nafsu makan ikan berkurang, maka
dapat dipastikan ikan tersebut terserang penyakit ini (Kordi, 2004).
Gyrodactylus sp. umumnya dijumpai pada permukaan tubuh
dan sirip hampir pada semua jenis ikan. Gyrodactylus sp. melekatkan
diri pada tubuh inang dengan alat pelekat (haptor), individu ini bersifat
hermaprodit dan membebaskan anaknya dalam bentuk larva yang
sudah dalam bentuk morfologi yang sama dengan induknya. Tiap
individu dewasa mengandung banyak embrio yang sudah berkembang
sempurna. Strategi reproduksi yang demikian memungkinkan populasi
Gyrodactylus sp. berkembang sangat cepat (Irianto, 2005).
2. Dactylogyrus sp.
Dactylogyrus sp. masih dalam satu filum, satu kelas dan satu
sub kelas dengan Gyrodactylus sp. Namun masuk dalam ordo
Dactylogrydae dan genus Dactylogyrus (Kabata, 1985). Dactylogyrus
sp. berbentuk pipih dengan alat pengait yang berfungsi sebagai
penghisap darah, Dactylogyrus sp. lebih suka menyerang ikan di
bagian insang (Afrianto & Liviawaty, 1992).
Dactylogyrus sp. merupakan organisme parasit yang tergolong
cacing monogenea. Dactylogyrus sp. lebih suka menyerang ikan pada
bagian insang. Bagian yang diserang parasit biasanya akan menjadi
kurus, kulitnya tidak kelihatan bening serta terlihat pucat, bintik merah
di bagian tertentu, produksi lendir tidak normal, pada sebagian atau
seluruh tubuh berwarna gelap, sisik dan kulit terkelupas, respirasi, dan
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
19
osmoregulasi terganggu (ikan kelihatan megap-megap seperti
kekurangan oksigen). Juga sering terlihat menggosok-gosokkan
badannya ke dasar atau ke dinding kolam serta benda-benda keras lain
di sekitarnya (Kordi, 2004).
3. Lernaea sp.
Lernaea sp. merupakan parasit berjangkar, pada stadium
dewasa menusukan kepalanya ke jaringan badan ikan dengan kuat
sekali. Parasit ini sering menyerang ikan air tawar terutama pada saat
musim pembenihan dan pendederan (Afrianto & Liviawaty, 1992).
Tubuh Lernaea sp. ini memanjang seperti cacing, pada bagian
kepalanya terdapat empat tonjolan seperti tanduk.
Siklus hidup Lernaea sp. telur yang berada pada kedua kantong
akan dikeluarkan setelah menetas dalam bentuk nauplius. Pada stadia
nauplius Lernaea sp. hidup bebas di dalam air seperti plankton. Setelah
memasuki stadia copepodid, Lernaea sp. mulai hidup di sekitar rongga
mulut, tetapi Lernaea sp. betina saja yang hidup sampai dewasa
(Daelami, 2001).
Pada umumnya infeksi Lernaea sp. ditandai oleh kehilangan
berat badan. Parasit ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau
menggunakan bantuan kaca pembesar. Jenis penyakit Lernaea sp. yang
banyak ditemukan pada budidaya ikan air tawar adalah Lernaea
cyprinaceae yaitu sejenis udang renik yang berbentuk bulat panjang
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
20
seperti cacing. Kepalanya terdapat organ yang menyerupai jangkar,
sehingga organisme ini sering disebut cacing jangkar (Kordi, 2004).
2.2.3 Pengendalian Ektoparasit
Proses penyakit pada ikan yang disebabkan oleh parasit, didasari
oleh tiga faktor, yaitu organisme ektoparasit, lingkungan, dan ikan. Oleh
karena itu, pengendalian ektoparasit dapat dilihat dari ketiga faktor
tersebut. Pengendalian ektoparasit secara umum dapat dilakukan dengan
pengendalian atau pembasmian ektoparasit, manajemen kualitas
lingkungan, dan bisa dengan cara meningkatkan daya tahan ikan.
Pengendalian penyakit ektoparasit dapat menggunakan bahan-bahan kimia.
Penggunaan bahan kimia terbukti cukup efektif untuk menangani penyakit
ektoparasit, tetapi sebelum penggunaan bahan kimia harus sudah diketahui
dulu jenis ektoparasit yang menyerang (Handajani & Samsundari, 2005).
Pengendalian ektoparasit dapat dilakukan dengan cara
membersihkan kolam budidaya atau tempat pemeliharaan, hal ini dilakukan
untuk memutus siklus hidup dari parasit. Pemutusan siklus hidup dapat
dilakukan menggunakan bahan–bahan desinfektan sebelum ikan
dimasukkan kedalam kolam.
Daelami (2001), menyatakan bahwa ikan yang terkena Trichodina
sp. dapat dilakukan dengan cara perendaman dengan menggunakan larutan
garam (NaCl) atau 2,5 g NaCl dan dilarutkan dalam 100 ml air bersih,
sebanyak tiga kali selama tiga hari. Bisa juga menggunakan larutan
formalin yang dicampur dengan 100 ml air bersih. Perendaman dengan
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
21
larutan formalin dilakukan selama 10 menit ditempat yang teduh.
Pengobatan ini dilakukan 2-3 kali dengan jangka waktu 2-3 hari.
Menurut Kordi (2004), penanggulangan ikan yang terkena parasit
I. multifiliis dapat dilakukan dengan cara ikan dimasukkan kedalam air
mengalir, mengurangi jumlah penebaran, dan pemberian pakan yang
cukup. Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), pengobatan I. multifiliis
dapat ditanggulangi dengan cara perendaman ikan dalam larutan NaCl 0,1-
0,3 ppm selama 5-10 menit. Selain itu, dapat dilakukan penggunaan
berbagai obat lainnya yaitu perendaman ikan dalam larutan Methylene Blue
sebanyak 2-4 cc kedalam 4 liter air bersih selama 24 jam dengan jangka
pengulangan 3-5 kali, perendaman dengan menggunakan larutan formalin
200-250 ppm di dalam kolam, perendaman menggunakan larutan
Malachite Green 0,15 ppm sebanyak 3 kali dengan interval waktu 3 hari.
Serangan yang disebabkan oleh Chilodonella sp. dapat diatasi
dengan menggunakan NaCl, formalin, Malachite Green 0,15 dan
perendaman dalam larutan KMnO4 50 ppm selama 10-15 menit.
Ektoparasit Epistylis sp. dan Vorticella sp. dapat dikendalikan dengan cara
pengeringan kolam, pemberian kapur, sirkulasi air, dan pergantian air
secara teratur. Pengobatan kedua jenis parasit ini dapat dilakukan dengan
cara perendaman larutan formalin 200 ppm selama 24 jam atau KMnO4 20
ppm selama 24 jam (Daelami, 2001).
Untuk penanganan Gyrodactylus sp. dan Dactilogyrus sp.,
pengendalian dapat dilakukan dengan cara perendaman menggunakan
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
22
Methylene Blue (dengan perbandingan 1 g / 1 m air). Jika warna air yang
semula biru berubah menjadi warna biru terang, larutan perlu diganti.
Selain itu dapat juga dilakukan perendaman dalam larutan garam 2,5%
selama 10-15 menit perendaman PK 4-5 mg per liter, dan dalam
perendaman formalin 200-250 ppm selama 30 menit.
2.3 Kolam Ikan di Singasari
Kolam ikan Singasari merupakan sarana masyarakat untuk
menghasilkan suatu benih ikan, hal ini bertujuan dalam rangka peningkatan
produksi ikan air tawar. Penyedian benih ikan yang cukup merupakan suatu
faktor yang menentukan keberhasilan suatu usaha budidaya perikanan.
Efektifitas dan efisiensi kolam ikan di Desa Singasari akan dapat tercapai
apabila ada suatu keseimbangan antara tuntutan kebutuhan benih di daerah
setempat dengan fasilitas yang disediakan seperti tenaga pelaksana,
organisasi, dan pengelolaannya (Anonim, 1991).
2.4 Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor yang sangat penting dalam usaha
budidaya perikanan. Kualitas dan kuantitas air yang memenuhi syarat
merupakan salah satu kunci keberhasilan budidaya ikan, karena air merupakan
tempat hidup bagi ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas air pada
budidaya perikanan antara lain suhu, pH, kecerahan air, dan kadar oksigen
terlarut.
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
23
2.4.1 Suhu
Suhu merupakan faktor yang berpengaruh pada kehidupan dan
pertumbuhan ikan. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan
dengan kenaikan suhu dan dapat menekan laju pertumbuhan bahkan
menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sangat drastis. Kisaran suhu
optimum bagi kehidupan ikan adalah 24-280 C (Respati & Santoso, 1993).
Kenaikan maupun penurunan suhu yang mendadak akan mengakibatkan
ikan mengalami stress dengan gejala ikan berenang mengapung di
permukaan dan penurunan nafsu makan, daya tahan menurun sehingga
pada kondisi tersebut ikan akan rentan terhadap serangan penyakit dan
parasit (Aryati, 2003).
2.4.2 pH
pH merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan
dan sangat berperan pada organisme perairan dalam keadaan terlarut.
Sehingga dapat digunakan untuk mengukur baik-buruknya kualitas
perairan. Perairan yang ideal untuk kehidupan budidaya ikan gurami adalah
kisaran pH 6,5-8,5 (Afrianto & Liviawaty, 1992). Menurut Mulia (2007),
pH yang dapat menggangu kehidupan ikan adalah pH yang terlalu rendah
(sangat asam) atau sebaliknya terlalu tinggi (sangat basa).
2.4.3 Kadar oksigen terlarut
Menurut Afrianto & Liviawaty (1992), oksigen adalah salah satu
faktor pembatas yang penting bagi usaha budidaya ikan. beberapa ikan
masih mampu hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm,
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011
24
tetapi konsentrasi yang masih dapat diterima oleh sebagian besar spesies
ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada konsentrasi oksigen di
bawah 4 ppm ikan masih mampu bertahan hidup, tetapi nafsu makannya
rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi
terhambat, Ikan akan mati atau mengalami stress bila konsentrasi oksigen
mencapai nol. Semakin tinggi kandungan oksigen terlarut dalam air akan
semakin baik untuk keperluan budidaya (Daelami, 2001).
Prevalensi Ektoparasit Pada…, Helmin Prasetiyawan, FKIP UMP, 2011