12
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan pengetahuan. Fadhlillah et al, (2015), Analisis dan Implementasi Klasifikasi K-Nearest Neighbor (K-NN) Pada Sistem Identifikasi Biometrik Telapak Kaki Manusia, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengenalan individu menjadi bagian penting dalam banyak aspek kehidupan modern untuk mendapakan informasi atau identitas, contohnya pada kasus identifikasi bencana alam, tidak jarang korban masih utuh, hal ini menjadi sulit diidentifikasi, salah satu solusi ialah dengan penenalan telapak kaki, biometrika telapak kaki dapat dimanfaatkan sebagai pengenalan individu yang akurat dengan metode K-Nearest Neighbor (KNN), biometrika telapak kaki memenuhi persyaratan pemilihan biometrika yaitu universal, membedakan, dan permanen, dimana nilai K dari klasifikasi akan disesuaikan sehingga menghasilkan akurasi terbaik. Dalam proses identifikasinya sistem mulanya mengambil seluruh penampakan citra telapak kaki, kemudian secara otomatis memotong citra pada bagian yang diinginkan dengan ukuran seragam. Metode ekstraksi ciri Haar Wavelet digunakan untuk mendapatkan ciri- ciri citra, kemudian diklasifikasikan dengan metode KNN yang akan menghasilkan parameter kerja sistem berupa akurasi. Untuk hasil pengujian. dalam mengidentifikasi telapak kaki manusia dengan metode K-NN mencapai hasil 98% dengan pendekatan Euclidean Distance, dan Cosine Distance. Rafki et al, (2016), Pengklasifikasian Tinggi dan Berat Badan Manusia Berdasarkan Citra Telapak Kaki Dengan Metode Discrete Cosine Transform (DCT) dan Nearest Neighbor (NN) Berbasis Android, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa diawali dengan proses preprocessing yang terdiri dari konversi citra ke Grayscale, Histogram Equalization, Otsu Thresholding , dan konversi gambar ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORIeprints.mercubuana-yogya.ac.id/606/3/BAB II.pdf · forensik yaitu dapat digunakan untuk identifikasi ialah antropometri yaitu dengan cara

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki

yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai acuan dan

pengetahuan.

Fadhlillah et al, (2015), Analisis dan Implementasi Klasifikasi K-Nearest

Neighbor (K-NN) Pada Sistem Identifikasi Biometrik Telapak Kaki Manusia,

dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pengenalan individu menjadi bagian

penting dalam banyak aspek kehidupan modern untuk mendapakan informasi atau

identitas, contohnya pada kasus identifikasi bencana alam, tidak jarang korban

masih utuh, hal ini menjadi sulit diidentifikasi, salah satu solusi ialah dengan

penenalan telapak kaki, biometrika telapak kaki dapat dimanfaatkan sebagai

pengenalan individu yang akurat dengan metode K-Nearest Neighbor (KNN),

biometrika telapak kaki memenuhi persyaratan pemilihan biometrika yaitu

universal, membedakan, dan permanen, dimana nilai K dari klasifikasi akan

disesuaikan sehingga menghasilkan akurasi terbaik. Dalam proses identifikasinya

sistem mulanya mengambil seluruh penampakan citra telapak kaki, kemudian

secara otomatis memotong citra pada bagian yang diinginkan dengan ukuran

seragam. Metode ekstraksi ciri Haar Wavelet digunakan untuk mendapatkan ciri-

ciri citra, kemudian diklasifikasikan dengan metode KNN yang akan menghasilkan

parameter kerja sistem berupa akurasi. Untuk hasil pengujian. dalam

mengidentifikasi telapak kaki manusia dengan metode K-NN mencapai hasil 98%

dengan pendekatan Euclidean Distance, dan Cosine Distance.

Rafki et al, (2016), Pengklasifikasian Tinggi dan Berat Badan Manusia

Berdasarkan Citra Telapak Kaki Dengan Metode Discrete Cosine Transform (DCT)

dan Nearest Neighbor (NN) Berbasis Android, dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa diawali dengan proses preprocessing yang terdiri dari konversi citra ke

Grayscale, Histogram Equalization, Otsu Thresholding , dan konversi gambar ke

5

black and white sehingga didapat nilai akurasi terbaik sebesar 87,50% untuk deteksi

tinggi badan dan 87,06% untuk deteksi berat badan.

Perangin-Angin , M. A. (2016), Pengklasifikasian Tinggi Dan Berat Badan

Manusia Berdasarkan Citra Telapak Kaki Dengan Menggunakan Metode Discrete

Wavelet Transform (DWT) Dan K-Nearest Neighbor (KNN) Berbasis Android,

dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dengan menggunakan sampel cap telapak

kaki mampu mengukur tinggi dan berat badan manusia dengan tinggi akurasi

terbaik yaitu 75%.

Sinaga, I. S. A. (2015), Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Self

Organizing Map Kohonen dalam pengenalan Telapak Kaki Bayi, dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa untuk mencegah kasus bayi tertukar dapat

digunakan ciri unik untuk membedakan bayi satu dengan lainnya, teknologi

jaringan syaraf tiruan yang digunakan untuk membantu proses identifikasi bayi,

penelitiannya menggunakan citra cap telapak kaki yang berektensi *.jpg terlebih

dahulu difilter menggunakan highpass filtering untuk mempertajam detail citra, dan

terakhir dideteksi tepi Canny untuk menandai bagian yang menjadi detail citra.

Hasil deteksi tepi berupa citra biner yang kemudian matrik citra biner ini digunaan

untuk dilatih dan diuji menggunakan metode SOM Kohonen. Gambar yang dilatih

berupa 10 gambar cap telapak kaki bayi asli dan 20 lainnya adalah citra asli yang

telah diberi noise. Hasil akhir berupa identifikasi telapak kaki bayi berdasarkan

hasil pelatihan. Dan hasil pengujian terhadap citra yang dilatih menunjukkan

tingkat akurasi pengenalan sebesar 90% dan persentase akurasi pengenalan untuk

citra yang tidak dilatih sebesar 60%.

Tomuka, J., et all (2016), Hubungan Panjang Telapak Kaki dengan Tinggi

Badan untuk Identifikasi Forensik, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa dalam

upaya yang bertujuan membantu penyidik dalam menentukan identitas seseorang

yang sangat penting dalam peradilan, salah satu cara identifikasi ialah dengan

antropometri forensik. Peran antropometri foreksik menjadi salah satu cabang

antropologi khususnya antropologi ragawi dalam menunjang pelayanan dokter

forensik didasarkan pada kemampuan pemeriksaan antropologis untuk menilai dan

merekontruksi gambaran biologis individu manusia. Metode dalam antropologi

6

forensik yaitu dapat digunakan untuk identifikasi ialah antropometri yaitu dengan

cara mengukur bagian-bagian tubuh, pengukuran antropometri berdasarkan tinggi

badan, panjang dan lebar kepala, sidik jari, bentuk hidung, telinga, dagu, warna

kulit, warna rambut, tanda pada tubuh, serta DNA.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengenalan Pola

Pengenalan pola (pattern recognition) adalah suatu ilmu untuk

mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran

kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu obyek (Putra, 2010).

Pengenalan pola bertujuan menentukan kelompok atau kategori pola

berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut. Dengan kata lain, pengenalan

pola membedakan suatu obyek dengan obyek yang lain.

2.2.2 Citra Digital

Citra digital merupakan sebuah gambaran dua dimensi berupa matriks

berukuran tertentu yang diwakili oleh baris dan kolom. Pada sebuah citra digital

perpotongan antara baris dan kolom disebut dengan pixels, pels atau picture

elements. Pixels (picture elements atau pels) merupakan elemen terkecil dari sebuah

citra.

Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y) berukuran M baris

dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial, dan amplitudo f di titik

koordinat (x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik

tersebut. Apabila nilai x,y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga

(finite) dan bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra

digital.

Citra digital dapat diolah dengan komputer digital, maka suatu citra harus

dipresentasikan secara numerik dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari

fungsi malar (kontinu) menjadi nilai-nilai diskrit tersebut digitalisasi (Munir, 2004).

Terdapat 3 jenis format warna citra, antara lain:

a. Citra biner/Citra hitam putih

7

Citra biner merupakan citra yang berwarna hitam dan putih. Dibutuhkan 1

bit untuk menyimpan kedua warna tersebut didalam memori, dimana bit 0

menyatakan warna hitam dan bit 1 menyatakan warna putih.

Gambar 2.1 Citra Biner

b. Citra Grayscale

Citra grayscale adalah citra satu kanal dengan fungsi f(x,y) yang

menyatakan tingkat keabuan suatu citra dari gambar hitam ke putih. Setiap piksel

dari citra grayscale terdiri dari 256 gradasi warna yang diwakili oleh 1 byte yaitu

dari 0-255 atau 8 bit level.

Gambar 2.2 Representasi Tingkat Keabuan

c. Citra Warna/Citra RGB

Citra warna adalah citra yang memiliki tiga komponen, yaitu merah (red),

hijau (green) dan biru (blue). Pada citra warna sebuah piksel diwakili 3 byte, dimana

masing-masing byte tersebut merepresentasikan warna merah (red), hijau (green)

dan biru (blue). Setiap warna dasar menggunakan penyimpanan 8 bit = 1 byte, yang

berarti setiap warna mempunyai gradasi sebanyak 255 warna. Berarti setiap piksel

mempunyai kombinasi warna sebanyak 224 = 16 juta warna lebih.

8

Gambar 2.3 Citra Warna

2.2.3 Akuisisi Data

Akuisisi data adalah tahap dalam mendapatkan citra dengan tujuan untuk

menentukan data yang dibutuhkan dan memilih metode dalam perekaman citra

digital. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap ini secara umum dimulai dari

persiapan obyek yang akan diambil citranya, alat-alat sampai pada pencitraan.

Pencitraan yaitu kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar,

lukisan, patung, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat

digunakan untuk pencitraan adalah: kamera vidio, kamera digital, scanner, foto

sinar-x/infra merah.

2.2.4 Preprocessing

Preprocessing adalah proses pengolahan data asli sebelum data tersebut di

ekstraksi ciri.

a. Cropping

Cropping adalah proses memotong citra pada koordinat tertentu dalam citra.

Proses ini sangat penting dilakukan sebelum citra diproses untuk diambil cirinya,

agar mendapatkan bagian citra yang dianggap penting dan memiliki banyak

informasi.

b. Resize

Resize adalah proses mengubah atau mengurangi ukuran citra menjadi

ukuran tertentu. Proses ini adalah proses pelengkap dari cropping citra, yang

bertujuan agar proses komputasi menjadi lebih cepat.

9

c. Grayscale

Grayscale adalah citra satu kanal dengan fungsi f(x,y) yang menyatakan

tingkat keabuan suatu citra dari gambar hitam ke putih. Untuk mendapatkan citra

grayscale (aras keabuan) digunakan rumus:

𝐼(𝑥, 𝑦) = 𝛼. 𝑅 + 𝛽. 𝐺 + 𝛾. 𝐵............................................................................. (2.1)

Dengan I(x,y) adalah level keabuan pada suatu koordinat yang diperoleh dengan

mengatur komposisi warna R (merah), G (hijau), B (biru) yang ditunjukkan oleh

nilai parameter α, β, dan γ. Nilai yang lain juga dapat diberikan untuk ketiga

parameter tersebut asalkan total nilai keseluruhannya adalah 1 (Putra, 2010).

d. Thresholding

Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi

citra biner atau hitam putih sehingga dapat diketahui daerah mana yang termasuk

obyek dan latar belakang dari citra secara jelas.

Hal yang perlu diperhatikan pada proses threshold adalah memilih sebuah

nilai threshold (T) dimana piksel yang bernilai dibawah nilai threshold akan diset

menjadi hitam dan piksel yang bernilai diatas nilai threshold akan diset menjadi

putih. Atau dinyatakan,

𝑦 = {𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 > 𝑇

ℎ𝑖𝑡𝑎𝑚 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 ≤ 𝑇 .............................................................................(2.2)

Dengan x adalah nilai aras keabuan dari citra input (asli), T adalah nilai ambang

yang dipilih, dan y adalah keluaran. Thresholding merupakan bagian yang penting

dalam segmentasi citra, misalnya saat dikehendaki untuk mengisolasi suatu obyek

tertentu dari latar belakangnya. Dewasa ini juga digunakan sebagai bagian dari

penglihatan robot (robot vision).

10

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Citra Asli, (b) Citra Hasil Thresholding

e. Segmentasi

Dalam melakukan pengenalan sebuah obyek di antara banyak obyek dalam

citra, komputer harus melakukan proses segmentasi terlebih dahulu. Segmentasi

citra merupakan bagian dari proses pengolahan citra. Proses segmentasi citra ini

lebih banyak merupakan suatu proses pra pengolahan pada sistem pengenalan

obyek dalam citra. Segmentasi citra (image segmentation) mempunyai arti

membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria

keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat

keabuan piksel-piksel tetangganya, kemudian hasil dari proses segmentasi ini akan

digunakan untuk proses tingkat tinggi lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap

suatu citra, misalnya proses klarifikasi citra dan proses identifikasi obyek.

Segmentasi mengacu pada operasi pemisahan sebuah citra menjadi bagian-

bagian atau komponen-komponennya, atau memisahkan obyek-obyek yang ada

pada citra tersebut. Sebagian besar kegiatan segmentasi citra melakukan pemisahan

obyek (yang menjadi pusat perhatian) dari latar belakangnya.

Segmentasi diproses dengan menggabungkan citra sebelum di proses

thresholding dengan citra hasil thresholding.

11

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) Citra Asli, (b) Citra Hasil Segmentasi

2.2.5 Ekstraksi Fitur (Feature Extraction)

Feature extraction merupakan suatu pengambilan ciri/fitur dari suatu

bentuk yang nantinya nilai yang didapatkan akan dianalisis menggunakan proses

selanjutnya. Feature extraction dilakukan dengan cara menghitung jumlah titik atau

piksel yang ditemui dalam setiap pengecekan, dimana pengecekan dilakukan dalam

berbagai arah tracing pengecekan pada koordinat kartesian dari citra digital yang

dianalisis, yaitu vertikal, horizontal, diagonal kanan dan diagonal kiri. Fitur

merupakan karakteristik unik dari suatu obyek. Fitur dibedakan menjadi dua yaitu

‘alami’ merupakan bagian dari gambar, misalnya kecerahan dan tepi obyek. Dan

fitur ‘buatan’ merupakan fitur yang diperoleh dengan operasi tertentu pada gambar,

misalnya histogram tingkat keabuan. Sehingga ekstraksi fitur adalah proses untuk

mendapatkan ciri-ciri pembeda yang membedakan suatu obyek dengan obyek yang

lain (Putra, 2010).

a. Ekstraksi Fitur Geometri

Ciri geometri merupakan ciri yang didasarkan pada hubungan antara dua

buah titik, garis, atau bidang dalam citra digital. Geometri telapak kaki merupakan

salah satu jenis karakteristik biometrik yang dapat digunakan untuk sistem

autentikasi baik untuk sistem verifikasi maupun sistem identifikasi. Yang termasuk

ciri-ciri geometri telapak kaki antara lain: panjang dan lebar telapak kaki, luas

telapak kaki, dan lain sebagainya. Beberapa proses awal yang dapat dilakukan

12

untuk mempermudah mendapatkan ciri-ciri geometri telapak kaki adalah binerisasi.

Proses binerisasi menghasilkan citra biner dengan memiliki dua nilai tingkat

keabuan yaitu hitam dan putih.

b. Ekstraksi Fitur Warna Aras Keabuan

Pada citra berskala keabuan, jumlah aras keabuan (biasa disimbolkan

dengan L) sebanyak 256. Misalkan citra digital memiliki L derajat keabuan, yaitu

dari nilai 0 sampai L – 1 (misalnya pada citra dengan kuantisasi derajat keabuan 8-

bit, nilai derajat keabuan dari 0 sampai 255). Secara matematis histogram citra

dihitung dengan rumus:

ℎ𝑖 =𝑛𝑖

𝑛 , i = 0, 1, … , L − 1 ...............................................................(2.3)

Yang dalam hal ini,

𝑛𝑖 = jumlah piksel yang memiliki derajat keabuan i

𝑛 = jumlah seluruh piksel di dalam citra

Plot ℎ𝑖 versus 𝑓𝑖 dinamakan histrogram. Gambar 2.6 adalah contoh sebuah

histogram citra. Secara grafis histogram ditampilkan dengan diagram batang.

Gambar 2.6 Histogram Citra

Rumus rata-rata atau mean aras keabuan:

�̅� =∑ 𝑥𝑖

𝑛𝑖=1

𝑛 .................................................................................................. (2.4)

Keterangan:

�̅� = rata-rata

13

𝑥𝑖 = nilai piksel ke-i

𝑛 = jumlah piksel

Rumus standar deviasi aras keabuan:

𝑠 = √∑ (𝑥𝑖− �̅�)2𝑛

𝑖=1

𝑛−1 ....................................................................................... (2.5)

Keterangan:

�̅� = rata-rata

𝑥𝑖 = nilai piksel ke-i

𝑛 = jumlah piksel

2.2.6 K-Nearest Neighbor

Metode klasifikasi algoritma KNN merupakan salah satu metode

pengklasifikasian data yang memiliki konsistensi yang kuat, dengan cara mencari

kasus dengan menghitung kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama

berdasarkan pencocokan bobot (Lutfhi & Kusrini, 2009). KNN termasuk algoritma

supervised learning dimana hasil dari query instance yang baru diklasifikasikan

berdasarkan mayoritas dari kategori pada KNN. Kelas yang paling banyak muncul

yang akan menjadi kelas hasil klasifikasi.

Tujuan dari algoritma ini adalah mengklasifikasikan obyek baru

berdasarkan atribut dan training sample. Classifier tidak menggunakan model

apapun untuk dicocokkan dan hanya berdasarkan pada memori. Diberikan titik

query, akan ditemukan sejumlah k obyek atau (titik training) yang paling dekat

dangan titik query. Klasifikasi menggunakan voting terbanyak diantara klasifikasi

dari k obyek. Algoritma k-nearest neighbor (KNN) menggunakan klasifikasi

ketetanggaan sebagai nilai prediksi dari query instance yang baru.

Algoritma metode KNN sangatlah sederhana, bekerja berdasarkan jarak

terpendek dari query instance ke training sample untuk menentukan KNN-nya.

Training sample diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak, dimana masing-

14

masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Ruang ini dibagi menjadi bagian-

bagian berdasarkann klasifikasi training sample. Sebuah titik pada ruang ini

ditandai kelas c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling banyak ditemui pada

k buah tetangga terdekat dari titik tersebut. Dekat atau jauhnya tetangga biasanya

dihitung berdasarkan Euclidean Distance.

Eucledian distance paling sering digunakan dalam menghitung dekat atau

jauhnya tetangga. Eucledian Distance berfungsi menguji ukuran yang bisa

digunakan sebagai interpretasi kedekatan jarak antara dua obyek. Yang

dipresentasikan pada Persamaan 2.5.

𝐷𝑖𝑗 = [ (𝑥𝑖 − 𝑥𝑗)2 + (𝑦𝑖 − 𝑦𝑗)2 ] ................................................................... (2.6)

Dimana D(i,j) adalah jarak skalar dari kedua vektor i dan j dari matriks dengan

ukuran D dimensi.

Semakin besar nilai D akan semakin jauh tingkat keserupaan antara kedua

individu dan sebaliknya jika nilai D semakin kecil maka akan semakin dekat tingkat

keserupaan antara individu tersebut. Nikai k yang terbaik untuk algoritma ini

tergantung pada data. Secara umum, nilai k yang tinggi akan mengurangi efek noise

pada klasifikasi, tetapi membuat batasan antara setiap klasifikasi menjadi semakin

kabur.

Nilai k yang bagus dapat dipilih dengan optimasi parameter, misalnya

dengan menggunakan cross-validation. Kasus khusus dimana klasifikasi

diprediksikan berdasarkan training data yang paling dekat (dengan kata lain, k=1)

disebut algoritma nearest neighbor.

Ketetapan algoritma K-NN sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya fitur-

fitur yang tidak relevan atau jika bobot fitur tersebut tidak setara dengan

relevansinya terhadap klasifikasi. Riset terhadap algoritma ini sebagian besar

membahas bagaimana memilih dan memberi bobot terhadap fitur agar performa

klasifikasi menjadi lebih baik. Langkah-langkah untuk menghitung algoritma K-

NN.

1. Menentukan nilai k.

15

2. Menghitung kuadrat Eucledian Distance masing-masing obyek terhadap data

training yang diberikan.

3. Mengurutkan obyek-obyek tersebut ke dalam kelompok yang mempunyai

Eucledian Distance terkecil.

4. Mengumpulkan label kelas Y (klasifikasi Nearest Neighbor).

Dengan menggunkan kategori Nearest Neighbor yang paling mayoritas maka dapat

diprediksikan nilai query instance yang telah dihitung.