Author
lehanh
View
214
Download
0
Embed Size (px)
66
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN TEORI
1. Anatomi Payudara
Payudara atau mammae adalah struktur kulit yang dimodifikasi,
berglandular pada anterior thorax. Pada perempuan mengandung unsur untuk
mensekresi susu untuk makan bayi (Kumala, 1998).
a. Struktur Makroskopis (Verralls, 1997)
Gambar 2.1 : Struktur Makroskopis Payudara
1). Cauda Axillaris
Cauda axillaris adalah jaringan payudara yang meluas ke axilla
2). Areola
Areola adalah daerah lingkaran yang terdiri dari kulit yang longgar
dan mengalami pigmentasi dan masing-masing payudara bergaris
Cauda Axilaris
Papilla
Areola
7
tengah kira-kira 2,5 cm. Areola berwarna merah muda pada wanita
yang berkulit cerah, lebih gelap pada wanita yang berkulit coklat, dan
warna tersebut menjadi lebih gelap pada waktu hamil. Di daerah
areola ini terletak kira-kira 20 glandula sebacea. Pada kehamilan
areola ini membesar dan disebut tuberculum montgomery.
3). Papilla Mammae
Papilla mammae terletak di pusat areola mammae setinggi iga (costa)
keempat. Papilla mammae merupakan suatu tonjolan dengan panjang
kira-kira 6 mm, tersusun atas jaringan erektil berpigmen dan
merupakan bangunan yang sangat peka. Permukaan papilla mammae
berlubang-lubang berupa ostium papillare kecil-kecil yang merupakan
muara ductus lactifer.
b. Struktur Mikroskopis
Payudara terutama tersusun atas jaringan kelenjar tetapi juga
mengandung sejumlah jaringan lemak dan ditutupi oleh kulit. Jaringan
kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 18 lobus yang dipisahkan secara
sempurna satu sama lain oleh lembaran-lembaran jaringan fibrosa. Setiap
lobus merupakan satu unit fungsional dan tersusun atas bangun sebagai
berikut (Verralls, 1997):
8
Gambar 2.2 : Struktur Mikroskopis Payudara
1). Alveoli
Alveoli mengandung sel-sel yang menyekresi air susu. Setiap alveolus
dilapisi oleh sel-sel yang menyekresi air susu, disebut acini yang
mengekstrasi faktor-faktor dari darah yang penting untuk
pembentukan air susu. Disetiap keliling alveolus terdapat sel-sel
mioepitel yang kadang-kadang disebut sel keranjang. Apabila sel-sel
ini dirangsang oleh oksitosin akan berkontraksi sehingga mengalirkan
air susu ke dalam ductus lactifer.
2). Tubulus Lactifer
Tubulus lactifer merupakan saluran kecil yang berhubungan dengan
alveoli.
3). Ductus Lactifer
Ductus lactifer adalah saluran sentral yang merupakan muara
beberapa tubulus lactifer.
9
4). Ampulla
Ampulla adalah bagian dari ductus lactifer yang melebar, yang
merupakan tempat penyimpanan air susu. Ampulla terletak di bawah
areola.
2. Fisiologi Laktasi
Proses produksi, sekresi dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.
Ketika bayi menghisap payudara, hormon oksitosin membuat ASI mengalir
dari dalam alveoli melalui saluran susu (ducts milk) menuju reservoir susu
yang berlokasi di belakang areola, lalu ke dalam mulut bayi. Pengaruh
hormonal bekerja mulai dari bulan ketiga kehamilan, dimana tubuh wanita
memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem
payudara (Saleha, 2009).
Untuk memasyarakatkan pemberian ASI sejak dini dengan tujuan
mencegah terjadinya engorgement diperlukan faktor-faktor pendukung yang
terus-menerus mengupayakan keberhasilan menyusui, yang antara lain
bergantung pada peran yang dilakukan oleh : peran petugas kesehatan, peran
rumah sakit dan pemerintah, peran fisik dan psikis ibu, faktor keluarga, faktor
masyarakat dan faktor bayi (Saleha, 2009).
a. Produksi Air Susu Ibu
Prolaktin merupakan suatu hormon yang disekresi oleh glandula
pituitaria anterior, penting untuk produksi air susu ibu, tetapi walaupun
kadar hormon ini di dalam sirkulasi maternal meningkat selama
10
kehamilan, kerja hormon ini dihambat oleh hormon plasenta. Dengan
lepas atau keluarnya plasenta pada akhir proses persalinan, maka kadar
estrogen dan progesteron berangsur-angsur turun sampai tingkat pada
dilepaskannya dan diaktifkannya prolaktin (Verralls, 1997).
b. Pengeluaran Air Susu (Sarwono, 2005)
1) Reflek Produksi
Hisapan bayi pada payudara merangsang produksi hormon prolaktin
yang akan menyebabkan sel-sel sekretori dan alveoli untuk
memproduksi susu yang akan disiapkan dalam lumen.
Pembendungan ASI yang terjadi dalam alveolus akan menyebabkan
adanya penekanan pada pembuluh darah, sehingga akan
menyebabkan penurunan prolaktin dalam darah sehingga sekresi
ASI juga berkurang (Mommies, 2006).
Untuk mengetahui banyaknya produksi ASI, beberapa kriteria
yang dapat digunakan sebagai patokan jumlah ASI cukup atau tidak
adalah : ASI yang banyak dapat merembes keluar melalui puting,
sebelum disusukan payudara terasa tegang, jika ASI cukup setelah
menyusu bayi akan tertidur/tenang selama 3 sampai 4 jam dan bayi
akan sering berkemih sekitar 8 kali sehari (Saleha, 2009).
Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari kurang seringnya
menyusui atau memerah payudara, bayi tidak bisa menghisap secara
efektif, dan kurangnya gizi ibu. Sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ASI antara lain adalah frekuensi pemberian
11
susu, berat bayi saat lahir, usia kehamilan saat melahirkan, usia ibu
dan paritas, stres dan penyakit akut, merokok, mengonsumsi
alkohol, dan penggunaan pil kontrasepsi (Saleha, 2009).
2) Reflek Let Down
Hisapan bayi pada payudara dapat merangsang produksi hormon
oksitosin yang akan menyebabkan kontraksi sel yang terdapat dalam
lumen, masuk ke dalam sinus lacteal di daerah areola. Reflek let
down ini sangat sensitif terhadap faktor kejiwaan ibu dan proses
produksinya dapat terhambat apabila ibu lelah, merasa malu, atau
tidak pasti. Produksi ASI akan lancar apabila ibu merasa bangga dan
yakin akan kemampuannya menyusui.
Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down antara lain :
melihat bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi dan
memikirkan untuk menyusui bayi (Saleha, 2009).
3. Masalah Yang Sering Timbul Dalam Masa Laktasi
Masalah-masalah yang biasanya terjadi dalam pemberian ASI yang
disebabkan karena masalah pada payudara antara lain : puting susu rata,
puting susu lecet, bendungan payudara (engorgement), saluran ASI tersumbat,
mastitis dan abses payudara. Dan masalah yang sering timbul dari faktor bayi
antara lain : bayi bingung puting dan bayi enggan menyusu. Sedangkan
masalah lain yang sering timbul adalah adanya sindrom ASI kurang dan ibu
bekerja (Sarwono, 2005).
12
Untuk dapat mencegah dan menangani masalah engorgement maka ibu
memerlukan pengetahuan tentang bendungan ASI sehingga ibu mempunyai
kesadaran dalam bersikap untuk melakukan pencegahan masalah
engorgement.
Sebagian perempuan menganggap bahwa masa-masa setelah
melahirkan adalah masa-masa sulit yang akan menyebabkan mereka
mengalami tekanan secara emosional. Gangguan-gangguan psikologis yang
muncul akan mengurangi kebahagiaan yang dirasakan, dan sedikit banyak
mempengaruhi penerimaan ibu terhadap bayi baru lahir, yaitu dalam hal
perawatan anak.
Sikap ibu terhadap bayi akan lebih menyenangkan jika pengalaman
melahirkan relatif lebih mudah daripada pengalaman melahirkan yang lama,
sulit, dan disertai dengan komplikasi fisik, dan semakin cepat kesehatan ibu
pulih setelah melahirkan semakin menyenangkan sikapnya terhadap bayi dan
semakin ia yakin pada kemampuannya untuk melaksanakan peran ibu secara
memuaskan. Robert A. Hinde (1974) dalam Saleha (2009) menyatakan bahwa
semakin baik perawatan yang diterima ibu selama kehamilan, akan semakin
baik pula perlakuan ibu tersebut kepada bayinya.
4. Engorgement
a. Pengertian
Engorgement yang biasa disebut dengan payudara bengkak (Breast
engorgement) disebabkan pengeluaran ASI yang tidak lancar karena bayi
13
tidak sering menyusu atau terlalu cepat disapih. Dapat pula disebabkan
adanya gangguan let down reflex (Sarwono, 2005).
b. Gejala
Gejala yang biasa muncul bila engorgement terjadi antara lain
payudara terasa penuh, panas, berat dan keras, tidak terlihat mengkilat,
edema atau merah. ASI biasanya mengalir lancar dan kadang-kadang
menetes keluar secara spontan, namun ada pula payudara yang terbendung
membesar, membengkak, dan sangat nyeri. Ibu kadang-kadang menjadi
demam, namun biasanya akan hilang dalam 24 jam (Tanaya, 2006).
c. Penyebab
1). Faktor Hormon
Proses pembentukan ASI dan pengeluaran ASI dipengaruhi oleh
hormon oksitosin dan hormon prolaktin. Ketika payudara mulai
digunakan untuk menyusui, dibawah areola terdapat saluran yang
melebar yang disebut sinus laktiferus yang berfungsi untuk
menampung air susu (Rianto, 2009).
Setelah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan
progesteron turun dalam dua sampai tiga hari. Dengan ini fungsi dari
hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic
hormone (prolaktin) waktu hamil dan sangat dipengaruhi oleh
estrogen, tidak dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin oleh
hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus kelenjar mammae terisi
dengan air susu, tetapi untuk megeluarkannya dibutuhkan reflek yang
14
menyebabkan kontraksi sel-sel mioepiteal yang mengelilingi alveolus
dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut (Sarwono, 2005).
2). Hisapan Bayi
Proses menyusui tergantung 2 reflek (Sarwono, 2005), yaitu :
a) Reflek Produksi
Hisapan bayi pada payudara merangsang produksi hormon
prolaktin yang akan menyebabkan sel-sel sekretori dan alveoli
untuk memproduksi susu yang akan disiapkan dalam lumen.
b) Reflek Let Down
Hisapan bayi pada payudara dapat merangsang produksi
hormon oksitosin yang akan menyebabkan kontraksi sel yang
terdapat dalam lumen, masuk ke dalam sinus lacteal di daerah
areola. Reflek let down ini sangat sensitif terhadap faktor kejiwaan
ibu dan proses reproduksinya dapat terhambat apabila ibu lelah,
merasa malu, atau tidak pasti. Produksi ASI akan lancar apabila
ibu merasa bangga dan yakin akan kemampuannya menyusui.
3). Pengosongan Payudara
Ketika susu mulai masuk menggantikan kolostrum pada hari setelah
persalinan, payudara akan menjadi lebih besar, lebih berat dan lebih
empuk karena bertambahnya getah bening dan suplai darah. Pada saat
ini akan terjadi bendungan ASI apabila ibu tidak cukup sering
menyusui bayinya dalam jarak waktu yang lama dan jika
15
menghentikan penyusuan secara mendadak atau payudara tidak
dikosongkan secara memadai (Nellson,1995).
Apabila ASI berlebihan sampai keluar memancar, maka sebelum
menyusui diusahakan ASI dikeluarkan terlebih dahulu, untuk
menghindari bayi tersedak atau enggan menyusu. Pengeluaran ASI
dapat dilakukan dengan cara : Pengeluaran ASI dengan tangan dan
pengeluaran ASI dengan pompa.
4). Cara Menyusui
Menyusui merupakan proses ilmiah dan kadang terlihat amat sangat
sederhana, namun bila dilakukan dengan cara yang salah akan
menyebabkan terjadinya puting susu lecet, air susu tidak keluar
dengan sempurna sehingga akan terjadi pembendungan air susu
(Inggrid, 2006).
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin akan mengalami
berbagai masalah, hanya karena tidak mengetahui cara-cara yang
sebenarnya sangat sederhana, seperti caranya menaruh bayi pada
payudara ketika menyusui, hisapan bayi yang mengakibatkan puting
terasa nyeri, dan masih banyak lagi masalah yang lain. Terlebih pada
minggu pertama setelah persalinan seorang ibu lebih peka dalam
emosi. Untuk itu seorang ibu butuh seseorang yang dapat
membimbingnya dalam merawat bayi termasuk dalam menyusui.
Orang yang dapat membantunya terutama adalah orang yang
berpengaruh besar dalam kehidupannya atau orang yang disegani,
16
seperti suami, keluarga/ kerabat terdekat atau kelompok-kelompok ibu
pendukung ASI dan dokter/ tenaga kesehatan (Christine, 2005).
Saat kembali bekerja, usahakan memerah ASI dari kedua belah
payudara minimal empat jam sekali sebanyak tiga kali selama jam
kerja (Saleha, 2009).
a). Posisi Menyusui
Posisi yang nyaman untuk menyusui sangat penting. Lecet
pada puting susu dan payudara merupakan kondisi tidak normal
dalam menyusui, tetapi penyebab lecet yang paling umum adalah
posisi dan perlekatan yang tidak benar pada payudara (Varney,
2007).
(1). Posisi Madona (atau ”menggendong”)
Bayi berbaring miring, menghadap ibu. Kepala, leher,
punggung atas bayi diletakkan pada lengan bawah lateral
payudara. Ibu menggunakan tangan sebelahnya untuk
memegang payudara jika diperlukan.
(2). Posisi Menggendong-Menyilang
Bayi berbaring miring, menghadap ibu. Kepala, leher, dan
punggung atas bayi diletakkan pada telapak kontralateral dan
sepanjang lengan bawahnya. Ibu menggunakan tangan
sebelahnya untuk memegang payudara jika diperlukan.
17
(3). Posisi football (atau ”mengempit”)
Bayi berbaring miring atau punggung melingkar antara lengan
dan samping dada ibu. Lengan bawah dan tangan ibu
menyangga bayi, dan ia menggunakan tangan sebelahnya
untuk memegang payudara jika diperlukan.
(4). Posisi Berbaring Miring
Ibu dan bayi berbaring miring saling berhadapan. Posisi ini
merupakan posisi paling nyaman bagi ibu yang menjalani
penyambuhan setelah melahirkan melalui operasi (Murkoff,
2002).
b). Lama dan Frekuensi Menyusui
Rentang frekuensi menyusui yang optimal adalah antara 8
sampai 12 kali setiap hari. Meskipun mudah untuk membagi 24
jam menjadi 8 hingga 12 kali menyusui dan menghasilkan
perkiraan jadwal, cara ini bukan merupakan cara makan sebagian
besar bayi (Varney, 2007). Sebaiknya menyusui bayi tanpa
dijadwal (on demand), karena bayi akan menentukan sendiri
kebutuhanya. Ibu harus menyusui bayinya bila bayi menangis
bukan karena sebab lain (kencing, dsb.) atau ibu sudah merasa
ingin menyusui bayinya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan
satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung bayi akan
kosong dalam waktu 2 jam (Inggrid, 2006).
18
Untuk menjaga keseimbangan kedua payudara diusahakan
sampai payudara terasa kosong, agar produksi ASI tetap baik.
Setiap menyusui dimulai dengan payudara yang terakhir
disusukan. Selama masa menyusui sebaiknya ibu menggunakan
BH yang dapat menyangga payudara, tetapi tidak terlalu ketat.
5). Kelainan Puting Susu
d. Pencegahan dan Penatalaksanaan Engorgement
Sekitar hari ketiga setelah melahirkan, seringkali payudara terasa
penuh, tegang dan nyeri. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya
bendungan pada pembuluh getah bening. Ini merupakan tanda bahwa ASI
mulai banyak disekresi. Jika keadaan ini berlanjut, maka kulit payudara
akan tampak lebih mengkilat dan sering ibu sampai mengalami demam
(Suradi, 2008).
1). Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya engorgement apabila memungkinkan,
susukan ASI pada bayi segera setelah lahir dengan posisi yang benar,
menyusui bayi tanpa dijadwal, keluarkan ASI dengan tangan atau
pompa bila produksi ASI melebihi kebutuhan bayi, melakukan
perawatan payudara pasca melahirkan (postpartum) secara teratur, ibu
merasa yakin akan kemampuannya menyusui bayinya dan hanya
memberikan ASI pada bayinya.
19
2). Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu yang mengalami
engorgement antara lain adalah : keluarkan sedikit ASI sebelum
menyusui agar payudara lebih lembek, sehingga lebih mudah
memasukkannya ke dalam mulut bayi, bila bayi belum dapat
menyusu, ASI dikeluarkan dengan tangan atau pompa dan diberikan
pada bayi dengan cangkir/ sendok, menyusui lebih sering dan lebih
lama pada payudara yang mengalami bendungan ASI untuk
melancarkan aliran ASI dan menurunkan tegangan payudara. Untuk
mengurangi rasa sakit dapat diberi kompres dingin, kompres panas
untuk melancarkan aliran aliran darah payudara dan bila ibu demam
dapat diberikan obat penurun demam dan pengurang sakit.
Apabila bayi belum menyusu dengan baik atau kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna maka akan terjadi engorgement (Hamilton,
1999). Sesuai dengan pendapat Macklin (1988) dalam Subekti (2005)
mengatakan bahwa pasangan yang bekerja cenderung melakukan pembagian
tugas-tugas kewanitaan tradisional daripada melakukan pembagian tugas-
tugas keluarga dimana salah satu pasangan atau keduanya bekerja, khususnya
dalam bidang perawatan anak. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa dengan adanya kesibukan keluarga dalam pekerjaan akan menurunkan
tingkat perawatan dan perhatian dalam keluarga, maka dengan adanya
kesibukan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan
20
perawatan payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya
peningkatan angka kejadian kasus engorgement.
Kebutuhan yang harus dapat dipenuhi selama masa nifas (menyusui)
antara lain : yang pertama adalah kebutuhan fisik. Ibu yang menyusui harus
cukup istirahat, memakan makanan yang bergizi, sering meghirup udara segar,
dan lingkungan yang bersih. Yang kedua adalah kebutuhan psikologi, stres
setelah persalinan dapat segera distabilkan dari dukungan keluarga yang
menunjukkan rasa simpati, mengakui dan menghargai ibu. Kebutuhan yang
ketiga adalah kebutuhan sosial, seringkali ibu yang berpengalaman dapat
memberikan informasi konkret yang sangat berharga kepada ibu-ibu yang lain
dan ibu yang kurang atau bahkan tidak berpengalaman mungkin akan meniru
tindakan ibu yang lain yang dianggap baik, dan kebutuhan yang terakhir
adalah kebutuhan psikososial (Saleha, 2009).
5. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (Health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha
seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan
usaha untuk penyembuhan apabila sakit.
21
b. Perilaku pencarian pengobatan (Health seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit atau kecelakaan.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan
fisik maupun lingkungan sosial budaya. Dengan perkataan lain, bilamana
seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu
kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat.
Perilaku seseorang menurut Lawrence Green (1980) dalam
Notoatmodjo (2003) dipengaruhi oleh faktor predisposisi (predisposing
factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat (reinforcing
factor).
Faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan
sebagainya. Faktor pemungkin mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya : puskesmas, poliklinik,
polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek swasta. Sedangkan faktor
penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama,
sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah
daerah yang terkait dengan kesehatan.
22
6. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap subyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2003).
Untuk dapat mencegah dan menangani masalah engorgement maka ibu
memerlukan pengetahuan tentang payudara bengkak sehingga ibu
mempunyai kesadaran dalam bersikap untuk melakukan pencegahan
masalah engorgement.
Pengetahuan responden yang baik tentu akan mempengaruhi sikap yang
semakin positif, tetapi perlu diketahui juga bahwa pembentukan sikap
seseorang sangat ditentukan oleh kepribadian intelegensia, bakat, minat,
perasaan serta kebutuhan dan motivasi seseorang (Widayatun, 1999).
Responden yang memiliki sikap negatif dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu pengalaman pribadi, pengaruh media massa, orang lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, pengaruh pendidikan, pengaruh
agama dan kepercayaan, serta pengaruh emosional (Azwar, 2003).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui. Menurut Taksonomi Bloon, terdiri dari tiga katagori
yaitu dikenal sebagai domain atau ranah kognitif, ranah efektif dan ranah
psikomotorik. Pengetahuan dalam domain mempunyai 6 tingkatan, yaitu :
23
1). Tahu (know)
Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari.
2). Memahami (comprehetion)
Memahami adalah merupakan kemampuan menjelaskan secara benar
tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
3). Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan kemampuan menggunakan materi yang telah
dipelajari pada kondisi dan situasi riil atau sebenarnya.
4). Analisis
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek ke dalam
komponen tetapi masih tetap berkaitan satu sama lainnya. Dengan
analisis seseorang dapat mempunyai pemahaman yang komprehensif.
5). Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru.
6). Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
suatu materi atau obyek (Notoatmodjo, 1997).
24
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai
berikut :
1). Faktor internal
Meliputi :
a) Jasmani
Faktor jasmani diantaranya adalah keadaan indera seseorang.
b) Rohani
Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual,
psikomotor, serta kondisi efektif dan kognitif individu.
2). Faktor Eksternal
Meliputi :
a). Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam
memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.
Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang
lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir
sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh
dari gagasan tersebut.
b). Paparan media massa
Melalui bermacam-macam media baik cetak maupun elektronik
berbagai informasi dapat diterima, sehingga seseorang yang
25
lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi
yang lebih banyak dibanding dengan orang yang tidak terpapar
informasi media massa. Ini berarti paparan media massa
mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang.
c). Status ekonomi
Tingkat status ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan.
Dimana dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder,
keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi
dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini juga
berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan sekunder.
d). Hubungan sosial
Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling
berinteraksi satu sama lain. Individu yang dapat berinteraksi
secara kontinyu akan dapat lebih biasa mendapatkan informasi.
Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi
kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan
menurut model komunikasi media.
e). Pengalaman
Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari
tingkat kehidupan dalam proses perkembangannya. Misal sering
mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik seperti seminar.
26
f). Akses layanan kesehatan
Mudah atau sulitnya mengakses layanan kesehatan tentunya akan
berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesehatan.
c. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek
penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).
Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003), bahwa pengetahuan merupakan
sebagian bentuk operasional dari perilaku seseorang yakni bersifat positif. Adanya
pengetahuan yang tinggi mengenai menyusui khususnya pada awal menyusui,
selanjutnya dengan timbulnya sikap positif akan menimbulkan perilaku menyusui
yang baik pula. Diharapkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang
dimungkinkan akan memberikan perilaku ke arah perubahan perilaku positif,
dengan kata lain bahwa semakin ibu mengetahui tentang pengertian, gejala,
penyebab, pencegahan dan penatalaksanaan bendungan ASI akan dapat
meminimalkan terjadinya kemungkinan kejadian bendungan ASI. Pengetahuan
merupakan faktor penting dalam menentukan perilaku seseorang karena
pengetahuan dapat menimbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan masyarakat.
Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari pengetahuan.
27
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1: Faktor yang mempengaruhi kejadian engorgement.Sumber :
Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)
Predisposing Factor :
a. Pengetahuan
b. Pendidikan
c. Sikap
d. Kondisi Fisik
e. Psikologis
Reinforcing Factor :
Perilaku (dari orang lain,
tenaga kesehatan, tokoh
masyarakat, keluarga),
media massa
Enabling Factor :
a. Pekerjaan
b. Hubungan sosial
c. Akses layanan
kesehatan
d. Paritas
Kejadianbendungan ASI
pada ibu menyusui
28
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 : Skema kerangka konsep
D. Hipotesis Penelitian
”Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu menyusui tentang bendungan ASI
dengan kejadian bendungan ASI.”
”Ada hubungan status kerja ibu menyusui dengan kejadian bendungan
ASI.”
Tingkat Pengetahuan IbuMenyusui tentangBendungan ASI
Status Kerja IbuMenyusui
KejadianBendungan ASI