of 40 /40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan 1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow (1970 dalam Asmadi (2008) lebih dikenal dengan istilah tingkatan Kebutuhan Dasar Manusia Abraham Maslow. Kebutuhan oksigen menurut Abraham Maslow terdapat dalam kebutuhan fisiologis (physiologic needs), Karena oksigen (O 2 ) merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia. Kebutuhan oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang maka akan terjadi kerusakan jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama akan terjadi kematian. Kebutuhan fisiologis ini mencakup: a. Kebutuhan oksigen (O 2 ) dan pertukaran gas b. Kebutuhan cairan dan elektrolit c. Kebutuhan makanan d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi e. Kebutuhan istirahat dan tidur f. Kebutuhan aktivitas g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh dan h. Kebutuhan seksual. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/1366/6/BAB II.pdf1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan 1. Konsep Kebutuhan

  • Author
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/1366/6/BAB...

  • 1

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan Konsep Dasar Kebutuhan

    1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

    Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow (1970

    dalam Asmadi (2008) lebih dikenal dengan istilah tingkatan Kebutuhan

    Dasar Manusia Abraham Maslow. Kebutuhan oksigen menurut

    Abraham Maslow terdapat dalam kebutuhan fisiologis (physiologic

    needs), Karena oksigen (O2) merupakan kebutuhan yang vital bagi

    kehidupan manusia. Kebutuhan oksigen sangat berperan dalam

    proses metabolisme tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus

    terpenuhi, apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang maka akan

    terjadi kerusakan jaringan otak dan bila hal tersebut berlangsung lama

    akan terjadi kematian. Kebutuhan fisiologis ini mencakup:

    a. Kebutuhan oksigen (O2) dan pertukaran gas

    b. Kebutuhan cairan dan elektrolit

    c. Kebutuhan makanan

    d. Kebutuhan eliminasi urine dan alvi

    e. Kebutuhan istirahat dan tidur

    f. Kebutuhan aktivitas

    g. Kebutuhan kesehatan temperatur tubuh dan

    h. Kebutuhan seksual.

    6

  • 2

    Gambar 2.1. Kebutuhan Dasar Abraham Masllow

    (Sumber: Saputra 2014).

    2. Pengertian Oksigenasi

    Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling

    mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh

    mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh

    oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau

    fisika). Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan

    unsur vital dalam proses motabolisme dan untuk mempertahankan

    kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh, secara normal elemen ini

    diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernafas dari atmosfer.

    Oksigen kemudian diedarkan keseluruh jaringan tubuh.penyampaian

    iksigen kejaringan tubuh sangat tergantung dari sistem kardiovaskuler,

    hemoglobin, dan keadaan respirasi itu sendiri (Andromoyo, 2012).

    Masalah keperawatan yang terjadi terkait dengan kebutuhan

    oksigen salah satunya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Masalah

    keperawatan ini menggambarkan kondisi jalan nafas yang tidak bersih,

    misalnya karena spasme bronkhus, dan lain-lain (Asmadi, 2009).

    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas merupakan ketidakmampuan

    membersikan sekret atau obstruksi jalan nafas untuk mempertahankan

    jalan nafas tetap paten (SDKI, 2016).

  • 3

    3. Anatomi Sistem Pernafasan

    Gambar 2.2. Anatomi Sistem Pernafasan

    (Sumber: Potter & Perry 2010).

    Anatomi saluran pernafasan terbagi menjadi dua bagian yaitu

    saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah.

    a. Sistem pernafasan atas

    1) Hidung

    Hidung (nasal) merupakan organ tubuh berfungsi sebagai

    alat pernafasan (respirasi) dan indra penciuman (pembau).

    Dinding organ hidung dilapisi oleh mukosa berfungsi untuk

    menyaring, menghangatkan,dan melembabkan udara masuk

    melalui hidung. Vestibulum merupakan bagian dari rongga

    hidung berambut dan berfungsi menyaring partikel-partikel

    asing berukuran besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan

    bagian bawah.

    2) Faring

    Faring (Tekak) adalah saluran otot selaput kedudukan

    nya tegak lurus antara basis krani dan vertebrae servikalis VI.

    Faring merupakan saluran sama-sama dilalui oleh udara dan

    makanan. Faring terbagi menjadi nasofaring dan orofaring yang

    kaya akan pasokan jaringan limfe menangkap dan

    menghancurkan pathogen masuk bersamaan dengan udara.

  • 4

    3) Laring

    Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan

    tulang rawan dilengkapi dengan otot, membrane, jaringan ikat,

    dan ligamentum. Laring sangat penting untuk mempertahankan

    kepatenan jalan nafas bawah dari makanan dan minuman

    ditelan. Selama menelan pintu masuk ke laring (epiglottis)

    menutup, mengarahkan makanan masuk ke esophagus.

    Epiglottis terbuka selama bernafas, yang memungkinkan udara

    bergerak bebas ke jalan nafas bawah.

    b. Sistem pernafasan bawah

    1) Trakea (batang tenggorokan)

    Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk

    pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan

    disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae

    servikalis VI sampai ke tepi bawah kartilago krikoidea vertebra

    V. tabung tulang m enghubungkan hidung dan mulut ke paru-

    paru, maka merupakan bagian penting pada system pernafasan.

    trakea adalah tabung berotot kaku terletak di depan

    kerongkongan, yang sekitar 4,5 inci panjang dan lebar 1 inci.

    Diameter didalam sekitar 21-27 mm, panjang 10-16 cm, ada

    sekitar 15-20 cincin tulang rawan berbentuk C tidak Lengkap,

    melindung trakea dan menjaga jalan nafas. Otot-otot trakea

    terhubung ke cincin lengkap dan kontrak saat batuk,

    mengurangi ukuran lumen trakea untuk meningkatkan aliran

    udara.

    2) Bronkus dan bronkiolus

    Trakea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri.

    Bronkus kanan lebih pendek, lebar, dan lebih vertical dari pada

    kiri. Bronkus kiri lebih panjang dan langsing dari kanan, dan

    berjalan dibawah artei pulmonalis sebelum di belah menjadi

    beberapa cabang berjalan ke lobus atas dan bawah. Bronkiolus

  • 5

    membentuk percabangan bronkiolus terminalis, tidak

    mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis ini

    kemudian menjadi bronkiolus respiratori di anggap menjadi

    saluran tradisional antara jalan udara transisional antara jalan

    udara konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

    3) Pulmo (Paru)

    Pulmo (Paru) adalah organ utama dalam system

    pernafasan, merupakan salah satu organ sistem pernafasan

    berada di dalam kantong dibentuk oleh pleura parietalis dan

    pleura viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis dan berada

    dalam rongga torak. Sifatnya ringan dan terapung di dalam air

    (Muttaqin, 2012).

    4. Fisiologi Pernafasan

    Sistem pernafasan atau respirasi berperan dalam menjamin

    ketersediaan oksigen untuk kelangsungan metabolisme sel–sel tubuh

    dan pertukaran gas. Melalui peran sistem respirasi oksigen di ambil

    dari atmosfer, ditransfer masuk ke paru–paru dan terjadi pertukaran gas

    oksigen dengan karbondioksida di alveoli, selanjutnya oksigen akan di

    difusikan untuk masuk ke kapiler darah untuk di manfaatkan oleh sel-

    sel dalam proses metabolisme. Pernafasan (respiratori) adalah peristiwa

    menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh

    (inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida

    (CO2), sisa oksidasi ke luar tubuh (ekspirasi). Proses pemenuhan

    kebutuhan oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi,

    difusi gas, dan transfortasi oksigen (Tarwoto dan Wartonah, 2010).

    a. Ventilasi

    Ventilasi adalah proses untuk menggerakan gas ke dalam dan

    keluar paru-paru. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru

    thoraks elastik dan persyarafan utuh. Otot pernafasan inspirasi

    utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik,

  • 6

    keluar dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.

    b. Difusi gas

    Difusi gas adalah bergeraknya gas oksigenasi dan

    karbondioksida atau partikel lain dari area yang bertekanan tinggi ke

    arah bertekanan rendah. Didalam alveoli oksigenasi melintasi

    membrane alveoli-kapiler dari alveoli ke darah karena adanya

    perbedaan tekanan karbondioksida yang tinggi di alveoli dan

    tekanan pada kapiler yang lebih rendah.

    c. Transfortasi oksigen

    Transfortasi oksigen adalah perpindahan gas dari paru ke

    jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

    Transportasi oksigen di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah

    jantung (Kardiak Output), kondisi pembuluh darah, latihan

    (exercise), perbandingan sel darah dengan darah secara keseluruhan

    (hematokrit), serta eritrosit dan kadar hemoglobin (Hb).

    5. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Pernafasan

    Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap, dalam waktu

    tertentu membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak karena suatu

    sebab. Faktor- faktor mempengaruhi kebutuhan oksigen dalam tubuh

    antara lain lingkungan, latihan fisik, emosi, gaya hidup, dan status

    kesehatan.

    a. Lingkungan

    Berada di lingkungan panas, tubuh akan merespon dan

    mengakibatkan terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer,

    akibatnya darah banyak mengalir ke kulit. keadaan tersebut

    mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui pori–pori kulit.

    Respon tersebut mengakibatkan curah jantung meningkat dan

    kebutuhan oksigen juga meningkat. Sebaliknya pada lingkungan

    dingin pembuluh darah mengalami kontraksi dan terjadi penurunan

    tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan

  • 7

    oksigen juga menurun. Selain itu, tempat tinggi juga mempengaruhi

    kebutuhan oksigen. Semakin tinggi tempat, maka semakin sedikit

    kandunngan oksigenasinya. Sehingga, jika seseorang berada pada

    tempat tinggi, misalnya pada ketinggian 3000 meter diatas

    permukaan laut, maka tekanan alveoli berkurang. Hal tersebut

    mengindikasikan kandungan oksigenasi dalam paru–paru sedikit,

    sehingga rawan kekurangan oksigenasi.

    b. Latihan Fisik

    Latihan fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan

    denyut jantung dan respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap

    oksigen (O2) semakain tinggi.

    c. Emosi

    Emosi merupakan gejolak dalam jiwa biasanya diluapkan

    melalui bentuk perbuatan tidak terkendali. Saat seseorang

    mengalami emosi, misalnya timbul rasa takut, cemas dan marah,

    akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen

    meningkat.

    d. Gaya Hidup

    Gaya hidup mempengaruhi status oksigenasi, misalnya pada

    seseorang perokok dapat memperburuk penyakit arteri koroner dan

    pembuluh darah arteri. Nikotin terkandung dalam rokok dapat

    menyebabkan vasokontraksi pembuluh darah perifer dan pembuluh

    darah koroner. Akibatnya suplai darah kejaringan menurun.

    e. Status Kesehatan

    Pada orang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit

    pernafasan, dapat mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan

    oksigen manunisa. Sebaliknya, pada orang sehat, sistem

    kardiovaskuler dan sistem pernafasan berfungsi dengan baik

    sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat.

  • 8

    f. Usia

    Faktor perkembangan merupakan pengaruh sangat penting

    dalam fungsi pernafasan. Perubahan terjadi karena penuaan

    mempengaruhi sistem pernafasan menjadi sangat penting jika sistem

    mengalami gangguan akibat perubahan seperti infeksi, stress fisik,

    atau emosional, pembedahan, anastesi atau prosedur lain.

    g. Stress

    Apabila stress dan stressor dihadapi, baik respons psikologis

    maupun fisiologis dapat mempengaruhi oksigenasi. Beberapa orang

    dapat mengalami hiperventilasi sebagai respon terhadap stress.

    Apabila ini terjadi, karbondioksida arteri meningkat dan

    karbondioksida menurun Akibatnya, seseorang mengalami kunang-

    kunag, kesemutan pada jari tangan, jari kaki, dan sekitar mulut.

    6. Masalah yang terjadi pada Kebutuhan Oksigenasi

    Menurut Asmadi (2008), terdapat beberapa komplikasi dari pola

    napas tidak efektif antara lain:

    a. Hipoksemia

    Hipoksemia adalah kekurangan oksigen di dalam arteri. Terbagi

    atas dua jenis yaitu hipoksemia (Anoksia Anoksik) dan hipoksemia

    isotonk (Anoksia Anemik). Hipoksemia hipotonik terjadi di mana

    tekanan oksigen darah arteri rendah karena karbondioksida dalam

    darah tinggi dan hipoventilasi. Hipoksemia isotonik terjadi di mana

    oksigen normal, tetapi jumlah oksigen dapat pada kondisi anemia,

    keracunan karbondioksda.

    b. Hipoksia

    Merupakan keadaan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak

    adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi

    oksigen di inspirasi atau meningkatnya penggunaan oksigen pada

    tingkat seluler. Hipoksia dapat terjadi setelah 4-6 menit ventilasi

    berhenti spontan. Penyebab lain hipoksia antara lain:

  • 9

    1) Menuruunya hemoglobin (Hb)

    2) Berkurangnya konsentrasi oksigen (O2)

    3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen

    4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli kedalam darah seperti

    pada pneumonia

    5) Menurunya perfusi jaringan seperti pada syok dan

    6) Kerusakan atau gangguan ventilasi. Tanda-tanda hipoksia di

    antaranya kelelahan, kecemasan, menurunnya kemampuan

    konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam,

    sianosis, sesak napas, serta jari tabuh (clubbing fugu).

    c. Gagal napas

    Merupakan keadaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi

    kebutuhan karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara

    adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas karbondioksida

    dan oksigen. Gagal napas ditandai oleh adanya peningkatan

    karbondioksida dan penurunan oksigen dalam darah secara

    signifikan. Gagal napas disebabkan oleh gangguan sistem saraf

    pusat mengontrol pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan

    obat, gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan

    obstruksi jalan napas.

    d. Perubahan pola nafas

    Pada keadaan normal, frekuensi pernafasan pada orang dewasa

    sekitar 18-22 x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih

    panjang dari ekspirasi. Pernafasan normal disebut eupnea.

    Perubahan pola nafas dapat berupa:

    1) Dispnea, yaitu kesulitan bernafasan, misalnya pada pasien

    dengan asma

    2) Apnea, yaitu tidak bernafas, berhenti bernafas

    3) Takipnea, yaitu pernafasan lebih cepat dari normal dengan

    frekuensi lebih dari 24 x/menit

    4) Bradipnea, yaitu pernafasan lebih lambat kurang dari normal

  • 10

    dengan frekuensi kurang dari 16 x/menit

    5) Kussmaul, yaitu pernafasan dengan panjang ekspirasi dan

    inspirasi sama, sehingga pernafasan menjadi lambat dan dalam,

    misalnya pada penyakit diabetes militus dan uremia

    6) Cheyne-stoke, merupakan pernafasan cepat dan dalam kemudian

    berangsur-angsur dangkal dan diikuti priode apnea yang

    berlubang secara teratur. Misalnya pada keracunan obat bius,

    penyakit jantung, dan penyakit ginjal

    7) Stridor, merupakan pernafasan bising yang terjadi karena

    penyempitan pada saluran pernafasan. Pola ini biasanya

    ditemukan pada kasus spasme trackea atau obstruksi laring dan

    8) Biot, adalah pernafasan dalam dan dangkal disertai masa apnea

    dengan priode tidak teratur, misalnya pada penyakit meningitis.

    7. Perubahan Fungsi Pernafasan

    a. Hiperventilasi, merupakan suatu kondisi ventilasi yang berlebih,

    yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbondioksida normal di

    vena, diproduksi melalui metabolisme seluler. Hiperventilasi dapat di

    sebabkan oleh ansietas, infeksi obat-obatan, ketidakseimbangan

    asam-basa, dan hipoksia yang dikaitkan dengan embolus paru atau

    syok.

    b. Hipoventilasi, terjadi ketika ventilasi alveolar tidak adekuat untuk

    memenuhi kebutuhan oksigen. Tubuh mengeliminasi

    karbondioksida secara adekuat. Apabila ventilasi alveolar menurun,

    maka (PaCO2) akan meningkat dan mengakibatkan depresi susunan

    saraf pusat.

    B. Tinjauan Asuhan Keperawatan

    1. Pengkajian

    Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan.

    Pengkajian harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek

  • 11

    biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian

    adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar

    pasien. Metode utama dapat digunakan dalam pengumpulan data

    adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik serta diagnostik

    (Asmadi, 2008). Pengkajian adalah proses sistematis berupa

    pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase dari

    pengkajian meliputi: pengumpulan data dan analisa data.

    a. Pengumpulan Data

    Pengumpulan data merupakan proses berisikan status kesehatan

    pasien, kemampuan pasien untuk mengelola kesehatan dan

    perawatannya juga hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan

    lainnya (Hidayat, A. A, 2009).

    1) Data biografi

    a) Identitas pasien

    Meliputi pengkajian nama, umur, jenis kelamin, agama,

    pendidikan, pekerjaan, suku atau bangsa, tanggal masuk RS,

    tanggal pengkajian, no rm, diagnosa medis, alamat klien.

    b) Identitas Penanggung jawab

    Meliputi pengkajian nama, umur, pendidikan, pekerjaan,

    hubungan dengan klien dan alamat.

    2) Riwayat kesehatan

    a) Keluhan utama

    Merupakan keluhan pasien pada saat masuk RS, Selain itu

    mengungkapkan hal-hal menyebabkan pasien membutuhkan

    pertolongan sehingga pasien dibawa ke RS dan menceritakan

    kapan pasien mengalami gangguan kebutuhan oksigen.

    b) Riwayat kesehatan sekarang

    Mengungkapkan keluhan paling sering dirasakan oleh pasien

    saat pengkajian dengan menggunakan metode PQRST. Metode

    ini meliputi hal-hal:

    - P: Provokatif/paliatif, yaitu membuat terjadinya, timbulnya

  • 12

    keluhan hal-hal apa memperingan dan memperberat

    keadaan atau keluhan pasien tersebut dikembangkan dari

    keluhan utama.

    - Q: Quality/Quantity, seberapa berat keluhan terasa

    bagaimana rasanya, berapa sering terjadi.

    - R: Regional/Radiasi, lokasi keluhan tersebut dirasakan atau

    ditemukan, apakah juga penyebaran ke area lain, daerah

    atau area penyebarannya.

    - S: Severity of Scale, intensitas keluhan dinyatakan dengan

    keluhan ringan, sedang, dan berat.

    - T: Timing, kapan keluhan mulai ditemukan atau dirasakan,

    berapa sering dirasakan atau terjadi, apakah secara

    bertahap, apakah keluhan berulang-ulang bila berulang,

    dalam selang waktu berawal lama hal itu untuk menentukan

    waktu dan durasi.

    Riwayat kesehatan dahulu

    Untuk mendapatkan profil penyakit, cedera atau operasi dialami

    individu sebelumnya.

    (1) Penyakit, operasi atau cidera sebelumnya

    (a) gejala, perjalanan, terminasi

    (b) Kekambuhan komplikasi

    (c) Insiden penyakit pada anggota keluarga lain atau

    komunitas

    (d) Respon emosi pada hospitalisasi sebelumnya dan

    (e) Kejadian dan sifat cidera.

    (2) Alergi

    (a) Hay fever, asma, atau eksema dan

    (b) Reaksi tak umum terhadap makanan, obat, binatang,

    tanaman atau produk rumah tangga.

    (3) Obat-obatan

    Nama, dosis, jadwal, durasi dan alasan pemberian.

  • 13

    (4) Kebiasaan

    (a) Pola perilaku

    Menggigit kuku, menghisap ibu jari, pika, ritual, seperti

    “selimut pengaman“, gerakan tidak umum

    (membenturkan kepala, memanjat), tempat tantram.

    (b) Aktivasi kehidupan sehari-hari

    Jam tidur dan bangun, durasi tidur malam/siang, usia

    toilet training, pola defekasi dan berkemih, tipe latihan

    (c) Penggunaan/penyalahgunaan obat, alkohol, kopi

    (kafein) atau tembakau.

    (d) Disposisi umum, respon terhadap frustasi

    3) Pemeriksaan fisik

    Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi

    terhadap berbagai sistem tubuh. Untuk mendapatkan informasi

    tentang masalah kesehatan yang potensial.

    a) Keadaan umum

    Keadaan umum meliputi penampilan umum, postur tubuh, gaya

    bicara, mimik wajah.

    b) Tanda-tanda vital

    Bertujuan untuk mengetahui keadaan tekanan darah, nadi,

    pernafasan, suhu tubuh.

    c) Kulit

    Kaji keadaan kulit mengenai tekstur, kelembaban, turgor, warna

    dan fungsi perabaan, pruritus, perubahan warna lain, jerawat,

    erupsi, kering berlebih, selain itu perlu dikaji apakah ada

    sianosis.

    d) Kepala

    Kaji cedera lain seperti memar pada kepala, periksa kebersihan

    dan keutuhan rambut.

    e) Mata

    Periksa mata untuk mengetahui ada tidak nya nyeri tekan, kaji

  • 14

    reflek cahaya, edema kelopak mata.

    f) Hidung

    Perdarahan hidung (epitaksis), kaji cairan keluar dari hidung,

    ada tidaknya sumbatan.

    g) Telinga

    Kaji ada tidaknya sakit telinga, rabas, bukti kehilangan

    pendengaran.

    h) Mulut

    Pernafasan mulut, perdarahan gusi, kaedaan gigi, jumlah gigi,

    kaji kelembaban mukosa, warna mukosa bibir.

    i) Tenggorokan

    Sakit tenggorokan, kaji adanya kemerahan atau edema, kaji ada

    tidaknya kesulitan dalam menelan, tersedak, serak atau

    ketidakteraturan suara lain.

    j) Leher

    Kaji nyeri, keterbatasan gerak, kekakuan, kesulitan menahan

    kepala lurus, pembesaran tiroid, pembesaran nodus atau massa

    lain.

    k) Dada

    Kaji kesimetrisan bentuk dada, pembesaran payudara,

    pembesaran nodus remaja, tanyakan tentang pemeriksaan

    payudara.

    (1) Inspeksi dada

    Pada Pemeriksaan ini pemeriksa melihat gerakan dinding

    dada, bandingkan kesimetrisan dinding dada kiri dan kanan.

    Lihat adanya bekas luka, bekas operasi, atau adanya lesi.

    Perhatikan warna kulit daerah dada. Kaji pola pernafasan

    pasien, perhatikan adanya retraksi interkosta, dan

    penggunaan otot bantu nafas.

    (2) Palpasi dada

    Pada Pemeriksaan pertama dilakukan oleh pemeriksa yaitu,

  • 15

    meletakan tangan di atas kedua dinding dada. Rasakan

    kesimetrisan pengembangan dinding dada saat inspirasi dan

    ekspirasi. Selanjutnya, rasakan adanya massa dan krepitasi

    (jika terjadi fraktur). Setelah itu, lakukan Pemeriksaan taktil

    fremitus dengan cara letakan tangan diatas dada, lalu minta

    pasien mengatakan “tujuh tujuh” atau “Sembilan

    Sembilan”. Lakukan Pemeriksaan disemua lapang paru.

    Prinsip Pemeriksaan adalah getaran suara akan merambat

    melalui udara yang ada dalam paru–paru (vibrasi) dan saat

    bicara, getaran ini akan terasa dari luar dinding dada.

    (3) Perkusi paru

    Suara perkusi normal adalah suara perkusi sonor, yaitu

    suara seperti bunyi “dug-dug”. Pemeriksaan ini dilakukan

    dengan mengetuk pada seluruh lapang paru pada ruang

    interkosta (dilakukan di antara dua kosta atau ICS ). Pada

    area jantung akan menghasilkan bunyi peka (ICS 3–5,

    sebelah kiri sternum). Hasil perkusi juga akan terdengar

    pekak pada daerah hepar dan daerah payudara.

    (4) Auskultasi

    Auskultasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

    (1) Anjurkan pasien untuk bernafas normal. Setelah beberapa

    saat, letakan stetoskop pada ICS 2 kanan, minta pasien

    bernafas panjang;

    (2) Bandingkan suara terdengar di lapang paru kiri dan kanan;

    dan

    (3) Dengar apakah ada suara nafas tambahan di semua lapang

    paru.

    Suara nafas normal sebagai berikut :

    (a) Vasikuler: suara ini terdengar halus. Biasa didengar di

    lapang paru. Suara ini dihasilkan oleh perputaran udara

    dalam alveoli (inspirasi > ekspirasi).

  • 16

    (b) Bronkovasikuler: suara ini biasa didengar di ICS 1 dan 2

    kiri dan kanan. Suara ini dihasilkan dari perputaran udara

    dari saluran besar menuju saluran lebih kecil (inspirasi=

    ekspirasi); dan

    (c) Bronkhial: suaranya terdengar kerasa dan karas. suara ini

    dihasilkan dari perputaran udara melalui trakea (ekspirasi >

    inspirasi).

    l) Kardiovaskuler

    Kaji warna konjungtiva, ada tidaknya sianosis, warna bibir,

    adanya peningkatan tekanan vena jugularis, kaji bunyi jantung

    pada dada, pengukuran tekanan darah, dan frekuensi nadi.

    m) Adbomen

    Kaji bentuk adbomen, keadaan luka, kaji tanda-tanda infeksi,

    perkusi area abdomen.

    n) Punggung dan bokong

    Kaji bentuk punggung dan bokong, kaji ekstremitas: CRT,

    turgor kulit, kekuatan otot, refleks bisep, trisep, refleks patela,

    dan achiles.

    o) Genitalia

    Kaji kebersihan genitalia, kebiasaan BAK

    p) Anus

    Kaji BAB dan keadaan di area anus.

    q) Sistem persyarafan

    Kaji adanya penurunan sensasi sensori, nyeri penurunan

    refleks, nyeri kepala, fungsi syaraf kranial dan fungsi serebral,

    kejang, tremor.

    r) Riwayat nutrisi

    Untuk mendapatkan informasi tentang keadekuatan masukan

    diet dan pola makan.

    s) Riwayat medis keluarga

    Untuk mengidentifikasi adanya sifat genetik atau penyakit

  • 17

    yang memiliki kecendrungan familiar. untuk mengkaji

    kebiasaan keluarga dan terpapar penyakit menular dapat

    mempengaruhi anggota keluarga.

    t) Pola aktivitas sehari-hari

    Mengungkapkan pola aktivitas pasien sebelum sakit dan

    sesudah sakit. Meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygene,

    istirahat tidur, aktivitas dan gaya hidup.

    (1) Data psikologis

    Kemungkinan klien memperlihatkan kecemasan terhadap

    penyakitnya, hal ini diakibatkan karena proses penyakit

    lama dan kurangnya pengetahuan tentang prosedur

    tindakan akan dilakukan. Kaji ungkapan pasien tentang

    ketidakmampuan koping, perasaan negatif tentang tubuh

    serta konsep diri klien

    (2) Data sosial

    Perlu dikaji tentang keyakinan pasien tentang

    kesembuhannya dihubungkan dengan agama dianut pasien

    dan bagaimana persepsi pasien terhadap penyakitnya,

    bagaiman aktifitas pasien selama menjalani perawatan di

    rumah sakit dan siapa menjadi pendorong atau pemberi

    motivasi untuk kesembuhan.

    (3) Riwayat seksual

    Untuk mendapatkan informasi tentang masalah dan atau

    aktivitas orang muda dan adanya data berhubungan

    dengan aktivitas seksual.

    (4) Data spiritual

    Perlu dikaji tentang persepsi pasien terhadap dirinya

    sehubungan dengan kondisi sekitarnya, hubungan pasien

    dengan perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya.

    Biasanya pasien akan ikut serta dalam aktifitas sosial atau

    menarik diri dari interaksi sosial terutama jika sudah

  • 18

    terjadi komplikasi fisik seperti anemia, ulkus, gangren dan

    gangguan penglihatan.

    u) Data penunjang

    (1) Laboratorium

    Dengan pemeriksaan darah akan diketahui apakah infeksi

    muncul atau tidak.

    (2) Terapi

    Dengan terapi dapat diketahui pemberian terapi akan

    diberikan.

    v) Analisa Data

    Setelah data terkumpul, data harus ditentukan validitasnya.

    Setiap data di dapat, kemudian di analisis sesuai dengan

    masalah. Menentukan validitas data membantu menghindari

    kesalahan dalam intrepetasi data.

    2. Diagnosis Keperawatan

    Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis

    mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses

    kehidupan dialaminya baik berlangsung aktual maupun potensial.

    Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon

    pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi berkaitan

    dengan kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan ditegakkan

    dalam masalah ini adalah pola napas tidak efektif. Pola napas tidak

    efektif suatu keadaan dimana inspirasi dana tau ekspirasi tidak

    memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).

    Dalam Standar Dignosis Keperawatan Indonesia pola napas tidak

    efektif masuk kedalam kategori fisiologis dengan subkategori

    respirasi. Berdasarkan perumusan diagnosa keperawatan menurut

    SDKI menggunakan format problem, etiology, sign and symptom

    (PES). Penyebab dari pola napas tidak efektif adalah depresi pusat

    pernapasan, hambatan upaya napas (misalnya nyeri saat bernapas,

  • 19

    kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas

    tulang dada, imaturitas neurologia, posisi tubuh menghambat

    ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, dan efek agen farmakologis

    (PPNI, 2016).

    Gejala dan tanda mayor dari pola napas tidak efektif adalah

    subjektif yaitu dispnea, objektif yaitu penggunaan otot bantu

    pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal

    (misalnya takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, dan

    Cheyne-stokes). Gejala dan tanda minor dari pola napas tidak efektif

    secara subjektif adalah ortopnea. Secara objektif adalah pernapasan

    pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-

    posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, tekanan ekspirasi

    menurun, tekanan inspirasi menurun, dan ekskursi dada berubah

    (PPNI, 2016).

    Terkait dalam penjelasan tabel 2.1 sampai 2.4 diagnosa

    keperawatan pada masalah kebutuhan oksigenasi, dalam buku Standar

    Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016) yaitu:

    a. Bersihkan jalan napas tidak efektif

    b. Gangguan pertukaran gas

    c. Gangguan ventilasi spontan

    d. Pola napas tidak efektif

    (Secara rinci diagnosa keperawatan dapat dibaca di tabel: 2,1-2.4)

    3. Intervensi Keperawatan

    Menurut standar intervensi keperawatan indonesia SIKI DPP

    PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala treatment yang

    dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian

    krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan, sedangkan

    tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik

    dikerjakan oleh perawat untuk mengimpementasikan intervensi

  • 20

    keperawatan. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

    menggunakan sistem klasifiksai sama dengan SDKI. Sistem

    klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi international

    classification of nursing precite (ICNP) yang dikembangkan oleh

    International Council of Nursing (ICN) sejak tahun 1991. Komponen

    ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas dikerjakan oleh

    perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.

    tindakan-tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi,

    teraupetik, edukasi dan kolaborasi (Berman et al, 2015: Potter dan

    Perry, 2013; Seba, 2007; Wilkinson et al, 2016). Dalam menentukan

    intervensi keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan beberapa

    faktor yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan, luaran (outcome)

    keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi

    keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil

    penelitian.

  • 21

    Tabel 2.1. Intervensi Masalah Keperawatan Bersihkan Jalan Napas Tidak Efektif

    Diangnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung

    Bersihkan jalan napas tidak efektif

    Defenisi : ketidakmampuan membersihkan sekret atau obtruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas

    tetap paten.

    Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan

    diharapkan bersihkan jalan napas tidak efektif dapat

    teratasi dengan kreteria hasil: 1. Produksi sputum menurun (skala 5) 2. Mengi menurun (skala 5) 3. Wheezing menurun (skala 5) 4. Mekonium menurun (skala 5)

    Penyebab :

    1. Spasme jalan napas 2. Hipersekresi jalan napas 3. Difungsi neuromuskuler 4. Benda asing dalam jalan napas 5. Adanya jalan napas buatan 6. Sekresi yang tertahan 7. Hiperplasia dinding jalan nafas 8. Proses infeksi 9. Respon alergi 10. Efek agen farmakologis (misalnya: anatesi)

    Gejala Dan Tanda Mayor :

    Subjektif : -

    Objektif:

    1. Batuk tidak efektif

    Latian batuk efektif

    Observasi :

    1. Identifikasi kemampuan batuk 2. Monitor adanya retensi sputum 3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran

    napas 4. Monitor onput dan output cairan ( jumlah dan

    karakteristik).

    Terapeutik : 1. Atur posisi semi fowler 2. Pasang perlak dan bengkok dipangkuan

    pasien

    3. Buang sekret pada tempat sputum Edukasi :

    1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif 2. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung

    selama 4 detik, ditahan selama dua detik,

    kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir

    mencucu

    ( dibulatkan) selama 8 detik 3. Anjurkan mengurangi tarik napas dalam

    hingga 3 kali

    4. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke 3

    Kolaborasi :

    1. Pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu

    1. Dukungan kepatuan program pengobatan

    2. Edukasi fisioterapi dada 3. Edukasi pengukuran respirasi 4. Fisioterapi dada 5. Konsultasi via telepon 6. Manajemen asma 7. Manajemen alergi 8. Manajemen anafilaksis 9. Manajemen isolasi 10. Manajemen ventilasi mekanik 11. Manajemen jalan napas buatan 12. Pemberian obat inhalasi 13. Pemberian obat interfleura 14. Pemberian obat intradermal 15. Pemberian obat nasal 16. Pencegahan aspirasi 17. Pengaturan posisi 18. Penghisapan jalan napas 19. Penyapihan ventilasi mekanik 20. Perawatan traheostomi 21. Stabilisasi jalan nafas 22. Terapi oksigen

  • 22

    2. Tidak mampu batuk 3. Sputum berlebih 4. Mengi, wheezing, dan ronckhi kering 5. Mekonium dijalan napas (pada

    neonatus)

    Gejala dan tanda minor :

    Sujektif : 1. Despenea 2. Sulit berbicara 3. Ortopnea

    Objektif :

    1. Gelisah 2. Sianosis 3. Bunyi napas menurun 4. Frekuensi napas berubah 5. Pola napas berubah

    Manajemen jalan napas

    Observasi :

    1. Monitor posisi selang endotrakeal (ETT), terutama setelah mengubah posisi

    2. Monitor tekanan balon ETT setiap 4-8 jam 3. Monitor kulit area stoma trakeostomi

    (misalnya: kemerahan, drainase, pendarahan)

    Terapeutik :

    1. Kurangi tekanan balon secara priodik tiap shift

    2. Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk mencegah EET tergigit

    3. Cegtah EET terlipat (kinking) 4. Berikan pre-oksigenasi 100% selama 30

    detilk (3-6 kali ventilasi) sebelum dan setelah

    penghisapan

    5. Berikan volume pre-oksigenasi (bagging atau ventilasi mekanik) 1,5 kali volume tidal

    6. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik jika dikeluarkan (bukan secara berkala/ rutin)

    7. Ganti fiksasi ETT setiap 24 jam 8. Ubah posisi ETT secara bergantian ( kiri dan

    kanan) setiap 24 jam

    9. Lakukan perawatan mulut (misalnya: dengan sikat gigi, kasa, pelembab bibir)

    10. Lakukan perawatan stoma trakeostomi Edukasi :

    1. Jelaskan pasien dan/atau keluarga tujuan dan prosedur pemasangan jalan napas buatan

    Kolaborasi :

  • 23

    1. Kalaborasi intubasi ulang jikas terbentuk mocous plung yang tidak dapat dilakukan

    penghisapan

    Pemantauan respirasi

    Observasi :

    1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas

    2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-

    stokes, biot, aktaksis) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. monitor adanya sumbatan jalan napas 6. palpasi kesimetrisan ekspasi paru 7. auskultasi jalan napas 8. monitor saturasi oksigen 9. monitor nilai AGD 10. monitor hasil x-ray thoraks

    Terapeutik :

    1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    2. Dokumentasi hasil pemantauan

    Edukasi : 1. Jelaskan tujuan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

  • 24

    Tabel 2.2. Intervensi Masalah Keperawatan Gangguan Pertukaran Gas

    Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Pendukung

    Gangguan pertukaran gas

    Definisi :

    Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan

    karbondioksiada pada membran alveolus-kapiler

    Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan

    gangguan pertukaran gas dapat teratasi dengan

    kreteria hasil : 1. Dispenea menurun (skala 5) 2. Bunyi napas tambahan menurun (skala 5) 3. FCO2 membaik (skala 5) 4. PO2 membaik (skala 5) 5. Takikardi membaik (skala 5) 6. pH arteri membaik (skala 5)

    Penyebab : 1. Ketidak seimbangan ventilasi-perfusi 2. Perybahan membran alveolus-kapiler

    Tanda Dan Gejala Mayor

    Subjektif :

    dispenea

    Objektif :

    1. PCO2 meningkat/menurun 2. PO2 menurun 3. Takikardi 4. pH arteri meningkat/menurun 5. bunyi napas tambahan

    Tanda Dan Gejala Minor

    Subjektif : 1. pusing

    Pemantauan respirasi

    Observasi :

    1. monitor, frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

    2. monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperpentilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot,

    ataksik)

    3. monitor kemampuan batuk efektif 4. monitor adanya produksi sputum 5. monitor adanya sumbatan jalan napas 6. monitor saturasi oksigen 7. monitor nlai AGD 8. monitor hasil x to-ray thoraks

    Trapeutik :

    1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    2. Dokumentasikan hasil pemantuan

    Edukasi : 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika pelu

    Terapi oksigen :

    Observasi : 1. Monitor kecepatan oksigen 2. Monitor posisi alat terapi oksigen 3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan

    pastikan fraksi yang berikan cukup

    4. Monitor efektifitas terapi oksigen (misalnya: oksimetri, analisa gas darah), jika perlu

    5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat

    1. Dukungan berhenti merokok 2. Dukungan ventilasi 3. Edukasi berhenti merokok 4. Edukasi pengukuran respirasi 5. Edukasi fisioterapi dada 6. Fisioterafi dada 7. Insersi jalan napas buatan 8. Konsultasi via telepon 9. Menajemen ventiasi mekanik 10. Pencegahan aspirasi 11. Pemberian obat 12. Pemberian obat inhalasi 13. Pemberian obat interpleura 14. Pemberian obat intadermal 15. Pemberian obat intramuskular 16. Pemberian obat intravena

  • 25

    2. penglihatn kabur

    Objektif :

    1. sianosis 2. diaforosis 3. gelisah 4. napas cuping hidung 5. pola napas abnormal (cepat/lambat,

    reguler/ireguler, dalam/dangkal)

    6. warna kulit abnormal (misalnya: pucat, kebiruan)

    7. kesadaran menurun

    makan

    6. Monitor tanda-tanda hipopentilasi 7. Monitor tanda-tanda gejala toksikasi oksigen

    dan atelektasis

    8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen 9. Monitor intergeritas mukosa hidung akibat

    pemasangan oksigen

    Terapeutik :

    1. Bersikan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu

    2. Pertahanan kepatenan jalan napas 3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen 4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 5. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi 6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan

    tingkat mobilitas pasien

    Edukasi : 1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan

    oksigen dirumah

    Kolaborasi : 1. Kalaborasikan penentuan dosis oksigen 2. Kalaborasikan penggunaan oksigen saat

    aktivitas dan/atau tidur

  • 26

    Tabel 2.3. Intervensi Masalah Keperawatan Gangguan Ventilasi Spontan

    Diagnosa Keperawatan Intervensi Utama Intervensi Penunjang

    Gangguan ventilasi spontan

    Definisi :

    Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan

    individu tidak mampu bernafas secara adekuat.

    Tujuan :

    Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan

    gangguan ventilasi spontan dapat teratasi dengan kreteria hasil :

    1. Volume tidal meningkat (skala 5) 2. Dispenea menurun (skala 5) 3. Pengukuran otot bantu napas menrun (skala 5) 4. Gelisah menurun (skala 5) 5. PCO2 membaik (skala 5) 6. Po2 membaik (skala 5) 7. PO2 membaik (skala) 8. Takikardi membaik (skala 5)

    Penyebab :

    1. Gangguan metabolisme 2. Kelelahan otot pernapasan

    Gejala Dan Tanda Mayor :

    Subjektif :

    1. Dispnea Objektif :

    1. Penggunaan otot bantu napas meningkat 2. Volume tidal menurun 3. PCO2 meningkat 4. PO2 menurun

    Dukungan ventilasi

    Observasi :

    1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas

    2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status pernapasan

    3. Monitor status respirasi oksigenasi (misalnya : frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan

    otot bantu napas, bunyi napas tambahan, saturasi

    oksigen)

    Terapeutik :

    1. Pertahanan kepatenan jalan napas

    2. Berikan posisi semi-fowler

    3. Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungkin

    4. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan (misalnya: nasal kanul, masker wajah, masker rebreathing,

    atau non rebreathing)

    5. Unakan bag-valve mask, jika perlu

    Edukasi :

    1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam

    2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

    3. Ajarkan teknik batuk efektif

    Kolaborasi :

    1. Kalaborasi pemberian bronkhodilator, jika perlu

    Pemantauan respirasi

    Observasi :

    1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

    1. Dukungan emosional

    2. Dukungan perawatan diri

    3. Edukasi keluarga: pemantauan respirasi

    4. Edukasi pengukuran respirasi

    5. Terapi dada

    6. Konsultasi

    7. Manajemen asam-basa

    8. Manajemen asam-basa: alkolosis respiratorik

    9. Manajemen asam-basa: asidosis respiratorik

    10. Manajemen energi

    11. Manajemen jalan napas

    12. Manajemen jalan napas buatan

    13. Manajemen ventilasi mekanik

    14. Pantauan asam-basa

    15. Pemberian obat

    16. Pemberian obat inhalasi

    17. Pemberian obat interpleura

    18. Pemberian obat intadermal

    19. Pemberian obat intramuskular

    20. Pemberian obat intravena

    21. Pemberian kelengkapan set emergensi

    22. Pencegahan aspirasi

    23. Pencegahan infeksi

    24. Pencegahan luka tekan

    25. Pengambilan sempel darah arteri

  • 27

    5. SaO2 menurun

    Gejala Dan Tanda Minor :

    Subjektif : -

    Objektif :

    1. Gelisah 2. takikardi

    2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot ,

    aktaksis)

    3. Monitor kemampuan batuk efektif

    4. Monitor adanya produksi sputum

    5. Monitor adanya sumbatan jalan napas

    6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru

    7. Auskultasi bunyi napas

    8. Monitor suturasi oksigen

    9. Monitor nilai AGD

    10. Monitor nilai hasil x-ray thoraks

    Terapeutik :

    1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    2. Dokumentasikan hasil pemantauan

    Edukasi :

    1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

    2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

    26. Pengaturan posisi

    27. Penghisapan jalan napas

    28. Pengobatan infeksi

    29. Perawatan jenazah

    30. Perawatan mulut

    31. Petawatan tirah baring

    32. perawatan trakheostomi

    33. reduksi ansietas

    34. stabilkan jalan napas

  • 28

    Tabel 2.4. Intervensi Masalah Keperawatan Pola Napas Tidak Efektif

    Diagnosa keperawatan Intervensi utama Intervensi penunjang

    Pola napas tidak efektif

    Definisi :

    Inspirasi/ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi

    adekuat

    Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan pola

    napas tidak efektif dapat terpenuhi dengan kreteria hasil :

    1. Dispenea menurun (skala 5) 2. Penggunaan otot bantu napas menurun (skala 5) 3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun (skala 5) 4. Frekuensi napas membaik (skala 5) 5. Kedalaman napas membaik (skala 5)

    Penyebab :

    1. Depresi pusat pernapasan 2. Hambatan upaya napas (misalnya: nyeri saat

    bernapas,kelemahan otot pernapasan)

    3. Deformasi dinding dada 4. Deformasi tulang dada 5. Gangguan neuromuskular 6. Gangguan neurologis (misalnya:

    elektroenspalogam [EEG] positif cedera kepala,

    gangguan kejang) 7. Imaturitas neurologis 8. Penurunan energi 9. Obesitas 10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 11. Sindrom hipoventilasi 12. Kerusakan inervasi diagframa (kerusakan saraf

    C5 ke atas)

    Menejemen jalan napas

    Observasi :

    1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)

    2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya: gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering)

    3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

    Terapeutik : 1. Pertahanan kepatenan jalan napas dengan head-

    tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma

    servikal)

    2. posisikan semi-fowler 3. Berikan minuman hangat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu 5. Lakukan penghisapan lendir kurang 15 detik 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan

    endotrakeal

    7. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGiil

    8. Berikan oksigen jika perlu

    Edukasi :

    1. Ancurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontaindikasi

    2. Ajarkan teknik batuk efektif

    Kalaborasi : 1. Kalaborasikan pemberian bronkondilator,

    ekspetoran, mukolitik, jika perlu

    Pemantauan respirasi

    Observasi :

    1. Dukungan emosional 2. Dukungan kepatuhan program

    pengobatan

    3. Dukungan ventilasi 4. Edukasi pengukuran respirasi 5. Konsultasikan via telepon 6. Manajemen energi 7. Manajemen jalan napas buatan 8. Manajemen medikasi 9. Majemen obat inhalasi 10. Pemberian obat inhalasi 11. Pemberian obat interpleura 12. Pemberian obat intradermal 13. Pemberian obat intravena 14. Pemberian obat oral 15. Pencegahan aspirasi 16. Pengaturan posisi 17. Perawatan selang dada 18. Manajemen ventilasi mekanik 19. Pemantauan neurologis 20. Pemberian analgesik 21. Pemberian obat 22. Perawatan trakheostomi 23. Reduksi ansietas 24. Stabilisasi jalan napas 25. Terapi relaksasi otot progresif

  • 29

    13. Cedera pada medula spinalis 14. Efek agen farmakologis 15. Kecemasan

    Gejala dan tanda mayor :

    Subjektif :

    1. Dispenea

    Objektif : 1. Pengunaan otot bantu pernapasan 2. Fase ekspirasi memanjang 3. Pola napas abnormal (misalnya: takipnea,

    bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,cheyne-

    stokes)

    Gejala tanda minor : 1. Pernapasan pursed-lip 2. Pernapasan cuping hidung 3. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat 4. Ventilasi semenit menurun 5. Kapasitas vital menurun 6. Tekanan ekspirasi menurun 7. Tekanan inspirasi menurun 8. Ekskursi dadda berubah

    1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman upaya napas 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,

    hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, aktaksis)

    3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas 6. Monitor saturasi oksigen 7. Monitor nilai AGD 8. Monitor hasil x-ray thoraks

    Terapeutik :

    1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    2. Dokumentasi hasil pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

    Edukasi :

    1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan pemantauan, jika perlu

    Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Tim pokja SLKI DPP PPNI Amin, Hardhi, 2015

  • 30

    4. Implementasi

    Menurut Kozier & Snyder (2010), implementasi keperawatan

    merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau

    intervensi sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi

    NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan

    merupakan tindakan khusus digunakan untuk melaksanakan

    intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan

    kreativitas perawat. Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat

    harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.

    Beberapa hal harus diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan

    dilakukan harus sesuai dengan tindakan sudah direncanakan,

    dilakukan dengan cara tepat, aman, serta sesuai dengan kondisi

    pasien, selalu dievaluasi mengenai keefektifan dan selalu

    mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas dilakukan pada

    tahap implementasi dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat

    prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai intervensi

    keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien

    terhadap tindakan yang telah dilakukan (Debora, 2013).

    Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses

    keperawatan dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan.

    Dengan rencana keperawatan dibuat berdasarkan diagnosis tepat,

    intervensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil diinginkan

    untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan pasien (Potter,

    2010). Tujuan dari implementasi adalah membantu pasien dalam

    mencapai tujuan telah ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan,

    pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi

    koping. Perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan

    dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi

    dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap

    implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan

    memilih asuhan keperawatan paling sesuai dengan kebutuhan pasien

  • 31

    (Nursalam, 2008). Jenis-jenis tindakan pada tahap pelaksanaan

    implementasi adalah:

    a. Secara mandiri (independent)

    Tindakan diprakarsai oleh perawat untuk membantu pasien dalam

    mengatasi masalahnya dan menanggapi reaksi karena adanya

    stressor.

    b. Saling ketergantungan (interdependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar kerja sama tim keperawatan

    dengan tim kesehatan lainnya seperti: dokter, fisioterapi, dan lain-

    lain.

    c. Rujukan/ketergantungan (Dependent)

    Tindakan keperawatan atas dasar rujukan dan profesi lainnya

    diantaranya dokter, psikiatri, ahli gizi, dan lainnya.

    5. Evaluasi

    Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses

    keperawatan untuk mengukur respon klien terhadap tindakan

    keperawatan dan kemajuan respons klien kearah pencapaian tujuan

    (Potter & Perry, 2009). Menurut Deswani (2011), evaluasi dapat

    berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi terdiri dari

    evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program

    berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program

    selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan

    keputusan.

    Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013),

    evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP

    (subyektif, obyektif, assessment, planing). Komponen SOAP yaitu S

    (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien masih

    dirasakan setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data

    berdasarkan hasil pengukuran atau observasi klien secara langsung

    dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment)

  • 32

    adalah kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis

    dala bentuk masalah keperawatan). P (planning ) adalah perencanaan

    keperawatan akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau ditambah

    dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

    C. Konsep Penyakit

    1. Pengertian PPOK

    Penyakit paru obstruktif kronis merupakan sejumlah gangguan

    mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke paru. Gangguan penting

    adalah bronkhitis obstruktif, emfisema, dan asma bronchial. bronchial

    kronis adalah gangguan klinis ditandai dengan pembentukan mucus

    berlebihan dalam bronkhus dan dimanifestasikan dalam bentuk batuk

    kronis serta membentuk sputum selama tiga bulan dalam setahun,

    minimal dua tahun berturut-turut. Emfisema merupakan perubahan

    anatomi parenkim paru ditandai dengan pelebaran dinding alveolus,

    ductus alveolar, dan destruksi dinding alveolar, sedangkan asma

    bronchial adalah suatu penyakit ditandai dengan tanggapan reaksi

    meningkat dari trakea dan bronchus terhadap berbagai macam

    rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernafas

    disebabkan oleh penyempitan menyeluruh dari saluran pernafasan

    (Muttaqin, 2012).

    2. Etiologi PPOK

    Menurut Ikawati, 2016 ada beberapa faktor risiko utama

    berkembangnya penyakit ini, dibedakan menjadi faktor paparan

    lingkungan dan faktor host.

    a. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain adalah:

    1) Merokok

    Merokok merupakan penyebab utama terjadi PPOK,

    dengan resiko 30 kali lebih besar pada perokok disbanding

    dengan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-90% kasus

  • 33

    PPOK. Kurang dari 15- 20% perokok akan mengalami PPOK.

    Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok

    dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok terakhir saat

    PPOK berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita

    PPOK adalah perokok. Kurang lebih 10% orang tidak

    merokok juga menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok

    tapi sering terkena asap rokok) juga berisiko menderita PPOK.

    2) Pekerjaan

    Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas

    dan keramik terpapar debu silica, atau pekerja terpapar debu

    katun dan debu gandum, dan asbes, mempunyai risiko lebih

    besar dari pada bekerja di tempat selain disebutkan tadi diatas.

    3) Polusi udara

    Pasien mempunyai disfungsi paru akan semakin

    memburuk gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini

    biasa berasal dari luar rumah seperti asap pabrik, asap

    kendaraan bermotor, dll, maupun polusi berasal dari dalam

    rumah misalnya asap dapur.

    4) Infeksi

    Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis

    merupakan suatu pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran

    nafas, terlepas dari paparan rokok. Adanya kolonisasi bakteri

    menyebabkan peningkatan kejadian inflamasi dapat diukur

    dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi

    eksaserbasi dan percepatan penurunan fungsi paru, semua ini

    meningkatkan risiko kejadian PPOK.

    b. Beberapa faktor risiko berasal dari host atau pasiennya antara lain

    adalah:

    1) Usia

    Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK.

  • 34

    2) Jenis kelamin

    Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita,

    mungkin ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria.

    Namun ada kecenderungan peningkatan pravalensi PPOK pada

    wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.

    Bukti-bukti klinis menunjukan bahwa wanita dapat mengalami

    penurunan fungsi paru lebih besar dari pada pria dengan status

    merokok relative sama. Wanita juga akan mengalami PPOK

    lebih parah dari pada pria. Hal ini di duga karena ukuran paru-

    paru wanita umumnya relative lebih kecil dari pada pria,

    sehingga dengan paparan asap rokok sama persentase paru

    terpapar pada wanita lebih besar dari pada pria.

    3) Adanya gangguan fungsi paru sudah terjadi

    Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor risiko

    terjadinya PPOK. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru

    mengalami penurunan fungsi paru-paru lebih besar sejalan

    dengan wanita dari pada fungsi parunya normal, sehingga lebih

    berisiko terhadap perkembangan PPOK. Termasuk di dalamnya

    adalah orang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir

    dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk

    mengalami PPOK.

    4) Predisposisi genetik, yaitu defisiensi oksigenasi antritipsin

    (AAT).

    Defisiensi AAT ini terutama dikaitkan dengan kejadian

    emfisema disebabkan oleh hilangnya elastisitas jaringan di

    dalam paru- paru secara progresif karena adanya

    ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan faktor protektif.

    Pada keadaan normal faktor protrktif AAT menghambat enzim

    proteolitik sehingga mencegah kerusakan. Karena itu,

    kekurangan AAT menyebabkan berkurangnya faktor proteksi

    terhadap kerusakan paru.

  • 35

    3. Tanda dan Gejala

    Menurut Ikawati, 2016 diagnosa PPOK ditegakan berdasarkan adanya

    gejala- gejala meliputi:

    a. Batuk kronis: terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali

    terjadi sepanjang hari (tidak seperti asma terdapat gejala batuk

    malam hari)

    b. Produksi sputum secara kronis: semua pola produksi sputum

    dapat mengidentifikasi adanya PPOK

    c. Bronchitis akut: terjadi secara berulang

    d. Sesak nafas (dyspnea): bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi

    setiap hari, memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika

    terkena infeksi pernafasan

    e. Riwayat paparan terhadap faktor resiko: merokok, partikel dan

    senyawa kimia, asap dapur

    f. Smoker’s cough, biasanya hanya diawali sepanjang pagi dingin,

    kemudian berkembang sepanjang tahun

    g. Sputum, biasanya banyak dan lengket, berwarna kuning, hijau

    atau kekuningan bila terjadi infeksi

    h. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernafasan

    i. Lelah dan lesu; dan

    j. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah dan

    terengah-engah).

    Pada gejala berat dapat terjadi:

    a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi

    b. Gagal jantung dan oedema perifer dan

    c. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukan gejala wajah

    memerah disebabkan polycythemia (erytrocytosis, jumlah eritrosit

    meningkat), hal ini merupakan respon fisiologis normal karena

    kapasitas pengangkutan oksigen berlebih.

  • 36

    4. Patofisiologi

    Obstruktif jalan nafas menyebabkan reduksi aliran udara

    beragam bergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronis dan

    bronchiolitis, terjadi penumpukan lendir dan sekresi sangat banyak

    sehingga menyumbat jalan nafas. Pada emfisema, obstruktif pada

    pertukaran oksigen dan karbondioksida (CO2) terjadi akibat

    kerusakan dinding alveoli disebabkan oleh overekstensi ruang udara

    dalam paru pada asma, jalan nafas bronkhial menyempit dan

    membatasi jumlah udara mengalir kedalam paru. PPOK dianggap

    sebagai penyakit berhubungan dengan interaksi genetik dengan

    lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan ditempat kerja

    merupakan factor resiko penting menunjang terjadinya penyakit ini.

    Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK

    juga ditemukan terjadi pada individu tidak mempunyai enzim normal

    untuk mencegah penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.

    PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat membutuhkan

    waktu bertahun-tahun untuk menunjukan onset gejala klinisnya

    seperti kerusakan fungsi paru, PPOK sering menjadi simptomatik

    selama bertahun-tahun usia baya, tetapi insiden nya meningkat

    sejalan dengan peningkatan usia (Muttaqin, 2012).

  • 37

    5. Pathway

    Gambar 2.3 Pathway PPOK

    (Sumber : Mutaqqin, 2012).

  • 38

    6. Pemeriksaan Diagnostik

    a. Pemeriksaan gas darah arteri (AGD)

    Pada pasien PPOK, Pa𝑂2 menurun, P𝐶𝑂2 meningkat, sering

    menurun pada asma. Nilai PH normal, asidosis, alkalosis

    respiratorik ringan sekunder.

    Tabel 2.7. Nilai Normal Hasil Analisis Gas Darah Arteri

    Fungsi

    Pernafasan

    Pengukuran Nilai

    Normal

    Keseimbanga

    n asam basa

    Oksigenasi

    Ventilasi

    pH: Konsentrasi ion hydrogen

    PaO2: tekanan parsial kelarutan

    oksigen didalam darah

    SaO2: persentase ikatan oksigen

    dengan hemoglobin.

    PaO2 : tekanan parsial kelarutan

    karbondioksida dalam darah

    7,35-7,45

    80-

    100mmHg

    95% atau

    lebih

    35-45mmHg

    (Sumber: Bararah & Jauhar. 2013)

    Keterangan :

    1. PaO2 merupakan indikator klinis untuk mengetahui status

    oksigenasi. Bila nilainya

  • 39

    kapasitas inspirasi menurun, volume residu meningkat pada

    emfisema, bronchitis dan asma. Nilai FEO1/FVC menurun yaitu

    (foto lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan

    menyempit.

    f. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)

    Kelainan EKG paling awal terjadi adalah rotasi clock wise

    jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis

    ke kanan, gelombang P tinggi pada hantaran II, III, dana VF.

    Voltase QRS rendah. Di 1 rasio R/S lebih dari 1 dan di O6, O1

    rasio R/S kurang dari1(Mutaqin, 2012).

    7. Penatalaksana PPOK intervensi medis bertujuan untuk:

    a. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme

    bronkus dan membersihkan secret yang berlebih

  • 40

    b. Memelihara keefektifan pertukaran gas

    c. Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan

    d. Meningkatkan toleransi latihan

    e. Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut)

    f. Mencegah allergan/iritasi jalan nafas dan

    g. Manajemen medis yang diberikan berupa :

    1) Pengobatan farmakologi.

    a) Anti inflamasi (kortikostroid, natrium kromolin, dan lain-

    lain)

    b) Bronkodilator

    (1) Adrenergic: efedirin, epineprin, dan beta adrenergic

    agosis selektif.

    (2) Non adrenergic: aminofilin, teofilin

    c) Antihistamin

    d) Steroid

    e) Antibiotik dan

    f) Ekspetoran.

    Oksigen (O2) digunakan 3x/menit dengan nasal kanul.

    2) Hygiene paru

    Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekresi paru,

    meningkatkan kerja silia, dan menurunkan resiko infeksi.

    Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada, dan postural

    drainase.

    3) Menghindari bahan iritan

    Penyebab iritan jalan nafas harus dihindari diantaranya asap

    rokok dan perlu juga mencegah adanya allergen masuk tubuh.

    4) Diet

    Klien sering kali mengalami kesulitan makan karena adanya

    dyspnea. Pemberian porsi kecil namun sering lebih baik dari

    pada makan sekaligus banyak.

    Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ dan sel tubuh oksigenasi adalah proses penambahan O2 kedalam sistem (kimia atau...Masalah keperawatan yang terjadi terkait dengan kebutuhan oksigen salah satunya ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Masalah keperawatan ini menggambarkan kondisi jalan nafas yang tidak bersih, misalnya karena spasme bronkhus, dan lain-lain (Asmadi,...