Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan profitabilitas bank
syariah juga pernah ditulis dan diteliti sebelumnya, diantaranya ialah:
1. Fatma Indarti (2018)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Penempatan pada Bank
Indonesia, Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan Bagi Hasil, dan Non
Performing Financing (NPF) Terhadap Proftabilitas Bank Panin Dubai
Syariah” yang mempunyai tujuan penelitian untuk mengetahui
pengaruh tiap-tiap variabel independen yaitu Penempatan pada Bank
Indonesia, Pembiayaan Murabahah, Bagi hasil, Non Performing
Financing terhadap variabel dependen yaitu Profitabilitas Bank Panin
Dubai Syariah pada tahun 2012-2017. Dan menggunakan teknik
analisis data “Statistik deskriptif” yang menyajikan data melalui tabel,
grafik, diagram lingkaran, pictogram, perhitungan modus, median,
mean (pengukuran tendensi sentral), perhitungan desil, persentil,
perhitungan, penyebaran data melalui perhitungan rata-rata dan standar
deviasi, dan perhitungan persentase.
Dan memiliki hasil penelitiannya bahwa Penempatan pada Bank
BI, Pembiayaan Murabahah, Pembiayaan bagi hasil, dan Non
Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap profitabilitas Bank Panin Dubai Syariah tahun 2012-2017.
9
2. Tika Indah Kawuryan (2015)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Murabahah
terhadap Profitabilitas Bank Syariah” yang mempunyai tujuan untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel yang dipakai yaitu
murabahah dan profitabilitas serta memverifikasi pengaruh
pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas. Dan hasil
penelitiannya ialah bahwa pembiayaan murabahah mempunyai nilai r
sebesar -0,283, hal ini menunjukkan hubungan yang negatif. Hasil
koefisien determinasi menghasilkan angka sebesar 8% yang mana
tingkat profitabilitas teradap bank syariah sebesar 8%, sedangkan hasil
dari uji t menunjukkan pembiayaan murabahah memiliki pengaruh
namun tidak signifikan terhadap profitabilitas bank syariah.
1. Amri Dziki Fadholi (2015)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Murabahah,
Musyarakah dan Mudharabah terhadap Profitabilitas Bank Umum
Syariah” yang mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh tiap-tiap
variabel independen yaitu Murabahah, Mudharabah, Musyarakah. Yang
menggunakan metode analisis Regressi Linier Berganda. Dan hasil
penelitiannya ialah ditemukan variabel pembiayaan murabahah tidak
berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) bank umum syariah di
Indonesia dengan nilai sig 0,444 > 0,05, pembiayaan musyarakah tidak
berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) bank umum syariah di
Indonesia dengan nilai sig 0,368 > 0,05, pembiayaan mudharabah
10
berpengaruh terhadap profitabilitas (ROA) pada bank umum syariah di
Indonesia dengan nilai sig 0,006 < 0,05.
2. Yunita Agza, Darwanto (2017)
Penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembiayaan Murabahah,
Musyarakah, dan Biaya Transaksi terhadap Profitabilitas Bank
Pembiayan Rakyat Syariah” yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
tiap-tiap variabel independen terhadap variabel dependen. Dengan
menggunakan metode analisis data regresi linier berganda yang mana
pengumpulan datanya menggunakan studi kepustakaan serta teknik
dokumentasi.
Penelitian ini memiliki hasil yaitu variabel pembiayaan murabahah
secara parsial berpengaruh positif terhadap profitabilitas, pembiayaan
musyarakah secara parsial memiliki pengaruh negatif terhadap
profitabilitas, variabel biaya transaksi bagi hasil secara parsial memiliki
pengaruh negatif terhadap profitabilitas, variabel non bagi hasil secara
parsial memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas.
Relevansi atara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu
yaitu, adanya pengembangan pada variabel independen, objek atau
tempat dilakukannya penelitian tersebut serta tahun yang digunakan,
jika pada penelitian terdahulu menggunakan variabel independennya
ialah penempatan pada Bank Indonesia, murabahah, bagi hasil, non
performing financing (NPF). Sedangkan pada penelitian ini
menggunakan variabel independen giro pada Bank Indonesia,
pembiayaan murabahah, musyarakah, mudharabah. Dan juga pada
11
penelitian yang dilakukan sekarang mengambil objek di PT. Bank BRI
Syariah Tbk yang mana berbeda dengan objek pada penelitian
terdahulu yang dipakai, serta pada tahunnya juga mengalami kemajuan
tahun yakni pada tahun 2015-2018.
B. Kerangka Teoritis Masalah Penelitian
1. Pengaruh variabel X terhadap Profitabilitas Bank BRI Syariah
a. Penempatan Giro pada BI terhadap Profitabilitas.
Menurut (Afrianto, et al., 2011) placement in other banks is
investments in other Islamic banks both domestically and abroad in the
form of investments certificates Mudharabah interbanks deposits, time
deposits mudharabah and saving intended to optimize the management
of funds. Penempatan pada bank lain merupakan salah satu komponen
dari Aktiva Produktif dengan maksud untuk optimalisasi pengelolaan
dana. Oleh karena itu, bank harus membentuk penyisihan untuk
terjadinya kerugian dalam valuta yang sama.
b. Pembiayaan Murabahah terhadap Profitabilitas.
Pembiayaan murabahah mempunyai pengaruh terhadap tingkat
profitabilitas pada Bank Syariah, yang mana jika murabahah mengalami
kenaikan maka secara otomatis bank syariah tersebut akan meraup
pendapatan dari pembiayaan yang tinggi atau meningkat. Sehingga
akan menghasilkan laba dan membuat meningkatnya profitabilitas suatu
bank syariah tersebut.
Menurut (Darmawan, 2004), bahwa untuk mengetahui kinerja
perusahaan perbankan umumnya menggunakan lima aspek penilaian
12
yaitu CAMEL (Capital, Assets, Management, Earning, Liquidity).
empat dari kelima aspek tersebut yaitu Capital, Assets, Earning,
Earning, Liquidity dinilai dengan menggunakan rasio keuangan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa rasio keuangan bermanfaat dalam menilai
kondisi keuangan perusahaan perbankan. Jenis-jenis aktiva di atas,
semuanya menggunakan Loanable Founds atau Excess Reserve,
sehingga dengan memperhatikan bahwa sumber dana terbesar untuk
penempatan aktiva itu adalah berasal dari “dana pihak ketiga” dan
“pinjaman” (Sinungan, 2006).
c. Pembiayaan Musyarakah terhadap Profitabilitas.
Pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah dilakukan melalui
akad musyarakah. Pembiayaan bagi hasil termasuk salah satu
komponen penyusun aset pada perbankan syariah. Menurut
(Muhammad, 2005) bukti empiris menunjukkan bahwa semakin tinggi
pembiayaan mudharabah dan musyarakah maka semakin tinggi
profitabilitas bank umum syariah yang diproksikan dengan Return of
Asset
d. Pembiayaan Mudharabah terhadap Profitabilitas.
Pembiayaan terakhir yang berpengaruh terhadap profitabilitas
Bank Syariah ialah mudharabah, menurut Balanchandher dalam jurnal
yang ditulis Anto dan M. Ghofur Wibowo menyatakan bahwa,
profitabilitas bank ditentukan oleh faktor-faktor yang bisa dikendalikan
manajemen dan faktor-faktor diluar kendali manajemen (Chalifah, et
al., Juni 2015). Berbicara mengenai pembiayaan mudharabah,
13
seharusnya semakin tinggi pendapatan atau pembiayaan mudharabah
yang diberikan bank untuk penyaluran dana, maka secara otomatis
semakin tinggi pula tingkat profitabilitas yang diperoleh oleh bank
karena pendapatan bank akan meningkat.
2. Profitabilitas
“Profitabilitas ialah kemampuan sebuah perusahaan untuk
mendapatkan laba atau keuntungan” (Harahap, 2004). Dengan profitabilitas
maka sebuah bank bisa mempertahankan profit risiko tertentu dan juga
membuat sebuah keputusan atas masalah jangka pendek. Profitabilitas
sebuah bank bisa dinilai ditinjau dari laporan laba rugi, sebab laporan laba
rugi menyajikan sumber pendapatan sebuah bank itu sendiri, kuantitas dan
kualitas pendapatan, kualitas portofolio kredit bank, dan juga target
pengeluarannya.
Tidak cukup dengan adanya laporan laba rugi tersebut, namun juga
diperlukan alat analisis yang sesuai dengan tujuan analisisna. Analisis
profitabilitas bisa dilakukan dengan rasio profitabilitas.
Rasio profitabilitas ialah sekelompok rasio yang menunjukkan
kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan juga utang pada
hasil operasinya (Brigham, et al., 2010).
Dalam penelitian ini menggunakan rasio profitabilitas, yaitu:
Pengembalian atas Total Aset
14
Rasio laba bersih terhadap total aset menghitung pengembalian atas total
aset (ROA) setelah bunga dan pajak yang dinyatakan seperti berikut:
3. Giro pada Bank Indonesia
Rekening giro pada Bank Indonesia, digunakan untuk menerima
transaksi antara Bank dengan Bank Indonesia selaku sebagai bank sentral,
yakni setoran giro wajib minimum, setoran jaminan kliring, pinjaman dan
setoran pembayaran pinjaman. Setiap bank umum diwajibkan oleh peraturan
untuk selalu menyetor giro wajib minimum yang memiliki jumlah beberapa
persen dari jumlah deposito yang telah dikuasai oleh bank tersebut. Jumlah
besarnya persentase cadangan wajib ini berubah sepanjang tahunnya, sesuai
perubahan kebijakan moneter bank sentral (Darmawi, 2012).
Perhitungan Giro Wajib Minimum (GWM) dilakukan sesuai peraturan
Bank Indonesia No. 15/16/PBI/2013 tanggal 24 Desember 2013 mengenai Giro
Wajib Minimum dalam rupiah dan valuta asing bagi Bank Umum Syariah dan
Unit Usaha Syariah, yang mana berisi bank umum melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia diwajibkan untuk mempunyai salso
giro minimum di Bank Indonesia untuk mencadangkan likuiditas.
4. Pembiayaan Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Murabahah atau yang biasa sering kita sebut juga ba‟bitsmanil ajil.
Sumber kata murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan). Jadi
15
murabahah mempunyai arti saling menguntungkan. Arti sederhananya
murabahah bearti jual beli barang ditambah keuntungan yang disepakati di
awal (Mardani, 2012).
Jual beli murabahah ialah pembelian oleh satu pihak yang
kemudian akan dijual kembali kepada pihak lain yang sebelumnya telah
menyetorkan permohonan pembelian terhadap suatu barang dengan laba
atau keuntungan yang transparan (Gemala, et al., 2005). Atau secara
singkatnya akad jual beli barang dengan mencantumnkan harga perolehan
dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
diawal perjanjian atau akad. Akad ini termasuk salah satu bentuk dari
natural certainly contracts, karena di dalam murabahah diatur berapa
required rate profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh) (Mardani,
2012).
Dalam perbankan islam murabahah merupakan salah satu produk
yang banyak digunakan oleh para nasabah perbankan islam di seluruh
dunia termasuk di Indonesia. Berikut ialah beberapa alasan yang
mendasari kenapa pembiayaan murabahah banyak digunakan oleh para
nasabah di perbankan islam Indonesia:
1. Murabahah termasuk suatu mekanisme pembiayaan investasi jangka
pendek yang memudahkan dan juga memiliki keuntungan bagi pihak
bank islam dibandingkan dengan konsep profit loss sharing atau bagi
hasil yang dianut oleh konsep mudharabah dan juga musyarakah.
2. Mark-up dalam murabahah ditetapkan serupa itu yang memastikan
bahwa bank islam akan memperoleh keuntungan yang sepadan dengan
16
keuntungan yang berbasis bunga yang telah menjadi saingan bank-
bank lain diluaran sana.
3. Murabahah melarutkan ketidakpastian yang ada pemasukan dari
bisnis-bisnis dengan sistem PLS.
4. Murabahah tidak memungkinkan bank-bank islam untuk mencampuri
manajemen bisnis, karena bukanlah sebagai mitra nasabah melainkan
bank mempunyai peran dengan nasabah yakni hubungan antara
kreditur dan debitur (Saed, 2004).
b. Dasar Hukum Murabahah
Pembiayaan murabahah merupakan suatu jenis akad jual beli yang
telah dianggap sah menurut syariah dan merupakan implementasi
muamalah tijariyah (interaksi bisnis). Landasan islam dari pembiayaan
murabahah ialah pada QS. Al-Baqarah:275:
ل يطان من المس ذ ي يتخبذطو الش ذ لذ كم يقوم الذب ل يقومون ا ين يأكون الر الذ
ب فمن جاءه موغظ بأ م الر البيع وحرذ ب وأ حلذ اللذ ذما البيع مثل الر هم قالوا ا و فانتى فل نذ ة من رب
اب النذار ه في ئك أ ص ومن ػاد فأول ل اللذون ما سلف وأ مره ا ا خال
Artinya:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-
orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus
17
berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya
dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (Tafsirq.com).
Di bawah ini contoh gambar sistematika pembiayaan murabahah:
Gambar 2.1
Akad Murabahah
Keterangan:
1. Nasabah berkeinginan membeli mobil dan melakukan negoisasi dengan
pihak bank
2. Kemudian pihak bank membelikan mobil ke showroom atau dealer
3. Pihak bank menjual mobil kepadah pihak nasabah
4. Yang terakhir pihak nasabah membayar pembiayaan mobil secara dicicil.
Berdasarkan skema yang sudah diterangkan di atas, akad murabahah
dilakukan setelah barang sudah dibeli dan dimiliki oleh bank dan bank
dilarang melakukan penjualan kepada nasabah apabila barang tersebut
belum dimiliki oleh bank. Lebih tepatnya bisa dilihat perbedaan antara
pembiayaan murabahah dan bunga riba.
BANK
SYARIA
H
MOBIL
NASABAH 1
2
4
3
18
Tabel 2.1
Perbedaan Pembiayaan Murabahah degan Bunga bank
NO PEMBIAYAAN
MURABAHAH
BUNGA/RIBA
1. Objeknya barang, nasabah tidak
berhutang uang melainkan
barang.
Objeknya ialah uang, nasabah
berhutang uang.
2. Pertukaran barang dengan uang. Pertukaran uang dengan uang.
3. Margin tidak berubah. Bunga berubah sesuai dengan tingkat
suku bunga negara.
4. Sah, halal, dan berkah. Banyak mudharatnya, tidak sah,
haram, dan jauh dari kata berkah.
5. Sektor moneter terkait dengan
sektor riil, sehingga menyentuh
langsung sektor riil.
Sektor moneter dan riil terpisah, tidak
ada keharusan untuk mengaitkan
sektor moneter dan riil.
6. Akadnya jual beli dan pasti
memenuhi rukun jual beli.
Tidak ada akad jual beli di awal, tapi
uang langsung sebagai barang
komoditas.
7. Jika pihak nasabah dirasa
mampu secara finansial akan
tetapi tidak mau membayar,
Denda/bunga berbunga cenderung
mengeksploitasi pihak nasabah, tidak
mendidik dan denda bunga akan
19
dikenakan denda untuk
mendidik. Dananya untuk sosial,
bukan pendapatan untuk bank.
menjadi pendapatan bagi bank.
8. Uang sebagai alat tukarnya
(purchasing power).
Over supply of money (inflasi dan
devaluasi).
Sumber: (Huda, et al., 2010)
c. Syarat Murabahah
Berikut beberapa syarat yang ditempuh untuk melakukan pengajuan
pembiayaan murabahah pada bank syariah ialah:
2.2.1 Pihak yang berakad:
a. Cakap hukum atau mengerti soal hukum
b. Ridha sama ridha, tidak dalam keadaan terpaksa ataupun di bawah
tekanan.
2.2.2 Objek yang diperjualbelikan:
a. Tidak termasuk dalam kategori barang yang mengandung mudharat
atau barang haram.
b. Mempunyai manfaat
c. Penyerahannya dari penjual ke pembeli bisa dilakukan
d. Mempunyai hak milik penuh pihak yang berakad
e. Spesifikasinya sesuai yang diterima pembeli dan diserahkan oleh
penjual.
20
2.2.3 Akad/sighat:
a. Harus jelas dan tidak rancu serta disebutkan juga spesifikasinya
dengan siapa berakad.
b. Antara ijab kabul (serah terima) harus setara atau sepadan baik dalam
spesifikasi barangnya maupun harga yang disepakati.
c. Tidak mengandung perjanjian yang mempunyai sifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan
datang.
d. Tidak mempunyai batasan waktu, misal: si A menjual barang ini
kepada si B namun dalam jangka waktu 1 tahun setelah itu barang
tersebut akan menjadi milik si A kembali.
Sesuai dengan Fatwa Dewan Islam No. 23/DSN-MUI/III/2002
tanggal 28 Maret 2002 potongan pelunasan dalam pembiayaan
murabahah ialah:
1. Jika pihak nasabah dalam transaksinya melakukan pelunasan pembayaran
tepat pada waktunya atau bahkan lebih cepat dari tanggal yang sudah
ditentukan. Lembaga keuangan islam boleh memberikan potongan dari
kewajiban pembayaran dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad di
awal.
2. Besar kecilnya nominal potongan seperti yang dimaksud di atas
diserahkan penuh kepada kebijakan dan pertimbangan dari Lembaga
Keuangan Syariah (LKS). (Huda, et al., 2010).
21
Sesuai Fatwa DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000
menjelaskan mengenai uang muka dalam pembiayaan murabahah:
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS)
dibolehkan meminta uang muka kepada pihak nasabah apabila sudah
disepakati oleh dua pihak di awal perjanjian.
2. Besar kecilnya uang muka berdasarkan kesepakatan dua belah pihak di
awal perjanjian.
3. Jika terdapat pihak nasabah yang membatalkan akad pembiayaan
murabahah, maka nasabah harus memberikan ganti rugi kepada pihak
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka yang diberikan oleh pihak nasabah jumlahnya
lebih kecil dari besarnya jumlah kerugian maka pihak Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) dapat meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika sebaliknya, jumlah uang muka yang diberika oleh pihak nasabah
kepada pihak Lembaga Keuangan Syariah (LKS) lebih besar dari jumlah
kerugian, maka Lembaga Keuangan Syariah (LKS) harus mengembalikan
kelebihannya kepada pihak nasabah. (Huda, et al., 2010).
Dalam pembiayaan murabahah terdapat sanksi yang diberikan kepada
nasabah yang dirasa mampu namun menunda-nunda pembayaran pelunasannya.
Sesuai Fatwa DSN No. 17/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000:
1. Sanksi dalam fatwa ini ialah sanksi yang diberikan Lembaga Keuangan
Syariah (LKS) kepada pihak nasabah yang sebenarnya mamou membayar
22
namun dengan sengaja untuk menunda-nunda pembayaran pelunasan
pembiayaan.
2. Pihak nasabah yang belum mampu membayar pelunasannya dikarenakan
force majeur (sesuatu hal yang tidak bisa dihindari) tidak boleh dikenakan
sanksi.
3. Nasabah yang dirasa mampu namun selalu menunda-nunda pembayaran
atau tidak mempunyai iktikad baik untuk membayar utangnya dari pihak
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) diperbolehkan dikenai sanksi.
4. Sanksi dapat berupa denda berupa uang yang jumlah nominalnya
ditentukan pada saat penandatanganan perjanjian di awal akad yang sudah
disepakati bersama.
5. Sanksi disini berdasarkan pada prinsip ta‟sir, yakni agar membuat pihak
nasabah mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin terhadap
kewajibannya.
6. Semua dana yang bersumber dari denda diperuntukkan sebagai dana
sosial, tidak untuk pendapatan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) (Huda,
et al., 2010).
5. Pembiayaan Musyarakah
a. Pengertian Musyarakah
Secara bahasa syirkah ialah al-ikhtilath yang mempunyai arti
penggabungan atau pencampuran. Menurut ulama Hanafiah syirkah atau
yang biasa kita sebut musyarakah mempunyai makna istilah penggabungan
harta (dan/atau keterampilan, pen) untuk kemudian penggabungan harta
23
tersebut akan dijadikan sebuah modal usaha yang mana segala keuntungan
dan kerugian akan dibagi bersama sesuai kesepakatan (Sabiq, 1983).
b. Rukun dan Syarat Musyarakah
Secara Hanafiyah berpendapat bahwa rukun dari pembiayaan syirkah
atau musyarakah ada satu saja yaitu shighat (ijab dan qabul) karena shighat-
lah yang melatarbelakangi adanya transaksi syirkah atau musyarakah.
Para ulama banyak yang memiliki pendapat bahwa rukun dari
pembiayaan syirkah atau musyarakah ada empat macamnya, yaitu: sighat,
dua orang yang berada pada transaksi, dan objek yang ditransaksikan.
Shighat, yaitu cetusan atau sebuah ungkapan yang keluar dari masing-
masing dari dua pihak bertransaksi yang keinginannya untuk
melaksanakannya. Shighat terdiri dari ijab dan qabul yang sah baik itu
secara perbuatan maupun ucapan yang menunjukkan adanya syirkah.
Aqhidhain merupakan dua belah pihak atau subjek yang melakukan
transaksi pembiayaan tersebut. Syirkah atau Musyarakah tidak akan sah
apabila tidak ada salah satu dari kedua pihak tersebut. Setelah membahas
mengenai subjeknya maka adapun objek dari syirkah atau musyarakah ini
ialah modal pokok, bisa berupa harta maupun kerjaan. Modal syirkah atau
musyarakah itu harus ada dan tidak diperbolehkan harta yang terutang
ataupun benda yang tidak diketahui dikarenakan tidak dapat dijalankan
seperti yang menjadi tujuan syirkah atau yang biasa kita sebut musyarakah,
yaitu mendapat keuntungan. (Mardani, 2012).
Berikut ialah syarat yang harus diperhatikan ketika akan melakukan
pembiayaan syirkah atau musyarakah menurut kesepatan para ulama, yaitu:
24
1. Dua pihak yang melakukan transaksi pembiayaan musyarakah keahlian
untuk mewakilkan dan menerima perwakilan. Dua pihak tersebut
haruslah yang berstatus merdeka, baligh, dan pandai (rasyid)
dikarenakan keduanya masing-masing posisinya sebagai mitra.
2. Modal dari syirkah atau musyarakah diketahui kejelasannya.
3. Modal dari syirkah atau musyarakah haruslah ada atau berwujud ketika
transaksi tersebut dilakukan.
4. Jumlah nominal keuntungannya dapat diketahui dari penjumlahan yang
berlaku, seperti setengah, dan lain sebagainya (ath-Thayyar, 2009).
Pembagian laba atau nisbah bagi hasil yang diperoleh ketika kita telah
melakukan transaksi pembiayaan syirkah atau musyarakah haruslah
memenuhi hal-hal berikut:
1. Laba yang dibagikan terhadap masing-masing mitra usaha haruslah
sudah diketahui dan disepakati di awal kontrak/akad. Jika laba tidak
ditetapkan di awal maka akad tidak sah menurut syariah islam.
2. Rasio/nisbah keuntungan terhadap masing-masing mitra usaha haruslah
ditetapkan sesuai dengan keuntungan yang nyata yang telah diperoleh
dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan di
awal.
Contoh: Jika A dan B melakukan kemitraan pembiayaan musyarakah dan
keduanya sepakat jika A akan mendapatkan bagian keuntungan atau laba
setiap bulan sebesar Rp. 100.000,- dan sisanya ialah bagian keuntungan dari
B, maka kemitraan itu tidak sah. Dasar yang benar dan sah untuk
25
menyalurkan keuntungan adalah persentase yang disepakati bersama dari
laba yang diperoleh yang benar-benar nyata diperoleh dalam usaha
kemitraan tersebut (Mardani, 2012).
Sebab diberhentikannya akad pembiayaan musyarakah, musyarakah
akan berakhir jika salah satu peristiwa dibawah ini terjadi, yaitu:
1. Pengakhiran akad pembiayaan musyarakah dapat diajukan oleh salah
satu mitra musyarakah kapan saja namun harus terlebih dahulu
mengkonfirmasi hal tersebut kepada mitra musyarakah yang lainnya.
2. Pembiayaan musyarakah akan berakhir ketika salah satu dari mitra
tersebut meninggal dunia disaat pembiayaan musyarakh masih
berjalab. Namun ahli waris mempunyai pilihan untuk menarik
bagian modalnya ataupun meneruskan kontrak musyarakah tersebut.
3. Pembiayaan musyarakah secara otomatis berakhir ketika salah satu
mitra mengalami kecelakaan seperti tiba-tiba mengalami hilang
ingatan ataupun sudah tidak mampu melakukan transaksi komersial
tersebut (Ascarya, 2007).
c. Dasar Hukum Musyarakah
Hukum islam yang mendasari adanya akad musyarakah ialah pada
QS. Shad:24 :
نذ لثيرا من الخلطاء ليبغي بؼضيم ػل ل هؼاجو وا
ين قال لقد ظلمك بسؤال هؼجتك ا لذ الذ
بؼض ا
ذو وخرذ رالؼا وأ أمنوا تغفر رب ذما فتنذاه فاس الحات وقليل ما ه وظنذ داوود أ ه ناب وعلوا الصذ
26
Artinya:
Daud berkata: “sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahwa
Kami mengujinya maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat (Tafsirq.com).
Kesahihan musyarakahpun diperkuat ketika Nabi diutus, masyarakat
sedang melakukan musyarakah. Beliau bersabda: “Kekuasaan Allah senantiasa
berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak berkhianat”.
Selain itu diperbolehkannya akad musyarakah ialah bentuk ijma dari ulama.
d. Macam-macam Musyarakah
Secara dasar syirkah atau musyarakah terbagi menjadi dua macam, yakni
syirkah amlak (kepemilikan) dan syirkah „uqudl‟ akad (kontrak). Syirkah amlak
bisa terjadi tanoa melalui akad, tetapi karena melalui sebuah wasiat, warisan atau
kondisi lainnya yang berakibat kepemilikan. Sedangkan syirkah akad dapat terjadi
karena adanya perjanjian antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam
memberi modal dan mereka setuju untuk membagi keuntungan dan kerugiannya
bersama sesuai akad di awal kontrak.
Akad syirkah atau musyarakah dibagi menjadi empat bagian oleh Syaid Sabiq ,
seperti dibawah ini:
27
1. Syirkah Inan, yakni bentuk kerjasama antara dua oranga atau lebih untuk
melakukan suatu usaha dalam permodalan serta membagi keuntungan dan
kerugian bersama sesuai dengan jumlah modal masing-masing. Namun,
apabila jumlah dibagikan kepada masing-masing pihak baik modal, kerja
ataupun bagi hasil berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka di awal dan
dengan unsur ridha sama ridha maka diperbolehkan menurut semua ulama.
2. Syirkah Mufawwadhah, hampir sama dengan syirkah atau musyarakah di
atas yakni kerja sama anatara dua orang atau lebih untuk melakukan suatu
perjanjian usaha dengan syarat-syarat dibawah ini:
a. Modalnya harus sama antara pihak satu dengan pihak lainnya jika di
salah satu pihak memberikan modal yang lebih besar maka akad
syirkah tersebut tidak sah.
b. Sama-sama memiliki wewenang hukum, dalam artian jika subjek yang
melakukan perjanjian ini di rasa belum dewasa atau baligh maka akad
syirkah ini tidak sah.
c. Memiliki kesamaan dalam agama, dalam artian jika salah satu pihak ialah
nonmuslim maka akad tersebut tidak akan sah.
d. Masing-masing dari setiap subjek mempunyai kehendak dalam bertindak
atas nama syirkah (kerja sama).
3. Syirkah Wujuh, yakni bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
membeli sesuatu hal tanpa modal melainkan hanya bermodal kepercayaan
dan keuntungan dibagi antara sesama mereka masing-masing pihak.
4. Syirkah Abdan, sama saja seperti syirkah-syirkah di atas yakni bentuk kerja
sama antara dua orang lebih untuk melakukan suatu bentu usaha atau
28
pekerjaan. Selanjutnya, hasil dari usaha tersebut dibagi antara masing-
masing pihak berdasarkan perjanjian di awal. Seperti pemborong bangunan,
jalan, listrik, dan lain-lain (Abdad, 2003).
e. Tujuan Musyarakah
Berikut ialah tujuan dan manfaat dari pembayaan akad musyarakah
seperti di bawah ini:
1. Memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak di dalamnya.
2. Membuka peluang lapangan kerja bagi setiap karyawannya.
3. Sebagian dari keuntungan hasil usaha musyarakah dibuat untuk
mendirikan temoat ibadah, sekolah, dan bentuk-bentuk sosial lainnya
(Corporate Sosial Responsibilty/CSR).
6. Pembiayaan Mudharabah
Pada umumnya secara klasik akad mudharabah dilakukan atas dua pihak
yakni pemilik dana (shahibul mal) dan pengelola dana (mudharib) secara
langsung sama seperti pada kitab-kitab klasik fiqh Islam. Dan praktik
seperti inilah yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat serta para umat
muslim sesudahnya. Dalam kasus seperti ini yang terjadi ialah investasi
secara langsung antara pemilik dana (shahibul mal) dengan pengelola dana
(mudharib), peran bank sebagai lembaga perantaranya (intermieditary) tidak
ada (Karim, 2013).
Untuk menanggulangi persoalaan di atas maka para ulama kontemporer
berinovasi baru atas skema mudharabah, yakni akad mudharabah yang
melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini diperankan oleh bank
syariah sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahibul mal dan
29
Bagi hasil
a
mudharib. Sehingga terjadi evolusi dari konsep investasi langsung (direct
financing) menjadi tidak langsung (indirect financing) (Karim, 2013).
Gambar 2.2
Pembiayaan Mudharabah
Intermedia Keuangan
Decifit unit Bagi hasil Surplus unit
a. Dasar Hukum akad Mudharabah
Dasar diperbolehkannya praktik mudharabah adalah pada QS. Al-Baqarah :
198
غند الم ليس ذا أ فضت من غرفات فاذلروا اللذ فا ك رام ػليك جناح أ ن تبتغوا فضل من رب شؼر ال
ي ال ن لنت من قبل لمن الضذ واذلروه كم ىداك وا
Mudharib Shahibul mal
Mudharib Shohibul mal Bank Syariah
30
Artinya:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafat, berdzikirlah kepada
Allah di Masy‟arilharam. Dan berdikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana
yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-
benar termasuk orang-orang yang sesat” (Tafsirq.com).
C. Kerangka Penelitian
Sesuai variabel yang telah diambil, maka dapat ditarik kerangka proses
berpikir pada penelitian ini yaitu:
Gambar 2.3 Kerangka Penelitian
Keterangan:
Menyatakan berpengaruh secara signifikan.
Giro pada BI
(X1)
Musyarakah
(X2)
Murabahah
(X3)
Mudharabah
(X4)
Profitabilitas Bank BRI
Syariah (Y)
31
D. Hipotesis
Dalam penelitian ini disajikan tiga hipotesis atau dugaan sementara, yaitu
sebagai berikut:
H1 = Giro pada Bank Indonesia berpengaruh terhadap profitabilitas Bank BRI
Syariah.
H2 = Pembiayaan murabahah berpengaruh terhadap profitabilitas Bank BRI
Syariah.
H3 = Pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap profitabilitas Bank BRI
Syariah.
H4 = Pembiayaan mudharabah berpengaruh terhadap profitabilitas Bank BRI
Syariah.
H0 = Diduga tidak terdapat pengaruh antara giro pada Bank Indonesia (X1),
murabahah (X2), musyarakah (X3), mudharabah (X4) terhadap tingkat
profitabilitas Bank BRI Syariah.