Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
1. Pengertian Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Menurut UU No. 18 Tahun 2014 Pasal 1, orang dengan gangguan jiwa
atau ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku,
dan perasaaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan
fungsi orang sebagai manusia (Kemkes, 2014). Sedangkan menurut WHO,
2007 dalam Varcaloris & Halter, 2010 kesehatan jiwa adalah suatu kondisi
sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki,
memiliki koping yang baik terhadap stresor, produktif dan mampu
memberikan kontribusi terhadap masyarakat (dalam Suerni, Titik. dkk, 2013).
Gangguan jiwa berat yang sering ditemui di masyarakat adalah
skizofrenia (Ibrahim,2011). Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik
yang ditandai dengan perubahan kognitif, emosi, persepsi, dan aspek lain dari
perilaku (Kaplan & Saddock, 2007) dalam Suerni, Titik. dkk, 2013
2. Etiologi
Penyebab ODGJ secara umum dapat ditijau dari beberapa sudut, yaitu
berdasarkan tahap berfungsinya dan sumber asalnya (Baihaqi et al. 2005
dalam Halida, 2015) :
a. Tahap Berfungsinya
Penyebab perilaku abnormal menurut tahap berfungsinya dapat
dibedakan oleh Colemen, Butcher, dan Carson (dalam Baihaqi et al.
2005) sebagai berikut :
1) Penyebab primer
Kondisi yang secara langsung meyebabkan terjadinya
gangguan jiwa/perilaku abnormal. Penyebab primer misalnya
psikosis yang disertai paralisis atau kelumpuhan yang bersifat
progresif atau berkembang secara bertahap sampai akhir ODGJ
mengalami kelumpuhan total.
2) Penyebab yang menyiapkan
Faktor yang menyebabkan seseorang rentan/peka terhadap
salah satu bentuk gangguan jiwa. Penyebab yang menyiapkan,
diantaranya kondisi fisik yaitu ODGJ dengan penyakit menahun,
keturunan, atau kecatatan, genetik, intelegensia, kepribadian dan
keadaan kondisi ekonomi.
3) Penyebab pencetus
Adalah kejadian traumatik yang langsung menyebabkan
gangguan jiwa, diantaranya kehilangan harta benda yang berharga,
menghadapi kematian anggota keluarga dan kehilangan mata
pencaharian.
4) Penyebab yang menguatkan
Dimana kondisi yang cenderung mempertahankan tingkah
laku yang mal adaptif. Dapat berupa perhatian yang berlebihan pada
seorang gadis yang sakit dan menyebabkan yang bersangkutan
kurang bertanggung jawab atas dirinya dan menunda
kesembuhannya.
5) Sirkulsi faktor-faktor penyebab
Adanya serangkaian faktor-faktor penyebab yang kompleks
serta saling mempengaruhi. Gangguan perilaku tidak hanya
disebabkan oleh satu penyebab tunggal, melainkan saling
mempengaruhi yang menjadi sumber penyebab berbagai
abnormalitas.
b. Sumber Asal
Penyebab perilaku abnormal berdasarkan sumber asalnya dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor biologis, psikososial, dan
sosialkultur
1) Faktor biologis
Adalah berbagai keadaan dimana biologis atau jasmani yang
dapat menghambat perkembangan maupun fungsi individu dalam
kehidupan sehari-hari. Faktor biologis, diantaranya kurang gizi,
kelainan gen dan penyakit-penyakit (Parkinson dan multiple
selerosis).
2) Faktor psikososial
Meliputi trauma di masa kanak-kanak, deprivasi parental,
hubungan orang tua dan anak yang patogenik, struktur keluarga yang
patogenik, dan stres berat.
3) Faktor sosiokultural
Meliputi keadaan objektif dalam masyarakat atau tuntutan dari
masyarakat yang dapat berakibat timbunya tekanan pada individu dan
selanjutnya melahirkan berbagai bentuk gangguan.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Baihaqi et al. 2005 (dalam Halida, 2015) tanda dan gejala orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah :
a. Gangguan persepsi
Persepsi adalah sensasi yang disertai pengertian. Sensasi adalah
kesadaran akan adanya suatu rangsang. Sensasi sama dengan
penginderaan. Semua rangsangan masuk kedalam diri melalui panca
indera, yang kemudian diteruskan ke otak sehingga rangsangan dapat
dirasakan. Persepsi adalah pemahaman atau pengertian tentang
rangsangan karena ada interaksi dengan rangsangan lainnya atau
rangsangan yang telah dipahami sebelumnya.
b. Gangguan perhatian
Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis pada suatu objek. Perhatian
berkaitan dengan kesadaran dan ingatan serta sering disebut dengan
konsentrasi.
c. Gangguan ingatan
Ingatan (kenangan, memori) adalah keampuan individu untuk
menerima, menyimpan dan memproduksi kembali informasi atau kesan-
kesan. kemampuan individu untuk menyimpan informasai dapat bersifat
permanen tergantung pada kebutuhan.
d. Gangguan orientasi
Orientasi dapat diartikan sebagai kemampuan mengetahui posisi
dirinya dalam hubungannya dengan waktu, tempat, dan benda-benda
tertentu di sekelilingnya. Disorientasi berarti ketidaksanggupan seseorang
untuk mengetahui posisi dirinya dalam hubungannya dengan waktu,
tempat, dan benda-benda tertentu dilingkungannya.
e. Gangguan berpikir
Berpikir dapat diartikan sebagai aktivitas meletakkan hubungan antara
bagian-bagian pengetahuan. Berpikir meliputi proses pertimbangan,
pemahaman dan penalaran (Maramis dalam Baihaqi et al. 2005)
f. Gangguan kesadaran
Keasadaran adalah keadaan yang menunjukkan bahwa seseorang
mampu mengerti dan menyadari sekelilingnya berdasarkan waktu,
tempat, dan keadaan secara umum.
g. Gangguan emosi
Emosi dapat terjadi pada saat manusia berinteraksi dengan lingkungan
dan merupakan hasil upaya untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
Emosi tampak dalam ekspresi wajah, seperti marah, cemas, ketakutan,
perasaan berdosa, malu, kesedihan, cemburu, iri hati, kebahagiaan,
bangga dan harapan.
h. Gangguan psikomotor
Gangguan psikomotor disebut juga gangguan motorik, konasi atau
gerakan. Gangguan psikomotor berarti gangguan-gangguan yang
berhubungan dengan gerak tubuh. Gerak tubuh manusia dipengaruhi oleh
aspek kejiwaaan artinya semua gerakan akibat dari kekuatan-kekuatan
atau dorongan yang bekerja dari dalam diri.
4. Macam- macam ODGJ
Menurut pedoman diagnosik dari PPDGJK III (Maslim, 2001) dalam
dalam Halida 2015, ODGJ dapat di bagi menjadi beberapa :
a. Gangguan mental organik
Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan
dengan penyakit gangguan sistemik otak yang dapat didiagnosis
tersendiri, yang meliputi demensia pada penyakit alzaimer, demensia
vaskuler, demensia pada penyakit lain, sindrom amnesim organik bukan
akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya, delirium bukan akibat alkohol
dan zat psikoaktif lainnya, gangguan mental lainya akibat kerusakan dan
disfugsi otak dan penyakit fisik, dan gangguan kepribadian dan perilaku
akibat penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak.
b. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif
adalah gangguan yang bervarisi dan berbeda keparahannya yang
diakibatkan oleh penggunaan satu atau lebih zat psikoaktif.
c. Skizofrenia, gangguan skizopital dan gangguan waham menetap
Skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Gangguan
skizotipal adalah gangguan yang ditandai dengan perilaku atau
penampilan yang aneh, eksentrik, hubungan sosial yang buruk, menarik
diri pergaulan sosial dan kecurigaan atau ide-ide paranoid. Gangguan
waham adalah gangguan waham yang menetap lama.
d. Gangguan suasana perasaan
Gangguan suasana perasaan adalah perubahan suasana perasaan
biasanya karena depresi. Gangguan suasana perasaaan meliputi episode
maniak, gangguan afektif bipolar, episode depresif, gangguan depresif
berulang dan gangguan suasana perasaan yang menetap.
e. Gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stress
Gangguan neurotik, gangguan somatoform, dan gangguan terkait stres
dikelompokkan menjadi satu dengan alasan bahwa dalam sejarahnyya ada
hubungan dengan perkembangan konsep neurosis dan berbagai
kemungkinan penyebab psikologis. Gangguan neurotik, gangguan
somatoform, dan gangguan terkait stres meliputi gangguan ansietas fobik,
gangguan ansietas lainnya, gangguan obsesif kompulsif, reaksi terhadap
stres berat dan gangguan penyesuaian, gangguan disosiatif, gangguan
sematoform dan neurotik lainnya.
f. Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologi dan
faktor fisik
Sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologi dan
faktor fisik meliputi gangguan makan, gangguan tidur non organik,
disfungsi seksual bukan disebabkan oleh gangguan atau penyakit organik,
gangguan mental dan perilaku yang berhubungan dengan masa nifas, dan
penyalahgunaan zat yang tidak menyebabkan ketergantungan.
g. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa adalah ekspresi dari
pola hidup yang berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan
perkembangan. Gangguan kepribadian dan perilaku masa dewasa
meliputi gangguan kepribadian khas, gangguan kepribadian campuran,
perubahan kepribadian yang berlangsung lama yang tidak diakibatkan
oleh kerusakan atau penyakit otak, gangguan kebiasaan dan impuls,
gangguan identitas jenis kelamin, gangguan preferensi seksual, gangguan
psikologi dan perilaku yang berhubungan dengan perkembangan dan
orientasi seksual.
h. Retardasi mental
Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap yang terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa
atau gangguan fisik lainnya. Retardasi mental meliputi retardasi mental
ringan, sedang, berat dan sangat berat.
i. Gangguan perkembangan psikologis
Gangguan perkembangan psikologis adalah keterlambatan
perkembangan fungsi biologis dari susunan saraf pusat. Gangguan
perkembangan psikologis meliputi gangguan perkembangan khas
berbicara dan berbahasa, gangguan perkembanganbelajar khas,
gangguan perkembangan motorik khas, gangguan perkembangan khas
campuran dan gangguan perkembangan pervasif.
j. Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada masa
kanak dan remaja
Gangguan perilaku dan emosional dengan onset biasanya pada
masa kanak dan remaja meliputi gangguan hiperkinetik, gangguan
tingkah laku, gangguan campuran tingkah laku dan emosi, gangguan
emosional dengan onset khas pada masa kanak-kanak dan gangguan
fungsi sosial dengan onset khas pada masa kanak dan remaja.
B. Konsep Manajemen Halusinasi
1. Manajemen Halusinasi
Manajemen halusinasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan,
keamanan, kenyamanan dan orientasi realita pada klien yang mengalami
halusinasi. (Bulechek, Gloria M. et al. 2016)
Terry, 2015 dalam Ibrahim (2016), mengatakan bahwa manajemen
merupakan proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan : perencanaan,
pengorganisasian, menggerakkan dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mecapai sasaran-saasran yang telah ditetapkan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia serta sumber-sumber lain.
Menurut Sutejo dalam bukunya “Keperawatan Jiwa”, halusinasi
merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu
stimulus yang sebenarnya tidak ada.
Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen halusinasi adalah
suatu tindakan perencanaan atau pengorganisasian yang ditujukan pada klien
dengan gangguan halusinasi agar dapat mengontrol stimulus yang sebenarnya
tidak ada.
2. Nursing Intervention Classification (NIC) Manajemen Halusinasi
Ada beberapa aktivitas yang dapat diterapkan dalam manajemen halusinasi
diantaranya :
a. Bangun hubungan interpersonal dan saling percaya dengan klien
b. Monitor dan atur tingkat aktivitas dan stimulasi lingkungan
c. Pertahankan lingkungan yang aman
d. Berikan tingkat pengawasan yang sesuai/supervise untuk memantau
pasien
e. Catat perilaku klien yang menunjukkan halusinasi
f. Pertahankan rutinitas yang konsisten
g. Tentukan caregiver yang konsisten setiap hari
h. Tingkatkan komunikasi yang jelas dan terbuka
i. Berikan klien kesempatan untuk mendiskusikan halusinasinya
j. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan secara tepat
k. Fokuskan kembali klien mengenai topik jika komunikasi klien tidak
sesuai situasi
l. Monitor kehadiran halusinasi mengenai konten (dari halusinasi yang
berupa) kekerasan atau yang membahayakan diri
m. Dorong klien untuk mengembangkan kontrol/tanggung jawab atas
perilakunya sendiri, jika kemampuan klien memungkinkan
n. Dorong klien untuk mendiskusikan perasaan dan impuls daripada
bertindak langsung pada mereka
o. Dorong klien untuk memvalidasi halusinasi dengan orang yang dipercaya
(misalnya, uji realita)
p. Tegaskan, jika ditanya, bahwa anda tidak mengalami stimulus yang sama
q. Hindari berdebat dengan klien tentang validasi halusinasi
r. Fokuskan diskusi mengenai perasaan yang mendasari daripada mengenai
isi halusinasi (misalnya, “tampaknya anda ketakutan”)
s. Berikan obat anti psikotik dan anti ansietas secara rutin dan sesuai
kebutuhan
t. Berikan pengajaran terkait obat pada klien dan orang-orang terdekat
(klien)
u. Monitor klien mengenai ada tidaknya efek sampig obat-obatan dan efek
terapi yang diinginkan
v. Berikan kemampuan dan kenyaman pada klien dan orang lain ketika klien
tidak mampu mengontrol perilaku (misalnya, pengaturan batas,
pemabatasan wilayah, pengekangan fisik, dan pengasingan)
w. Hentikan atau kurangi obat yang dapat menyebabkan halusinasi (setelah
berkonsultasi dengan tenaga kesehatan yang meresepkan)
x. Berikan pengajaran terkait penyakit kepada klien/orang terdekat (klien)
jika halusinasi didasarkan karena penyakit (misalnya delirium,
skizofrenia, dan depresi)
y. Didik keluarga dan orang terdekat mengenai cara untuk menangani klien
yang mengalami halusinasi
z. Monitor kemampuan merawat diri
aa. Bantu dengan perawatan diri jika dibutuhkan
bb. Monitor status fisik klien (misalnya, berat badan, hidrasi, dan telapak kaki
pada klien yang mondar mandir)
cc. Berikan istirahat dan gizi yang cukup
dd. Libatkan klien dalam aktivitas berbasis realitas yang mungkin mengalihan
perhatian dari halusinsi (misalnya, mendengarkan musik)
3. Halusinasi
a. Pengertian Halusinasi
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucination yang
bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung. Jardri, dkk.
(2013) menegaskan “The Term Hallucination comes from the latin
“hallucination”: to wander mentally or to be absent-minded”. Halusinasi
adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2005. Dalam Sutejo,
2017).
Menurut Sutejo dalam bukunya “Keperawatan Jiwa”, halusinasi
merupakan suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu
stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori
persepsi : merasakan sensasi palsu, berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penciuman. Pada gangguan halusinasi
penglihatan misalnya, klien melihat suatu bayangan menakutkan, padahal
tidak ada bayangan tersebut. Salah satu manifestasi yang timbul adalah
halusinasi membuat kllien tidak dapat memenuhi kehidupannya sehari-
hari. Halusinasi merupakan salah satu dari sekian bentuk psikopatologi
yang paling parah dan membingungkan. Secara fenomenologis, halusinasi
adalah gangguan yang paling umum dan paling penting. Selain itu,
halusinasi dianggap sebagai karakteristik psikosi.
b. Tingkat Halusinasi
Dalam bukunya Keperawatan Jiwa Sutejo juga membagi intensitas
halusinasi meliputi empat tingkat, mulai dari tingkat I sampai tingkat IV
diantaranya :
1) Tingkat I (Comfortif, non psikotik) : klien merasa bahwa halusinasi
merupakan suatu kesenangan, memberi rasa nyaman, tingkat ansietas
sedang. Biasanya klien akan tersenyum, menggerakkan bibir tanpa
suara, menggerakan mata dengan cepat, respon verbal yang lambat,
diam konsentrasi.
2) Tingkat II (Condemning, non psikotik): klien mulai menyalahan,
tingkat ansietas berat, halusinasi menyebabkan rasa antipati.
Peningkatan system saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti
peningkatkan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang
perhatian menyempit, konsentrasi dengan pengalaman sensori, dan
kehilangan keamanan membedakan halusinasi dari realita.
3) Tingkat III (Controlling, psikotik) : Klien mulai di kontrol oleh
halusinasinya, tingkat ansietas berat pengalaman sensosri tidak dapat
ditolak lagi. Perintah halusinasi ditaati, sulit berhubungan dengan
orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, gejala
fisik ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
perintah.
4) Tingkat IV (Conquering, psikotik) : Menguasai tingkat ansietas panik
yang diatur dan dipengarui oleh waham. Perilaku panik, berpotensi
untuk membunuh atau bunuh diri, tindakan kekerasan, agitasi,
menarik diri, atau katatonia, tidak mampu merespon perintah yang
kompleks, tidak mampu merespon terhadap lebih dari satu orang.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap klien
serta ungkapan klien (Sutejo). Adapun tanda dan gejala klien halusinasi
adalah :
1) Data Subjektif
Berdasarkan data subjektif, klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi mengatakan bahwa klien :
a) Mendengar suara-suara atau kegaduhan
b) Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap
c) Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya
d) Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster
e) Mencium bau-bauan seperti darah, urine, feses, kadang-kadang
bau itu menyenangkan
f) Merasakan rasa seperti darah, urine, feses
g) Merasa takut atau senang dengan halusinasinya
2) Data Objektif
Berdasarkan data objektif, klien dengan gangguan sensori persepsi
halusinasi melakukan hal-hal berikut :
a) Bicara atau tertawa sendiri
b) Marah-marah tanpa sebab
c) Mengarahkan telinga kearah tertentu
d) Menutup telinga
e) Menunjuk-nunjuk kearah tertentu
f) Ketakutan kepada sesuatu yang tidak jelas
g) Mencium sesuatu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu
h) Menutup hidung
i) Sering meludah
j) Muntah
k) Menggaruk-garuk permukaan kulit
d. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi
meliputi :
1) Regresi
Regresi berhubungan dengan proses informasi dan upaya yang
digunakan untuk mengulangi ansietas. Energi yang tersisa untuk
aktivitas sehari-hari tinggal sedikit sehingga klien menjadi malas
beraktivitas sehari-hari.
2) Proteksi
Dalam hal ini, klien mencoba menjelaskan gangguan persepsi
dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau suatu
benda.
3) Menarik diri
Klien sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal.
4) Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.
C. Konsep Kontrol Diri terhadap Distorsi Pemikiran/Kognitif
1. Pengertian
Kontrol Diri terhadap Distorsi Pemikiran/Kognitif adalah upaya
mengendalikan diri dari gangguan penglihatan, proses pikir, dan isi pikir.
Moorhead, Sue. et al. (2016).
a. Pengertian Kontrol Diri
Hurlock, 1990 (dalam Khairunnisa, 2013), mengatakan kontrol diri
berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta
dorongan-dorongan dalam dirinya. Kazdin (1994) menambahkan bahwa
kontrol diri diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi
kemampuannya yang terbatas dan membantu mengatasi berbagai hal yang
merugikan yang dimungkinkan berasal dari luar. Menurut Berk dalam
Gunarsa (2004), kontrol diri adalah kemampuan individu untuk menahan
keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma sosial.
b. Pengrtian Distorsi Pemikiran/Kognitif
Burn mengatakan (dalam Rizkiakawati & Asiah, 2016) proses berfikir
pada manusia yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dapat disebut
kesalahan dalam berfikir atau distorsi kognitif. Distorsi kognitif sering
dimanifesatasikan pada pikiran otomatis negatif seperti pendapat Covin
dkk (2011) yang meneybutkan dalam kognitif terdapat dua hal yaitu core
belliefs dan pikiran otomatis, core belliefs sebagai pusat dari pemikiran
seseoang dan pikiran negatif sebagai respon seseorang terhadap segala hal
yang dihadapinya, saat distorsi kognitif terjadi maka core belliefs dan
pikiran otomatis seseorang menjadi negatif sehingga perilaku juga
menjadi negatif. (dalam Lestari, 2018)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kontrol diri
terhadap distorsi pemikiran/distorsi kognitif merupakan kemampuan
seseorang dalam menahan diri agar tidak berpikiran negatif atau
menimbulkan pemikiran yang menyimpang.
c. Nursing Outcomes Classification (NOC) Kontrol Diri terhadap
Distorsi Pemikiran/Kognitif
Skala outcomes keseluruhan berdasarkan Nursing Outcomes
Classification (NOC) Kontrol Diri terhadap Distorsi Pemikiran/Kognitif
sebagai berikut :
Skala Outcome
Keseluruhan
Tidak
pernah
menunjuk-
kan
Jarang
menunjuk-
kan
Kadang-
kadang
menunjuk-
kan
Sering
menunjuk-
kan
Secara
konsisten
menunjuk-
kan
Indikator : 1 2 3 4 5
Mengenali halusinasi
atau delusi yang terjadi
Menahan diri dari
mengikuti halusinasi
atau delusi
Menahan diri dari
bereaksi terhadap
halusinasi atau delusi
Monitor frekwensi
halusinasi atau delusi
Menjelaskan isi dari
halusinasi atau delusi
Melaporkan penurunan
halusinasi atau delusi
Validasi kenyataan
Mempertahankan afek
yang konsisten dengan
alam perasaan
Berinteraksi dengan
orang lain secara tepat
Memandang
lingkungan secara
akurat
Menunjukkan pola
berpikir yang logis
Menunjukkan
pemikiran yang
berdasarkan kenyataan
Menunjukkan isi
pikiran yang tepat
Menunjukkan
kemampuan untuk
mengerti ide orang lain
2. Aspek Distorsi Kognitif
Hollon dan Kendall (1980) menyebutkan aspek-aspek distorsi kogntif adalah
sebagai berikut :
a. Persepsi penyesuaian pribadi dan keinginan untuk perubahan.
b. Konsep diri negatif dan ekspetasi negatif.
c. Harga diri rendah.
d. Menyerah atau tidak berdaya.
Sedangkan Burn (1993) mengatakan bahwa salah satu hasil distorsi
kognitif yang negatif yaitu All or nothing membuat sesesorang menjadi
perfeksionis dan membuat seseorang melihat duniannya sebagai hitam atau
putih contohnya pemikiran “Bila saya tidak begini maka saya bukan apa-apa
sama sekali” (Dalam Lestari, 2018).
3. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri
Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagaimana faktor psikologi
lainnya diantranya :
a. Faktor internal
Faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri seseorang adalah faktor
usia dan kematangan.
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal meliputi keluarga (Hurlock, 1973), dalam lingkungan
keluarga terutama orang tua akan menentukan bagaimana kemampuan
mengontrol diri seseorang.
4. Jenis Kontrol Diri
Block dan Block (Dalam Lazarus, 1976) membagi tiga jenis kontrol diri,
yaitu:
a. Over control
Yaitu kontrol yang berlebihan dan menyebabkan seseorang banyak
mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus.
b. Under control
Kecenderungan untuk melepaskan impuls yang bebas tanpa perhitungan
yang masak.
c. Appropriate control
Kontrol yang memungkinkan individu mengendalikan impulsnya secara
tepat.
5. Manfaat Kontrol Diri
Mesina & Messina dalam Gunarsa (2004) menyatakan bahwa pengendalian
diri memiliki beberapa fungsi yaitu :
a. Membatasi perhatian individu terhadap orang lain.
b. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya.
c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif.
d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan individu secara
seimabang.
D. Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Jiwa
Ruangan Rawat: Tanggal Dirawat :
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : (L/P) TanggalPengkajian :
Umur : RM No. :
II. ALASAN MASUK
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masalalu ? Ya Tidak
2. Pengobatan sebelumnya. Berhasil kurang berhasil
tidak berhasil
3. Aniaya fisik Pelaku/Usia Korban/Usia Saksi/Usia
Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam keluarga
Tindakan kriminal
Jelaskan No. 1, 2, 3 :
Masalah Keperawatan :
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Ya Tidak
Hubungan keluarga:
Gejala :
Riwayat pengobatan/perawaran :
Masalah Keperawatan :
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
Masalah Keperawatan :
IV. FISIK
1. Tanda vital :
a. TD : b. N : c. S : d. P :
2. Ukur : TB : BB :
3. Keluhan fisik : Ya Tidak
Jelaskan :
Masalah keperawatan :
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
2. Konsep diri
a. Gambaran diri :
b. Identitas :
c. Peran :
d. Ideal diri :
e. Harga diri :
Masalah Keperawatan :
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti :
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat :
c. Hambatan dalam berbuhungan dengan orang Lain :
Masalah keperawatan :
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
b. Kegiatan ibadah :
Masalah Keperawatan :
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Tidak rapi Penggunaan pakaian Cara berpakaian tidak
tidak sesuai seperti biasanya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan:
2. Pembicaraan
Cepat Keras Gagap Inkoheren
Apatis Lambat Membisu
Tidak mampu memulai pembicaraan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Aktivitas Motorik:
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Tik Grimasen Tremor Kompulsif
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
4. Alam perasaaan
Sedih Ketakutan Putus asa Khawatir
Gembira berlebihan
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
5. Afek
Datar Tumpul Labil Tidak sesuai
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
6. lnteraksi selama wawancara
Bermusuhan Tidak kooperatif Mudah tersinggung
Kontak mata (-) Defensif Curiga
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
7. Persepsi
Pendengaran Penglihatan Perabaan
Pengecapan Penghidu
Jelaskan :
Masalah Keperawatan:
8. Proses Pikir
sirkumtansial tangensial kehilangan asosiasi
flight of idea blocking pengulangan pembicaraan/persevarasi
Jelaskan :
MasalahKeperawatan :
9. Isi Pikir
Obsesi Fobia Hipokondria
depersonalisasi ide yang terkait pikiran magis
Waham
Agama Somatik Kebesaran Curiga
nihilistic sisip pikir Siar pikir Kontrol pikir
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
10. Tingkat kesadaran
bingung sedasi stupor
Disorientasi
waktu tempat orang
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
11. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini konfabulasi
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
12. Tingkat konsentrasi dan berhitung
mudah beralih tidak mampu konsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
13. Kemampuan penilaian
Gangguan ringan Gangguan bermakna
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
14. Daya tilik diri
mengingkari penyakit yang diderita
menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
VII. Kebutuhan Persiapan Pulang
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total
2. BAB/BAK
Bantuan minimal Bantual total
Jelaskan :
Masalah Keperawatan :
3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias
Bantuan minimal Bantual total
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang lama : ………………….s/d…………………………
Tidur malam lama : ………………s/d…………………………
Kegiatan sebelum / sesudah tidur :
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantual total
7. PemeliharaanKesehatan
Perawatan lanjutan Ya tidak
Perawatan pendukung Ya tidak
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya tidak
Mencuci pakaian Ya tidak
Pengaturan keuangan Ya tidak
9. Kegiatan di luar rumah
Belanja Ya tidak
Transportasi Ya tidak
Lain-lain Ya tidak
Jelaskan :
MasalahKeperawatan :
VIII. Mekanism eKoping
Adaptif Maladaptif
Bicaradengan orang lain Minumalkohol
Mampu menyelesaikan masalah reaksilambat/berlebih
Teknik relaksasi bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif menghindar
Olahraga mencederai diri
Lainnya lainnya :
Masalah Keperawatan :
IX. Masalah Psikososial dan Lingkungan:
Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik :
Masalah berhubungan dengan lingkungan, spesifik :
Masalah dengan pendidikan, spesifik :
Masalah dengan pekerjaan, spesifik :
Masalah dengan perumahan, spesifik :
Masalah ekonomi, spesifik :
Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik :
Masalah lainnya, spesifik :
Masalah Keperawatan :
X. Pengetahuan Kurang Tentang:
Penyakit jiwa system pendukung
Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping obat-obatan
Lainnya :
Masalah Keperawatan :
Analisa Data
Data Masalah
XI. Aspek Medik
Diagnosa Medik :
Terapi Medik :
XII. Daftar Masalah Keperawatan
XIII. Daftar Diagnosa Keperawatan
INTERVENSI KEPERAWATAN
Inisial Pasien : Nama Mahasiswa:
No. RM : Nim :
Ruangan :
No No. Dx
Diagnosa
Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan Kriteria
evaluasi Intervensi
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama :
No. RM :
Ruangan :
Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi