30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue 1. Definisi Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah jenis penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus lagi dengan genus Flavivirus yang dikenal dengan Virus Dengue yang ditandai dengan demam berdarah 2 sampai 7 hari tanpa sebab yang jelas lemas, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik pendarahan (Ariani 2016:16). Penyakit Demam DBD yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes terutama Aedes Agypti atau Aedes Albopictus dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan, iklim, mobilitas yang tinggi, kepadatan penduduk perluasan perumahan dan perilaku masyarakat. (Kemenkes RI, 2018). 2. Etiologi Demam Berdarah Dengue Demam berdarah atau dikenal dengan istilah Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue yang memiliki 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 (Ariani 2016:16). Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang mengandung virus Dengue. Pada saat nyamuk Aedes Aegypti makan virus Dengue akan masuk ke dalam tubuh, setelah masa inkubasi sekitar 3-15 hari penderita bisa mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Demam Berdarah Dengue

1. Definisi Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah jenis penyakit demam akut yang

disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus lagi dengan genus Flavivirus

yang dikenal dengan Virus Dengue yang ditandai dengan demam berdarah 2

sampai 7 hari tanpa sebab yang jelas lemas, lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai

tanda perdarahan di kulit berupa bintik pendarahan (Ariani 2016:16).

Penyakit Demam DBD yang ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus

Aedes terutama Aedes Agypti atau Aedes Albopictus dapat muncul sepanjang

tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan

dengan kondisi lingkungan, iklim, mobilitas yang tinggi, kepadatan penduduk

perluasan perumahan dan perilaku masyarakat. (Kemenkes RI, 2018).

2. Etiologi Demam Berdarah Dengue

Demam berdarah atau dikenal dengan istilah Demam Berdarah Dengue

(DBD) merupakan sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi virus

Dengue yang memiliki 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 (Ariani

2016:16).

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes

Aegypti yang mengandung virus Dengue. Pada saat nyamuk Aedes Aegypti

makan virus Dengue akan masuk ke dalam tubuh, setelah masa inkubasi sekitar

3-15 hari penderita bisa mengalami demam tinggi 3 hari berturut-turut. Banyak

8

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

penderita mengalami kondisi fatal karena menganggap ringan gejala tersebut

(Ariani 2016:16).

3. Penularan Demam Berdarah Dengue

a. Fase Suseptipel (rentan)

Fase susenpentil adalah tahap awal penjalanan penyakit dimulai dari

terpaparnya individu yang rentan (suseptibel). Fase suseptibel dari demam

berdarah dengue adalah pada saat nyamuk Aedes agypti yang tidak infektif

kemudian infektif setelah menggigit manusia yang sakit atau dalam keadaan

viremia (masa virus bereplikasi cepat dalam tubuh manusia). Nyamuk Aedes

agypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular sepanjang hidupnya.

Ketika menggigit manusia nyamuk mensekresikan kelenjar saliva melalui

proboscis terlebih dahulu agar darah yang akan dihisap tidak membeku. Bersama

sekresi saliva inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk antar manusia

(Purnama, 2016: 52).

b. Fase Subklinis (Asismtomatis)

Fase subklinis adalah waktu yang diperlukan dari mulai paparan agen

kausal hingga timbulnya manifestasi klinis (penyakit infeksi) atau masa laten

(penyakit kronis). Pada fase ini penyakit belum menampakkan tanda dan gejala

klinis atau disebut dengan fase subklinis (asismtomatis). Masa inkubasi ini dapat

berlangsung dalam hitungan detik pada reaksi toksik atau hipersensitivitas

(Purnama, 2016: 52).

Fase subklinis dari demam berdarah dengue adalah setelah virus dengue

masuk bersama air liur nyamuk kedalam tubuh, virus tersebut kemudian

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

memperbanyak diri dan menginfeksi sel-sel darah putih seta kelenjar getah

bening untuk kemudian masuk kedalam system sirkulasi darah. Virus ini berada

didalam darah hanya selama 3 hari sejak ditularkan oleh nyamuk. Pada fase

subklinis ini, jumlah trombosit masih normal selama 3 hari pertama. (Purnama,

2016: 52).

Sebagai perlawanan, tubuh akan membentuk antibodi, selanjutnya akan

membentuk kompleks virus-antibodi dengan virus yang berfungsi sebagai

antigennya. Kompleks antigen-antibodi ini akan melepaskan zat-zat yang

merusak sel sel pembuluh darah, yang disebut dengan proses autoimun. Proses

tersebut menyebabkan permeabilistas kapiler meningkat yang salah satunya

ditunjukkan dengan melebarnya pori-pori pembuluh darah kapiler. Hal tersebut

akan mengakibatkan bocornya sel-sel darah, antara lain: trombosit dan eritrosit.

Jika hal ini terjadi maka penyakit DBD akan memasuki fase klinis dimana sudah

mulai ditemukan gejala dan tanda secara klinis adanya suatu penyakit. (Purnama,

2016: 53).

c. Fase klinis (proses ekspresis)

Tahap selanjutnya adalah fase klinis yang merupakan tahap ekspresi dari

nyakit tersebut. Pada saat ini mulai timbul tanda (sign) dan gejala (symptom)

penyakit secara klinis dan penjamu yang mengalami manifestasi klinis

(Purnama, 2016: 53).

Fase dari demam berdarah dengue ditandai dengan badan yang

mengalami gejala demam dengan suhu tinggi antara 39-40°C. akibat

pertempuran antara antibody dan virus dengue terjadi penurunan kadar trombosit

dan bocornya pembuluh darah sehingga membuat plasma darah mengalir ke luar.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

Penurunan trombosit ini mulai bisa dideteksi pada hati ketiga. Masa kritis

penderita DBD berlangsung sesudahnya, yakni pada hari keempat dan kelima.

Pada Fase ini suhu badan turun dan biasanya diikuti oleh sindrom shock dengue

karena perubahan yang tiba-tiba. Muka penderia pun menjadi memerah atau

facial flush. Biasanya penderita juga mengalami sakit kepala, tubuh bagian

belakang, otot, tulang dan perut (antara pusar dan ulu hati). Tidak jarang diikuti

dengan muntah yang berkelanjut dan suhu dingin dan lembab pada ujung jari

serta kaki. (Purnama, 2016: 53).

Tersangka DBD akan mengalami demam tinggi yang mendadak terus

menerus selama kurang dari seminggu, tidak disertai infeksi saluran pernapasan

bagian atas, dan badan lemah dan lesu. Jika ada kedaruratan makan akan muncul

tanda-tamda syok, muntah terus-menuerus, kejangm muntah darah, dan batuk

darah sehingga penderita harus segera menjalani rawat inap. Sedanglan jika tidak

terjadi kedaruratan, maka perlu uji torniket positif dan torniket negative yang

berguna untuk melihat permeabilitas pembuluh darah sebagai cara untuk

menentukan langkah penanganan selanjutnya (Purnama, 2016: 53). Manifestasi

klinis DBD sangat bervariasi, (WHO, 2019) membagi menjadi 4 derajat, yaitu:

1. Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan

manifestasi pendarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif

2. Derajat II : Gejala-gejala derajat l, disertai gejala-gejala pendarahan kulit

spontan atau manifestasi pendarah yang lebih berat.

3. Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menyempit (<20 mmHg), hipotensi, sianosis disekitar mulut, kulit

dingin dan lebab, gelisah.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

4. Derajat IV :Syok berat ( profound shock), nadi tidak dapat diraba dan

tekanan darah tidak teratur.

d. Fase penyembuhan, kecacatan, atau kematian

Setelah teinfeksi virus dengue maka penderita akan kebal menyeluruh

(seumur hidup) terhadap virus dengue yang menyerangnya saat itu (misalnya

serotype 1). Namun hanya mempunyai kekebalan sebagai (selama 6 bulan)

terhadap virus dengue lain (serotype 2,3 dan 4). Demikian seterusnya sampai

akhirnya penderita akan mengalami kekebalan terhadap seluruh serotype

tersebut. (Purnama, 2016: 54).

Tahap pemulihan bergantung pada penderita dalam melewati fase

kritisnya. Tahap pemulihan dapat dilakukan dengan pemberian infus atau

transfer trombosit. Bila penderita dapat melewati masa kritisnya maka pada hari

keenam dan ketujuh penderita akan berangsur membaik dan kembali normal

pada hari ketujuh dan kedelapan, namun apabila penderita tidak dapar melewati

masa kritisnya maka akan menimbulkan kematian (Purnama, 2016: 54).

4. Gejala Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue dapat bermanifestasi pada beberapa luaran, meliputi

demam biasa, demam berdarah (klasik), demam berdarah dengue (hemoragik),

dan sindrom syok dengue.

1. Demam berdarah (klasik)

Demam berdarah menunjukkan gejala yang umumnya berbeda-beda

tergantung usia pasien. Gejala yang umum terjadi pada bayi dan anak-anak adalah

demam dan munculnya ruam. Sedangkan pada pasien usia remaja dan dewasa,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

gejala yang tampak adalah demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri di belakang

mata, nyeri pada sendi dan tulang, mual dan muntah, serta munculnya ruam pada

kulit. Penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia) dan penurunan keping darah

atau trombosit (trombositopenia) juga seringkali dapat diobservasi pada pasien

demam berdarah. Pada beberapa epidemi, pasien juga menunjukkan pendarahan

yang meliputi mimisan, gusi berdarah, pendarahan saluran cerna, kencing

berdarah (haematuria), dan pendarahan berat saat menstruasi (menorrhagia)

(Purnama, 2016: 54).

2. Demam berdarah dengue (hemoragik)

Pasien yang menderita demam berdarah dengue (DBD) biasanya

menunjukkan gejala seperti penderita demam berdarah klasik ditambah dengan

empat gejala utama, yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik atau pendarahan

hebat, yang seringkali diikuti oleh pembesaran hati dan kegagalan sistem sirkulasi

darah. Adanya kerusakan pembuluh darah, pembuluh limfa, pendarahan di bawah

kulit yang membuat munculnya memar kebiruan, trombositopenia dan

peningkatan jumlah sel darah merah juga sering ditemukan pada pasien DBD.

Salah satu karakteristik untuk membedakan tingkat keparahan DBD sekaligus

membedakannya dari demam berdarah klasik adalah adanya kebocoran plasma

darah. Fase kritis DBD adalah seteah 2-7 hari demam tinggi, pasien mengalami

penurunan suhu tubuh yang drastis. Pasien akan terus berkeringat, sulit tidur, dan

mengalami penurunan tekanan darah. Bila terapi dengan elektrolit dilakukan

dengan cepat dan tepat, pasien dapat sembuh dengan cepat setelah mengalami

masa kritis. Namun bila tidak, DBD dapat mengakibatkan kematian (Purnama,

2016: 55).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

3. Sindrom Syok Dengue

Sindrom syok adalah tingkat infeksi virus dengue yang terparah, di mana

pasien akan mengalami sebagian besar atau seluruh gejala yang terjadi pada

penderita demam berdarah klasik dan demam berdarah dengue disertai dengan

kebocoran cairan di luar pembuluh darah, pendarahan parah, dan syok

(mengakibatkan tekanan darah sangat rendah), biasanya setelah 2-7 hari demam.

Tubuh yang dingin, sulit tidur, dan sakit di bagian perut adalah tanda-tanda awal

yang umum sebelum terjadinya syok. Sindrom syok terjadi biasanya pada anak-

anak (kadangkala terjadi pada orang dewasa) yang mengalami infeksi dengue

untuk kedua kalinya. Hal ini umumnya sangat fatal dan dapat berakibat pada

kematian, terutama pada anak-anak, bila tidak ditangani dengan tepat dan cepat.

Durasi syok itu sendiri sangat cepat. Pasien dapat meninggal pada kurun waktu

12-24 jam setelah syok terjadi atau dapat sembuh dengan cepat bila usaha terapi

untuk mengembalikan cairan tubuh dilakukan dengan tepat. Dalam waktu 2-3

hari, pasien yang telah berhasil melewati masa syok akan sembuh, ditandai

dengan tingkat pengeluaran urin yang sesuai dan kembalinya nafsu makan. Masa

tunas / inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue, dan

Kira-kira 1 minggu setelah menghisap darah penderita, nyamuk tersebut siap

untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi eksentrik). Virus akan tetap

berada di dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya (Purnama, 2016: 55).

5. Cara penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD)

Cara penyebaran Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu melalui nyamuk

yang mengigit seseorang yang sudah terinfeksi virus demam berdarah. Virus ini

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

akan terbawa dalam kelenjar ludah nyamuk. Virus dengue berada dalam darah

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita Demam Berdarah

Dengue (DBD) digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut

terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya, virus akan

memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk, termasuk di

dalam kelenjar liurnya. Virus ini akan berada dalam tubuh nyamuk sepanjang

hidupnya. Oleh karena itu, nyamuk Aedes Aegypti yang telah menghisap virus

Dengue menjadi penular sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap

kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum menghisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya agar darah yang dihisap tidak

membeku. Bersamaan air liur tersebut virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke

orang lain. Kemudian nyamuk ini menggigit orang sehat. Bersamaan dengan

terhisapnya darah dari orang yang sehat, virus demam berdarah juga berpindah

ke orang tersebut dan menyebabkan orang sehat terinfeksi virus demam berdarah

(Ariani, 2016:27).

6. Penyebab terjadinya DBD

a. Agent Penyakit

Penyebab DBD adalah virus dengue. Hingga kini dikenal dengan 4

serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Virus ini termasuk ke dalam

group B Arthropod Borne Virus (Arbovirus). Ke empat serotipe ini ditemukan di

berbagai daerah di Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa

DEN-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan merupakan serotipe yang

paling luas distribusinya disusul oleh DEN-2, DEN-1 dan DEN-4 (Ariani,

2016:33).

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

b. Host

1) Umur

2) Jenis Kelamin

3) Nutrisi

4) Populasi

5) Mobilitas penduduk

c. Lingkungan (Enviroment)

Lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit dengue atau dikenal

dengan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan suatu organisasi.

1) Letak geografis

Penyakit akibat infeksi virus dengue ditemukan tersebar luas di berbagai

Negara tropic dan subtropik yang terletak antara 30° Lintang Utara dan 40°

Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Caribbean dengan

tingkat kejadian sebesar 50-100 juta setiap tahunnya(Ariani, 2016:35).

2) Musim

Periode epidemic yang terutama berlangsung selama musim hujan dan erat

kaitannya dengan kelembaban pada musim hujan. Hal tersebut menyebabkan

peningkatan aktivitas vector dalam menggigit karena dukungan oleh lingkungan

yang baik untuk masa inkubasi. (Ariani, 2016:35).

7. Upaya pencegahan

Tahapan pencegahan yang dapat diterapkan untuk menghindari terjadinya

fase suseptibel dan fase subklinis atau yang sering disebut dengan fase

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

prepatogenesis ada dua, yaitu:

a. Health Promotion

1) Pendidikan dan Penyuluhan tentang kesehatan pada masyarakat.

2) Memberdayakan kearifan lokal yang ada (gotong royong).

3) Perbaikan suplai dan penyimpanan air.

4) Menekan angka pertumbuhan penduduk.

5) Perbaikan sanitasi lingkungan, tata ruang kota dan kebijakan pemerintah.

b. Specific protection

1) Abatisasi

Program ini secara massal memberikan bubuk abate secara cuma-cuma kepada

seluruh rumah, terutama di wilayah yang endemis DBD semasa musim

penghujan. Tujuannya agar kalau sampai menetas, jentik nyamuknya mati dan

tidak sampai terlanjur menjadi nyamuk dewasa yang akan menambah besar

populasinya (Ariani, 2016:36).

2) Fogging focus (FF).

Fogging focus adalah kegiatan menyemprot dengan insektisida (malation,

losban) untuk membunuh nyamuk dewasa dalam radius 1 RW per 400 rumah per

1 dukuh (Ariani, 2016:37).

3) Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala adalah kegiatan reguler tiga bulan sekali, dengan

cara mengambil sampel 100 rumah/desa/kelurahan. Pengambilan sampel dapat

dilakukan dengan cara random atau atau metode zig-zag. Dengan kegiatan ini

akan didapatkan angka kepadatan jentik atau House Index (HI).

4) Penggerakan PSN

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

Kegiatan PSN dengan menguras dan menyikat TPA seperti bak mandi

atau WC, drum seminggu sekali, menutup rapat-rapat TPA seperti gentong air

atau tempayan, mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat

menampung air hujan serta mengganti air vas bunga, tempat minum burung

seminggu sekali merupakan upaya untuk melakukan PSN DBD.

5) Pencegahan gigitan nyamuk

Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan pemakaian kawat

kasa, menggunakan kelambu, menggunakan obat nyamuk (bakar, oles), dan tidak

melakukan kebiasaan beresiko seperti tidur siang, dan menggantung baju.

Pencegahan yang dilakukan pada fase klinis dan fase penyembuhan atau yang

sering disebut dengan tahap patogenesis ada tiga, yaitu:

a). Early Diagnosis dan Prompt Treatment

Konsep ini mengutamakan deteksi dini yakni deteksi virus (antigen)

secara dini dengan metode antigen capture (NS1 atau non-structural protein 1)

untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh. Deteksi virus bisa dilakukan sehari

sebelum penderita menderita demam, hingga virus hilang pada hari ke sembilan.

Setelah diketahui adanya virus, penderita diberi antiviral yang efektif membunuh

virus DBD (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kemenkes RI, 2019).

Beberapa metode lain untuk melakukan pencegahan pada tahap Early

Diagnosis dan Prompt Treatment antara lain sebagai berikut:

1) Pelacakan penderita. Pelacakan penderita (penyelidikan epidemiologis)

yaitu kegiatan mendatangi rumah-rumah dari kasus yang dilaporkan (indeks

kasus) untuk mencari penderita lain dan memeriksa angka jentik dalam radius

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

±100 m dari rumah indeks (Ariani, 2016:40).

2) Penemuan dan pertolongan penderita, yaitu kegiatan mencari penderita

lain. Jika terdapat tersangka kasus DBD maka harus segera dilakukan

penanganan kasus termasuk merujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)

terdekat (Ariani, 2016:45)

3) Pemeriksaan laboratorium

a) Pemeriksaan darah tepi untuk mengetahui jumlah leukosit. Pemeriksaan ini

digunakan untuk mengantisipasi terjadinya leukopenia.

b) Pemeriksaan limfosit atipikal (sel darah putih yang muncul pada infeksi

virus). Jika terjadi peningatan, mengindikasikan dalam waktu kurang lebih 24

jam penderita akan bebas demam dan memasuki fase kritis.

c) Pemeriksaan trombositopenia dan trombosit. Jika terjadi penurunan jumlah

keduanya, mengindikasikan penderita DBD memasuki fase kritis dan

memerlukan perawatan ketat di rumah sakit (Satari, 2017).

b. Disability Limitation

Pembatasan kecacatan yang dilakukan adalah untuk menghilangkan

gangguan kemampuan bekerja yang diakibatkan suatu penyakit. Dampak dari

penyakit DBD yang tidak segera diatasi, antara lain:

1) Paru-paru basah. Hal ini bisa terjadi karena cairan plasma merembes keluar

dari pembuluh, ruang-ruang tubuh, seperti di antara selaput paru (pleura) juga

terjadi penumpukan. Pada anak-anak sering terjadi bendungan cairan pada

selubung paru parunya (pleural effusion).

2) Komplikasi pada mata, otak, dan buah zakar. Pada mata dapat terjadi

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

kelumpuhan saraf bola mata, sehingga mungkin nantinya akan terjadi kejulingan

atau bisa juga terjadi peradangan pada tirai mata (iris) kalau bukan pada kornea

yang berakhir dengan gangguan penglihatan. Peradangan pada otak bisa

menyisakan kelumpuhan atau gangguan saraf lainnya (Nadesul, 2017).

Pembatasan kecacatan dapat dilakukan dengan pengobatan dan perawatan. Obat

obatan yang diberikan kepada pasien DBD hanya bersifat meringankan keluhan

dan gejalanya semata. Obat demam, obat mual, dan vitamin tak begitu besar

peranannya untuk meredakan penyakitnya. Jauh lebih penting upaya pemberian

cairan atau tranfusi darah, tranfusi sel trombosit, atau pemberian cairan plasma.

c. Rehabilitation

Setelah sembuh dari penyakit demam berdarah dengue, kadang-kadang

orang menjadi cacat, untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-kadang

diperlukan latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran

orang tersebut, ia tidak akan segan melakukan latihan-latihan yang dianjurkan.

Disamping itu orang yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang

malu untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak mau

menerima mereka sebagai anggoota masyarakat yang normal. Oleh sebab itu,

pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja untuk orang yang cacat tersebut,

tetapi juga perlu pendidikan kesehatan pada masyarakat. Rehabilitasi pada

penderita DBD yang mengalami kelumpuhan saraf mata yang menyebabkan

kejulingan terdiri atas:

1 Rehabilitasi fisik, yaitu agar bekas penderita memperoleh perbaikan

fisik semaksimal-maksimalnya. Misalnya dengan donor mata agar saraf mata

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

dapat berfungsi dengan normal kembali.

2 Rehabilitasi mental, yaitu agar bekas penderita dapat menyesuaikan diri

dalam hubungan perorangan dan sosial secara memuaskan. Seringkali bersamaan

dengan terjadinya cacat badaniah muncul pula kelainan-kelainan atau gangguan

mental. Untuk hal ini bekas penderita perlu mendapatkan bimbingan kejiwaan

sebelumkembali ke dalam masyarakat.

3 Rehabilitasi sosial vokasional, yaitu agar bekas penderita menempati

suatu pekerjaan atau jabatan dalam masyarakat dengan kapasitas kerja yang

semaksimal maksimalnya sesuai dengan kemampuan dan ketidak mampuannya.

4 Rehabilitasi aesthesis, perlu dilakukan untuk mengembalikan rasa

keindahan, walaupun kadang-kadang fungsi dari alat tubuhnya itu sendiri tidak

dapat dikembalikan misalnya dengan menggunakan mata palsu. (Ariani,

2016:61).

B. Faktor Risiko

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya Demam Berdarah Dengue

antara lain factor host, lingkungan dan faktor virusnya sendiri faktor.

karakteristik lingkungan (Curah hujan, Suhu, Kelembaban, Kondisi tempat

penampungn air (TPA), ketersediaan tutup pada TPA, frekuensi pengurasan TPA,

keberadaan jentik pada TPA ) faktor kependudukan (umur, jenis kelamin, status

imunitas, pendidikan, pengetahuan, perilaku, kepadatan penduduk) serta

pelayanan kesehatan baik dari segi fasilitas maupun tenaga kesehatannya

(Purnama, 2016).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

1. Faktor Risiko Kondisi Lingkungan Rumah

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host (pejamu) baik

benda mati, benda hidup, nyata atau abstrak, seperti suasana yang terbentuk

akibat interaksi semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Faktor

lingkungan memegang peranan penting dalam penularan, terutama lingkungan

rumah yang tidak memenuhi syarat. Lingkungan rumah merupakan salah satu

faktor yang memberikan pengaruh besar terhadap status kesehatan penghuninya

(Purnama, 2016),

Adapun syarat-syarat yang dipenuhi oleh rumah sehat secara fisiologis

yang berpengaruh terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue antara lain :

a. Curah hujan

Curah hujan berpengaruh secara langsung dengan keberadaan tempat

perindukan nyamuk Ae. Aegypti. Banyak tidaknya populasi nyamuk aedes

tergantung pada tempat perindukannya. Tempat-tempat perindukan nyamuk saat

musim kemarau yang tidak terisi air, ketika tiba musim hujan tempat-

tempattersebut mulai terisi air . telur-telur yang bekum sempat menetas akan

menetas dalam waktu yang singkat. Oleh karena iru, populasi nyamuk aedes

aegypti akan semakin meningkat disaat musim hujan peningkatan penularan virus

dengue penyebab penyakit DBD (Christine,2018).

b. Suhu

Suhu merupakan keadaan udara pada waktu dan tempat tertentu. Nyamuk

dapat bertahan hidup pada suhu rendah, tetapi metabolisme menurun atau bahkan

terhenti bila suhunya turun sampai di bawah 100C. Pada suhu yang lebih tinggi

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

dari 350C, nyamuk juga akan mengalami perubahan, dalam arti lebih lambatnya

proses- proses fisiologis. Rata-rata suhu ideal untuk pertumbuhan nyamuk adalah

250C-270C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang

dari 100C atau lebih dari 400C. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia No. 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

Dalam Ruang Rumah yaitu suhu yang baik untuk pertumbuhan nyamuk berkisar

antara 180C-300C.

c. Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara

yang dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban udara yang terlalu tinggi di

dalam rumah mengakibatkan rumah dalam keadaan basah dan lembab yang

memungkinkan berkembangbiaknya bakteri atau kuman penyebab penyakit.

Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan nyamuk berkisar antara 60%-80%

sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1077/MENKES/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang

Rumah yaitu kelembaban yang baik untuk pertumbuhan nyamuk berkisar 40%-

70%.

Dalam kehidupan nyamuk kelembaban udara mempengaruhi kebiasaan

meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan nyamuk atau serangga pada

umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor kelembaban. Sistem

pernafasan nyamuk Aedes Aegypti dengan menggunakan pipa-pipa udara yang

disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk yang disebut

spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme

pengaturannya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

di dalam tubuh nyamuk. Pada kelembaban di bawah 60% nyamuk tidak dapat

bertahan hidup, akibatnya umur nyamuk menjadi lebih pendek, sehingga nyamuk

tersebut tidak dapat menjadi vektor karena tidak cukup waktu untuk perpindahan

virus dari lambung ke kelenjar ludahnya.

d. Kondisi tempat penampungn air (TPA)

Keberadaan tempat penampungan air/container sangat berperan dalam

dalam kepadatan vector nyamuk Ae. Aegypti, karena semakin banyak container

akan semakin baanyak tempat perindukan dan aka semakin padat nyamuk Ae.

Aegypti. Semakin padat padat populasi nyamuk Ae.aegypti, maka semakin tinggi

pula resiko terinfeksi virus DBD dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga

jumlah kasus penyakit cepat meningkat dan akhirnya mengakibatkan KLB

penyakit DBD (fathi.et all 2017).

Factor terpenting yang menyebabkan masih banyaknya jentik/nyamuk

Ae.agypti adalah karena kurangnya perhatian dari sebagian masyarakat terhadap

pemeliharaan kebersihan tempat penampungan air bersih (TPA) dan kebersihan

lingkungan pada umumnya. Jika jentik nyamuk dibiarkan hidup, maka akan

menambah nyak populasi nyamuk pembawa penyakit DBD. Itu berate lebih

memperbesar kemungkinan masyarakat terjangkit DBD. (Nadesul, 2017)

Tempat penampungan air merupakan media yang cukup disukai oleh

Ae.agypti untuk berkembangbiak. Untuk mencegah penularannya, maka perlu

dijaga kualitasnya dengan cara menutup TPA sehingga nyamuk tidak dapat

masuk untuk melatakkan telurnya. Cara lain yang dapat dilakukan dalam

mencegah DBD adalah dengan menguras TPA minimal seminggu sekali,

sehingga telur nyamuk belum sempat berubah menjadi pupa yang berkembang

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

menjadi nyamuk dan siap menjadi penular bagi DBD.

e. Ketersediaan tutup pada TPA

Ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak diperlukan untuk menekan

jumlah nyamuk yang hinggap pada container, dimana container tersebut menjadi

media berkembangbiak nyamuk Ae.agypti. Apabila semua masyarakat telah

menyadari penting menutup container diharapkan keberadaan nyamuk dapat

diberantas, namun kondisi ini tampaknya belum dilaksanakan secara maksimal

(Ariani, 2016:81).

f. Frekunsi pengurasan TPA

Pengurasan tempat-tempat penampungan air perlu dilakukan secara teratur

sekurang-kurangnya seminggu sekali agar nyamuk tidak dapat

berkembangbiaknya ditempat itu.bila PSN DBD dilaksanakan oleh seluruh

masyarakat, maka populasi nyamuk Ae.agypti dapat ditekan serenda-rendahnya,

sehingga penularan Demam Berdarah Dengue (DBD) tidak terjadi lagi.

Kemauan dan tingkat kedisiplinan untuk menguras container pada masyarakat

memang perlu ditingkatkan, mengingat bahwa kebersihan air selain untuk

kesehatan manusia juga untuk menciptakan kondisi lingkungan yang bersih.

Dengan lingkungan yang bersih diharapkan dapat menekan terjadinya

berbagai penyakit yang timbul dari lingkungan yang tidak bersih. Kurangnya

frekuensi pengurasan dapat mengakibatkan tumbuhnya jentik nyamuk untuk

hidup dan memicu terjadinya kasus demam berdarah dengue. Oleh karena itu

frekuensi pengurasan yang sebaiknya dilakukan < 1 kali dalam 1 minggu

(Ariani, 2016: 80).

g. Keberadaan jentik pada TPA

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

Keberadaan jentik pada TPA dapat dilihat dari letak, macam, bahan, warna,

bentuk volume dan penutup container serta asal air yang tersimpan dalam

container sangat mempengaruhi nymuk aedes aegypti betina untuk menuntukan

pilihan tempat bertelur. Keberadaan container sangat berperan dalam kepadatan

vector nyamuk Ae.aegypti, karena semakin banyak tempat perindukan dan akan

semakin padat populasi nyamuk Ae.aegypti. Semakin padat populasi nyamuk

aedes aegypti, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus Demam Bedarah

Dengue (DBD) dengan waktu penyebaran lebih cepat sehingga jemlah kasus

penyakit Demam Bedarah Dengue (DBD) cepat meningkat pada akhirnya

mengakibatkan terjadinya KLB.

Dengan demikian program pemerintah berupa penyuluhan kesehatan

masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN

DBD) dan perlu dekungan luas dari masyarakat dalam pelaksanaannya (Ariani,

2016: 83).

2. Faktor Risiko Penduduk

a. Umur

Semakin dewasa seseorang akan memiliki vatalitas optimum.

Perkembangan intelektual yang matang pada taraf operasional dan penalaran

yang tinggi, sehingga akan memberikan cerak perilaku individu. Dapat

diasumsikan bahwa semakin tua seseorang, maka akan memiliki kematangan

intelektual sehingga mereka dapat berperilaku seperti diharapkan (Ariani, 2016:

87).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Duma, et al (2017) diketahui

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

bahwa sebagian besar penderita DBD berada pada kelompok umur 5-14 tahun

sebanyak 74 orang. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya usman

tahun 2002 bahwa kelompok umur muda (responden > 15 tahun) mempunyai

risiko terkena DBD 18,5 kali dibandingkan dengan kelompok umur dewasa

(umur responden < 15 tahun. Begitu juga menurut Yukresna di Medan bahwa

responden yang termasuk dalam kategori umur muda mempunyai risiko terkena

DBD 3,21 kali dibandingkan dengan kelompok umur dewasa. (Duma, et al 2017)

Hal ini dimungkinkan terjadi dikarenakan daya tahan tubuh anak yang

cendrung lebih rentan dibandingkan dengan orang dewasa. Aktivitas anak-anak

lebih banyak berada diluar rumah pada siang hari dan sore hari baik untuk main

maupun sekolah, dimana penulran DBD ditempat-tempat umum dan salah satu

tept yang berpotensial yaitu disekolah. Nyamuk Aedes aegypti banyak terdapat di

daerah pemukiman dan sekolah karena pada kedua lokasi inilah sering terdapat

media hidupnya. (Sutomo 2015)

Namun kenyataan ini tidak mentup kemungkinan orang dewasa juga

terkena DBD. Semua orang dari berbagai kalangan usia dapat terkena penyakit

ini, namun sebagian besar terjadi pada anak-anak. Pada orang dewasa gejala

penyakit ini sering tidak ditanggapi dengan serius sehingga suatu saat ada

kemungkinan pergesaran kecenderungan ini

b. Status Imunitas

Setiap individu mempunyai kerentanan yang berbeda-beda dalam

menghadapi suatu penyakit. Ada individu yang dengan mudah terkena penyakit

da nada pula yang kebal terhadap penyakit. Jika kondisi badan tetap bugar

kemungkinannya kecil terkena penyakit DBD. Hal tersebut dikarenakan tubuh

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

memiliki daya tahan tubuh cukup kuat dari infeksi baik yang disebabkan oleh

bakteri, parasite atau virus seperti penyakit DBD. Oleh karena itu sangat penting

untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada musim hujan dan pancaroba. Pada

musim itu terjadi perubahan cuaca yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan virus dengue penyebab DBD. Hal ini menjadi kesempatan jentik

nyamuk berkembangbiak menjadi lebih banyak (Eka, 2018).

c. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik, dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau

masyarakat.

Lamanya seseorang dalam menempuh pendidikan bukanlah jaminan untuk

berperilaku sebagaimana yang diharapkan. Walupun sebagian masyarakat

memiliki tingkat pendidikan yang rendah, tetapi mampu melakukan praktik PSN

DBD dengan baik. Begitupun dengan masyarakat yang memiliki tingkat

pendidikan tinggi tetapi praktik PSN DBD yang dilakukan kurang baik, hal ini

mungkin kurangnya kesadaran masyarakat tersebut untuk menerapkan pesan-

pesan kesehatan dalam upaya mencegah dan memberantas sarang nyamuk,

meskipun mereka yang berpendidikan tinggi tersebut mampu menyerap dan

memahami informasi kesehatan yang diterimanya (Ariani, 2016:85).

Penelitian Widyana diBantul tahun 1980 menyimpulkan bahwa masyarakat

yang berpendidikan rendah mempunyai risiko untuk terkena DBD 1,90 kali

dibandingkan dengan pendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa perlu

adanya peningkatan penyuluhan kepada masyarakat baik secara kuantitas maupun

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

kualitas yang dikemas dalam suatu wadah/media yang merakyat. Penuluhan

kesehatan masyarakat bertujuan menjadikan cara-cara hidup sehat sebagai

kebiasaan hidup sehari-hari , menggerakkan perseorangan, kelompok dan

masyarakat dalam memanfaatan fasilitas serta pelayanan kesehatan tersedia.

Hasil penelitian pambudi di boyolali tahun 2017 menunjukkan bahwa ada

hubungan antara pendidikan dengan partisipasi para kader dalam pemberantasan

DBD α=0,05 dengan p= 0,003. Responden yang berpendidikan tinggi akan

mengakibatkan tindakan partisipasi pemberantasan DBD akan semakin baik. Hal

ini dikarenakan informasi dan perubahan sikap responden yang mempunyai

tingkat pendidikan lebih tinggi pengetahuannya dalam pemberantasan penyakit

DBD (Pambudi 2017)

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan akan menghasilkan

pengetahuan yang sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek.

Pengetahuan yang baik akan menjadi dasar bagi seseorang untuk bertingkah

laku yang benar dan sesuai dengan apa yang didapatkannya. Dari hasil studi yang

dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO) dan para ahli kesehatan

terungkap bahwa pengetahuan masyarakat tentang kesehatan sudah tinggi, tetapi

praktek mereka masih rendah . hal ini berati bahwa perubahan atau peningkatan

pengetahuan masyarakat tentang kesehatan tidak dimbangi dengan peningkatan

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

masyaraka tatau perilakunya. (Notoatmodjo. S 2005)

e. Perilaku

Menurut Notoatmodjo, perumabahan perilaku merupakan faktor penting

dala pencegahan dan penanggulangan DBD dan mempunyai peranan besar

terhadap kesehatan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon

seseorng (organisme) terhadap stimulasi yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perilaku

seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespon, baik

secara pasif (mengetahui, bersikap, dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang

ada pada dirinya dan diluar pada dirinya, maupun secara aktif (tindakan) yang

dilakukan sehubung dengan penyakit dan sakit tersebut.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Usman tahun 2002 ang menunjukkan

nilai OR=5, dimana masyarakat yang berperilaku tidak baik mempunyai peluang

untuk terkena DBD 5 kali dibandingkan masyarakat yang berperilaku tidak baik.

Perilaku kesehatan (Health Behavior) adalah respon seseorang terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat dan sakit, penyakit dan semua

faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan), seperti lingkungan,

makanan atau minuman dan pelayanan kesehatan.

Dengan kata lain perilaku adalah semua aktifitas atau kegiatan seseorang

baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati

(unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari

penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan kesehatan dan mencari

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan lain (Eka,2018).

Oleh karena itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan

menjadi dua yaitu (Eka, 2018):

1) Perilaku orang yang sehat agar selalu sehat dan meningkat. Perilaku ini

disebut sehat karena mencakup perilaku-perilaku yang bisa mencegah atau

menghindari penyakit yang bisa menjadi masalah bagi kesehatan dan perilaku

yang dapat meningkatkan kesehatannya. Maka dalam perilaku kesehatan yang

berkaitan dengan DBD adalah menghindari gigitan nyamuk baik dengan

menggunakan lotion anti nyamuk, menggunakan kelambu dan melakukan 3M

(menguras, megubur dan menutup) dengan benar.

2) Perilaku orang yang sakit atau yang telah terkena masalah kesehatan agar

terbebas dari penyakit yang ia derita. Pada penderita DBD, ia akan berupaya

untuk sembuh. Tempat pencarian kesembuhan bisa saja ke fasilitas pelayanan

kesehatan tradisional maupun modern atau profesional.

f. Kepadatan penduduk

Kepadatan penduduk yang tinggi akan mempermudah terjadinya infeksi

virus Dengue, karena daerah yang berpenduduk padat akan meningkatkan jumlah

insiden kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) tersebut (Ariani, 2016: 84).

C. Faktor Pelayanan Kesehatan

a. Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah sustu kegiatan yang dilakuakan

untuk mencari penderita DBD atau tersangka kasus DBD lainnya serta kegiatan

pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di rumah penderita atau tersangka dan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

rumah atau bangunan yang ada di sekitarnya dalam radius sekurang-kurangnya

100 m (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011 dalam

Kusumawardani,Erna, 2015 ).

Tujuan dari kegiatan PE ini adalah mengetahui adanya potensi penularan

serta penyebaran DBD lebih kanjut, kemudian menentukan jenis tindakan

penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.

Tujuan dari PE ini dikhususkan untuk mengetahui adanya penderita DBD atau

tersangka kasus DBD lainnya, mengetahui ada tidaknya jentik nyamuk penular

DBD, dan menentukan penanggulangan fokus yang akan dilakukan

(Kusumawardani,2015 ).

b. Pemantauan Jentik Berkala

Pemantauan Jentik Berkala (PJB) merupakan kegiatan pemeriksaan atau

pengamatan serta pemberantasan vektor nyamuk penular DBD pada tempa-

tempat penampungan air yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.

Kegiatan PJB ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat

keberhasilan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) melalui 3M.

Sasaran wilayah atau lokasi dari kegiatan PJB ini merupakan

rumah/bangunan, sekolah, dan fasilitas kesehatan yang ada di desa/kelurahan

endemis dan sporadis pada tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes di

100 sampel yang dipilih secara random. Kegiatan ini dilaksanakan dalam empat

siklus yaitu tiga bulan sekali. PJB dapat dilakukan oleh petugas puskesmas,

kader, atau kelompok kerja (POKJA) DBD yang diasa disebut juru pemantau

jentik (Jumantik) yang mana kader jumantik memeriksa 30 rumah sampel di

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

setiap RW/Dusun /Lingkungan (Kusumawardani, 2015 ).

c. Fogging Fokus

Fogging fokus merupakan kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya KLB dengan cara memutus rantai penularan, khususnya

terhadap nyamuk dewasa, di wilayah terjadinya kasus DBD. Sasaran wilayah

atau lokasi dari kegiatan ini adalah rumah penderita

DBD dan lokasi di sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan

DBD. Fogging dilakukan dalam radius 200m dan dilaksanakan dua siklus

interval ±1 minggu (Kusumawardani, 2015 ).

Kegiatan fogging dengan menggunakan insektisida ini dilakukan oleh

petugas puskesmas yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.petugas penyemprotan merupakan petugas puskesmas atau

petugas harian lepas yang telah mendapatkan pelatihan dari Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Di samping itu diperlukan partisipasi dari ketua RT, tokoh

masyarakat, dan kader kesehatan untuk mendampingi petugas dalam kegiatan

pengabutan ini dan melakukan penyuluhan.

Fogging fokus dilakukan jika hasil PE bernilai positif, yaitu ditemukannya

penderita atau tersangka DBD lainnya, atau ditemukannya tiga atau lebih

penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik. Sasaran/target dari

kegiatan fogging fokus dihitung berdasarkan jumlah fokus yang akan

ditanggulangi (1 fokus = 300 rumah atau 15 Ha) dalam satu tahun

(Kusumawardani,2015 ).

d. Pemberantasan Sarang Nyamuk

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) merupakan salah satu cara

pengendalian vektor DBD yang paling efektif dan efisien yaitu dengan jalan

memutus mata rantai penularan penyakit melalui pemberantasan atau

pengendalian jentik nyamuk. Tujuan dari program PSN DBD ini adalah untuk

mengendalikan populasi nyamuk yaitu khususnya nyamuk Aedes Aegypti

sebagai vektor utama DBD, sehingga penularan penyakit ini dapat dicegah atau

setidaknya dikurangi kejadian kasusnya. Indikator keberhasilan program PSN

DBD adalah Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu dengan ABJ lebih dari 95%. (

Kusumawardani, 2015).

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

Faktor Lingkungan :

Penyelidikan epidemiologiPemantauan jentik berkalaAbatisasi selektifFoggingPenyuluhanGerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN)

1.Umur2.Tingkat pendidikan3.Pengetahuan4.Kondisi tempatpenampungan air (TPA)-Ketersediaan tutup pada TPA-Frekuensi pengurasan TPA-Keberaan jentik pada TPA5. kebersihan halaman rumah

Faktor Risiko:

D. Kerangka Teori

Sumber: (Kemenkes RI, 2018), (Ariani, 2016), (Purnama, 2016),(WHO, 2019), (Satari, 2017), (Christine,2018), (fathi.et all 2017),

(Nadesul, 2017), (Eka,2018), (Kusumawardani, 2015 ).

Kejadian DemamBerdarah Dengue

(DBD)

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

E. Kerangka konsep

Tidak semua variable yang ada dalam kerangka teori diambil dan diikuti

sertakan sebagai variable dalam penelitian ini, disebabkan karena keterbatasan

yang ada baik dari segi biaya, tenaga dan waktu yang tersedia dalam penelitian.

Oleh karena itu, hanya beberapa variable saja yang diambil dalam penelitian ini,

disamping telah banyak variable yang telah diteliti orang lain. Adapun variable-

variabel dalam penelitian ini , yaitu variable independen meliputi karakteristik

responden seperti : umur, pendidikan, pengetahuan dan perilaku, tindakan serta

kondisi tempat penampungan air (TPA) yang meliputi frekuensi pengurasan

TPA, kebersihan halaman. Sedangkan variable dependen yaitu kejadian.

Variabel independen Variabel Dependen

Gambar 2.Kerangka Konsep Penelitian.

Kejadian Demam BerdarahDengue (DBD)

Umur

pengetahuan

Tindakan

Frekuensipengurasan TPA

Kebersihan halaman

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Berdarah Dengue Demam

F. Hipotesis

a. Ada hubungan umur dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskemas Krui

Selatan Kecamatan Krui Selatan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2020.

b. Ada hubungan Tingkat Pendidikan dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskemas Krui Selatan Kecamatan Krui Selatan Kabupaten Pesisir Barat

Tahun 2020.

c. Ada hubungan Pengetahuan dengan kejadian DBD di wilayah kerja

Puskemas Krui Selatan Kecamatan Krui Selatan Kabupaten Pesisir Barat

Tahun 2020.

d. Ada hubungan tindakan dengan kejadian DBD di wilayah kerja Puskemas

Krui Selatan Kecamatan Krui Selatan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2020.

e. Ada hubungan frekuensi pengurasan tempat penampungan air dengan

kejadian DBD di wilayah kerja Puskemas Krui Selatan Kecamatan Krui

Selatan Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2020.

f. Ada hubungan antara kebersihan halaman rumah dengan kejadian DBD di

wilayah kerja Puskemas Krui Selatan Kecamatan Krui Selatan Kabupaten

Pesisir Barat Tahun 2020.