33
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasca Operasi 1. Pengertian Pasca Operasi Menurut Uliyah & Hidayat (2008) dalam Anggraeni (2016), pasca operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya. 2. Pengkajian Pasca Operasi a. Sistem pernafasan Sangat penting untuk mengkaji status pernafasan segera pasca operasi. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan yang adekuat harus dipastikan. Komplikasi yang bisa segera muncul adalah obstruksi jalan nafas, hipoksemia, hipoventilasi, aspirasi, dan laringospasme. b. Cairan dan elektrolit Pasien bisa kehilangan cairan tubuh karena perdarahan intraoperasi atau karna hiperventilasi. Hilangnya banyak darah harus diganti dengan transfusi darah atau pemberian penggantian darah, koloid, dan kristaloid. Volume cairan tubuh bisa dipertahankan dengan pemberian salin normal atau ringer laktat intravena. Pasien yang diberikan cairan infus harus dipantau adanya tanda edema paru (dipsnea, batuk produktif), atau tanda intoksikasi air (perubahan tingkah laku, bingung, kulit basah dan hangat, defisit natrium). Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dipantau. c. Sistem gastrointestinal Mual dan muntah adalah dua gangguan yang lazim dialami pasien pascaoperasi. Dua gangguan ini dikaitkan dengan anestesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Pengertian Pasca Operasirepository.poltekkes-tjk.ac.id/1556/6/BAB II.pdf · 2021. 1. 4. · anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Pasca Operasi

    1. Pengertian Pasca Operasi

    Menurut Uliyah & Hidayat (2008) dalam Anggraeni (2016),

    pasca operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang

    dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir

    sampai evaluasi selanjutnya.

    2. Pengkajian Pasca Operasi

    a. Sistem pernafasan

    Sangat penting untuk mengkaji status pernafasan segera pasca

    operasi. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan yang adekuat

    harus dipastikan. Komplikasi yang bisa segera muncul adalah

    obstruksi jalan nafas, hipoksemia, hipoventilasi, aspirasi, dan

    laringospasme.

    b. Cairan dan elektrolit

    Pasien bisa kehilangan cairan tubuh karena perdarahan

    intraoperasi atau karna hiperventilasi. Hilangnya banyak darah harus

    diganti dengan transfusi darah atau pemberian penggantian darah,

    koloid, dan kristaloid. Volume cairan tubuh bisa dipertahankan

    dengan pemberian salin normal atau ringer laktat intravena. Pasien

    yang diberikan cairan infus harus dipantau adanya tanda edema paru

    (dipsnea, batuk produktif), atau tanda intoksikasi air (perubahan

    tingkah laku, bingung, kulit basah dan hangat, defisit natrium).

    Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dipantau.

    c. Sistem gastrointestinal

    Mual dan muntah adalah dua gangguan yang lazim dialami

    pasien pascaoperasi. Dua gangguan ini dikaitkan dengan anestesia

  • 9

    umum, obesitas, pembedahan abdomen, pemakaian obat opiat,

    analgesik, adanya riwayat mabuk perjalanan, dan faktor psikologis.

    d. Status neurologis

    Status neurologis dapat ditentukan dengan mengamati tingkat

    kesadaran pasien. Respons terhadap stimulus verbal atau stimulus

    yang menyakiti harus didokumentasikan. Respon pupil terhadap

    cahaya dan persamaan respon kedua pupil juga harus dikaji.

    Komplikasi mayor sistem saraf yang bisa timbul segera karena

    anestesia umum adalah somnolen yang berlanjut dan kelemahan otot.

    e. Sistem kardiovaskuler

    Trombosis vena dan embolisme paru adalah dua komplikasi

    yang timbul kemudian. Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, cairan

    IV, dan haluaran urine secara ketat harus dilakukan. Trombosis vena

    diakibatkan karena pembentukan darah beku dalam pembuluh darah

    vena di pelvis dan tungkai bawah yang bisa menganggu sirkulasi

    darah. Embolisme paru terjadi karena darah beku atau sebagian dari

    darah beku bisa lepas dari dinding vena dan ikut dengan sirkulasi

    darah menuju ke jantung dan sirkulasi pulmona, kemudian bisa

    menyumbat salah satu pembuluh darah pulmonal.

    3. Komplikasi Pasca Operasi

    Menurut Baradero (2008) dalam Anggraeni (2016) komplikasi

    pasca operasi yang akan muncul antara lain yaitu hipotensi dan

    hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole

    kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai

    sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemik yang

    diakibatkan oleh perdarahan dan overdosis obat anestetika. Hipertensi

    disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk,

    penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak

    adekuat.

  • 10

    Sedangkan menurut Majid (2011) dalam Anggraeni (2016)

    komplikasi pasca operasi merupakan perdarahan dengan manifestasi

    klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-

    basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,

    bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.

    B. Anestesi Umum

    1. Pengertian Anestesi

    Anestesi berasal dari kata yaitu an berarti tidak, aestesi berarti

    rasa. Ilmu anestesi merupakan cabang ilmu kedokteran yang

    mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut,

    dan rasa tidak nyaman (Mangku&Senapathi, 2010).Dalam

    Anestesiologi dikenal Trias Anestesi “The Trias of Anesthesia” yaitu

    hipnotik (kehilangan kesadaran), analgesia (mengurangi rasa sakit),

    dan relaksasi otot (Mangku&Senapathi, 2010).

    2. Pengertian Anestesi Umum

    General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit

    secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan

    general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah

    general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi

    dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan

    teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan

    keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2002).

    3. Teknik Anestesi Umum

    Teknik General Anestesi menurut Mangku dan Senapathi

    (2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:

  • 11

    a. General anestesi intravena

    Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan

    menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam 11

    pembuluh darah vena.

    b. General anestesi inhalasi

    Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan

    memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan

    atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi

    langsung ke udara inspirasi.

    c. Anestesi imbang

    Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan

    kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat

    anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan

    analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan

    berimbang, yaitu:

    1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat

    hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.

    2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat

    analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan cara

    analgesia regional.

    3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat

    pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia

    regional.

    4. Obat General Anestesia dan Efek Farmakologinya

    a. Obat general anestesia intravena

    Obat-obat anestesia intravena adalah obat anestesia yang

    diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat

    hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh obat. Setelah masuk

    kedalam pembuluh darah vena, obat-obat ini akan diedarkan ke

    seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan

  • 12

    menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan,

    sesuai dengan farmakokinetiknya masing-masing.

    1) Thiopentone atau thiopenthal atau pentothal

    Obat ini berupa bubuk yang berwarna putih kekuningan,

    bersifat higroskopos, rasanya pahit, berbau seperti bawang putih

    dan sediannya selalu dicampur dengan sodium karbonat

    anhidrous, sehingga mudah larut dalam air. Efek

    farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular memberikan

    efek yang segera timbul setelah pemberian adalah penurunan

    tekanan darah yang sangat tergantung dari konsentrasi obat

    dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada

    otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi

    pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh,

    tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO2 atau

    hipoksia.

    2) Ketamin Hidroklorida

    Obat ini merupakan larutan tidak berwarna, bersifat agak

    asam dan sensitif terhadap chaya dan udara. Efek

    farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu obat

    anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa

    meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Peningkatan

    tekanan darah disebabkan oleh karena efek inotropik positif dan

    vasokonstriksi pembuluh darah perifer.

    3) Propofol

    Obat ini berupa cairan berwarna putih seperti susu, tidak

    larut dalam air dan bersifat asam. Efek farmakologinya terhadap

    sistem kardiovaskular yaitu depresi pada sistem kardiovaskular

    yang ditimbulkannya sesuai dengan dosis yang diberikan.

    Tekanan darah turun yang segera diikuti dengan kompensasi

    peningkatan denyut nadi.

  • 13

    4) Fentanil

    Merupakan obat narkotik sintetik yang paling banyak

    digunakan dalam praktik anestesiologi. Efek farmakologinya

    terhadap sistem kardiovaskuler yaitu sistem kardiovaskular tidak

    mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun

    tonus otot pembuluh darah.

    b. Obat general anestesia inhalasi

    Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang

    berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui

    pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan

    oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh

    rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler

    paru sesuai dengan sifat disik masing-masing gas.

    1) Halotan

    Obat ini merupakan cairan tidak berwarna, berbau harum

    tidak mudah terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan

    terhadap sinar matahari. Efek farmakologinya terhadap sistem

    kardiovaskular dapat menimbulkan depresi langsung SA node

    dan otot jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi baroreseptor.

    Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi yang derajatnya

    tergantung dari dosis dan adanya interaksi dengan obat lain,

    misalnya dengan tubokurarin. Gangguan irama jantung kerap

    kali terjadi, seperti bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikardi

    ventrikel, bahkan bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini

    disebabkan karena peningkatan eksitagen maupun eksogen serta

    adanya retensi CO2. Batas keamanan halotan terhadap

    kardiovaskular sangat sempit yaitu kontraksi obat untuk

    mencapai efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat

    dengan efek depresinya.

  • 14

    2) Eter

    Obat ini merupakan cairan tidak berwarna, mudah

    menguap, berbau khas, sangat iritatif dan mudah

    terbakar/meledak. Efek farmakologinya terhadap sistem

    kardiovaskular yaitu pada stadium awal, denyut jantung

    meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah, kemudian

    pada stadium lanjut, terjadi vasodilatasi akibat depresi pada

    pusat vaso motor. Pada stadium awal, terjadi perubahan minimal

    pada curah jantung dan tekanan darah, kemudian pada stadium

    lanjut, terjadidepresi pusat vasomotor pada batang otak sehingga

    hal ini bisa menimbulkan kegagalan sirkulasi.

    3) Enflurane

    Obat ini merupakan obat anestesia inhalasi yang termasuk

    turunan eter. Dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak

    iritatif, berbau agak harum, tidak eksplosif, lebih stabil

    dibandingkan dengan halotan dan induksi lebih cepat

    dibandingkan dengan halotan. Efek farmakologinya terhadap

    sistem kardiovaskular yaitu secara kualitatif efeknya sama

    dengan halotan. Walaupun enfluran meningkatkan kepekaan

    otot jantung terhadap katekolamin, tetapi pemakaian adrenalin

    sangat jarang menimbulkan disritmia. Enfluran menghambat

    pelepasan katekolamin sehingga konsentrasinya pada plasma

    rendah.

    4) Isofluran

    Obat ini merupakan halogenasi eter, dikemas dalam

    bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak

    mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut dalam darah

    tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat

    induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahan nafas.

    Efek farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu efek

    depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan

  • 15

    dibandingkan dengan obat anestesia volatil yang lain. Tekanan

    darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi.

    5) Sevofluran

    Obat ini merupakan halogenasi eter, dikemas dalam

    bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau dan

    tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Efek

    farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu relatif

    stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesia. Tahanan

    vaskular dan curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan

    darah sedikit menurun.

    6) Desfluran

    Obat ini merupakan halogenasi eter yang efek bangun dan

    efek klinisnya sama dengan isofluran. Efek farmakologinya

    terhadap sistem kardiovaskular yaitu bersifat simpatomimetik

    menyebabkan takikardi tetapi tidak bermakna meningkatkan

    tekanan darah.

    7) Nitrous Oksida (N2O)

    N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau harum

    manis, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi

    membantu proses kebakaran akibat gas lain. Efek

    farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu N2O tidak

    mempunyai pengaruh negatif terhadap sistem kardiovaskular,

    hanya sedikit menimbulkan dilatasi pada jantung.

    5. Faktor yang Mempengaruhi Anestesi

    Menurut Soenarjo & Jatmiko (2010), faktor yang mempengaruhi

    anestesi, antara lain:

    a. Faktor respirasi (untuk obat inhalasi)

    Sesudah obat anestesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan

    mencapai tekanan parsiel tertentu, makin tinggi konsentrasi zat

    yang dihirup tekanan parsielnya makin tinggi. Perbedaan tekanan

  • 16

    parsial zat anestesi dalam alveoli dan di dalam darah menyebabkan

    terjadinya difusi. Bila tekanan di dalam alveoli lebih tinggi maka

    difusi terjadi dari alveoli ke dalam sirkulasi dan sebaliknya difusi

    terjadi dari sirkulasi ke dalam alveoli bila tekanan parsial di dalam

    alveoli lebih rendah (keadaan ini terjadi bila pemberian obat

    anestesi dihentikan). Makin tinggi perbedaan tekanan parsial makin

    cepat terjadinya difusi.

    Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang antara

    alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada odem paru dan fibrosis

    paru. Pada keadaan ventilasi alveoler meningkat misalnya pada

    nafas dalam maka obat inhalasi berdifusi lebih banyak dan

    sebaliknya, pada keadaan ventilasi yang menurun misalnya pada

    depresi respirasi atau obstruksi respirasi.

    b. Faktor sirkulasi

    Aliran darah paru menentukan pengangkutan gas anestesi

    dari paru ke jaringan dan sebaliknya. Pada gangguan pembuluh

    darah paru makin sedikit obat yang dapat diangkut demikian juga

    pada keadaan cardiac output yang menurun.

    Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat

    anestesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan

    keseimbangan. Bila kelarutan zat anestesi dalam darah tinggi/BG

    koefisien tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut di dalam

    darah, sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat

    terjadi keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya

    penderita mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun waktu

    anestesi diakhiri.

    c. Faktor jaringan

    Yang menentukan faktor jaringan, antara lain:

    1) Perbedaan tekanan parsial obat anestesi di dalam sirkulasi darah

    dan di dalam jaringan

    2) Kecepatan metabolisme obat

  • 17

    3) Aliran darah dalam jaringan

    4) Tissue/ Blood partition coefisien

    d. Faktor obat anestesi

    Tiap-tiap zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda.

    Untuk mengukur potensi obat anestesi inhalasi dikenal adanya

    MAC (minimal alveolar concentration). Menurut Merkel dan Eger

    (1963), MAC adalah konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal

    pada tekanan udara 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet

    sebagai respon rangsangan sakit supra maksimal pada 50% pasien

    atau dapat diartikan sebagai konsentrasi obat inhalasi dalam alveoli

    yang dapat mencegah respon terhadap incisi pembedahan pada

    50% individu. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat

    anestesi tersebut.

    6. Gangguan Pasca Anestesi

    Menurut Potter dan Perry (2009), gangguan yang biasa terjadi

    pasca anastesi, yaitu:

    a. Pernapasan

    Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena

    hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di

    atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan

    adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa

    pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain

    itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.

    Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang

    lebih beratmenyebabkan apnea.

    b. Sirkulasi

    Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi, syok dan

    aritmia. Hal ini disebabkan oleh kekurangan cairan karena

    perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab lain adalah sisa

  • 18

    anestesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika

    tahapan anestesi masih dalam akhir pembedahan.

    Menurut Latief, dkk (2002), terapi farmakologi yang

    diberikan jika terjadi gangguan pada kardiovaskular, jika pasien

    mengalami hipertensi, terapi diarahkan pada faktor penyebabnya

    dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid

    (niprus) 0.5-1.0 µg/kg/menit. Sedangkan terapi pada pasien yang

    mengalami hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya dan

    diberikan O2 100% dan infus kristaloid RL atau asering 300-500

    ml. Pada pasien yang mengalami nyeri pasca operasi, nyeri yang

    ditimbulkan yaitu berat, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg.

    Pada pasien yang mengalami nyeri sedang atau ringan jarang

    diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan

    analgetik golongan AINS (anti inflamasi non steroid) misalnya

    keterolak 10-30 mg iv atau im.

    c. Regurgitasi dan muntah

    Regurgitasi adalah keluarnya isi lambung tanpa kontraksi

    sedangkan muntah adalah kondisi ketika isi lambung secara paksa

    melalui mulut. Muntah disertai kontraksi pada lambung dan otot

    perut. Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama

    anastesi. Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan

    aspirasi.

    d. Hipotermi

    Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi,

    selain itu juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General

    anestesi juga memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang

    terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat

    dan juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan

    proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi

    termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons proses

    vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.

  • 19

    e. Gangguan faal lain

    Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan

    oleh kerja anestesi yang memanjang karena 14 dosis berlebih relatif

    karena penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi

    sehingga sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah.

    C. Tekanan Darah

    1. Pengertian Tekanan Darah

    Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah adalah kekuatan

    yang dihasilkan dinding arteri dengan memompa darah dari jantung.

    Darah mengalir karena adanya perubahan tekanan, di mana terjadi

    perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.

    Tekanan darah sistemik atau arterial merupakan indikator yang paling

    baik untuk kesehatan kardiovaskuler. Kekuatan kontraksi jantung

    mendorong darah ke dalam aorta. Puncak tekanan maksimum saat

    ejeksi terjadi disebut tekanan sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, darah

    yang tetap berada di arteri menghasilkan tekanan minimal atau

    tekanan diastolik. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang

    dihasilkan terhadap dinding arteri pada tiap waktu.

    Menurut Nixson Manurung (2018), tekanan darah adalah

    kekuatan yang digunakan oleh darah yang bersirkulasi pada dinding-

    dinding dari pembuluh-pembuluh darah, dan merupakan tanda-tanda

    vital yang utama dari kehidupan, yang juga termasuk detak jantung,

    kecepatan pernafasan dan temperatur. Tekanan darah dihasilkan oleh

    jantung yang memompa darah ke dalam arteri-arteri diatur oleh respon

    arteri-arteri pada aliran darah.

    Tekanan darah atau blood pressure adalah tekanan darah pada

    dinding arteri yang terjadi akibat kontraksi otot jantung. Tergantung

    pada kekuatan gerak jantung, kelenturan dinding arteri volume dan

    viskositas darah, serta hambatan pada pembuluh darah.

  • 20

    2. Fisiologi Tekanan Darah Arteri

    Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah menggambarkan

    hubungan antara curah jantung, resistensi perifer, volume darah,

    kekentalan darah, dan elastis arteri. Pengetahuan ini akan membantu

    pengkajian perubahan tekanan darah.

    a. Curah jantung

    Tekanan darah bergantung pada curah jantung. Saat volume

    pada ruang tertutup (seperti dalam pembuluh darah) bertambah,

    maka tekanan darah akan meningkat. Oleh karena itu, jika curah

    jantung meningkat, maka darah yang dipompakan terhadap dinding

    arteri akan bertambah sehingga tekanan darah meningkat. Curah

    jantung meningkat karena adanya peningkatan frekuensi denyut

    jantung, kontraktilitas otot jantung, atau volume darah. Perubahan

    frekuensi jantung terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan

    kontraktilitas otot jantung atau volume darah. Peningkatan

    frekuensi jantung yang cepat akan menurunkan waktu pengisian

    jantung. Akibatnya, terjadi penurunan tekanan darah.

    b. Resistensi perifer

    Tekanan darah bergantung pada resistensi vaskuler perifer.

    Darah bersirkulasi melalui jaringan arteri, arteriola, kapiler, venula,

    dan vena. Arteri dan arteriola dikelilingi otot polos yang

    berkontraksi atau berelaksasi untuk mengubah ukuran lumen.

    Ukuran tersebut akan berubah untuk menyesuaikan diri terhadap

    aliran darah sesuai kebutuhan jaringan lokal. Secara normal, arteri

    dan arteriola berada dalam keadaan konstriksi parsial untuk

    mempertahankan aliran darah yang konstan. Resistensi perifer

    adalah resistensi terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus

    otot pembuluh darah dan diameternya. Semakin kecil ukuran lumen

    pembuluh darah perifer, maka semakin besar resistensinya terhadap

    aliran darah. Dengan meningkatnya resistensi, maka tekanan darah

  • 21

    arteri meningkat. Dengan dilatasi dan penurunan resistensi, tekanan

    darah menurun.

    c. Volume darah

    Volume darah yang bersirkulasi dalam sistem vaskular

    memengaruhi tekanan darah. Sebagian besar individu dewasa

    memiliki volume darah sebesar 500 ml. Volume ini biasanya tetap.

    Jika terjadi peningkatan volume, tekanan terhadap dinding arteri

    meningkat. Sebagai contoh, infus cairan intravena yang cepat dan

    tidak terkontrol akan meningkatkan tekanan darah. Saat volume

    darah berkurang (pada perdarahan atau dehidrasi) tekanan darah

    akan menurun.

    d. Kekentalan

    Kekentalan atau viskositas darah akan memengaruhi

    kemudahan aliran darah melalui pembuluh darah kecil. Hematokrit

    atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan

    kekentalan darah. Jika hematokrit meningkat dan aliran darah

    melambat, maka tekanan arteri akan meningkat. Jantung lebih kuat

    berkontraksi untuk memindahkan darah di sepanjang sistem

    sirkulasi.

    e. Elastisitas

    Dinding arteri normal bersifat elastis dan dapat meregang.

    Seiring peningkatan tekanan dalam arteri, diameter pembuluh darah

    akan bertambah untuk mengakomodasi perubahan tekanan.

    Distensibilitas arteri mencegah fluktuasi yang besar dalam tekanan

    darah.

    3. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah

    Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah tidak bersifat

    konstan, banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu :

  • 22

    a. Usia

    Tekanan darah bervariasi sesuai usia. Tekanan darah

    meningkat saat masa kanak-kanak. Periksa tekanan darah sesuai

    dengan ukuran tubuh dan usia. Anak-anak yang lebih besar (lebih

    berat/lebih tinggi) memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

    dibandingkan anak seusianya dengan ukuran tubuh yang lebih

    kecil. Saat remaja, tekanan darah terus bervariasi sesuai ukuran

    tubuh.

    Tekanan darah pada orang dewasa akan meningkat sesuai

    usia. Tekanan darah optimal untuk dewasa usia paruh baya adalah

    di bawah 120/80 mmHg. Nilai 120-139/80-89 mmHg sebagai

    prehipertensi (National HighPressure Education Progress,

    NHBPEP, 2003). Lansia biasanya mengalami peningkatan tekanan

    darah sistolik yang berhubungan dengan elastisitas pembuluh darah

    yang menurun; tetapi tekanan darah lebih dari 140/90 didefiniiskan

    sebagai hipertensi dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit

    yang berhubungan dengan hipertensi.

    Tabel 2.1. Tekanan Darah Optimal Rata-Rata Sesuai Usia

    Usia Tekanan darah (mmHg)

    Neonatus 40 (rerata)

    1 bulan 85/54

    1 tahun 95/65

    6 tahun 105/65

    10-13 tahun 110/65

    14- 17 tahun 120/75

    >18 tahun

  • 23

    Tabel 2.2. Klarifikasi Tekanan Darah Untuk Usia 18 Tahun Ke

    Atas

    Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

    Hipotensi

  • 24

    peningkatan tekanan darah yang lambat. Saat bangun, terjadi

    peningkatan tekanan darah pagi (Redon, 2004). Tekanan darah

    tertinggi ditemukan saat siang hari di antara pukul 10.00-18.00

    (Redon, 2004). Setiap orang memiliki pola dan variasi tingkat yang

    berbeda.

    f. Obat-obatan

    Beberapa obat mempengaruhi tekanan darah secara langsung

    maupun tidak langsung. Sebelum pengkajian tekanan darah darah,

    tanyakan klien mengenai riwayat obat antihipertensi atau obat

    jantung lainnya yang dapat menurunkan tekanan darah. Kelas obat

    lain yang memengaruhi tekanan darah adalah analgesik opioid yang

    dapat menurunkan tekanan darah. Vasokontriktor dan asupan

    cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan

    darah.

    g. Aktivitas dan berat badan

    Olahraga dapat menurunkan tekanan darah untuk beberapa

    jam sesudahnya. Para lansia mengalami penurunan tekanan darah

    sebanyak 5-10 mmHg 1 jam setelah makan. Peningkatan kebutuhan

    oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan darah.

    Olahraga yang tidak cukup dapat menyebabkan peningkatan berat

    badan dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya hipertensi

    (Thomas et al, 2002).

    h. Merokok

    Merokok menyebabkan vasokonstriksi. Saat seseorang

    merokok, tekanan darah meningkat, dan akan kembali ke nilai

    dasar dalam 15 menit setelah berhenti merokok (NHBPEP, 2003).

    4. Tekanan Darah Pasca Anestesi

    Setelah teranestesi, tekanan darah akan turun dengan cepat

    karena vasodilatasi. Hal ini menimbulkan timbunan darah di perifer

    dan mengurangi aliran balik vena sehingga menyebabkan turunnya

  • 25

    curah jantung. Pasien dapat mengalami kerusakan organ akibat perfusi

    yang kurang, bahkan dapat terjadi henti jantung karena kurangnya

    perfusi koroner (Boulton & Blogg, 1994 dalam Fadhlina, 2010).

    Penurunan tekanan darah berhubungan dengan penurunan curah

    jantung, resistensi pembuluh sistemik, hambatan mekanisme

    baroreseptor, depresi kontraktilitas miokard, penurunan aktivitas

    simpatik dan efek inotropik negatif (Clarke, 1995 dalam Fadhila,

    2010).

    Menurut Julien (1994) dalam Lestari (2010) komplikasi anestesi

    pada kardiovaskuler dapat berupa hipertensi, hipotensi, disritmia,

    PONV (Post Operative Nausea and Vomiting).

    a. Hipertensi

    Menurut Morton, dkk (2017), hipertensi digolongkan

    menurut derajat keparahannya. Penggolongan berkisar dari

    hipertensi ringan dengan tekanan diastolik antara 90 dan 104

    mmHg, sampai berat dengan tekanan diastolik 105 dan 120 mmHg,

    hingga malignan tekanan diastolik lebih dari 120 mmHg.

    Dua penyebab terjadinya hipertensi pascaoperatif yang paling

    sering adalah riwayat hipertensi dan nyeri. Hipertensi dapat

    dikaitkan dengan vasokonstriksi perifer dan menggigil. Agens

    anestetik inhalasi dan IV dapat menyebabkan hipoksia dan

    hiperkarbia yang mengakibatkan peningkatan pelepasan

    katekolamin dan peningkatan tekanan darah. Ketamin, obat

    disosiatif yang digunakan dalam anestesia, merangsang sistem saraf

    simpatis dan dapat menyebabkan takikardia dan hipertensi. Selain

    itu, bila diberikan terlalu cepat, nalakson dapat memicu terjadinya

    hipertensi, yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya edema

    paru atau hemoragi serebral. Penyebab lain dari hipertensi meliputi

    hipertermia, kecemasan, distensi kandung kemih, kelebihan bebas

    cairan, nyeri, manset tekanan darah yang terlalu sempit, dan tidak

    memberikan terapi antihipertensi sebelum pembedahan.

  • 26

    Hipertensi sementara dapat terjadi selama induksi, intubasi,

    atau perubahan posisi, saat insisi bedah dilakukan, atau selama

    pasca-anestesia. Hipertensi sementara dapat dihindari oleh seorang

    praktisi anestesia yang waspada.

    b. Hipotensi

    Menurut Morton, dkk (2017), kemungkinan komplikasi

    kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada periode

    pascaoperatif adalah hipotensi. Hipotensi sering kali disebabkan

    oleh penurunan sirkulasi volume darah. Hipotensi didefinisikan

    sebagai penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 25% sampai

    30% dari nilai dasar pada saat istirahat. Intervensi diindikasikan

    bila tekanan darah menurun hingga mencapai lebih dari 30% dari

    nilai dasar. Agen anestetik dapat memengaruhi tekanan darah

    dengan berbagai cara. Anestetik regional, seperti bupivakain dan

    tetrakain, dapat menurunkan tekanan darah melalui blokade

    simpastis dan vasodilatasi. Agen IV, termasuk opioid,

    menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin, yang

    menyebabkan tekanan darah menurun. Tranquilizer, khususnya

    droperidol dan klorpromazin hidroklorida, menimbulkan blokade

    simpatis dan kemudian menurunkan tekanan darah. Barbiturat

    menyebabkan depresi miokardium, seperti yang disebabkan agens

    inhalasi seperti isofluran, enfluran, halotan, sevofluran, dan

    desfluran. Relaksan otot dapat menyebabkan hipotensi melalui

    blokade ganglionik dan pelepasan histamin.

    Karena penurunan aliran balik vena terlihat menyertai

    hipovolemik dan depresi miokardium, perawat mempertimbangkan

    keadekuatan penggantian volume, kehilangan darah, ruang ketiga,

    dan diuresis yang berlebihan. Perawat mengevaluasi pasien untuk

    mengetahui adanya hipotensi ortostatik dengan mengukur tanda-

    tanda vital dengan posisi pasien terlentang dan setelah meninggikan

    kepala tempat tidur 60 derajat (bila tidak dikontraindikasikan oleh

  • 27

    prosedur pembedahan atau keadaan pasien). Disritmia jantung

    dapat menyebabkan hipotensi, khusunya bila curah jantung

    menurun, seperti yang terjadi pada takikardi supra ventrikular dan

    bradikardia yang bermakna. Penyebab lain terjadinya hipotensi

    pascaoperastif awal meliputi sepsis, emboli paru, reaksi tranfusi,

    dan nyeri.

    D. Denyut Jantung

    1. Konsep Denyut Jantung

    Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang

    dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat

    tertentu. Berdasarkan aliran darahnya, pembuluh darah dibedakan

    menjadi dua macam, yaitu pembuluh nadi atau arteri (pembuluh darah

    yang mengalirkan darah dari jantung) dan pembuluh balik atau vena

    (pembuluh darah yang mengalirkan darah menuju jantung). Baik

    pembuluh nadi maupun pembuluh balik masing-masing memiliki

    cabang terkecil yang disebut dengan pembuluh kapiler (Fadhlina,

    2010).

    Menurut Mubarak,dkk (2015), denyut nadi merupakan denyutan

    atau dorongan yang terjadi akibat proses pemompaan jantung. Denyut

    nadi tidak selamanya konstan, kecepatan dan jumlah denyut nadi

    dipengaruhi oleh perubahan kecepatan jantung terhadap rangsangan

    yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.

    Besarnya rangsangan simpatis dipengaruhi oleh rasa cemas, emosi,

    rasa takut, dan marah. Rangsangan saraf simpatis mempercepat laju

    denyut nadi, sedangkan saraf parasimpatis memperlambat denyut

    nadi.

    2. Laju Nadi

    Dinding pembuluh nadi lebih tebal, kuat, dan elastis

    dibandingkan dinding pembuluh balik. Pembuluh nadi harus kuat

  • 28

    karena harus menahan tekanan darah yang dipompa oleh jantung. Saat

    jantung berdenyut, maka pembuluh nadi pun ikut berdenyut akibat

    tekanan darah yang terpompa. Bagian jantung normal berdenyut

    dalam rangkaian teratur, yaitu kontraksi atrium (sistole atrium) diikuti

    oleh kontraksi ventrikel (sistole ventrikel) dan selama diastole

    keempat ruang relaksasi. Laju nadi adalah jumlah denyut jantung

    permenit, waktu permenit jantung berkontraksi. Frekuensi jantung

    bervariasi sesuai fase pernafasan, yaitu dipercepat selama inspirasi dan

    melambat selama ekspirasi (Fadhlina, 2010).

    Menurut Mubarak,dkk (2015), kecepatan denyut nadi

    merupakan angka yang menujukan detak yang dihitung dalam satu

    menit. Pada kebanyakan kasus, kecepatan denyut nadi sama dengan

    kecepatan jantung. Akan tetapi, jika denyut nadi diperiksa dengan

    memalpasi pembuluh darah tepi, dan gelombang tekanan arteri tidak

    tersebar sampai ke pembuluh darah tepi karena gangguan pembuluh

    darah atau kerusakan kontraktilitasjantung, kecepatan jantung bisa jadi

    lebih cepat daripada kecepatan denyut nadi. Kecepatan denyut nadi

    dewasa berkisar 60-100 kali/menit. Takikardi adalah kecepatan denyut

    nadi yang lebih besar dari 100 kali/menit sedangkan bradikardi adalah

    kecepatan denyut nadi yang kurang dari 60 kali/menit.

    Pada jantung manusia normal, tiap-tiap denyut berasal dari

    noddus SA(irama sinus normal, NSR= NormalSinusRhythim). Nodus

    SA merupakan maker jantung yang secara spontan menghasilkan

    denyutan 60 sampai 100 kali per menit.

    Tabel 2.3Rata-Rata Denyut Nadi Menurut Umur:

    Umur Jumlah Nadi (Kali/Menit)

    Bayi baru lahir 120-160

    1-12 bulan 80-140

    1-2 tahun 80-130

    2-6 tahun 75-120

  • 29

    6-12 tahun 75-110

    12 tahun sampai dewasa 60-100

    Usia lanjut 60-80

    Sumber: Mubarak,dkk (2015)

    3. Anatomi dan Fisiologi

    Arteri merupakan pembuluh darah yang kuat yang membawa

    darah beroksigen dari jantung menuju ke jaringan-jaringan tubuh.

    Bahan elastis dari dinding arteri memungkinkan arteri untuk

    berdilatasi selama sistol dan berkontraksi selama diastol. Hasilnya

    adalah denyut arteri yang dapat diraba. Denyut arteri tidak hanya

    merefleksikan vaskularitas arteri tetapi juga memberikan indeks

    fungsi jantung. Saat tanda-tanda vital yang diperiksa, denyut nadi

    terutama dievaluasi untuk menentukan kecepatan dan irama jantung.

    Akan tetapi, denyut nadi juga diperiksa untuk menentukan kepatenan

    pembuluh darah, keadaan dinding arteri, dan kontur serta amplitudo

    denyutan.

    4. Tujuan Mengetahui Jumlah Denyut Nadi

    a. Mengetahui kerja jantung

    b. Menentukan diagnosis

    c. Mengetahui adanya kelainan pada seseorang

    Untuk memeriksa denyut nadi, dapat dilakukan pada tempat-

    tempat berikut ini:

    1) Arteri radialis pada pergelangan tangan

    2) Arteri temporalis pada tulang pelipis

    3) Arteri karotis pada leher

    4) Arteri femoralis pada bagian selangkangan paha

    5) Arteri dorsalis pedis pada punggung kaki

    6) Arteri poplitea pada lipatan lutut

    7) Arteri brakialis pada siku bagian dalam

  • 30

    8) Iktus kordis pada dinding iga 5-7

    5. Faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung

    Menurut Muffichatum dalam Setiawan (2017), faktor yang

    mempengaruhi denyut jantung, yaitu:

    a. Usia

    Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi

    kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut

    jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek

    fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada

    usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan di kurang dapat

    dipercaya. Frekuensi denyut nadi pada berbagai usia, dengan usia

    antara bayi sampai dengan usia dewasa, denyut nadi paling

    tinggiada pada bayi kemudian frekuensi denyut nadi menurun

    seiringdengan pertambahan usia.

    b. Jenis Kelamin

    Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum, sub

    maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki

    muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai

    128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada

    kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per

    menit dan pada wanita 164 denyut per menit.

    c. Keadaan kesehatan

    Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama

    atau frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang

    barusembuh dari sakit frekuensi jantungnya cenderung meningkat.

    d. Riwayat kesehatan

    Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi, atau

    hipotensiakan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada

    penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan

  • 31

    kebutuhan oksigen sehingga mengakibatkan peningkatan denyut

    nadi.

    e. Intensitas dan lama kerja

    Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap

    denyutnadi, lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai

    dengankapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi

    frekuensi nadisehingga tidak melampaui batas maksimal. Apabila

    melakukanpekerjaan yang berat dan waktu yang lama akan

    mengakibatkandenyut nadi bertambah sangat cepat dibandingkan

    dengan melakukan pekerjaan yang ringan dan dalam waktu singkat.

    f. Sikap kerja

    Posisi atau sikap kerja juga mempengaruhi tekanan darah.

    Posisiberdiri mengakibatkan ketegangan sirkulasi lebih

    besardibandingkan dengan posisi kerja duduk. Sehingga pada

    posisiberdiri denyut nadi lebih cepat dari pada saat melakukan

    pekerjaandengan posisi duduk.

    g. Ukuran tubuh

    Ukuran tubuh yang penting adalah berat badan untuk ukuran

    tubuhseseorang. Semakin berat atau gemuk maka denyut nadi akan

    lebihcepat.

    h. Kondisi psikis

    Kondisi psikis dapat mempengaruhi frekuensi jantung.

    Kemarahan dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi

    seseorang.Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat

    memperlambatfrekuensi nadi seseorang.

    i. Pengaruh panas terhadap denyut nadi

    Iklim kerja panas dapat menyebabkan beban tambahan pada

    sirkulasidarah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang

    beratdilingkungan panas, maka darah akan mendapat beban

    tambahan,karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang

    sedang bekerja.Disamping itu darah juga harus membawa panas

  • 32

    dari dalam tubuh kepermukaan kulit. Hal demikian itu juga

    merupakan beban tambahanbagi jantung yang harus memompa

    darah lebih banyak lagi. Akibatdari pekerjaan ini, maka frekuensi

    denyut nadipun akan meningkatpula.

    E. Terapi Musik Suara Alam

    1. Pengertian Terapi Musik

    Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata

    terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk

    membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan

    dalam konteks masalah fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-

    hari, terapi terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, para psikolog

    akan mendengar dan berbicara dengan klien melalui tahapan

    konseling yang kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi akan

    mengajarkan tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan

    memberikan berbagai latihan fisik untuk mengembalikan fungsi otot

    tertentu. Seorang terapi musik akan menggunakan musik dan aktivitas

    musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya

    (Djohan, 2006).

    Menurut Djohan (2006), kata musik dalam terapi musik

    digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus

    dalam rangkaian terapi. Terapi musik adalah terapi yang bersifat non

    verbal. Dengan bantuan musik, pikiran-pikiran seseorang dibiarkan

    mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang menyenangkan,

    mengangankan hal-hal yang diimpikan dan dicita-citakan, atau

    langsung mencoba menguraikan permasalahan yang ia hadapi.

    Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti

    respirasi, denyut nadi, dan tekanan darah. Musik merupakan sebuah

    rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri atas melodi,

    ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya.

  • 33

    Menurut Andarmoyo (2013), penatalaksanaan non farmakologi

    terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang meliputi tindakan

    distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis dan

    sentuhan terapeutik (massage).

    2. Manfaat Terapi Musik

    Menurut Djohan (2006), manfaat terapi musik antara lain :

    a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

    b. Mempengaruhi pernafasan

    c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia

    d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia

    e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera

    f. Bisa mempengaruhi rasa sakit

    Menurut Don Campbell (2001) dalam buku Djohan (2006),

    berikut pemanfaatan penyembuhan dengan musik, yaitu :

    1) Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan

    2) Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang

    otak

    Gelombang otak dapat dimodifikasi baik oleh suara musik

    maupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran biasa terdiri

    atas gelombang beta, yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz.

    Gelombang beta terjadi apabila seseorang memusatkan

    perhatian pada kegiatan sehari-hari di dunia luar, maupun

    apabila seseorang mengalami perasaan negatif yang kuat.

    Ketenangan dan kesadaran yang meningkat dicirikan oleh

    gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz. Periode-

    periode puncak kreativitas, meditasi dan tidur dicirikan oleh

    gelombang theta dari 4 hingga 7 hertz dan tidur nyenyak,

    meditasi yang dalam, serta keadaan tak sadar menghasilkan

    gelombang delta, yang berkisar 0,5 hingga 3 hertz. Semakin

  • 34

    lambat gelombang otak, semakin santai, puas dan damailah

    perasaan kita.

    3) Musik mempengaruhi pernapasan

    Laju pernapasan yang lebih dalam atau lebih lambat

    sangat baik, menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran

    yang lebih dalam, dan metabolisme yang lebih baik. Pernapasan

    yang dangkal dan cepat dapat membawa seseorang ke pemikiran

    yang superfisial dan terpecah-pecah, perilaku implusif, dan

    kecenderungan untuk membuat kesalahan dan mengalami

    kecelakaan.

    4) Musik mempengaruhi denyut jantung

    Denyut jantung manusia terutama disesuaikan dengan

    bunyi dan musik. Denyut jantung menanggapi variabel-variabel

    musik seperti frekuensi, tempo, dan volume serta cenderung

    menjadi lebih cepat atau menjadi lebih lambat guna menyamai

    ritme suatu bunyi. Semakin cepat musiknya, semakin cepat

    detak jantung. Demikian semakin lambat musiknya, semakin

    lambat detak jantung. Sama dengan laju pernapasan, detak

    jantung yang lebih lambat menciptakan tingkat stres dan

    ketegangan fisik yang lebih rendah, menenangkan pikiran, dan

    membantu tubuh untuk meyembuhkan dirinya sendiri.

    5) Musik mempengaruhi tekanan darah

    Musik-musik simulatif cenderung meningkatkan energi

    tubuh, menyebabkan tubuh bereaksi, meningkatkan detak

    jantung dan tekanan darah. Sedangkan musik-musik sedatif atau

    musik relaksasi menurunkan detak jantung dan tekanan darah,

    menurunkan tingkat rangsang dan secara umum membuat

    tenang (Djohan,2006).

    6) Musik mengurangi ketegangan otot, memperbaiki gerak dan

    koordinasi tubuh

  • 35

    Melalui sistem saraf otonom, saraf pendengaran

    mengubungkan telinga dalam dengan semua otot dalam tubuh.

    Oleh karena itu, kekuatan, kelenturan, dan ketegangan otot

    dipengaruhi oleh bunyi dan getaran.

    7) Musik dapat menaikkan tingkat endofrin

    Endofrin merupakan candu milik otak yang dapat

    mengurangi rasa sakit dan menimbulkan keadaan fly alamiah.

    Zat-zat kimiawi penyembuh yang ditimbulkan oleh kegembiraan

    dan kekayaan emosional dalam musik memungkinkan tubuh

    menciptakan zat anestetiknya sendiri dan meningkatkan fungsi

    kekebalannya. Rasa bahagia yang dihasilkan dengan

    mendengarkan musik tertentu merupakan hasil pelepasan

    endorfin oleh kelenjar pituitari.

    8) Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan

    stres

    Para ahli anestesiologi melaporkan bahwa kadar hormon-

    hormon stres dalam darah menurun secara signifikan pada

    orang-orang yang mendengarkan musik. Terapi musik sangat

    efektif dalam meredakan kegelisahan dan stress, mendorong

    perasaan rileks, meredakan depresi dan mengatasi insomnia.

    3. Mekanisme Musik sebagai Terapi

    Menurut Nilsson (2009), musik dapat berpengaruh secara fisik

    maupun psikologis. Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukan

    bahwa musik dapat mempengaruhi konsentrasi kortisol saliva tekanan

    darah sistolik dan juga diastolik, denyut jantung dan pernafasan.

    Secara psikologis, musik dapat membuat seseorang menjadi rileks,

    menurunkan rasa cemas dan mengurangi rasa sakit.

    Menurut Primadita (2011), setelah mendengarkan musik atau

    mendapat rangsangan suara maka akan diterima oleh daun telinga

    pendengarnya. Kemudian telinga akan membedakan frekuensi dan

  • 36

    mengirimkan informasi kesususnan saraf pusat. Setiap bunyi yang

    dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran udara akan diterima oleh

    telinga. Getaran tersebut diubah menjadi impuls mekanik ditelinga

    tengah dan diubah menjadi impuls elektrik ditelinga bagian dalam

    yang akan diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks

    pendengaran diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus (salah

    satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indera dan

    diteruskan kebagian otak lain). Amigdala juga menerima sinyal dari

    semua kotteks limbic (emosi/perilaku) seperti neokortekslobus

    temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada pada manusia),

    pariental (bagian otak tengah), dan oksipital (otak belakang) terutama

    diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.

    Talamus menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang

    berfungsi untuk berfikir atau mengolah data dan informasi yang akan

    masuk ke otak). Dineokorteks sinyal disusun menjadi benda yang

    dipahami dan dipilah-pilah menurut maknanya, sehingga otak

    mengenali masing-masing objek dan arti kehadirannya. Kemudian

    amigdaka menjalankan sinyal ke hipokampus (membantu otak dalam

    menyimpan ingatan yang baru). Hipokampus merupakan salah satu

    dari sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area ganjaran

    dan hukuman. Diantara motivasi-motivasi terdapat dorongan dalam

    otak untuk mengingat pengalaman-pengalaman, pikiran-pikiran yang

    menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dengan mendengarkan

    musik tanpa mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila

    mendengarkan dengan keikhlasan dan kerendahan. Sebab musik akan

    memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala sehingga

    menimbulkan suasana hati positif.

    Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi

    gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan

    cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan

    impuls saraf ke nukleus-nukleus dibatang otak yang mengendalikan

  • 37

    fungsi sistem saraf otonom dan cabang simpatis. Saraf otonom

    bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang

    menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut

    jantung dan peningkatan tekanan darah.

    4. Musik Suara Alam

    Musik instrument adalah suatu komposisi atau rekaman musik

    tanpa lirik yang merupakan perpaduan dari berbagai macam hasil

    rekam bunyi-bunyian, baik bunyi yang berasal dari alat elektronik

    maupun berasal dari lingkungan alam atau yang berasal dari

    perpaduan keduanya. Musik instrument bisa dari elektronik misalnya

    alat musik modern seperti gitar listrik, bass, dram, dan dari alam yang

    dihasilkan dari suara burung , suara katak, suara angin, suara ombak,

    suara-suara yang menggambarkan suasana hutan, suasana pantai dan

    lain-lain.

    Musik dan suara alam dapat meminimalkan persepsi pasien

    terhadap suara-suara dilingkungan sekitarnya atau pikiran-pikiran

    yang membuat cemas dan meningkatkan nyeri pada pasien tersebut,

    ada konvergensi yang terjadi antara input sensorik seperti halnya

    terapi musik relaksasi suara alam serta kombinasi keduanya dan ouput

    saraf yang mengatur rasa sakit dan respon stress.

    Pythagoras menemukan musik berdasarkan hukum alam. Pikiran

    manusia dapat merasakan adanya vibrasi dan proporsi nada sebagai

    nada musik dan interval. Hal ini sejalan dengan pikiran pythagoras

    bahwa nada dan interval adalah refleksi dari tataran spiritual dan alam

    semesta (Djohan, 2006).

    F. Penelitian Terkait

    Sri Wahyu Utama (2017) Pengaruh Terapi Musik Alam terhadap

    Frekuensi Denyut Jantung pada Pasien Selama Operasi dengan Anestesi

    Spinal di RSUD Pandan Arang Boyolali. Didapatkan nilai (p-value = 0,000

  • 38

    < 0,05). Kesimpulan dari penelitian adalah ada pengaruh signifikan musik

    alam terhadap frekuensi denyut jantung pada pasien selama operasi dengan

    anestesi spinal di RSUD Pandan Arang Boyolali.

    Nunung Arian Pradita (2016) Pengaruh Pemberian Terapi Musik

    Klasik terhadap Tekanan Darah dan Denyut Jantung pasien Pasca Operasi

    dengan Anestesi Umum di RS Dr. Moewardi Surakarta. Didapatkan hasil

    paired sampel t-test pada tekanan darah sistol kelompok intervensi, dimana

    rata-rata tekanan darah sistol pada post test lebih tinggi dibandingkan pre

    test (116,58 > 100,53) dan pada tekanan darah diastol didapatkan rata-rata

    tekanan darah diastol pada post test lebih tinggi dibandingkan pre test

    (78,27 > 70,73). Sedangkan pada denyut jantung didapatkan hasil nilai

    frekuensi denyut jantung pre test ternyata lebih rendah dibandingkan post

    test (62,07 < 65,27) berarti ada perbedaan yang signifikan frekuensi denyut

    jantung pre dan post test pada kelompok intervensi.

    Dwi Retna Lestari (2010) Perbandingan Efek Hemodinamik antara

    Propofol dan Etomidate pada Induksi Anestesi Umum. Hasil penelitian

    menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hemodinamik yang bermakna

    antara sebelum dan setelah induksi propofol 2,5 mg/kg atau etomidate

    0,2mg/kg.

    Moh Alimansur (2014) Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan

    Tanda-Tanda Vital Pada Pasien Post Operasi Fraktur yang Mengalami Nyeri

    di RSUD dr. Harjono Ponorogo. Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon

    (alpha = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan efek musik terhadap tekanan

    darah dengan nilai-p signifikan (0,002), denyut nadi dengan nilai-p (0,025),

    pernapasan dengan nilai-p (0,014) dan yang tidak signifikan adalah suhu

    tubuh nilai-p (0,180)

  • 39

    G. Kerangka Teori

    Gambar 2.1

    Sumber (Perry & Potter, 2009; Djohan, 2006; Andarmoyo, 2013)

    .

    H. Kerangka Konsep

    Dipengaruhi oleh:

    1. Umur

    2. Stres

    3. Etnik

    4. Jenis kelamin

    5. Variasi harian

    6. Obat-obatan

    7. Aktivitas dan berat badan

    8. Merokok

    Dipengaruhi oleh:

    1. Usia

    2. Jenis kelamin

    3. Keadaan kesehatan

    4. Riwayat kesehatan

    5. Intensitas dan lama kerja

    6. Sikap kerja

    7. Ukuran tubuh

    8. Konidis psikis

    9. Pengaruh panas terhadap denyut

    nadi

    Tekanan Darah Denyut Jantung

    Intervensi

    Terapi Farmakologi Terapi Non Farmakologi

    1. Obat antihipertensi

    (Klonidin atau nitroprusid)

    2. Berikan O2 100%

    3. Terapi infus kristaloid RL

    atau asering

    4. Opioid

    5. AINS (anti inflamasi non

    steroid)

    Hypnosi

    s

    Distraksi

    Terapi Musik

    Suara Alam

    Massage Guide imagery

    Relaksasi

  • 40

    H. Kerangka Konsep

    Kerangka konsep adalah sebuah hubungan atau kaitan antara konsep

    satu terhadap konsep yang lain atau variabel-variabel dari masalah yang

    ingin dilakukan (Aprina & Anita, 2018). Berdasarkan tinjauan diatas,

    penulis membuat kerangka konsep sebagai berikut:

    Gambar 2.2

    Kerangka Konsep

    Kelompok

    Intervensi

    Kelompok

    Kontrol

    I. Hipotesis

    Ha :

    1. Ada pengaruh terapi musik suara alam terhadap peningkatan tekanan

    darah pasien pasca operasi dengan anestesi umum di RSUD Dr. H

    Abdul Moelok Provinsi Lampung tahun 2020

    2. Ada pengaruh terapi musik suara alam terhadap peningkatan denyut

    jantung pasien pasca operasi dengan anestesi umum di RSUD Dr. H

    Abdul Moelok Provinsi Lampung tahun 2020

    Variabel Dependent Variabel Independent