Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pasca Operasi
1. Pengertian Pasca Operasi
Menurut Uliyah & Hidayat (2008) dalam Anggraeni (2016),
pasca operasi merupakan masa setelah dilakukan pembedahan yang
dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir
sampai evaluasi selanjutnya.
2. Pengkajian Pasca Operasi
a. Sistem pernafasan
Sangat penting untuk mengkaji status pernafasan segera pasca
operasi. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan yang adekuat
harus dipastikan. Komplikasi yang bisa segera muncul adalah
obstruksi jalan nafas, hipoksemia, hipoventilasi, aspirasi, dan
laringospasme.
b. Cairan dan elektrolit
Pasien bisa kehilangan cairan tubuh karena perdarahan
intraoperasi atau karna hiperventilasi. Hilangnya banyak darah harus
diganti dengan transfusi darah atau pemberian penggantian darah,
koloid, dan kristaloid. Volume cairan tubuh bisa dipertahankan
dengan pemberian salin normal atau ringer laktat intravena. Pasien
yang diberikan cairan infus harus dipantau adanya tanda edema paru
(dipsnea, batuk produktif), atau tanda intoksikasi air (perubahan
tingkah laku, bingung, kulit basah dan hangat, defisit natrium).
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit harus dipantau.
c. Sistem gastrointestinal
Mual dan muntah adalah dua gangguan yang lazim dialami
pasien pascaoperasi. Dua gangguan ini dikaitkan dengan anestesia
9
umum, obesitas, pembedahan abdomen, pemakaian obat opiat,
analgesik, adanya riwayat mabuk perjalanan, dan faktor psikologis.
d. Status neurologis
Status neurologis dapat ditentukan dengan mengamati tingkat
kesadaran pasien. Respons terhadap stimulus verbal atau stimulus
yang menyakiti harus didokumentasikan. Respon pupil terhadap
cahaya dan persamaan respon kedua pupil juga harus dikaji.
Komplikasi mayor sistem saraf yang bisa timbul segera karena
anestesia umum adalah somnolen yang berlanjut dan kelemahan otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Trombosis vena dan embolisme paru adalah dua komplikasi
yang timbul kemudian. Pemantauan terhadap tanda-tanda vital, cairan
IV, dan haluaran urine secara ketat harus dilakukan. Trombosis vena
diakibatkan karena pembentukan darah beku dalam pembuluh darah
vena di pelvis dan tungkai bawah yang bisa menganggu sirkulasi
darah. Embolisme paru terjadi karena darah beku atau sebagian dari
darah beku bisa lepas dari dinding vena dan ikut dengan sirkulasi
darah menuju ke jantung dan sirkulasi pulmona, kemudian bisa
menyumbat salah satu pembuluh darah pulmonal.
3. Komplikasi Pasca Operasi
Menurut Baradero (2008) dalam Anggraeni (2016) komplikasi
pasca operasi yang akan muncul antara lain yaitu hipotensi dan
hipertensi. Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah systole
kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari 25% dari nilai
sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemik yang
diakibatkan oleh perdarahan dan overdosis obat anestetika. Hipertensi
disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak adekuat, batuk,
penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang tidak
adekuat.
10
Sedangkan menurut Majid (2011) dalam Anggraeni (2016)
komplikasi pasca operasi merupakan perdarahan dengan manifestasi
klinis yaitu gelisah, gundah, terus bergerak, merasa haus, kulit dingin-
basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat dan dalam,
bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
B. Anestesi Umum
1. Pengertian Anestesi
Anestesi berasal dari kata yaitu an berarti tidak, aestesi berarti
rasa. Ilmu anestesi merupakan cabang ilmu kedokteran yang
mempelajari tatalaksana untuk mematikan rasa, baik rasa nyeri, takut,
dan rasa tidak nyaman (Mangku&Senapathi, 2010).Dalam
Anestesiologi dikenal Trias Anestesi “The Trias of Anesthesia” yaitu
hipnotik (kehilangan kesadaran), analgesia (mengurangi rasa sakit),
dan relaksasi otot (Mangku&Senapathi, 2010).
2. Pengertian Anestesi Umum
General anestesi merupakan tindakan menghilangkan rasa sakit
secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible). Tindakan
general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah
general anestesi dengan teknik intravena anestesi dan general anestesi
dengan inhalasi yaitu dengan face mask (sungkup muka) dan dengan
teknik intubasi yaitu pemasangan endotrecheal tube atau gabungan
keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2002).
3. Teknik Anestesi Umum
Teknik General Anestesi menurut Mangku dan Senapathi
(2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
11
a. General anestesi intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
menyuntikkan obat anestesi parenteral langsung ke dalam 11
pembuluh darah vena.
b. General anestesi inhalasi
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan
memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi.
c. Anestesi imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan
kombinasi obat-obatan baik obat anestesi intravena maupun obat
anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general anestesi dengan
analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan
berimbang, yaitu:
1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat
hipnotikum atau obat anestesi umum yang lain.
2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat
analgetik opiat atau obat general anestesi atau dengan cara
analgesia regional.
3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat
pelumpuh otot atau general anestesi, atau dengan cara analgesia
regional.
4. Obat General Anestesia dan Efek Farmakologinya
a. Obat general anestesia intravena
Obat-obat anestesia intravena adalah obat anestesia yang
diberikan melalui jalur intravena, baik obat yang berkhasiat
hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh obat. Setelah masuk
kedalam pembuluh darah vena, obat-obat ini akan diedarkan ke
seluruh jaringan tubuh melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan
12
menuju target organ masing-masing dan akhirnya diekskresikan,
sesuai dengan farmakokinetiknya masing-masing.
1) Thiopentone atau thiopenthal atau pentothal
Obat ini berupa bubuk yang berwarna putih kekuningan,
bersifat higroskopos, rasanya pahit, berbau seperti bawang putih
dan sediannya selalu dicampur dengan sodium karbonat
anhidrous, sehingga mudah larut dalam air. Efek
farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular memberikan
efek yang segera timbul setelah pemberian adalah penurunan
tekanan darah yang sangat tergantung dari konsentrasi obat
dalam plasma. Hal ini disebabkan karena efek depresinya pada
otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan dilatasi
pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh,
tetapi bisa menimbulkan disritmia bila terjadi retensi CO2 atau
hipoksia.
2) Ketamin Hidroklorida
Obat ini merupakan larutan tidak berwarna, bersifat agak
asam dan sensitif terhadap chaya dan udara. Efek
farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu obat
anestesia yang bersifat simpatomimetik, sehingga bisa
meningkatkan tekanan darah dan denyut jantung. Peningkatan
tekanan darah disebabkan oleh karena efek inotropik positif dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer.
3) Propofol
Obat ini berupa cairan berwarna putih seperti susu, tidak
larut dalam air dan bersifat asam. Efek farmakologinya terhadap
sistem kardiovaskular yaitu depresi pada sistem kardiovaskular
yang ditimbulkannya sesuai dengan dosis yang diberikan.
Tekanan darah turun yang segera diikuti dengan kompensasi
peningkatan denyut nadi.
13
4) Fentanil
Merupakan obat narkotik sintetik yang paling banyak
digunakan dalam praktik anestesiologi. Efek farmakologinya
terhadap sistem kardiovaskuler yaitu sistem kardiovaskular tidak
mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun
tonus otot pembuluh darah.
b. Obat general anestesia inhalasi
Obat-obat anestesia inhalasi adalah obat-obat anestesia yang
berupa gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui
pernafasan pasien. Campuran gas atau uap obat anestesia dan
oksigen masuk mengikuti aliran udara inspirasi, mengisi seluruh
rongga paru, selanjutnya mengalami difusi dari alveoli ke kapiler
paru sesuai dengan sifat disik masing-masing gas.
1) Halotan
Obat ini merupakan cairan tidak berwarna, berbau harum
tidak mudah terbakar atau meledak, tidak iritatif dan tidak tahan
terhadap sinar matahari. Efek farmakologinya terhadap sistem
kardiovaskular dapat menimbulkan depresi langsung SA node
dan otot jantung, relaksasi otot polos dan inhibisi baroreseptor.
Keadaan ini akan menyebabkan hipotensi yang derajatnya
tergantung dari dosis dan adanya interaksi dengan obat lain,
misalnya dengan tubokurarin. Gangguan irama jantung kerap
kali terjadi, seperti bradikardi, ekstrasistol ventrikel, takikardi
ventrikel, bahkan bisa terjadi fibrilasi ventrikel. Hal ini
disebabkan karena peningkatan eksitagen maupun eksogen serta
adanya retensi CO2. Batas keamanan halotan terhadap
kardiovaskular sangat sempit yaitu kontraksi obat untuk
mencapai efek farmakologi yang diharapkan sangat dekat
dengan efek depresinya.
14
2) Eter
Obat ini merupakan cairan tidak berwarna, mudah
menguap, berbau khas, sangat iritatif dan mudah
terbakar/meledak. Efek farmakologinya terhadap sistem
kardiovaskular yaitu pada stadium awal, denyut jantung
meningkat dan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah, kemudian
pada stadium lanjut, terjadi vasodilatasi akibat depresi pada
pusat vaso motor. Pada stadium awal, terjadi perubahan minimal
pada curah jantung dan tekanan darah, kemudian pada stadium
lanjut, terjadidepresi pusat vasomotor pada batang otak sehingga
hal ini bisa menimbulkan kegagalan sirkulasi.
3) Enflurane
Obat ini merupakan obat anestesia inhalasi yang termasuk
turunan eter. Dikemas dalam bentuk cair, tidak berwarna, tidak
iritatif, berbau agak harum, tidak eksplosif, lebih stabil
dibandingkan dengan halotan dan induksi lebih cepat
dibandingkan dengan halotan. Efek farmakologinya terhadap
sistem kardiovaskular yaitu secara kualitatif efeknya sama
dengan halotan. Walaupun enfluran meningkatkan kepekaan
otot jantung terhadap katekolamin, tetapi pemakaian adrenalin
sangat jarang menimbulkan disritmia. Enfluran menghambat
pelepasan katekolamin sehingga konsentrasinya pada plasma
rendah.
4) Isofluran
Obat ini merupakan halogenasi eter, dikemas dalam
bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak
mengandung zat pengawet dan relatif tidak larut dalam darah
tapi cukup iritatif terhadap jalan nafas sehingga pada saat
induksi inhalasi sering menimbulkan batuk dan tahan nafas.
Efek farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu efek
depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan
15
dibandingkan dengan obat anestesia volatil yang lain. Tekanan
darah dan denyut nadi relatif stabil selama anestesi.
5) Sevofluran
Obat ini merupakan halogenasi eter, dikemas dalam
bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau dan
tidak iritatif sehingga baik untuk induksi inhalasi. Efek
farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu relatif
stabil dan tidak menimbulkan aritmia selama anestesia. Tahanan
vaskular dan curah jantung sedikit menurun sehingga tekanan
darah sedikit menurun.
6) Desfluran
Obat ini merupakan halogenasi eter yang efek bangun dan
efek klinisnya sama dengan isofluran. Efek farmakologinya
terhadap sistem kardiovaskular yaitu bersifat simpatomimetik
menyebabkan takikardi tetapi tidak bermakna meningkatkan
tekanan darah.
7) Nitrous Oksida (N2O)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, berbau harum
manis, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak tetapi
membantu proses kebakaran akibat gas lain. Efek
farmakologinya terhadap sistem kardiovaskular yaitu N2O tidak
mempunyai pengaruh negatif terhadap sistem kardiovaskular,
hanya sedikit menimbulkan dilatasi pada jantung.
5. Faktor yang Mempengaruhi Anestesi
Menurut Soenarjo & Jatmiko (2010), faktor yang mempengaruhi
anestesi, antara lain:
a. Faktor respirasi (untuk obat inhalasi)
Sesudah obat anestesi inhalasi sampai di alveoli, maka akan
mencapai tekanan parsiel tertentu, makin tinggi konsentrasi zat
yang dihirup tekanan parsielnya makin tinggi. Perbedaan tekanan
16
parsial zat anestesi dalam alveoli dan di dalam darah menyebabkan
terjadinya difusi. Bila tekanan di dalam alveoli lebih tinggi maka
difusi terjadi dari alveoli ke dalam sirkulasi dan sebaliknya difusi
terjadi dari sirkulasi ke dalam alveoli bila tekanan parsial di dalam
alveoli lebih rendah (keadaan ini terjadi bila pemberian obat
anestesi dihentikan). Makin tinggi perbedaan tekanan parsial makin
cepat terjadinya difusi.
Proses difusi akan terganggu bila terdapat penghalang antara
alveoli dan sirkulasi darah misalnya pada odem paru dan fibrosis
paru. Pada keadaan ventilasi alveoler meningkat misalnya pada
nafas dalam maka obat inhalasi berdifusi lebih banyak dan
sebaliknya, pada keadaan ventilasi yang menurun misalnya pada
depresi respirasi atau obstruksi respirasi.
b. Faktor sirkulasi
Aliran darah paru menentukan pengangkutan gas anestesi
dari paru ke jaringan dan sebaliknya. Pada gangguan pembuluh
darah paru makin sedikit obat yang dapat diangkut demikian juga
pada keadaan cardiac output yang menurun.
Blood gas partition coefisien adalah rasio konsentrasi zat
anestesi dalam darah dan dalam gas bila keduanya dalam keadaan
keseimbangan. Bila kelarutan zat anestesi dalam darah tinggi/BG
koefisien tinggi maka obat yang berdifusi cepat larut di dalam
darah, sebaliknya obat dengan BG koefisien rendah, maka cepat
terjadi keseimbangan antara alveoli dan sirkulasi darah, akibatnya
penderita mudah tertidur waktu induksi dan mudah bangun waktu
anestesi diakhiri.
c. Faktor jaringan
Yang menentukan faktor jaringan, antara lain:
1) Perbedaan tekanan parsial obat anestesi di dalam sirkulasi darah
dan di dalam jaringan
2) Kecepatan metabolisme obat
17
3) Aliran darah dalam jaringan
4) Tissue/ Blood partition coefisien
d. Faktor obat anestesi
Tiap-tiap zat anestesi mempunyai potensi yang berbeda.
Untuk mengukur potensi obat anestesi inhalasi dikenal adanya
MAC (minimal alveolar concentration). Menurut Merkel dan Eger
(1963), MAC adalah konsentrasi obat anestesi inhalasi minimal
pada tekanan udara 1 atm yang dapat mencegah gerakan otot skelet
sebagai respon rangsangan sakit supra maksimal pada 50% pasien
atau dapat diartikan sebagai konsentrasi obat inhalasi dalam alveoli
yang dapat mencegah respon terhadap incisi pembedahan pada
50% individu. Makin rendah MAC makin tinggi potensi obat
anestesi tersebut.
6. Gangguan Pasca Anestesi
Menurut Potter dan Perry (2009), gangguan yang biasa terjadi
pasca anastesi, yaitu:
a. Pernapasan
Gangguan pernapasan cepat menyebabkan kematian karena
hipoksia sehingga harus diketahui sedini mungkin dan segera di
atasi. Penyebab yang sering dijumpai sebagai penyulit pernapasan
adalah sisa anastesi (penderita tidak sadar kembali) dan sisa
pelemas otot yang belum dimetabolisme dengan sempurna, selain
itu lidah jatuh kebelakang menyebabkan obstruksi hipofaring.
Kedua hal ini menyebabkan hipoventilasi, dan dalam derajat yang
lebih beratmenyebabkan apnea.
b. Sirkulasi
Penyulit yang sering di jumpai adalah hipotensi, syok dan
aritmia. Hal ini disebabkan oleh kekurangan cairan karena
perdarahan yang tidak cukup diganti. Sebab lain adalah sisa
18
anestesi yang masih tertinggal dalam sirkulasi, terutama jika
tahapan anestesi masih dalam akhir pembedahan.
Menurut Latief, dkk (2002), terapi farmakologi yang
diberikan jika terjadi gangguan pada kardiovaskular, jika pasien
mengalami hipertensi, terapi diarahkan pada faktor penyebabnya
dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid
(niprus) 0.5-1.0 µg/kg/menit. Sedangkan terapi pada pasien yang
mengalami hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya dan
diberikan O2 100% dan infus kristaloid RL atau asering 300-500
ml. Pada pasien yang mengalami nyeri pasca operasi, nyeri yang
ditimbulkan yaitu berat, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg.
Pada pasien yang mengalami nyeri sedang atau ringan jarang
diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan
analgetik golongan AINS (anti inflamasi non steroid) misalnya
keterolak 10-30 mg iv atau im.
c. Regurgitasi dan muntah
Regurgitasi adalah keluarnya isi lambung tanpa kontraksi
sedangkan muntah adalah kondisi ketika isi lambung secara paksa
melalui mulut. Muntah disertai kontraksi pada lambung dan otot
perut. Regurgitasi dan muntah disebabkan oleh hipoksia selama
anastesi. Pencegahan muntah penting karena dapat menyebabkan
aspirasi.
d. Hipotermi
Gangguan metabolisme mempengaruhi kejadian hipotermi,
selain itu juga karena efek obat-obatan yang dipakai. General
anestesi juga memengaruhi ketiga elemen termoregulasi yang
terdiri atas elemen input aferen, pengaturan sinyal di daerah pusat
dan juga respons eferen, selain itu dapat juga menghilangkan
proses adaptasi serta mengganggu mekanisme fisiologi pada fungsi
termoregulasi yaitu menggeser batas ambang untuk respons proses
vasokonstriksi, menggigil, vasodilatasi, dan juga berkeringat.
19
e. Gangguan faal lain
Diantaranya gangguan pemulihan kesadaran yang disebabkan
oleh kerja anestesi yang memanjang karena 14 dosis berlebih relatif
karena penderita syok, hipotermi, usia lanjut dan malnutrisi
sehingga sediaan anestesi lambat dikeluarkan dari dalam darah.
C. Tekanan Darah
1. Pengertian Tekanan Darah
Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah adalah kekuatan
yang dihasilkan dinding arteri dengan memompa darah dari jantung.
Darah mengalir karena adanya perubahan tekanan, di mana terjadi
perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah.
Tekanan darah sistemik atau arterial merupakan indikator yang paling
baik untuk kesehatan kardiovaskuler. Kekuatan kontraksi jantung
mendorong darah ke dalam aorta. Puncak tekanan maksimum saat
ejeksi terjadi disebut tekanan sistolik. Saat ventrikel berelaksasi, darah
yang tetap berada di arteri menghasilkan tekanan minimal atau
tekanan diastolik. Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang
dihasilkan terhadap dinding arteri pada tiap waktu.
Menurut Nixson Manurung (2018), tekanan darah adalah
kekuatan yang digunakan oleh darah yang bersirkulasi pada dinding-
dinding dari pembuluh-pembuluh darah, dan merupakan tanda-tanda
vital yang utama dari kehidupan, yang juga termasuk detak jantung,
kecepatan pernafasan dan temperatur. Tekanan darah dihasilkan oleh
jantung yang memompa darah ke dalam arteri-arteri diatur oleh respon
arteri-arteri pada aliran darah.
Tekanan darah atau blood pressure adalah tekanan darah pada
dinding arteri yang terjadi akibat kontraksi otot jantung. Tergantung
pada kekuatan gerak jantung, kelenturan dinding arteri volume dan
viskositas darah, serta hambatan pada pembuluh darah.
20
2. Fisiologi Tekanan Darah Arteri
Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah menggambarkan
hubungan antara curah jantung, resistensi perifer, volume darah,
kekentalan darah, dan elastis arteri. Pengetahuan ini akan membantu
pengkajian perubahan tekanan darah.
a. Curah jantung
Tekanan darah bergantung pada curah jantung. Saat volume
pada ruang tertutup (seperti dalam pembuluh darah) bertambah,
maka tekanan darah akan meningkat. Oleh karena itu, jika curah
jantung meningkat, maka darah yang dipompakan terhadap dinding
arteri akan bertambah sehingga tekanan darah meningkat. Curah
jantung meningkat karena adanya peningkatan frekuensi denyut
jantung, kontraktilitas otot jantung, atau volume darah. Perubahan
frekuensi jantung terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan
kontraktilitas otot jantung atau volume darah. Peningkatan
frekuensi jantung yang cepat akan menurunkan waktu pengisian
jantung. Akibatnya, terjadi penurunan tekanan darah.
b. Resistensi perifer
Tekanan darah bergantung pada resistensi vaskuler perifer.
Darah bersirkulasi melalui jaringan arteri, arteriola, kapiler, venula,
dan vena. Arteri dan arteriola dikelilingi otot polos yang
berkontraksi atau berelaksasi untuk mengubah ukuran lumen.
Ukuran tersebut akan berubah untuk menyesuaikan diri terhadap
aliran darah sesuai kebutuhan jaringan lokal. Secara normal, arteri
dan arteriola berada dalam keadaan konstriksi parsial untuk
mempertahankan aliran darah yang konstan. Resistensi perifer
adalah resistensi terhadap aliran darah yang ditentukan oleh tonus
otot pembuluh darah dan diameternya. Semakin kecil ukuran lumen
pembuluh darah perifer, maka semakin besar resistensinya terhadap
aliran darah. Dengan meningkatnya resistensi, maka tekanan darah
21
arteri meningkat. Dengan dilatasi dan penurunan resistensi, tekanan
darah menurun.
c. Volume darah
Volume darah yang bersirkulasi dalam sistem vaskular
memengaruhi tekanan darah. Sebagian besar individu dewasa
memiliki volume darah sebesar 500 ml. Volume ini biasanya tetap.
Jika terjadi peningkatan volume, tekanan terhadap dinding arteri
meningkat. Sebagai contoh, infus cairan intravena yang cepat dan
tidak terkontrol akan meningkatkan tekanan darah. Saat volume
darah berkurang (pada perdarahan atau dehidrasi) tekanan darah
akan menurun.
d. Kekentalan
Kekentalan atau viskositas darah akan memengaruhi
kemudahan aliran darah melalui pembuluh darah kecil. Hematokrit
atau persentase sel darah merah dalam darah, menentukan
kekentalan darah. Jika hematokrit meningkat dan aliran darah
melambat, maka tekanan arteri akan meningkat. Jantung lebih kuat
berkontraksi untuk memindahkan darah di sepanjang sistem
sirkulasi.
e. Elastisitas
Dinding arteri normal bersifat elastis dan dapat meregang.
Seiring peningkatan tekanan dalam arteri, diameter pembuluh darah
akan bertambah untuk mengakomodasi perubahan tekanan.
Distensibilitas arteri mencegah fluktuasi yang besar dalam tekanan
darah.
3. Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Menurut Perry & Potter (2009), tekanan darah tidak bersifat
konstan, banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah, yaitu :
22
a. Usia
Tekanan darah bervariasi sesuai usia. Tekanan darah
meningkat saat masa kanak-kanak. Periksa tekanan darah sesuai
dengan ukuran tubuh dan usia. Anak-anak yang lebih besar (lebih
berat/lebih tinggi) memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan anak seusianya dengan ukuran tubuh yang lebih
kecil. Saat remaja, tekanan darah terus bervariasi sesuai ukuran
tubuh.
Tekanan darah pada orang dewasa akan meningkat sesuai
usia. Tekanan darah optimal untuk dewasa usia paruh baya adalah
di bawah 120/80 mmHg. Nilai 120-139/80-89 mmHg sebagai
prehipertensi (National HighPressure Education Progress,
NHBPEP, 2003). Lansia biasanya mengalami peningkatan tekanan
darah sistolik yang berhubungan dengan elastisitas pembuluh darah
yang menurun; tetapi tekanan darah lebih dari 140/90 didefiniiskan
sebagai hipertensi dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit
yang berhubungan dengan hipertensi.
Tabel 2.1. Tekanan Darah Optimal Rata-Rata Sesuai Usia
Usia Tekanan darah (mmHg)
Neonatus 40 (rerata)
1 bulan 85/54
1 tahun 95/65
6 tahun 105/65
10-13 tahun 110/65
14- 17 tahun 120/75
>18 tahun
23
Tabel 2.2. Klarifikasi Tekanan Darah Untuk Usia 18 Tahun Ke
Atas
Katagori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipotensi
24
peningkatan tekanan darah yang lambat. Saat bangun, terjadi
peningkatan tekanan darah pagi (Redon, 2004). Tekanan darah
tertinggi ditemukan saat siang hari di antara pukul 10.00-18.00
(Redon, 2004). Setiap orang memiliki pola dan variasi tingkat yang
berbeda.
f. Obat-obatan
Beberapa obat mempengaruhi tekanan darah secara langsung
maupun tidak langsung. Sebelum pengkajian tekanan darah darah,
tanyakan klien mengenai riwayat obat antihipertensi atau obat
jantung lainnya yang dapat menurunkan tekanan darah. Kelas obat
lain yang memengaruhi tekanan darah adalah analgesik opioid yang
dapat menurunkan tekanan darah. Vasokontriktor dan asupan
cairan intravena yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah.
g. Aktivitas dan berat badan
Olahraga dapat menurunkan tekanan darah untuk beberapa
jam sesudahnya. Para lansia mengalami penurunan tekanan darah
sebanyak 5-10 mmHg 1 jam setelah makan. Peningkatan kebutuhan
oksigen saat beraktivitas akan meningkatkan tekanan darah.
Olahraga yang tidak cukup dapat menyebabkan peningkatan berat
badan dan obesitas yang merupakan faktor terjadinya hipertensi
(Thomas et al, 2002).
h. Merokok
Merokok menyebabkan vasokonstriksi. Saat seseorang
merokok, tekanan darah meningkat, dan akan kembali ke nilai
dasar dalam 15 menit setelah berhenti merokok (NHBPEP, 2003).
4. Tekanan Darah Pasca Anestesi
Setelah teranestesi, tekanan darah akan turun dengan cepat
karena vasodilatasi. Hal ini menimbulkan timbunan darah di perifer
dan mengurangi aliran balik vena sehingga menyebabkan turunnya
25
curah jantung. Pasien dapat mengalami kerusakan organ akibat perfusi
yang kurang, bahkan dapat terjadi henti jantung karena kurangnya
perfusi koroner (Boulton & Blogg, 1994 dalam Fadhlina, 2010).
Penurunan tekanan darah berhubungan dengan penurunan curah
jantung, resistensi pembuluh sistemik, hambatan mekanisme
baroreseptor, depresi kontraktilitas miokard, penurunan aktivitas
simpatik dan efek inotropik negatif (Clarke, 1995 dalam Fadhila,
2010).
Menurut Julien (1994) dalam Lestari (2010) komplikasi anestesi
pada kardiovaskuler dapat berupa hipertensi, hipotensi, disritmia,
PONV (Post Operative Nausea and Vomiting).
a. Hipertensi
Menurut Morton, dkk (2017), hipertensi digolongkan
menurut derajat keparahannya. Penggolongan berkisar dari
hipertensi ringan dengan tekanan diastolik antara 90 dan 104
mmHg, sampai berat dengan tekanan diastolik 105 dan 120 mmHg,
hingga malignan tekanan diastolik lebih dari 120 mmHg.
Dua penyebab terjadinya hipertensi pascaoperatif yang paling
sering adalah riwayat hipertensi dan nyeri. Hipertensi dapat
dikaitkan dengan vasokonstriksi perifer dan menggigil. Agens
anestetik inhalasi dan IV dapat menyebabkan hipoksia dan
hiperkarbia yang mengakibatkan peningkatan pelepasan
katekolamin dan peningkatan tekanan darah. Ketamin, obat
disosiatif yang digunakan dalam anestesia, merangsang sistem saraf
simpatis dan dapat menyebabkan takikardia dan hipertensi. Selain
itu, bila diberikan terlalu cepat, nalakson dapat memicu terjadinya
hipertensi, yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya edema
paru atau hemoragi serebral. Penyebab lain dari hipertensi meliputi
hipertermia, kecemasan, distensi kandung kemih, kelebihan bebas
cairan, nyeri, manset tekanan darah yang terlalu sempit, dan tidak
memberikan terapi antihipertensi sebelum pembedahan.
26
Hipertensi sementara dapat terjadi selama induksi, intubasi,
atau perubahan posisi, saat insisi bedah dilakukan, atau selama
pasca-anestesia. Hipertensi sementara dapat dihindari oleh seorang
praktisi anestesia yang waspada.
b. Hipotensi
Menurut Morton, dkk (2017), kemungkinan komplikasi
kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada periode
pascaoperatif adalah hipotensi. Hipotensi sering kali disebabkan
oleh penurunan sirkulasi volume darah. Hipotensi didefinisikan
sebagai penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 25% sampai
30% dari nilai dasar pada saat istirahat. Intervensi diindikasikan
bila tekanan darah menurun hingga mencapai lebih dari 30% dari
nilai dasar. Agen anestetik dapat memengaruhi tekanan darah
dengan berbagai cara. Anestetik regional, seperti bupivakain dan
tetrakain, dapat menurunkan tekanan darah melalui blokade
simpastis dan vasodilatasi. Agen IV, termasuk opioid,
menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin, yang
menyebabkan tekanan darah menurun. Tranquilizer, khususnya
droperidol dan klorpromazin hidroklorida, menimbulkan blokade
simpatis dan kemudian menurunkan tekanan darah. Barbiturat
menyebabkan depresi miokardium, seperti yang disebabkan agens
inhalasi seperti isofluran, enfluran, halotan, sevofluran, dan
desfluran. Relaksan otot dapat menyebabkan hipotensi melalui
blokade ganglionik dan pelepasan histamin.
Karena penurunan aliran balik vena terlihat menyertai
hipovolemik dan depresi miokardium, perawat mempertimbangkan
keadekuatan penggantian volume, kehilangan darah, ruang ketiga,
dan diuresis yang berlebihan. Perawat mengevaluasi pasien untuk
mengetahui adanya hipotensi ortostatik dengan mengukur tanda-
tanda vital dengan posisi pasien terlentang dan setelah meninggikan
kepala tempat tidur 60 derajat (bila tidak dikontraindikasikan oleh
27
prosedur pembedahan atau keadaan pasien). Disritmia jantung
dapat menyebabkan hipotensi, khusunya bila curah jantung
menurun, seperti yang terjadi pada takikardi supra ventrikular dan
bradikardia yang bermakna. Penyebab lain terjadinya hipotensi
pascaoperastif awal meliputi sepsis, emboli paru, reaksi tranfusi,
dan nyeri.
D. Denyut Jantung
1. Konsep Denyut Jantung
Denyut nadi adalah frekuensi irama denyut/detak jantung yang
dapat dipalpasi (diraba) dipermukaan kulit pada tempat-tempat
tertentu. Berdasarkan aliran darahnya, pembuluh darah dibedakan
menjadi dua macam, yaitu pembuluh nadi atau arteri (pembuluh darah
yang mengalirkan darah dari jantung) dan pembuluh balik atau vena
(pembuluh darah yang mengalirkan darah menuju jantung). Baik
pembuluh nadi maupun pembuluh balik masing-masing memiliki
cabang terkecil yang disebut dengan pembuluh kapiler (Fadhlina,
2010).
Menurut Mubarak,dkk (2015), denyut nadi merupakan denyutan
atau dorongan yang terjadi akibat proses pemompaan jantung. Denyut
nadi tidak selamanya konstan, kecepatan dan jumlah denyut nadi
dipengaruhi oleh perubahan kecepatan jantung terhadap rangsangan
yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Besarnya rangsangan simpatis dipengaruhi oleh rasa cemas, emosi,
rasa takut, dan marah. Rangsangan saraf simpatis mempercepat laju
denyut nadi, sedangkan saraf parasimpatis memperlambat denyut
nadi.
2. Laju Nadi
Dinding pembuluh nadi lebih tebal, kuat, dan elastis
dibandingkan dinding pembuluh balik. Pembuluh nadi harus kuat
28
karena harus menahan tekanan darah yang dipompa oleh jantung. Saat
jantung berdenyut, maka pembuluh nadi pun ikut berdenyut akibat
tekanan darah yang terpompa. Bagian jantung normal berdenyut
dalam rangkaian teratur, yaitu kontraksi atrium (sistole atrium) diikuti
oleh kontraksi ventrikel (sistole ventrikel) dan selama diastole
keempat ruang relaksasi. Laju nadi adalah jumlah denyut jantung
permenit, waktu permenit jantung berkontraksi. Frekuensi jantung
bervariasi sesuai fase pernafasan, yaitu dipercepat selama inspirasi dan
melambat selama ekspirasi (Fadhlina, 2010).
Menurut Mubarak,dkk (2015), kecepatan denyut nadi
merupakan angka yang menujukan detak yang dihitung dalam satu
menit. Pada kebanyakan kasus, kecepatan denyut nadi sama dengan
kecepatan jantung. Akan tetapi, jika denyut nadi diperiksa dengan
memalpasi pembuluh darah tepi, dan gelombang tekanan arteri tidak
tersebar sampai ke pembuluh darah tepi karena gangguan pembuluh
darah atau kerusakan kontraktilitasjantung, kecepatan jantung bisa jadi
lebih cepat daripada kecepatan denyut nadi. Kecepatan denyut nadi
dewasa berkisar 60-100 kali/menit. Takikardi adalah kecepatan denyut
nadi yang lebih besar dari 100 kali/menit sedangkan bradikardi adalah
kecepatan denyut nadi yang kurang dari 60 kali/menit.
Pada jantung manusia normal, tiap-tiap denyut berasal dari
noddus SA(irama sinus normal, NSR= NormalSinusRhythim). Nodus
SA merupakan maker jantung yang secara spontan menghasilkan
denyutan 60 sampai 100 kali per menit.
Tabel 2.3Rata-Rata Denyut Nadi Menurut Umur:
Umur Jumlah Nadi (Kali/Menit)
Bayi baru lahir 120-160
1-12 bulan 80-140
1-2 tahun 80-130
2-6 tahun 75-120
29
6-12 tahun 75-110
12 tahun sampai dewasa 60-100
Usia lanjut 60-80
Sumber: Mubarak,dkk (2015)
3. Anatomi dan Fisiologi
Arteri merupakan pembuluh darah yang kuat yang membawa
darah beroksigen dari jantung menuju ke jaringan-jaringan tubuh.
Bahan elastis dari dinding arteri memungkinkan arteri untuk
berdilatasi selama sistol dan berkontraksi selama diastol. Hasilnya
adalah denyut arteri yang dapat diraba. Denyut arteri tidak hanya
merefleksikan vaskularitas arteri tetapi juga memberikan indeks
fungsi jantung. Saat tanda-tanda vital yang diperiksa, denyut nadi
terutama dievaluasi untuk menentukan kecepatan dan irama jantung.
Akan tetapi, denyut nadi juga diperiksa untuk menentukan kepatenan
pembuluh darah, keadaan dinding arteri, dan kontur serta amplitudo
denyutan.
4. Tujuan Mengetahui Jumlah Denyut Nadi
a. Mengetahui kerja jantung
b. Menentukan diagnosis
c. Mengetahui adanya kelainan pada seseorang
Untuk memeriksa denyut nadi, dapat dilakukan pada tempat-
tempat berikut ini:
1) Arteri radialis pada pergelangan tangan
2) Arteri temporalis pada tulang pelipis
3) Arteri karotis pada leher
4) Arteri femoralis pada bagian selangkangan paha
5) Arteri dorsalis pedis pada punggung kaki
6) Arteri poplitea pada lipatan lutut
7) Arteri brakialis pada siku bagian dalam
30
8) Iktus kordis pada dinding iga 5-7
5. Faktor yang Mempengaruhi Denyut Jantung
Menurut Muffichatum dalam Setiawan (2017), faktor yang
mempengaruhi denyut jantung, yaitu:
a. Usia
Frekuensi nadi secara bertahap akan menetap memenuhi
kebutuhan oksigen selama pertumbuhan. Pada masa remaja, denyut
jantung menetap dan iramanya teratur. Pada orang dewasa efek
fisiologi usia dapat berpengaruh pada sistem kardiovaskuler. Pada
usia yang lebih tua lagi dari usia dewasa penentuan di kurang dapat
dipercaya. Frekuensi denyut nadi pada berbagai usia, dengan usia
antara bayi sampai dengan usia dewasa, denyut nadi paling
tinggiada pada bayi kemudian frekuensi denyut nadi menurun
seiringdengan pertambahan usia.
b. Jenis Kelamin
Denyut nadi yang tepat dicapai pada kerja maksimum, sub
maksimum pada wanita lebih tinggi dari pada pria. Pada laki-laki
muda dengan kerja 50% maksimal rata-rata nadi kerja mencapai
128 denyut per menit, pada wanita 138 denyut per menit. Pada
kerja maksimal pria rata-rata nadi kerja mencapai 154 denyut per
menit dan pada wanita 164 denyut per menit.
c. Keadaan kesehatan
Pada orang yang tidak sehat dapat terjadi perubahan irama
atau frekuensi jantung secara tidak teratur. Kondisi seseorang yang
barusembuh dari sakit frekuensi jantungnya cenderung meningkat.
d. Riwayat kesehatan
Riwayat seseorang berpenyakit jantung, hipertensi, atau
hipotensiakan mempengaruhi kerja jantung. Demikian juga pada
penderita anemia (kurang darah) akan mengalami peningkatan
31
kebutuhan oksigen sehingga mengakibatkan peningkatan denyut
nadi.
e. Intensitas dan lama kerja
Berat atau ringannya intensitas kerja berpengaruh terhadap
denyutnadi, lama kerja, waktu istirahat, dan irama kerja yang sesuai
dengankapasitas optimal manusia akan ikut mempengaruhi
frekuensi nadisehingga tidak melampaui batas maksimal. Apabila
melakukanpekerjaan yang berat dan waktu yang lama akan
mengakibatkandenyut nadi bertambah sangat cepat dibandingkan
dengan melakukan pekerjaan yang ringan dan dalam waktu singkat.
f. Sikap kerja
Posisi atau sikap kerja juga mempengaruhi tekanan darah.
Posisiberdiri mengakibatkan ketegangan sirkulasi lebih
besardibandingkan dengan posisi kerja duduk. Sehingga pada
posisiberdiri denyut nadi lebih cepat dari pada saat melakukan
pekerjaandengan posisi duduk.
g. Ukuran tubuh
Ukuran tubuh yang penting adalah berat badan untuk ukuran
tubuhseseorang. Semakin berat atau gemuk maka denyut nadi akan
lebihcepat.
h. Kondisi psikis
Kondisi psikis dapat mempengaruhi frekuensi jantung.
Kemarahan dan kegembiraan dapat mempercepat frekuensi nadi
seseorang.Ketakutan, kecemasan, dan kesedihan juga dapat
memperlambatfrekuensi nadi seseorang.
i. Pengaruh panas terhadap denyut nadi
Iklim kerja panas dapat menyebabkan beban tambahan pada
sirkulasidarah. Pada waktu melakukan pekerjaan fisik yang
beratdilingkungan panas, maka darah akan mendapat beban
tambahan,karena harus membawa oksigen ke bagian otot yang
sedang bekerja.Disamping itu darah juga harus membawa panas
32
dari dalam tubuh kepermukaan kulit. Hal demikian itu juga
merupakan beban tambahanbagi jantung yang harus memompa
darah lebih banyak lagi. Akibatdari pekerjaan ini, maka frekuensi
denyut nadipun akan meningkatpula.
E. Terapi Musik Suara Alam
1. Pengertian Terapi Musik
Terapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata
terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk
membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan
dalam konteks masalah fisik atau mental. Dalam kehidupan sehari-
hari, terapi terjadi dalam berbagai bentuk. Misalnya, para psikolog
akan mendengar dan berbicara dengan klien melalui tahapan
konseling yang kadang-kadang perlu disertai terapi, ahli nutrisi akan
mengajarkan tentang asupan nutrisi yang tepat, ahli fisioterapi akan
memberikan berbagai latihan fisik untuk mengembalikan fungsi otot
tertentu. Seorang terapi musik akan menggunakan musik dan aktivitas
musik untuk memfasilitasi proses terapi dalam membantu kliennya
(Djohan, 2006).
Menurut Djohan (2006), kata musik dalam terapi musik
digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus
dalam rangkaian terapi. Terapi musik adalah terapi yang bersifat non
verbal. Dengan bantuan musik, pikiran-pikiran seseorang dibiarkan
mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang menyenangkan,
mengangankan hal-hal yang diimpikan dan dicita-citakan, atau
langsung mencoba menguraikan permasalahan yang ia hadapi.
Musik dapat mempengaruhi fungsi-fungsi fisiologis, seperti
respirasi, denyut nadi, dan tekanan darah. Musik merupakan sebuah
rangsangan pendengaran yang terorganisir yang terdiri atas melodi,
ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya.
33
Menurut Andarmoyo (2013), penatalaksanaan non farmakologi
terdiri dari intervensi perilaku kognitif yang meliputi tindakan
distraksi, tehnik relaksasi, imajinasi terbimbing, hypnosis dan
sentuhan terapeutik (massage).
2. Manfaat Terapi Musik
Menurut Djohan (2006), manfaat terapi musik antara lain :
a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
b. Mempengaruhi pernafasan
c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia
d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia
e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera
f. Bisa mempengaruhi rasa sakit
Menurut Don Campbell (2001) dalam buku Djohan (2006),
berikut pemanfaatan penyembuhan dengan musik, yaitu :
1) Musik menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan
2) Musik dapat memperlambat dan menyeimbangkan gelombang
otak
Gelombang otak dapat dimodifikasi baik oleh suara musik
maupun suara yang ditimbulkan sendiri. Kesadaran biasa terdiri
atas gelombang beta, yang bergetar dari 14 hingga 20 hertz.
Gelombang beta terjadi apabila seseorang memusatkan
perhatian pada kegiatan sehari-hari di dunia luar, maupun
apabila seseorang mengalami perasaan negatif yang kuat.
Ketenangan dan kesadaran yang meningkat dicirikan oleh
gelombang alfa, yang daurnya mulai 8 hingga 13 hertz. Periode-
periode puncak kreativitas, meditasi dan tidur dicirikan oleh
gelombang theta dari 4 hingga 7 hertz dan tidur nyenyak,
meditasi yang dalam, serta keadaan tak sadar menghasilkan
gelombang delta, yang berkisar 0,5 hingga 3 hertz. Semakin
34
lambat gelombang otak, semakin santai, puas dan damailah
perasaan kita.
3) Musik mempengaruhi pernapasan
Laju pernapasan yang lebih dalam atau lebih lambat
sangat baik, menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran
yang lebih dalam, dan metabolisme yang lebih baik. Pernapasan
yang dangkal dan cepat dapat membawa seseorang ke pemikiran
yang superfisial dan terpecah-pecah, perilaku implusif, dan
kecenderungan untuk membuat kesalahan dan mengalami
kecelakaan.
4) Musik mempengaruhi denyut jantung
Denyut jantung manusia terutama disesuaikan dengan
bunyi dan musik. Denyut jantung menanggapi variabel-variabel
musik seperti frekuensi, tempo, dan volume serta cenderung
menjadi lebih cepat atau menjadi lebih lambat guna menyamai
ritme suatu bunyi. Semakin cepat musiknya, semakin cepat
detak jantung. Demikian semakin lambat musiknya, semakin
lambat detak jantung. Sama dengan laju pernapasan, detak
jantung yang lebih lambat menciptakan tingkat stres dan
ketegangan fisik yang lebih rendah, menenangkan pikiran, dan
membantu tubuh untuk meyembuhkan dirinya sendiri.
5) Musik mempengaruhi tekanan darah
Musik-musik simulatif cenderung meningkatkan energi
tubuh, menyebabkan tubuh bereaksi, meningkatkan detak
jantung dan tekanan darah. Sedangkan musik-musik sedatif atau
musik relaksasi menurunkan detak jantung dan tekanan darah,
menurunkan tingkat rangsang dan secara umum membuat
tenang (Djohan,2006).
6) Musik mengurangi ketegangan otot, memperbaiki gerak dan
koordinasi tubuh
35
Melalui sistem saraf otonom, saraf pendengaran
mengubungkan telinga dalam dengan semua otot dalam tubuh.
Oleh karena itu, kekuatan, kelenturan, dan ketegangan otot
dipengaruhi oleh bunyi dan getaran.
7) Musik dapat menaikkan tingkat endofrin
Endofrin merupakan candu milik otak yang dapat
mengurangi rasa sakit dan menimbulkan keadaan fly alamiah.
Zat-zat kimiawi penyembuh yang ditimbulkan oleh kegembiraan
dan kekayaan emosional dalam musik memungkinkan tubuh
menciptakan zat anestetiknya sendiri dan meningkatkan fungsi
kekebalannya. Rasa bahagia yang dihasilkan dengan
mendengarkan musik tertentu merupakan hasil pelepasan
endorfin oleh kelenjar pituitari.
8) Musik dapat mengatur hormon-hormon yang berkaitan dengan
stres
Para ahli anestesiologi melaporkan bahwa kadar hormon-
hormon stres dalam darah menurun secara signifikan pada
orang-orang yang mendengarkan musik. Terapi musik sangat
efektif dalam meredakan kegelisahan dan stress, mendorong
perasaan rileks, meredakan depresi dan mengatasi insomnia.
3. Mekanisme Musik sebagai Terapi
Menurut Nilsson (2009), musik dapat berpengaruh secara fisik
maupun psikologis. Beberapa studi yang telah dilakukan menunjukan
bahwa musik dapat mempengaruhi konsentrasi kortisol saliva tekanan
darah sistolik dan juga diastolik, denyut jantung dan pernafasan.
Secara psikologis, musik dapat membuat seseorang menjadi rileks,
menurunkan rasa cemas dan mengurangi rasa sakit.
Menurut Primadita (2011), setelah mendengarkan musik atau
mendapat rangsangan suara maka akan diterima oleh daun telinga
pendengarnya. Kemudian telinga akan membedakan frekuensi dan
36
mengirimkan informasi kesususnan saraf pusat. Setiap bunyi yang
dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran udara akan diterima oleh
telinga. Getaran tersebut diubah menjadi impuls mekanik ditelinga
tengah dan diubah menjadi impuls elektrik ditelinga bagian dalam
yang akan diteruskan melalui saraf pendengaran menuju ke korteks
pendengaran diotak. Disamping menerima sinyal dari talamus (salah
satu bagian otak yang berfungsi menerima pesan dari indera dan
diteruskan kebagian otak lain). Amigdala juga menerima sinyal dari
semua kotteks limbic (emosi/perilaku) seperti neokortekslobus
temporal (korteks atau lapisan otak yang hanya ada pada manusia),
pariental (bagian otak tengah), dan oksipital (otak belakang) terutama
diarea asosiasi auditorik dan area asosiasi visual.
Talamus menjalankan sinyal ke neokorteks (area otak yang
berfungsi untuk berfikir atau mengolah data dan informasi yang akan
masuk ke otak). Dineokorteks sinyal disusun menjadi benda yang
dipahami dan dipilah-pilah menurut maknanya, sehingga otak
mengenali masing-masing objek dan arti kehadirannya. Kemudian
amigdaka menjalankan sinyal ke hipokampus (membantu otak dalam
menyimpan ingatan yang baru). Hipokampus merupakan salah satu
dari sekian banyak jalur keluar penting yang berasal dari area ganjaran
dan hukuman. Diantara motivasi-motivasi terdapat dorongan dalam
otak untuk mengingat pengalaman-pengalaman, pikiran-pikiran yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan. Dengan mendengarkan
musik tanpa mengetahui maknanya juga tetap bermanfaat apabila
mendengarkan dengan keikhlasan dan kerendahan. Sebab musik akan
memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala sehingga
menimbulkan suasana hati positif.
Hipotalamus juga dinamakan pusat stress otak karena fungsi
gandanya dalam keadaan darurat. Fungsi pertamanya mengaktifkan
cabang simpatis dan sistem otonom. Hipotalamus menghantarkan
impuls saraf ke nukleus-nukleus dibatang otak yang mengendalikan
37
fungsi sistem saraf otonom dan cabang simpatis. Saraf otonom
bereaksi langsung pada otot polos dan organ internal yang
menghasilkan beberapa perubahan tubuh seperti peningkatan denyut
jantung dan peningkatan tekanan darah.
4. Musik Suara Alam
Musik instrument adalah suatu komposisi atau rekaman musik
tanpa lirik yang merupakan perpaduan dari berbagai macam hasil
rekam bunyi-bunyian, baik bunyi yang berasal dari alat elektronik
maupun berasal dari lingkungan alam atau yang berasal dari
perpaduan keduanya. Musik instrument bisa dari elektronik misalnya
alat musik modern seperti gitar listrik, bass, dram, dan dari alam yang
dihasilkan dari suara burung , suara katak, suara angin, suara ombak,
suara-suara yang menggambarkan suasana hutan, suasana pantai dan
lain-lain.
Musik dan suara alam dapat meminimalkan persepsi pasien
terhadap suara-suara dilingkungan sekitarnya atau pikiran-pikiran
yang membuat cemas dan meningkatkan nyeri pada pasien tersebut,
ada konvergensi yang terjadi antara input sensorik seperti halnya
terapi musik relaksasi suara alam serta kombinasi keduanya dan ouput
saraf yang mengatur rasa sakit dan respon stress.
Pythagoras menemukan musik berdasarkan hukum alam. Pikiran
manusia dapat merasakan adanya vibrasi dan proporsi nada sebagai
nada musik dan interval. Hal ini sejalan dengan pikiran pythagoras
bahwa nada dan interval adalah refleksi dari tataran spiritual dan alam
semesta (Djohan, 2006).
F. Penelitian Terkait
Sri Wahyu Utama (2017) Pengaruh Terapi Musik Alam terhadap
Frekuensi Denyut Jantung pada Pasien Selama Operasi dengan Anestesi
Spinal di RSUD Pandan Arang Boyolali. Didapatkan nilai (p-value = 0,000
38
< 0,05). Kesimpulan dari penelitian adalah ada pengaruh signifikan musik
alam terhadap frekuensi denyut jantung pada pasien selama operasi dengan
anestesi spinal di RSUD Pandan Arang Boyolali.
Nunung Arian Pradita (2016) Pengaruh Pemberian Terapi Musik
Klasik terhadap Tekanan Darah dan Denyut Jantung pasien Pasca Operasi
dengan Anestesi Umum di RS Dr. Moewardi Surakarta. Didapatkan hasil
paired sampel t-test pada tekanan darah sistol kelompok intervensi, dimana
rata-rata tekanan darah sistol pada post test lebih tinggi dibandingkan pre
test (116,58 > 100,53) dan pada tekanan darah diastol didapatkan rata-rata
tekanan darah diastol pada post test lebih tinggi dibandingkan pre test
(78,27 > 70,73). Sedangkan pada denyut jantung didapatkan hasil nilai
frekuensi denyut jantung pre test ternyata lebih rendah dibandingkan post
test (62,07 < 65,27) berarti ada perbedaan yang signifikan frekuensi denyut
jantung pre dan post test pada kelompok intervensi.
Dwi Retna Lestari (2010) Perbandingan Efek Hemodinamik antara
Propofol dan Etomidate pada Induksi Anestesi Umum. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan hemodinamik yang bermakna
antara sebelum dan setelah induksi propofol 2,5 mg/kg atau etomidate
0,2mg/kg.
Moh Alimansur (2014) Pengaruh Terapi Musik Terhadap Perubahan
Tanda-Tanda Vital Pada Pasien Post Operasi Fraktur yang Mengalami Nyeri
di RSUD dr. Harjono Ponorogo. Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon
(alpha = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan efek musik terhadap tekanan
darah dengan nilai-p signifikan (0,002), denyut nadi dengan nilai-p (0,025),
pernapasan dengan nilai-p (0,014) dan yang tidak signifikan adalah suhu
tubuh nilai-p (0,180)
39
G. Kerangka Teori
Gambar 2.1
Sumber (Perry & Potter, 2009; Djohan, 2006; Andarmoyo, 2013)
.
H. Kerangka Konsep
Dipengaruhi oleh:
1. Umur
2. Stres
3. Etnik
4. Jenis kelamin
5. Variasi harian
6. Obat-obatan
7. Aktivitas dan berat badan
8. Merokok
Dipengaruhi oleh:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Keadaan kesehatan
4. Riwayat kesehatan
5. Intensitas dan lama kerja
6. Sikap kerja
7. Ukuran tubuh
8. Konidis psikis
9. Pengaruh panas terhadap denyut
nadi
Tekanan Darah Denyut Jantung
Intervensi
Terapi Farmakologi Terapi Non Farmakologi
1. Obat antihipertensi
(Klonidin atau nitroprusid)
2. Berikan O2 100%
3. Terapi infus kristaloid RL
atau asering
4. Opioid
5. AINS (anti inflamasi non
steroid)
Hypnosi
s
Distraksi
Terapi Musik
Suara Alam
Massage Guide imagery
Relaksasi
40
H. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sebuah hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lain atau variabel-variabel dari masalah yang
ingin dilakukan (Aprina & Anita, 2018). Berdasarkan tinjauan diatas,
penulis membuat kerangka konsep sebagai berikut:
Gambar 2.2
Kerangka Konsep
Kelompok
Intervensi
Kelompok
Kontrol
I. Hipotesis
Ha :
1. Ada pengaruh terapi musik suara alam terhadap peningkatan tekanan
darah pasien pasca operasi dengan anestesi umum di RSUD Dr. H
Abdul Moelok Provinsi Lampung tahun 2020
2. Ada pengaruh terapi musik suara alam terhadap peningkatan denyut
jantung pasien pasca operasi dengan anestesi umum di RSUD Dr. H
Abdul Moelok Provinsi Lampung tahun 2020
Variabel Dependent Variabel Independent