Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit menular yang paling sering
menyerang paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Penyebabnya
utama dari penyakit TB adalah adanya suatu basil Gram-positif tahan asam
dengan pertumbuhan sangat lamban, yakni Mycobacterium tuberculosis. Adapun
gejala-gejala dari TBC antara lain batuk kronis, demam, perasaan letih,
berkeringat waktu malam, keluhan pernapasan, malaise, hilang nafsu makan,
turunnya berat badan, dan rasa nyeri dibagian dada. Dahak penderita berupa
mucoid (lendir) dan mengandung darah (purulent) (Tjay, 2007).
2.1.2 Penyebab Tuberkulosis (TBC)
Gambar 2.1 Micobacterium Tuberculosis
Menurut Kemenkes (2014) penyebab utama dari penyakit Tuberculosis
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Ada beberapa spesies Micobacterium, yaitu
M. Tuberkulosis, M. Bovis, M. Africanum, M. Laprae yang dikenal denga Bakteri
Tahan Asam (BTA). Golongan Bakteri Microbacterium yang dapat
6
menyebabkan gangguan pada saluran pernafasan selain Micobacterium Tuberculosis
adalah MOTT (Micobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang dapat
menggangu pada saat melakukan diagnosis dan pengobatan TB. Secara umum sifat
Micobakterium Tuberculosis antara lain :
1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2-0,6 mikron
2. Bersifat tahan asam dalam pewarnaan dengan metode Ziehl Neeslen.
3. Bakteri berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah
mikroskop.
4. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidup dalam jangka
waktu yang lama pada suhu 4ºC-70ºC.
5. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultraviolet.
6. Paparan langsung terhadap sinar Ultraviolet sebagian besar dapat membunuh
kuman dalam beberpa menit.
7. Kuman dapat bersifat domant (tidur/tidak berkembang).
2.1.3 Gejala dan Diagnosis Tuberkulosis (TBC)
1. Gejala Tuberkulosis
Gambar 2.2 Gejala Tuberkulosis
Gejala utama pada penderita Tuberkulosis (TB) paru adalah batuk berdahak
kurang lebih selama 2 minggu. Batuk dapat disertai dengan beberapa gejala
tambahan seperti dahak bercampur darah, batuk berdarah, sesak nafas, menurunnya
nafsu makan, badan lemas, malaise, berkeringat pada malam hari tanpa melakukan
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari sebulan (Kemenkes, 2018).
2. Diagnosis Tuberkulosis
7
a) Untuk upaya pengendalian TB secara Nasional, maka diagnosis TB paru
pada orang dewasa harus di utamakan, dalam pemeriksaan bakteriologis.
Pemeriksaan bakteriologis yaitu pemeriksaan dengan mikroskopis langsung
dan tes cepat.
b) Jika pada tes bakteriologi mendapatkan hasil yang negatif, maka dilanjutkan
dengan pemeriksaan secara klinis menggunakan hasil dari pemeriksaan klinis
penunjang (seperti memberikan pemeriksaan melalui foto toraks) yang sesuai
oleh dokter yang telah terlatih TB.
c) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya dengan melakukan pemeriksaan
foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik
pada TB paru, karena dapat menyebabkan terjadinya Overdiagnosis atau
underdiagnosis.
d) Melakukan pemeriksaan dahak dengan cara pemeriksaan Mikroskopis
langsung. Dinyatakan BTA positif apabila minimal 1 dari pemeriksaan
contoh uji dahak SPS (sewaktu-pagi-sewaktu) hasilnya positif (Kemenkes,
2014).
2.1.4 Cara Penularan Tuberkulosis (TBC)
Sumber penularannya adalah penderita TB BTA positif melalui percikan
dahak yang dikeluarkan oleh penderita. Namun, bukan berarti penderita TB dengan
hasil pemeriksaan BTA negatif tidak mengandung kuman pada dahaknya. Hal ini
bisa saja terjadi karena jumlah kuman yang terkandung dalam sampel uji < dari
5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi melalui pemeriksaan mikroskopis
langsung. Penderita TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan
dapat menularkan penyakit TB (Kemenkes, 2014).
Pada penderita TB BTA positif tingkat penularannya adalah 65%, sedangkan pada
penderita TB BTA negatif dengan hasil kultur positif yaitu 26% dan pada penderita
TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. Pada kasus TB
ini infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik
renik dahak yang terinfeksi tersebut dan pada saaat penderita TB batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalah bentuk percikan dahak, sekali batuk
dapat menghasilkan 3000 percikan dahak (Kemenkes, 2014).
8
2.1.5 Komplikasi Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis paru apabila tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan
beberapa komplikasi. adapun komplikasi-komplikasi yang akan ditimbulkan oleh
Tuberkulosis yaitu :
1. Kompliksi dini : pleuritis, efusi pleura, empyema, dan laringitis.
2. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB stadium lanjut :
a. Hemoptosis mafis (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
menyebabkan kematian pada penderita karena terjadi sumbatan pada
saluran pernafasan atau syok hipovelemik.
b. Kolaps lobus akibat sumbatan duktus.
c. Bronkietaksis (pelebaran pada bronkus) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pnemotoraks spontan adalah pecahnya kantung kecil yang berisis udara
yang terdapat di paru-paru atau yang biasa disebut sebagai bleb/bulla
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dll.
(Atikawati, 2015)
2.1.6 Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Menurut Tjay 2007, dahulu TBC sukar sekali untuk disembuhkan, karena
belum ditemukannya obat yang dapat memusnahkan mycobacterium. Basil ini salah
satu basil yang pertumbuhannya sangat lambat dan sangat ulet, karena pada dinding
selnya mengandung kompleks lipida-glikopida, dan lilin (wax) yang sulit ditembus
oleh zat kimia. Mycobacterium juga tidak mengeluarkan enzim toksin maupun enzim
ekstraseluler. Penyakit ini bisa berkembang karena kuman ini mampu
memperbanyak diri didalam sel-sel fagosit dan juga tahan terhadap enzim-enzim
pencernaan sehingga mampu berkembang biak dengan baik. Pengobatan TB paru
terdiri dari dua fase, antara lain fase terapi intensif dan fase pemeliharaan.
a. Fase terapi intensif merupakan terapi menggunakan isoniazid yang
dikombinasikan dengan rifampisin dan priazinamida yaitu selama dua bulan
dan untuk prevensi resistensi dapat ditambahkan lagi dengan atambutol.
b. Fase pemeliharaan ini menggunakan kombinasi dari isoniazid dengan
rifampisin selama empat bulan lagi, sehingga seluruh masa pengobatan
mencakup 6 bulan. Telah dibuktikan bahwa kur singkat ini sama efektifnya
9
dengan kur lama dari 2+7 bulan. Untuk mengurangi efek samping dari
isoniazid (neuropati ) dapat juga diberikan pirodoksin (10 mg per hari).
Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif
membutuhkan waktu selama 6 atau 9 bulan (CDC, 2012; Gough, 2011; WHO, 2013)
dengan beberapa macam farmakoterapi. Berikut 4 obat yang umum digunakan untuk
pengobatan TB beserta dosisnya.
Tabel 2.1 Farmakoterapi yang umum digunakan penderita TB
Obat Kategori Dosis
Rifampisin Bakterisid < 50 kg = 450 mg/hari
> 50 kg 600 mg/hari
Isoniazid Bakterisid 300 mg/hari
Pyrazinamid Bakterisid < 50 kg = 1,5 g/hari
> 50 kg = 2 g/hari
Etambutol Bakteriostatik 15 g/kgBB
Selama pengobatan, terdapat 2 fase pengobatan : pertama yaitu pengobatan
dengan menggunakan isoniazid, rifampicin, pyrazinamid dan etambutol selama 2
bulan. Kedua ialah pengobatan hanya menggunakan isoniazid dan rifampicin selama
4 bulan (British National Formulary dalam McLafferty, 2013). Hal ini dilakukan
secara kontinu diharapkan baik bakteri yang aktif maupun yang dorman dapat
musnah (McLafferty, 2013).
Tabel 2.2 Panduan 1 OAT kategori 1
Berat Badan Terapi Intensif Terapi Lanjutan
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
keterangan:
RHZE = Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol
10
RH = Rifampisin, Isoniazid
KDT = Kombinasi Dosis Tetap
Penggunaan dosis obat selain berdasarkan pada berat badan, juga didasarkan
pada lama pengobatan yang terbagi menjadi 2 tahap, sebagaimana berikut :
Tabel 2.3 Panduan 2 OAT Kategori 1
Pengobatan Dosis per
hari/kali
Jumlah
obat
Tahap Lama Isoniazid
@300 mg
rifampisin
@450 mg
pirazinamid
@500 mg
etambutol
@250 mg
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
Panduan OAT yang digunakan di Indonesia menurut Depkes RI, 2006
sebagai berikut :
1. Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
a) Kategori 1 = 2HRZE/4H3R3.
b) Kategori 2 = 2HRZES/HRZE/(5H3R3E3).
c) Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
d) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
2. Panduan OAT kategori -1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT) atau fix dose combination
(FDC). Penderita hanya mengkonsumsi satu tablet obat anti TB dalam satu
hari ditambah dengan pemberian vitamin B6 10 mg. Baik tahap intensif
maupun lanjutan tetap memiliki jangka waktu sama masing-masing 2 bulan
yaitu 24 kali pengobatan dan 4 bulan yaitu 44 kali pengobatan (Depkes RI,
2007)
3. Paket Kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
penderita yang mengalami efek samping OAT KDT.
11
Panduan OAT dan Peruntukannya menurut Depkes RI, 2006 sebagai berikut :
1) Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
a) Paduan OAT ini diberikan untuk penderita baru:
b) Penderita baru TB paru BTA positif
c) Penderita TB paru BTA negatif foto toraks positif
d) Penderita TB ekstra paru
2) Kategori-2 (2HRZES/HRZE)/5(H3R3E3)
Panduan OAT ini diberikan untuk penderita BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
a. Penderita kambuh
b. Penderita gagal
c. Penderita dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
3) OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama sebulan (28 hari). Panduan OAT sisipan pada penggunaan
OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (contoh : kanamisin) dan
golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada penderita baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis
pertama. Disamping itu, dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada
OAT lapis kedua.
Daftar nama dagang dari obat anti tuberkulosis :
Tabel 2.4 Tabel daftar nama dagang
Nama
Generik
Nama
Dagang
Komposisi Bentuk
Sediaan
Nama
Produksi
Etambutol Abbutol Etambutol
HCl 250 mg;
500 mg.
Tablet Abbot
Arsitam Etambutol
HCl 500 mg
Tablet Meprofarm
Bacbutinh Etambutol
HCl 250 mg
(500 mg),
isoniazid 100
mg (200 mg)
Tablet Armoxindo
Farma
Bacbutol Etambutol Tablet Armoxindo
12
HCl 500 mg Farma
Corsabutol Etambutol
200 mg, 500
mg
Tablet Corsa
Decabutol Etambutol
200 mg; 500
mg
Tablet Corsa
Erabutol Plus Etambutol
HCl 200 mg,
isoniazid 100
mg, vit-B6
Tablet Pyridam
Ath Cimba
400
Etambutol
HCl 400 mg
Tablet Sandoz
Ethambutol Etambutol
200 mg, 500
mg
Tablet Kimia Farma
Ethaxol Etambutol
HCl 200 mg,
500 mg
Tablet Heroic
Rifampisin Cerif Rifampisin
450 mg.
Kapsul Yekatria
Farma
Corifam Rifampisin
450 mg dan
600 mg
Kapsul Coronet Crow
Famri Rifampisin
450 mg.
Kaplet Pyridam
Herofam Rifampisin
450 mg
Kaplus Heroic
Lanarif
Megarif
Rifampisin
450 mg
Rifampisin
Kaplus Landson,
Pertiwi Agung
Emba
Lanjutan..
450 mg Kapsul Megafarma
Merimac Rifampisin
450 mg; 600
mg
Kaplet Mersi
Ramicin Rifampisin
150 mg; 300
mg; 450 mg;
600 mg
Kapsul Westmon
Medifarma
Ramicin Iso Rifampisin Kapsul Westmon
13
300 mg, INH
150 mg
Medifarma
Rarifam Rifampisin
150 mg; 300
mg; 450 mg
Kapsul Rama Farma
Isoniazid Dekadoxin Isoniazid 200
mg, vit-B1 20
mg, vit-B12
20 mcg, vit-
B6 20 mg tiap
tab.
Tablet Harsen
Indoxin Forte Isoniazid 400
mg, vit-B6 10
mg
Kaplet Zenith
INH Isoniazid 100
mg
Kaplet Trifa
INH Ciba Isoniazid 300
mg; 400 mg
dan vit-B6 10
mg
Kaplet Sandoz
INHA INH 400 mg,
vit-B6 10 mg
Tablet Mersi
Inoxin Isoniazid 400
mg, vit-B6 10
mg
Tablet Dexa Medica
Isoniazid Isoniazid 100
mg, 300 mg
Tablet Indofarma
Medinh-OD Isnoniazid
400 (150 mg),
vit-B6 20 mg
(8 mg)/tab
(5 ml)
Tablet, Sirup Medichem
Pehadoxin Isoniazid 100
mg (400 mg),
vit-B6 10 mg
(10 mg)/tab
Tablet Phapros
Pyravit Isoniazid 100
mg, vit-B6
mg/5 ml
Sirup Galenium
Pharmasia
Lab
Pirazinamid Corsazinamid Pirazinamid
500 mg; 625
Tablet Corsa
14
mg
Decapiran Pirazinamid
500 mg; 625
mg
Tablet Harsen
Pezeta-Ciba
500
Pirazinamid
500 mg
Tablet Sandoz
Prazina Pirazinamid
500 mg
Tablet Armoxindo
Farma
Pyratibi Pirazinamid
500 mg
Tablet Ifars
Pyrazinamid Pirazinamid
500 mg
Tablet Indofarma
Sanazet Pirazinamid
500 mg
Tablet Sanbe Farma
Siramid Pirazinamid
500 mg
Kaplet Mersi
TB Zet Pirazinamid
500 mg
Tablet Meprofarm
Tibicel Pirazinamid
250 mg
Tablet Rocella
Streptomisin Streptomycin Streptomisin 1
g; 5 g
Vial Meiji
2.1.7 Pencegahan Tuberkulosis (TBC)
Menurut Maria Ulfah (2011) penecegahan dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Hindari saling berhadapan dengan penderita saat berinteraksi atau
berbicara dengan penderita.
b. Cuci peralatan makanan dengan menggunakan desinfektan (contohnya
Lysol, kroelin dan jenis lainnya yang dapat diperoleh di apotek) atau jika
tidak yakin pisahkan peralatan makanan penderita dengan kita.
c. Olahraga teratur untuk menjaga daya tahan tubuh kita.
d. Memberikan penjelasan kepada penderita untuk menutup mulut dengan
sapu tangan bila batuk, serta tidak meludah atau mengeluarkan dahak
disembarangan tempat dan menyediakan tempat yang diberi lisol atau
bahan lain yang dianjurkan.
e. Mengurangi aktivitas kerja serta menenangkan pikiran.
15
2.2 Kepatuhan
2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan (Complience) adalah sejauh penderita mengikuti saran dan
perintah dari dokter untuk melakukan melakukan terapi yang sedang dilakukan.
Sedangkan adherence adalah sejauh mana penderita mengambil obat yang sudah
diresepkan oleh penyedia layanan kesehatan. Tingkat kepatuhan (adherence) untuk
pasien biasanya dilaporkan sebagai presentase dari dosis resep obat yang benar-
benar diambil oleh pasien selama periode yang telah ditentukan (Oserbergh dalam
Nurina, 2012). Kepatuhan adalah perilaku individu (contoh : mematuhi diet, minum
obat, ataupun melaukan perubahan gaya hidup) sesuai dengan anjuran terapi dan
kesehatan (Kozier, 2010).
Didalam konteks psikologi kesehatan, kepatuhan mengacu kepada perilaku
penderita (individu) dengan tindakan yang dianjurkan atau yang diusulkan oleh
tenaga kesehatan atau informasi yang diperoleh dari suatu sumber informasi lainnya
seperti nasehat yang diberikan dalam bentuk brosur promosi kesehatan melalui
media massa (Ian & Marcur, 2011)
2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme, dalam memberikan respon sangatlah
bergantung pada karakteristik maupun faktor-faktor lainnya. (Green dalam
Notoatmodjo 2010) mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga
faktor yaitu predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat.
1. Faktor predisposis (Predisposing Factors)
Faktor predisposisi adalah faktor yang berkaitan dengan perilaku yang
menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor predisposis dalam arti umum
juga dapat diartikan sebagai prefalensi pribadi yang dibawa seseorang atau
kelompok dalam suatu pengalaman belajar. Prefalensi ini dapat menjadi
pendukung atau penghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi melingkupi
sikap, keyakinan, nilai-nilai dan presepsi yang berhubungan dengan motivasi
individu atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan. Status ekonomi,
umur, jenis kelamin, tigkat pendidikan, dan tingkat pengetahuan juga
termasuk dalam faktor predisposisi.
16
2. Faktor pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini merupakan faktor perilaku yang memungkinkan aspirasi
terlaksana. Kemampuan dan sumberdaya yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu perilaku termasuk di dalam faktor pemungkin. Faktor pemungkin juga
mencakup terhadap pelayanan kesehatan (biaya, jarak, ketersediaan
transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan pelayanan).
3. Faktor penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang datang setelah perilaku dalam
memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku. Sumber dari faktor
penguat berasal dari tenaga kesehatan, teman, keluarga, atau pemimpin.
Faktor penguat bisa memberikan dampak negatif atau positif tergantung pada
sikap dan perilaku orang lain yang berkaitan.
2.2.3 Cara Mengukur Kepatuhan
Cara mengukur kepatuhan yaitu dengan memberikan pernyatan dari
kuesioner baku Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS) yang terdiri dari 8
pertanyaan dan penentu jawaban dari kuesioner menggunakan skala Guttman dimana
jawaban responden hanya terbatas pada dua jawaban yaitu Ya atau Tidak dan nilai
tertinggi adalah 8 dan terendah adalah 0. (Maulidia, 2014)
2.3 Konsep Dukungan Keluarga
2.3.1 Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga yaitu sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga dalam
memberikan bantuan kepada individu yang sakit. Keluarga juga berfungsi sebagai
sistem pendukung bagi keluarganya, dan keluarga juga selalu siap menberikan
pertolongan dan bantuan kepada anggota keluarga yang lain ketika dibutuhkan
(Muhith, 2016).
Dukungan dari keluarga merupakan unsur terpenting dalam memberikan
bantuan kepada individu yang sedang menghadapi masalah, meningkatkan rasa
percaya diri dan memberikan motivasi kepada individu untuk menghadapi masalah
yang sedang dihadapi (Tamher & Noorkasiani, 2011).
Dukungan keluarga merupakan hal yang penting dalam membantu anggota
keluarga yang lain dalam menghadapi masalahnya, dukungan keluarga terdiri dari
17
memfasilitasi kebutuhan keluarga, memberikan pengetahuan, dan keterampilan
untuk meningkatkan fungsi dalam keluarga. Kegiatan dalam keluarga yaitu fokus
dalam meningkatkan kesejahteraan dalam keluarga (Daly et al, 2015).
2.3.2 Jenis Dukungan
Menurut Friedman (2013), jenis dukungan dapat dibagi menjadi 4 jenis
dukungan keluarga yaitu :
a) Dukungan Emosional yaitu keluarga sebagai tempat yang aman dan damai
untuk istirahat dan pemulihan serta membantu untuk penguasaan terhadap
emosi. Jenis dukungan ini melibatkan ekspresi rasa empati, peduli terhadap
seseorang sehingga meberikan perasaan nyaman, dan membuat individu
merasa lebih baik. Sehingga individu memperoleh kembali keyakinan diri,
merasa dimiliki dan juga merasa dicintai. Penderita yang memperoleh social
support akan merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau
memperoleh kesan yang menyenangkan pada dirinya.
b) Dukungan Instrumental yaitu dukungan yang mengacu kepada penyedian
barang atau jasa, yang dapat memecahkan masalah-masalah praktis. Menurut
Taylor (2006) keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan
konkrit, diantaranya : kesehatan penderita TB dalam hal ketaatan pasien TB
dalam berobat, keluarga dapat membantu biaya berobat, istrahat, serta tidak
membiarkan penderita kelelahan.
c) Dukungan informasi yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang
informasi, sugesti dan juga saran yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan suatu masalah. Salah satu contoh informasi atau saran yang
dapat diberikan kepada penderita dari keluarga adalah memberikan nasehat
terkait pentingnya pengobatan yang sedang diprogramkan dan akibat jika
tidak patuh dalam minum obat.
d) Dukungan penghargaan yaitu dukungan jenis ini diungkapkan lewat
pemberian penghargaan yang positif untuk individu lain atau dorongan untuk
tetap maju. Dalam hal ini keluarga bertindak sebagai pemberi umpan balik,
pembimbing dan penengah pada masalah dan sebagai sumber dan juga
sebagai validator identitas keluarga.
18
2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Dukungan
Sarafino (2006), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penderita menerima atau tidaknya dukungan yaitu :
1) Faktor dari penerima dukungan
Seseorang tidak akan menerima dukungan dari orang lain jika
individu tersebut tidak suka bersosialisasi, tidak suka menolong orang lain,
dan tidak ingin orang lain mengetauinya bahwa individu ini membutuhkan
bantuan. Beberapa orang terkadang tidak cukup memahami bahwa individu
tersebut membutuhkan bantuan dari orang lain atau merasa seharusnya
mandiri dan tidak mengganggu orang lain, atau tidak tau kepada siapa harus
meminta bantuan dan merasa tidak nyaman saat orang lain menolongnya.
2) Faktor dari pemberi dukungan
Seseorang terkadang tidak memberi dukungan karena ia sendiri tidak
memiliki sumberdaya ataupun kurang memahami dan menyadari keadaan
sekitarnya bahwa orang disekitarnya membutuhkan bantuan darinya.
2.3.5 Manfaat Dukungan Keluarga
Keluarga adalah sumber pendukung bagi anggota keluarga lainya. Dukungan
keluarga adalah suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis
dukungan keluarga berbeda-beda dalam berbagai tahap siklus kehidupan. Dukungan
keluarga bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan keluarga dalammemelihara
kesehatan anggota keluarga (Setiawati & Dermawan, 2008).
Sedangkan menurut Smet (2000) bahwa dukungan keluarga akan meningkatkan :
a. Kesehatan fisik : individu yang memiliki hubungan dekat dengan orang
sekitarnya jarang terkena penyakit dan lebih cepat sembuh jika terkena
penyakit dibandingkan dengan individu yang terisolasi.
b. Manajemen reaksi stress : melalui perhatian, informasi, maupun umpan balik
yang diperlupakan untuk melakukan koping terhadap stress.
c. Produktivitas : melalui peningkatan motivasi, kualitas penalaran, kepuasan
kerja, dan mengurangi dampak stress kerja.
d. Kesejahteraan psikologis dan kemampuan menyesuaikan diri melalui
perasaan memiliki, kejelasan identifikasi diri, peningkatan harga diri,
19
mencegah neurotisme dan psikopatologi, pengurangan dister dan penyediaan
sumber yang dibutuhkan.
2.3.6 Sumber Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh setiap individu, dukungan
keluarga akan semakin dibutuhkan pada saat seseorang menghadapi suatu masalah
atau sakit, disitulah peran keluarga sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah
dengan tepat. Dukungan sosial dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti orang
tua, keluarga, teman, atau komunitas yang dapat memberikan pelayanan dan saling
menjaga ketika ada bahaya (Efendi, 2009).
2.3.7 Cara Mengukur Dukungan Keluarga
Tingkat dukungan keluarga pada penelitian ini diukur dengan menggunakan
kuesioner skala dukungan keluarga dari Nursalam 2013. Kuesioner skala dukungan
keluarga dapat digunakan untuk mengukur tingkat dukungan keluarga. Kesioner ini
memiliki 10 pernyataan dengan 4 kategori (Dukungan emosional, dukungan
instrumental, dukungan penghargaan dan dukungan informasi). Jawaban pertanyaan
pada kuesioner dukungan keluarga yaitu selalu bernilai 4, sering bernilai 3, kadang –
kadang bernilai 2, dan tidak pernah bernilai 1. Skor dalam kuesioner = 10 – 40, skor
terendah = 1 x 10 = 10 dan skor tertinggi 4 x 10 = 40. Hasil akan dikategorikan
menjadi 2 yaitu tinggi dan rendah. Skor dalam penelitian ini menggunakan cut of
point untuk menentukan nilai mean/ median yang didapatkan melalui uji normalitias.
Setelah dilakukan uji normalitas didapatkan bahwa kuesioner dukungan keluarga
tidak berdistribusi normal sehingga perhitungan skor menggunakan median dan hasil
skor didapatkan <32 = Rendah, ≥32 Tinggi.