22
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong 2.1.1 Pengenalan Singkong Singkong (Manihot Utilisima) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon (Najiyati,Sri dan Danarti,1999). Mengenai asal tanaman singkong tersebut, ada beberapa ahli botani yang menyatakan bahwa tanaman singkong berasal dari amerika beriklim tropis. Namun, seorang ahli botani Rusia, Nikolai Ivanovick Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong tersebut berasal dari Brazil (Conceicac, A.J. dan C.V. Sampaio, 1993). Singkong masuk ke Indonesia pada tahun 1852 melalui kebun raya Bogor, dan kemudian tersebar keseluruh wilayah nusantara pada saat Indonesia dilanda kekurangan pangan, yaitu sekitar tahun 1914-1918. Dengan demikian singkong menduduki posisi sebagai makanan pokok ketiga, setelah padi dan jagung (Najiyati,Sri dan Danarti,1999). Gambar 2.1. Singkong

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong 2.1.1 …eprints.umm.ac.id/40482/3/jiptummpp-gdl-fahmi20121-48038...5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Singkong 2.1.1 Pengenalan Singkong Singkong (Manihot

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Singkong

2.1.1 Pengenalan Singkong

Singkong (Manihot Utilisima) disebut juga ubi kayu atau ketela

pohon (Najiyati,Sri dan Danarti,1999). Mengenai asal tanaman singkong

tersebut, ada beberapa ahli botani yang menyatakan bahwa tanaman

singkong berasal dari amerika beriklim tropis. Namun, seorang ahli botani

Rusia, Nikolai Ivanovick Vavilov, memastikan bahwa tanaman singkong

tersebut berasal dari Brazil (Conceicac, A.J. dan C.V. Sampaio, 1993).

Singkong masuk ke Indonesia pada tahun 1852 melalui kebun raya Bogor,

dan kemudian tersebar keseluruh wilayah nusantara pada saat Indonesia

dilanda kekurangan pangan, yaitu sekitar tahun 1914-1918. Dengan

demikian singkong menduduki posisi sebagai makanan pokok ketiga,

setelah padi dan jagung (Najiyati,Sri dan Danarti,1999).

Gambar 2.1. Singkong

6

Singkong merupakan tanaman tipikal daerah tropis. Iklim yang

panas dan lembab dibutuhkan untuk pertumbuhannya sehingga tanaman

ini tidak dapat tumbuh pada suhu kurang dari 10°C. Suhu optimum

pertumbuhannya sekitar 25-27°C dan tumbuh baik pada ketinggian 1500

meter atau lebih diatas permukaan laut. Curah hujan yang diperlukan rata-

rata 500-5000 mm per tahun. Singkong dapat tumbuh pada tanah berpasir

hingga tanah liat, maupun pada tanah yang rendah kesuburunnya (Grace,

1977). Umbi singkong berbentuk silinder yang ujungnya mengecil dengan

diameter rata-rata sekitar 2-5 cm dan panjang sekitar 20-30 cm. Singkong

biasanya diperdagangkan dalam bentuk masih kulit. Umbinya mempunyai

kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu kulit luar dan kulit dalam. Daging

umbi berwarna putih dan kuning (Muchtadi dan Sugiyono, 1989).

2.1.2 Karakteristik Singkong

Hasil panen utama dari tanaman singkong adalah umbinya. Umbi

singkong merupakan tempat untuk meyimpan persedian cadangan

makanan. Pada umumnya, umbi singkong berbentuk bulat panjang yang

makin keujung ukurannya makin kecil. Pada dasarnya, umbi singkong

terdiri atas tiga lapisan yang meliputi yaitu :

1. Lapisan kulit luar

Merupakan lapisan kulit yang tipis; yang mudah robek, berwarna

coklat, dan coklat abu-abu.

2. Lapisan kulit dalam

7

Merupakan suatu lapisan kulit yang memiliki ketebalan antara 1

mm-3 mm, warna kuning dan berwarna putih.

3. Lapisan bagian daging

Bagian yang memiliki persentasi terbesar dari singkong. Panjang

singkong bervariasi antara 10 cm sampai dengan 35 cm.

2.2 Pengupasan

2.2.1 Pengertian Umum Pengupasan

Pengupasan merupakan pra-proses dalam pengolahan agar

didapatkan bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi. Pengupasan

memiliki tujuan yang sangat penting, yaitu untuk menghilangkan kulit atau

penutup luar buah atau sayur. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dan

meminimalisir terjadinya kontaminasi dan memperbaiki penampakan.

Pengupasan dikatakan efisien jika kehilangan komoditas yang dikehendaki

kecil. Pembuangan kulit harus dilakukan dengan cermat agar daging buah

tidak ikut terbuang karena hal tersebut akan mengakibatkan berkurangnya

Gambar 2.2. Lapisan dari Singkong

8

rendemen yang dihasilkan. Tujuan pengupasan ialah membuang bagian-

bagian luar yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit,

tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk.

2.2.2 Pengupasan Mekanis

Pengupasan mekanis adalah proses pengupasan yang menggunakan

gaya mekanik untuk membuang lapisan terluar yang tidak berguna.

Pengupasan mekanis umumnya dilakukan dengan menggunakan pisau

berbentuk plat tipis. Namun, dalam pembuatan mesin ini kami

menggunakan bahan pelat setrip yang dirangkai berbentuk silinder.

Pada alat ini bahan yang digunakan sebagai alat untuk pengupasan

adalah pelat setrip yang berfungsi sebagai pengupas kulit singkong dengan

cara memanfaatkan sudutnya. Pelat setrip tidak memberikan pengaruh

pewarnaan terhadap bahan yang telah dikupas.

2.3 Mesin Pengupas Singkong

Pengupas singkong (cassava peeler) adalah alat untuk mengupas

singkong. Mesin cassava peeler ini dibutuhkan jika tapioka akan di produksi

dalam kapasitas produksi besar. Pengupasan dengan metode manual/oleh manusia

langsung, masih bisa dilakukan jika kapasitas produksi masih sedikit

(http://www.teknovasimandiri.com/index.php/mesin-pertanian/mesin-produksi-

kopi/106-cassava-peeler-pengupas-singkong).

Mesin pengupas singkong merupakan alat bantu dalam pengupasan

singkong. Mesin ini dapat menghasilkan hasil pengupasan secara masal untuk

9

sekali prosesnya, sehingga waktu pengupasan menjadi cepat. Mesin pengupas

singkong ini mempunyai sistem transmisi berupa puli. Bila motor bensin

dihidupkan, maka akan berputar kemudian gerak putar dari motor ditransmisikan

ke puli 1, kemudian dari puli 1 ditransmisikan dengan menggunakan v-belt ke puli

2 yang terletak pada reducer (gear box) 1/40 bertujuan untuk memperkecil putaran

yang dihasilkan oleh motor bensin. Putaran yang dihasilkan oleh reducer

kemudian di transmisikan kembali dari puli 3 ke puli 4 dengan menggerakkan

poros. Dengan dihubungkan dengan v-belt puli 4 menggerakan media kerja alat.

2.4 Tahapan-Tahapan dalam Perancangan

Perancangan adalah kegiatan awal dari suatu rangkaian dalam proses

pembuatan produk. Tahap perancangan tersebut dibuat keputusan-keputusan

penting yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan lain yang menyusulnya

(Dharmawan, 2004: 1). Sehingga, sebelum sebuah produk dibuat terlebih dahulu

dilakukan proses perancangan yang nantinya menghasilkan sebuah gambar skets

atau gambar sederhana dari produk yang akan dibuat. Gambar skets yang telah

dibuat kemudian digambar kembali dengan aturan gambar sehingga dapat

dimengerti oleh semua orang yang ikut terlibat dalam proses pembuatan produk

tersebut. Gambar hasil perancangan adalah hasil akhir dari proses perancangan

dan sebuah produk dibuat setelah dibuat gambar-gambar rancangannya dalam hal

ini gambar kerja. Perancangan dan pembuatan produk adalah dua kegiatan yang

penting, artinya rancangan hasil kerja perancang tidak ada gunanya jika rancangan

tersebut tidak dibuat.Sebaliknya pembuat tidak dapat merealisasikan benda teknik

tanpa terlebih dahulu dibuat gambar rancangannya (Darmawan, 2004:2).

Mengenai gambar rancangan yang akan dikerjakan oleh pihak produksi berupa

10

gambar dua dimensi yang dicetak pada kertas dengan aturan dan standar gambar

kerja yang ada.

Hasil pertama dari sebuah rancangan mesin tidaklah pernah sempurna.

Langkah demi langkah harus dijalani sebelum hasil yang ideal tercapai. Hal-hal

yang harus diperhatikan dalam pengembangan lanjut sebuah rancangan mesin

mencapai taraf tertentu adalah : hambatan yang timbul, cara mengatasi efek

samping yang tidak terduga, kemampuan untuk memenuhi tuntutan pemakaian

dan kemampuan untuk mengatasi saringan, hal mana akan memperlancar

pengembangan itu sendiri. Dalam mendisain tidak mungkin mengingat semua

pokok-pokok utama secara serentak. Secara bertahap mengumpulkan pokok-

pokok utama dan pengalaman-pengalaman. Menurut G. Neimann ada beberapa

tahapan dalam perancangan, yaitu :

1. Mula pertama, tugas disain yang bagaimanakah harus dipenuhi ? Faktor-

faktor utama apa yang sangat menentukan untuk konstruksi ? Bahan-

bahan, jumlah produk, cara produksi, bahan setengah jadi manakah yang

patut dipertimbangkan.

2. Menentukan ukuran-ukuran utama dengan perhitungan kasar.

3. Menentukan alternatif-alternatif dengan sketsa tangan.

4. Memilih bahan. Bahan-bahan umumnya yang mudah didapat dipasaran

seperti baja karbon diprioritaskan pemakaiannya.

5. Bagaimana memproduksi. Konstruksi dan cara pembuatan elemen-elemen

tergantung dari jumlah produk yang akan dihasilkan.

11

6. Mengamati disain secara teliti. Setelah menyelesaikan disain berskala,

konstruksi diuji berdasarkan pokok-pokok utama yang menentukan dengan

cara yang teliti.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

a. Perubahan sebuah pokok utama dapat mengubah disain secara

menyeluruh.

b. Mengubah konstruksi sebuah disain sebelum diproduksi adalah jauh

lebih menghemat waktu bila dibandingkan dengan perubahan-

perubahan yang dilakukan waktu atau setelah produksi berjalan.

c. Hasil konstruksi yang matang biasanya dicapai setelah dilakukan

bermacam-macam disain dan perbaikan-perbaikan.

d. Konstruksi yang terbaik merupakan hasil kompromi dari berbagai

ragam tuntutan para pemakai.

7. Merencanakan sebuah elemen; gambar kerja bengkel (workshop blue

print). Pokok-pokok utama yang harus diperhatikan dalam meneliti

gambar kerja adalah sebagai berikut :

a. Ukuran: apakah elemen tersebut lengkap dan jelas ukurannya ? Apakah

ukuran-ukuran tersebut sudah termasuk bagian yang terpotong dalam

proses pembuatan ?

b. Toleransi dan simbol pengerjaan

c. Nama bahan dan jumlah produk

d. Apakah disain ini mengikuti standar dan norma yang berlaku ?

12

e. Keterangan mengenai metode-metode khusus pengerasan (hardening),

celup dingin (quenching), pelapisan permukaan, semprot pasir (sand

blasting) dan sebagainya yang akan dialami elemen-elemen tersebut.

8. Gambar lengkap dan daftar elemen. Setelah semua ukuran-ukuran elemen

dilengkapi, baru dibuat gambar lengkap dengan daftar elemen-elemen.

2.5 Teori Dasar Perencanaan Elemen Mesin

2.5.1 Perencanaan Daya Motor

Untuk menghitung daya motor terlebih dahulu mendefinisikan

daya yaitu :

- Daya motor (P) dihitung dengan :

atau

Dimana :

- Torsi :

( R.S. Khurmi, 1980: 12)

P = Daya yang diperlukan (kW)

T = Torsi (N.m)

ω = Kecepatan sudut (rad/s)

n = Putaran motor (rpm)

( Robert L. Mott, 2009: 81)

13

Dimana :

2.5.2 Poros

Poros merupakan salah satu bagian penting dari setiap mesin.

Karena hampir semua mesin meneruskan tenaga bersama-sama dengan

putaran, oleh karenanya poros memegang peranan utamadalam transmisi

dalam sebuah mesin. Poros dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan

penerusan dayanya (Sularso dan Kiyokatsu Suga,2002:1) yaitu :

1. Poros Transmisi

Poros macam ini mendapatkan beban puntir murni atau puntir dan

lentur. Daya ditransmisikan kepada poros ini melalui kopling, roda gigi,

puli sabuk dan sprocker rantai dll.

2. Poros Spindel

Poros transmisi yang relatif pendek, seperti poros utama mesin

perkakas, dimana beban utamanya berupa puntiran yang disebut spindel.

Syarat utama yang harus dipenuhi poros ini adalah deformasi harus kecil

dan bentuk serta ukurannya harus teliti.

3. Poros Gandar

T = Torsi (N.m)

F = Gaya yang bekerja pada pengupas singkong (N)

R = Jari-jari tabung pengupas (m)

14

Poros seperti dipasang diantara roda-roda kereta barang, dimana tidak

mendapat beban puntir, bahkan kadang-kadang tidak boleh berputar,

disebut gandar. Gandar hanya memperoleh beban lentur kecuali jika

digerakkan oleh penggerak dia akan mengalami beban puntir juga.

Poros untuk umumnya biasanya dibuat dari baja batang yang

ditarik dingin dan difinis, baja karbon konstruksi (disebut bahan S-C)

yang dihasilkan dari ingot yang di- “ kill ” ( baja yang dideoksidasikan

dengan ferosilikon dan dicor ; kadar karbon terjamin) (JIS G3123).

Meskipun demikian bahan ini kelurusannya agak kurang tetap dan dapat

mengalami deformasi karena tegangan yang kurang seimbang misalnya

bila diberi alur pasak, karena ada tegangan sisa didalam terasnya. Tetapi

penarikan dingin membuat permukaan poros menjadi keras dan

kekuatannya bertambah besar. Untuk mengetahui jenis baja karbon yang

sering dipakai untuk poros (lihat tabel 2.1. dibawah ini).

Tabel 2.1. JIS G3123 Batang baja karbon difinis dingin ( sering dipakai

untuk poros

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 330)

15

Hal-hal penting dalam perencanaan poros :

1. Kekuatan Poros

Poros harus direncanakan sehingga cukup kuat untuk menahan beban

putir dan lentur, tarik atau tekan.

2. Kekuatan Poros

Kemampuan poros untuk menahan beban lentur atau difleksi puntir yang

terlalu besar.

3. Korosi

Kemampuan poros untuk tahan terhadap fluida yang korosit.

4. Putaran Kritis

Poros harus direncanakan sedemikian rupa sehingga putaran kerjanya

lebih rendah dari putaran kritis.

5. Bahan Poros

Dalam perencanaan poros harus diperhatikan bahan poros. Biasanya

poros untuk mesin tersebut dari baja batang yang ditarik dan difinis, baja

karbon kintruksi mesin (disebut baha S-C). Baja yang dioksidakan

dengan ferro silikon dan dicor. Bahan poros harus bersifat tahan aus,

umurnya dibuat dari baja paduan dengan pengerasan kulit yang sangat

tahan terhadap keausan. Contohnya : baja chrom nikel, molibden, baja

chrom, baja chrom molibden dan lain-lain.

16

Tabel 2.2. Baja Karbon Untuk Konstruksi dan Baja Batang yang Definisi Untuk poros

Standar dan macam

Lambang Perlakuan Panas Kekuatan Tarik

(kg/ mm2) Keterangan

baja karbon konstruksi

mesin (JIS G 4501)

S3OC Penormalan 48

S35C - 52

S40C - 55

S45C - 58

S50C - 62

S55C - 66

Batang baja yang difinis

dingin

S35C-D - 53 Ditarik dingin, digerinda, dibubut, atau gabungan antara hal-hal tersebut

S45C-D - 60

S55C-D - 72

Tabel 2.3. Baja Panduan Untuk Poros

Standar dan macam Lambang Perlakuan Panas Kekuatan Tarik

(kg/ mm2)

Baja khrom inkel (JIS G 4102)

SNC 2 - 84

SNC 3 - 95

SNC 21 Pengerasan kulit 80

SNC 22 - 100

Baja khrom nilai molibden

(JIS G 4103)

SNCM 1 - 85

SNCM 2 - 95

SNCM 7 - 100

SNCM 8 - 104

SNCM 22 Pengerasan kulit 90

SNCM 23 - 100

SNCM 25 - 120

Baja khrom (JIS G 4104)

SCr 3 - 90

SCr 4 - 95

SCr 8 - 100

SCr 21 Pengerasan kulit 80

SCr 22 - 86

Baja khrom molibden (JIS G 4109)

SCM 2 85

SCM 3 95

SCM 4 100

SCM 5 106

SCM21 Pengerasan kulit 89

SCM22 - 99

SCM23 - 100

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 3)

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 3)

17

Pada umumnya baja diklasifikasikan atas baja lunak, baja liat, baja

agak keras yang banyak dipilih untuk poros. Kandungan karbon dapat dilihat

dalam tabel 2.4. Baja agak keras umumnya baja yang di “kill”. Apabila

diberi perlakuan panas secara tepat menjadi bahan poros yang baik.

Tabel 2.4. Penggolongan Baja Secara Umum

Golongan Kadar C (%) Baja lunak -0,25 Baja liat 0,2 – 0,3 Baja agak keras 0,3 – 0,5 Baja keras 0,5 – 0,8 Baja sangat keras 0,8 – 1

Meski demikian untuk perencanaan yang baik, tidak dapat dianjurkan

untuk memilih baja atas dasar klasifikasi yang terlalu umum. Sebaiknya

pemilihan bahan dilakukan atas dasar standart yang ada.

Tabel 2.5. Standart Baja

Nama Standar Jepang (JIS) Standar Amerika (AIS) Inggri (BS) dari Jerman

(DIN)

Bajak kontruksi mesin

S29C AISI 1025, B5060 A25

S30C AISI 1030, B5060 A30

S35C AISI 1035, B5060 A35, DIN C35

S40C AISI 1040, B5060 A40

S45C AISI 1045, B5060 A45, DIN C45

S50C CK45

S55C AISI 1050, BS060 A50, DIN S1.80.11 AISI 1056, BS060 A55

Baja lempa SF 40, 45, 50, 55 ASTM A105-73

Baja nikel khrom SF 40, 45, 50,55 ASTM A105-73

Baja nikel khrom

SNCM 1 AISI 4337

SNCM 2 B5830M31

SNCM 7 AISI BS45, BS En 1990

SNCM 8 AISI 4340, B5817, M40, 816, M40

SNCM 22 AISI 4315

SNCM 23 AISI 4320, BS End325

SNCM 25 BS En39 b

Baja khrom SCr 3 AISI 5135, BS530 A36 SCr 4 AISI 5140, BS530 A40

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 4)

18

SCr 5 AISI 5145 SQ21 AISI 5115 SCr22 AISI 5120

Baja khrom moalbden

SCM 2 AISI 4130, DIN 34 CrMo4

SCM 3 AISI 4135, BS708 A37, DIN34CrMO4 SCM 4 AISI 4140, BST98, M40 SCM 5 DIN42CrMo4 AISI 4145, DIN50CrMo4

Perhitungan gaya-gaya yang terjadi pada poros menggunakan

rumus sebagai berikut :

a. Daya rencana (Pd)

Dimana :

Tabel 2.6. Faktor koreksi daya yang akan ditransmisikan

Daya yang Akan Ditransmisikan fc

Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 - 2,0

Daya maksimum yang diperlukan 0,8 - 1,2

Daya normal 1,0 - 1,5

b. Momen puntir rencana (T)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

P = Daya yang diperlukan (kW)

𝑓𝑐 = Faktor koreksi

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

Sumber: ( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 5)

19

Dimana :

c. Gaya tarik v-belt pada pembebanan poros

Dimana :

d. Tegangan geser

Dimana :

(aman)

e. Tegangan yang diijinkan

Dimana :

T = Momen puntir / Torsi (kg.mm)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

𝑛 = Kec. putaran pada poros (rpm)

( Daryanto, 2000: 117)

T = Torsi motor (kg.mm)

R = Jari-jari puli pada poros (mm)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

𝜏⬚ = Tegangan geser yang timbul (kg/mm²)

T = Kekuatan tarik (kg.mm)

𝑑𝑠 = Diameter poros (mm)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

𝜏𝑎 = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm²)

𝜎𝐵 = Kekuatan tarik (kg.mm)

20

f. Menentukan diameter poros

*( )√ +

atau

*( ) +

Dimana :

g. Defleksi Puntiran

Besarnya deformasi yang disebabkan oleh momen puntir harus

diperhitungkan juga. Baja, G = 8,3 x 10³ kg/mm². Poros yang dipasang

pada mesin umum dalam kondisi kerja normal, besarnya defleksi

puntiran dibatasi sampai 0,25° atau 0,3°.

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 8)

𝑑𝑠 = Diameter poros (mm)

𝐾𝑡 = Faktor koreksi karena puntiran dan tumbukan, 1,5-3,0

T = Momen puntir (kg.mm)

𝜏𝑎 = Tegangan geser yang diijinkan (kg/mm²)

M = Momen lentur (kg.mm²)

𝐾𝑚 = Faktor koreksi karena beban dan tumbukan

𝐶𝑏 = Faktor pemakaian antara 1,2 – 2,3

𝑆𝑓 = Faktor keamanan untuk baja karbon, yaitu 6,0

𝑆𝑓 = Faktor keamanan untuk baja karbon dengan alur

pasak dengan harga 1,3-3,0

21

Dimana :

2.5.3 Perencanaan Sabuk V dan Puli sebagai Transmisi Daya

Sabuk digunakan untuk mentransmisikan daya motor kebagian

poros. Pemilihan sabuk dan puli dilakukan agar tidak terjadinya

kehilangan gaya-gaya yang ditransmisikan. Sabuk-V merupakan sabuk

yang tidak berujung dan diperkuat dengan penguat tenunan dan tali.

Sabuk-V terbuat dari karet dan bentuk penampangnya berupa trapesium.

Bahan yang digunakan untuk membuat inti sabuk itu sendiri adalah terbuat

dari tenunan tetoron.

Penampang puli yang digunakan berpasangan dengan sabuk juga

harus berpenampang trapesium juga. Puli merupakan elemen penerus

putaran yang diputar oleh sabuk penggerak.

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 18)

𝑑𝑠 = Diameter poros (mm)

𝐿 = Panjang poros (mm)

T = Momen puntir (kg.mm)

𝐺 = Modulus geser untuk baja, 8,3 x 10³ kg/mm²

22

Bagian sabuk yang sedang membelit pada puli mengalami

lengkungan sehingga lebar bagian dalamnya akan bertambah besar

(Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002:163). Gaya gesekan yang terjadi juga

bertambah karena bentuk bajinya yang akan menghasilkan transmisi daya

yang besar pada tegangan yang relatif rendah. Adapun bentuk konstruksi

macam-macam penampang sabuk-V yang umum dipakai terlihat pada

gambar dibawah.

Gambar 2.4. Konstruksi Sabuk-V dan Ukuran Penampang Sabuk V

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 164)

Gambar 2.3. Persinggungan Antara Sisi Sabuk V dan Alur Puli

(a) Sabuk V standart (b) Sabuk V sempit

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 172)

23

Pemilihan penampang sabuk-V yang cocok ditentukan atas dasar

daya rencana dan putaran poros penggerak.Daya rencananya sendiri dapat

diketahui dengan mengalihkan daya yang akan diteruskan dengan faktor

koreksi yang ada. Lazimnya sabuk tipe-V dinyatakan panjang kelilingnya

dalam ukuran inchi. Jarak antar sumbu poros harus sebesar 1,5 sampai dua

kali diameter puli besar (Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002:166).

Sudut lilit atau sudut kontak θ dari sabuk pada alur puli penggerak

harus diusahakan sebesar mungkin untuk mengurangi selip antara sabuk

dan puli dan memperbesar panjang kontaknya. Transmisi sabuk dapat

dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sabuk rata, sabuk dengan penampang

trapezium dan sabuk dengan gigi. Sebagian besar transmisi sabuk

menggunakan sabuk-V karena mudah pemakaiannya dan harganya yang

murah. Kelemahan dari sabuk-V yaitu transmisi sabuk dapat

memungkinkan untuk terjadinya slip. Oleh karena itu, maka perencanaan

sabuk-V perlu dilakukan untuk memperhitungkan jenis sabuk yang

digunakan dan panjang sabuk yang akan digunakan.

Perhitungan yang digunakan dalam perencanaan sabuk-V dan puli

antara lain :

a. Daya rencana (Pd)

Dimana :

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

P = Daya yang diperlukan (kW)

24

b. Momen rencana (T)

Dimana :

c. Diameter puli

Dimana :

d. Kecepatan sabuk

Dimana :

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 7)

T = Momen puntir / Torsi (kg.mm)

Pd = Daya yang direncanakan (kW)

𝑛𝑝 = Kec. putaran pada poros (rpm)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 166)

𝑁 = Putaran poros penggerak (rpm)

𝑁 = Putaran poros yang digerakkan (rpm)

𝑑𝑝 = Diameter puli penggerak (mm)

𝐷𝑝 = Diameter puli yang digerakkan (mm)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 166)

𝑑𝑝 = Diameter puli penggerak (mm)

𝐷𝑝 = Diameter puli yang digerakkan (mm)

𝑛𝑝 = Putaran motor (rpm)

V = Kecepatan sabuk (m/s)

𝑓𝑐 = Faktor koreksi

25

e. Panjang keliling sabuk (L)

( )

( )

Dimana :

f. Jarak sumbu poros (C)

( )

√ ( )

Dimana :

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 170)

𝑑𝑝 = Diameter puli penggerak (mm)

𝐷𝑝 = Diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 170)

𝑑𝑝 = Diameter puli penggerak (mm)

𝐷𝑝 = Diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

26

g. Sudut kontak (θ)

( )

Dimana :

( Sularso dan Kiyokatsu Suga, 2002: 173)

𝑑𝑝 = Diameter puli penggerak (mm)

𝐷𝑝 = Diameter puli yang digerakkan (mm)

L = Panjang keliling sabuk (mm)

C = Jarak sumbu poros (mm)

θ = Sudut kontak