23
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi Definisi remaja menurut WHO adalah suatu masa perkembangan seorang individu yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder (pubertas) hingga mencapai kematangan seksual. Periode ini adalah suatu perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang terdiri dari perubahan secara biologik, psikologik dan sosial. Batasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja ini dikatakan rentan terhadap masalah gizi oleh karena terjadi percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh yang memerlukan energi lebih banyak serta terjadi perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Perilaku rentan gizi pada remaja salah satunya ditunjukkan dengan kebiasaan makan yang kurang baik. Kebiasaan makan yang kurang baik ini biasanya diawali dengan kebiasaan makan keluarga yang tidak baik yang sudah tertanam sejak kecil kemudian berlanjut hingga remaja. Bentuk kebiasaan makan yang tidak baik ini diantaranya adalah makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan berbagai zat gizi dan dampak akibat tidak terpenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap kesehatan. Sebuah studi di Korea yang dilakukan oleh Kim, dkk. (2007) membuktikan bahwa pola makan pada remaja dapat mempengaruhi status gizi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

  • Upload
    lydieu

  • View
    236

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi

Definisi remaja menurut WHO adalah suatu masa perkembangan seorang

individu yang ditandai dengan munculnya tanda-tanda seksual sekunder

(pubertas) hingga mencapai kematangan seksual. Periode ini adalah suatu

perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, yang

terdiri dari perubahan secara biologik, psikologik dan sosial. Batasan umur remaja

menurut WHO yaitu 10-18 tahun (Soetjiningsih, 2004). Masa remaja ini dikatakan

rentan terhadap masalah gizi oleh karena terjadi percepatan pertumbuhan dan

perkembangan tubuh yang memerlukan energi lebih banyak serta terjadi

perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan yang menuntut penyesuaian masukan

energi dan zat gizi.

Perilaku rentan gizi pada remaja salah satunya ditunjukkan dengan

kebiasaan makan yang kurang baik. Kebiasaan makan yang kurang baik ini

biasanya diawali dengan kebiasaan makan keluarga yang tidak baik yang sudah

tertanam sejak kecil kemudian berlanjut hingga remaja. Bentuk kebiasaan makan

yang tidak baik ini diantaranya adalah makan seadanya tanpa mengetahui

kebutuhan berbagai zat gizi dan dampak akibat tidak terpenuhinya kebutuhan zat

gizi tersebut terhadap kesehatan.

Sebuah studi di Korea yang dilakukan oleh Kim, dkk. (2007)

membuktikan bahwa pola makan pada remaja dapat mempengaruhi status gizi

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

11

mereka. Penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan remaja pada tiga pola

makan, yaitu pola makan tradisional Korea, pola makan barat, pola makan

modifikasi. Hasil penelitiannya menemukan bahwa kejadian obesitas sentral

paling tinggi pada pola makan barat sebesar 16,8%. Pola makan barat dalam hal

ini adalah pola makan yang banyak mengkonsumsi tepung dan roti, hamburger,

pizza, makanan ringan dan sereal, gula dan makanan manis. Kejadian obesitas

sentral pada kelompok dengan pola makan tradisional Korea adalah 9,8%. Pola

makan tradisional Koreal yaitu pola makan yang banyak mengkonsumsi kimchi,

nasi, ikan dan rumput laut. Sementara kejadian obesitas sentral pada kelompok

dengan pola makan modifikasi sebesar 9,7%. Pola makan modifikasi dalam hal ini

adalah pola makan yang banyak mengkonsumsi mie, tetapi diselingi dengan

kimchi dan nasi. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Hallstrom, dkk. (2011)

menunjukkan bahwa sekitar 34% remaja di Eropa memiliki kebiasaan tidak

sarapan di pagi hari. Sementara Merten, dkk. (2009) membuktikan bahwa remaja

yang memiliki kebiasaan sarapan memiliki kecenderungan untuk tidak mengalami

obesitas.

2.2 Intelegensi

2.2.1 Definisi

Wechsler (1974) menjelaskan definisi Intelegensi adalah kemampuan

dalam bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi

lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa

intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

12

secara rasional. Dengan demikian, intelegensi tidak dapat diamati secara

langsung, tetapi harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan

manifestasi dari proses berpikir rasional itu. Binet (1905), seorang tokoh perintis

dalam pengukuran intelegensi, menguraikan bahwa intelegensi terdiri dari tiga

komponen, yaitu: (1) kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan tindakan, (2)

kemampuan untuk mengubah arah tindakan setelah tindakan tersebut

dilaksanakan, dan (3) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan

auto critism. Sedangkan Intelligence Quotient atau IQ adalah skor yang diperoleh

dari tes intelegensi (Boeree, 2003).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi remaja

Secara garis besar faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya IQ

seorang remaja menurut Boeree (2003), meliputi:

a. Faktor genetik atau keturunan

Untuk mengetahui seberapa kuat pengaruh genetik terhadap

perkembangan intelegensi remaja, dapat mengacu pada konsep heritabilitas.

Heritabilitas adalah bagian dari variansi dalam suatu populasi yang dikaitkan

dengan faktor genetik. Indeks heritabilitas dihitung menggunakan teknik

korelasional. Tingkat paling tinggi dari heritabilitas adalah 1,00 dengan

korelasi 0,70 keatas mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat.

Penelitian yang dilakukan oleh American Psychological Association,

menyimpulkan bahwa pada tahap remaja akhir, indeks heritabilitas

kecerdasan 0,75. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh genetik yang kuat

terhadap perkembangan intelegensi (Santrock, 2007).

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

13

Patrick, dkk. (2014), membuktikan bahwa nilai IQ berhubungan dengan

jenis kelamin, dimana rerata nilai IQ responden laki-laki lebih tinggi

dibandingkan rerata responden perempuan (r = 0,279; p = 0,005). Penelitian

Burgaleta, dkk. (2012) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan volume otak

antara laki-laki dan perempuan yaitu volume otak laki-laki 10% lebih besar

dibandingkan perempuan. Haier, dkk. (2005) menunjukkan bahwa otak laki-

laki memiliki lebih banyak substansia grisea dibandingkan otak perempuan.

Substansia grisea memiliki peran penting dalam kecerdasan. Temuan tersebut

dapat menjelaskan adanya perbedaan nilai IQ antara laki-laki dan perempuan.

b. Faktor gizi

Pemenuhan kebutuhan gizi pada saat hamil, menyusui dan pada waktu

bayi sangat penting untuk pertumbuhan sel-sel otak, karena masa tersebut

merupakan golden period yang biasa disebut 1000 Hari Pertama Kehidupan

(HPK), yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, 2015).

Kekurangan dan kelebihan gizi pada saat masa pertumbuhan, dapat

mempengaruhi perkembangan sel otak anak. Hasil penelitian Wibowo, dkk.

(1995), menemukan bahwa status gizi anak berpengaruh pada tingkat

intelegensinya.

1) Berat badan lahir bayi

Center for Urban Epidemiologic Studies New York, AS,

membuktikan terdapat hubungan antara berat lahir bayi dengan tingkat

kecerdasan (IQ). Rata-rata perbedaan angka IQ dari bayi yang berat

lahirnya < 2500 gram dengan bayi yang lahirnya 4000 gram mencapai 10

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

14

angka (Matte, dkk., 2001). Rubin, dkk. (1973) menemukan bahwa bayi

dengan berat badan lahir rendah dipengaruhi oleh kesehatan ibu selama

kehamilan terutama pada trimester pertama kehamilan, yang merupakan

fase pembentukan sistem saraf sentral yang berpengaruh pada fungsi

intelektual. Sementara berat badan bayi besar berakibat pada

ketidaksempurnaan logika, kemampuan mental (psikologis) dan

kemampuan belajar. Sejumlah penelitian lain juga melaporkan bahwa

anak dengan berat lahir rendah lebih memiliki kesulitan akademis

dibandingkan anak dengan berat lahir cukup (Erickson, dkk., 2010).

2) Masa kehamilan

Anak yang lahir dengan usia kandungan kurang dari sembilan

bulan menyebabkan tidak sempurnanya keadaan bayi yang membuatnya

lebih sensitif terhadap tekanan, stress dan penyakit dari lingkungan. Hal

ini berpengaruh pada proses perkembangan otak yang pada akhirnya

mempengaruhi fungsi intelektual. Otak yang belum mature rentan

terhadap komplikasi neonatal seperti perdarahan intraventricular,

perdarahan matriks germinal, periventricular leukomalacia, mielinisasi

yang tertunda dan volume otak yang berkurang, sehingga berdampak

pada fungsi kognitif anak (Kuperus, dkk., 2008).

3) Riwayat pemberian ASI

Penelitian Novita, dkk. (2008), menemukan bahwa peluang

terjadinya IQ di bawah rata-rata 1,7 kali lebih besar dibandingkan di atas

rata-rata apabila bayi diberikan ASI non eksklusif. Bayi yang diberikan

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

15

ASI eksklusif menunjukkan fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan

dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif. Bayi yang

mendapatkan ASI eksklusif memiliki rata-rata IQ 128,3 dengan

rentangan 112-142 sedangkan bayi yang tidak mendapatkan ASI

eksklusif memiliki rata-rata IQ 114,4 dengan rentangan 82-137.

Penelitian Maslahah (2010), menemukan bahwa terdapat perbedaan

pengaruh pemberian ASI dengan pemberian susu formula terhadap

tingkat IQ anak usia 5-6 tahun. Secara lebih spesifik dikatakan bahwa

pemberian ASI atau pemberian susu formula di waktu bayi dapat

mempengaruhi tingkat IQ anak. Anak yang memiliki riwayat

mengkonsumsi ASI di waktu bayi mempunyai kemungkinan memiliki

tingkat IQ dalam kategori cerdas sebesar 4,2 kali lebih besar daripada

anak yang memiliki riwayat mengkonsumsi susu formula di waktu bayi.

ASI memiliki kandungan lemak yang terdiri dari asam linoleat dan

kolesterol yang dibutuhkan untuk perkembangan otak (Wardlaw dan

Hampl, 2007). Selain itu, ASI juga mengandung DHA dan AA yang

dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel otak secara optimal. ASI

mengandung jumlah DHA dan AA yang sangat mencukupi untuk

menjamin pertumbuhan dan perkembangan otak anak. Selain AA dan

DHA, Taurin merupakan asam amino penting yang terdapat dalam ASI

dengan konsentrasi tinggi yang memiliki peran penting dalam

perkembangan jaringan otak (Salimo, 2009). Susu formula yang

berbahan dasar susu sapi tidak memiliki komponen AA, DHA dan Taurin

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

16

seperti yang dimiliki oleh ASI. Walaupun saat ini beberapa produsen

susu formula telah menambahkan minyak nabati sebagai sumber

Polyunsaturated Fatty Acids/PUFA seperti AA dan DHA tetapi hasilnya

tidak dapat menyamai ASI. Menurut Susianto (2010), kandungan gizi

pada susu formula tidak stabil seperti yang ada di dalam ASI dikarenakan

adanya faktor perubahan suhu yang menyebabkan perubahan komposisi

senyawa dalam kandungan susu formula. Hal tersebut yang mendasari

adanya perbedaan IQ anak yang mengkonsumsi ASI dengan anak yang

mengkonsumsi susu formula.

4) Status gizi pada usia dua tahun

Mulai sejak lahir sampai berusia dua tahun terjadi perkembangan

otak yang pesat pada bayi yaitu sekitar 80%. Secara umum apabila terjadi

kekurangan atau kelebihan zat gizi pada periode usia 0-2 tahun bersifat

ireversibel dan akan berdampak pada kualitas hidup dan mempengaruhi

perkembangan otak jangka panjang yang selanjutnya berdampak pada

kemampuan kognitif dan prestasi pendidikan (IDAI, 2015). Penelitian

Anwar (2010), menemukan bahwa riwayat status gizi buruk pada usia

dua tahun ke bawah berpengaruh pada tingkat kecerdasan anak saat

berusia 5-6 tahun. Anak umur 5-6 tahun dengan riwayat status gizi buruk

memiliki skor IQ 6,5 poin lebih rendah daripada anak dengan riwayat

status gizi baik.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

17

5) Gizi kurang

Kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan terganggu, badan

lebih kecil yang diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel

dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan

ketidaksempurnaan organisasi biokimia (neurotransmitter) dalam otak.

Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak

(Pamularsih, 2009). Penelitian Sari (2010) menunjukkan bahwa siswa

dengan status gizi kurang mempunyai skor IQ lebih rendah sebesar 13

poin secara signifikan dibandingkan siswa dengan status gizi normal.

Penelitian lainnya yang dilakukan Wibowo (1994) telah membuktikan

bahwa status gizi anak mempunyai dampak positif terhadap

intelegensinya.

Menurut penelitian Karsin (2004) anak yang mengalami Kurang

Energi Protein (KEP) mempunyai skor IQ lebih rendah 10-13 skor

dibandingkan anak yang tidak KEP. Protein merupakan salah satu

sumber zat gizi makro (makronutrien) yang berkontribusi besar pada

fungsi otak. Asam amino esensial diperlukan untuk mengatur

pembentukan neurotransmitter di otak (Bourre, 2006). Selain KEP,

malnutrisi pada anak-anak dapat dipengaruhi oleh kekurangan

mikronutrien (zat besi, yodium, seng, dan vitamin A), yang juga

memiliki pengaruh buruk pada pertumbuhan. Anak yang mengalami

anemia mempunyai IQ lebih rendah 5-10 skor dibandingkan yang tidak

anemia. Anak yang mengalami Gangguan Akibat Kekurangan Iodium

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

18

(GAKI) mempunyai IQ lebih rendah 50 skor dibandingkan anak yang

mengalami GAKI (Karsin, 2004).

c. Faktor kesehatan fisik

Data survei nasional memperkirakan bahwa sekitar 30% dari semua

anak mempunyai beberapa bentuk kondisi kesehatan yang kronik, dan 15-

20% dari semua anak mempunyai masalah fisis, pembelajaran, dan gangguan

perkembangan. Anak lelaki lebih banyak menderita penyakit kronik daripada

anak perempuan. Penyakit kronik serius terbanyak adalah asma; lebih dari

12% anak pernah didiagnosis asma pada suatu waktu dalam kehidupannya.

Setengah dari anak yang dilaporkan asma mengalami gejala asma sebelum

usia 12 bulan. Hampir 6% anak dilaporkan mengalami gangguan pemusatan

perhatian/hiperaktivitas (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder/ADHD).

Kegemukan biasanya tidak dimasukkan dalam masalah kesehatan kronik,

walaupun hampir 17% dari semua anak usia 6 sampai 19 tahun mempunyai

indeks massa tubuh di atas persentil ke-95 (Kliegman, dkk., 2007).

Anak dengan penyakit kronik di Indonesia dikelompokkan dengan

sebutan Anak Dengan Disabilitas (ADD). Kelompok ini merupakan salah

satu kelompok anak Indonesia yang memiliki hak yang sama untuk

memperoleh layanan kesehatan. Kondisi kesehatan ADD sangat kompleks,

terdiri atas berbagai jenis disabilitas dengan permasalahan yang cukup

spesifik sehingga memerlukan pendekatan secara khusus dalam

penanganannya. Mereka merupakan kelompok yang rentan dan rawan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

19

terhadap paparan penyakit maupun ancaman tindak kekerasan (Kemenkes RI,

2014).

World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah ADD

sekitar 7 sampai 10% dari total populasi anak. Gambaran data ADD di

Indonesia sangat bervariasi; belum ada data terkini tentang jumlah dan

kondisi ADD. Data Susenas 2003 menunjukkan sebagian besar (85,6%) anak

dengan disabilitas berada di tengah masyarakat dan hanya sebagian kecil

(14,4%) berada di institusi, termasuk sekolah luar biasa (SLB) dan lembaga

kesejahteraan sosial anak (LKSA). Menurut data Badan Pusat Statistik

Nasional tahun 2007, terdapat 8,3 juta jiwa ADD, atau sekitar 10% dari total

populasi anak di Indonesia (Kemenkes RI, 2014).

Anak dengan penyakit kronik dapat mengalami hambatan untuk

mencapai tumbuh kembang optimal. Mereka dapat mengalami keterlambatan

dalam perkembangan fisis, kognitif, komunikasi, motorik, adaptif, atau

sosialisasi, juga gangguan dalam aspek pertumbuhan seperti kenaikan berat

badan dan tinggi badan yang tidak optimal. Hal lain yang perlu dideteksi

yaitu risiko timbulnya perilaku yang menyimpang seperti emosi yang

meledak-ledak, sikap menentang, cenderung nekat, dan drug abuse yang

banyak dijumpai pada masa remaja (Kliegman, dkk., 2007). Gangguan

tumbuh kembang yang terjadi mulai dari gejala ringan sampai dengan berat,

dapat pula bersifat sementara atau permanen. Gangguan tersebut akibat gejala

atau kelainan yang menetap, pengobatan yang terlambat, keterbatasan

aktivitas atau mobilitas, atau keterbatasan terhadap kegiatan di sekolah,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

20

rekreasi, bermain, aktivitas keluarga, atau dalam pekerjaan (Suris, dkk.,

2008). Penyakit kronik berdampak terhadap perkembangan anak serta

menimbulkan berbagai masalah dan menurunkan kualitas hidupnya

(Michaud, dkk., 2007; Neinstein, 2008).

d. Faktor lingkungan

Remaja membutuhkan lingkungan yang baik untuk dapat

mengoptimalkan perkembangan intelektualnya melalui dukungan secara

mental seperti rasa kasih sayang, rasa aman, pengertian, perhatian,

penghargaan dan rangsangan intelektual. Dukungan mental tersebut dapat

bersumber dari pengasuh utama remaja tersebut sejak kecil. Pengasuhan,

perhatian, dan hubungan yang dibangun dengan penuh kasih sayang akan

mempercepat perkembangan emosional dan kesehatan mental anak. Ketika

hubungan dengan anak dibangun dengan penuh kebaikan dan penghargaan,

maka anak akan berkembang dengan perasaan aman dan emosi yang merasa

terlindungi. Pengasuhan melalui pembinaan hubungan (relationship)

menyediakan “dasar yang aman” sehingga anak dapat mulai mengeksplorasi

dunia dengan jaminan rasa aman. Semakin banyak hal baru yang dieksplorasi,

semakin sukses pengalaman yang diperoleh anak. Pengasuhan melalui

pembinaan hubungan dengan penuh kasih sayang ini akan membuat anak

merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan senantiasa merasa berharga.

Selain itu, pengasuhan ini akan mengajarkan anak untuk memperlakukan

orang lain di lingkungannya dengan baik. Perlu disadari bahwa anak meniru

apa yang dilakukan orang dewasa di sekitarnya, menyimpannya dalam

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

21

memori dan suatu saat akan melakukan hal yang sama dengan orang dewasa

tersebut. Anak yang diperlakukan dengan penuh cinta kasih akan tumbuh

menjadi seseorang yang peduli dengan orang lain (Osofsky, 2003).

Faktor lingkungan lainnya yang berpengaruh pada intelegensi anak

yaitu, tingkat pendidikan ibu, pendapatan keluarga dan riwayat sosial-budaya.

1) Tingkat pendidikan ibu

Hasil penelitian Sari (2010), menunjukkan bahwa skor IQ pada

anak dari ibu yang berpendidikan rendah 10 poin lebih rendah

dibandingkan anak dari ibu yang berpendidikan menengah, sedangkan

anak dari ibu yang berpendidikan tinggi memiliki skor IQ sembilan poin

lebih tinggi. Tingkat pendidikan ibu berkaitan dengan kemampuan

penerimaan informasi tentang gizi. Menurut Suhardjo (2003), seorang

ibu dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-

tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga lebih sulit menerima

informasi baru tentang gizi, dan begitu pula sebaliknya.

Avan, dkk. (2007), menyatakan bahwa anak yang diasuh oleh

orangtua yang menyelesaikan pendidikan hingga ke tahap sekunder atau

lebih akan memiliki nilai IQ yang lebih tinggi. Anak yang diasuh oleh

ibu yang hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar akan

mempunyai risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami hambatan

pertumbuhan dibandingkan anak yang diasuh ibu berpendidikan lebih

tinggi. Penelitian lain menyebutkan bahwa ibu yang menempuh

pendidikan formal lebih dari lima tahun akan lebih banyak memberikan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

22

respon kepada anak secara verbal dan emosional, lebih mampu

mengorganisasi lingkungan, cukup menyediakan materi bermain dan

permainan, keterlibatannya dengan anak lebih besar dan stimulasi yang

mereka berikan juga lebih bervariasi (Andrade, dkk., 2005).

2) Pendapatan keluarga

Penelitian yang dilakukan oleh Seifert (2007) menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara status sosial ekonomi dan

kecerdasan. Orangtua yang memiliki pendapatan yang rendah mengalami

kesulitan untuk memfasilitasi lingkungan yang secara intelektual dapat

menstimulasi anak-anak mereka. Hal inilah yang menyebabkan kurang

optimalnya perkembangan kognitif anak. Mc Wayne (2004) menjelaskan

bahwa anak yang berada pada keluarga dengan pendapatan yang rendah

memiliki risiko terhambatnya perkembangan kognitif yang lebih tinggi

dibandingkan anak yang berada pada keluarga dengan pendapatan yang

lebih tinggi. Pendapatan keluarga memiliki hubungan positif yang cukup

tinggi dengan tingkat intelegensi anak sejak usia tiga tahun sampai

dengan remaja. Pendapatan keluarga rendah, kurang memiliki akses

terhadap sumber daya yang meliputi nutrisi, layanan kesehatan dan

kesempatan pendidikan dibandingkan dengan keluarga berpenghasilan

tinggi. Hasil ulasan beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan

orangtua memiliki pengaruh positif tidak hanya pada kesehatan dan

kesejahteraan tetapi juga pada nilai tes kognitif anak (Mayer, 2002).

Selain itu, anak-anak dari latar belakang sosio-ekonomi yang rendah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

23

lebih cenderung berisiko mengalami perkembangan kognitif yang lebih

buruk karena kurangnya stimulasi kognitif dirumah (Votruba-Drzal,

2003).

3) Latar belakang sosial-budaya

Santrock dan Yussen (1992) menyatakan bahwa latar belakang

sosial budaya anak mempengaruhi kemampuan mentalnya. Tes

kecerdasan pada 320 anak Yahudi, Cina, Negro dan Puerto Rico

menunjukkan hasil bahwa: (1) nilai anak Yahudi lebih tinggi pada bagian

verbal dan lebih rendah pada pemikiran (reasoning) dan angka serta

pengetahuan ruang (space); (2) nilai anak Negro lebih tinggi pada

kemampuan verbal dan lebih rendah pada pemikiran, ruang dan angka

(number); (3) anak Puerto Rico lebih rendah pada bagian verbal tetapi

lebih tinggi pada angka, ruang dan pemikiran; (4) nilai anak Cina rendah

pada kemampuan verbal, tetapi lebih tinggi pada angka, ruang dan

pemikiran. Dalam perbandingan antara anak kulit putih dan anak Asia,

nilai anak kulit putih lebih tinggi pada kemampuan verbal namun lebih

rendah pada kemampuan mengenai ruang (spatial orientation). Penelitian

Wibowo (1994) menunjukkan bahwa performance IQ anak balita Jawa

relatif lebih tinggi dibanding anak balita Sumbar.

4) Rangsangan intelektual

Rangsangan atau stimulasi yang didapatkan anak sejak usia dini,

baik di lingkungan keluarga maupun dari lingkungan sekitar anak

berpengaruh terhadap tingkat inteligensi anak. Studi longitudinal

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

24

mengenai kemampuan kognitif pada anak yang mendapatkan pendidikan

usia dini yang dilakukan oleh Campbell dan Ramey (1995) dalam

American Educational Research Journal, menemukan bahwa adanya

hubungan antara intervensi dini melalui pendidikan usia dini pada anak-

anak dari keluarga dengan pendapatan rendah dengan intelegensi jangka

panjang dan prestasi belajarnya. Penelitian tersebut membuktikan bahwa

remaja yang mendapatkan pendidikan usia dini menunjukkan hasil yang

lebih tinggi untuk tes bahasa dan matematika daripada remaja yang

hanya mendapatkan intervensi pendidikan pada sekolah dasar. Hasil

penelitian Setyaningrum, dkk. (2014), menemukan bahwa anak usia dini

yang mengikuti pembelajaran di PAUD berpeluang mempunyai

perkembangan kognitif yang baik sekitar empat kali dibandingkan

dengan anak usia dini yang tidak ikut PAUD. Anak yang mendapatkan

stimulasi yang terarah pada pembelajaran di PAUD perkembangan

intelegensinya lebih cepat daripada anak yang kurang stimulasi atau

bahkan tidak mendapatkan stimulasi. Berbagai stimulasi melalui

pancaindera seperti melihat, mendengar, merasa, mencium dan meraba,

yang diberikan selama awal kehidupan mempunyai pengaruh yang besar

pada pertumbuhan dan maturasi otak (Warsito, dkk., 2010).

2.2.3 Pengukuran tingkat intelegensi

Tes intelegensi atau sering disebut tes IQ merupakan suatu jenis tes

psikologis yang secara khusus digunakan sebagai alat pengukuran tingkat

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

25

intelegensi atau kemampuan kognitif seseorang (Sukardi, 1993). Tes intelegensi

disusun untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu

kemampuan dalam memberikan suatu jawaban atau kesimpulan secara logis

berdasarkan informasi yang diberikan (Guilford, 1982). Metode untuk pengukuran

tingkat intelegensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

Standard Progressive Matrices (SPM). SPM merupakan bentuk asli dari Raven

Progressive Matrices yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1938. Tes ini

terdiri dari lima kelompok soal, dimana masing-masing kelompok soal berisi 12

soal, sehingga jumlah keseluruhan soal adalah sebanyak 60 soal. Setiap soal akan

bergerak dari soal yang mudah hingga soal yang sulit. Kondisi ini menunjukkan

bahwa dibutuhkan kapasitas kognitif yang lebih besar untuk memasukkan dan

menganalisa informasi di dalam otak. Tes ini dirancang khusus untuk usia enam

hingga 65 tahun yang dapat disajikan secara individual ataupun klasikal. Waktu

untuk mengerjakan tes ini adalah kurang lebih 30 menit. Aspek yang diukur pada

SPM adalah daya abstraksi, berpikir logis/menalar, berpikir sistematis, kecepatan

dan ketelitian serta konsentrasi.

2.3 Obesitas

2.3.1 Definisi

Penderita obesitas lebih banyak dijumpai pada usia remaja dan eksekutif

muda di perkotaan oleh karena mengkonsumsi makanan berlebih serta kurangnya

aktivitas fisik dan berolahraga. Obesitas biasanya disebabkan karena remaja tidak

dapat mengontrol makanannya, makan dalam jumlah berlebih sehingga berat

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

26

badannya melebihi normal. Pada beberapa kasus obesitas terjadi karena binge

eating disorder yaitu suatu keadaan seseorang yang makan dalam jumlah besar

secara terus menerus dan cepat tanpa terkontrol. Setelah menyadarinya baru

merasa bersalah tapi jika keadaan binge datang lagi dia akan kembali

melakukannya tanpa sadar (Sulistyoningsih, 2011).

Kegemukan (overweight) seringkali disamakan dengan obesitas, namun

pada dasarnya memiliki arti yang berbeda. Kegemukan merupakan keadaan berat

tubuh yang melebihi berat tubuh secara normal, sedangkan obesitas merupakan

keadaan kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Kegemukan dan

obesitas bisa terjadi pada berbagai golongan umur dan jenis kelamin. Juvenil

obesity adalah obesitas yang terjadi pada usia muda (anak-anak). Sekitar 50-70%

obesitas yang muncul pada remaja cenderung berlanjut hingga dewasa

(Sulistyoningsih, 2011).

Obesitas merupakan suatu bentuk penyimpangan dari bentuk tubuh yang

ideal. Obesitas menjadi hal yang penting bagi remaja, karena pada masa ini

penampilan fisik menjadi suatu hal yang penting yang dapat mempengaruhi

kehidupan seseorang. Obesitas tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik yang

dapat mengakibatkan berbagai penyakit bagi penderitanya, tetapi juga

berpengaruh pada masalah psikososial. Seseorang yang obesitas sering kali

diasosiasikan memiliki harga diri yang rendah. Hal ini tidak timbul dengan

sendirinya namun karena adanya stigma dan stereotipe yang berada di masyarakat

yang membuat penderita obesitas menjadi tidak puas dengan dirinya sehingga

memiliki harga diri yang rendah.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

27

Warschburger (2005) menyatakan obesitas membuat remaja mengalami

gangguan kesehatan emosional seperti timbulnya harga diri yang negatif,

meningkatnya depresi dan kecemasan. Akan tetapi, besarnya hubungan antara

masalah berat badan dengan masalah psikologi ini bervariasi dan obesitas tidak

secara langsung mengakibatkan masalah psikososial. Sebuah penelitian oleh

Eisenberg, dkk. (2003) menyatakan bahwa ejekan yang berhubungan dengan berat

badan yang ditujukan pada penderita obesitas dapat menurunkan harga diri baik

pada remaja putri dan putra. Masalah psikososial yang terjadi pada remaja

obesitas ini juga mempengaruhi aspek lain dalam hidup salah satunya adalah

prestasi belajar (Aluja dan Blanch, 2002; Xie, dkk., 2006).

2.3.2 Penilaian status gizi

Standar pertumbuhan yang dikembangkan oleh World Health

Organization (WHO) berdasarkan penelitian longitudinal di enam negara yang

tersebar di empat benua yaitu Pelotas (Brasil), Accra (Ghana), Delhi (India), Oslo

(Norwegia), Muscat (Oman), Davis (California-AS). WHO Multicentre Growth

Reference Study (MGRS) telah dirancang untuk menyediakan data yang

menggambarkan bagaimana anak-anak harus tumbuh, dengan cara memasukkan

kriteria tertentu (misalnya: menyusui, pemeriksaan kesehatan, dan tidak

merokok). MGRS menghasilkan Standar Pertumbuhan Normal (preskriptif),

berbeda dengan yang hanya deskriptif. Standar baru memperlihatkan bagaimana

pertumbuhan anak dapat dicapai apabila memenuhi syarat-syarat tertentu seperti

pemberian makan, imunisasi dan asuhan selama sakit. Standar baru ini dapat

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

28

digunakan diseluruh dunia, karena penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari

negara manapun akan tumbuh sama apabila gizi, kesehatan dan kebutuhan

asuhannya dipenuhi. Standar WHO (2005) ini diadopsi sebagai acuan untuk

menilai status gizi anak di Indonesia. Kategori dan ambang batas status gizi anak

sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010

tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, dapat dilihat pada tabel

berikut ini.

Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

Indeks Kategori

Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)

Berat Badan menurut Umur

(BB/U)

Anak Umur 0 – 60 Bulan

Gizi Buruk < -3 SD

Gizi Kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD

Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi Lebih >2 SD

Panjang Badan menurut Umur

(PB/U) atau Tinggi Badan

menurut Umur (TB/U)

Anak Umur 0 – 60 Bulan

Sangat Pendek < -3 SD

Pendek -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Tinggi >2 SD

Berat Badan menurut Panjang

Badan (BB/PB) atau Berat Badan

menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Anak Umur 0 – 60 Bulan

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk >2 SD

Indeks Masa Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Anak Umur 0 – 60 Bulan

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 2 SD

Gemuk >2 SD

Indeks Masa Tubuh menurut

Umur (IMT/U)

Anak Umur 5 – 18 Tahun

Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

Normal -2 SD sampai dengan 1 SD

Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD

Obesitas >2 SD

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010

Tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

29

2.4 Hubungan Status Gizi dengan Tingkat Intelegensi

Li (1995) menemukan bahwa anak yang obesitas memiliki IQ (Intelligence

Quotient) yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan anak yang tidak

obesitas. Akan tetapi, IQ hanya mengukur kemampuan anak dan tidak

memprediksi prestasi belajar. Penelitian oleh Mo-Suwan, dkk. (1999) menemukan

bahwa obesitas pada remaja diasosiasikan dengan prestasi belajar yang buruk,

sedangkan pada anak usia 8-12 tahun yang obesitas tidak ditemukan hubungan

tersebut. Sebuah studi lima tahun lebih dari 2.200 orang dewasa mengklaim telah

menemukan hubungan antara obesitas dan penurunan tingkat intelegensi

seseorang. Para peneliti menemukan bahwa orang dengan Indeks Massa Tubuh 20

atau kurang bisa mengingat 56% kata dalam tes kosa kata, tetapi mereka yang

mengalami obesitas, dengan IMT 30 atau lebih tinggi, bisa mengingat hanya 44%.

Subyek gemuk juga menunjukkan tingkat yang lebih tinggi penurunan intelegensi

ketika mereka diuji ulang lima tahun kemudian, ingatan mereka turun menjadi

37,5% tetapi subyek dengan berat badan yang sehat mempertahankan tingkat

recall (Chandola, dkk., 2006). Studi terbaru menunjukkan, orang yang kegemukan

atau obesitas memiliki jaringan otak 8% lebih sedikit dibanding pada orang yang

berat badannya normal. Akibatnya otak mengalami kemunduran sampai 16 tahun

lebih tua dibandingkan orang yang tidak terlalu banyak lemak. Orang yang

overweight memiliki jaringan otak 4% lebih sedikit dan otaknya terlihat lebih tua

8 tahun (Haris, 2008).

Secara fisiologik, tingginya kadar lemak dalam tubuh akan menghasilkan

berbagai macam oksidan penyebab terganggunya perkembangan intelegensi,

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

30

seperti eicosanoid, dokosanoid, lisofosfolipid, reactive oxygen species (ROS), 4-

hidroksinonenal (4-HNE) dan 4-hidroksiheksenal (4-HHE). Stres oksidatif ini

diduga sebagai salah satu faktor utama yang berperan dalam penurunan tingkat

intelegensi. Stres oksidatif berupa radikal bebas hasil metabolisme lemak

mengakibatkan terjadi akumulasi kerusakan oksidatif biomelekul, terutama pada

kondisi insufisiensi mekanisme pertahanan antioksidatin endogen. Jaringan otak

hanya mempunyai sedikit perlindungan antioksidan dan mempunyai kadar asam

lemak tak jenuh yang tinggi, sehingga mudah terkena oksidasi (Purnomo dkk,

2009). Selain itu, penimbunan lemak pada penderita obesitas akan menyebabkan

tingginya kadar asam lemak bebas (FFA) dan trigliserida dalam plasma, dimana

FFA dan trigliserida ini merupakan hasil metabolisme dari lemak. FFA bersifat

lipotoxocity bagi tubuh dan dapat menyebabkan toksisitas pada saraf (Farooqui

dan Harrocks, 2006).

Sekitar 36-59% anak dan remaja obesitas menderita Obstructive Sleep

Apnea Syndrome (OSAS), gejalanya dapat berupa mengorok dan mengompol

yang dapat mengakibatkan ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan terjadi

hipertensi pulmonal (Wing dan Pak, 2003). Penyebabnya adalah adanya

penebalan pada jaringan lemak di daerah faringeal yang seringkali diperberat oleh

adanya hipertrofi adenotonsilar. Obstruksi saluran nafas intermiten di malam hari

dapat mengakibatkan tidur gelisah serta mengurangi sirkulasi oksigen ke otak.

Sebagai akibatnya, anak akan mengantuk pada keesokkan harinya dan mengalami

hipoventilasi. OSAS yang terjadi berkepanjangan akan berdampak pada gangguan

perkembangan intelegensi anak tersebut. Pada sebuah studi tentang hasil MRI

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

31

pada penderita OSAS membuktikan bahwa terjadinya penyusutan volume gray

matter pada bagian frontal, parietal, temporal, hipokampus dan serebelum (Hunt,

2004). Obesitas dan OSAS adalah dua faktor risiko yang dapat meningkatkan

risiko terjadinya hipertensi yang dapat menyebabkan terganggunya perkembangan

intelegensi melalui mekanisme hipoksia. Hipoksia yang terjadi intermiten dapat

menyebabkan kerusakan hingga atropi otak. Hipertensi merupakan faktor risiko

potensial yang dapat menyebabkan degenerasi otak dan sistem saraf pusat

(Pandav, dkk., 2003).

Obesitas merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular karena terjadi

penebalan dan pengerasan pembuluh darah, hal yang sama juga terjadi dengan

arteri di otak. Selain itu, hormon yang dikeluarkan dari lemak dapat memiliki efek

merusak pada sel otak, sehingga fungsi otak berkurang. Orang yang obesitas akan

kehilangan jaringan otak di bagian depan dan bagian lobus temporal, area otak

yang sangat penting untuk memori dan pencernaan. Selain itu area lain yang

terganggu adalah anterior cingulate gyrus (berfungsi untuk pemusatan perhatian),

hippocampus (memori jangka panjang), dan bangsal ganglia (untuk pergerakkan).

Hal tersebut akan menyebabkan terjadi perubahan struktur anatomi otak yang

kemudian menyebabkan gangguan fungsi faal otak terutama daya ingat

(Chandola, 2006).

Riset yang dilakukan oleh Gale dan tim peneliti mengumpulkan data dari

8200 laki-laki dan perempuan yang berusia 30 tahun, dimana IQ mereka pernah

dites sebelumnya saat mereka berusia 10 tahun. Hasilnya yaitu anak yang

memiliki IQ tinggi banyak yang menjadi vegetarian saat mereka berusia 30 tahun.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja dan Perilaku Rentan Gizi II.pdfBatasan umur remaja menurut WHO yaitu 10-18 tahun ... yaitu sejak kehamilan sampai anak usia 24 bulan (IDAI, ... menemukan

32

Seperti yang diketahui bahwa seorang vegetarian memiliki kadar kalesterol yang

rendah serta jarang menderita obesitas ataupun penyakit jantung. Studi lainnya

juga menemukan bahwa anak dengan kemampuan otak yang cerdas biasanya

mempunyai gaya hidup sehat seperti tidak merokok, tidak kegemukan, tekanan

darahnya normal, dan rajin berolahraga (Gale, 2009). Para ahli setuju bahwa

pengaruh obesitas terhadap IQ didasarkan pada pola kehidupan masyarakat yang

moderen seperti tingkat stres tinggi, pola makan seperti mengkonsumsi makanan

siap saji, kurang aktivitas seperti berolahraga yang mengakibatkan penumpukan

lemak tubuh secara berlebihan. Oleh karena itu perubahan gaya hidup anak-anak,

remaja, sampai dewasa sangat penting (Gale, 2009).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Jorien Veldwijk dkk. (2011), dengan

jumlah sampel 236 anak usia tujuh tahun, menemukan bahwa tidak terdapat

hubungan antara IMT dengan intelegensi anak sekolah. Pada hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa tingkat intelegensi menurun seiring dengan peningkatan IMT

tetapi hubungan ini menunjukkan tidak signifikan pada analisis statistik yang

dilakukan. Meskipun telah melakukan analisis multivariat untuk mengontrol

variabel confounding seperti aktivitas fisik, tingkat pendidikan ibu, IMT ibu

sebelum hamil, perilaku merokok ibu selama hamil, dan berat badan lahir, tetap

menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui konsistensi hasil penelitian terdahulu mengenai

hubungan obesitas dengan tingkat intelegensi pada anak sekolah.