34
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas Berdasarkan PMK No. 43 tahun 2019 Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. Berdasarkan PMK No. 43 tahun 2019 pasal 2 : 1. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang: a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat; b. mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu; c. hidup dalam lingkungan sehat; dan d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. 2. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka mewujudkan kecamatan sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Pengertian Puskesmas

Berdasarkan PMK No. 43 tahun 2019 Pusat Kesehatan Masyarakat yang

selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan

tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di

wilayah kerjanya.

Berdasarkan PMK No. 43 tahun 2019 pasal 2 :

1. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk

mewujudkan wilayah kerja Puskesmas yang sehat, dengan masyarakat yang:

a. memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat;

b. mampu menjangkau Pelayanan Kesehatan bermutu;

c. hidup dalam lingkungan sehat; dan

d. memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,

kelompok, dan masyarakat.

2. Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dalam rangka mewujudkan kecamatan sehat.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

7

3. Kecamatan sehat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk

mencapai kabupaten/kota sehat.

2.1.2 Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas

Berdasarkan PMK No. 43 tahun 2019 Bab 2 pasal 3 meliputi:

a. Paradigma sehat;

b. Pertanggungjawaban wilayah;

c. Kemandirian masyarakat;

d. Ketersediaan akses pelayanan kesehatan;

e. Teknologi tepat guna; dan

f. Keterpaduan dan kesinambungan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat

(1), Puskesmas memiliki fungsi:

i. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

ii. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah

kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, Puskesmas berwenang untuk:

a. Menyusun perencanaan kegiatan berdasarkan hasil analisis masalah

kesehatan masyarakat dan kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

b. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

8

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan

masyarakat dalam bidang kesehatan;

d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan

menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan

masyarakat yang bekerja sama dengan pimpinan wilayah dan sektor

lain terkait;

e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap institusi, jaringan

pelayanan Puskesmas dan upaya kesehatan bersumber daya

masyarakat;

f. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi

sumber daya manusia Puskesmas;

g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan;

h. Memberikan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada keluarga,

kelompok, dan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor

biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual;

i. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi erhadap akses,

mutu, dan cakupan Pelayanan Kesehatan;

j. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat

kepada dinas kesehatan daerah kabupaten/kota, melaksanakan sistem

kewaspadaan dini, dan respon penanggulangan penyakit;

k. Melaksanakan kegiatan pendekatan keluarga; dan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

9

l. Melakukan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat

pertama dan rumah sakit di wilayah kerjanya, melalui

pengoordinasian sumber daya kesehatan di wilayah kerja Puskesmas.

Dalam melaksanakan fungsi penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah

kerjanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, Puskesmas berwenang untuk:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,

berkesinambungan, bermutu, dan holistik yang mengintegrasikan

faktor biologis, psikologi, sosial, dan budaya dengan membina

hubungan dokter – pasien yang erat dan setara;

b. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya

promotif dan preventif;

c. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berpusat pada

individu, berfokus pada keluarga, dan berorientasi pada kelompok

dan masyarakat;

d. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan

kesehatan, keamanan, keselamatan pasien, petugas, pengunjung, dan

lingkungan kerja;

e. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif

dan kerja sama inter dan antar profesi;

f. Melaksanakan penyelenggaraan rekam medis;

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

10

g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan

akses Pelayanan Kesehatan;

h. Melaksanakan perencanaan kebutuhan dan peningkatan kompetensi

sumber daya manusia Puskesmas;

i. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan

Sistem Rujukan; dan

j. Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Fasilitas Pelayanan

Kesehatan di wilayah kerjanya, sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

2.1.3 Persyaratan Puskesmas

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 43

tahun 2019 pasal 10, persyaratan Puskesmas adalah sebagai berikut:

1. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.

2. Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan lebih

dari 1 (satu) Puskesmas.

3. Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan

berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk,

dan aksesibilitas.

4. Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, peralatan, ketenagaan,

kefarmasian, dan laboratorium klinik.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

11

A. Lokasi

Berdasarkan Permenkes No. 43 tahun 2019 pasal 11

1. Persyaratan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4)

meliputi:

a. geografis;

b. aksesibilitas untuk jalur transportasi;

c. kontur tanah;

d. fasilitas parkir;

e. fasilitas keamanan;

f. ketersediaan utilitas publik;

g. pengelolaan kesehatan lingkungan; dan

h. tidak didirikan di area sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi

dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

2. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian

Puskesmas harus memperhatikan ketentuan teknis pembangunan

bangunan gedung negara.

B. Bangunan

Berdasarkan Permenkes No. 43 tahun 2019 pasal 12

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

12

1. Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(4) meliputi:

a. Persyaratan adiabetes melitusinistratif, persyaratan keselamatan

dan kesehatan kerja serta persyaratan teknis bangunan;

b. bangunan bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain;

dan

c. bangunan didirikan dengan memperhatikan fungsi, keamanan,

kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta

kemudahan dalam memberi pelayanan bagi semua orang

termasuk yang berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas,

anak-anak, dan lanjut usia.

2. Persyaratan teknis bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur

Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas dan

fungsi di bidang pelayanan kesehatan.

C. Prasarana

1. Persyaratan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(4) paling sedikit terdiri atas:

a. sistem penghawaan (ventilasi);

b. sistem pencahayaan;

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

13

c. sistem air bersih, sanitasi, dan hygiene;

d. sistem kelistrikan;

e. sistem komunikasi;

f. sistem gas medik;

g. sistem proteksi petir;

h. sistem proteksi kebakaran;

i. sarana evakuasi;

j. sistem pengendalian kebisingan; dan

k. kendaraan puskesmas keliling.

2. Selain kendaraan puskesmas keliling sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf k, Puskesmas dapat dilengkapi dengan ambulans dan

kendaraan lainnya.

D. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Permenkes No. 34 tahun 2019 pasal 17

1. Persyaratan ketenagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat

(4) meliputi dokter dan/atau dokter layanan primer.Dokter atau

dokter layanan primer

2. Selain dokter dan/atau dokter layanan primer sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), Puskesmas harus memiliki:

a. dokter gigi;

b. Tenaga Kesehatan lainnya;dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

14

c. tenaga nonkesehatan.

3. Jenis Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf b paling sedikit terdiri atas:

a. Perawat;

b. Bidan;

c. Tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku;

d. Tenaga sanitasi lingkungan;

e. Nutrisionis;

f. Tenaga apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian; dan

g. Ahli teknologi laboratorium medik.

4. Dalam kondisi tertentu, Puskesmas dapat menambah jenis tenaga

kesehatan lainnya meliputi terapis gigi dan mulut, epidemiolog

kesehatan, entomolog kesehatan, perekam medis dan informasi

kesehatan, dan tenaga kesehatan lain sesuai dengan kebutuhan.

5. Dokter dan/atau dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga

Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) bertugas untuk memberikan Pelayanan Kesehatan di wilayah

kerjanya.

6. Tenaga nonkesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c

harus mendukung kegiatan ketatausahaan, adiabetes melitusinistrasi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

15

keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain di

Puskesmas.

7. Dalam hal jumlah dan jenis dokter dan/atau dokter layanan primer,

dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud

pada ayat (5) telah memenuhi kebutuhan ideal, dokter dan/atau

dokter layanan primer, dokter gigi, dan Tenaga Kesehatan lainnya

dapat diberikan tugas lain.

2.1.4 Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Berdasarkan PMK 74 tahun 2016 :

1. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar:

a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai; dan

b. pelayanan farmasi klinik.

2. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

a. Perencanaan kebutuhan

b. Permintaan

c. Penerimaan

d. Penyimpanan

e. Pendistribusian

f. Pengendalian

g. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan; dan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

16

h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan.

3. Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

meliputi:

a. Pengkajian resep, penyerahan Obat, dan pemberian informasi Obat

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

c. Konseling

d. Ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap)

e. Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat

f. Pemantauan terapi Obat; dan

g. Evaluasi penggunaan Obat.

Sumber daya kefarmasian di Puskesmas meliputi:

1. Sumber Daya Manusia

Berdasarkan Permenkes No.74 tahun 2016 Bab IV bagian A, tentang

Penyelengaraan Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas minimal harus

dilaksanakan oleh 1 (satu) orang tenaga Apoteker sebagai

penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh Tenaga Teknis

Kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan Apoteker di

Puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat

inap maupun rawat jalan serta memperhatikan pengembangan

Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah Apoteker di Puskesmas

adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari. Semua

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

17

tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat

izin praktek untuk melaksanakan Pelayanan Kefarmasian di fasilitas

pelayanan kesehatan termasuk Puskesmas, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang- undangan

2. Sarana dan Prasarana

Berdasarkan Permenkes No.74 tahun 2016 Bab IV bagian B, Sarana

yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di

Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1

(satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komPasundan, jika

memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada

bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara

terbatas) Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi

sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan

meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan

peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk

pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin,

termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat,

buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai

kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

18

mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika

memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner)

sesuai kebutuhan.

c. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku

pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan

obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

d. Ruang konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling,

lemari buku, buku-buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet,

poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir

jadwal konsumsi obat (lampiran), formulir catatan pengobatan

pasien (lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu)

set komputer, jika memungkinkan.

e. Ruang penyimpanan obat dan Bahan Medis Habis

Pakai Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,

temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin

mutu produk dan keamanan petugas. Selain itu juga

memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang

penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat,

pallet, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

19

penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari

penyimpanan obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu.

f. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang

berkaitan dengan pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai

dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu tertentu. Ruang

arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk

memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk

menjamin penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan

teknik manajemen yang baik.

2.2 Diabetes Melitus

2.2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan”, dan

melitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Diabetes

Melitus merupakan suatu penyakit kronis dengan gangguan metabolisme yang

ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan tidak normalnya metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi

produksi insulin atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap

insulin. Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnosis diabetes melitus adalah

pemeriksaan glukosa plasma puasa atau fasting plasma glucose (FPG) dan

pemeriksaan toleransi glukosa oral atau oral glukose tolerance test (OGTT).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

20

a. Kadar FPG antara 100 dan 125 mg/dl mengindikasikan pradiabetes, dan

kadar FPG 126 mg/dL atau lebih dianggap diabetes.

b. Sedangkan untuk OGTT, gula darah individu diukur setelah puasa dan dua

jam setelah minum minuman manis. OGTT dua jam antara 140 mg/dl

sampai 199 mg/dL mengindikasikan pradiabetes dan kadar 200 mg/dL atau

lebih mengindikasikan diabetes.

Adanya rentang nilai pradiabetes memungkinkan untuk intervensi dini

pada pasien yng beresiko mengidap diabetes pasti. Intervensi dini sangat

penting karena pada saat didiagnosis diabetes tipe 2, 20% pasien sudah

mengalami kerusakan retina, 8% mengalami disfungsi ginjal, dan 9%

mengalami gejala neurologik (Corwin, 2009).

2.2.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut American Diabetes

Association (ADA) 2016 dibagi dalam empat jenis, yaitu :

1. Diabetes Melitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus/IDDM)

Diabetes melitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan

absolut insulin, oleh karena itu individu pengidap tipe ini harus mendapat insulin

pengganti dan biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang

dari 30 tahun dengan perbandingan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.

Diabetes tipe I diperkirakan terjadi akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau

Langerhans (Corwin, 2009). diabetes melitus tipe I merupakan 10% dari semua

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

21

kasus diabetes. Umumnya terjadi pada masa kanak-kanak atau dewasa muda dan

biasanya muncul dari perusakan sel β pankreas yang dimediasi sistem imun,

sehingga terjadi defisiensi insulin absolut. Ada periode praklinis yang panjang

(sampai 9-13 tahun) yang ditandai oleh kehadiran penanda imun ketika

perusakan sel β diperkirakan terjadi. Hiperglisemia terjadi ketika 80-90% sel β

hancur. Faktor yang memunculkan respon autoimun tidak diketahui, tapi

prosesnya dimediasi oleh makrofag dan limfosit T dengan autoantibodi yang

tersirkulasi ke berbagai antigen sel β (seperti antibodi islet cell, antibodi insulin)

(Dipiro, 2008).

2. Diabetes Melitus Tipe 2 (Non-Insulin Dependent Diabetes

Melitus/NIDDM)

Diabetes melitus tipe 2 merupakan 90% kasus dari semua kasus diabetes

melitus dan biasanya ditandai dengan resistensi terhadap insulin dan defisiensi

insulin. Resistensi insulin manifestasinya berupa peningkatan lipolisis dan

produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik, dan

penurunan asupan glukosa ke otot rangka. Disfungsi sel β terjadi secara

progresif dan memperburuk kontrol atas glukosa darah dengan berjalannya

waktu. diabetes melitus tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (asupan

kalori berlebih, kurang latihan fisik, dan kegemukan) yang memperburuk

genotip tertentu (Dipiro, 2008).

Pada penderita diabetes melitus tipe ini terjadi hiperinsulinemia, tetapi

insulin tidak bisa membawa glukosa masuk kedalam jaringan karena terjadi

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

22

resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk

merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat

produksi glukosa oleh hati. Oleh karena itu terjadinya resistensi insulin

(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi

dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat

mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama

bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami

desentisasi terhadap adanya glukosa. Onset diabetes melitus tipe ini terjadi

perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi

perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa

berkurang (ADA, 2016).

3. Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana

intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan dan biasanya

terjadi pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes melitus gestasional

berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita diabetes

melitus tipe ini memiliki resiko lebih besar untuk menderita diabetes melitus

yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan (ADA, 2016).

4. Diabetes Melitus Tipe Lain

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

23

Diabetes melitus tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek

genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

penyakit metabolik endokrin lain, infeksi firus, penyakit autoimun dan kelainan

genetik lain (ADA, 2016).

Gambar 2. 1 Klasifikasi diabetes melitus menurut IDF 2013

2.2.3 Komplikasi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus adalah sekelompok gangguan metabolit kronik akibat

abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai

dengan hiperglikemia yang berakibat pada komplikasi mikrovaskular,

makrovaskular, dan neuropati untuk jangka panjang. Diabetes yang tidak

terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis. Menurut

Perkeni 2019, komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori,

yaitu :

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglikemia, adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah normal (<50

mg/dl). Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes melitus

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

24

tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, kadar gula darah yang terlalu

rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga

tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan.

b. Hiperglikemia, adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba,

dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara

lain ketoasidosis diabetik, Koma hiperosmoler non ketotik (KHNK) dan

kemolakto asidosis.

2. Komplikasi Kronik

a. Makrovaskular, yang umum berkembang pada DIABETES MELITUS

adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami

penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.

b. Mikrovaskular, komplikasi ini terutama terjadi pada pasien diabetes melitus

tipe 1 seperi nefropati, diabetik retinopati, neuropati, dan amputasi (Fatimah,

2019).

2.2.4 Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan

dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat

oral dan bentuk suntikan. Cara Pemberian OHO :

a. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai

respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.

b. Sulfonilurea: 15 –30 menit sebelum makan.

c. Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

25

d. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan.

e. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makan suapan pertama.

f. Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.

g. DPPIV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

A. Obat Hipoglikemik Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat Antidiabetika oral dibagi menjadi :

1. Pemicu Sekresi Insulin : Sulfonilurea dan Glinid

2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin : Metformin dan Tiazolidindion.

3. Penghambat Glukoneogenesis : Metformin

4. Penghambat Glukosidase Alfa : Acarbose

5. DPP IV Inhibitor

1. Pemicu Sekresi Insulin

a. Sulfonilurea

Terdiri dari : Glibenklamid, Glikazid, Glikuidon, Glipizid, Klorpropamid,

dan Tolbutamid.

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin

oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan

berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai

keadaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta

penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunan sulfonilurea kerja panjang.

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

26

b. Glinid : Repaglinid dan Nateglinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,

dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini

terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid

(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara

oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi

hiperglikemia post prandial.

2. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin

a. Biguanid (Metformin)

Golongan biguanid yang paling banyak digunakan adalah metformin.

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Metformin nerupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai

dislipidemia dan resistensi insulin. Metformin dikontraindikasikan pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 2.5 mg/dl) dan hati, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit

sereberovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

27

efek samping mual, sehingga untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan

pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian

metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk

memantau efek samping obat tersebut.

b. Tiazolidindion

Termasuk golongan obat ini yaitu Pioglitazon dan Rosiglitazon (sudah

dilarang beredar oleh Badan POM).

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator

Activated Receptor Gamma (PPARg), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak.

Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan

ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan

gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga

pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu

dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.

3. Penghambat Glukoneogenesis Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati

(glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.

Metformin nerupakan pilihan utama untuk penderita diabetes gemuk, disertai

dislipidemia dan resistensi insulin. Metformin dikontraindikasikan pada pasien

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

28

dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 2.5 mg/dl) dan hati, serta

pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit

sereberovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan

efek samping mual, sehingga untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan

pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian

metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk

memantau efek samping obat tersebut.

4. Penghambat Glukosidase Alfa Acarbose

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,

sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan.

Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang

paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

5. DPP - IV Inhibitor

a. Sitagliptin

b. Vildagliptin

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang

dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus

bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan

perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

29

glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl

peptidase-4 (DPP4), menjadi metabolit GLP-1 (9,36) amide yang tidak aktif.

Sekresi GLP-1 menurun pada diabetes melitus tipe 2, sehingga upaya yang

ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam

pengobatan diabetes melitus tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP1 dapat dicapai

dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat

DPP4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin = GLP-1

agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP4 inhibitor, mampu menghambat

kerja DPP4 sehingga GLP1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif

dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat pelepasan

glukagon.

B. Suntikan

1. Insulin

Insulin merupakan obat tertua untuk diabetes, paling efektif dalam

menurunkan kadar glukosa darah. Bila digunakan dalam dosis yang sesuai,

insulin dapat menurunkan setiap kadar A1C sampai mendekati target terapeutik.

Tidak seperti antihiperglikemia lain, insulin tidak memiliki dosis maksimal.

Terapi insulin berkaitan dengan penurunan berat badan dan hipoglikemia. Insulin

diperlukan pada keadaan :

a. Penurunan berat badan yang cepat.

b. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

30

c. Ketoasidosis diabetik.

d. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

e. Hiperglikemia dengan asidosis laktat.

f. Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal.

g. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).

h. Kehamilan dengan diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan

perencanaan makan.

i. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

j. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

k. Berdasarkan lama kerja insulin dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu :

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin), Insulin kerja pendek (short acting

insulin), Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja

panjang (long acting insulin), Insulin campuran tetap, kerja pendek dan

menengah (premixed insulin).

Efek samping terapi insulin :

a. Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.

b. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

Cara Penyuntikan insulin :

a. Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan),

dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

31

b. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus

atau drip.

c. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja

pendek dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu.

Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan

perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara

kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat dilihat dalam buku

panduan tentang insulin.

d. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan

dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

e. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin

dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes

yang sama.

f. Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah

unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit).

Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya

U100, artinya 100 unit/mL (Perkeni, 2019).

2. Agonis GLP-1

Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru

untuk pengobatan DIABETES MELITUS. Agonis GLP-1 dapat bekerja

sebagai perangsang peng lepasan insulin yang tidak menimbulkan

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

32

hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada

pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan

mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah

menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses

glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki

cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat

ini antara lain rasa sebah dan muntah.

C. Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk

kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa

darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila

diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO

sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat

dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran

kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga

OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.

Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak

memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat

menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak

dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja

menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

33

menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat

diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup

kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 610 unit yang diberikan

sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan

menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara

seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali,

maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin (Perkeni,

2019).

Golongan Generik Nama

mg/tab

Dosis Lama Kerj Frek/

Waktu Dagang

Harian (jam) hari

(mg)

Sulfonilurea

Glibenclamide

Condiabet 5

2,5 - 20

12-24

1-2

Sebelum

makan

Glidanil 5

Renabetic 5

Harmida 2,5 – 5

Daonil 5

Gluconic 5

Padonil 5

Glipizide Glucotrol-XL 5-10 5-20 12-16 1

Gliclazide

Diamicron MR 30 – 60 30-120 24 1

Diamicron

80

40-320

10-20

1-2

Glucored

Linodiab

Pedab

Glikamel

Glukolos

Meltika

Glicab

Gliquidone (30) Glurenorm 30 15-120 6-8 1-3

Glimepiride

Actaryl 1-2-3-4

1-8

24

1

Amaryl 1-2-3-4

Diaglime 1-2-3-4

Gluvas 1-2-3-4

Metrix 1-2-3-4

Orimaryl 2-3

Simryl 2-3

Versibet 1-2-3

Amadiab 1-2-3-4

Anpiride 1-2-3-4

Glimetic 2

Mapryl 1-2

Paride 1-2

Relide 2-4

Velacom2/

Velacom 3 2-3

Glinid Repaglinide Dexanorm 0,5-1-2 1-16 4 2-4

Nateglinide Starlix 60-120 180-360 4 3

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

34

Thiazolidine-

dione

Pioglitazone

Actos 15-30

15-45

24

1

Tidak

bergantung

jawal makan

Gliabetes 30

Pravetic 15-30

Deculin 15-30

Pionix 15-30

Penghambat

Alfa -

Glukosidase

Acarbose

Acrios 50-100

100-300

3

Bersama

suapan

pertama

Glubose

Eclid

Glucobay

Adecco 500

Biguanid

Metformin

Efomet 500-850 500- 3000

6-8

1-3

Bersam

a/

sesudah

makan

Formell 500-850

Gludepatic 500

Gradiab 500-850

Metphar 500

Zendiab 500

Diafac 500

Forbetes 500-850

Glucophage 500-850-

1000

Glucotika 500-850

Glufor 500-850

Glunor 500-850

Heskopaq 500-850

Nevox 500

Glumin 500

Penghambat

DPP-4

Vildagliptin Galvus 50 50-100 12-24 1-2 Tidak

bergantun

g jadwal makan

Sitagliptin Januvia 25-50-100 25-100 24

1 Saxagliptin Onlyza

5 5 Linagliptin Trajenta

Penghambat SGLT-2

Dapaglifozin Empagliflozin

Forxigra Jardiance

5-10 10-25

5-10 10-25

24 1

Obat

kombinasi

tetap

Glibenclamide +

Metformin

Glucovance

1,25/250 2,5/500 5/500

Mengatur

dosis maksimum

masing –

masing

komponen

12-24

1-2

Bersam

a/

sesudah

makan

Glimepirid

e +

Metformin

Amaryl M 1/250 2/500

Velacom plus 1/250 2/500

Pioglitazon

e + Metformin

Actosmet 15/850 18-24

Pionix-M 15/500 15/850

Sitaglipti

n +

Metformi

n

Janumet 50/500

50/850 50/1000

12-24

2

Vildagliptin +

Metformin

Galvusmet 50/500 50/850

50/1000

Saxagliptin + Metformin

Kombiglyze XR 5/500 1

Linaglipti

n + Metformi

n

Trajento Duo 2,5/500 2,5/850

2,5/1000

2

Dapaglifozin-

Metformin HCl

XR

Xigduo XR

2,5/1000 5/500

5/1000 10/500

1-2

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

35

Tabel 2. 1 Obat hipoglikemik oral ( perkeni 2019 )

2.2.5 Argoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 menurut American

Diabetes Association 2016

Algoritme dibuat dengan memperhatikan karakteristik intervensi

individual, sinergisme dan biaya. Tujuannya adalah untuk mencapai dan

mempertahankan kadar A1C < 7% dan mengubah intervensi secepat mungkin

bila target glikemik tidak tercapai.

1. Langkah Pertama : Intervensi Pola Hidup dan Metformin

Berdasarkan bukti-bukti keuntungan jangka pendek dan jangka panjang

bila berat badan turun dan aktivitas fisik yang ditingkatkan maka konsensus ini

menyatakan bahwa intervensi pola hidup harus dilaksanakan sebagai langkah

pertama pengobatan pasien diabetes tipe 2 yang baru. Intervensi pola hidup juga

untuk memperbaiki tekanan darah, profil lipid, dan menurunkan berat badan atau

setidaknya mencegah peningkatan berat badan, harus selalu mendasari

pengelolaan pasien diabetes tipe 2, bahkan bila telah diberi obat-obatan.

Untuk pasien yang tidak obesitas, modifikasi komposisi diet dan tingkat

aktivitas fisik tetap berperan sebagai pendukung pengobatan. Oleh sebab itu pada

konsensus ini ditentukan bahwa terapi metformin harus dimulai bersamaan

dengan intervensi pola hidup pada saat diagnosis. Metformin direkomendasikan

sebagai terapi farmakologik awal, pada keadaan tidak ada kontraindikasi spesifik,

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

36

karena efek langsungnya terhadap glikemia, tanpa penambahan berat badan dan

hipoglikemia pada umumnya, efek samping yang sedikit, dapat diterima oleh

pasien dan harga yang relatif murah. Penambahan obat penurun glukosa darah

yang lain harus dipertimbangkan bila terdapat hiperglikemia simtomatik

persisten.

2. Menggunakan Obat Kedua (Dual Terapi)

Bila dengan intervensi pola hidup dan metformin dosis maksimal yang

dapat ditolerir target glikemik tidak tercapai atau tidak dapat dipertahankan,

sebaiknya ditambah obat lain setelah 3 bulan memulai pengobatan atau setiap

saat bila target A1C tidak tercapai. Bila terdapat kontraindikasi terhadap

metformin atau pasien tidak dapat mentolerir metformin maka perlu diberikan

obat lain. Konsensus menganjurkan penambahan insulin atau sulfonilurea yang

menentukan obat mana yang dipilih adalah keadaan pasien dan keadaan

penyakitnya.

3. Menggunakan Obat ketiga (Tripel Terapi)

Bila dengan dual terapi target A1C tidak tercapai setelah 3 bulan, maka

pertimbangkan penggunaan kombinasi Metformin dan salah satu dari pilihan

obat-obat Sulfonilurea, Thiazolidindion, DPP-4 inhibitor, Inhibitor SGLT2,

GLP-1 reseptor agonis, atau Insulin basal. Pemilihan obat didasarkan pada

prioritas pasien, penyakit dan karakteristik obat dengan tujuan mengurangi kadar

glukosa darah sementara dan mengurangi efek samping, terutama hipoglikemia.

4. Kombinasi Terapi Injeksi

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

37

Bila dengan dual terapi target A1C tidak tercapai setelah 3 bulan dengan

menggunakan tripel terapi dan pasien dengan kombinasi OHO, gunakan terapi

suntikan. Terai yang digunakan adalah GLP-1 dan insulin basal, atau

mengoptimalkan titrasi insulin basal + GLP-1 Inhibitor atau mealtime insulin

(ADA, 2016).

Gambar 2. 2 Argoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2

menurut American Diabetes Association 2016

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

38

2.2.6 Argoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 menurut Perkeni

2019

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian

39

Gambar 2. 3 Algoritma pengobatan diabetes melitus tipe 2 (Perkeni 2019)