Upload
vukhanh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Operasional
Didalam melakukan proses produksi sangat diperlukan manajemen yang
baik, hal ini bertujuan untuk melakukan pengaturan ataupun pengawasan
proses produksi agar sesuai dengan standar yang telah dibuat, baik kesesuaian
standar proses produksi maupun kesesuaian standar dari produk yang telah
dihasilkan. Proses produksi ini merupakan suatu proses perubahan atau
transformasi dari input menjadi output, dengan menggunakan sumberdaya
yang dimilki. Hal ini kemudian dikenal dengan manajemen operasional.
Menurut Jay Heizer dan Render (2001) mengatakan bahwa :
“Manajemen Operasi (Operations Management) adalah serangkaian
aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output”.
Itulah mengapa rata-rata perusahaan besar di dunia ini banyak menerapkan
teknik Manajemen Operasi dikarenakan kesadaran akan pentingnya perhatian
dalam proses produksi guna meningkatkan nilai produksi dan mendapatkan
laba.
Bidang ilmu manajemen operasional merupakan bidang ilmu yang
mencakup banyak hal dalam berbagai aspek. Jay Heizer dan Render (2005)
menyebutkan bahwa terdapat sepuluh keputusan strategis yang berkaitan
manajemen operasional. Kesepuluh hal tersebut adalah :
16
1. Perancangan produk dan jasa
2. Pengelolaan kualitas
3. Perancangan proses kapasitas
4. Strategi lokasi
5. Strategi tata letak
6. Sumber daya manusia dan rancangan pekerjaan
7. Manejemn rantai pasokan (Suplly Chain Management)
8. Persediaan, perencanaan, kebutuhan bahan baku, dan JIT (Just In Time)
9. Penjadwalan jangka menengah dan jangka pendek
10. Perawatan (Maintenance)
2.2. Pengertian Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan (inventory management) yang baik merupakan
kunci keberhasilan setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun
perusahaan dagang. Pengelolaan persediaan secara baik memungkinkan
penggunaan sumber daya dan penjadwalan produksi secara efesien.
Perusahaan harus memelihara persediaan barang dalam proses dalam jumlah
tertentu selama proses produksi. Ada sejumlah aspek yang memerlukan
pertimbangan mendalam tentang persediaan yaitu berapa macam jenis
persediaan, berapa jumlah persediaan yang dianggap tepat, dan hubungan
antara persediaan dengan piutang. Begitu pentingnya manajemen persediaan,
sehingga semua level manajer akan terlibat dalam pengelolaan persediaan
untuk menjaga besarnya persediaan guna mencapai tujuan perusahaan secara
efektif dan efesien.
17
Persediaan dalam proses atau persediaan dalam perpindahan, yaitu
persediaan antara berbagai tahap produksi atau penyimpanan. Kebijakan
persediaan perlu dilakukan oleh manajer agar dapat menjamin kelancaran
proses produksi, dapat dijangkau oleh dana yang tersedia dan dapat mencapai
jumlah pembelian optimal.
Pada perusahaan dagang, faktor-faktor yang menentukan besarnya biaya
persediaan adalah :
1. Frekuensi pembeliaan persediaan.
2. Lead time, yaitu lamanya masa tunggu barang yang dipesan.
3. Daya tahan barang dagangan.
4. Pendistribusian persediaan.
Sedangkan menurut Sofyan Assauri (2004) manajemen persediaan dapat
diartikan sebagai berikut :
“Manajemen persediaan merupakan sejumlah bahan-bahan, parts yang
disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam
perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk
yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari komponen atau
langganan setiap waktu”.
2.3 Persediaan
2.3.1 Pengertian Persediaan
Persediaan didefinisikan sebagai barang jadi yang disimpan atau
digunakan untuk dijual pada periode mendatang, yang dapat berbentuk bahan
baku yang disimpan untuk diproses, barang dalam proses manufaktur dan
barang jadi yang disimpan untuk dijual maupun diproses.
Persediaan diterjemahkan dari kata “inventory” yang merupakan timbunan
18
barang (bahan baku, komponen, produk setengah jadi, atau produk akhir, dll)
yang secara sengaja disimpan sebagai cadangan (safety atau buffer-stock)
untuk manghadapi kelangkaan pada saat proses produksi sedang berlangsung.
Untuk lebih jelasnya mengenai persediaan, maka akan dipaparkan
pengertian persediaan. Pengertian persediaan akan dijelaskan dari beberapa
defenisi berikut :
Rangkuti (2007) menyatakan bahwa :
“Persediaan adalah bahan-bahan, bagian yang disediakan, dan bahan-
bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses
produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk
memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu.”
M. Syamsul Ma’Arif dan Hendri Tanjung (2006) menyatakan bahwa :
“Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan
maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha yang normal atau
barang-barang yang masih dalam proses produksi ataupun persediaan
bahan baku yang masih menunggu untuk digunakan dalam suatu proses
produksi”
Menurut Suyadi Prawirosentono (2001), persediaan adalah kekayaan
lancar yang terdapat dalam perusahaan dalam bentuk persediaan mentah
(bahan baku/material), barang setengah jadi dan barang dalam proses.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persediaan adalah material
yang berupa bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi yang disimpan
dalam suatu tempat atau gudang dimana barang tersebut menunggu untuk
diproses atau diproduksi lebih lanjut.
2.3.2 Penyebab Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tak terhindarkan. Menurut Baroto
(2002) mengatakan bahwa penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai
19
berikut:
1. Mekanisme pemenuhan atas permintaan
Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila
barang tersebut tidak tersedia sebelummya. Untuk menyiapkan barang
ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya
persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.
2. Keinginan untuk meredam ketidakpastian
Ketidakpastian terjadi akibat: permintaan yang bervariasi dan tidak
pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang
cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya,
waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak
faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam
dengan mengadakan persediaan.
3. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan
keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.
2.3.3 Jenis Persediaan
Setiap persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolaan
yang berbeda. Rangkuti (2007) memaparkan persediaan dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-
barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain
yang digunakan dalam proses produksi.
2. Persediaan komponen-komponen rakitan (Purchased parts/
20
components) yaitu, persediaan barang-barang yang terdiri dari
komponen-komponen yang diperoleh dari perusahaan lain yang secara
langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3. Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan
barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan
merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan
barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi
masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-
barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap
dijual atau dikirim kepada pelanggan.
2.3.4 Fungsi Persediaan
Pada prinsipnya persediaan mempermudah atau memperlancar jalannya
operasi perusahaan/pabrik yang harus dilakukan secara berturut-turut untuk
memproduksi barang-barang yang akan dijual kepada para pelanggan atau
konsumen. Rangkuti (2007) menjelaskan adapun fungsi-fungsi persediaan
oleh suatu perusahaan/pabrik adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Decoupling
Adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat memenuhi
permintaan pelanggan tanpa tergantung pada supplier. Persediaan
bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya
21
tergantung pada pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu
pengiriman. Persediaan barang dalam proses diadakan agar
departemen-departemen dan proses-proses individual perusahaan
terjaga “kebebasannya”. Persediaan barang jadi diperlukan untuk
memenuhi permintaan produk yang tidak pasti dari para pelanggan.
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut
fluctuation stock.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan lot size ini perlu mempertimbangkan penghematan atau
potongan pembeliaan, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih
murah dan sebagainya. Hal ini disebabkan perusahaan melakukan
pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan biaya- biaya
yang timbul karena besarnya persediaan (biaya sewa gudang, investasi,
resiko, dan sebagainya).
3. Fungsi Antisipasi
Apabila perusahan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat
diperkirakan dan diramalkan berdasar pengalaman atau data-data masa
lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat
mengadakan persediaan musiman (seasional inventories).
2.3.5 Komponen Biaya Persediaan
Salah satu tujuan persediaan adalah mendapatkan biaya yang minimum.
Oleh karena itu, menurut Nasution dan Prasetyawan (2008) dalam
22
menentukan biaya persediaaan perlu diketahui bahwa biaya-biaya yang
mencakup dalam persediaan sebagai berikut :
1. Biaya penyimpanan (holding costs atau carrying costs)
Yaitu terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi secara langsung dengan
kuantitas persediaan seperti biaya fasilitas penyimpanan, biaya pajak
persediaan dan biaya asuransi persediaan. Biaya penyimpanan per
periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan
semakin banyak atau rata- rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya
tersebut merupakan variabel apabila bervariasi dengan tingkat
persediaan. Apabila biaya fasilitas penyimpanan (gudang) tidak
variabel, tetapi tetap, maka tidak dimasukkan dalam biaya
penyimpanan per unit. Biaya penyimpanan persediaan berkisar antara
12 sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Untuk perusahaaan
manufakturing biasanya, biaya penyimpanan rata-rata secara konsisten
sekitar 25 persen.
2. Biaya pemesanan atau pembelian (ordering costs atau procurement
costs)
Biaya-biaya ini meliputi biaya pemrosesan, biaya ekspedisi, upah,
biaya telepon, biaya pengepakan, biaya pengiriman ke gudang dan
sebagainya. Pada umumnya, biaya pemesanan (di luar biaya bahan dan
potongan kuantitas) tidak naik apabila kuantitas pemesanan bertambah
besar. Tetapi, apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap
kali pesan, jumlah pesanan per-periode turun, maka biaya pemesanan
23
total akan turun. Ini berarti, biaya pemesanan total per-periode
(tahunan) sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode
dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
3. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan (shortage costs)
Adalah biaya yang timbul apabila persiapan tidak mencukupi adanya
permintaan bahan. Biaya-biaya yang termasuk biaya kekurangan bahan
adalah kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, terganggunya
operasi dan tambahan pengeluaran kegiatan manajerial dan sebagainya.
Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktiknya, terutama
karena kenyataannya biaya ini sering merupakan opportunity costs
yang sulit diperkirakan secara objektif.
Perhitungan total biaya persediaan menurut Render (2005) :
TC = 𝐷
𝑄∗ 𝑥 𝑆 +
𝑄∗
𝐷 𝑥 𝐻
Keterangan :
TC : Total Cost
Q* : Jumlah barang setiap pemesanan
D : Permintaan tahunan barang persediaan, dalam unit
S : Biaya pemesanan untuk setiap pemesanan
H : Biaya penyimpanan per unit per tahun
2.3.6 Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan (Inventory Control) adalah penentuan suatu
kebijakan pemesanan dalam antrian, kapan bahan itu dipesan dan berapa
banyak yang dipesan secara optimal untuk dapat memenuhi permintaan, atau
dengan kata lain, pengendalian persediaan adalah suatu usaha atau kegiatan
24
untuk menentukan tingkat optimal dengan biaya persediaan yang minimum
sehingga perusahaan dapat berjalan lancar.
Handoko (1984) menyatakan bahwa pengendalian persediaan merupakan
fungsi manajerial yang sangat penting. Karena persediaan fisik, banyak
perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancar. Bila
perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan,
menyebabkan biaya penyimpanan yang berlebihan dan mungkin mempunyai
“opportunity cost” (dana dapat ditanamkan dalam investasi yang lebih
menguntungkan). Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai
persediaan yang mencukupi dapat mengakibatkan pembelian meningkat dari
terjadinya kekurangan bahan.
Pengertian pengendalian persediaan menurut Sofyan Assauri (2008)
menyatakan bahwa :
“Pengendalian persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk
menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku,
dan barang hasil produksi, sehingga perusahaan dapat melindungi
kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan
pembelajaran perusahaan dengan efektif dan efesien”.
Masalah penentuan besarnya persediaan merupakan masalah yang penting
bagi perusahaan. Karena persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap
keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar
dibandingkan kebutuhan perusahaan akan menambah beban bunga, biaya
penyimpanan dan pemeliharaan dalam gudang, serta kemungkinan penyusutan
dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga akan mengurangi
keuntungan perusahaan. Sebaliknya persediaan bahan baku yang terlalu kecil
25
akan mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan
mengalami kerugian juga.
Untuk dapat mencapai persediaan yang optimun, harus memenuhi
beberapa syarat pengendalian persediaan, syarat-syarat tersedianya persediaan
yang optimun menurut Sofyan Assauri dalam bukunya Manajemen Produksi
dan Operasi (2008) sebagai berikut :
1. Terdapatnya gudang yang cukup luas dan teratur dengan pengaturan
tempat/barang yang tetap dan identifikasi bahan/barang tertentu.
2. Sentralisasi kekuasaan dan tanggung jawab pada satu orang yang dapat
dipercaya terutama penjaga gudang.
3. Suatu system pencatatan dan pemeriksaan atas penerimaan barang.
4. Pengawasan mutlak atas pengeluaran bahan/barang.
5. Pencatatan yang cukup teliti yang menunjukkan jumlah yang dipesan
dibagikan atau dikeluarkan dari yang tersedia di dalam gudang.
6. Pemeriksaan fisik bahan/barang yang ada dalam persediaan secara
langsung.
7. Perencanaan untuk menggunakan barang-barang yang lebih dulu
dikeluarkan, barang-barang yang telah lama dalam gudang dan barang-
barang yang sudah usang dari keunggulan zaman.
2.3.7 Fungsi Pengendalian Persediaan
Fungsi utama dari suatu pengawasan persediaan yang efektif menurut
Sofyan Assauri (2008) adalah sebagai berikut :
26
1. Memperoleh bahan-bahan, yaitu menetapkan prosedur untuk memperoleh
suatu supply yang cukup dan bahan-bahan yang dibutuhkan baik kuantitas
maupun kualitas.
2. Menyimpan dan memlihara bahan-bahan dalam persediaan, yaitu
mengadakan suatu sistem penyimpanan untuk memelihara dan melindungi
bahan-bahan yang telah dimasukan ke dalam persediaan.
3. Pengeluaran bahan-bahan, yaitu mendapatkan suatu pengaturan atas
pengeluaran dan penyimpanan bahan-bahan dengan tepat saat dimana
bahan-bahan tersebut dibutuhkan.
4. Meminimalkan investasi dalam bentuk bahan atau barang
(mempertahankan persediaan dalam jumlah optimum setiap waktu).
2.3.8 Tujuan Pengendalian Persediaan
Divisi yang berbeda dalam industri manufaktur maupun perusahaan
dagang akan memiliki tujuan pengendalian persediaan yang berbeda pula.
Menurut Ginting (2007) menjelaskan bahwa tujuan dari pengendalian
persediaan adalah:
1. Pemasaran ingin melayani konsumen secepat mungkin sehingga
menginginkan persediaan dalam jumlah yang banyak.
2. Produksi ingin beroperasi secara efisien.
Hal ini mengimplikasikan order produksi yang tinggi akan menghasilkan
persediaan yang besar (untuk mengurangi setup mesin). Di samping itu
juga produk menginginkan persediaan bahan baku, setengah jadi atau
27
komponen yang cukup sehingga proses produksi tidak terganggu karena
kekurangan bahan.
3. Personalia (personel and industrial relationship) menginginkan adanya
persediaan untuk mengantisipasi fluktuasi kebutuhan tenaga kerja dan
PHK tidak perlu dilakukan.
2.3.9 Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Sistem Q
Satu model stokastik sediaan yang paling banyak dilakukan adalah sistem
Q yang juga disebut sistem pemeriksaan terus-menerus, sistem titik
pemesanan kembali dan sistem jumlah pemesanan tetap. Pada sistem Q,
permintaan berubah-ubah dan tidak dapat dipastikan sebelumnya. Permintaan
ini berubah-ubah secara sembarang sehingga yang dapat ditentukan adalah
permintaan rata-rata. Ini berarti bahwa selama masa tunggu pun permintaan
tersebut berubah-ubah.
Dikatakan sistem Q karena persediaan dengan jumlah pemesanan tetap.
Pada sistem ini pemesanan kembali dilakukan pada saat dimana persediaan
mencapai suatu titik pemesanan kembali (reorder point) dengan
memperhitungkan kebutuhan yang berfluktuasi selama waktu ancang-ancang
(lead time), Persediaan untuk meredam fluktuasi selama lead time disebut
persediaan keamanan (safety stock). Menurut Baroto (2002) beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pengendalian persediaan dengan sistem Q
adalah sebagai berikut:
1. persediaan keamanan (safety stock) adalah sejumlah bahan sebagai
persediaan cadangan jika perusahaan berproduksi melebihi rencana
28
tidak
Penerimaan pesanan
ya
yang telah ditetapkan,
2. waktu ancang-ancang (lead time) adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memesan bahan sampai bahan tersebut tiba,
3. jumlah barang yang dipesan untuk setiap pemesanan adalah tetap,
4. pemesanan kembali dilakukan, apabila persediaan telah mencapai titik
pemesanan kembali (reorder point),
5. besarnya reorder point sama dengan jumlah permintaan rata-rata
selama waktu ancang-ancang ditambah dengan besarnya persediaan
keamanan.
Tipe sistem Q dapat digambarkan (Yamit, 1999) sebagai berikut :
Persediaan yang ada
Permintaan (unit)
Menentukan Posisi Persediaan
(on hand + on order – back order)
Posisi Persediaan ≤ ROP
Pergantian Pemesanan
Gambar 2.1
Sistem Q
29
2.3.10 Sistem Pengendalian Persediaan Just In Time (JIT)
Secara harfiah Just In Time artinya tepat waktu. Secara umum Istilah Just
In-Time (JIT) adalah usaha-usaha untuk meniadakan pemborosan dalam
segala bidang produksi, sehingga dapat menghasilkan dan mengirimkan
produk akhir tepat waktu untuk dijual (Yamit, 2005).
Pada saat ini banyak perhatian telah diberikan kepada manajemen Jepang
dengan sistem Just In-Time atau Sistem Kanban. Kanban mengacu kepada
kartu yang mengizinkan satu departemen dari satu organisasi untuk
menghasilkan jumlah minimum dari suatu jenis barang, dalam menjawab
reaksi dari persyaratan departemen lain. Idenya adalah dengan menggunakan
relatif sangat kecil order (atau produksi), dengan relatif Low Order Points,
sehingga pemenuhan persediaan dapat datang just in- time (Rangkuti, 2002).
Konsep just in-time memiliki tujuan yaitu untuk meminimumkan tingkat
persediaan yang dapat meminimalkan biaya penyimpanan. Apabila tingkat
persediaan lebih rendah dari tingkat EOQ, maka ordering cost akan meningkat
dan total biaya akan lebih tinggi daripada optimal. Dengan demikian, untuk
mengimplementasikan konsep Just In-Time, sangat penting untuk biaya
pemesanan atau set-up lebih rendah dari pada nilai sebelumnya.
2.3.11 Model Persediaan Untuk Independent Demand
Menurut Render dan Heizer (2006), tujuan dari kebanyakan model
persediaan adalah untuk meminimalkan biaya total. Terdapat tiga model
persediaan yang digunakan untuk menentukan kapan pemesanan dilakukan
dan berapa banyak yang akan dipesan. Model-model permintaan independen
30
ini adalah Economic Order Quantity (EOQ), Production Order Quantity
(POQ), dan Quantity Discount. EOQ (Economic Order Quantity) merupakan
salah satu tehnik pengendalian persediaan tertua dan paling dikenal.
Beberapa Asumsi yang dipakai dalam EOQ (Render dan Heizer, 2006)
adalah:
1. Tingkat permintaan diketahui dan bersifat konstan.
2. Lead time, yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan pesanan,
diketahui, dan bersifat konstan.
3. Persediaan diterima dengan segera. Dengan kata lain, persediaan yang
dipesan tiba dalam bentuk kumpulan produk, pada satu waktu.
4. Tidak mungkin diberikan diskon.
5. Biaya variabel yang muncul hanya biaya pemasangan atau pemesanan dan
biaya penahan atau penyimpanan persediaan sepanjang waktu.
6. Keadaan kehabisan stok dapat dihindari sama sekali bila pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat.
Dalam lingkungan produksi, ada waktu tertentu dimana sebuah perusahaan
dapat menerima persediaannya sepanjang suatu periode. Keadaan seperti ini
mengharuskan pemakaian model yang berbeda, yaitu model yang tidak
memerlukan asumsi penerimaan pesanan seketika. Model ini diterapkan ketika
persediaan secara terus menerus mengalir atau terbentuk sepanjang suatu
periode waktu setelah dilakukan pemesanan atau ketika produk diproduksi dan
dijual pada saat bersamaan. Production Order Quantity (POQ) merupakan
modifikasi dari teknik EOQ akan tetapi perbedaannya adalah teknik ini
31
mempunyai besar ukuran lot yang berbeda tiap pesanannya. Model ini disebut
Production Order Quantity (POQ) dengan asumsi EOQ tradisionalnya valid
(Render dan Heizer, 2006).
POQ = Q*P = 2 𝐷𝑆
𝐻 1 – 𝑑
𝑝
Keterangan :
Q* = Jumlah optimal barang per pesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan
S = Biaya pemasangan atau pemesanan untuk setiap pemesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
p = Tingkat produksi harian
d = Tingkat permintaan harian
N = 𝐷
𝑃𝑂𝑄
Keterangan :
N = Jumlah pemesanan
D = Permintaan tahunan barang persediaan
POQ = Jumlah unit yang dipesan.
Menurut Render dan Heizer (2006), model-model persediaan
mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan menunggu sampai tingkat
persediaannya mencapai nol. Sebelum perusahaan memesan lagi, dan dengan
seketika kiriman yang dipesan akan diterima. Akan tetapi, waktu antara
dilakukannya pemesanan, disebut Lead Time atau waktu pengiriman, bisa
cepat, beberapa jam atau lambat, beberapa bulan. Maka, keputusan kapan akan
EOQ = Q* = 2𝐷𝑆
𝐻
32
memesan biasanya diungkapkan dalam konteks Reorder Point (ROP), tingkat
persediaan dimana harus dilakukan pemesanan.
ROP = ss + dL
Keterangan :
ss = Safety Stock
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
d = Rata-rata permintaan
Persamaan diatas mengasumsikan bahwa permintaannya sama dan bersifat
konstan. Bila tidak demikian halnya, harus ditambahkan stok tambahan,
seringkali disebut stok pengaman (safety stock). Penambahan safety stock
menyebabkan perubahan persamaan menjadi :
Safety Stock = Z x SD x √L
ROP = dL + Safety Stock
Keterangan :
Z = Distribusi normal
L = Lead time untuk pemesanan baru dalam hari
SD = Standar Deviasi
2.4 Manajemen Rantai Pasok
2.4.1 Pengertian Rantai Pasok (Supply Chain)
Rantai pasok adalah sebuah proses bisnis dan informasi yang berulang
yang menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses
pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen (Schroeder, 2007). Rantai
pasok adalah sejaringan mitra yang secara kolektif mengubah komoditas dasar
33
(dihulu) kedalam produk jadi (dihilir) yang bernilai bagi pelanggan akhir, dan
yang mengelola kembali di masing-masing tahap.
2.4.2 Pengertian Manajemen Rantai Pasok (SCM)
Manajemen rantai pasok adalah perancangan, desain, dan kontrol arus
material dan informasi sepanjang rantai pasokan dengan tujuan kepuasan
konsumen sekarang dan dimasa depan (Schroeder, 2007).
Sedangkan menurut (Simchi-Levi dan Kaminsky, 2004) Manajemen
rantai pasok adalah suatu pendekatan untuk mengintegrasikan berbagai
organisasi yang menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang, yaitu
supplier, manufacture, warehouse dan stores sehingga barang-barang tersebut
dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah yang tepat, lokasi yang
tepat, waktu yang tepat dengan biaya seminimal mungkin.
Dari defini para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen rantai
pasokan adalah sebuah pendekatan total untuk mengantarkan produk ke
konsumen akhir dengan menggunakan teknologi informasi untuk
mengkoordinasikan semua elemen supply chain dari mulai pemasok ke
pengecer.
2.4.3 Tujuan Manajemen Rantai Pasok
Tujuan Manajemen rantai pasok adalah untuk membangun sebuah rantai
yang terdiri dari pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan
nilai bagi pelanggan (Heizer dan Render, 2005).
34
2.4.4 Keuntungan dalam Sistem Manajemen Rantai Pasok
Dengan menerapkan sistem Supply Chain Management (SCM) yang tepat
perusahaan tentu akan memiliki keuntungan-keuntungan yang tidak dimiliki
oleh perusahaan lain. Keuntungan-keuntungan tersebut dijelaskan sebagai
berikut sesuai dengan yang dikemukan oleh Indrajit dan Djokopranoto
(2003) :
1. Mengurangi inventory barang, inventory merupakan asset perusahaan yang
berkisar antara 30%-40%, dan biaya penyimpanan barang (inventory
carrying cost) bisa berkisar 20%-40% dari nilai barang yang disimpan.
2. Menjalin kelancaran arus barang, rangkaian perjalanan bahan baku sampai
menjadi barang jadi dan diterima oleh pemakai akhir/konsumen
merupakan suatu mata rantai yang panjang (chain) yang perlu dikelola
dengan baik.
3. Menjamin mutu, jaminan mutu juga merupakan serangkaian mata rantai
panjang yang harus dikelola dengan baik karena mutu barang jadi
ditentukan tidak hanya oleh proses produksi tetapi juga oleh mutu bahan
mentahnya dan mutu keamanan dalam pengiriman.
2.4.5 Sistem Distribusi Dorong (Push) dan Tarik (Pull)
Ada dua perbedaan penting bila kita berbicara tentang penimbunan
persediaan, yaitu sistem Pull dan sistem Push. Kedua sistem ini dapat
didefinisikan sebagai berikut :
35
1. Sistem Tarik (Pull)
Adalah suatu sistem di mana operasi (produksi, pengadaan,
pemindahan material, distribusi, produk, dan sebagainya) terjadi
sebagai respon atas tanda atau isyarat yang diberikan oleh pemakai
pada eselon yang lebih rendah dari sistem (distribusi). Tujuan sistem
adalah untuk membeli, menerima, memindahkan, membuat dengan
tepat apa yang dibutuhkan, dan agar tidak terjadi penyimpanan atas
item yang tidak dibutuhkan.
2. Sistem Dorong (Push)
Adalah suatu sistem dimana operasi-operasi di atas terjadi sebagai
respon atas jadwal yang telah dibuat sebelumnya harus
mempertimbangkan status nyata dari operasi tersebut. Tujuan seperti
ini adalah untuk menjaga konsisten jadwal yang telah dibuat.
Salah satu keunggulan sistem Push adalah pengurangan persediaan pada
gudang pusat karena MPS dan pengiriman bisa diselaraskan. Jumlah yang
direncanakan dikirim akan segera dikirim begitu proses produksinya selesai.
Sistem Push hanya akan memberikan keunggulan apabila perusahaan bisa
membuat produk berdasarkan ramalan permintaan yang akurat. Perusahaan
yang tidak bisa membuat ramalan permintaan yang akurat dan rasional tidak
akan bisa berharap lebih banyak untuk memperoleh kelebihan dari sistem
Push dibandingkan dengan sistem Pull (Nasution, Arman Hakim, 2006).
36
2.5 Ritel
2.5.1 Pengertian Ritel
Salah satu perantara dalam saluran pemasaran adalah pengecer. Eceran
(reatiling) mempunyai peranan penting dalam perekonomian dengan
menyediakan banyak jenis dan keragaman barang maupun pelayanan.
Kegiatan retailing (usaha eceran) dan retailer (pengecer) dilakukan oleh
manufacture dan wholesaler, dan dapat juga dilakukan oleh wiraniaga melalui
surat dan telepon yang bisa dilakukan di rumah, toko, dan jalan.
Ritel (retail) adalah salah satu cara pemasaran produk. Dalam cara
pemasaran ritel, sebuah toko menjual banyak pilihan produk pada pengunjung
dalam jumlah satuan. Harga Ritel adalah harga yang berlaku untuk siapapun
yang datang membeli dalam jumlah berapapun.
Eceran (ritel) meliputi semua aktivitas yang meliputi penjualan barang
secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan
bisnis. Organisasi ataupun seseorang yang menjalankan bsinis ini disebut pula
sebagai pengecer. Pada prakteknya pengecer melakukan pembelian barang
ataupun produk dalam jumlah besar dari produsen, ataupun pengimport baik
secara langsung maupun melalui grosir, untuk kemudian dijual kembali dalam
jumlah kecil. Adapun beberapa definisi menurut para ahli sebagai berikut :
Menurut Levy dan Weitz (2007) menjelaskan pengertian retailing yaitu:
“Retailing is the set of business activities that addss value to the
product and services sold to consumers for their personal or family
use”
37
Menurut Gilbert (2003) Retail adalah semua usaha bisnis yang secara
langsung mengarahkan kemampuan pemasarannya untuk memuaskan
konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti
dari distribusi.
Menurut Kotler dan Amstrong (2011) Retail adalah semua kegiatan
pemasaran yang dilibatkan dalam penjualan barang atau jasa langsung ke
konsumen akhir untuk penggunaaan pribadi non-bisnis.
Dari beberapa definisi para ahli diatas, penyusun dapat menyimpulkan
bahwa retail adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua
aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa secara langsung ke
konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis.
2.5.2 Karaktersitik Dan Fungsi Ritel
Menurut Berman dan Evans (2001) pada intinya karakteristik retailing
ada tiga, yaitu :
1. Small Average Sale
Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil,
dikarenakan targetnya merupakan konsumen akhir yang membeli
dalam jumlah kecil.
2. Impulse Purchase
Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan
pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati
pengecer, yaitu bagaimana mencari strategi yang tepat untuk
memaksimalkan pembelian untuk mengoptimalkan pendapatan.
38
3. Popularity Of Stores
Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan
image dari toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau
perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat kunjungan yang pada
akhirnya berdampak pada pendapatan.
Menurut Lamba (2003) fungsi-fungsi retailing sebagai berikut:
1. Menentukan penyediaan barang dan jasa yang beragam
2. Mengubah jumlah pembelian yang besar menjadi pembelian individu
3. Menguasai persediaan
4. Melengkapi display dan pelayanan tambahan
Seorang pengecer berusaha memuaskan pemasok dengan cara membeli
beberapa jenis produk mereka yang jumlahnya terbatas akan tetapi dalam
jumlah yang lebih besar. Pengecer memuaskan konsumen mereka dengan cara
menawarkan berbagai macam jenis barang dan jasa, yang dikumpulkan dari
sejumlah sumber, kemudian dijual dalam jumlah yang kecil-kecil.
2.6 Peramalan
2.6.1 Pengertian Peramalan
Peramalan (Forecasting) adalah kegiatan mengestimasi apa yang akan
terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan diperlukan karena adanya
perbedaan kesenjangan waktu (Time lag) antara kesadaran akan
dibutuhkannya suatu kebijakan baru dengan waktu pelaksanaan kebijakan
tersebut. Apabila perbedaan waktu tersebut panjang maka peran peramalan
begitu penting dan sangat dibutuhkan, terutama dalam penentuan kapan
39
terjadinya suatu sehingga dapat dipersiapkan tindakan yang perlu dilakukan.
Berikut defini peramalan (forecasting) menurut beberapa ahli :
Menurut Arman Hakim Nasution (2006), Peramalan adalah proses untuk
memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi kebutuhan
dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu, dan lokasi yang dibutuhkan dalam
rangka memenuhi permintaan barang dan jasa.
Menurut Jay Heizer dan Barry render (2006),
“Forcasting is the art and science of predicing future events it may
invol vetaking historical data and projecting them into the future will
some sort of matematical”.
Menurut Djarwanto dan Pangestu Subagyo (2000),
“Peramalan adalah memperkirakan sesuatu yang akan terjadi.”
Dari beberapa defini para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa peramalan
adalah suatu perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu
produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan
datang.
2.6.2 Klasifikasi Peramalan Berdasarkan Waktu
Peramalan biasanya diklasifikasikan berdasarkan horizon waktu masa
depan yang dilingkupinya. Heizer dan Render (2009) membagi horizon
waktu peramalan menjadi beberapa kategori, yaitu:
1. Peramalan jangka pendek. Peramalan ini meliputi jangka waktu hingga
satu tahun, tetapi umumnya kurang dari 3 bulan. Peramalan ini
digunakan untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah
tenaga kerja, penugasan kerja, dan tingkat produksi.
40
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah atau
intermediate, umumnya mencakup hitungan bulanan hingga 3 tahun.
Peramalan ini berguna untuk merencanakan penjualan, perencanaan dan
anggaran produksi, anggaran kas, serta menganalisis bermacam-macam
rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Umumnya untuk perencanaan masa 3 tahun
atau lebih. Peramalan jangka panjang digunakan untuk merencanakan
produk baru, pembelanjaan, modal, lokasi atau pembangunan fasilitas,
serta penelitian dan pengembangan (litbang).
2.6.3 Jenis-jenis Peramalan
Menurut Heizer dan Render (2009), organisasi pada umumnya
menggunakan tiga tipe peramalan yang utama dalam perencanaan operasi,
yaitu :
1. Peramalan ekonomi (economic forecast) menjelaskan siklus bisnis
dengan memprediksikan tingkat inflasi, ketersediaan uang, dana yang
dibutuhkan untuk membangun perumahan, dan indikator perencanaan
lainnya.
2. Peramalan teknologi (technological forecast) memperhatikan tingkat
kemajuan teknologi yang dapat meluncurkan produk baru yang
menarik, yang membutuhkan pabrik dan peralatan baru.
3. Peramalan permintaan (demand forecast) adalah proyeksi permintaan
untuk produk atau layanan suatu perusahaan. Peramalan ini disebut
peramalan penjualan yang mengendalikan produksi, kapasitas, serta
41
sistem penjadwalan dan menjadi input bagi perencanaan keuangan,
pemasaran, dan sumber daya manusia.
2.6.4 Langkah-Langkah Peramalan
Peramalan terdiri atas tujuh langkah dasar (Heizer dan Render, 2009).
Tujuh langkah peramalan tersebut, yaitu:
1. Menetapkan tujuan peramalan,
2. Memilih unsur yang akan diramalkan,
3. Menentukan horizon waktu peramalan,
4. Memilih jenis model peramalan,
5. Mengumpulkan data yang diperlukan untuk melakukan peramalan,
6. Membuat peramalan,
7. Memvalidasi dan menerapkan hasil peramalan.
2.6.5. Metode Peramalan Kuantitatif
Yaitu metode yang menggunakan model matematis yang beragam dengan
berdasarkan data masa lalu untuk meramalkan permintaan dimasa yang akan
datang. Ada tiga kondisi yang diterapkan pada metode ini (Heizer dan
Render, 2009) yaitu :
1. Informasi mengenai keadaan pada waktu yang tersedia.
2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numeric
(angka).
3. Waktu yang akan datang (disebut asumsi kontinuitas).
Metode peramalan kuantitatif dibagi menjadi dua, yaitu:
42
a. Model deret waktu (Time-Series)
Model deret waktu membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa
depan merupakan fungsi dari masa lalu. Dengan kata lain, mereka
melihat apa yang terjadi selama kurun waktu tertentu dan
menggunakan data masa lalu tersebut untuk melakukan peramalan.
Menganalisis time series berarti membagi data masa lau menjadi
komponen-komponen, dan kemudian memproyeksikannya kemasa
depan. Time Series mempunyai empat pola/komponen:
1. Tren merupakan pergerakan data sedikit demi sedikit meningkat
atau menurun.
2. Musim adalah pola data yang berulang pada kurun waktu tertentu
seperti hari, minggu, bulan, kwartal.
3. Siklus adalah pola dalam data yang terjadi beberapa tahun. Siklus
ini biasanya terkait pada siklus bisnis dan merupakan satu hal
penting dalam analisis dan perencanaan bisnis jangka pendek.
4. Variasi acak merupakaan satu titik khusus dalam data yang
disebabkan oleh peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak
tidak mempunyai pola khusus jadi tidak dapat diprediksi.
Menurut John. E Hanke dan W.Wichren (2005) menyatakan ada 2
model matematika yang digunakan untuk memperoleh hasil peramalan, yaitu :
1. Addictive Decomposition
Model ini menganggap hasil peramalan sebagai pejumlahan dari setiap
komponen.
43
2. Multiplicative Decomposition
Model ini menganggap hasil peramalan sebagai perkalian dari setiap
komponen.
b. Model Asosiatif (Hubungan Sebab Akibat)
Model asosiatif (atau hubungan sebab akibat), seperti regresi linear,
menggabungkan banyak variabel atau faktor yang mungkin
mempengaruhi kuantitas yang sedang diramalkan. Dengan mengolah
data yang sudah ada sebelumnya melalui deret waktu dan metode
sebab akibat, maka akan diperoleh hasil peramalan.
2.6.6 Alat Ukur Untuk Menghitung Forecast Error
Menurut Nachrowi D dan Haridius Usman (2005) menyatakan bahwa
sebenarnya membandingkan kesalahan peramalan adalah suatu cara
sederhana, apakah suatu teknik peramalan tersebut patut dipilih untuk
digunakan membuat peramalan data yang sedang kita analisa atau tidak.
Minimal prosedur ini dapat digunakan sebagai indikator apakah suatu teknik
peramalan cocok digunakan atau tidak. Dan teknik yang mempunyai MSE
terkecil merupakan ramalan yang terbaik.
Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2002) menyatakan keharusan
untuk membandingkan perhitungan yang memiliki nilai MAD paling kecil,
karena semakin kecil MAD. Berarti semakin kecil pula perbedaan antara hasil
forecasting dan nilai aktual.
Menurut Vincent Gaspersz (2004) terdapat empat alat ukur untuk
menghitung forecast Error yaitu :
44
1. Mean Absolute Deviation = (MAD)
MAD merupakan ukuran pertama kesalahan peramalan keseluruhan untuk
sebuah model. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah nilai absolut
dari tiap kesalahan peramalan dibagi dengan jumlah periode data (n).
MAD= ∑ |Aktual – Peramalan|
n
2. Mean Square Error = (MSE)
MSE merupakan cara kedua untuk mengukur kesalahan peramalan
keseluruhan. MSE merupakan rata-rata selisih kuardrat antara nilai yang
diramalkan dan yang diamati. Kekurangan penggunaan MSE adalah
bahwa ia cenderung menonjolkan deviasi yang besar karena adanya
pengkuadratan.
MSE = ∑ (Kesalahan peramalan)
2
n
3. Mean Absolute Percent Error = (MAPE)
MAPE adalah perbedaan nilai rata-rata absolut antara nilai peramalan
dengan nilai aktual yang digunakan sebagai presentasi dari nilai aktual.
4. Standard Error = (SE)
Standard deviasi dari nilai rata-rata.
Vincent Gaspersz (2004) mengatakan dalam buku Production Planning
and Inventory Control bahwa akurasi peramalan akan semakin tinggi apabila
nilai-nilai MAD dan MSE semakin kecil. Ketepatan dari sebuah ramalan
merupakan hal yang sangat penting. Namun, hal yang perlu disadari bahwa
45
suatu ramalan adalah tetap ramalan, yang selalu ada unsur kesalahannya.
Sehingga yang penting diperhatikan adalah usaha untuk memperkecil
kemungkinan kesalahannya tersebut. Akhirnya, baik tidaknya suatu ramalan
yang disusun sangat tergantung pada orang yang melakukannya, langkah-
langkah peramalan yang dilakukannya dan metode yang dipergunakannya.
2.7 Distribution Resource Planning (DRP)
2.7.1 Pengertian DRP
Awal berkembangannya Distribution Resource Planning (DRP) adalah
sebagai sebuah metode teknik untuk perencanaan pendistribusian perusahaan
manufaktur. Metode ini dihasilkan dari pengalaman perusahaan manufaktur.
DRP telah diperluas pada pendistribusian proses di dalam manufaktur. Selain
itu DRP dapat mengkoordinasikan logistik antar organisasi atau antara pusat –
pusat distribusi yang berbeda tempat secara geografis. Bahkan konsep dari
DRP memungkinkan suatu integrasi dari proses supply chain. Konsep ini akan
menyelesaikan masalah dalam menyeimbangkan penggunaan assset dan
ongkos operasi yang bertujuan untuk kepuasan pelanggan. Selain itu DRP
dapat meningkatkan kegiatan customer service, inventory management,
purchasing, manufacturing effectiveness, dan profit maximation. Berikut
definisi DRP menurut para ahli :
Menurut Gaspersz, Vincent (2001), Distribution Resource Planning
(DRP) memberikan kerangka kerja untuk menerapkan centralized push system
dalam manajemen distribusi inventori. Istilah DRP memiliki dua pengertian
yang berbeda, yaitu: distribution requirement planning dan distribution
46
resource planning. Distributon requirement planning berfungsi menentukan
kebutuhan – kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada branch
warehouse (synonym; distribution center). Sedangkan Distribution Resource
Planning merupakan perluasan dari Distribution Requirement Planning yang
mencakup lebih dari sekedar sistem perencanaan dan pengendalian pengisian
kembali inventori, tetapi ditambah dengan perencanaan dan pengendalian dari
sumber – sumber yang terkait dalam sistem seperti ; warehouse space, tenaga
kerja, uang, dan fasilitas transportasi. Termasuk disini adalah keterkaitan dari
replenishment system ke financial system dan penggunaan simulasi sebagai
alat untuk meningkatkan performansi sistem.
Sedangkan menurut (Andrew J Martin, 1995) :
“DRP is management process that determines the needs of inventory
stocking locations and ansures that supply sources will be able to meet
the demand”
Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa DRP adalah
suatu sistem pengendalian inventori dan teknik penjadwalan yang menerapkan
prinsip MRP pada distribusi inventori dan memastikan bahwa pengadaan
bahan baku dapat memenuhi permintaan.
DRP menggunakan teknik time –phased planning seperti pada MRP dalam
manufaktur, dengan menggunakan teknik yang sama time–phased planning
dalam distribusi dan manufaktur. Beberapa permasalahan tradisional yang
ditemukan dalam distribusi dan manufaktur yaitu permasalahan pengurangan
ongkos atau penghapusan dari beberapa tahap dalam manufaktur. Filosofi dari
manajemen DRP adalah untuk mengatur pendistribusian yang mengalami
47
perluasan dalam supply chain, biasanya dalam perusahaan antara manufaktur
dan distribusi dipisahkan, pemisahaan ini akan berakibat pada timbulnya
masalah pada perusahaan, seperti inefficiencies, cost penalties dari perbedaan
proses, sistem dan bahkan pada conflicting goals.
DRP mengerjakan perencanaan pergerakan material ke dalam dan ke luar
dari suatu jaringan distribusi. DRP membuat material yang tersedia
sedemikian rupa sehingga inventori dapat ditarik melalui jaringan distribusi
untuk menyediakan material secara "just in time" yang akan menjawab
permintaan pelanggan.
2.7.2 Tujuan DRP
“DRP provides the information needed for distribution an
manufacturing management to effectively allocate inventory and
productive capacity, to increase customer service, and to reduce
inventory investment.” (Fogarty dkk, 1991).
Pengertian dari definisi diatas adalah DRP menyediakan informasi yang
diperlukan untuk distribusi manajemen manufaktur secara efektif untuk
mengalokasikan persediaan dan kapasitas produktif, meningkatkan layanan
pelanggan, dan untuk mengurangi investasi persediaan.
Tujuan utama DRP tentu saja mendapatkan hasil yang sebaik mungkin
dalam pendistribusian suatu produk tertentu, yang dimaksudkan dalam proses
ini adalah; produk tersebut dapat sampai pada tempat, kuantitas, serta waktu
yang tepat. Informasi DRP ini akan dapat digunakan sebagai input untuk
menentukan :
1. Kapasitas transportasi yang dibutuhkan dalam pendistribusian produk.
48
2. Investasi untuk persediaan yang dibutuhkan oleh setiap DC (Distribution
Center).
3. Tingkat produksi minimum yang dibutuhkan oleh tiap–tiap produk dari
DC.
DRP mempunyai cakupan yang lebih luas tidak hanya melakukan
perencanaan saja. Perkembangan DRP ini sejalan dengan perkembangan MRP
2 (Material Resource Planning) yang kemudian membentuk konsep SCM
(Supply Chain Management), konsep SCM yang merupakan keterkaitan antar
DRP dan MRP. Konsep DRP juga sebenarnya sangat dekat dengan istilah
quick response (QR) dengan Continous Replenishment (CR) dari pabrik,
distributor, pengecer, sampai konsumen.
2.7.3 Manfaat DRP
Distribution Resource Planning merupakan metode yang handal untuk
sistem distribusi manufaktur yang integrasi maupun sistem distribusi murni.
Dengan kebutuhan time phasing pada setiap tingkat dalam jaringan distribusi,
DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu permasalahan yang akan
terjadi. Sistem DRP bekerja berdasarkan penjadwalan yang telah dibuat untuk
permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu mengantisipasi
perencanaan masa depan perencanaan yang lebih dini pada setiap tingkat
distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk memenuhi
persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri.
Keuntungan yang didapatkan dari penerapan DRP adalah (Andre J. Martin,
1995) :
49
1. Melihat saling ketergantungan antara persediaan distribusi dan
manufaktur.
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distribusi ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukan atau informasi untuk perencanaan
penjadwalan distribusi dari sumber penawaaran ke titik distribusi.
2.7.4 Konsep DRP
Menurut Richard J. Tersine (1994:465) Distribution Resource Planning
adalah suatu metode untuk menangani pengadaan persediaan dalam suatu
jaringan distribusi multi eselon. Metode ini menggunakan demand
independent, dimana dilakukan peramalan untuk memenuhi struktur
pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada dalam jaringan
distribusi, semuanya merupakan variabel yang dependent kecuali level yang
langsung memenuhi consumer.
Distribution Resource Planning lebih menekankan pada aktivitas
pengendalian dari pada kegiatan pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi.
Metode ini dapat memprediksi masalah-masalah sebelum masalah-masalah
tersebut benar-benar terjadi memberikan titik pandang terhadap jaringan
distribusi.
50
2.7.5 Prosedur Perhitungan DRP
Perhitungan perencanaan kebutuhan distribusi dimulai dari peramalan
permintaan, ukuran lot pemesanan, persediaan pengaman, kemudian dihitung
kebutuhan bersih, sampai penentuan perencanaan pesanan dikirim. Tabel 2.1
merupakan contoh tabel perhitungan DRP:
Safety stock : Periode
Ukuran Lot :
Lead Time : PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gross requirment
Scheduled Receipt
Projected On Hand
Net Requirement
Planned Order Receipt
Planned Order Release
Logika dasar DRP adalah sebagai berikut (Richard J. Tersine, 1994) :
1. Gross Requirement/Forecast Demand diperoleh dari hasil forecasting.
2. Dari hasil peramalan distribusi lokal, hitung Time Phased Net
Requirement. Net Requirement tersebut mengindentifikasikan kapan level
persediaan (Scheduled Receipt - Projected On Hand periode sebelumnya)
dipenuhi oleh Gross Requirement. Untuk sebuah periode Net Requirement
= (Gross Requirement + Safety stock) – (Scheduled Receipt + Projected
On Hand) Periode Sebelumnya. Nilai Net Requirement yang dicatat adalah
nilai yang bernilai positif.
Tabel 2.1
Tabel perhitungan DRP
51
3. Setelah itu dihasilkan sebuah Planned Order Receipt sejumlah Net
Requirement tersebut (ukuran lot tertentu) pada periode tersebut.
4. Ditentukan hari dimana harus melakukan pemesanan tersebut (Planned
Order Release) dengan mengurangkan hari terjadwalnya Planned Order
Receipt dengan Lead Time.
5. Di hitung Projected On Hand pada periode tersebut : Projected On Hand
= (Projected On Hand periode sebelumnya + Schedule Receipt + Planned
Order Receipt) – (Gross Requirement).
6. Besarnya Planned Order Release menjadi Gross Requirement pada
periode yang sama untuk level berikutnya dari jaringan distribusi.
2.8 Kajian Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Variabel dan Objek
yang diteliti
No Judul Penelitian Dan
Nama Peneliti Variabel Hasil Penelitian
1 Analisis Pengendalian
Persediaan dengan Metode
Distribution Resource Planning
(DRP) untuk Mengatasi
Overstock Di Surya Toserba
Cirebon, Marco Gunawan
(2011).
Persediaan
barang dagang
yang termasuk
ke dalam
produk fast
moving.
Metode DRP terbukti
mampu mengurangi
overstock produk fast
moving di Surya Toserba
Cirebon. Metode DRP
memberikan perhitungan
untuk safety stock, ROP,
EOQ dan jadwal
pendistribusian barang
dagang sehingga
Tabel 2.2
Hasil penelitian terdahulu yang berhunbungan dengan
Variabel dan Objek
52
persediaan barang dapat
selalu memenuhi
permintaan konsumen
yang berfluktuasi.
2. Pengendalian Persediaan yang
Optimal dengan Metode
Distribution Resource Planning
(DRP) untuk Mengatasi
Understock pada Produk
Klasifikasi A di PT.”X”. Hartato
(2012)
Persediaan
bahan dagang
klasifikasi A.
Produk-produk yang
termasuk klasifikasi A
pada PT.”X” yang telah
dihitung SS, ROP dan
EOQ kemudian dibuatkan
tabel DRP. Dari hasil
DRP, perusahaan dapat
meminimalisasi loss sales
pada produk-produk
klasifikasi A.
3. Perencanaan Pengendalian
Persediaan Bahan Baku Dengan
Menggunakan Economic Order
Quantity (EOQ) Studi Kasus
PT. XYZ, Parapat Gultom,
Esther S Nababan (2013)
Persediaan
bahan baku
Pengendalian persediaan
bahan baku dengan metode
Economic Order Quantity
(EOQ) lebih efesien