Upload
phungdat
View
246
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah ilmu spesialisasi dalam ilmu kesehatan yang
bertujuan agar para pekerja dan masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik atau mental maupun sosial dengan
usaha-usaha prevensif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan
yang diakibatkan faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta penyakit umum
(Suma’mur, 1967).
Status kesehatan seseorang, menurut Blum ditentukan oleh empat faktor
yakni :
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik, atau
anorganik, logam berat atau debu), biologis (virus, bakteri,
mikroorganisme lain) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan dan
pekerjaan).
b. Perilaku, yang meliputi : sikap, kebiasaan, dan tingkah laku.
12
c. Pelayanan kesehatan yang meliputi : promotif, perawatan, pengobatan,
pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.
d. Genetik yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Pekerjaan mungkin berdampak negatif bagi kesehatan akan tetapi
sebaliknya pekerjaan juga dapat memperbaiki tingkat kesehatan dan
kesejahteraan pekerja bila dikelola dengan baik. Demikian juga status kesehatan
pekerja yang sangat mempengaruhi produktivitas kerjanya, pekerja yang sehat
memungkinkan tercapainya hasil kerja baik bila dibandingkan dengan pekerja
yang terganggu kesehatannya (Suma’mur, 1967).
Pada tahun 1950 satu komisi bersama ILO dan WHO menyusun
definisi kesehatan kerja. Menurut komisi tersebut kesehatan kerja adalah
merupakan promosi dan pemeliharaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial
pekerja pada jabatan apapun dengan sebaik-baiknya dan layanan tersebut
memerlukan peran serta para manejer dan serikat kerja. Sejumlah kaum
professional terlibat dalam bidang ini seperti Dokter, Ahli Higene Kerja, Ahli
Toksiologi, Ahli Mikrobiologi, Ahli Ergonomi, Perawat, Sarjana Hukum, Ahli
Labotarium, Ahli Epidemiologi, dan Insinyur Keselamatan (Suma’mur, 1967).
Sedangkan tujuan kesehatan kerja menurut Suma’mur adalah sebagai
berikut:
a. Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
13
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan akibat
kerja.
c. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
d. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatgandaan kegairahan serta
kenikmatan kerja.
e. Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga
manusia.
f. Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan yang bersangkutan.
g. Dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk industri.
2.2. Dasar Hukum Pengaturan K3 di Indonesia
2.2.1. Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Kerja
Di dalam UU No.1 tahun 1951 tentang Kerja, mengatur tentang
jam kerja, cuti tahunan, cuti hamil, cuti haid bagi pekerja wanita,
peraturan tentang kerja anak-anak, orang muda, dan wanita, persyaratan
tempat kerja, dan lain-lain. Dalam Pasal 16 ayat 1 UU No. 1 Tahun
1951 yang menetapkan, bahwa “Majikan harus mengadakan tempat
kerja dan perumahan yang memenuhi syarat-syarat kebersihan dan
Kesehatan”.
Undang-undang No. 2 tahun 1952 tentang Kecelakaan Kerja,
Undang-Undang Konpensasi Pekerja (Workmen Compensation Law)
14
Undang-undang ini menentukan penggantian kerugian kepada buruh
yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
2.2.2. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Dan
Undang- undang Keselamatan Kerja diundangkan pada tahun 1970
dan menggantikan Veilligheids Reglement pada Tahun 1910 (Stb.
No. 406).
Mengatur tentang syarat-syarat keselamatan kerja, kewajiban
dari pengurus, sanksi terhadap pelanggaran terhadap undang-undang ini
dan juga mengatur tentang Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Selain Undang-undang tentang Keselamatan Kerja, Pemerintah
telah mengeluarkan regulasi guna mendukung Pelaksanaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja.
2.2.3. Undang-undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek
Peraturan ini mengandung empat pokok program, yakni :
a. Jaminan Kecelakaan Kerja
b. Jaminan Kematian
c. Jaminan Hari Tua
d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
15
2.3. Konsep Dasar Perilaku
2.3.1. Pengertian Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan
yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak
dapat diamati. Sedangkan dari segi kepentingan kerangka analisis, perilaku
adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut baik dapat diamati
secara langsung maupun tidak langsung.
2.3.2. Bentuk Perilaku
Teori Bloom (1908) yang dikutip dalam Notoatmodjo (2010)
membedakan perilaku dalam 3 domain perilaku yaitu:
1. Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tingkat
pengetahuan di dalam domain kognitif (Notoatmodjo, 2007), tercakup
dalam 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
16
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
b. Memahami (comprehension), diartikan sebagai suatu kemampuan
untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
real (sebenarnya).
d. Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan suatu
materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih
di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
e. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
f. Evaluasi (evaluation), tingkat pengetahuan yang berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau objek.
17
2. Sikap
Masih menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi
atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau objek. Dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu. Sikap
terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :
a. menerima (receiving), yaitu sikap dimana seseorang atau subjek
mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek)
b. menanggapi (responding), yaitu sikap memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi
c. menghargai (valuing), yaitu sikap dimana subjek atau seseorang
memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus.
Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak
atau mempengaruhi orang lain merespon
d. bertanggungjawab (responsible), sikap yang paling tinggi
tindakannya adalah bertanggungjawab terhadap apa yang
diyakininya (Notoatmodjo 2007).
3. Tindakan (practice)
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang
diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau
18
mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik).
Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan (Notoatmodjo, 2005).
2.3.3. Proses Adopsi Perilaku
Penelitian Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut
terjadi proses yang berurutan, yakni :
1. Awareness : orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu
2. Interest : orang mulai tertarik kepada stimulus
3. Evaluation : orang mulai menimbang-nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya
4. Trial : orang mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption : orang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo,
2007).
2.3.4. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan (health behaviour) adalah respon seseorang
terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit,
dan faktor-faktor yang memengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti
lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu
19
perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua
yakni (Notoatmodjo, 2010) :
1. Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Contoh :
makan dengan gizi seimbang.
2. Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan, untuk
memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya.
2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi
karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor, baik internal maupun
eksternal (lingkungan). Salah satu teori yang terkenal tentang terbentuknya
perilaku adalah ”Teori Precede-Procede” (1991), yaitu teori yang
dikembangkan oleh Lawrence Green, yang dirintis sejak tahun 1980
(Notoadmojo, 2010).
PRECEDE : Predisposing, Enabling, dan Reinforcing Causes in
Educational Diagnosis and Evaluation. Precede adalah merupakan fase
diagnosis masalah. Sedangkan PROCEDE : Policy, Regulatory,
Organizational Construct in Educational and Environmental Development,
adalah merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi
pendidikan (promosi) kesehatan. Apabila Precede merupakan fase diagnosis
masalah, maka Proceed adalah merupakan perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi Promosi Kesehatan (Maine, 2001).
20
2.4. Alat Pelindung Diri
2.4.1 Pengertian Alat Pelindung Diri
Alat Pelindung Diri yang disingkat APD adalah suatu alat yang
mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya
mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat
kerja. Alat pelindung diri wajib diberikan perusahaan kepada para
pekerjanya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan diberikan
secara cuma-cuma. Pengusaha dan pengurus wajib memasang rambu-
rambu peringatan mengenai kewajiban memakai alat pelindung diri di
tempat kerja (Permenaker pasal 1 dan 2, 2010).
Pengusaha dan pengurus harus melakukan manejemen dalam
penggunaan APD pada pekerjanya. Hal tersebut meliputi:
a. identifikasi kebutuhan dan syarat APD;
b. pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan
/kenyamanan pekerja/buruh;
c. pelatihan;
d. penggunaan, perawatan, dan penyimpanan;
e. penatalaksanaan pembuangan atau pemusnahan;
f. pembinaan;
g. inspeksi; dan
h. evaluasi dan pelaporan (Permenaker, 2010).
21
2.4.2 Jenis-jenis Alat Pelindung Diri
Menurut Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia tahun 2010, ada beberapa jenis alat pelindung diri, diantaranya:
a. Alat pelindung kepala
Jenis alat pelindung kepala terdiri dari helm pengaman (safety
helmet), topi atau tudung kepala, penutup atau pengaman rambut, dan
lain-lain.
b. Alat pelindung mata dan muka
Jenis alat pelindung mata dan muka terdiri dari kacamata
pengaman (spectacles), goggles, tameng muka (face shield), masker
selam, tameng muka dan kacamata pengaman dalam kesatuan (full
face masker).
c. Alat pelindung telinga
Jenis alat pelindung telinga terdiri dari sumbat telinga (ear plug)
dan penutup telinga (ear muff).
d. Alat pelindung pernapasan beserta perlengkapannya
Jenis alat pelindung pernapasan dan perlengkapannya terdiri dari
masker, respirator, katrit, kanister, Re-breather, Airline respirator,
Continues Air Supply Machine=Air Hose Mask Respirator, tangki
selam dan regulator (Self-Contained Underwater Breathing Apparatus
/SCUBA), Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA), dan
emergency breathing apparatus.
22
e. Alat pelindung tangan
Jenis pelindung tangan terdiri dari sarung tangan yang terbuat dari
logam, kulit, kain kanvas, kain atau kain berpelapis, karet, dan sarung
tangan yang tahan bahan kimia.
f. Alat pelindung kaki
Jenis Pelindung kaki berupa sepatu keselamatan pada pekerjaan
peleburan, pengecoran logam, industri, kontruksi bangunan, pekerjaan
yang berpotensi bahaya peledakan, bahaya listrik, tempat kerja yang
basah atau licin, bahan kimia dan jasad renik, dan/atau bahaya
binatang dan lain-lain.
g. Pakaian pelindung
Jenis pakaian pelindung terdiri dari rompi (Vests), celemek
(Apron/Coveralls), Jacket, dan pakaian pelindung yang menutupi
sebagian atau seluruh bagian badan.
h. Alat pelindung jatuh perorangan
Jenis alat pelindung jatuh perorangan terdiri dari sabuk pengaman
tubuh (harness), karabiner, tali koneksi (lanyard), tali pengaman
(safety rope), alat penjepit tali (rope clamp), alat penurun (decender),
alat penahan jatuh bergerak (mobile fall arrester), dan lain-lain.
i. Pelampung
Jenis pelampung terdiri dari jaket keselamatan (life jacket), rompi
keselamatan ( life vest), rompi pengatur keterapungan (Bouyancy
Control Device).
23
2.5 Alat Pelindung Pernapasan
Menurut Harnawanti (2009), alat pelindung pernafasan digunakan untuk
melindungi pernafasan dari resiko paparan gas, uap, debu, atau udara
terkontaminasi atau beracun, korosi atau yang bersifat rangsangan. Sebelum
melakukan pemilihan terhadap suatu alat pelindung pernafasan yang tepat,
maka perlu mengetahui informasi tentang potensi bahaya atau kadar
kontaminan yang ada di lingkungan kerja. Hal-hal yang perlu diketahui antara
lain:
a) Bentuk kontaminan di udara, apakah gas, uap, kabut, fume, debu atau
kombinasi dari berbagai bentuk kontaminan tersebut.
b) Kadar kontaminan di udara lingkungan kerja.
c) Nilai ambang batas yang diperkenankan untuk masing-masing kontaminan.
d) Reaksi fisiologis terhadap pekerja, seperti dapat menyebabkan iritasi mata
dan kulit.
e) Kadar oksigen di udara tempat kerja cukup tidak, dll (Harnawanti, 2009).
Jenis alat pelindung pernafasan antara lain:
1) Masker
Marker digunakan untuk mengurangi paparan debu atau partikel-
partikel yang lebih besar masuk kedalam saluran pernafasan (Harnawanti,
2009). Adapun jenis-jenis masker dalam membantu pekerjaan:
24
a. masker sekali pakai
masker ini terbuat dari bahan filter, beberapa cocok untuk debu
berukuran pernapasan. Npf=5
b. separuh masker
masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
mulut dan hidung. Alat ini memiliki cartridge filter yang dapat diganti.
Npf= 10
c. masker seluruh muka
masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
hidung, mulut dan mata. Cocok untuk menyaring debu, gas dan uap.Npf=
50
d. masker berdaya
masker ini terbuat dari karet atau plastik yang dirancang untuk menutup
hidung yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan
mengalirkan udara melalui filter deengan bantuan kipas baterai. Npf=
500 (Ramaddan, 2008).
2) Respirator
Menurut Harwanti (2009), alat ini digunakan untuk melindungi
pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap, dan gas-gas berbahaya.
Jenis-jenis respirator ini antara lain:
25
a. Chemical Respirator
Merupakan catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan tiksisitas
rendah. Catridge ini berisi adsorban dan karbon aktif, arang dan silicagel.
Sedangkan canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas atau uap
zat organic (Harwanti,2009).
b. Mechanical Filter Respirator
Alat pelindung ini berguna untuk menangkap partikel-partikel zat padat,
debu, kabut, uap logam dan asap. Respirator ini biasanya dilengkapi
dengan filter yang berfungsi untuk menangkap debu dan kabut dengan
kadar kontaminasi udara tidak terlalu tinggi atau partikel yang tidak terlalu
kecil. Filter pada respirator ini terbuat dari fiberglas atau wol dan serat
sintetis yang dilapisi dengan resin untuk memberi muatan pada partikel
(Harwanti,2009).
2.6 Debu
2.6.1 Sifat dan Karakteristik Debu
Debu adalah partikel-partikel zat yang disebabkan oleh pengolahan,
penghancuran, pelembutan, pengepakan dan lain-lain dari bahan-bahan
organic maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam,arang batu,
butir-butir zat padat dan sebagainya (Suma’mur,1988). Debu umumnya
berasal dari gabungan secara mekanik dan meterial yang berukuran kasar
yang melayang-layang di udara yang bersifat toksik bagi manusia.
26
Menurut Departemen Kesehatan RI yang dikutip oleh Ramaddan
(2008), partikel-partikel debu di udara mempunyai sifat:
1. Sifat Pengendapan
Adalah sifat debu yang cendrung selalu mengendap proporsi partikel
yang lebih daripada yang ada di udara.
2. Sifat Permukaan Basah
Permukaan debu akan cendrung selalu basah, dilapisi oleh lapisan air
yang sangat tipis. Sifat ini penting dalam pengendalian debu di dalam
tempat kerja.
3. Sifat Penggumpalan
Oleh karena permukaan debu yang selalu basah maka dapat menempel
antara debu satu dengan yang lainnya sehingga menjadi menggumpal.
Turbuelensi udara membantu meningkatkan pembentukkan gumpalan.
4. Sifat Listrik Statis
Sifat listrik statis yang dimiliki partikel debu dapat menarik partikel lain
yang berlawanan sehingga mempercepat terjadinya proses
penggumpalannya.
5. Sifat Optis
Partikel debu yang basah/lembab dapat memancarkan sinar sehingga
dapat terlihat di dalam kamar yang gelap. Partikel debu yang
berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses
mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan , dan
pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki.
27
2.6.2 Jenis Debu
Jenis debu terkait dengan daya larut dan sifat kimianya. Adanya
perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan
mengendapnya di paru juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat
kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Faridawati
(1995) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik
dan anorganik, seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis Debu yang Dapat Mengganggu Pernapasan Manusia
No Jenis Debu Contoh
1. Organik
a. Alamiah
1. Fosil
2. Bakteri
3. Jamur
4. Virus
5. Sayuran
6. Binatang
b. Sintesis
1. Plastik
2. Reagen
Batu bara, karbon hitam, arang, granit
TBC, antraks, enzim, bacillus
Histoplasmosis,kriptokokus,
thermophilic
Cacar air, Q fever, psikatosis
Padi, gabus, serat nanas, alang-alang
Kotoran burung, ayam
Politetrafluoretilen, toluene diisosianat
Minyak isopropyl, pelarut organic
2. Anorganik
a. Silika bebas
1. Crystaline
2. Amorphous
b. Silika
1. Fibosis
2. Lain-lain
c. Metal
1. Inert
2.Bersifat keganasan
Quarz, trymite cristobalite
Diatomaceous earth, silica gel
Asbestosis, sillinamite, talk
Mika, kaolin, debu semen
Besi, barium, titanium, alumunium,
seng
Arsen, kobal, nikle, uranium, khrom
28
2.6.3 Sumber Debu
Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite
particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada sementara di
udara, partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi.
Suspended particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan
tidak mudah mengendap. Sumber-sumber debu dapat berasal dari udara,
tanah, aktivitas mesin maupun akibat aktivitas manusia yang tertiup angin
(Yunus, 1997).
2.6.4 Pengukuran Kadar Debu di Udara
Pengukuran kadar debu di udara bertujuan untuk mengetahui
apakah kadar debu pada suatu lingkungan kerja berada konsentrasinya
sesuai dengan kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi
pekerja. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengambilan sampel debu
total (TSP) di udara seperti:
1. High Volume Air Sampler
2. Low Volume Air Sampler
3. Low Volume Dust Sampler
4. Personal Dust Sampler (LVDS) (Ramaddan, 2008).
29
2.6.5 Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Debu
Nilai ambang batas kadar debu yang ruangan didasarkan pada
Peraturan Pemerintah Nomor : 41 Tahun 1999, dan disesuaikan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405/Menkes/SK/XV/2002 tanggal
19 November 2002, pada lampiran I tentang Persyaratan dan tata cara
penyelenggaraan kesehatan lingkungan kerja. Adapun kandungan debu
maksimal di dalam udara dalam pengukuran debu rata-rata 8 jam adalah
0,15 mg/m³ (Menkes, 2002).
2.7 Pengaruh Debu Lingkungan Terhadap Kesehatan Manusia
Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama
dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan
juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan
berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi pertikel yang
sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran
dan bentuk yang relatif berbeda-beda (Pujiastuti, 2002).
Ada tiga cara masuknya bahan polutan seperti debu dari udara ke tubuh
manusia, yaitu melalui inhalasi, ingesti, dan penetrasi kulit. Inhalasi bahan
polutan dari udara dapat menyebabkan gangguan di paru dan saluran nafas.
Bahan polutan yang cukup besar tidak jarang masuk ke saluran cerna
(Aditama,1992).
30
Menurut Riyadina (1996), efek biologis paparan debu di udara terhadap
kesehatan manusia atau pekerja terdiri dari:
1. Efek Fibrogenik
Debu fibrogenik sebagai debu respirabel dari kristal silika (asbestos), debu
batubara, debu berrylium, debu talk, dan debu dari tumbuhan. Konsentrasi
massa dari sisa debu yang respirabel sebagai faktor tunggal yang paling penting
pada perkembangan/kemajuan keparahan pneumokoniosis pada pekerja.
2. Efek Iritan
Pengaruh iritan dari debu yang berbeda tidak spesifik, sehingga keadaan
ini tidak dapat secara langsung dihubungkan dengan pengaruh dari debu. Tetapi
secara klinis atau dengan tes fungsional ataupun pemeriksaan secara morfologi
dapat diperlihatkan kasus dimana efek yang timbul berasal dari debu.
3. Efek Alergi
Debu dari tumbuhan hewan mempunyai sifat dapat meningkatkan reaksi
alergi. Beberapa reaksi kekebalan biasanya membentuk respon secara psikologi
berupa iritasi. Secara patologi dapat ditentukan melalui tes alergi sebagai
penyakit akibat kerja pada saluran pernafasan yang umumnya berupa asma
bronchial. Debu organik yang menyebabkan alergi meliputi tepung, pollen
(serbuk sari), rambut hewan, bulu unggas, jamur, cendawan dan serangga.
4. Efek Karsinogenik
Penyebab yang berperan penting dalam pertumbuhan kanker pada
manusia adalah debu asbestos, arsenik, chromium dan nikel. Akan tetapi,
31
penyebab tersebut kurang lebih 2000 substansi kimia diketahui sebagai
penyebab timbulnya kanker.
5. Efek Sistemik Toksik
Banyak substansi yang berbahaya menyebabkan efek sistemik toksik
sebagai hasil dari debu yang masuk melalui sistem saluran pernafasan. Paparan
debu untuk beberapa tahun pada kadar yang rendah tetapi di atas batas limit
paparan, menunjukkan efek sistemik toksik yang jelas.
6. Efek pada Kulit
Partikel-partikel debu yang berasal dari material yang berbentuk pita dan
tebal seperti fiberglass, dan material tahan api sering sebagai penyebab
dermatitis.
Berbagai gangguan atau penyakit dapat timbul pada pekerja tergantung
dari lamanya paparan dan kepekaan individual terhadap debu. Debu yang
masuk ke dalam saluran pernafasan menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme
pertahanan non spesifik berupa bersin dan batuk. Pneumokoniosis biasanya
timbul setelah pekerja terpapar selama bertahun-tahun. Penyakit akibat paparan
debu yang lain seperti asma kerja, bronchitis industri (Yunus, 1997).
2.8 Gangguan Kesehatan Akibat Merokok
Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya.
Bukan hanya bagi kesehatan, merokok juga merupakan problem di bidang
32
ekonomi. Komponen gas dalam rokok terdiri dari karbon monoksida, karbon
dioksida, hidrogen sianida, amoniak, oksida dari nitrogen dan senyawa
hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren,
fenol, dan kadmium. Di negara industri maju, kini terdapat kecenderungan
berhenti merokok, sedangkan di negara berkembang, khususnya Indonesia,
malah cenderung timbul peningkatan kebiasaan merokok. Laporan WHO tahun
1983 menyebutkan, jumlah perokok meningkat 2,1 persen per tahun di negara
berkembang, sedangkan di negara maju angka ini menurun sekitar 1,1 persen per
tahun (Hans, 2010).
Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan
menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok
yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun.
Ringan : 0-200
Sedang : 200-600
Berat : > 600 (Alsagaff, 2002).
Menurut Antaruddin (2003), dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
merokok adalah:
a. Dampak paru-paru
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran
napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa
membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia).
33
Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat
bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi
peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.
Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-
5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok,
terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang
secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya
kanker paru-paru.
b. Dampak terhadap jantung
Banyak penelitian telah membuktikan adanya hubungan merokok
dengan Penyakit Jantung Koroner (PJK). Dari 11 juta kematian per tahun di
negara industri maju, WHO melaporkan lebih dari setengah (6 juta)
disebabkan gangguan sirkulasi darah, di mana 2,5 juta adalah penyakit
jantung koroner dan 1,5 juta adalah stroke. Survei Depkes RI tahun 1986 dan
1992, mendapatkan peningkatan kematian akibat penyakit jantung dari 9,7
persen (peringkat ketiga) menjadi 16 persen (peringkat pertama).
Umumnya fokus penelitian ditujukan pada peranan nikotin dan CO.
Kedua bahan ini, selain meningkatkan kebutuhan oksigen, juga mengganggu
suplai oksigen ke otot jantung (miokard) sehingga merugikan kerja miokard.
Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatnya
kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok,
34
nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi
denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta
menyebabkan gangguan irama jantung. Nikotin juga mengganggu kerja
saraf, otak, dan banyak bagian tubuh lainnya. Nikotin mengaktifkan
trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke
dinding pembuluh darah.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan
langsung persediaan oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk
miokard. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu
pelepasan oksigen, dan mempercepat aterosklerosis (pengapuran/penebalan
dinding pembuluh darah). Dengan demikian, CO menurunkan kapasitas
latihan fisik, meningkatkan viskositas darah, sehingga mempermudah
penggumpalan darah. Nikotin, CO, dan bahan-bahan lain dalam asap rokok
terbukti merusak endotel (dinding dalam pembuluh darah), dan
mempermudah timbulnya penggumpalan darah.
c. Penyakit (stroke)
Penyumbatan pembuluh darah otak yang bersifat mendadak atau stroke
banyak dikaitkan dengan merokok. Risiko stroke dan risiko kematian lebih
tinggi pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok.
d. HIV AIDS
35
Dalam penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan Inggris,
didapatkan kebiasaan merokok memperbesar kemungkinan timbulnya AIDS
pada pengidap HIV. Pada kelompok perokok, AIDS timbul rata-rata dalam
8,17 bulan, sedangkan pada kelompok bukan perokok timbul setelah 14,5
bulan. Penurunan kekebalan tubuh pada perokok menjadi pencetus lebih
mudahnya terkena AIDS sehingga berhenti merokok penting sekali dalam
langkah pertahanan melawan AIDS (Alsagaff, 2002).
2.9 Faktor Lain Yang Mempengaruhi Gangguan Fungsi Paru
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya mengenai faktor yang
mempengaruhi fungsi paru seperti paparan debu, serta kebiasaan merokok, ada
beberapa hal yang juga menjadi pencetus gangguan fungsi paru, yakni :
a. Usia
Usia merupakan salah satu karateristik yang mempunyai resiko tinggi
terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana
kualitas paru dapat memburuk dengan cepat. Menurut penelitian Juli
Soemirat dan kawan-kawan dalam Rosbinawati (2002), mengungkapkan
bahwa usia berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin
bertambahnya umur maka terjadi penurunan fungsi paru di dalam tubuh.
Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) ada hubungan yang bermakna
secara statistik antara usia dengan gejala pernafasan.
b. Masa Kerja
36
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang
terpajan dengan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian
Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara
masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol dan gas
iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru.
c. Perilaku penggunaan APD
Alat pelindung diri adalah perlengkapan yang dipakai untuk
melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat mengganggu kesehatan
yang ada di lingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk melindungi
sistem pernafasan dari partikel-partikel berbahaya yang ada di udara yang
dapat membahayakan kesehatan. Perlindungan terhadap sistem pernafasan
sangat diperlukan terutama bila tercemar partikel-partikel berbahaya, baik
yang berbentuk gas, aerosol, cairan, ataupun kimiawi. Alat yang dipakai
adalah masker, baik yang terbuat dari kain atau kertas wol (Irga, 2009).
d. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit merupakan faktor yang dianggap juga sebagai
pencetus timbulnya gangguan pernapasan, karena penyakit yang di derita
seseorang akan mempengaruhi kondisi kesehatan dalam lingkungan kerja.
Apabila seseorang pernah atau sementara menderita penyakit sistem
pernafasan, maka akan meningkatkan resiko timbulnya penyakit sistem
pernapasan jika terpapar debu.
e. Jenis Kelamin
37
Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada
wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil daripada pria, dan lebih
besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang
bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa
kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8L dibandingkan pada wanita
yaitu 3,1L.
f. Kebiasaan Olahraga
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal
balik.Gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga,
sebaliknya latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal
paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas
aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas
paru yang meningkat (Sahab, 1997).
Kapasitas Vital Paru (KVP) dapat dipengaruhi oleh kebiasaan
seseorang melakukan olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah
melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat berdifusi ke dalam
kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Kapasitas
vital pada seorang atlet lebih besar daripada orang yang tidak pernah
berolahraga (Hall, 1997). Menurut Guyton (1997), kebiasaan olah raga
akan meningkan kapasitas paru dan akan meningkat 30-40%.
g. Status Gizi
38
Kesehatan dan daya kerja erat hubungannya dengan status gizi
seseorang. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap
kekuatan daya tahan dan respon imunologis terhadap penyakit dan
keracunan. Status gizi juga berperan terhadap kapasitas paru. Orang dengan
postur kurus panjang biasanya kapasitas vital paksanya lebih besar dari
orang dengan postur gemuk pendek.
Tanpa makan dan minum yang cukup kebutuhan energi untuk
bekerja akan diambil dari cadangan sel tubuh. Kekurangan makanan yang
terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu. Menurut
Sridhar (1999) secara fisiologis seseorang dengan status gizi yang kurang
maupun lebih dapat mengalami penurunan KVP yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi terjadinya gangguan fungsi paru (Alsagaf, 2002).
2.10 Anatomi Dan Fisiologi Paru
2.10.1 Anatomi Paru
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring,
laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2
bagian, yakni saluran pernafasan atas dan saluran pernafasan bawah. Pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen di pungut
melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui
trakea dan pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah
didalam kapiler pulmunaris (Guyton, 2008).
39
Hanya satu membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan
darah oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel
darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa didalam arteri
kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-
paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus
membran alveoli, kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui
pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui hidung dan mulut
(Guyton, 2008).
2.10.2 Fisiologi Paru
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai
penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price,1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke
atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun
40
tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir
menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai
udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi
(Price,1994)
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5
μm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir
pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap
air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price,1994).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen
di kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik
dari total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan
bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada
beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi
melambat sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu
berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
41
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama
(Rab,1996).
2.10.3 Sistem Pertahanan Paru
Paru-paru mempunyai pertahanan khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan terjadinya kontak dengan aerogen dalam mempertahankan
tubuh. Sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru
mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa mekanisme
pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru dibagi atas (Rab,1996) :
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
a. Yang berdiameter 5-7 μ akan tertahan di orofaring.
b. Yang berdiameter 0,5-5 μ akan masuk sampai ke alveoli paru
c. Yang berdiameter < 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli, dan masuk
ke pembuluh darah.
2. Mukosilia
Baik mukus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus
akan digerakkan oleh silia keluar menuju laring. Keberhasilan dalam
mengeluarkan mucus ini tergantung pada kekentalan mucus, luas
permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh
iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
42
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
a. Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
b. Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat
bakteriostatik
c. Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai
kemampuan dalam membunuh virus.
d. Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah
terjadinya infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan
terjadinya infeksi paru yang berulang.
4. Fagositosis
Sel fagositosis yang berperan dalam memfagositkan
mikroorganisme dan kemudian menghancurkannya. Makrofag yang
mungkin sebagai derivate monosit berperan sebagai fagositer. Untuk
proses ini diperlukan opsonim dan komplemen.
2.10.4. Sistem Pernafasan
a. Pengertian Pernafasan
Pernafasan atau respirasi adalah menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara
yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida) sebagai sisa dari
oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996).
43
b. Fungsi Pernafasan
Fungsi pernafasan adalah:
1.Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh
(sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran.
2.Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa
pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk
dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh) (Syaifuddin, 1996).
c. Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila
tekanan intra pulmonal (intra alveol) lebih rendah dari tekanan
udara luar.
2. Ekspirasi (menghembus napas)
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung
bila tekanan intra pulmonal lebih tinggi dari pada tekanan udara
luar sehingga udara bergerak keluar paru (Guyton, 2008).
d. Tanda-tanda dan Gejala Gangguan Fungsi Pernapasan
Gangguan pada fungsi pernapasan di tandai dengan keluhan-keluhan
utama berupa :
44
1. Batuk
2. Sesak
3. Batuk darah
4. Nyeri dada (Danusantoso, 2000).
2.11 Pengukuran Pernapasan
Pengukuran pernapasan dapat dilakukan dengan menggunakan metode
spirometri. Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur
sebagian terbesar volume dan kapasitas paru-paru. Spirometri merekam secara
grafis atau digital volume ekspirasi paksa dan kapasitas vital paksa. Volume
Ekspirasi Paksa (VEP) atau Forced Expiratory Volume (FEV) adalah volume
dari udara yang dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimum dengan
usaha paksa minimum, diukur pada jangka waktu tertentu. Biasanya diukur
dalam 1 detik (VEP1). Kapasitas Vital paksa atau Forced Vital Capacity (FVC)
adalah volume total dari udara yg dihembuskan dari paru-paru setelah inspirasi
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum (Guyton, 2008).
Gambar 2.1 Spirometri ( Dewan Asma Nasional Australia)
45
Ada beberapa indikasi-indikasi dari pemeriksaan spirometri seperti:
a. Untuk mengevaluasi gejala dan tanda
b. Untuk mengukur efek penyakit pada fungsi paru
c. Untuk menilai resiko pra-operasi
d. Untuk menilai prognosis
e. Untuk menilai status kesehatan sebelum memulai aktivitas fisik berat
program (Miller MR, Hanikinson JL, 2005)
Prediksi Nilai normal Untuk menginterpretasikan tes fungsi ventilasi
dalam setiap individu, bandingkan hasilnya dengan nilai-nilai referensi yang
diperoleh dari yang jelas populasi subyek normal cocok untuk jenis kelamin,
umur, tinggi dan asal etnis dan menggunakan tes serupa protokol, dan
instrumen hati-hati dikalibrasi dan divalidasi. Nilai diprediksi Normal untuk
fungsi ventilasi umumnya bervariasi sebagai berikut:
a. Jenis Kelamin: Untuk ketinggian tertentu dan usia, laki-laki memiliki
VEP1, KVP, FEF25%-75% dan PEF yang lebih besar tetapi memiliki
VEP1/KVP yang relatif lebih kecil.
b. Umur: VEP1, KVP, FEF25-75% dan PEF meningkat sementara
penurunan VEP1/ KVP dengan usia sampai sekitar 20 tahun pada wanita
dan 25 tahun pada pria. Setelah ini, semua indeks bertahap turun,
meskipun kadar penurunan yang tepat tidak diketahui karena keterkaitan
46
antara usia dan tinggi badan. Penurunan VEP1/ KVP dengan usia pada
orang dewasa karena penurunan yang lebih besar pada VEP1 dari KVP.
c. Tinggi: Semua indeks selain VEP1/ KVP meningkat.
d. Etnis asal: Polinesia termasuk yang paling rendah memiliki VEP1 dan
KVP dari berbagai kelompok etnis seperti kaukasia dan afrika. (Miller
MR, Hanikinson JL, 2005).
Tes spirometri memiliki Interpretasi Fungsi Ventilasi. Kelainan ventilasi
dapat disimpulkan jika ada VEP1, KVP, PEF atau VEP1/KVP adalah luar
kisaran normal.
a. Normal: KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%
b. Gangguan Obstruksi: VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai
prediksi
c. Gangguan Restriksi: Kapasitas Vital (KV)< 80% nilai prediksi, KVP<80%
d. Gangguan Campuran: KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai
prediksi (Johns DP, Pierce, 2007).
2.12 Proses Kerja Dalam Industri Pabrik Gula
Dalam melaksanakan produksinya sebuah pabrik gula memiliki proses
kerja. Adapun proses kerja yang dilakukan dalam industri pabrik gula adalah
sebagai berikut:
47
a. Pengiriman Dan Penimbangan Tebu
b. Pengendalian Operasional Peralatan Pabrik
c. Penanganan Tebu
d. Preparasi Tebu
e. Ekstraksi Nira
f. Boiler Dan Pembangkit Tenaga Listrik
3 unit boiler dengan tekanan kerja masing masing 20kg/cm2G
digunakan untuk menggerakkan 3 buah back pressure turbo-alternator yang
masing masing mampu membangkitkan tenaga listrik sebesar 5MW, juga
digunakan untuk menggerakkan turbin uap penggerak unit preparasi (cane
cutter dan shredder)dan unit ekstraksi (gilingan). Pada masa tidak
giling (off-season) 1 unit boiler tetap beroperasi dan memanfaatkan bahan
bakar (ampas tebu) kelebihan dari masa giling untuk melayani kebutuhan
uap penggerak turbine generator dalam memenuhi kebutuhan listrik
perumahan divisi I s/d divisi VI, perkantoran,maintenance peralatan di
pabrik dan pompa irigasi pertanian.
g. Pemurnian Gula
h. Penguapan (Evaporation)
i. Kristalisasi Gula
j. Pemisahan Kristal Gula Dan Molasses
k. Penanganan Dan Pengemasan Produk (IT-GMP, 2009).