23
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin Kerja Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang seringkali timbul bersifat negatif. Disiplin lebih dikaitkan dengan sanksi atau hukuman. Disiplin dalam arti positif seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini. Hodges (dalam Yuspratiwi,2009) mengatakan disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi. Niat untuk mentaati peraturan Suryohadiprojo (2008) menyatakan suatu kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan organisasi tidak akan tercapai. Hal ini berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. Ada dua disiplin kerja yaitu displin diri dan disiplin kelompok. 1. Disiplin Diri. Displin diri Jasin (1989) merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilainilai yang ada diluar dirinya. Melalui disiplin diri, karyawankaryawan merasa bertanggung jawab dan dapat mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi. Disiplin diri merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Disiplin Kerja

Disiplin kerja dibicarakan dalam kondisi yang seringkali timbul bersifat negatif.

Disiplin lebih dikaitkan dengan sanksi atau hukuman. Disiplin dalam arti positif

seperti yang dikemukakan oleh beberapa ahli berikut ini. Hodges (dalam

Yuspratiwi,2009) mengatakan disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang yang

berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan

pekerjaan, pengertian disiplin kerja adalah suatu sikap dan tingkah laku yang

menunjukan ketaatan karyawan terhadap peraturan organisasi.

Niat untuk mentaati peraturan Suryohadiprojo (2008) menyatakan suatu

kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan organisasi tidak akan tercapai.

Hal ini berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. Ada

dua disiplin kerja yaitu displin diri dan disiplin kelompok.

1. Disiplin Diri.

Displin diri Jasin (1989) merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol

oleh diri sendiri. Hal ini merupakan manifestasi atau aktualisasi dari tanggung jawab

pribadi, yang berarti mengakui dan menerima nilai–nilai yang ada diluar dirinya.

Melalui disiplin diri, karyawan–karyawan merasa bertanggung jawab dan dapat

mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi. Disiplin diri merupakan hasil

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

8

proses belajar dari keluarga dan masyarakat. penanaman nilai–nilai yang menjunjung

disiplin baik yang ditanamkan oleh orang tua, guru, ataupun masyarakat merupakan

bekal positif bagi tumbuh dan berkembang disiplin diri.

Penanaman nilai–nilai disiplin dapat berkembang apabila didukung oleh situasi

lingkungan kondusif yaitu situasi yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang

tua atau guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi merupakan model peran yang

efektif bagi perkembangan diri. Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai

tujuan organisasi melalui disiplin diri, seorang karyawan selain menghargai dirinya

sendiri juga menghargai orang lain.

2. Disiplin Kelompok.

Kegaiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata. Selain

disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Hal ini didasari atas pandangan

bahwa didalam kelompok kerja terdapat standar ukuran prestasi yang telah

ditentukan.

Pembentukan perilaku jika dilihat dari formula Kurt Levin adalah interaksi

antara faktor kepribadian dan faktor lingkungan.

1. Faktor kepribadian adalah faktor yang penting dalam kepribadian seseorang

adalah sistem nilai yang dianut. Sitem nilai dalam hal ini yang berkaitan

langsung dengan disiplin. Nilai-nilai yang menjunjung disiplin yang

diajarkan atau ditanamkan orang tua, guru, masyarakat akan digunakan

sebagai kerangka acuan bagi penerapan disiplin ditempat kerja. Sistem nilai

akan terlihat dari sikap seseorang. siakp diharapkan akan tercermin dalam

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

9

perilaku. Perubahan sikap kedalam perilaku terdapat 3 tingkatan menurut

Kelman (Brgiham,1994).

2. Disiplin karena kepatuhan adalah kepatuhan terhadap aturan–aturan yang

didasarkan atas dasar perasaan takut. Disiplin kerja dalam tingkat ini

dilakukan semata untuk mendapatkan reaksi positif dari pimpinan atau

atasan yang memiliki wewenang. Sebaliknya, Jika pengawas tidak ada

ditempat disiplin tidak tampak.

3. Disiplin karena identifikasi adalah adanya perasaan kekaguman atau

penghargaan pada pimpinan. Pemimpin yang kharismatik adalah figur yang

dihormati, dihargai, dan sebagai pusat identifikasi. Karyawan yang

menunjukan disiplin terhadap aturan–aturan organisasi bukan disebabkan

karena menghormati aturan tersebut tetapi lebih disebabkan keseganan pada

atasannya.

4. Disiplin karena internalisasi adalah disiplin kerja dalam tingkat ini terjadi

karena kryawan mempunyai sistem nilai pribadi yang menjunjung tinggi

nilai–nilai kedisiplinan. Dalam taraf ini, orang dikategorikan mempunyai

disiplin tinggi.

5. Faktor lingkungan adalah disiplin kerja yang tinggi tidak muncul begitu saja

tetapi merupakan suatu proses belajar yang terus menerus. proses

pembelajaran agar dapat efektif maka pemimpin yang merupakan agen

perubahan perlu memperhatikan prinsip–prinsip konsistensi, adil, bersikap

positif, dan terbuka.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

10

Disiplin kerja selain dipengaruhi faktor lingkungan kerja juga dipengaruhi

faktor kepribadian. Dharma (2009) perilaku tidak disiplin sering dijumpai ditempat

kerja adalah sebagai berikut:

1. Melanggar peraturan jam istirahat dan peraturan kerja lainnya.

2. Melanggar peraturan keamanan dan kesejahteraan.

3. Terlambat masuk kerja, mangkir dari pekerjaan.

4. Berkembang rasa tidak puas, saling curiga dan saling melempar rasa

tanggung jawab.

5. Bekerja dengan ceroboh dan merusak peralatan.

6. Tindakan pendisiplinan dapat dilaksanakan dengan menggunakan prinsip

dari progressive discipline. Prinsipnya adalah

7. Hukuman untuk pelanggran pertama lebih ringan daripada pengulangan

pelanggaran.

8. Hukuman untuk pelanggaran kecil lebih ringan daripada pelanggaran berat.

Indikator disiplin kerja menurut Setyabudi Indartono (2018) adalah sebagai

berikut:

1. Kehadiran

2. Ketaatan pada peraturan kerja

3. Kesediaan menjalankan standar kerja

4. Tingkat kewaspadaan tinggi

5. Bekerja secara etis

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

11

2.1.2 Komitmen

Robbins (2009) menyebutkan komitmen adalah tingkatan di mana seseorang

mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan tujuan-tujuannya dan berkeinginan

untuk memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Bansal dan Taylor (2012)

mendefenisikan komitmen sebagai kekuatan yang mengikat seseorang pada suatu

tindakan yang memiliki relevansi dengan satu atau lebih sasaran. Buchanan (2010)

menyebutkan komitmen menyangkut tiga sikap yaitu rasa pengidentifikasian dengan

tujuan organisasi, rasa keterlibatan dan rasa kesetiaan kepada organisasi. Jadi

pengertian komitmen lebih dari sekedar menjadi anggota saja, tetapi lebih dari itu

orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya yang tinggi bagi

kepentingan organisasi, demi memperlancar mencapai tujuan organisasi.

Definisi komitmen organisasi menurut Luthans (2009) adalah sikap loyal

anggota organisasi atau pekerja bawahan dan merupakan proses yang berlangsung

secara terus menerus mereka menunjukkan kepedulian dan kelangsungan sukses

organisasi. Sedangkan definisi menurut Robbins (2012) adalah derajat sejauh mana

seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuannya, serta

berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi. Menurut Buchanan (2010)

menyatakan komitmen organisasi terdiri dari tiga sikap, yaitu perasaan identifikasi

dengan misi organisasi, rasa keterlibatan dalam tugas-tugas organisasi, rasa kesetiaan

dan cinta pada organisasi sebagai tempat hidup dan bekerja, terlepas dari manfaat dan

misi organisasi bagi individu.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

12

Manfaat dengan adanya komitmen dalam organisasi adalah sebagai berikut para

pekerja yang benar-benar menunjukkan komitmen tinggi terhadap organisasi

mempunyai kemungkinan yang jauh lebih besar untuk menunjukkan tingkat

partisipasi yang tinggi dalam organisasi, memiliki keinginan yang lebih kuat untuk

tetap bekerja pada organisasi yang sekarang dan dapat terus memberikan sumbangan

bagi pencapaian tujuan, sepenuhnya melibatkan diri pada pekerjaan mereka, karena

pekerjaan tersebut adalah mekanisme kunci dan saluran individu untuk memberikan

sumbangannya bagi pencapaian tujuan organisasi, keyakinan tentang pentingnya

komitmen dalam kaitannya dengan efektivitas organisasi tampak sejalan.

Menurut Martin dan Nicholls (2009) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) pilar untuk

membentuk komitmen seseorang terhadap organisasi, yaitu menciptakan rasa

kepemilikan terhadap organisasi, untuk menciptakan kondisi ini orang harus

mengidentifikasi dirinya dalam organisasi, untuk mempercayai bahwa ada guna dan

manfaatnya bekerja di organisasi, untuk merasakan kenyamanan didalamnya, untuk

mendukung nilai-nilai, visi, dan misi organisasi dalam mencapai tujuannya. Salah

satu faktor penting dalam menciptakan rasa kepemilikan ini adalah meningkatkan

perasaan seluruh anggota organisasi bahwa perusahaan (organisasi) ini adalah benar-

benar merupakan milik mereka. Kepemilikan ini tidak sekedar dalam bentuk

kepemilikan saham saja (meskipun kadangkala ini juga merupakan cara yang cukup

membantu), namun lebih berupa meningkatkan kepercayaan di seluruh anggota

organisasi bahwa mereka benar-benar (secara jujur) diterima oleh manajemen sebagai

bagian dari organisasi. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk itu, mengajak mereka

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

13

anggota organisasi untuk terlibat memutuskan penciptaan dan pengembangan produk

baru, terlibat memutuskan perubahan rancangan kerja dan sebagainya. Bila mereka

anggota organisasi merasa terlibat dan semua idenya dipertimbangkan maka muncul

perasaan kalau mereka ikut berkontribusi terhadap pencapaian hasil. Apalagi

ditambah dengan kepercayaan kalau hasil yang diperoleh organisasi akan kembali

pada kesejahteraan mereka pula.

Menciptakan semangat dalam bekerja, cara ini dapat dilakukan dengan lebih

mengkonsentrasikan pada pengelolaan faktor-faktor motivasi instrinsik dan

menggunakan berbagai cara perancangan pekerjaan. Menciptakan semangat kerja

bawahan bisa dengan cara membuat kualitas kepemimpinan yaitu menumbuhkan

kemauan manajer dan supervisor untuk memperhatikan sepenuhnya motivasi dan

komitmen bawahan melalui pemberian delegasi tanggung jawab dan pendayagunaan

ketrampilan bawahan.

Indikator komitmen menurut Setyabudi Indartono (2018) adalah sebagai

berikut:

1. Identifikasi

2. Keterlibatan diri

3. Loyalitas karyawan

2.1.3 Kompensasi

Salah satu tujuan manajemen sumber daya manusia, yaitu memastikan

organisasi memiliki tenaga kerja yang bermotivasi dan berkinerja tinggi, serta

dilengkapi dengan sarana untuk menghadapi perubahan yang dapat memenuhi

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

14

kebutuhan pekerjanya. Dalam usaha mendukung pencapaian tenaga kerja yang

memiliki motivasi dan berkinerja tinggi, yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya.

Sistem kompensasi juga berpotensi sebagai salah satu sarana terpenting dalam

membentuk perilaku dan mempengaruhi kinerja. Namun demikian banyak organisasi

mengabaikan potensi tersebut dengan suatu persepsi bahwa kompensasi tidak lebih

sekadar a cost yang harus diminimisasi. Tanpa disadari beberapa organisasi yang

mengabaikan potensi penting dan berpersepsi salah telah menempatkan sistem

tersebut justru sebagai sarana meningkatkan perilaku yang tidak produktif atau

counter productive. Akibatnya muncul sejumlah persoalan personal seperti low

employee motivation, poor job performance, high turn over, irresponsible behaviour

dan bahkan employee dishonestry yang berawal dari sistem kompensasi yang tidak

proporsional.

Menurut Handoko (2013) menyatakan faktor pendorong penting yang

menyebabkan manusia bekerja adalah adanya kebutuhan dalam diri manusia yang

harus dipenuhi dimana keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia bekerja

dengan menjual tenaga, pikiran dan juga waktu yang dimilikinya kepada perusahaan

dengan harapan mendapatkan kompensasi (imbalan).

Secara umum kompensasi merupakan sebagian kunci pemecah bagaimana

membuat anggota berbuat sesuai dengan keinginan organisasi. Sistem kompensasi ini

akan membantu menciptakan kemauan diantara orang-orang yang berkualitas untuk

bergabung dengan organisasi dan melakukan tindakan yang diperlukan organisasi.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

15

Secara umum berarti bahwa karyawan harus merasa bahwa dengan melakukannya,

mereka akan mendapatkan kebutuhan penting yang mereka perlukan. Dimana

didalamnya termasuk interaksi sosial, status, penghargaan, pertumbuhan dan

perkembangan.

Menurut Long (2013) mendefinisikan sistem kompensasi adalah bagian dari

sistem reward yang hanya berkaitan dengan bagian ekonomi, namun demikian sejak

adanya keyakinan bahwa perilaku individual dipengaruhi oleh sistem dalam spektrum

yang lebih luas maka sistem kompensasi tidak dapat terpisah dari keseluruhan sistem

reward yang disediakan oleh organisasi. Sedangkan reward adalah semua hal yang

disediakan organisasi untuk memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Adapun

dua jenis reward tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ekstrinsik kompensasi yaitu kompensasi yang memuaskan kebutuhan dasar

untuk survival dan security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan.

Pemuasan ini diperoleh ari faktor-faktor yang ada di sekeliling para

karyawan dan disekitar pekerjaannya.

2. Intrinsik kompensasi yaitu kompensasi yang memenuhi kebutuhan yang

lebih tinggi tingkatannya, misalnya untuk kebanggaan, penghargaan, serta

pertumbuhan dan perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-faktor

yang melekat dalam pekerjaan karyawan itu, seperti tantangan karyawan

atau interest suatu pekerjaan yang diberikan, tingkatan keragaman atau

variasi dalam pekerjaan, adanya umpan balik, dan otoritas pengambilan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

16

keputusan dalam pekerjaan serta signifikansi makna pekerjaan bagi nilai-

nilai organisasional.

Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas

jasa untuk kerja mereka (Handoko,2012), melalui kompensasi tersebut karyawan

dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja serta meningkatkan

kebutuhan hidupnya. Masalah kompensasi bukan hanya penting karena merupakan

dorongan utama seseorang menjadi karyawan, tapi juga besar pengaruh terhadap

semangat dan kegairahan kerja para karyawan. Dengan demikian maka setiap badan

usaha harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat, sehingga dapat

menopang mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebih efisien.

Menurut Mondy(2014) menyatakan bentuk dari kompensasi yang diberikan

perusahaan kepada karyawan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Financial compensation (kompensasi finansial) artinya kompensasi yang

diwujudkan dengan sejumlah uang kepada karyawan yang bersangkutan.

Kompensasi finansial implementasinya dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu

pertama direct financial compensation (kompensasi finansial langsung).

Kompensasi finansial langsung adalah pembayaran berbentuk uang yang

karyawan terima secara langsung dalam bentuk gaji atau upah, tunjangan

ekonomi, bonus dan komisi. Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara

periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti,

sedangkan upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja dengan

berpedoman pada perjanjian yang disepakati pembayarannya. Kedua indirect

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

17

financial compensation (kompensasi finansial tak langsung) adalah termasuk

semua penghargaan keuangan yang tidak termasuk kompensasi langsung.

Wujud dari kompensasi tak langsung meliputi program asuransi tenaga kerja

(jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), cuti dan

lain-lain.

2. Non financial compensation (kompensasi non finansial) adalah balas jasa

yang diberikan perusahaan kepada karyawan bukan berbentuk uang, tapi

berwujud fasilitas. Kompensasi jenis ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu

pertama non financial the job (kompensasi berkaitan dengan pekerjaan),

kompensasi non finansial mengenai pekerjaan ini dapat berupa pekerjaan

yang menarik, kesempatan untuk berkembang, pelatihan, wewenang dan

tanggung jawab, penghargaan atas kinerja. Kompensasi bentuk ini

merupakan perwujudan dari pemenuhan kebutuhan harga diri (esteem) dan

aktualisasi (self actualization), kedua yaitu non financial job environment

(kompensasi berkaitan dengan lingkungan pekerjaan). Kompensasi non

finansial mengenai lingkungan pekerjaan ini dapat berupa supervisi

kompetensi (competent supervision), kondisi kerja yang mendukung

(comfortable working conditions), pembagian kerja (job sharing).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

18

Indikator kompensasi menurut Anita Tria Puspitasari (2017) adalah sebagai

berikut:

1. Gaji

2. Insentif

3. Proteksi

4. Fasilitas

5. Penghargaan

2.1.4 Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2010) menyatakan lingkungan kerja adalah semua keadaan

berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi

karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik

adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial kultural yang

mengelilingi atau mempengaruhi individu. (Komarudin,2011). Lingkungan kerja fisik

adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi

dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu

udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nitisemito,2013).

Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat

melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena itu

penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan

keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang

tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat

menurunkan disiplin kerja. Lingkungan kerja sangatlah perlu untuk diperhatikan

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

19

karena merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan disiplin kerja.

Hal ini dikarenakan mereka merasa tidak nyaman dalam bekerja sehingga kinerja

menjadi rendah. Lingkungan kerja adalah sesuatu dari lingkungan pekerjaan yang

memudahkan atau menyulitkan pekerjaan. Menurut Sarwoto (2007) lingkungan kerja

fisik merupakan lingkungan atau kondisi tempat kerja yang dapat mempengaruhi atau

meningkatkan efesiensi kerja, di antaranya adalah

1. Tata ruang kerja yang tepat, suatu organisasi sebaiknya karyawan yang bekerja

mendapat tempat yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan atau tugas.

Karyawan tidak mungkin dapat bekerja dengan tenang dan maksimal jika

tempat yang tersedia tidak dapat memberikan kenyamanan. Dengan demikian

ruang gerak untuk tempat karyawan bekerja seharusnya direncanakan terlebih

dahulu agar para karyawan tidak terganggu di dalam melaksanakan pekerjaan

disamping itu juga perusahaan harus dapat menghindari dari pemborosan dan

menekan biaya yang banyak.

2. Cahaya dalam ruangan yang tepat, cahaya dalam ruangan atau penerangan

ruang kerja karyawan memegang peranan yang sangat penting dalam

meningkatkan semangat karyawan sehingga mereka akan dapat menunjukkan

hasil kerja yang baik, yang berarti bahwa penerangan tempat kerja yang cukup

sangat membantu berhasilnya kegiatan-kegiatan operasional organisasi.

3. Suhu dan kelembapan udara yang tepat, didalam ruangan kerja karyawan

dibutuhkan udara yang cukup, dimana dengan adanya pertukaran udara yang

cukup, akan menyebabkan kesegaran fisik dari karyawan tersebut. Suhu udara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

20

yang terlalu panas akan menurunkan semangat kerja karyawan di dalam

melaksanakan pekerjaan.

4. Suara yang tidak mengganggu konsentrasi kerja, Suara yang bunyi bias sangat

menganggu para karyawan dalam bekerja. Suara yang bising tersebut dapat

merusak konsentrasi kerja karyawan sehingga disiplin kerja bisa menjadi tidak

optimal, oleh karena itu setiap organisasi harus selalu berusaha untuk

menghilangkan suara bising tersebut atau paling tidak menekannya untuk

memperkecil suara bising tersebut. Kemampuan organisasi didalam

menyediakan dana untuk keperluan pengendalian suara bising dalam suatu

organisasi.

5. Suasana kerja dalam perusahaan merupakan pendukung dalam kelancaran

pekerjaan perusahaan. Dengan suasana kerja yang baik dapat menimbulkan

semangat kerja karyawan. Suasana dalam perusahaan yang baik dapat dilihat

dari hubungan antara atasan dengan bawahan atau sebaliknya. Dengan adanya

hubungan yang baik, maka dapat menimbulkan saling pengertian antara

pimpinan dengan karyawan serta dapat menumbuhkan motivasi kerja karyawan

itu sendiri.

6. Keamanan kerja karyawan, rasa aman akan menimbulkan ketenangan, dan

ketenangan itu akan mendorong motivasi kerja karyawan sehingga kinerja

menjadi baik. Rasaaman di sini meliputi diri pribadi maupun luar pribadi.

Kaitan dengan diri pribadi adalah menyangkut keselamatan selama bekerja dan

terjaminnya karyawan dalam memperoleh pekerjaan dan jabatan dalam

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

21

perusahaan, selama ia melaksanakan tugasnya dengan prestasi kerja yang

memuaskan. Sedangkan rasa aman dari luar pribadi adalah terjaminnya milik

karyawan dari adanya perusakan dan pencurian.

Indikator lingkungan kerja menurut Setyabudi Indartono (2018) adalah sebagai

berikut:

1. Suasana kerja

2. Rekan kerja

3. Hubungan antar bawahan dengan pimpinan

4. Transportasi

2.1.5 Supervisi

Kata supervisi dapat didefinisikan menurut beberapa kategori. Secara

etimologis, supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu supervision. Super berarti

diatas, sedangkan vision berarti pengelihatan atau melihat dan jika diartikan secara

bebas, maka supervision dapat pula dimaknai sebagai melihat dari atas. Arti kata

supervisi ini tidak bisa dimaknai secara harafiah sebagai kegiatan melihat orang lain

dari atas, namun lebih kepada makna mengawasi orang lain yang dilakukan oleh

orang yang memiliki jabatan tinggi ke orang yang memiliki jabatan lebih rendah.

Menurut Ross (2011) menyatakan supervisi adalah pelayanan kapada karyawan

yang bertujuan menghasilkan perbaikan sedangkan menurut Mulyasa (2012)

menyatakan supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh pimpinan yang berperan

sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

22

khusus yang lebih independent dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam

pembinaan dan pelaksanaan tugas.

Seorang supervisor memiliki pekerjaan yang tidak mudah dimana harus

mengawasi sekaligus membimbing orang-orang yang berada di bawahnya agar

mampu bekerja sesuai dengan standar yang diatur perusahaan. Mangkunegara (2013)

menyatakan beberapa jenis kegiatan supervisi yang biasa dilakukan, yaitu:

1. Reseach atau penelitian dimana seorang supervisor harus melakukan

penelitian mengenai situasi perusahaan dan juga karyawan-karyawan yang

berada di bawahnya. Kegiatan supervisi ini bertujuan supaya supervisor

dapat merumuskan problem melalui data yang ada selama ini. Dengan cara

ini, supervisor dapat mengumpulkan berbagai fakta dan opini sebagai bahan

pertimbangan. Kegiatan supervisi ini dapat dilakukan dengan berbagai

teknik, misalnya observasi wawancara dan angket. Jika data telah terkumpul,

supervisi dapat menggunakan data tersebut untuk melakukan pengolahan

data yang biasanya dibantu dengan perhitungan statistik. Setelahnya,

supervisi dapat menarik kesimpulan mengenai bagaimana keadaan

sebenarnya dari situasi yang ada di perusahaan tersebut.

2. Evaluation atau penilaian dimana setelah berhasil melakukan penelitian,

supervisi wajib melakukan evaluasi atau penilaian secara kooperatif dengan

karyawan yang ada dibawahnya. Kegiatan evaluasi tersebut antara lain:

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

23

1. Bersama-sama mencari aspek-aspek positif (kebaikan-kebaikan,

kemajuan-kemajuan) yang telah dicapai.

2. Bersama-sama meninjau aspek-aspek negatif (kelemahan-kelemahan,

kekurangan-kekurangan, atau hambatan-hambatan) yang masih ada.

3. Bersama-sama menganalisa sebab-sebab masih adanya kekurangan-

kekurangan atau hambatan-hambatan yang dialami.

3. Improvement atau perbaikan yaitu tahap evaluasi memungkinkan supervisi

mengetahui hal-hal apa yang menjadi kelemahan dan kelebihan dikegiatan

masa lalu. Melalui hal ini, supervisi dapat melakukan perbaikan yang

bertujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik ke depannya. Tahap

improvement dalam supervisi mencangkup:

1. Bersama-sama mencari cara untuk mengatasi kekurangan-kekurangan

atau hambatan-hambatan yang dialami.

2. Bersama-sama mencari jalan mempertahankan yang sudah baik, bahkan

meningkatkannya agar lebih baik lagi.

4. Assistence atau bimbingan dimana supervisi memiliki kewajiban untuk

memberikan bantuan dan bimbingan (guidence) dan penyuluhan

(counseling) kepada karyawan yang ada dibawah jabatannya. Berdasarkan

jenis kegiatan ini, supervisi bertugas untuk:

1. Menyediakan waktu dan tenaganya untuk membantu mengadakan

perbaikan-perbaikan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

24

2. Mengikhtiarkan sumber-sumber, baik sumber-sumber material maupun

personil serta menunjukkan jalan ke arah perbaikan.

3. Memberi bimbingan (guidence) dan penyuluhan (counseling) ke arah

perbaikan situasi.

5. Cooperation atau kerjasama yaitu selain memberikan bantuan, salah satu

kegiatan supervisi adalah menciptakan iklim kerjasama dan gotong-royong

secara kekeluargaan di antara supervisor dan “supervisee”.

Indikator supervisi menurut Dhiyan Septa Wihara (2018) adalah sebagai

berikut:

1. Tujuan

2. Edukatif

3. Berkala

4. Pelaksanaan

5. Sesuai kebutuhan

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No.

Peneliti

dan tahun

Sampel dan

periode

penelitian

Variabel Penelitian Dan

Metode Penelitian Hasil

1.

Setyabudi

Indartono

(2018)

105

Responden,

periode

penelitian

(2018)

Variabel Independen

1. Lingkungan kerja

2. Komitmen karyawan

Variabel Dependen

3. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel lingkungan kerja

dan komitmen karyawan

berpengaruh secara positif

dan signifikan terhadap

disiplin kerja.

2. Anita Tria 142 Variabel Independen Variabel lingkungan kerja,

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

25

Puspitasari

(2017)

Responden,

periode

penelitian

(2017)

1. Lingkungan kerja

2. Gaya kepemimpinan

3. Kompensasi

Variabel Dependen

4. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

gaya kepemimpinan dan

kompensasi berpengaruh

secara positif dan signifikan

terhadap disiplin kerja.

3.

Dhiyan

Septa

Wihara

(2018)

60

Responden,

periode

penelitian

(2018)

Variabel Independen

1. Supervisi

2. Beban kerja

Variabel Dependen

3. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel supervisi dan

beban kerja berpengaruh

secara positif dan signifikan

terhadap disiplin kerja.

4.

Edi

Setiawan

dan

Mardalis

(2015)

77

Responden,

periode

penelitian

(2015)

Variabel Independen

1. Gaya kepemimpinan

2. Komitmen organisasi

3. Kepuasan kerja

Variabel Dependen

4. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel gaya

kepemimpinan, komitmen

organisasi dan kepuasan

kerja berpengaruh secara

positif dan signifikan

terhadap disiplin kerja.

5.

Hamidah

Nayati

Utami

(2018)

44

Responden,

periode

penelitian

(2018)

Variabel Independen

1. Pelatihan

2. Kompensasi

Variabel Dependen

3. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel pelatihan dan

kompensasi berpengaruh

secara positif dan signifikan

terhadap disiplin kerja.

6. Akhmad

Fatoni

(2018)

37

Responden,

periode

penelitian

(2018)

Variabel Independen

1. Sanksi

2. Motivasi

3. Lingkungan kerja

Variabel Dependen

4. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel sanksi, motivasi

dan lingkungan kerja

berpengaruh secara positif

dan signifikan terhadap

disiplin kerja.

7. Metha

Oktaliani

(2015)

133

Responden,

periode

penelitian

(2015)

Variabel Independen

1. Pelatihan

2. Supervisi

Variabel Dependen

3. Disiplin kerja

Analisis Regresi Linier berganda

Variabel pelatihan dan

supervisi berpengaruh

secara positif dan signifikan

terhadap disiplin kerja.

Sumber: Beberapa Penelitian terdahulu,2019

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

26

2.3 Hubungan Logis Antar Variabel Dan Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Hubungan Komitmen Terhadap Disiplin Kerja

Bansal dan Taylor (2012) mendefenisikan komitmen sebagai kekuatan yang

mengikat seseorang pada suatu tindakan yang memiliki relevansi dengan satu atau

lebih sasaran. Buchanan (2010) menyebutkan komitmen menyangkut tiga sikap yaitu

rasa pengidentifikasian dengan tujuan organisasi, rasa keterlibatan dan rasa kesetiaan

kepada organisasi. Jadi pengertian komitmen lebih dari sekedar menjadi anggota saja,

tetapi lebih dari itu orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya

yang tinggi bagi kepentingan organisasi, demi memperlancar mencapai tujuan

organisasi.

Hasil penelitian Setyabudi Indartono (2018) dan Edi Setiawan dan Mardalis

(2015) yang menghasilkan bahwa variabel komitmen berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan dan berdasarkan penelitian terdahulu tersebut,

maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah

H1: Komitmen berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.3.2 Hubungan Kompensasi Terhadap Disiplin Kerja

Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas

jasa untuk kerja mereka (Handoko,2012), melalui kompensasi tersebut karyawan

dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja serta meningkatkan

kebutuhan hidupnya. Masalah kompensasi bukan hanya penting karena merupakan

dorongan utama seseorang menjadi karyawan, tapi juga besar pengaruh terhadap

semangat dan kegairahan kerja para karyawan. Dengan demikian maka setiap badan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

27

usaha harus dapat menetapkan kompensasi yang paling tepat, sehingga dapat

menopang mencapai tujuan perusahaan secara lebih efektif dan lebih efisien.

Hasil penelitian Hamidah Nayati Utami (2018) dan Anita Tria Puspitasari

(2017) yang menghasilkan bahwa variabel kompensasi berpengaruh positif dan

signifikan terhadap kinerja karyawan dan berdasarkan penelitian terdahulu tersebut,

maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah

H2: Kompensasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.3.3 Hubungan Lingkungan Kerja Terhadap Disiplin Kerja

Sedarmayanti (2010) menyatakan lingkungan kerja adalah semua keadaan

berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi

karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik

adalah keseluruhan atau setiap aspek dari gejala fisik dan sosial kultural yang

mengelilingi atau mempengaruhi individu. (Komarudin,2011). Lingkungan kerja fisik

adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi

dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan, misalnya penerangan, suhu

udara, ruang gerak, keamanan, kebersihan, musik dan lain-lain (Nitisemito,2013).

Hasil penelitian Akhmad Fatoni (2018), Anita Tria Puspitasari (2017) dan

Setyabudi Indartono (2018) yang menghasilkan bahwa variabel lingkungan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan dan berdasarkan

penelitian terdahulu tersebut, maka hipotesis yang dapat diambil dalam penelitian ini

adalah

H3: Lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

28

2.3.4 Hubungan Supervisi Terhadap Disiplin Kerja

Menurut Ross (2011) menyatakan supervisi adalah pelayanan kapada karyawan

yang bertujuan menghasilkan perbaikan sedangkan menurut Mulyasa (2012)

menyatakan supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh pimpinan yang berperan

sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor

khusus yang lebih independent dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam

pembinaan dan pelaksanaan tugas.

Hasil penelitian Metha Oktaliani (2015) dan Dhiyan Septa Wihara (2018) yang

menghasilkan bahwa variabel supervisi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan dan berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka hipotesis yang

dapat diambil dalam penelitian ini adalah

H4: Supervisi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan.

2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis

Berdasarkan teori dan hasil penelitian terdahulu tentang hubungan antar

variabel-variabel tersebut, dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat menjadi

landasan penulisan penelitian dan kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Disiplin

29

Gambar 2.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis

H1

H2

H3

H4

Sumber: Beberapa Penelitian terdahulu,2019

Komitmen kerja (X1)

Disiplin kerja (Y)

Kompensasi (X2)

Lingkungan kerja

(X3)

Supervisi (X4)