19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 Komunikasi Kelompok Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok (Deddy Mulyana, 2005). Contoh seperti keluarga, kelompok diskusi, kelompok bermain. Jadi komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan antara anggota-anggota sebuah kelompok saja. Michael Burgoon (dalam Wiranto, 2005) komunikasi kelompok yaitu komunikasi dengan bertatap muka langsung, peserta kelompok memiliki jumlah lebih dari dua orang, dan memiliki susunan rencana untuk mencapai tujuan kelompok. Menurut Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerri L. Winsor (2005), komunikasi kelompok terjalin ketika tiga orang atau lebih biasanya bertatap muka, berada di bawah arahan satu orang yang disebut pemimpin untuk mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi satu sama lain. Tiga ilmuwan tersebut menerangkan lebih dalam lagi tentang sifat-sifat komunikasi yaitu: 1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka; 2. Kelompok memiliki sedikit partisipan; 3. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama; 4. Kelompok berada dibawah arahan seorang pemimpin; 5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain. 2.1.1.1Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektivitasan Kelompok Semua yang tergabung dalam kelompok melakukan kerjasama untuk mencapai tujuan: a. Melakukan tugas kelompok b. Memelihara moral kelompoknya. Untuk mengetahui tujuan pertama sudah terpenuhi atau belum dapat dilihat dari hasil kerja kelompok, sedangkan untuk mengetahui tujuan kedua sudah tercapai atau belum dapat dilihat dari seberapa puas kelompok dengan hasil kerja mereka. Jadi jika kelompok tersebut adalah kelompok belajar maka keefektifannya dapat dilihat dari seberapa banyak ilmu yang didapat dan seberapa jauh anggota kelompok dapat memuaskan kebutuhan dalam kegiatan kelompok.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori 2.1.1 ... · BAB II . TINJAUAN PUSTAKA . 2.1 Kerangka Teori . 2.1.1 Komunikasi Kelompok. Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Kerangka Teori

    2.1.1 Komunikasi Kelompok

    Kelompok adalah sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama dan memandang mereka

    sebagai bagian dari kelompok (Deddy Mulyana, 2005). Contoh seperti keluarga, kelompok

    diskusi, kelompok bermain. Jadi komunikasi kelompok adalah komunikasi yang dilakukan

    antara anggota-anggota sebuah kelompok saja.

    Michael Burgoon (dalam Wiranto, 2005) komunikasi kelompok yaitu komunikasi

    dengan bertatap muka langsung, peserta kelompok memiliki jumlah lebih dari dua orang, dan

    memiliki susunan rencana untuk mencapai tujuan kelompok.

    Menurut Dan B. Curtis, James J.Floyd, dan Jerri L. Winsor (2005), komunikasi

    kelompok terjalin ketika tiga orang atau lebih biasanya bertatap muka, berada di bawah arahan

    satu orang yang disebut pemimpin untuk mencapai tujuan bersama dan mempengaruhi satu

    sama lain. Tiga ilmuwan tersebut menerangkan lebih dalam lagi tentang sifat-sifat komunikasi

    yaitu:

    1. Kelompok berkomunikasi melalui tatap muka;

    2. Kelompok memiliki sedikit partisipan;

    3. Kelompok membagi tujuan atau sasaran bersama;

    4. Kelompok berada dibawah arahan seorang pemimpin;

    5. Anggota kelompok memiliki pengaruh atas satu sama lain.

    2.1.1.1Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keefektivitasan Kelompok

    Semua yang tergabung dalam kelompok melakukan kerjasama untuk mencapai

    tujuan:

    a. Melakukan tugas kelompok

    b. Memelihara moral kelompoknya.

    Untuk mengetahui tujuan pertama sudah terpenuhi atau belum dapat dilihat dari

    hasil kerja kelompok, sedangkan untuk mengetahui tujuan kedua sudah tercapai atau

    belum dapat dilihat dari seberapa puas kelompok dengan hasil kerja mereka. Jadi jika

    kelompok tersebut adalah kelompok belajar maka keefektifannya dapat dilihat dari

    seberapa banyak ilmu yang didapat dan seberapa jauh anggota kelompok dapat

    memuaskan kebutuhan dalam kegiatan kelompok.

  • Menurut Rahmat (2004) keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik

    kelompok, yaitu:

    1. Faktor situasional kelompok:

    a. Ukuran kelompok

    Hubungan antara ukuran kelompok dengan prestasi kerja anggota

    kelompok tergantung dari jenis tugas apa yang harus diselesaikan oleh

    kelompok. Tugas kelompok dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

    tugas koaktif dan tugas interaktif.

    Pada tugas koaktif, anggota bekerja sejajar dengan yang lain, tetapi tidak

    melakukan interaksi. Sedangkan pada tugas interaktif, anggota-anggota

    kelompok bekerja secara terorganisir untuk menghasilkan suatu keputusan,

    produk, atau penilaian tunggal.

    Selain itu ada faktor yang mempengaruhi hubungan antara prestasi dan

    ukuran kelompok, yaitu tujuan kelompok itu sendiri. Jika tujuan kelompok

    memerlukan kegiatan mencapai suatu pemecahan yang benar, hanya

    diperlukan kelompok kecil untuk menyelesaikannya karena lebih produktif.

    Namun bila kelompok memerlukan kegiatan yang memiliki tujuan untuk

    menghasilkan berbagai gagasan yang bersifat kreatif maka diperlukan

    jumlah anggota yang banyak sehingga kelompok menjadi lebih besar.

    Hera dan Slater (dalam Rahmat, 2004) mengatakan dalam hubungan

    dengan kepuasan menunjukan bahwa, semakin besar kelompok semakin

    berkurang kepuasan anggota-anggotanya. Menurut Slater batas maksimal

    dari sebuah kelompok adalah lima orang untuk mengatasi hubungan

    manusia. Karena menurutnya, semakin banyak anggota dalam sebuah

    kelompok akan semakin tidak efisien dalam mengerjakan sebuah tugas yang

    dimiliki.

    b. Jaringan komunikasi.

    Jalauddin Rahmat (2004) mengatakan terdabat banyak tipe jaringan

    komunikasi pada kelompok seperti: roda, rantai, Y, lingkaran, dan bintang.

    Namun menurutnya tipe komunikasi roda adalah tipe komunikasi kelompok

    yang paling efektif dalam menghasilkan produk kelompok tercepat dan

    terorganisir.

  • c. Kohesi kelompok.

    McDavis dan Harari (dalam Rahmat, 2004) menjelaskan kohesi

    kelompok adalah kekuatan yang mendorong seorang anggota kelompok

    untuk tetap tinggal didalam kelompok tersebut, dan mencegahnya untuk

    meninggalkan kelompok tersebut. Disini McDavis dan Harari juga

    menyarankan bahawa kohesi dapat diukur dari beberapa faktor berikut:

    ketertarikan anggota secara interpersonal pada satu sama lain; ketertarikan

    anggota dengan kegiatan dan fungsi dari kelompok; sejauh mana anggota

    tertarik pada kelompok sebagai alat untuk memuaskan keparluan personal.

    Kohesi kelompok juga erat dengan kepuasan anggota kelompok

    tersebut. Semakin kohesif kelompok, maka semakin besar tingkat kepuasan

    anggota dalam kelompok tesebut. Hal ini didasari karena semakin kohesif

    sebuah kelompok maka anggota kelompok akan merasa semakin nyaman

    sehingga komunikasi yang dilakukan oleh sesama anggota akan semakin

    bebas, lebih terbuka, dan lebih sering. Makin tinggi tinggal kekohesifan

    kelompok maka semakin mudah angota-anggota kelompok tunduk pada

    norma kelompok.

    d. Kepemimpinan.

    Kepemimpinan adalah sebuah bentuk komunikasi yang positif

    mempengaruhi kelompok untuk bergerak kearah tujuan kelompok.

    Kepemimpinan seorang yang dianggap sebagai ketua dari sebuah kelompok

    sangat mempengaruhi keefektifan komuikasi kelompok.

    White dan Lippit (1960), membagi gaya kepemimpinan menjadi tiga

    jenis, yaitu: otoriter; demokrasi; laissez faire. Kepemimpinan otoriter

    ditandai dengan semua keputusan dan keubijakan untuk kelompok

    ditentukan oleh seorang pemimpin. Kepemimpinan demokrasi ditandai

    dengan pemimpin yang mendorong anggota kelompoknya untuk

    membicarakan dan memutuskan semua kebujakan. Sedangkan

    kepemimpinan laissez faire ditandai dengan pemimpin yang memberikan

    kebebasan penuh kepada kelompok untuk mengambil keputusan dengan

    partisipasi pemimpin yang minimal.

  • 2. Faktor personal karakteristik kelompok:

    a. Kebutuhan personal.

    William C. Scultz (1966) merumuskan teori FIRO (Fundamental

    Interpersonal Reletion Orentation), dimana menurutnya seseorang menjadi

    anggota kelompok berdasarkan dorongan oleh tiga kebutuhan interpersonal

    sebagai berikut:

    1. Ingin masuk kedalam kelompok (inclusion).

    2. Untuk mengendalikan orang lain dalam tatanan hirarki (control).

    3. Ingin memperoleh keakraban emosional dengan anggota kelompok

    lain.

    b. Tindak komunikasi.

    Dimana anggota sebuah kelompok bertemu akan terjadi pertukaran

    informasi. Robert Bales (1950) mengembangkan sistem katagori untuk

    menganalisis tindakan komunikasi, yang kemudian dikenal sebagai

    Interaktion Process Analysis (IPA).

    c. Peranan.

    Seperti tindak komunikasi, peran yang dimainkan oleh anggota

    kelompok dapat membantu menyelesaikan tugas kelompok, memelihara

    suasana emosional yang baik dengan kelompok, atau hanya menampilkan

    kepentingan individu saja.

    Beal, Bohlen dan Audabaugh (dalam Rahmat, 2004: 171) meyakini

    peranan-peranan anggota kelompok dikatagorikan sebagai berikut:

    1. Peranan tugas kelompok.

    2. Peranan pemeliharaan kelompok.

    3. Peranan individua.

    2.1.1.2 Pengaruh Kelompok Kepada Prilaku Komunikasi

    a. Konformitas

    Konformitas merupakan perubahan prilaku atau kepercayaan anggota

    kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang diberikan. Jika ada sejumlah

    anggota kelompok yang melakukan sesuatu, ada kemungkinan anggota yang

    lain dalam kelompok melakukan hal yang sama.

  • b. Fasilitas sosial

    Fasilitas yang merupakan kata dari Prancis facile yang memiliki arti

    mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain

    dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada prilaku individu.

    Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial. Energi yang meningkat akan

    memperbesar kemungkinan dikeluarkanya respon yang dominan. Respon

    dominan yang merupakan prilaku yang kita kuasai, karena dari itu apabila

    respon dominan itu adalah benar yang terjadi adalah peningkatan prestasi,

    begitu juga sebaliknya.

    c. Polarisasi

    Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrim. Jika

    sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung

    tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung

    tindakan itu. Sebaliknya, juka sebelum diskusi anggota kelompok agak

    menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih keras

    menentang tindakan tersebut.

    2.1.1.3 Teori Kelompok Bonafide

    Teori kelompok bonafide (bona fide group theory) adalah merupaka kritikan

    dari Linda Putman dan Cyinthia Stohl (Stohl 2003) yang diberikan terhadap

    gagasan dari Robert Bales mengenai teori analisis proses. Bona fide berarti

    terpercaya (bonafide), sedangkan suatu kelompok bonafide adalah kelompok

    yang terbentuk secara alami.

    Kelompok bonafide memiliki dua karakteristik, yaitu pertama memiliki

    perbatasan yang dapat dilalui, dilewati atau ditembus maksudnya apa yang

    dimaksud orang dalam dan orang luar seringkali kebur, cair, dan berubah-ubah.

    Kedua yaitu bersifat independen dengan lingkungan yang berarti kelompok

    bergantung pada lingkungan dan sebaliknya.

    Fungsi yang dimiliki kelompok selain menyelesaikan dan mengatasi konflik,

    kelompok juga harus mengatur dan menyesuaikan pekerjaannya secara utuh

    dengan situasi dimana kelompok bekerja.

    Dalam kehidupan sebenarnya, kerja kelompok selalu dipengaruhi oleh

    masukan dan kemudian menciptakan keluaran yang akan selalu mempengaruhi

    kelompok sekaligus sistem secara keseluruhan.

  • 2.1.1.4 Model Masukan-Proses-Hasil

    Kelompok seringkali menerima informasi dan pengaruh yang masuk

    kedalam kelompok yang sering disebut masukan atau input. Kemudian kelompok

    mengelolah atau memperoses masukan yang diterimanya dengan anggota yang

    ada. Hasil dari proses masukan yang diterima kelompok akan mempengaruhi

    lingkungan yang nantinya akan kembali menjadi masukan kelompok

    bersangkutan (Morissan, 2009).

    Sebagai contoh mahasiswa yang mengerjakan tugas penelitain kelompok,

    masing-masing anggota kelompok membawa serta prilaku dan sikap mereka

    kedalam kelompok dan juga segala informasi yang diperlikan kelompok

    menyelesaikan tugas mereka (masukan). Kemudian membahasnya dengan

    kelompok dan memutuskan tindakan selanjutnya yang diambil oleh kelompok

    (proses). Hasilnya adalah penilainan yang diberikan oleh dosen baik atau buruk

    hasil penelitian yang diterima menjadi umpan balik bagi kelompok yang akan

    mempengaruhi perasan anggota.

    2.1.1.5 Analsisi Interaksi

    Menurut Fisher dan Hawes model yang diajukan oleh Robert Bales kurang

    tepat menggambarkan komunikasi kelompok. Fiseher dan Hawes mengajukan

    model yang lebih cocok disebut dengan interact system model (model sistem

    interaksi) yang lebih memfokuskan pada interaksi (Morissan, 2009).

    Interaksi adalah tindakan oleh seseorang yang diikuti oleh tindakan orang

    lain, misalnya pertanyaan-jawaban, pernyataan-pernyataan, dan sapaan-sapaan.

    Disini unit analisa yang digunakan bukanlah suatu pesan individu, seperti

    mengemukakan saran, tetapi sepasang tindakan yang berdekatan (contiguos pair

    of acts), seperti menyampaikan saran dan memberikan tanggapan terhadap saran

    itu.

    2.1.2 Teori Fungsional Kelompok

    Teori fungsional komunikasi kelompok memandang “proses” sebagai instrumen yang

    digunakan kelompok untuk mengambil keputusan, dengan menekankan hubungan antara

    kualitas komunikasi dan kualitas keluaran (output) kelompok (Morissan, 2009).

  • Komunikasi adalah alat untuk menyampaikan informasi, komunikasi adalah cara

    anggota kelompok menjelajahi dan mengenal kesalahan dalam pemikiran, dan komunikasi juga

    berfungsi sebagai alat persuasi.

    Pendekatan fungsional sangat dipengaruhi oleh sifat pragmatis pengajaran diskusi

    kelompok kecil. Menurut Dowey, proses pemecahan masalah dalam kelompok terdiri dari

    enam langkah yaitu: (1) pernyataan kesulitan, (2) penentuan masalah, (3) analisis masalah, (4)

    saran penyelesaian, (5) membandingkan alternatif dan pengujian alternatif terhadap

    seperangkat tujuan atau kriteria, dan (6) melaksanakan solusi terbaik.

    Rudy Hirokawa dan rekannya menjelaskan bagaimana kelompok dapat membuat

    keputusan yang keliru. Ia bermaksud mengindentifikasi faktor-faktor yang seharusnya

    dipertimbangkan kelompok agar dapat mengambil keputusan yang benar sehingga kelompok

    dapat menjadi lebih efektif.

    Kelompok biasanya memulai dengan mengitentifikasi dan menilai suatu masalah

    (identifying and assessing a problem), dan pada tahap ini mereka harus menjawab pertanyaan

    seperti: apa yang terjadi? mengapa? siapa yang terlibat? apa bahayanya? siapa yang dirugikan?.

    Selanjutnya, kelompok harus mengumpulkan dan mengevaluasi informasi (gather and

    evaluates informasition) mengenai masalah yang dihadapi. Ketika kelompok membahas

    berbagai kemungkinan solusi, informasi akan terus diterima dan terkumpul.

    Kemudian kelompok membuat berbagai usulan alternatif (alternative proposals) untuk

    mengatasi masalah dan mereka juga membahas tujuan (objectives) yng ingin dicapai dalam

    pemecahan masalah. Berbagai tujuan dan usulan alternatif kemudian dievaluasi dengan tujuan

    akhirnya adalah untuk mencapai k terhadap arah tindakan yang hendak diambil.

    Berbagai faktor yang berperan mengahasilkan keputusan yang salah dapat dengan mudah

    dilihat dari proses pengambilan keputusan. Pertama, penilaian masalah yang dilakukan secara

    tidak sepatutnya (improper assessment) yang disebabkan analisis situasi yang tidak cukup atau

    tidak tepat. Kelompok gagal melihat masalah atau kelompok tidak secara tepat

    mengidentifikasi sebab-sebab masalah. Sumber kesalahan kedua dalam pengambilan

    keputusan adalah penetapan tujuan yang tidak tepat (inappropriate goal and objectives).

    Kelompok menolak atau mengabaikan tujuan-tujuan penting yang dicapai, atau kelompok

    mengerjakan hal-hal yang sebenarnya tidak perlu. Masalah yang ketiga adalah penilaian

    kualitas positif atau negatif yang tidak sesuai (improper assessment of positive and negative

    qualities), yaitu mengabaikan kelebihan atau kekurangan tertentu atau mengabaikan kedua-

    duanya, atau kelompok terlalu melebih-lebihkan hasil positif atau negatif yang diharapkan.

    Keempat, kelompok mengembangkan basisi informasi yang tidak mencukupi (inadequate

  • information base) yang dapat terjadi dalam beberapa cara yaitu menolak informasi yang valid

    dan menerima informasi yang tidak valid. Terlalu sedikit menerima informasi atau sebaliknya

    terlalu banyak informasi yang diterima dapat menimbulkan kelebihan beban kerja dan

    kebingungan. Terakhir berdasarkan informasi yang diterima kelompok ternyata membuat

    “alasan yang salah” (fauly reasoning) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

    2.1.3 Jaringan Komunikasi

    De Vito (2011) membagi lima struktur pola jaringan komunikasi kelompok, kelima

    struktur pola jaringan tersebut adalah:

    1. Struktur Lingkaran

    Struktur lingkaran tidak memiliki pemimpin. Semua anggota memiliki posisi yang

    sama. Anggota memiliki wewenang atau kekuatan yang sama untuk mempengaruhi

    kelompok. Setiap anggota dapat berkomunikasi dengan dua anggota lain disisinya.

    2. Struktur Roda

    Struktur roda memiliki pemimpin yang jelas. Yaitu orang yang berada di pusat. Hanya

    orang ini yang dapat menerima dan mengirim pesan dari anggota. Oleh karena itu, jika

    seorang anggota ini berkomunikasi dengan anggota lain harus melalui orang yang berada

    di pusat yaitu pemimpin.

    Di dalam struktur ini seorang pemimpin memiliki wewenang dan kekuasaan penuh

    untuk mempengaruhi anggotanya. Penyelesaian masalah dalam struktur ini dapat di bilang

    cukup efektif, namun keefektifan itu hanya mencakup pemecahan masalah yang

    sederhana.

  • 3. Struktur Y

    Struktur Y relatif kurang tersentralisasi dibanding dengan struktur roda, tetapi

    dibanding dengan struktur lainnya struktur ini lebih tersentralisasi. Di dalam struktur Y ini

    juga terdapat seorang pemimpin yang jelas tetapi semua anggota lain berperan sebagai

    pemimpin kedua. Anggota ini dapat menerima dan mengirim pesan dari dua anggota

    lainnya. Ketiga anggota lainnya hanya dapat berkomunikasi dengan terbatas yaitu hanya

    dengan satu orang lainnya.

    Jaringan Y memasukan dua orang sentral yang menyampaikan informasi kepada

    orang lainnya pada batas luar pengelompokan. Pada jaringan ini, seperti pada jaringan

    rantai sejumlah saluran terbuka dibatasi dan kelompok bersifat disentralisasi atau terpusat.

    Anggota hanya bisa secara resmi berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.

    4. Struktur Rantai

    Struktur rantai sama dengan struktur lingkaran kecuali, bahwa anggota yang paling

    ujung hanya akan dapat berkomunikasi dengan satu orang saja. Keadaan terpusat juga

    terjadi disini. Orang yang berada di posisi tengah lebih berperan sebagai pemimpin

    daripada mereka yang berada diposisi lain. Di dalam saluran ini, sejumlah saluran terbuka

    dibatasi. anggota hanya dapat berkomunikasi dengan orang-orang tertentu saja.

    5. Struktur Semua Saluran

    Hampir sama dengan struktur lingkaran, dalam arti semua anggota sama dan memiliki

    kekuatan yang sama untuk mempengaruhi anggota lainnya. Akan tetapi, dalam struktur

    semua saluran, setiap anggota siap berkomunikasi dengan setiap anggota lainnya.

    Struktur ini memungkinkan adanya partisipasi anggota secara optimal. Jaringan

    terpusat atau sentralisasi dan desentralisasi memiliki kegunaan yang berbeda. Sebagai

  • contoh, struktur desentralisasi dapat lebih efektif untuk pemecahan masalah secara kreatif

    dan lebih bagus untuk penggerakan informasi secara cepat. (De Vito, 2011).

    2.1.4 Jenis-Jenis Permainan

    Monks dalam Hartini 2004 membagi empat jenis permainan kanak-kanak, yaitu:

    1. Permainan bayi, yaitu permainan yang digunakan untuk merangsang perkembangan

    anak balita.

    2. Permainan perorangan, yaitu permainan yang sendiri tanpa ada orang lain yang diikut

    sertakan dalam bermain.

    3. Permainan sosial, yaitu permainan yang dilakukan dengan orang banyak dalam

    permainan tersebut sehingga dapat terjadi interaksi dengan orang lain di luar keluarga.

    4. Permainan tim, yaitu permainan yang dilakukan dengan cara berkelompok dengan

    adanya suatu aturan yang jelas untuk memainkan permainan tersebut.

    2.1.5 Manfaat Permainan

    Manfaat permainan menurut Rusmawati (2004) yaitu:

    1. Memperkuat motorik anak.

    2. Anak dapat menyalurkan energi yang berlebihan dalam dirinya.

    3. Anak dapat menyalurkan perasaan yang terpendam dalam dirinya.

    4. Melalui permaian yang melibatkan banyak orang dan memiliki peraturan, seorang

    anak harus bekerja sama dengan teman sekelompoknya dan dituntut untuk jujur dalam

    melakukan permainan tersebut.

    5. dituntut untuk jujur dalam melakukan permainan tersebut.

    6. Bermain dapat merangsang kognitif anak.

    7. Membantu mengembangkan wawasan sosialnya.

  • 8. Bermain dapat membantu anak menyelesaikan masalah emosinya.

    9. Melatih anak untuk berkomunikasi.

    10. Merangsang kreaktifitas anak.

    2.1.6 Permainan Tradisional

    Menurut Soetoto Pontjopoetro (2006) permainan tradisional adalah permainan yang

    diciptakan oleh sebuah daerah, biasanya tercipta berdasarkan latar belakang, tujuan atau dari

    legenda yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat sekitar.

    Permainan tradisional adalah permainan yang yang biasa dilakukan ketika masih anak-

    anak karena didalam permainan tradisional terdapat manfaat yang sangat baik bagi anak-anak,

    contohnya adalah dalam melatih konsentrasi, melatih kerjasama tim, dan yang paling besar

    adalah melatih anak untuk bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya.

    2.1.6.1 Jenis-Jenis Permainan Tradisional

    Permainan tradisional adalah permainan yang beragam dan banyak

    jumlahnya, namun dapat di kelompokkan meenjadi beberapa, yaitu :

    1. Berdasarkan pelaku permainan, untuk laki-laki saja, untuk perempuan saja

    atau gabungan antra perempuan atau laki-laki. Misalnya, dhakon, enklek,

    gobag sodor, sepaktekong.

    2. Berdasarkan pelaku berpasangan (satu lawan satu atau satu kelompok

    lawan satu kelompok). Misalnya, dhakon, jamuran, gobag sodor, main

    layangan.

    3. Berdasarkan alat yang digunakan. Misalnya layangan alatnya layangan.

    4. Berdasarkan bermain dengan bernyanyi. Misalnya, jamuran.

    5. Berdasarkan hukuman pihak yang kalah dalam permainan. Misalnya,

    gendiran, tikusan.

    6. Berdasarkan permainan untung rugi diakhirnya. Misalnya, sumbar suru.

    7. Berdasarkan akibat yang ditanggungnya, biasanya berupa kerusakan atau

    kehilangan. Misalnya layangan, adu jangkrik.

    8. Permainan dengan kekuatan gaib. Misalnya, nini thowok, wedhus prucul,

    oncit.

    9. Menentukan urutan siapa yang bermain terlebih dahulu. Misalnya sut,

    kacen, hompimpah.

    10. Berdasarkan tempat bermain tergantung jenis permainannya.

  • 2.1.6.2 Manfaat Permainan Tradisional

    Permainan anak secara langsung akan diterima dengan senang hati, anak

    dapat bermain, dapat berekspresi tanpa ada paksaan, sehingga anak mempunyai

    rasa percaya diri. Permainan juga melatih jasmani dan rohani anak, melatih

    kecekatan anak, melatih ketajaman berpikir, kehalusan rasa serta kemauan tinggi,

    melatih anak untuk menguasai diri sendiri, menghargai atau mengakui

    kemampuan orang lain, melatih anak untuk membuat strategi untuk menang

    namun bersikap tepat dan bijak sana, berdisiplin, tertib, dan bersikap waspada

    menghadapi semua keadaan.

    2.1.6.3 Pengertian Permainan Terdisional Gobag Sodor

    Menurut Arianti dalam buku Siagawati dkk (2007), awal mulanya permainan

    gobag sodor muncul karena diilhami dari pelatihan prajurit kraton yang sedang

    melakukan perang-perangan yang biasanya dilakukan di alun-alun kota.

    Permainan gobag sodor atau biasa di sebut sodoran oleh masyarakat Jawa ini

    dilakukan di alun-alun dengan masing-masing pemain berkendaraan kuda, karena

    kejar mengejar dengan lawannya dan dengan sodoran itu berusaha menjatuhkan

    lawan dari kudanya.

    Sodoran sendiri dalam permainan ini memiliki arti penjaga garis sumbu yang

    membagi dua garis-garis yang melintang dan parerel. Sedangkan istilah gobag

    sendiri adalah jenis permainan anak yang bertempat di sebidang tanah lapang

    yang telah diberi garis-garis segi empat di petak-petak, terdiri dari dua regu, satu

    regu sebagai pemain atau istilah jawanya mentas dan regu yang satunya sebagai

    regu penjaga atau istilah jawanya dadi, masing-masing regu terdiri dari 3-5 orang

    yang disesuaikan dengan jumlah kotak. Jika garis melintang yang membagi

    panjang dibagi 4 buah maka membutuhkan 5 orang pemain untuk menjaga

    sodoran.

    Istilah gobag sodor ternyata adalah istilah yang di terapkan dari bahasa asing,

    yaitu go back to dorr. Perubahan penyebutan tersebut terjadi karena penyesuaian

    lafal kedalam bahasa jawa, sehinga masyarakat Jawa biasa menyebutnya gobag

    sodor.

    Lapangan permainan ini cukup luas karena mebutuhkan ruang untuk regu

    pemain dapat menerobos penjagaan tim yang dadi. Bentuk lapangan permainan

    gobag sodor adalah berbentuk persegi panjang dengan panjang sekitar 10 meter

  • dan lebar sekitar 5 meter. Setiap jarak 2,5 meter ditarik garis lurus vertikal dan

    horizontal sehingga membentuk 8 bujursangkat yang berukuran sama besarnya.

    Gambar. 1

    Lapangan Gobag Sodor

    Sumber: Siagawati dkk (2007)

    2.1.6.4 Aspek-Aspek Permainan Tradisional Gobag Sodor

    Terdapat nilai-nilai yang dapat dirasakan melalui permainan ini, yang

    pertama yaitu nilai jasmani yang meliputi nilai kesehatan dan kelincahan.

    Berikutnya adalah nilai psikologis yang meliputi nilai kejujuran, dan nilai

    sportivitas, kepemimpinan, pertarungan strategi, kegembiraan, perjuangan,

    kerjasama dengan kelompok. Dan yang ketiga adalah nilai sosial yaitu kerjasama

    dan kekompakan kelompok.

    2.1.6.5 Manfaat Permaian Gobag Sodor

    Gobag Sodor sendiri memiliki nilai manfaat yang dapat dirasakan, yaitu nilai

    kekompakan, nilai penghiburan diri, nilai menumbuhka kekreativitasan, dan

    pembentukan kepribadian. Karena gobag sodor adalah permainan tradisional

    yang berkelompok sehingga permaiana ini sangat membantu dalam

    menumbuhkan hubungan sosial dengan teman sebayannya. Selain itu gobag

  • sodor juga melatih pemainnya dalam hal keterampilan fisik, menumbuhkan

    kreativitas, melatih kecekatan, dan membentuk kepribadian.

    2.2 Penelitian Terdahulu

    Peneliti telah mendapatkan beberapa penelitian yang relevan yakni penelitian terdahulu

    terkait dengan permainan tradisional gobag sodor guna untuk melengkapi dan membantu

    penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Di bawah ini ada beberapa penelitian terdahulu

    yang berkaitan dengan permainan tradisional gobag sodor:

    Tabel 2.1.

    Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan permainan tradisional gobag sodor

    Nama Peneliti/

    Almamater/ Tahun

    Judul Skripsi Tujuan Hasil

    Rusma Ayuningtuas

    Jurusan Pendidikan

    Jasmani Kesehatan

    Dan Rekreasi.

    Fakultas Ilmu

    Keolahragaan,

    Universitas Negri

    Semarang.

    Pengembangan

    Model Permainan

    Tradisional Gobag

    Sodor Melalui

    Gosibol Bagi Siswa

    Kelas V Sekolah

    Dasar Negri Sanetan

    Kecamatan Sluke

    Kabupaten Rembang

    Tahun 2015

    Untuk mengasilkan

    produk model

    permainan gosibol

    bagi siswa kelas V

    Sekolah Dasar Negri

    Sanetan Kecamatan

    Sluke Kabupaten

    Rembang tahun 2015

    Hasil akhir dari

    kegiatan penelitian

    pengembangan ini

    adalah produk model

    pengembangan

    permainan gobak

    sodor melalui

    gosibol. Berdasarkan

    data pada

    saat uji coba I

    kelompok kecil dan

    uji coba II kelompok

    besar model

    permainan

    tradisional gosibol

    layak digunakan

  • untuk pembelajaran

    penjasorkes bagi

    siswa

    kelas V SD N

    Sanetan Kecamatan

    Sluke Kabupaten

    Rembang. Melalui

    permainan gosibol,

    siswa lebih antusias

    dalam pembelajaran

    penjasorkes. Faktor

    yang menjadikan

    permainan gosibol

    dapat diterima oleh

    siswa SD N

    Sanetan adalah dari

    semua aspek uji coba

    yang ada, bahwa

    sebagian besar dari

    siswa kelas V dapat

    mempraktekkan

    permainan gosibol

    dengan baik. Baik

    dari

    pemahaman terhadap

    permainan,

    penerapan sikap

    dalam permainan dan

    aktivitas gerak siswa.

  • Surya Hryanto.

    Fakultas Psikologi

    UNI Maliki Malang

    Pengaruh Permainan

    Tradisional Gobag

    Sodor Terhadap

    Peningkatan

    Kemampuan

    Penyesuaian Sosial

    Siswa Kelas IV di

    Madrasah Ibtidayah

    Yaspuri Kota

    Malang 2015

    Mengetahui

    bagaimana tingkat

    penyesuaian sosial

    siswa dan siswi

    kelas IV di Madrasah

    Ibtidayah Yaspuri

    Malang sebelum dan

    sesudah pemberian

    treatmen permainan

    tradisioanl gobag

    sodor, dan apakah

    permainan

    tradisional gobag

    sodor efektif untuk

    meningkatkan

    kemampuan

    penyesuaian sosial

    siswa.

    Sebelum diberikan

    treatmen bermain

    gobag sodor dari

    total siswa kelas IV

    ialah 29 siswa,

    dihasilkan terdapat 6

    (34,74%) siswa yang

    memiliki tinggkat

    penyesuaian sosial

    yang rendah, dan ada

    20 (65,26%) siswa

    yang berada pada

    katagori sedang, dan

    terdapat 4 (13,79%)

    siswa memiliki

    tingkat penyesuaian

    tinggi. Kemudian

    peneliti mengambil

    sampel yang

    memiliki tingkat

    penyesuaian rendah

    dan sedang sejumlah

    16 siswa untuk

    diberikan treatmen

    gobag sodor, setelah

    diberikan treatmen

    bermain gobag sodor

    selama kurang lebih

    satu bulan hasil post-

    test yang didapat 2

    (21,84%) berada

    pada katagori

    rendah, dan terdapat

  • 10 (50,32%) siswa

    berada pada katagori

    sedang, dan terdapat

    4 (27,84%) siswa

    berada pada katagori

    penyesuaian sosial

    tinggi. Kemudian uji

    Hipotesis di

    dapatkan bahwa ada

    perbedaan antara

    mean dari pre-test

    (143.75) dengan

    post-test (158.25)

    maka hasilnya Ho

    ditolak dan Ha

    diterima. Dengan

    nilai signifikan 0.001

    artinya permainan

    gobag sodor efektif

    untuk meningkatkan

    kemampuan

    penyesuaian sosial

    siswa kelas IV.

    Elfrida Baringbing,

    Jurusan Pendidikan

    Luar Sekolah,

    Program Studi Paud.

    Fakultas Ilmu

    Pendidikan,

    Universitas Negri

    Medan.

    Pengaruh Permainan

    Tradisional Gobag

    Sodor Terhadap

    Kemampuan

    Motorik Kasar Anak

    Usia 5-6 Tahun Di

    PAUD Valentine

    T.A 2013/2014

    Mengetahui apakah

    ada perngaruh

    permainan gobag

    sodor terhadap

    perkembangan

    motorik kasar anak

    usia dini PAUD

    Valentine.

    Penggunaan

    permbelajaran

    dengan permainan

    tradisional gobag

    sodor dapat

    meningkatkan

    perkembangan

    motorik kasar yang

    lebih baik dari pada

    pembelajaran tanpa

  • permainan

    tradisional gobag

    sodor. Hal tersebut

    sesuai dengan hasil

    uji hipotersis yang

    diperoleh thitung > ttabel

    yaitu 13, 7 > 1, 7074

    pada taraf nyata α =

    0,05 dengan dk =

    (n1+n2-2) dan ttabel

    diperoleh dari hasil

    interpolasi. Sehingga

    dapat dikatakan

    bahwa Ho ditolah

    atau Ha diterima.

    Dinyatakan bahwa

    terdapat pengaruh

    permainan

    tradisional gobag

    sodro terhadap

    perkembangan

    motorik kasar anak

    kelompok B PAUD

    Valentine Sigumpar

    Tahun Ajaran

    2013/2014.

    Perbedaan penelitian ini dengan beberapa peneliti yang sudah ada yaitu tujuan penelitian

    ini lebih membahas permainan tradisional gobag sodor yang dimainkan oleh sisiwa-siswi kelas

    4-6 SD Kristen 03 Eben Heazer Salatiga sebagai media komunikasi kelompok.

  • 2.3 Kerangka Pikir

    Bagan. 2.3

    Kerangka Pikir

    Di sini permainan tradisional gobag sodor yang terus dimainkan oleh siswa-siswi kelas

    4-6 SD Kristen 03 Eben Haezer Salatiga dengan teman sebaya mereka dapat mempengaruhi

    komunikasi kelompok dari siswa-siswi tersebut, sehingga peneliti ingin mengetahui apakah

    permainan tersebut memang dapat menjadi media komunikasi yang dianalisis menggunakan

    teori komunikasi kelompok.

    TEORI

    KOMUNIKASI

    KELOMPOK

    PERMAINAN

    TRADISIONAL GOBAG

    SODOR

    MEMPENGARUHI

    KOMUNIKASI

    KELOMPOK SISWA-SISWI

    KELAS 4-6 SD KRISTEN

    03 EBEN HAEZER

    SALATIGA DENGAN

    TEMAN SEBAYANYA