52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan Bentuk Kemiskinan Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi pada negara- negara dunia ketiga. Kemiskinan ditandai dengan keterbelakangan dan ketertinggalan, rendahnya produktivitas, selanjutnya meningkat menjadi rendahnya pendapatan yang diterima. Hampir di setiap negara kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di pedesaan atau di daerah- daerah yang kekurangan sumber daya. Gunawan Sumodiningrat dkk (1999 : 1) kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Kemiskinan berarti kelaparan, kekuarangan gizi, ditambah pakaian dan perubahan yang memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer (Ajit Ghose dan Keit Griffin 1980: 545).Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok sehingga kurang mampu untukmenjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004 : 122). Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan standar harga tertentu adalahrendah sehingga kurang menjamin terpenuhinya standar kualitas hidup padaumumnya. Berdasarkan pengertian ini, maka 10 Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

  • Upload
    dinhdan

  • View
    240

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemiskinan

2.1.1. Pengertian dan Bentuk Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang sering terjadi pada negara-

negara dunia ketiga. Kemiskinan ditandai dengan keterbelakangan dan

ketertinggalan, rendahnya produktivitas, selanjutnya meningkat menjadi

rendahnya pendapatan yang diterima. Hampir di setiap negara kemiskinan selalu

terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di pedesaan atau di daerah-

daerah yang kekurangan sumber daya.

Gunawan Sumodiningrat dkk (1999 : 1) kemiskinan dipandang sebagai

bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan

adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi

ketimpangan.

Kemiskinan berarti kelaparan, kekuarangan gizi, ditambah pakaian dan

perubahan yang memadai, tingkat pendidikan yang rendah, tidak ada atau sedikit

sekali kesempatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang elementer (Ajit

Ghose dan Keit Griffin 1980: 545).Secara umum, kemiskinan diartikan sebagai

kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam mencukupi kebutuhan pokok

sehingga kurang mampu untukmenjamin kelangsungan hidup (Suryawati, 2004 :

122). Kemampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan

standar harga tertentu adalahrendah sehingga kurang menjamin terpenuhinya

standar kualitas hidup padaumumnya. Berdasarkan pengertian ini, maka

10

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan

pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya yang dapat

menjaminterpenuhinya standar kualitas hidup.

Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan

adalahkondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak

terpenuhinyahak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan

kehidupan yangbermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau

sekelompokorang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan,

perumahan,air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa

aman dariperlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi

dalampenyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang

KesejahteraanRakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan

(Kesra) tahun2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga

berlaku padamereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi

untuk memenuhi kebutuhan pokok/dasar.

Pandangan yang dikemukakan dalam definisi kemiskinan dari Chambers

(1983 : 145-148) menerangkan bahwa kemiskinan adalah suatu kesatuan konsep

(Integrated concept) yang memiliki lima dimensi, yaitu:

1) Kemiskinan (proper)

Permasalahan kemiskinan seperti halnya pada pandangan semula adalah

kondisi ketidakmampuan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan-

kebutuhan pokok. Konsep atau pandangan ini berlaku tidak hanya pada

kelompok yang tidak memiliki pendapatan, akan tetapi dapat berlaku pula

pada kelompok yang telah memiliki pendapatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

2) Ketidakberdayaan (powerless)

Pada umumnya, rendahnya kemampuan pendapatan akan berdampak pada

kekuatan sosial (social power) dari seseorang atau sekelompok orang

terutama dalam memperoleh keadilan ataupun persamaan hak untuk

mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

3) Kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency)

Seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tidak memiliki atau

kemampuan untuk menghadapi situasi yang tidak terduga di mana situasi

ini membutuhkan alokasi pendapatan untuk menyelesaikannya. Misalnya,

situasi rentan berupa bencana alam, kondisi kesehatan yang membutuhkan

biaya pengobatan yang relatif mahal, dan situasi-situasi darurat lainnya

yang membutuhkan kemampuan pendapatan yang dapatmencukupinya.

Kondisi dalam kemiskinan dianggap tidak mampu untuk menghadapi

situasi ini.

4) Ketergantungan (dependency)

Keterbatasan kemampuan pendapatan ataupun kekuatan sosial dari

seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin tadi

menyebabkantingkat ketergantungan terhadap pihak lain adalah sangat

tinggi. Merekatidak memiliki kemampuan atau kekuatan untuk

menciptakan solusi ataupenyelesaian masalah terutama yang berkaitan

dengan penciptaan pendapatan baru. Bantuan pihak lain sangat

diperlukanuntuk mengatasipersoalan-persoalan terutama yang berkaitan

dengan kebutuhan akan sumber pendapatan.

5) Keterasingan (isolation)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Dimensi keterasingan seperti yang dimaksudkan oleh Chambers

adalahfaktor lokasi yang menyebabkan seseorang atau sekelompok

orangmenjadi miskin. Pada umumnya, masyarakat yang disebut miskin

iniberada pada daerah yang jauh dari pusat-pusat pertumbuhan ekonomi.

Halini dikarenakan sebagian besar fasilitas kesejahteraan lebih

banyakterkonsentrasi di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi seperti di

perkotaanatau kota-kota besar. Masyarakat yang tinggal di daerah terpencil

atau sulit dijangkau oleh fasilitas-fasilitas kesejahteraan relatif memiliki

tarafhidup yang rendah sehingga kondisi ini menjadi penyebab

adanyakemiskinan.

Dari kelima jenis ketidakberuntungan ini, Chambers menganjurkan agar

dua jenis ketidakberuntungan pada keluarga miskin yang patut diperhatikan yaitu

1) Kerentanan dan 2) ketidakberdayaan karena kedua jenis ketidakberuntungan ini

sering menjadi sebab keluarga miskin menjadi lebih miskin.

Sementara itu Jhon Friedmann dalam Sismudjito (2004 : 136)

Mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk

mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basiskekuasaan sosial yang dimaksud

meliputi (tidakterbatas pada) modal yang produktif atau aset (misalnya tanah,

perumahan, peralatan, dan kesehatan), sumber-sumber keuangan (pendapatan dan

kredit yang memadai), organisasi sosial politik yang dapat digunakan untuk

mencapai kepentingan bersama (partai politik, koperasi jaringan kerja untuk

memperoleh pekerjaan, barang-barang,pengetahuan dan keterampilan yang

memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Kuncoro (2006: 119) mendefinisikan, kemiskinan sebagai

ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum, selanjutkan

Situmorang (2008: 3) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba

kekurangan dari penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh terbatasnya

modal yang dimiliki, rendahnya pengetahuan dan keterampilan, rendahnya

produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai tukar hasil produksi orang

miskin dan terbatasnya kesempatan berperan serta dalam pembangunan.

Seterusnya Supriatna (2000 : 124) menyatakan kelompok penduduk

miskin yang berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya

dapat digolongkan, pada buruh tani, petani gurem, pedagang kecil, nelayan,

pengrajin kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung,

gelandangan, pengemis, dan pengangguran. Sedangkan Prayitno (dalam Susiana

dan Indahri 2000 : 79) kemiskinan dapat pula dinyatakan sebagai besarnya

pengeluaran rupiah yang mampu memenuhi kecukupan konsumsi sebanyak 2.100

kalori per kapita per hari, di tambah dengan pemenuhan kebutuhan pokok

minimum lainnya seperti kebutuhan untuk perumahan, bahan bakar, sandang,

pendidikan, kesehatan dan transportasi.

Selanjutnya Brodjoeneoro (dalam Chozin 2010 : 202) menyebutkan

kemiskinan masyarakat pesisir itu memiliki tiga kategori yang saling terkait :

1) Kemiskinan struktural

Kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi, struktur sosial dan

struktur politik yang tidak kondusif meningkatkan kesejahteraan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

2) Kemiskinan kultural

Kemiskinan akibat faktor budaya berupa kemalasan, cara berpikir fatalistik

dan etos wirausaha yang rendah. Kemiskinan ini terjadi akibat dari

pendidikan rendah, keterbatasan akses dan pembangunan yang tidak

merata.

3) Kemiskinan natural

Kemiskinan natural terjadi akibat keterbatasan sumber daya alam untuk

produksi. Selain dari pada yang disebut diatas kemiskinan juga terjadi

karena ketiadaan modal akibat akses pada lembaga permodalan bank dan

non bank yang rendah akibat jauh dari perkotaan dan produk yang penuh

resiko dan ketidakpastian.

Gunawan Sumodiningrat (dalam Susiana Sali dan Indahri Yulia 2000 :

105) membedakan kemiskinan itu kedalam tiga kategori yaitu :

1) Kemiskinan absolut.

Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat pendapatannya

di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain kebutuhan pangan,

sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk

bisa hidup bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan

oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau

miskin karena sebab alami.

2) Kemiskinan relatif (kemiskinan struktural).

Kemiskinan relatif adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis

kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

disekitarnya. Kemiskinan ini relatif erat kaitannya dengan masalah

pembangunan yang bersifat struktural yakni kebijaksanaan pembangunan

yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan

ketimpangan pendapatan.

3) Kemiskinan kultural

Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat

yang disebabkan oleh faktor budaya tidak mau berusaha untuk

memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk

membantunya.

Adapun jenis kemiskinan berdasarkan sifatnya adalah:

1) Kemiskinan Alamiah

Kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang terbentuk sebagai

akibatadanya kelangkaan sumber daya alam dan minimnya atau ketiadaan

prasarana umum (jalan raya, listrik, dan air bersih), dan keadaan tanah

yangkurang subur. Daerah-daerah dengan karakteristik tersebut pada

umumnyaadalah daerah yang belum terjangkau oleh kebijakan

pembangunansehingga menjadi daerah tertinggal.

2) Kemiskinan Buatan

Kemiskinan buatan adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh

sistemmoderenisasi atau pembangunan yang menyebabkan masyarakat

tidakmemiliki banyak kesempatan untuk menguasai sumber daya, sarana,

danfasilitas ekonomi secara merata. Kemiskinan seperti ini adalah

dampaknegatif dari pelaksanaan konsep pembangunan (developmentalism)

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

yangumumnya dijalankan di negara-negara sedang berkembang. Sasaran

untuk

mengejar target pertumbuhan ekonomi tinggi mengakibatkan

tidakmeratanya pembagian hasil-hasil pembangunan di mana sektor

industrimisalnya lebih menikmati tingkat keuntungan dibandingkan

mereka yangbekerja di sektor pertanian.

Kedua jenis kemiskinan di atas seringkali masih dikaitkan dengan

konseppembangunan yang sejak lama telah dijalankan di negara-negara sedang

berkembang pada dekade 1970-an dan 1980-an (Jarnasy, 2004: 8).

Menurut Nugroho dan Dahuri (2004:167-168) kemiskinan alamiah

timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain

sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam

pembangunan. Sedangkan kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil

pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam

pembangunan. Soegijoko (1997:137).Selanjutnya Nasution (1996 :48-50)

menyatakan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaanhidup

yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan.

Penyebab kemiskinan bersifat kompleks dan terbagi dalam beberapa

dimensi penyebab kemiskinan (David Cox dalam Soeharto 2004 : 132), yaitu :

1. Kemiskinan yang diakibatkan oleh globalisasi. Globalisasi melahirkan negara

pemenang dan negara kalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju,

sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh

persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi. Karena negara-

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

negara berkembang terpinggirkan maka jumlah kemiskinan di negara-negara

berkembang jauh lebih besar dibandingkan negara-negara maju.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan, Pola pembangunan yang

diterapkan telah melahirkan beberapa bentuk kemiskinan, seperti kemiskinan

perdesaan, adalah kondisi wilayah desa yang mengalami kemiskinan akibat proses

pembangunan yang meminggirkan wilayah perdesaan, kemiskinan perkotaan,

yaitu kondisi kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan

pertumbuhan ekonomi, dimana tidak semua kelompok memperoleh keuntungan

3. Kemiskinan sosial dimensi ketiga ini melihat pada kondisi sosial masyarakat

yang tidak menguntungkan beberapa kelompok dalam masyarakat. Misalnya

kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak dan kelompok minoritas

merupakan kemiskinan yang diakibatkan kondisi sosial yang tidak

menguntungkan kelompok tersebut. Kondisi sosial yang dimaksud misalnya bias

gender, diskriminasi, atau eksploitasi ekonomi.

4. Kemiskinan konsekuensial, Dimensi keempat ini menekankan faktor-faktor

eksternal yang menyebabkan kemiskinan. Faktor-faktor yang dimaksud adalah

konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya jumlah penduduk.

Faktor-faktor tersebut lah yang menyebabkan munculnya kemiskinan dalam

masyarakat.

2.1.2. Ciri-ciri Masyarakat Miskin

Senada dengan itu situmorang (2008: 11) ciri-ciri masyarakat miskin

secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ketidakmampuan (Powerlessness)

dalam hal:

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang,

papan, pendidikan dan kesehatan, 2) melakukan kegiatan usaha produktif, 3)

menjangkau akses sumber daya sosial ekonomi, 4) menentukan nasibnya

sendiri serta senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai

perasaan ketakutan dan kecurigaan serta sikap apatis dan fatalistik dan 5)

membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa

mempunyai martabat dan harga diri yang rendah.

Selanjutnya Emil Salim (dalam Supriatna 2000 :124) mengemukakan ada

lima karakteristik kemiskinan, kelima karakteristik kemiskinan tersebut adalah

1) Penduduk miskin pada umumnya tidak memiliki faktor produksi sendiri.

2) Tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan

kekuatan sendiri.

3) Tingkat pendidikan pada umumnya rendah.

4) Banyak diantara mereka tidak mempunyai fasilitas.

5) Diantara mereka berusaha relatif muda dan tidak mempunyai keterampilan

atau pendidikan yang memadai.

Selanjutnya menurut Suyanto (2013 : 5) ada beberapa ciri dari kemiskinan

itu yaitu :

1. Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan pada umumnya tidak memiliki

faktor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal ataupun modal usaha.

2. Mereka pada umumnya tidak mempunyai kemungkinan-kian untuk

memperoleh aset produksi dengna kekuatan sendiri. Pendapatan yang diperoleh

tidak cukup untuk modal usaha.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

3. Tingkat pendidikan golongan miskin umumnya rendah, tidak sampai tamat

sekolah.

4. Banyak diantara mereka yang tinggal di daerah pedesaan.

5. Banyak di antara mereka yang hidup di kota masih berusia muda dan tidak

mempunyai keterampilan atau skill dan pendidikan.

Tingkatan dari kondisi kemiskinan yang terdapat dalam masyarakat dapat

dikelompokan dalam tiga tingkatan (Sahyuti, 2006 : 95), yaitu :

1. Kelompok yang paling miskin (destitute), merupakan kelompok yangmemiliki

pendapatan dibawah garis kemiskinan, tidak memiliki sumberpendapatan, dan

tidak memiliki akses terhadap pelayanan sosial.

2. Kelompok miskin (poor), merupakan kelompok kemiskinan yang

memilikipendapatan dibawah garis kemiskinan, namun masih memiliki akses

terhadappelayanan sosial dasar

3. Kelompok rentan (vulnerable group) merupakan kelompok miskin

yangmemiliki kehidupan yang lebih baik, namun mereka rentan terhadap

berbagaiperubahan sosial disekitarnya.

Pembagian jenis kemiskinan dapat dibagi berdasarkan pola waktu.

Menurut Ginandjar Kartasasmita dalam Ridlo (2001:11), menurut pola waktu

tersebut kemiskinan dapat dibagi menjadi: (1) Persistent poverty, yaitu

kemiskinan yang telah kronis atau turun temurun yang diantaranya merupakan

daerah kritis sumber daya alam atau terisolasi. (2) Cyclical poverty yaitu

kemiskinan yang mengikuti pola siklus ekonomi secara keseluruhan. (3)

Seasonalpoverty, yaitu kemiskinan musiman seperti sering dijumpai kasus-kasus

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

nelayan dan petani tanaman pangan. (4) Accidental poverty, yaitu kemiskinan

karena bencana alam atau dampak dari suatu kebijakan.

2.1.3. Indikator Kemiskinan

Menurut Suryawati (2005: 124) menyatakan ada beberapa metode

pengukuran tingkat kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia, yaitu:

a. Biro Pusat Statistik (BPS). Tingkat kemiskinan didasarkan kepada jumlah

rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per orang per hari

(dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk yang

berada di lapisan bawah), dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi

makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah

pedesaan dan perkotaan).

b. Sajogyo. Tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran rumah

tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras per orang per

tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan:

1) Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 320 kg nilai tukar beras

per orang per tahun.

2) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 240 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

3) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 180 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan:

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

1) Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 480 kg nilai tukar beras

per orang per tahun.

2) Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 380 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

3) Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil dari pada 270 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

c. Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada pendapatan

seseorang kurang dari US$ 1 per hari.

Indikator kemiskinan yang lain dikemukakan oleh Bappenas (2004)

dalam Sahdan (2005) berupa: (1) kurangnya pangan, sandang dan perumahan

yang tidak layak. (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif. (3)

kurangnya kemampuan membaca dan menulis. (4) kurangnya jaminan dan

kesejahteraan hidup. (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan

ekonomi. (6) ketidakberdayaan atau daya tawar yang rendah. dan (7) akses

terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas. Mubyarto (2002) berpendapat bahwa

penduduk miskin bukanlah orang yang tidak mempunyai apa-apa, tetapi memiliki

serba sedikit modal sosial untuk mengembangkan diri.

2.1.4. Faktor-faktor Kemiskinan

Kemiskinan bukanlah suatu hal yang dikehendaki, akan tetapi lebih di

akibatkan oleh adanya faktor-faktor tertentu yang menyebabkan orang terjebak ke

dalam jurang kemiskinan, baik itu berupa faktor alamiah maupun faktor buatan

manusia itu sendiri.

Tidak semua orang sependapat dalam memberi jawaban atas sebab dari

kemiskinan secara umum banyak orang mengatakan bahwa penyebab kemiskinan

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

adalah karena kemalasan gaya hidup boros tidak memikirkan masa depan, pasrah

pada keadaan, tidak punya keinginan untuk hidup lebih baik dan berbagai sikap

yang tidak bertanggung jawab lainnya. Kemiskinan merupakan konsekuensi dari

hidup yang pernah dengan persaingan, sehingga hanya yang kuatlah yang berhasil

melepaskan diri dari kurungan kemiskinan. artinya mereka yang mempunyai

akses terhadap modal pengetahuan, penguasaan teknologi dan informasilah yang

berhasil dalam persaingan tersebut.

Hardiman dan Midgley (1982) dalam Kuncoro (2006: 119) mengatakan

kemiskinan massal yang terjadi di banyak negara yang baru saja merdeka setelah

Perang Dunia ke II memfokuskan pada keterbelakangan dari perekonomian

negara tersebut sebagai akar permasalahannya.

Selanjutnya Sharp, dkk (1996) dalam Kuncoro (2006: 120) mengatakan

penyebab kemiskinan bila diidentifikasikan berdasarkan sudut pandang ekonomi

adalah

Pertama : secara makro kemiskinan muncul karena ketidaksamaan pola

kepemilikan sumber daya yang menimbulkan kontribusi pendapatan yang

timpang. Penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah

terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua : kemiskinan muncul akibat

perbedaan dalam kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya

manusia rendah berarti produktivitasnya rendah yang pada gilirannya

upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumber daya manusia ini karena

rendahnya pendidikan, nasib yang kurang beruntung adanya diskriminasi.

Ketiga : kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam modal.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Masalah-masalah kemiskinan tersebut diatas menurut Nurske dalam

Kuncoro (2006:120) ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori

lingkaran setan kemiskinan adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar

dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya

produktivitas, mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima.

Rendahnya pendapatan akan berimplikasi kepada rendahnya tabungan dan

investasi.

Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan dan seterusnya.

Logika berfikir Nurkse tersebut dapat dilihat dalam gambar

Ketidaksempurnaan Pasar, Keterbelakangan, Ketinggalan

Investasi Produktifitas Rendah Rendah

Tabungan Pendapatan Rendah Rendah

Gambar 1. Lingkaran Setan Kemiskinan Versi Nurkse (Kuncoro, 2006: 120) Kartasasmita (1996) dalam Yenny (2006: 16) mengemukakan empat

faktor penyebab kemiskinan. Faktor tersebut adalah 1) rendahnya taraf pendidikan

2) rendahnya taraf kesehatan 3) terbatasnya lapangan kerja dan 4) kondisi

keterisolasian.

Asnawi (1994) dalam Yenny (2006:17) menyatakan suatu keluarga

menjadi miskin disebabkan oleh tiga faktor yaitu 1) faktor sumber daya manusia.

2) faktor sumber daya alam dan faktor teknologi. sumber daya manusia ditentukan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

oleh tingkat pendidikan, depedensi ratio, nilai sikap, partisipasi, keterampilan

pekerjaan dan kesemuanya itu tergantung kepada sosial budaya masyarakat itu

sendiri.

Selanjutnya Sigit (1993: 11) menjelaskan kesehatan yang baik, pendidikan

dan keterampilan yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas dan

selanjutnya akan dapat pula meningkatkan pendapatan. Selain itu tingkat

pendapatan juga ditentukan oleh penguasaan aset produksi.

Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan

tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut latar pendidikan seseorang

nelayan memang tidak penting artinya karena pekerjaan sebagai nelayan

merupakan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan

pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah

memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut. Persoalan dari

arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru mengedepan jika seseorang

nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih menjajikan. Dengan

pendidikan rendah, jelas kondisi itu akan mempersulit nelayan tradisional memilih

atau memperoleh pekerjaan lain selain menjadi nelayan (Kusnadi 2002: 30)

Secara kongkrit Hadiwageno dan Pakpahan (1992 : 25) berpendapat

bahwa kemiskinan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1) sumber daya alam yang rendah 2) teknologi dan unsur pendukung yang rendah,

3) sumber daya manusia yang rendah dan 4) sarana dan prasarana termasuk

kelembagaan yang belum baik.

Dari aspek lain, menurut Supriatna ( 2000 : 21 ) terdapat tantangan

terhadap adanya kemiskinan penduduk yang pada umumnya berada di wilayah

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

pedesaan, yaitu berupa tantangan yang bersifat transformasi internal dan eksternal

masyarakat tersebut.

1. Tantangan transformasi eksternal masyarakat yaitu

a. Perkembangan sosial, ekonomi dan teknologi yang sering tidak

menguntungkan masyarakat pedesaan bahkan banyak menimbulkan

kesenjangan dan goncangan tatanan kehidupan sosial budaya dan sosial

ekonomi.

b. Rangsangan media masa yang cenderung membangkitkan keinginan-keinginan

terhadap kepemilikan barang konsumtif dan kebutuhan lainnya yang tidak di

imbangi dengan kemampuan masyarakat untuk memilikinya, menggunakan

dan memiliharanya.

2. Tantangan transformasi internal masyarakat itu sendiri adalah :

a. tekanan pertambahan penduduk yang tidak di imbangi oleh pertumbuhan

ekonomi yang memadai.

b. keinginan untuk menghasilkan komoditi untuk sendiri dan produksi yang tidak

di imbangi dengan pengetahuan dan keterampilan.

c. dorongan (push-factor) urbanisasi untuk medapatkan pekerjaan, pendidikan

dan pemenuhan kebutuhan lainnya di perkotaan yang sarat berbagai fasilitas

dibandingkan dengan fasilitas dipedesaan. Tantangan internal ini sering

menggoyahkan ikatan kekeluargaan dan kehidupan tradisional masyarakat

yang mengacu pada sistem sosial serta kadang-kadang menimbulkan fatalisme

kultural.

Sedangkan bagi masyarakat pesisir, para pakar ekonomi melihat

kemiskinan masyarakat pesisir khususnya nelayan lebih banyak disebabkan

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

karena faktor-faktor sosial ekonomi yang terkait karakteristik sumber daya serta

teknologi yang digunakan. Faktor-faktor yang dimaksud membuat nelayan tetap

miskin.

Menurut Suyanto (2013 : 9) faktor yang melatarbelakangi, akar penyebab

kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua kategori :

Pertama : kemiskinan alamiah yakni kemiskinan yang timbul sebagai

akibat sumber-sumber daya yang langka jumlahnya atau karena tingkat

perkembangan teknologi yang sangat rendah. Kedua : Kemiskinan buatan

yakni kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada membuat

anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan

fasilitas-fasilatas secara merata

Selanjutnya Kusnadi (2002: 19) pengalaman selama ini telah menunjukan

bahwa tidak mudah mengatasi kemiskinan yang membelenggu nelayan tradisional

di berbagai segi kehidupan. Kesulitan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan

tradisional disebabkan oleh sejumlah faktor kelemahan yaitu

Pertama : sebab-sebab kemiskinan nelayan yang bersifat internal yang

mencakup : 1) keterbatasan kualitas sumber daya manusia nelayan, 2)

keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan 3)

hubungan kerja dalam organisasi penangkapan yang seringkali kurang

menguntungkan buruh, 4) kesulitan melakukan diverifikasi usaha

penangkapan, 5) ketergantungan yang sangat tinggi terhadap okupasi melaut

dan 6) gaya hidup yang di pandang boros, sehingga kurang berorientasi ke

masa depan.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Kedua : sebab-sebab kemiskinan yang bersifat eksternal mencakup : 1)

kebijakan pembangunan perikanan yang lebih berorientasi pada

produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi nasional dan parsial.

2) sistem pemasaran hasil perikanan yang lebih menguntungkan pedagang

perantara. 3) kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari

wilayah darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, perusakan

terumbu karang dan konservasi hutan bakau dikawasan pesisir. 5)

penegakan hukum yang lemah terhadap perusakan lingkungan. 6)

terbatasnya teknologi pengolahan pasca panen. 7) terbatasnya peluang kerja

disektor non perikanan yang tersedia di desa nelayan. 8) kondisi alam dan

fluktuasi musim yang tidak memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun.

dan 9) isolasi geografis desa nelayan yang mengganggu mobilitas barang,

jasa, modal dan manusia.

2.2. Pendapatan

Salah satu tujuan kebijakan ekonomi adalah menciptakan kemakmuran

bagi masyarakat sedangkan salah satu ukuran kemakmuran itu adalah pendapatan

karena kemakmuran itu sendiri tercipta dengan adanya kegiatan yang

menghasilkan pendapatan. Secara hirarki pendapatan dapat diurut mulai dari

Pendapatan Nasional, Pendapatan Regional, Pendapaatan Perkapita dan

Pendapatan Personal.

Pendapatan nasional merupakan balas jasa atas seluruh faktor produksi

yang digunakan artinya pendapatan nasional merupakan hasil akumulasi dari

berbagai faktor produksi dalam dan luar negeri yang menghasilkan pendapatan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

negara. Angka pendapatan nasional dapat diturunkan dari Produk Nasional Neto.

Untuk mendapatkan angka pendapatan nasional dari Produk Nasional Neto,

dilakukan melalui pengurangan Produk Nasional Neto dengan angka pajak tidak

langsung dan ditambah dengan angka subsidi (Raharja 2008: 236)

Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat

pada suatu wilayah yang dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

pendapatan rata-rata masyarakat pada wialyah tersebut. Dalam

menginterpretasikan makna dari pendapatan regional sering menimbulkan

persepsi yang keliru. Di mana sebagian masyarakat awam beranggapan bahwa

besarnya nilai produksi suatu wilayah adalah identik dengan besarnya pendapatan

masyarakat diwilayah tersebut. Hal ini tidak benar karena yang menjadi

pendapatan untuk masyarakat setempat hanyalah yang bersifat nilai tambah dari

kegiatan produksi tersebut. Kemudian nilai tambah inilah yang mengukur tingkat

kemakmuran masyarakat setempat dengan asumsi seluruh pendapatan itu

dinikmati oleh masyarakat setempat. Nilai tambah merupakan hasil pengurangan

dari nilai produksi dengan biaya antara. Nilai tambah merupakan hasil

pengurangan dari nilai produksi dengan biaya antara. Sedangkan biaya antara

adalah biaya yang dipakai dari sektor lain atau pihak ketiga untuk menghasilkan

produksi ( Tarigan, 2007: 13-14)

Selanjutnya Tarigan (2007: 21) menjelaskan pendapatan perkapita adalah

total pendapatan suatu daerah dibagi jumlah penduduk di daerah tersebut untuk

tahun yang sama, angka yang dipergunakan dalam pendapatan perkapita adalah

pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk atau juga disebut dengan

Total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga pasar dan harga

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

dibagi dengan jumlah penduduk. Dimana angka pendapatan perkapita dapat

dinyatakan dalam harga berlaku maupun dalam harga konstan tergantung kepada

kebutuhan.

Seterusnya Rahardja (2008 : 237) menyebutkan pendapatan personal

adalah bagian pendapatan nasional yang merupakan hak individu-individu dalam

perekonomian sebagai balas jasa keikutsertaan mereka dalam proses produksi.

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa untuk memperoleh angka pendapatan personal

dari pendapatan nasional, maka laba perusahaan yang tidak dibagikan (retained

earning) harus dikurangkan, sebab laba yang tidak dibagikan merupakan hak

perusahaan. Selain laba tidak dibagikan pembayaran-pembayaran asuransi sosial

(social ansurence payment) juga harus dikurangkan. Kedua ukuran ini belum

memberikan informasi yang sebenarnya tentang pendapatan personal sebab

pendapatan personal bukan saja di terima karena balas jasa atas ketersediaan

bekerja (gaji/upah) ataupun pendapatan non upah yang di peroleh dari sektor

perusahaan tetapi juga pendapatan bunga yang diterima dari pemerintah dan

konsumen (personal interest income received from government and consumers)

dan pendapatan non balas jasa (transfer payment)

Secara lebih rinci sumber-sumber pendapatan personal menurut Tarigan

(2007: 14-15) dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Gaji dan Upah : gaji dan upah adalah balas jasa yang dibayarkan oleh

pemerintah yang bekerja pada suatu organisasi pemerintah yang nilainya

telah ditetapkan berdasarkan peraturan yang berlaku dalam kurun waktu

tertentu. Sedangkan Upah merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

para pekerja sesuai dengan prestasi. Dimana gaji/upah tersebut merupakan

pendapatan bagi pegawai dan pekerja.

2) Laba atau Keuntungan : laba atau keuntungan adalah total nilai penjualan

dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Laba merupakan

pendapatan bagi pengusaha.

3) Sewa tanah : sewa tanah adalah sewa tanah diperhitungkan karena

memberikan pendapatan pada pemilik tanah. Jika petani memiliki lahan

sendiri berarti dia tidak mengeluarkan biaya sewa tetapi labanya akan

meningkat. Perlu diingat bahwa sewa tanah yang dihitung adalah yang

dibayarkan sedangkan sewa tanah yang diterima karena menyewakan tanah,

nilai tambahnya akan terlihat pada laba. Hal ini juga berlaku untuk alat-alat

yang disewa apabila kegiatan penyewaan alat bukan merupakan sektor

sendiri. Dengan demikian apakah petani itu memiliki lahan sendiri atau

menyewa lahan, hal ini tidak mengubah total nilai tambah, hanya saja orang

yang menikmatinya bisa beda.

4) Bunga uang : bunga uang adalah pendapatan bagi pemilik modal karena

meminjamkan uang nya untuk ikut serta dalam proses produksi. Perlu

diingat bahwa uang yang dihitung adalah yang dibayarkan sedangkan bunga

yang diterima karena membungakan uang nilai tambahnya terlihat pada

laba. Apabila petani tidak meminjam uang dalam berusaha (menggunakan

modal sendiri) sehingga tidak membayar bunga maka labanya akan

meningkat. Jika petani itu meminjam uang dan harus membayar bunga

labanya akan menurun. Akan tetapi ada orang lain yang memperoleh

pendapatan (dalam jumlah yang sama dengan penurunan laba) yaitu pemilik

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

modal, dengan demikian apakah investor memiliki modal sendiri atau dia

meminjam modal, hal itu tidak total mengubah nilai tambah hanya saja

orang yang menikmatinya bisa berbeda.

5) Pendapatan dari pemerintah (transferpayment) : pendapatan dari

pemerintah adalah pendapatan yang diterima bukan karena balas jasa atas

input yang diberikan, misalnya dalam bentuk tunjangan sosial bagi para

penganggur, jaminan sosial bagi orang-orang miskin dan berpendapatan

rendah.

2.3 Nelayan

2.3.1 Nelayan Tradisional

Di lingkungan masyarakat Pesisir, nelayan tradisional merupakan

kelompok yang paling menderita, miskin dan acapkali merupakan korban

perangkap kemiskinan. Secara umum yang disebut nelayan tradisional adalah

nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap

tradisional, modal usaha yang kecil dan organisasi penangkapan yang relatif

sederhana (Suyanto 2013 : 59). Dalam kehidupan sehari-hari, nelayan tradisional

lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sendiri (subsistence). Selain itu

menurut Marbun dan Krishnayanti (2002 : 78) nelayan tradisional adalah

sekelompok masayarakat yang tinggal disekitar pantai atau pesisir pantai dengan

mata pencaharian pokok menangkap ikan dilaut dengan alat tangkap yang relatif

sederhana.

2.3.2 Pelapisan Sosial Nelayan

Menurut Marbun dan Krisnhnayanti (2002 : 21) statusnya nelayan dapat

dibagi menjadi :

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

1. Nelayan pemilik terbagi menjadi nelayan pemilik perahu tak bermotor dan

nelayan pemilik kapal motor yang sering disebut toke.

2. Nelayan juragan adalah pengemudi pada perahu bermotor atau sebagai kapten

kapal motor.

3. Nelayan buruh adalah pekerja penangkap ikan pada perahu motor atau pada

kapal motor.

Selanjutnya penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan menurut

Kusnadi (2002: 17) pada dasarnya dapat ditinjau dari tiga sudut pandang yakni:

Pertama : dari segi penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap (perahu,jaring

dan perlengkapan yang lain) struktur masyarakat nelayan terbagi dalam kategori

nelayan pemilik (alat-alat produksi) dan nelayan buruh, nelayan buruh tidak

memiliki alat-alat produksi dan dalam kegiatan sebuah unit perahu, nelayan buruh

hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat

terbatas.

Kedua : ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya struktur masyarakat

nelayan terbagi kedalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil. Nelayan

disebut sebagai nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam

usaha perikanan relatif banyak sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.

Ketiga : dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan

masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan modern dan nelayan

tradisional. Nelayan-nelayan modern menggunakan teknologi penangkapan yang

lebih canggih dibandingkan dengan nelayanuk tradisional.

Seterusnya Marbun dan Krishnayanti (2002 : 20) menyatakan berdasarkan

sumber pendapatannya, nelayan dapat dibagi menjadi :

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

1. Nelayan tetap atau nelayan penuh yakni nelayan yang pendapatan yang

seluruhnya berasal dari perikanan.

2. Nelayan sambilan utama yakni nelayan yang sebagian besar pendapatannya

berasal dari perikanan.

3. Nelayan sambilan tambahan yakni nelayan yang sebagian kecil pendapatannya

berasal dari perikanan.

4. Nelayan musiman yakni orang yang dalam musim-musim tertentu saja aktif

sebagai nelayan.

Berdasarkan teknologi penangkapan ikan yang digunakan oleh nelayan,

orientasi pasar dan karakteristik hubungan produksi Satria (2002: 28-29)

menggolongkan nelayan ke dalam empat kelompok yaitu :

Pertama: peasant-fisher atau nelayan tradisional yang biasanya bersifat

susb-sistem, menggunakan alat tangkap yang masih tradisional seperti

dayung, sampan yang tidak bermotor dan hanya melibatkan anggota

keluarganya sendiri sebagai tenaga kerja utama.

Kedua : post-peason fisher dengan berkembangnya motorisasi perikanan,

nelayan pun berubah dari peasant-fisher menjadi post-peasant fisher yang

dicirikan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju

atau modern. Meski mereka masih beroperasi di wilayah peisisr tetapi daya

jelajahnya lebih luas dan memilki surplus untuk diperdagangkan di pasar.

Ketiga : commersial-fisher yakni nelayan yang telah berorientasi pada

peningkatan keuntungan, skala usahanya telah besar, yang dicirikan dengan

banyaknya jumlah tenaga kerja dengan status yang berbeda dari buruh

hingga manager. Teknologi yang dipergunakan lebih modern dan

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

membutuhkan keahlian tersendiri dalam pengoperasian kapal maupun alat

tangkapnya.

Keempat : industrial fisher yang memiliki ciri-ciri: 1) diorganisasi dengan

cara-cara yang mirip dengan perusahaan agro industri dinegara maju. 2)

lebih padat modal, 3) memberikan pendapatan yang lebih tinggi dari pada

perikanan sederhana dan 4) menghasilkan produk kaleng dan ikan beku

yang berorientasi ekspor. Nelayan berskala besar ini umumnya memiliki

organisasi kerja yang kompleks dan benar-benar berorientasi pada

keuntungan.

Dilingkugan masyarakat pesisir, nelayan tradisional adalah kelompok yang

paling menderita, miskin dan acapkali merupakan korban marginalisasi akibat

kebijakan modernisasi perikanan. Menurut Suyanto secara umum yang disebut

nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikaanan

dengan peralatan tradisional, modal.

2.3.3 Kualitas Sumber Daya Manusia

Berdasarkan hasil penelitian suyanto (2013 : 72) ada beberapa faktor

yang menyebabkan nelayan tradisional sulit untuk melakukan diversivikasi usaha

atau mencari pekerjaan lain diluar sektor perikanan yaitu :

1. Berkaitan dengan persolan tingkat pendidikan yang rata-rata rendah. Seorang

yang berpendidikan sarjana misalnya masih mungkin ia mengadu nasib ke kota

besar dengan berbekal ijazah yang dimiliki tetapi bagi nelayan tradisional yang

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

tidak berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan alternatif, maka mati hidup

mereka sebetulnya mutlak tergantung pada hasil dari sektor perikanan.

2. Berkaitan dengan penguasaan keterampilan alternatif, sebetulnya sudah segala

cara ditempuh dan dikembangkan penduduk di desa pantai untuk mencari sumber

alternatif, namun tidak sekali-dua kali menemui jalan buntu akibat tidak memiliki

keterampilan yang memadai dan juga tidak memiliki aset produksi yang cukup

layak, maka upaya untuk mencari pekerjaan baru bagi seorang nelayan tradisional

yang miskin bukan hal yang mudah dilakukan.

2.3.4 Kondisi Ekonomi Nelayan

Nelayan tradisional pada dasarnya adalah kelompok masyarakat yang

kehidupannya sangat tergantung pada hasil laut. Ketika kondisi laut sedang tidak

bersahabat dan ikan-ikan cenderung bersembunyi di dasar laut, maka pada saat itu

pula rezeki terasa sulit dan jangan heran jika keluarga-keluarga nelayan

tradisional kemudian harus hidup serba irit bahkan kekurangan.

Berbeda dengan jurangan kapal atau nelayan modern yang rata-rata hidup

berkecukupan, kondisi ekonomi keluarga nelayan tradisional seringkali hidup

serba pas-pasan. bagi Keluarga nelayan tradisional, tekanan krisis memang terasa

makin berat tatkala jumlah ikan yang ada di perairan sekitar mereka makin lama

makin langka. Nelayan tradisional yang hanya mengandalkan teknologi

sederhana, sebagian besar mengaku hasil tangkapan mereka makin lama makin

menurun (Suyanto, 2013). Teknologi penangkapan ikan yang modern akan

cenderung memiliki kemampuan jelajah sampai lepas pantai, sebaliknya untuk

nelayan tradisional wilayah tangkapannya biasanya hanya sebatas pada perairan

pantai. Kemudian menurut Suyanto (2013 : 73) walapun nelayan tradisional

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

memiliki keterampilan tertentu tetapi tidak memilki dukungan sumber daya yang

cukup (modal), maka nyaris mustahil sebuah keluarga nelayan miskin yang

hidupnya pas-pasan akan dapat mengembangkan usaha alternatifnya dengan

maksimal. Aset produksi oleh kaum nelayan tradisional sangat rendah

diantaranya tidak memiliki tanah, warung/toko, modal dibawah satu juta dan lain-

lain.

2.3.5 Hubungan Kerja Nelayan

Manusia sebagai makhluk sosial dituntut untuk saling berhubungan antar

sesamanya didalam menjalani kehidupan sehari-hari. Karena manusia tidak dapat

berdiri sendiri tanpa harus melakukan interaksi antara satu sama lainnya. Sejalan

dengan itu Kusnadi (2002:23) menyatakan jalinan sosial antar nelayan

membentuk pola hubungan yang dapat dijabarkan secara horizontal dan vertikal.

Pola horizontal adalah hubungan sesama kerabat, saudara sedarah dan bentuk-

bentuk afinitas. Pola tersebut menggambarkan bahwa individu-individu akan lebih

kuat berinteraksi jika antara satu dengan yang lain tidak mengalami kesenjangan

sosial ekonomi yang terlalu lebar. Sedagkan pola vertikal tergambar dalam

interaksi nelayan yang membentuk pola hubungan patron-klien yang umumnya

terjadi antara nelayan kaya (juragan) dan tengkulak dengan nelayan miskin

(buruh). Pola vertikal terbentuk karena ada ketergantungan ekonomi antara buruh

dan juragan maupun tengkulak.

Menurut Marbun dan Khrisnayanti (2002 : 330) Hubungan patron-klien di

masyarakat nelayan yang telah berlangsung lama membawa efek yang tidak baik

bagi nelayan tradisional, khususnya nelayan pekerjaan. Akibat hubungan

ketergantungan tersebut timbulah mentalitas (budaya) yang umumya akan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

menghambat pembangunan di masyarakat pesisir. Artinya, hubungan patron-klien

melahirkan kemiskinan struktural misalnya pola hidup konsumtif (boros) yang

sengaja diciptakan agar biaya hidup semakin tinggi dan tidak sesuai dengan

penghasilan dan terus ada dalam hubungan ketergantungan tersebut, tidak

memiliki orientasi hidup kedepan, tidak memiliki kemampuan manajemen

keuangan yang baik, tidak percaya kepada kemampuan sendiri, malas, pasrah

pada nasib dan lain-lain

Selanjutnya Marbun dan Khrisnayanti mengatakan Mentalitas tersebut

akan menciptakan keadaaan dimana hubungan patron-klien akan semakin

bertahan keberadaannya dan pihak patron tentunya akan selalu mengikat klien

agar selalu berada dalam ketergantungan, sebab jika klien memiliki kemampuan

manajemen keuangan yang baik, mau menabung, memiliki orientasi kedepan

maka dikhawatirkan ketergantungan klien akan berkurang. Sementara patron

hidup dari keuntugan patron-klien tersebut. Jika dilihat dalam satu masyarakat

nelayan tradisonal maka yang memiliki tingkat kehidupan yang lebih baik

umumnya adalah patron (toke), sementara nelayan tradisional (pekerja) yang

berhadapan langsung dengan keganasan laut tetap dalam kondisi yang

memprihatinkan.

Senada dengan itu Nababan dkk (2006 : 156) Sejak dekade 90 an, toke

mulai disebut juga dengan tengkulak karena mencari keuntungan sebesar-

besarnya dengan memanfaatkan tenaga nelayan tetapi istilah tengkulak ini sangat

tidak disukai oleh toke karena dianggap sesuatu yang sangat berbeda, paling tidak

karena toke tidak membungakan uang (riba) secara langsung. Dengan

menanamkan hutang budi kepada nelayan dan memanfaatkan celah adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

balasan terhadap apa yang telah ditanamnya, toke kemudian membuat sebuah

hubungan ketergantungan terhadap nelayan kecil untuk terus dapat memanfaatkan

dan mendapatkan keuntungan dari hubungan tersebut.

Lebih lanjut Nababan dkk (2006 : 157) menyebutkan ada empat hal yang

dijadikan toke sebagai alat untuk menjerat nelayan menjadi tergantung yaitu :

1) Ketiadaan modal untuk mendapatkan alat tangkap seperti mesin, sampan

dan jaring.

2) Biaya operasional ketika akan melaut, biaya kerusakan sampan, biaya

kerusakan jaring dan lain-lain

3) Akses pemasaran yang dikuasai oleh toke.

4) Biaya-biaya pesta perkawinan, sunatan, biaya angsuran barang-barang

seperti televisi, radio, kereta (sepeda motor) dan lain-lain.

Secara langsung dampak yang dialami oleh nelayan akibat ketergantungan

dengan toke antara lain :

1) Menurunnya tingkat pendapatan nelayan karena harga penjualan ditetapkan

secara sepihak oleh toke.

2) Nelayan tidak mengetahui harga pasaran hasil tangkapan, karena akses

pemasaran di kuasai oleh toke.

3) Bantuan pihak luar kepada nelayan diambil oleh toke sebagai jaminan.

4) Nelayan sering mengalami kecurangan baik dari segi timbangan (berat) jenis

dan ukuran dari hasil tangkapan.

5) Tingkat kecurigaan sesama nelayan cukup tinggi karena bersaing mengambil

hati toke.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

2.4 Strategi Pengentasan Kemiskinan

Berbagai program proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk

mengentaskan kemiskinan dari nelayan. Namun tenyata jumlah nelayan kecil

tetap bertambah karena itu meskipun banyak upaya yang dilakukan umumnya

upaya-upaya tersebut bisa dikatakan belum memperoleh hasil yang memuaskan.

Upaya penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25

Tahun 2000 tentang Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama,

melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan

sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis

dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi

tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan

pada penduduk miskin yaitu: 1) Penyediaan kebutuhan pokok. 2) Pengembangan

Sistem Jaminan Sosial. dan 3) Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin.

Kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia yang terbaru tertuang

dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional, yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan

kemiskinan meliputi: kebijakan pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan

pembangunan wilayah untuk mendukung pemenuhan hak dasar.

Kusnadi (2004 : 39-40) mengatakan ada tujuh pendekatan pembangunan

perikanan di indonesia yang dilakukan dalam rangka pengentasan kemiskinan

masyarakat nelayan. Adapun ketujuh pendekatan tersebut adalah:

(1) Pendekatan oreintasi produksi, yang ditandai dengan adanya

modernisasi dan motorisasi pada bidang penangkapan ikan (2) Dengan

pendekatan pemasaran rantai dingin (cool chain system) yang berusaha

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

menghadirkan ikan segar ke konsumen (3) Pengembangan kelembagaan

(institution building) dengan mengembangkan Koperasi Unit Desa Mina

(KUD MINA) dan tempat pelelangan ikan untuk mendongkrak masalah

permodalan dan pemasaran (4) pendekatan INTAM (Intensifikasi Tambak)

yang pada awalnya gemilang namun akhirnya gulung tikar. (5) Pendekatan

agribisnis yaitu berusaha memperbaiki model yang parsial menjadi lebih

holistik (dari hulu sampai dengan hilir).(6) Program peningkatan Ekspor

Hasil Perikanan (Protekan) yang bertumpu pada budidaya perikanan. (7)

pendekatan empat dimensi, yang berusaha mengintegrasikan unsur

ekologi, ekonomi, sosial-politik dan hukum serta kelembagaan.

Seterusnya Kusnadi menyebutkan bahwa data-data selama ini

menunjukkan bahwa pembangunan perikanan telah mampu meningkatkan

produksi,devisa dan tingkat konsumsi ikan masyarakat indonesia. Akan tetapi

pembanguan perikanan nasioanal masih belum berhasil dalam meningkatkan

kesejahteraan nelayan, terutama nelayan tradisonal dan buruh nelayan.

Pengembangan akses modal sangat penting karena pada dasarnya saat ini

nelayan sangat sulit untuk memperoleh modal. Sifat bisnis perikanan yang

musiman, ketidakpastian serta resiko tinggi sering menjadi alasan keengganan

bank menyediakan modal bagi bisnis ini. Sifat bisnis perikanan seperti ini yang

disertai dengan status nelayan yang umumnya rendah dan tidak mampu secara

ekonomi membuat mereka sulit untuk memahami syarat-syarat perbankan yang

selayaknya diberlakukan seperti adanya jaminan. Dengan memperhatikan

kesulitan yang dihadapi oleh nelayan akan modal, maka salah satu alternatif

adalah mengembangkan mekanisme pendanaan diri sendiri (self-financing

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

mechenism. Bentuk sistem ini adalah pengembangan lembaga keuangan mikro

dan nantinya makro yang dikhususkan dalam bidang usaha pesisir utamanya

bidang usaha perikanan. Pengembangan mekanisme pendanaan oleh diri sendiri

yang dikenal dengan nama Lembaga Mikro Mitra Mina (M3)

Teknologi yang digunakan oleh nelayan pada umumnya masih bersifat

tradisional. Karena itu maka produktivitas rendah dan akhirnya pendapatan

rendah. Upaya peningkatan pendapatan dilakukan melalui perbaikan terknologi,

mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan pemasaran.

Untuk mengembangkan pasar bagi produk-produk yang dihasilkan oleh

nelayan, maka upaya yang dilakukan adalah pendekatan masyarakat dengan

perusahaan-perusahaan besar seperti eksportir komoditas perikanan. Keuntungan

dari hubungan ini adalah nelayan mendapatkan jaminan pasar dan harga,

pembinaan terhadap kualitas barang serta sering nelayan mendapat bantuan modal

untuk pengembangan usaha.

Pengembangan aksi kolektif sama artinya dengan pengembangan koperasi

atau kelompok usaha bersama, aksi kolektif dilakukan untuk membuka

kesempatan kepada nelayan membentuk kelompok-kelompok yang diinginkan

tidak semata-mata koperasi atau kelompok bersama. Aksi kolektif merupakan aksi

bersama yang bermuara pada kesejahteraan setiap anggota secara individu.

Kemudian menurut Suwardi (dalam Chozin 2010) kendala ekonomi

berupa ketergantungan para nelayan pada hasil tangkapan ikan dapat diatasi

melalui keterampilan masyarakat. Kegiatan ini dapat menggantikan waktu yang

dihabiskan selama berjam-jam untuk main catur atau ngobrol-ngobrol diwarung

kopi.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Selanjutnya Situmorang (2008: 23) upaya pengentasan kemiskinan

nelayan kecil (gurem) yang dilakukan di pesisir pantai barat dan timur, sumatera

utara adalah sebagai berikut :

Meningkatkan aksesibilitas nelayan pada sumber-sumber kekayaan sosial,

ekonomi dan budaya. Secara sosial beban kemiskinan yang mereka hadapi akan

dapat diatasi dengan cara menyediakan untuk mereka bantuan sosial. Secara

ekonomi, beban mereka akan juga dapat diatasi melalui dukungan modal. Secara

budaya beban mereka akan dapat mereka atasi sendiri dengan cara

membangkitkan etos kerja dan kemampuan bekerja melalui peningkatan

keterampilan kerja mereka. Pendekatan sosial, ekonomi atau budaya semata untuk

memberdayakan nelayan kecil (gurem) hanya akan berdampak sekejap atau

jangka pendek. Pemberdayaan nelayan mengandung makna penyelesaian masalah

kemiskinan multi dimensi sosial, ekonomi dan budaya. Oleh karena itu

pendekatan masalah adalah bersifat multi dimensi dan komprehensif.

Pendekatan-pendekatan di atas, dapat dilaksanakan dengan memperhatikan

secara sungguh-sungguh aspirasi, keinginan, kebutuhan, pendapatan dan potensi

sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat nelayan.

2.5 Kondisi Alat Tangkap dan Pemasaran Hasil Tangkapan

Tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Hal

tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual hasil tangkapan mereka

kepada tengkulak dengan harga yang jauh di bawah harga pasaran. Kondisi ini

yang selalu mengakibatkan nelayan tidak pernah untung, keterbatasan

infrastruktur menjadikan nelayan merugi, tidak seimbangnya antara biaya yang

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

dikeluarkan untuk melaut, dengan keuntungan hasil jual, karena harga

dipermainkan oleh pihak tengkulak.

Upaya yang mungkin dilakukan agar nelayan tidak terjerat lingkaran

tengkulak adalah dengan mengembangkan fungsi lembaga keuangan mikro dan

koperasi yang memihak nelayan, selain itu perlu adanya upaya membangun usaha

bersama, seperti melalui pemilikan sarana-sarana penangkapan dan pemasaran

secara kolektif.

Selain itu kebudayaan nelayan yang berbahaya namun terabaikan adalah

terjalinnya relasi sosial ekonomi yang sifatnya eksploitatif dengan pemilik perahu

dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat nelayan.

Kondisi tersebut bisa diperbaiki dengan mengurangi beban utang piutang yang

kompleks para nelayan kepada pemilik perahu dan tengkulak dengan mencarikan

alternatif keuangan mikro. Harus adanya upaya dalam memperbaiki norma sistem

bagi hasil dalam organisasi penangkapan, sehingga tidak merugikan nelayan.

Selain itu perlu mengoptimalkan peran lembaga ekonomi lokal, seperti KUD

Mina.

Disisi lain rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan,

berdampak sulitnya peningkatan skala usaha dan perbaikan kualitas hidup, upaya

yang bisa dilakukan adalah meningatkan pemilikan lebih dari satu jenis alat

tangkap, agar bisa menangkap sepanjang musim, mengembangkan diversifikasi

usaha berbasis bahan baku perikanan atau hasil budidaya perairan, seperti rumput

laut, memperluas kesempatan kerja disektor off fishing dan melakukan

transmigrasi nelayan pada wilayah lain yang masih memiliki potensi kelautan.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Namun yang menjadi masalah adalah tidak semua nelayan memiliki

perahu sendiri. Nelayan yang tidak mempunyai modal untuk membeli perahu,

terpaksa meminjam uang kepada tengkulak. Pada umumnya para tengkulak

(patron) memberikan pinjaman kalau hasil tangkapan nelayan (klien) minim.

Ketergantungan nelayan pada tengkulak berawal dari utang/pinjaman, dan

biasanya dilakukaan pada saat paceklik atau memperbaiki kerusakan alat tangkap

seperti jaring dan menganti tali kajar. Meskipun demikian, ada juga pihak yang

menilai bahwa keberadaan para tengkulak tersebut justru menolong nelayan.

Kondisi ini terjadi karena negara tidak mampu memberikan pinjaman lunak dan

kalaupun ada bank mereka juga tidak bisa mengaksesnya karena alat tangkap

sebagai faktor produksi tidak bisa dijadikan agunan.

Dalam perspektif struktural kemiskinan nelayan tidak hanya disebabkan

hubungan patron-klien yang menimbulkan jeratan utang dan mengarah pada

bentuk eksploitasi. Tetapi kemiskinan nelayan juga terjadi karena keterbatsan

akses nelayan terhadap hak penguasaan sumberdaya perikanan. Penguasaan atas

sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak dinikmati oleh kolaborasi pemilik

modal dan birokrat. Sebagai fakta adalah masih beroperasinya pukat harimau

(trawl) di seluruh perairan Indonesia yang berakibat pada penyerobotan terhadap

wilayah tangkap nelayan tradisional (traditional fishing ground).

Bahkan adanya musim-musim tertentu dimana ikan jenis tertentu banyak

dan sedikit menggambarkan bahwa kehidupan mereka tergantung pada rejeki laut.

Dalam satu daerah dimana terdapat desa-desa pesisir juga memiliki perbedaan

dalam tingkat kesurplusan sumberdaya perikanan. Bahkan ukuran rumah yang

terbuat dari bilik bambu dan sudah condong belum tentu bisa menjadi ukuran

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

miskin karena mungkin saja ditemukan barang elektronik seperti TV. Pola

hubungan patron klien memungkinkan mereka berutang dalam artian digunakan

pada tujuan yang baik maupun tidak semisal membeli suatu barang berharga di

rumah. Sehingga tak heran jika, umumnya nelayan berenang dalam kubangan

utang. Penghasilan Rp.175.000/bulan tidaklah susah diperoleh ketika musim ikan

banyak. Bahkan bisa tiga kali lipat, sekalipun dengan sistem bagi hasil dengan

tokehnya. Tapi besoknya, mungkin hanya dapat Rp.10.000, lalu kemudian

meminjam ke tokeh, begitu seterusnya.

Namun berdasarkan pandangan nelayan (perspektif ), kuatnya pola patron-

klien di masyarakat nelayan disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh

resiko dan ketidakpastian sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain

bergantung pada pemilik modal (patron). Dari hal tersebut, bisa dibayangkan apa

yang akan diterima para nelayan dengan sistem yang demikian, sehingga

sangatlah wajar jika kemiskinan menjadi bagian yang akrab dalam kehidupan

mereka.

2.6. Kemiskinan Struktural Nelayan Tradisional

Kemiskinan struktural adalah timbulnya ketergantungan yang kuat pihak si

miskin terhadap kelas sosial-ekonomi diatasnya.(Suyanto 2013 : 11). Selanjutnya

menurut Mohtar Mas’ud (1994 :143) adanya ketergantungan inilah yang selama

ini berperan dalam merosotkan kemampuan si miskin untuk bargaining (tawar-

menawar) dalam dunia hubungan sosial yang sudah timpang antara majikan dan

buruh. Buruh tidak punya kemampuan untuk menetapkan upah, pedagang kecil

tidak bisa mendapatkan harga yang layak atas barang yang mereka jual pendek

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

kata pihak yang miskin relatif tidak dapat berbuat banyak atas eksploitasi dan

margenalisasi yang dialaminya karena mereka tidak memilki alternatif pillihan

untuk menentukan nasib kearah yang lebih baik.

Kuatnya hubungan patron klien dalam masyarakat pesisir terjadi karena

aktivitas yang dilakukan oleh para nelayan yang berisiko dan dan ketidakpastian.

Maka salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan hidup dan untuk

mempertahankan hidup. Seolah olah patron klien dianggap sebagai jaminan sosial

untuk para nelayan. Mengapa demikian karena realitasnya pada saat ini himpitan

ekonomi di kalangan masyarakat pesisir yang memaksa mereka untuk melakukan

segala cara untuk dapat mempertahankan hidup untuk menjaga kelangsungan

hidupnya dan keluarganya, apalagi musim yang berlaku dalam kehidupan pesisir

juga memaksa mereka harus tetap bisa mempertahankan hidup. Mungkin ketika

musim ikan tiba para nelayan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan hidup

mereka, Namun ketika musim paceklik tiba mereka akan sulit sekali untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Peran yang strategis dalam relasi patron klien ini soalnya mereka akan

membantu memberikan pinjaman uang kepada para nelayan buruh atau klien

untuk memenuhi kebutuhannya dan mereka tidak perlu lagi membayarnya pada

waktu yang ditentukan tetapi kapan saja mereka punya uang bahkan

perkembangan hubungan patron- klien para nelayan buruh tidak lagi harus

membayarnya dalam bentuk uang melainkan dengan hasil tangkapan mereka

Peran para patron ini sebagai penolong bagi para nelayan karena ditengah

himpitan ekonomi para nelayan merasa masih bisa mencukupi kehidupan

keluarganya.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Hubungan yang dibangun antara patron dan klien berbasis pada hubungan

sosial dan ekonomi artinya dari sisi yang lain hubungan patron -klien sebagai

relasi yang menghubungkan hubungan kekerabatan dan solidaritas yang kuat di

antara mereka, namun disisi lain hubungan patron klien dianggap sebagai

hubungan berbasis pada eksploitasi. Mengenai hubungan patron klien ini . Legg

(1983) dalam Arif Satria (2002) : 4), mengungkapkan bahwa tata hubungan

patron- klien umumnya berkaitan dengan :

1. Hubungan antar pelaku yang menguasai sumber daya yang tidak sama.

2. Hubungan yang bersifat khusus yang merupakan hubungan pribadi dan

mengandung keakraban.

3. Hubungan yang didasarkan pada asas saling menguntungkan. Sedangkan

dasar hubungan patron klien dalam masyarakat pesisir puger hanya

berbasis pada kepercayaan dan keberlanjutan dari relasi tersebut. Para

nelayan menganggap bahwa apa yang telah diberikan oleh para orang yang

di sini disebut sebagai patron seimbang dengan hasil tangkap yang

diberikan oleh para nelayan. Para nelayan ini tidak merasakan adanya

bentuk eksploitasi dari para patron terhadap dirinya. Dan keadaan seperti

ini telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama. Para nelayan

menyadari akan kemiskinan dirinya dalam ekonomi namun mereka tidak

menyadari dan tidak ingin mencari tahu apa yang menjadi sebab dari

kemiskinan mereka ini. kategori- kategori pertukaran dari patron ke klien

mencakup pemberian bantuan penghidupan subsistensi dasar , jaminan

sosial,khususnya pemberian modal untuk pembelian alat tangkap dan

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

klien menjual hasil tangkapannya terhadap patron lebih rendah dari harga

pasar.

2.7 Mekanisme Survival Nelayan Tradisional di Musim Paceklik

Ketika musim angin timur datang, para nelayan biasanya jarang melaut

akibat gelombang laut yang sangat besar. Nelayan umumnya lebih memilih

beristirahat atau menunda melaut dengan menambatkan perahunya disejumlah

tempat sehingga akibatnya kemudian mereka nyaris tidak memperoleh

penghasilan. Dalam kondisi itu, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari

mereka biasanya akan mengadaikan barang-barang berharga miliknya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi salah satu alternatif mendapatkan uang

segar memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang tidak dapat dihindari.

Biasanya barang yang digadaikan nelayan tradisional akan diambil

kembali setelah mereka mempunyai uang. Barang yang digadaikan bermacam-

macam seperti tape recorder, VCD player, dan TV, bahkan ada juga yang

menggadaikan sepeda motor. Berikut ini bentuk-bentuk mekanisme survival yang

biasa mereka kembangkan untuk menyiasati tekanan kebutuhan hidup selama

musim paceklik menurut Suyanto (2013 : 85) yaitu Pertama, mencari pekerjaan di

luar sektor perikanan. Bagi nelayan tradisioanl yang memiliki alternatif pekerjaan

sampingan memang meski mereka tidak dapat melaut, tetapi umumnya masih

dapat diatasi dengan menekuni pekerjaan di luar nelayan, sebaliknya untuk

nelayan tradisional yang tidak memiliki alternatif pekerjaan diluar nelayan, jelas

musim paceklik akan sangat mengganggu kondisi ekonomi keluarga mereka.

Kedua, bekerja sebagai buruh nelayan di kapal besar modern, Ketiga, hidup dari

tabugan, dan Keempat, hidup dari utang dan uluran tangan orang lain, tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

karena sudah terlatih puluhan tahun hidup serba kekurangan maka sekeras apa

pun tekanan kemiskinan yang harus dihadapi, hal itu biasanya tidak lagi

mengejutkan nelayan tradisional.

Bagi keluarga nelayan tradisional, kemiskinan dalam beberapa hal

memang terasa menindas, tetapi ketika tekanan kemiskinan itu terus-menerus

terjadi dan dialami, maka pelan-pelan mereka pun lebih menyesuaikan dengan

keadaan.

2.8. Qanun Nomer 5 Tahun 2003 Pembentukan Pemerintahan Gampong di Provinsi Aceh

Kedudukan,Tugas,Fungsi dan Wewenang Gampong

Pasal 2

Gampong merupakan organisasi pemerintahan terendah yang berada di bawah

Mukimdalam struktur organisasi pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Pasal 3

Gampong mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan,

melaksanakanpembangunan, membina masyarakat dan meningkatkan pelaksanaan

Syari’at Islam.

Pasal 4

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gampong

mempunyaifungsi :

Universitas Sumatera Utara

Page 42: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

a. penyelenggaraan pemerintahan, baik berdasarkan asas desentralisasi,

dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan

lainnya yang berada di Gampong

b. pelaksanaan pembangunan, baik pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan

hidupmaupun pembangunan mental spiritual di Gampong.

c. pembinaan kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradatan, sosial

budaya,ketentraman dan ketertiban masyarakat di Gampong.

d. peningkatan pelaksanaan Syari’at Islam.

e. peningkatkan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

f. penyelesaian persengketaan hukum dalam hal adanya persengketaan-

persengketaanatau perkara-perkara adat dan adat istiadat di Gampong.

Pasal 5

(1) Kewenangan Gampong, meliputi :

a. kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul Gampong dan

ketentuan adat dan adat istiadat;

b. kewenangan yang diberikan berdasarkan Peraturan Perundang Undangan;

c. kewenangan yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan belum

menjadi/belum dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, Pemerintah Kecamatan dan

Pemerintah Mukim.

d. kewenangan pelaksanaan tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah

Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota, Pemerintah

Kecamatan dan Pemerintah Mukim.

Universitas Sumatera Utara

Page 43: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

(2) Tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disertai

dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta tenaga pelaksana.

(3) Pemerintah Gampong berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang

tidakdisertai dengan pembiayaan, sarana/prasarana serta tenaga pelaksana.

2.9. Hukum Adat Laot Aceh

Pada masyarakat Aceh terdapat pengelompokan penting dalam pembagian

dan pengaturan kekuasaan adat yang jelas di suatu wilayah. Panglima Laot

merupakan suatu lembaga yang memimpin adat dan kebiasaan yang berlaku di

bidang penangkapan ikan dilaut, termasuk dalam hal mengatur tempat

penangkapan, penambatan perahu dan penyelesaian sengketa bagi hasil.

Ketentuan adat laut di aceh ini sesuai dengan pasal 7 Undamg-Undang Nomor 44

tahun 1999, yang menyebutkan bahwa daerah dapat membentuk lembaga adat dan

mengakui lembaga-lembaga adat yang sudah ada sesuai dengan kedudukannya

masing-masing di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan kelurahan atau

gampong.

Pemimpin hukum laut dalam masyarakat aceh disebut Panglima laot atau

Abu laot. Pengangakatannya di lakukan melalui suatu pemilihan dalam

musyawarah. Jabatan ini bersifat profesional. Calon yang dipilih dari kalangan

pawang laut yang sangat berpengalaman dalam bidang kelautan. Untuk menjadi

panglima laot harus mengerti masalah-masalah adat laut, cara menangkap ikan

yang baik sehingga tidak merusak ekosistem bawah laut, memiliki sifat arif,

bijaksana serta wibawa dalam menyelesaikan permasalahan.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Tugas dan tanggung jawab panglima laot sangat berat karena dalam

melaksanakan tugasnya panglima laot harus berhadapan dengan para nelayan,

para pawang atau mereka yang umumnya beremosial tinggi. Keputusan panglima

laot tentang hukum adat laot merupakan ketetapan dari hukum yang sudah ada

sebelumnya dari masing-masing wilayah adat dalam provinsi aceh dengan

demikian seluruh Panglima laot aceh dapat mengumumkan kepada seluruh

nelayan yang ada didaerahnya masing-masing.

2.9.1. Wewenang Panglima Laot

Dalam hal ini, maksud dari wewenang adalah hak dan kekuasaan untuk

melakukan sesuatu, jadi kalau dikatakan Panglima Laot mempunyai wewenang

untuk mempertahankan adat laot, mengandung arti Panglima Laot mempunyai

hak dan kekuasaan untuk mempertahankan adat laot menurut hukum negara.

Dalam Perda No. 2 Tahun 1990, persoalan kewenangan Panglima laot tidak diatur

secara tegas, tidak ada satu pasal pun dari Perda No. 2 Tahun 1990 tersebut yang

membicarakan kewenangan Panglima Laot. Satu-satunya pasal yang dapat

dijadikan acuan dalam membahas kewenangan Panglima Laot adalah pasal 1 (m).

Dalam pasal tersebut Panglima Laot ditetapkan sebagai pemimpin:

a. Adat istiadat

b. Kebiasaan-kebiasaan dalam penangkapan ikan dilaut

c. Pengaturan daerah penangkapan ikan.

d. Pengaturan tempat penambatan perahu

e. Menyelesaikan sengketa bagi hasil.

Dengan diakuinya oleh Panglima laot mendapat legalitas (keabsahan)

darisegi hukum, dengan pengakuan itu pula Panglima Laot mempunyai

Universitas Sumatera Utara

Page 45: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

kekuasaan.Pengesahan Panglima Laot dalam mempertahankan hukum adat laot,

adat dankebiasaannya menurut hukum negara.

Pengertian Adat Istiadat yang dimaksudkan itu tidak lain dari adat istiadat

yang telah dilakukan. Sebagai contoh Adat Laot yang sudah baku, pada garis

besarnya meliputi :

1. Adat perjanjian bagi hasil ikan.

2. Adat dalam penangkapan ikan.

3. Adat penyelesaian sengketa antar nelayan.

4. Adat dalam musibah di laut.

5. Adat kenduri Laot.

6. Adat dalam membantu pemerintahan.

7. Adat lingkungan

Adat 1 s/d 7 sudah jelas, karena sudah biasa dilaksanakan pada semua

daerah. Hanya saja disana-sini ada perbedaan yang tidak prinsipil, perbedaan

seperti itu sebaiknya dibiarkan saja supaya adat tidak kaku. Akan tetapi mengenai

pantangan perlu dipikirkan lagi kegunaannya dari segi ekonomis, bila telah tidak

cocok sebaiknya ditiadakan saja. Misalnya di Bakongan (Aceh Selatan), atas dasar

keputusan camat para nelayan pantang turun ke laut pada hari hari raya haji (Idul

Adha) selama 7 hari.

2.9.2. Fungsi Panglima Laot

Universitas Sumatera Utara

Page 46: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Fungsi atau peran Panglima laot dalam hal ini merupakan tugas yang harus

dikerjakan, dalam Perda No. 2 Tahun 1990 pasal 6 telah dirincikan dan diatur

tentang peran dan fungsi Panglima Laot, yaitu:

1. Membantu Pemerintah dalam memperlancar pelaksanaan pembangunan.

2. Melestarikan hukum adat, adat istiadat dan kebiasaan masyarakat.

3. Memberi kedudukan hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut

keperdataan adat.

4. Menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan nilai-nilai adat.

Dalam hal ini, fungsi Panglima Laot akan memberi kedudukan hukum

menurut hukum adat terhadap hal-hal yang menyangkut keperdataan adat. Fungsi

ini secara yuridis memberi kekuasaan kepada lembaga Panglima Laot (sebagai

hasil kesepakatan bersama), untuk mengangkat hal-hal yang telah ada dalam

kebiasaanmenjadi hukum adat. Dari ketentuan pasal 6 Perda No.2 Tahun 1990

tersebut dapat diketahui pula bahwa ketentuan-ketentuan adat itu tidak bersifat

tertutup. Artinya yang dikatakan adat itu bukan hanya adat yang telah ada sejak

dahulu kala akan tetapi pada adat yang telah ada itu selalu dapat ditambah dengan

adat-adat baru, apabila dalam pelaksanaan adat laot itu dibutuhkan. Karena pada

dasarnya adat laot itu tidak bersifat tertutup, maka dapat diartikan pula menurut

pasal 6 perda No. 2 tahun 1990, menghendaki agar adat laot itu selalu

diperbaharui sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat nelayan serta

pembangunan nasional secara keseluruhan.

2.10.Penelitian Sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

Page 47: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Studi emperis Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian

(1995)dalam Yenny (2006: 18) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di

Indonesia,antara lain: Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan,

Lampung,Bengkulu, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur,Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Tengah,Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Hasil studi tersebut

menyimpulkan bahwaada enam faktor utama penyebab kemiskinan masyarakat

pedesaan di Indonesia.Faktor tersebut antara lain: 1) rendahnya kualitas sumber

daya manusia. Hal iniditunjukkan oleh rendahnya tingkat pendidikan, tingginya

angka ketergantungan,rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan

alternatif, rendahnya etos kerja,rendahnya ketrampilan dan besarnya anggota

keluarga. 2) rendahnya sumber dayafisik. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya

kualitas dan jumlah aset produksi serta modal kerja. 3) rendahnya penerapan

teknologi. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnyapenggunaan input dan mekanisasi

pertanian. 4) rendahnya potensi wilayah yangditunjukkan oleh rendahnya potensi

fisik dan infrastruktur. Potensi fisik ditunjukkanoleh iklim, tingkat kesuburan dan

topografi wilayah. Infrastruktur ditunjukkan olehirigasi, transportasi, pasar,

kesehatan, pendidikan, pengolahan komoditi pertanian,listrik dan fasilitas

komunikasi. 5) kurang tepatnya kebijakan yang dilakukan olehpemerintah dalam

investasi dan pengentasan kemiskinan. dan 6) kurang berperannyakelembagaan

yang ada. Kelembagaan tersebut antara lain, pamasaran, penyuluhan,dan

perkreditan.

Penelitian Both dan Firdaus dalam Yenny (2006: 19) dalam studi

empirisnyamenyimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi kemiskinan

Universitas Sumatera Utara

Page 48: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

masyarakatdi pedesaan Asia. Faktor tersebut antara lain: 1) faktor ekonomi terdiri

dari; modal, tanah, dan teknologi. 2) faktor sosial dan budaya terdiri dari

pendidikan, budaya miskin dan kesempatan kerja. 3) faktor geografis dan

lingkungan. 4) faktor pribadi terdiri dari jenis kelamin, kesehatan dan usia.

Keempat faktor tersebutmempengaruhi tingkat aksesibilitas masyarakat terhadap

pasar, fasilitas umum dankredit. Lebih lanjut Both dan Firdaus menyatakan

tingkat aksesibilitas masyarakatterhadap ketiga faktor tersebutlah yang

mempengaruhi tingkat kemiskinannya.

Smith (1979) dalam Bengen, (2001: 17) yang mengadakan

kajianpembangunan perikanan di berbagai negara di Asia serta Anderson (1979)

dalamBengen (2001: 17) yang melakukannya di negara-negara Eropa dan

Amerika Utaratiba pada kesimpulan bahwa kekakuan aset (fixity and rigidity of

fishing asset)perikanan adalah alasan utama kenapa nelayan tetap tinggal atau

bergelut dengankemiskinan dan sepertinya tidak ada upaya mereka untuk keluar

dari kemiskinan itu.Kekakuan aset tersebut adalah karena sifat aset perikanan

yang begitu rupa sehinggasulit untuk dilikuidasi atau diubah bentuk dan fungsinya

untuk digunakan bagikepentingan lain. Akibatnya pada saat produktivitas aset

tersebut rendah, nelayantidak mampu untuk mengalih fungsikan atau melikuidasi

aset tersebut. Karena itumeskipun rendah produktivitas, nelayan tetap melakukan

operasi penangkapan ikanyang sesungguhnya tidak lagi efisien secara ekonomis.

Penelitian Aldwin (2009: 198) menyimpulkan bahwa deraan hidup

yangdatang bertubi-tubi sepanjang kariernya sebagai nelayan, boleh diasumsikan

sebagaigelombang yang mempermainkan perahu di tengah laut. Perahu itu bahkan

sepertisabut kecil, tidak berdaya, terhempas terhayun oleh gelombang dan hanya

Universitas Sumatera Utara

Page 49: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

pasrahdengan kemurahan hati gelombang laut. Jika gelombang reda maka nelayan

akan bisamenarik selama beberapa waktu. Namun tetap saja mereka harus lebih

kerasberjuang, sama seperti saat mereka berjuang menghadapi gelombang

laut.Penghasilan yang diperoleh saat merapat ke dermaga untuk menjual hasil laut

yangdiperoleh, seakan tidak sebanding dengan perjuangan hidup yang mereka

alamiselama melaut. Perairan laut yang tenang diiringi riak, tiba-tiba dapat

mengubahdirinya menjadi gelombang yang siap mempermainkan perahu nelayan

tradisional.Jika keadaan sudah seperti ini, para nelayan harus upaya kuat untuk

selamat.

Mungkin tidak banyak yang mengetahui bagaimana perjuangan nelayan

menghadapi gelombang laut sewaktu mereka melaut. Sejumlah orang, toke

ikan,toke perahu yang sangat dekat dengan jaringan distribusi ikan, mungkin tidak

merasa perlu mengetahui hal ini. Bagi mereka keuntungan yang bakal diperoleh,

boleh jadi jauh lebih menarik dibincangkan dari memikirkan perjuangan dan nasib

nelaya tradisional yang mengalami deraan hidup di darat dan di laut. Toke ikan

dan toke perahu juga tidak merasa perlu memikirkan ada anak di bawah umur

yang berjuang sama kerasnya dengan orang tuanya agar mereka, anak-anak, boleh

mendapat hasil laut memuaskan dan agar mereka boleh melunasi sebagian hutang

yang sudah terbentuk sejak lama. Aspek kesehatan dan keselamatan kerja juga

luput diperhatikan. Padahal saat ini, kedua aspek itu menjadi prioritas perhatian

banyak pihak. Namun bagi nelayan, laut laksana denyut nafasnya, sumber

kehidupan yang akan mewarnai perolehan kesejahteran dari dan anggota

keluarganya. Apa yang mereka lakukan adalah melintas gelombang merajut masa

depan.

Universitas Sumatera Utara

Page 50: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

Penelitian Kusnadi (2002: 2) menyatakan kemiskinan yang diderita

olehmasyarakat nelayan bersumber dari faktor-faktor sebagai berikut:

Pertama; faktor alamiah, yakni yang berkaitan dengan fluktuasi musim-

musimpenangkapan dan struktur alamiah sumberdaya ekonomi desa. Kedua;

faktor non-alamiah, yakni berhubungan dengan keterbatasan daya jangkau

teknologi penangkapan, ketimpangan dalam sistem bagi hasil dan tidak adanya

jaminan sosial tenaga kerja yang pasti, lemahnya penguasaan jaringan pemasaran

dan belum berfungsinya lembaga koperasi nelayan yang ada serta dampak negatif

kebijakan modernisasi perikanan yang telah berlangsung sejak seperempat abat

terakhir.

Penelitian Sudarso (2008: 11) yang dilakukan di Kenjeran Surabaya,

menyimpulkan bahwa kemiskinan nelayan tradisional yang terjadi di Kenjeran

adalah disebabkan oleh faktor-faktor berikut: Pertama; rendahnya kualitas sumber

dayamanusia. Yang ditandai dari rendahnya tingkat pendidikan nelayan, kurang

memiliki ketrampilan di luar sektor perikanan. Kedua; keterbatasan modal usaha

dan teknologi penangkapan. Hal ini ditandai dari ketidakmampuan mereka dalam

menghadapi nelayan modern yang menggunakan modal besar dan teknologi

modern. Di mana nelayan modern bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak,

karena daya jangkauan pencarian ikan lebih jauh. Sementara nelayan tradisional

terbatas daya jangkauannya.

2.11. Analisis Faktor-faktor Kemiskinan Nelayan Tradisional

Dari berbagai faktor kemiskinan dan beberapa penelitian terdahulu yang telah

dikemukakan sebelumnya, maka faktor-faktor kemiskinan dapat disimpulkan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 51: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

sekaligus dijadikan sebagai faktor-faktor kemiskinan nelayan tradisional yang

akan dianalisis dalam penelitian ini. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai

berikut:

Faktor-Faktor Kemiskinan Nelayan Tradisional

KEMISKINAN

Gambar 2.2 Faktor-Faktor Kemiskinan Nelayan Tradisional

Faktor Kualitas Sumber Daya Manusia:

• Tingkat pendidikan • Ketrampilan alternatif • Pekerjaan Alternatif

Faktor Ekonomi :

• Kepemilikan Modal • Kepemilikan Tanah • Teknologi yang digunakan

Faktor Hubungan Kerja Nelayan:

• Ketergantungan pada pemilik modal • Sistem bagi hasil dengan dengan

pimilik modal • Sistem bagi hasil dengan nelayan

penumpang

Faktor Kelembagaan :

• Peranan lembaga pemasaran • Peranan lembaga penyuluhan • Peranan lembaga perkreditan

Universitas Sumatera Utara

Page 52: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan 2.1.1. Pengertian dan

2.12. Kerangka Pemikiran

Nelayan miskin

Faktor kemiskinan

Faktor Kualitas SDM

Faktor ekonomi Faktor Hubungan

Kerja Nelayan

Faktor Kelembagaan

Kemiskinan Struktural

Strategi Survival

(Bertahan)

Universitas Sumatera Utara