Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara abnormal dalam
pembuluh darah arteri yang mengangkut darah dari jantung dan
memompa keseluruh jaringan dan organ-organ pada tubuh secara terus-
menerus dalam waktu lebih dari satu periode (Irianto, 2014).
Untuk menentukan terjadi atau tidaknya hipertensi bisa dilakukan
dengan mengukur tekanan darah setidaknya dua kali pada waktu yang
berbeda. Jika dalam dua kali pengukuran tekanan darah tetap tinggi, maka
patut dicurigai bahwa orang tersebut menderita hipertensi (Lingga, 2012).
Tekanan darah pada hipertensi biasa dicatat sebagai tekanan sistolik
dan diastolik. Tekanan sistolik merupakan tekanan darah maksimun dalam
pembuluh darah arteri yang disebabkan sistoleventricular. Sedangkan
tekanan diastolik merupakan tekanan darah minimun dalam pembuluh
darah arteri yang disebabkan oleh diastoleventricular (Widyanto, 2013).
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah pada pembuluh
darah arteri, dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
diastolik ≥90 mmHg (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan penyakit yang akan menimbulkan kerusakan
yang serius apabila tidak segera diatasi, misalnya akan menyebabkan stroke
(terjadi pada otak dan akan menyebabkan kematian), menyebabkan
penyakit jantung koroner (terjadi kerusakan pada pembuluh darah
10
jantung), dan akan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri (terjadi pada otot
jantung). Hipertensi juga akan menyebabkan penyakit gagal ginjal,
penyakit pembuluh darah yang lain dan akan menyebabkan penyakit
lainnya (Ainun, Arsyad, dan Rismayanti, 2012).
2.1.2 Epidemiologi
Hipertensi merupakan gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan. Umumnya penyakit hipertensi akan terjadi pada
orang yang memiliki usia di atas 40 tahun. Hipertensi biasanya tidak
menunjukan gejala yang serius pada stadium awal atau belum
menimbulkan gangguan yang serius pada penderitanya (Gunawan, 2010).
Hal ini serupa dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Yogiantoro
(2006), bahwa hipertensi tidak memiliki gejala yang khusus sehingga
penyakit ini tidak disadari oleh penderitanya.
Pravelensi hipertensi lebih banyak ditemukan pada pria usia setengah
baya, di daerah perkotaan, daerah pantai, dan pada orang dengan kelebihan
berat badan. Pada golongan usia 55-64 tahun, penderita hipertensi sama
banyak antara wanita dan pria. Kemudian pada usia 65 tahun ke atas,
penderita hipertensi wanita lebih banyak daripada penderita pria.
Pravelensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi, selain itu akibat yang akan
ditimbulkan apabila tidak segera diatasi akan menjadi masalah kesehatan
yang serius. Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko yang paling
berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskuler dan pembuluh
darah (Kemenkes, 2012).
Penyakit ini menjadi masalah utama terhadap kesehatan masyarakat
yang ada di Indonesia maupun beberapa negara di dunia. Diperkirakan
11
sekitar seperempat jumlah penduduk di Indonesia pada tahun 2014
berkisar 253,6 juta jiwa yang menderita hipertensi dengan kisaran 31,7%
lebih dari 80,3 juta penduduk Indonesia (BPJS Kesehatan, 2014).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut World Heart Organization (WHO) pada tahun 2013, batas
normal dari tekanan darah sistolik yaitu <120 mmHg dan tekanan darah
diastolik <80 mmHg. Seseorang dikatakan hipertensi bila memiliki
tekanan darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90
mmHg. Berdasarkan The Joint National Commite VIII tahun 2014, tekanan
darah diklasifikasikan berdasarkan usia dan penyakit. Diantaranya adalah
Tabel 2 1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan The Joint National Commite VIII Tahun 2014
Batasan tekanan darah (mmHg)
Kategori
≥150/90 mmHg Usia ≥60 tahun tidak mempunyai penyakit diabetes dan cronic kidney disease
≥140/90 mmHg Usia 19-59 tanpa penyakit penyerta
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit ginjal
≥140/90 mmHg Usia ≥18 tahun dengan penyakit diabetes
Sumber : The Joint National Commite VIII 2014
Klasifikasi hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi
primer merupakan peningkatan tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia
18 tahun ke atas dengan penyebab yang tidak diketahui. Beberapa faktor
yang diduga berkaitan dengan hipertensi primer adalah genetik, jenis
kelamin, usia, diet, berat badan, dan gaya hidup (Chandra, 2014).
12
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh kondisi
lain pada satu organ atau sistem tubuh, misalnya penyakit ginjal
(Noviyanti, 2015).
2.1.4 Etiologi
Menurut Irianto (2014) dan Padila (2013), penyebab hipertensi dibagi
menjadi dua golongan yaitu :
a. Hipertensi esensial (primer)
Hipertensi esensial atau hipertensi primer merupakan peningkatan tekanan
darah yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik. Ada beberapa
faktor resiko yang diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi
esensial atau primer seperti berikut:
1) Genetik
Individu yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi juga dapat
beresiko tinggi untuk mempunyai hipertensi, terutama pada hipertensi
primer. Faktor genetik ini juga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, yang akan menyebabkan individu menderita hipertensi.
Menurut Davidson bila kedua orang tuanya memiliki hipertensi, maka
sekitar 45% akan turun ke anak-anaknya dan bilah salah satu orang tua
memiliki hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya. Faktor
genetik tidak dapat dikendalikan, jika ada keluarga yang memiliki riwayat
tekanan darah tinggi atau hipertensi (Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
2) Usia
Tekanan darah normal bervariasi sepanjang hidup. Usia
mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan bertambahnya usia, maka
resiko terkena hipertensi akan menjadi lebih besar. Sehingga pravelensi
13
hipertensi di pada lansia cukup tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian
di atas usia 65 tahun (Depkes, 2006).
Tekanan darah pada orang dewasa cenderung meningkat seiring
dengan pertambahan usia. Standar normal tekanan darah untuk remaja dan
usia baya adalah 120/80 mmHg. Tekanan sistolik lansia akan meningkat
sehubungan dengan penurunan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah
normalnya 140/90 mmHg (Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
3) Jenis kelamin
Faktor gender sangat berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana
laki-laki lebih banyak yang terkena hipertensi dibandingkan perempuan.
Laki-laki berusia sekitar 35-50 tahun beresiko tinggi megalami hipertensi,
hal tersebut di karenakan laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung
tidak sehat. Kemudian, ketika wanita sudah mengalami menopause
pravealensi hipertensi pada wanita akan meningkat. Wanitas di atas usia 65
tahun, hipertensi pada wanita akan mengalami peningkatan dibandingkan
pria, hal itu tersebut diakibatkan faktor hormonal (Irianto, 2014 ; Padila,
2013).
4) Konsumsi garam dan natrium berlebihan
Mengkonsumsi garam atau natrium berlebihan berhubungan dengan
hipertensi, karena kelebihan natrium atau garam dapat menyebabkan
jumblah natrium dalam sel meningkat sehingga dapat mengganggu
keseimbangan cairan di dalam tubuh.
Natrium memiliki sifat menahan air atau cairan didalam tubuh
sebelum dikeluarkan menjadi air seni. Saat konsumsi kadar garam
berlebihan, maka tubuh akan berusaha untuk menetralkan dengan cara
14
menstimulus otak untuk merasakan haus dan akan mendorong manusia
untuk banyak minum, dengan demikian volume darah akan meningkat
karena sifat garam yaitu mengikat air. Peningkatan volume darah
disebabkan oleh banyaknya kandungan cairan di dalam darah yang
seharusnya dibuang oleh ginjal melalui air seni, namun karena kadar garam
meningkat dalam tubuh, air tersebut akan dipertahankan oleh tubuh
karena sifat lain dari garam adalah antidiuretik yang menyebabkan ginjal
menyerap kembali sebagian air yang sudah disaring sebelum dikeluarkan
menjadi air seni. Masuknya jumblah air yang sangat besar ke dalam
pembuluh darah akan menyebabkan volume darah yang terdapat pada
sistem peredaran darah meningkat. Apabila volume darah terjadi
peningkatan secara otomatis aliran darah juga akan meningkat, sedangkan
ukuran pembuluh darah akan tetap dan akibatnya akan terjadi peningkatan
tekanan darah di dinding pembuluh darah yang akan menyebabkan
hipertensi (Sari, 2017).
Mengkonsumsi garam berlebihan juga dapat menyebabkan keracunan
dan edema. Faktor ini dapat dikendalikan oleh penderita dengan cara
mengurangi konsumsi garam dan lemak (Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
5) Hiperlipidemia/hiperkoletrolemia
Mengkonsumsi lemak secara berlebihan dapat menyebabkan kadar
kolesterol dalam darah akan meningkat. Kolestrol adalah faktor penting
yang dapat mengakibatkan arteroklerosis atau penebalan dinding pada
pembuluh arteri, arteroklerosis dan akan menyebabkan hipertrofi.
Hipertrofi merupakan peningkatan massa otot atau kekakuan pada
15
pembuluh darah arteri. Hipertrofi yang disebabkan oleh hipertensi
merupakan hipertrofi adaptip (Port, 2010).
Jika kolesterol mengalami penumpukan maka akan menyebabkan
pembentukan plak pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah akan
menyempit, karena itu pasokan darah ke jaringan-jaringan tubuh akan
berkurang dan mengalami penyumbatan. Untuk mengatasi hal tersebut,
jantung haru bekerja atau memompa lebih keras dan meningkatkan
tekanan pembuluh darah agar aliran darah dapat memasok keseluruh
jaringan tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan terjadinya hipertensi
(Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
6) Obesitas
Obesitas adalah presentase abnormalitas lemak yang berlebihan dalam
tubuh yang dapat dihitung berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), yaitu
dengan cara membandingkan antara berat badan dengan tinggi badan.
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi,
karena pada orang yang memiliki kelebihan berat badan terdapat
penumpukan lemak didalam darahnya sehingga tidak dapat memperlancar
aliran darah dan membuat aktivitas fisik berkurang, akibatnya jantung akan
bekerja lebih keras dalam memompa darah.
Kemudian pada orang yang mengalami obesitas mengalami massa
tubuh yang berlebih maka semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk
memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh, sehingga volume darah
yang beredar ke pembuluh darah akan meningkat sehingga akan
menyebabkan tekanan lebih besar ke dinding arteri. Selain itu, obesitas
juga dapat menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung dan kadar
16
insulin dalam darah. Hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Faktor ini dapat dikendalikan, dimana orang tersebut bisa
menjaga dan mengurangi berat badan agar tetap dalam keadaan normal
atau ideal (Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
7) Pola hidup
Faktor penyebab hipertensi yang sangat berpengaruh dalam pola
hidup seseorang yaitu, merokok, dan konsumsi alkohol. Merokok
sangatlah berkaitan erat dengan terjadinya hipertensi, dimana didalam
rokok tersebut terdapat zat-zat beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap. Ketika zat beracun tersebut masuk ke dalam
aliran darah arteri akan menyebabkan proses arteroklerosis dan tekanan
darah tinggi. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen berkurang untuk disuplai ke otot-otot jantung.
Merokok pada penderita hipertensi akan semakin meningkatkan
kerusakan pada pembuluh darah arteri.
Kemudian konsumsi alkohol, pengaruh konsumsi alkohol dibuktikan
dapat meningkatkan tekanan darah, mekanisme peningkatan tekanan
darah akibat alkohol masih belum diketahui. Namun, diduga konsumsi
alkohol dapat meningkatkan kadar kortisol dan meningkatkan volume sel
darah merah serta terjadinya kekentalan darah yang akan menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Kedua faktor ini dapat dikendalikan dengan
cara menerapkan pola hidup yang sehat yaitu dengan cara menghindari
dan tidak mengkonsumsinya (Irianto, 2014 ; Padila, 2013).
17
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah peningkatan tekanan darah yang
disebabkan oleh suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit
ginjal atau gangguan tiroid. Gangguan pada ginjal yang lebih sering dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah adalah penyempitan pada
pembuluh darah arteri pada ginjal, yang merupakan pembuluh darah
utama yang berfungsi untuk menyuplai darah ke kedua organ ginjal. Bila
pasokan darah ke ginjal menurun maka ginjal akan memproduksi zat-zat
yang dapat meningkatkan tekanan darah, serta gangguan yang terjadi pada
tiroid juga dapat merangsang aktivitas jantung untuk meningkatkan
produksi darah yang mengakibatkan peningkatan resistensi pembuluh
darah sehingga akan menyebabkan hipertensi (Noviyanti, 2015).
2.1.5 Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik merupakan hasil dari perkalian cardac output
atau curah jantung dengan total tahapan perifer. Curah jantung diperoleh
dari perkalian antara stroke volume dengan heart rate atau denyut jantung.
Pengaturan tahap perifer yaitu dipertahankan oleh sistem saraf otonom
dan sisrkulasi hormon. Terdapat empat sistem kontrol yang berperan
dalam mempertahankan tekanan darah antara lain, sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan
autoregulasi (Udjianti, 2010).
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi respon pembuluh
darah terhadap rangsangan vasokontriksi seperti kecemasan dan
ketakutan. Penderita hipertensi sangat sensitif terhadap nonepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal itu bisa terjadi (Padila,
18
2013). Meskipun penyebab dari hipertensi belum diketahui, banyak fakto-
faktor yang diduga berperan dalam genesis hipertensi, seperti faktor psikis,
sistem saraf, pembuluh darah jantung, kortikosteroid, katekolamin,
angiotensin, sodium, dan air (Syamsudin, 2011).
Hipertensi yang sudah terjadi lama akan meningkatkan beban kerja
jantung yang disebabkan peningkatan resisten terhadap ventrikel kiri.
Untuk meningkatkan kekuatan kontrkasi, ventrikel kiri mengalami
hipertropi sehingga oksigen pada jantung, dan cairan pada jantung
meningkat dan menyebabkan beban jentung akan meningkat. Dilatasi dan
kegagalan jantung dapat terjadi dikarenakan keadaan hipertrofi tidak lagi
mampu mempertahankan curah jantung yang memadai. Hipertensi
memicu adanya aterosklerosis arteri koronaria, sehingga jantung akan
mengalami gangguan lebih lanjut yang disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke dalam miokardium dan terjadi angina pectoris atau infark
miokard. Hipertensi juga dapat menyebabkan kerusakapan pada
pembuluh darah yang semakin mempercepat proses arterosklerosis serta
kerusakan organ, seperti cidera pada retina, gagal ginjal, stroke, dan
aneurisma serta diseksi pada aorta (Kowalak, 2011).
2.1.6 Manifestasi klinis
Menurut Pudjiastuti (2013) tanda dan gejala hipertensi adalah sebagai
berikut :
a. Penglihatan kabur dikarenakan kerusakan pada retina
b. Sakit kepala
c. Mual dan muntah diakibatkan peningkatan tekanan kranial
d. Edema dependent
19
e. Adanya pembengkakan diakibatkan peningkatan tekanan kapiler
Menurut penjelasan dari Nurarif dan Kusuma (2013), tanda dan gejala
hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Tidak ada gejala
Tidak terdapat tanda dan gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
b. Gejala yang sering muncul
Gejala terlazim atau sering muncul terhadap hipertensi yaitu adanya nyeri
kepala dan merasa kelelahan.
2.1.7 Komplikasi dan penyakit penyerta
Seperti penyakit kronis lainnya, pada hipertensi pun terdapat beberapa
penyakit yang menyertai (penyakit penyerta) dan timbul secara bersamaan
sehingga berpotensi dapat memperburuk kerusakan organ, berikut adalah
komplikasi dan penyakit penyerta dari hipertensi.
a. Komplikasi
Penderita hipertensi beresiko tinggi terserang penyakit lain atau yang
disebut dengan komplikasi. Beberapa komplikasi penyakit lain yang akan
muncul akibat hipertensi anatara lain sebagai berikut :
1) Penyakit jantung koroner
Hipertensi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit
jantung, dan menyebabkan 9,4 juta orang di seluruh dunia meninggal
setiap tahun (Hien, Tam, Derese, & Devroey, 2018). Penyakit jantung
koroner merupakan suatu keadaan dimana berkurangnya suplai darah ke
jantung dikarenakan tersumbatnya pembuluh darah arteri oleh
atherosklerosis yang dapat menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler
20
perifer sehingga dapat meningkatkan afterload. Pada penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan mengendor dan
berkurang elastisitasnya (Wijaya & Putri, 2013)
2) Gagal jantung
Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung tidak mampu untuk
mempertahankan peredaran darah dan memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan jaringan oksigen dan nutrisi. Tanda-tanda adanya komplikasi
yaitu sesak napas, napas pendek atau terputus-putus, dan terjadi
pembengkakan pada tungkai bawah dan kaki (Wijaya & Putri, 2013)
3) Kerusakan pembuluh darah otak
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hipertensi merupakan
penyebab utama terjadinya kerusakan pada pembuluh darah otak. Ada dua
jenis kerusakan yang ditimbulkan, yaitu pecahnya pembuluh darah dan
rusaknya pembuluh darah. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis
apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke suluruh tuubuh menjadi berkurang
(Ardiansyah, 2012).
4) Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan peristiwa dimana fungsi ginjal gagal untuk
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang
berlangsung secara perlahan dan penyebabnya berlangsung lama sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan dan dapat menyebabkan gejala sakit
(Wijaya & Putri, 2013). Gagal ginjal dapat terjadi pada pasien hipertensi
21
dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler
glomerulus (Ardiansyah, 2012).
b. Penyakit penyerta
Hipertensi adalah penyakit kronis yang juga sering diikuti oleh penyakit
lain yang menyertai dan akan memperburuk kondisi organ tubuh. Penyakit
yang seringkali menjadi penyerta dari penyakit hipertensi adalah sebagi
berikut :
1) Diabetes melitus
Penyakit ini harus segera ditangani agar kadar gula penderita terkontrol.
Hal ini dapat menjauhkan penderita dari komplikasi penyakit sehingga
tidak memperberat kerusakan organ yang ditimbulkan oleh hipertensi
selain kerusakan yang diakibatkan diabetes itu sendiri (Wijaya & Putri,
2013)
2) Resisten insulin
Resisten insulin merupakan penyakit yang timbuk karena sel pada tubuh
tidak mampu memanfaatkan insulin secara maksimal yang terdapat pada
darah, sehingga glukosa pada darah tidak dapat masuk ke jaringan tubuh
seluruhnya. Hal ini banyak terjadi pada penderita yang memiliki kelebihan
berat badan atau obesitas. Jika resistensi insulin tidak segera diatasi dapat
menyebabkan timbulnya penyakit diabetes, gangguan kadar lemak dalam
darah (dislipdemia), ataupun hipertensi yang dapat merusak lapisan
pembuluh darah (Wijaya & Putri, 2013)
22
3) Hiperfungsi kelenjar tiroid atau hiperteroid
Hiperteroid merupakan penyakit endokrin yang meningkatkan
metabolisme normal di dalam tubuh dan akan menyebabkan naiknya
tekanan darah. Oleh karena itu, metabolisme dalam tubuh akan terganggu
dan meningkatnya tekanan darah perlu segera ditangani (Wijaya & Putri,
2013)
4) Rematik
Penyakit rematik jenisnya sangat beragam, bahkan lebih dari 100 jenis, dari
yang ringan sampai yang berat. Ada jenis penyakit rematik yang merusak
berbagai macam organ tubuh sehingga akibat yang ditimbulkan adalah
dapat memperparah kondisi penderita hipertensi (Wijaya & Putri, 2013)
5) Asam urat/gout/hiperuricemid
Asam urat dapat menyebabkan penyakit rematik, asam urat dapat
disebabkan oleh makanan yang banyak mengandung purin seperti hati,
jeroan, otak, kerang, kacang-kacangan, bayam, buncis, dan kembang kol.
Asam urat dapat merusak organ tubuh, misalmya merusak fungsi ginjal,
memicu pelekatan trombosist pada pembuluh darah, dan dapat
mengendap pada klep jantung (Wijaya & Putri, 2013).
6) Kadar lemak darah tinggi atau hyperlipidemia
Hiperlipidemia akan menyebabkan terjadinya penimbunan lemak pada
dinding pembuluh darah, termasuk pembuluh darah pada jantung.
Komplikasi hipertensi akan semakin parah dengan tingginya kadar lemak
dalam darah (Wijaya & Putri, 2013).
23
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
secara nonfarmakologi dan farmakologi. Penatalaksanaan hipertensi
secara nonfarmakologi terdiri dari berbagai macam cara memodifikasi gaya
hidup yaitu sebagai berikut:
a. Mengurangi konsumsi garam
Mengurangi asupan garam dapat dilakukan dengan cara diet rendah garam
yaitu dengan mengkonsumsi tidak lebih dari 100 mmol/hari (sekitar 6 gr
NaCL atau 2,4 gr garam/hari). Mengurangi konsumsi garam menjadi ½
sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebanyak 5
mmHg dan tekanan darah diastolik sebanyak 2,5 mmHg (Widjaya dan
Putri, 2013).
b. Mengurangi konsumsi alkohol
Mengkonsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah, oleh karena itu konsumsi alkohol harus dibatasi atau dikurangi. Para
peminum berat mempunyai resiko menderita hipertensi empat kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol (Wijaya dan
Putri, 2013).
c. Menghindari rokok
Merokok tidak berhubungan secara langsung dengan hipertensi, tetapi
dengan merokok dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi pada
pasien hipertensi seperti penyakit jantung dan stroke, maka dari itu perlu
menghindari rokok agar tidak memperparah penderita hipertensi (Wijaya
dan Putri, 2013).
24
d. Tidak stres
Stres memang tidak menyebabkan secara langsung menderita hipertensi,
tetapi jika stres terjadi secara berkepanjangan atau sering terjadi dapat
menyebabkan peningkatan hipertensi (Wijaya dan Putri, 2013).
Adapula terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan sebagai terapi
pendukung, misalnya terapi relaksasi, terapi aktivitas fisik, terapi dengan
aromaterapi, dan lain sebagainya. Setelah melakukan terapi
nonfarmakologi selanjutnya akan didampingi dengan terapi farmakologi,
hal ini tergantung dengan tingkat keparahan dan kondisi pasien yang
mengalami hipertensi (seperti adanya penyakit lain). Terapi farmakologi
yaitu dengan mengkonsumsi obat-obatan, salah satunya ialah obat
antihipertensi (Sunaryo, 2015).
Obat antihipertensi dapat diberikan kepada penderita berdasarkan
2 kriteria, yaitu tingkat tekanan darah sistolik dan diastolik, serta
berdasarkan tingkat resiko pada kardiovaskular. Tujuan dari penggunaan
obat antihipertensi adalah untuk menurunkan tekanan darah dan
mencegah terjadinya gangguan pada kardiovaskular dan renal (Sunaryo,
2015). Berikut adalah macam-macam obat antihipertensi yang sering
digunakan oleh penderita hipertensi :
a. Diuretik
Diuretik mengobati hipertensi dengan cara meningkatkan ekskresi natrium
dan ari melalui ginjal. Hal ini dapat mengurangi volume dan aliran balik
vena, sehingga mengurangi curah jantung. Diuretik efektif untuk
menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg dan diuretik juga dapat
25
memberikan hasil pengobatan yang signifikan bagi penderita hipertensi
primer ringan dan sedang (Katzung, 2011).
b. Angiostensin Converting Enzim (ACE inhibitor)
ACE dapat menurunkan atau menghambat pembentukan angiotensi II
(vasokonstriktor) dan menghambat pelepasan pelepasan aldosteron.
Aldosteron dapat menyebabkan peningkatan retensi natrium dan ekskresi
kalium. Contoh obat dari golongan ini adalah enapril, captopril, lisinopril,
dan lain-lain. Ekskresi dari ACE inhibitor ini dapat mengurangi retensi
natrium dan air, dapat mengurangi volume darah, dapat terjadi vasodilatasi
terutama pada otak, jantung dan ginjal (Muttaqin, 2014).
c. Calcium channel bloker
Efek darri golongan obat ini adalah pada kontraksi otot polos jantung dan
pembuluh darah. Obat ini menghalangi masuknya kalsium ke dalam otot-
otot polos dan akan mengurangi kontraksi pada otot serta juga sistem
konsuksi pada jantung. Obat calcium channel bloker adalah obat paling efektif
dalam mengurangi variabilitas pada tekanan darah. Calcium channel bloker
dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : bekerja pada miokardium yaitu
verapamil, bekerja pada otot polos pembuluh darah yaitu nifedipine,
felodipine, dan amlodipine, serta yang bekerja pada miokardium dan otot
polos sekaligus yaitu ditializem (Muttaqin, 2014).
d. Beta bloker
Beta bloker berfungsi dengan cara menghalangi ikatan noradrenalis
dengan reseptor sel, miokardium, saluran pernapasan, dan pembuluh
darah perifer. Beta bloker digunakan untuk untuk mengurangi denyut
jantung dan kekuatan kontraksi pada saat saraf simpatik terstimulasi
26
seperti pada saat olahraga dan stres, selain itu beta bloker berperan dalam
dalam menurunkan pelepasan renin pada plasma, mengurangi efek dari
noradrenalin, dan dapat menyebabkan vasodilatasi dari arteriol yang
mengurangi TPR (Sari, 2017).
2.2 Aromaterapi Bunga Mawar
2.2.1 Definisi aromaterapi
Aromaterapi merupakan gabungan kata dari aroma yang berarti harum,
bau wangi, sesuatu yang lembut, dan terapi yang berarti pengobatan atau
penanganan dari dokter dan orang-orang yang mempelajari ilmu kesehatan
(Muchtaridi, 2015). Jadi secara ilmiah dapat diartikan bahwa aromaterapi
merupakan salah satu cara pengobatan dan penyembuhan dengan
menggunakan wangi-wangian yang memiliki dampak fisiologis bagi tubuh
(Jaelani, 2009).
Aromaterapi adalah salah satu cara untuk menyembuhkan dengan
menggunakan minyak atau wangi-wangian dari suatu tumbuhan-
tumbuhan, pohon, bunga yang berbau harum dan enak. Aromaterapi
sering digunakan untuk metode pengobatan yang memiliki efek
menenangkan yang memiliki sentuhan penyembuhan dengan sifat
terapeutik (Muchtaridi, 2015).
Aromaterapi juga bisa didefinisikan sebagai penggunaan terkendali dari
esensial tanaman untuk tujuan terapeutik. Ada beberapa jenis tanaman
yang sering digunakan untuk aromaterapi yaitu, eukaliptus, bunga mawar,
lavender, geranium, pepermint, jeruk lemon, chamomile, clary sage, dan
pohon teh (Posadzki et al., 2012).
27
Terdapat beberapa cara penggunaan aromaterapi yang dapat
memberikan manfaat. Pertama yaitu aromaterapi secara inhalasi,
merupakan aromaterapi dengan cara menghirup minyak esensial sampai
pada paru-paru yang dapat memberikan manfaat secara psikologis dan
fisik. Kemdudian dengan cara dioleskan pada kulit dan dipijatkan, minyak
esensial yang diaplikasikan pada kulit dapat terabsorbsi sampai ke aliran
darah. Salah satu manfaat dari aromaterapi dengan cara dioles yaitu dapat
bekerja langsung pada bagian tubuh yang diinginkan.
2.2.2 Definisi bunga mawar
Bunga mawar yang memiliki nama latin (Rosa Hybrida L) merupakan
tanaman yang masuk ke dalam suku Rosaceae dengan kandungan minyak
atsiri terkenal harum dan aromanya. Menurut buku Pedoman Bertanam
Bunga Mawar (2010), mawar berasal dari dataran Timur Tengah, Cina, dan
Eropa bagian timur. Mawar berkembang di daerah beriklim subtropis dan
tropis (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
Mawar dijuluki sebagai ratu bunga karena keindahan, keanggunan dan
keharumannya serta memiliki banyak manfaat seperti dijadikan parfum,
bunga hias, dan aromaterapi. Aroma wangi pada bunga mawar disebabkan
karena kandungan minyak atsiri, minyak atsiri dibunga mawar
mengandung senyawa phenyl ethyl, alcohol, geraniol, nerol, dan citronello (Windi,
2014).
Aroma dari bunga mawar terbukti sangat berpengaruh dalam
penurunan tekanan darah, karena dapat memberikan rasa tenang dan rileks
sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
28
2.2.3 Mekanisme aromaterapi bunga mawar dalam perubahan tekanan
darah
Salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan aromaterapi adalah bunga
mawar. Bunga mawar dijuluki sebagai ratu bunga dikarenakan memiliki
minyak atsiri yang melimpah sehingga aroma dari bunga mawar tersebut
sangat menyengat. Minyak atsiri dari bunga mawar mengandung senyawa
phenyl ethyl, alcohol, geraniol, nerol, dan citronello (Windi, 2014).
Aromaterapi bunga mawar memiliki kandungan utama garaniol dan
linalool yang ketika dihirup akan diintrepretasikan oleh sel neuron dan
dihantarkan ke sistem limbik dan hipotalamus untuk diolah menjadi
impuls listrik. Pesan yang telah dihantarkan ke selurun tubuh dapat
memicu pelepasan substansi neurokimia pada otak. Aroma atau bau yang
wangi dan menyenangkan akan menstimulasi thalamus untuk
mengeluarkan enkefalin yang merupakan hormon yang dapat
menghilangkan rasa sakit alami dan memberikan efek relaksasi atau
perasaan tenang. Bahan-bahan dari aromatik seperti aromaterapi bunga
mawar akan merangsang sistem saraf otonom, sistem ini akan mengontrol
gerakan involunter pada sistem pernafasan dan tekanan darah. Sirkulasi
sistem saraf otonom dapat menyebabkan dilatasi arteriol sehingga dapat
melancarkan sirkulasi peredaran darah. Sistem saraf otonom berperan
penting dalam mempertahankan tekanan darah agar tetap normal, dimana
sistem ini berinteraksi dengan sistem renin dan angiotensin yang
menyebabkan terjadinya hipertensi. Aromaterapi juga dapat memberikan
perasaan tenang dan rileks pada jasmani, rohani, dan pikiran. Manfaat lain
dari aromaterapi bunga mawar adalah anti radang, menghilangkan
29
bengkak, dan dapat menetralisirkan racun (Ridho, 2015). Manfaat lain dari
aromaterapi bunga mawar yaitu, minyak astiri dari bunga mawar memiliki
anti inflamasi, anti infeksi dan aktivasi dalam penyembuhan luka. Minyak
dari bunga mawar juga dapat digunakan untuk menghilangkan sakit kepala
dan nyeri otot (Mohebitabar et al., 2017).
Prinsip kerja dari terapi ini adalah responden diminta dalam posisi
tenang, teteskan essensial bunga mawar pada kapas atau sapu tangan
sebanyak 5 tetes, dan responden diminta untuk menghirup 2-3 kali tarikan
nafas dalam secara teratur selama 10 menit. Terapi ini dilakukan selama 3
hari berturut-turut dengan waktu yang sama, bisa di lakukan pada pukul
10.00-17.00. Sebelum dan setelah melakukan intervensi, responden
dilakukan pemeriksaan tekanan darah post-test dan pre-test.
Gambar 2.1 Pathway Aromaterai Bunga Mawar
Aromaterapi Bunga Mawar Ketika dihirup terdapat senyawa molekul yang
menguap (garaniol&linalool)
Dihantarkan ke sistem limbik dan hipotalamus yang, menjadi
impuls listrik
Menstimulus thalamus untuk mengeluarkan hormon
enkefalin dan merangsang saraf otonom
Menyebabkan vasodilatasi, serta memberikan efek relaksasi
dan perasaan tenang Menstabilkan kerja jantung
Sirkulasi peredaran darah Tekanan darah ↓
30
2.2.4 SOP Aromaterapi Bunga Mawar
1. Alat dan bahan
a. Sphigmomanometer
b. Stetoskop
c. Stopwatch
d. Pipet
e. Minyak esensial bunga mawar
f. Kapas
2. Prosedur pelaksanaan
a. Atur posisi responden senyaman mungkin
b. Sebelum melakukan tindakan, ukur tekanan darah responden menggunakan alat tensi
darah (sphigmomanometer).
c. Siapkan alat dan bahan.
d. Teteskan minyak esensial bunga mawar pada kapas sebanyak 5 tetes dengan
menggunakan pipet.
e. Minta responden untuk menghirup 2-3 kali tarikan nafas dalam secara teratur dalam
waktu 10 menit.
f. Setelah melakukan tindakan, responden di istirahatkan terlebih dahulu selama 5 menit
lalu ukur kembali tekanan darah menggunakan sphigmomanometer.
g. Hasil dari pengukuran dicatat pada lembar observasi.
Sumber : (Mariza, 2016; Nidahyah, Rahmalia, Elita, 2015)