32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007). Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang 1 Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biskuit - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39716/4/Chapter II.pdf · Serat kasar Maksimum 0,5% 8. ... Terigu Biskuit dengan

  • Upload
    lekhue

  • View
    276

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biskuit

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki

kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi

industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong oleh

kenaikan konsumsi domestik. Menurut SNI 01-2973-1992 biskuit adalah produk yang

diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan

makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang

diizinkan.

Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia, baik bayi hingga dewasa

namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit komersial yang beredar di

pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang seimbang. Kebanyakan biskuit

memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang tinggi, sedangkan kandungan

protein yang relatif rendah. Biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari

adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur

padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota

besar dan pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun (Subagjo, 2007).

Secara umum bahan pembuatan biskuit adalah tepung terigu biasanya biskuit

hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit

mengandung zat gizi lainnya seperti zat fosfor, kalsium dan zat besi. Adanya

teknologi fortifikasi diharapkan biskuit tidak lagi sekedar makanan ringan yang 1

2

Universitas Sumatera Utara

mengandung zat gizi makro saja. Melalui penambahan tepung labu kuning dan ikan

lele dalam pembuatan biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi biskuit,

terlebih terhadap kandungan energi dan protein.

Biskuit yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan

agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu biskuit yang berlaku secara umum di

Indonesia yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti

pada tabel berikut ini.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

No Kriteria Uji Klasifikasi

1. Air Maksimum 5%

2. Protein Minimum 9%

3. Lemak Minimum 9.5%

4. Karbohidrat Minimum 70%

5. Abu Maksimum 1.6%

6. Logam berbahaya Negatif

7. Serat kasar Maksimum 0,5%

8. Kalori (kal/100 gr) Minimum 400

9. Bau dan rasa Normal

10. Warna Normal

Sumber: Standar Nasional Indonesia (1992).

2.1.1 Jenis dan Kandungan Gizi Biskuit

Menurut SNI 01-2973-1992, biskuit diklasifikasikan dalam 4 jenis yaitu

biskuit keras, crackers, cookies, dan wafer. Biskuit keras adalah jenis biskuit yang

dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, apabila dipatahkan penampang

potongannya bertekstur padat, dapat berkadar lemak yang tinggi atau rendah.

Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses

fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa

asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis.

Universitas Sumatera Utara

Cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,

berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampangannya bertekstur

kurang padat. Sementara wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair,

berpori-pori kasar, renyah, dan jika dipatahkan penampang potongannya berongga-

rongga serta banyak dikonsumsi oleh kalangan masyarakat mulai dari balita, anak

sekolah dan orang tua.

Berbagai penelitian mengenai pengaruh penambahan berbagai jenis tepung

dalam pembuatan biskuit telah banyak dilakukan antara lain: Penelitian Utami (2012)

yang berjudul pengaruh penambahan tepung pisang kepok terhadap daya terima

biskuit sebagai alternatif makanan tambahan anak sekolah, pada pembuatan biskuit,

kandungan kalsium dan tiamin meningkat setelah dilakukan penambahan tepung

pisang kepok.

Tabel 2.2 Kandungan Gizi Biskuit dengan Berbagai Variasi Penambahan

Tepung Pisang Kepok per 100 gram

Kandungan Gizi

No Zat Gizi

Biskuit dengan Tepung Terigu

Biskuit dengan Penambahan

Tepung Pisang Kepok 25%

Biskuit dengan Penambahan

Tepung Pisang Kepok 45%

Biskuit dengan

Penambahan Tepung Pisang

Kepok 65%

1. Kalori (kkal) 484,90 482,30 480,20 478,10 2. Karbohidrat(gr) 73,34 75,00 76,30 77,61 3. Protein (gr) 7,41 6,64 6,02 5,40 4. Lemak (gr) 19,36 19,34 19,32 19,30 5. Serat (gr) 1,44 1,35 1,27 1,20 6. Kalsium (mg) 54,07 56,31 58,11 58,89

Selain itu, penelitian Ginting (2009), yang berjudul pemanfaatan ubi jalar

orange sebagai bahan pembuat biskuit untuk alternatif makanan tambahan anak

sekolah dasar di Desa Ujung Bawang Kecamatan Dolok Silau Kabupaten

Simalungun. Zat gizi biskuit dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Komposisi Gizi Biskuit Ubi Jalar Orange dalam 100 gram

No. Zat Gizi Kadar

1. Energi (kal) 320,00

2. Protein (g) 5,00

3. Lemak (g) 7,00

4. Karbohidrat (g) 50,10

5. Serat (g) 6,00

6. Fosfor (mg) 47,60

7. Natrium (mg) 550,00

8. Calsium (gr) 198,00

9. Vitamin A(mgc) 6.350,00

10. Vitamin B1 (mg) 0,08

11. Vitamin B2 (mg) 0,06

12. Vitamin C (mg) 25,00

Selanjutnya penelitian Febrina (2012), yang berjudul pengaruh penambahan

tepung wortel terhadap daya terima dan kadar vitamin A pada biskuit. Berdasarkan

penambahan tepung wortel terlihat peningkatan kandungan vitamin A.

Tabel 2.4 Kandungan Zat Gizi Biskuit dengan Penambahan Berbagai Variasi

Tepung Wortel per 100 gr

No Zat Gizi

Kandungan Gizi

Biskuit dgn Tepung Terigu

Biskuit Penambahan

Tepung Wortel 5%

Biskuit Penambahan

Tepung Wortel 15%

Biskuit Penambahan

Tepung Wortel 25%

1 Energi (kkal) 505,90 498,60 498,60 469,10 2 Karbohidrat (gr) 71,50 69,60 66,20 62,70 3 Protein (gr) 7,20 7,11 7,04 7,28 4 Lemak (gr) 21,60 21,50 21,50 21,50 5 Serat (gr) 6,93 7,54 8,78 10,10 6 Vitamin A (RE) 900,80 909,20 925,90 942,70

2.1.2 Bahan-Bahan Pembuat Biskuit

Bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit dibedakan menjadi bahan

pengikat (binding material) dan bahan pelembut (tenderizing material). Bahan

pengikat terdiri dari tepung, air, susu bubuk, putih telur, sedangkan bahan pelembut

Universitas Sumatera Utara

terdiri dari gula, lemak atau minyak (shortening), bahan pengembang, dan kuning

telur (Faridah, 2008). Bahan-bahan pembuatan biskuit terdiri dari :

1. Tepung terigu

Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan

memengaruhi proses pembuatan adonan, fungsi tepung adalah sebagai struktur

biskuit. Sebaiknya dalam pembuatan biskuit menggunakan tepung terigu protein

rendah (8-9%). Jika menggunakan tepung terigu jenis ini akan menghasilkan kue

yang rapuh dan kering merata.

Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam segala jenis roti, kue

kering, mie, biskuit, dan spaghetti serta mempunyai peranan yang penting dan

beragam bergantung pada sifat turunannya, kondisi tumbuh dan pemanenan. Nilai

gizi makanan asal gandum ini tergantung pada susunan kimi tepung murni pada

bahan dasarnya (Harris, 1989).

Bahan pokok dalam pembuatan biskuit adalah tepung terigu. Dipasaran saat

ini paling tidak ada 3 macam produk tepung terigu yaitu tepung terigu dengan

kandungan proteinnya 13-13%, tepung terigu dengan kandungan proteinnya 9-11%,

dan tepung terigu dengan kandungan proteinnya 7-9%. Selama pengolahan biskuit

menggunakan 100% tepung terigu. Perlu dikaji bahan baku yang digunakan untuk

biskuit tidak hanya berasal dari tepung terigu saja, melainkan disubtitusikan

(Rukmana, 1997).

2. Gula

Gula merupakan senyawa organik yang penting sebagai bahan makanan,

karena gula didalam tubuh sebagai sumber kalori. Disamping sebagai bahan makanan

Universitas Sumatera Utara

gula digunakan pula sebagai bahan pengawet makanan, bahan baku alkohol dan

pencampur obat-obatan. Gula merupakan senyawa kimia termasuk karbohidrat yang

memiliki rasa manis dan larut dalam air (Anonim, 1991).

Fungsi gula yang digunakan memberikan pengaruh terhadap tekstur dan

warna kue kering. Penggunaan gula yang tinggi dapat menyebabkan adonan keras

dan regas (mudah patah), daya lekat adonan tinggi, adonan kuat dan setelah

dipanggang bentuk kue kering menyebar.

Gula dapat berfungsi untuk memberikan rasa manis, ada beberapa gula yang

dapat ditambahkan pada produk makanan diantaranya adalah sukrosa. Sukrosa

merupakan senyawa disakarida. Secara komersial, sukrosa diproduksi dari tebu dan

bit. Berat molekul sukrosa : 342,30 titik cairnya 1860C.

3. Telur

Telur yang dipakai pada pembuatan kue kering bisa kuning telur, putih telur

atau keduanya. Kue yang menggunakan kuning telur saja akan lebih empuk,

sebaliknya bila menggunakan putih telur untuk memberi kelembaban, nilai gizi

sekaligus membangun struktur kue. Telur juga sering dipakai untuk memoles dan

untuk mengkilatkan kue. Soda kue juga bisa mengontrol kekosongan gula. Terlalu

banyak soda membuat kue, cream atau tartar dan tepung. Tujuan penambahan ini

membuat kue kering lebih renyah dan memperlebar kue kering (Anonim, 2010).

Telur juga membuat produk lebih mengembang karena dapat menangkap

udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai pengikat/pengeras. Kuning

telur bersifat sebagai pengempuk. Kuning telur atau dalam bahasa inggris disebut

dengan egg yolk merupakan bagian daripada telur dimana embrio berkembang.

Universitas Sumatera Utara

Kuning telur dikelilingi oleh putih telur (albumen atau ovalbumin). Sebagai makanan,

kuning telur merupakan sumber utama beberapa vitamin dan mineral. Kuning telur

juga banyak mengandung lemak, kolesterol dan protein. Telur digunakan untuk

menambah rasa dan warna.

4. Lemak

Lemak yang biasa digunakan dalam pembuatan biskuit adalah yang berasal

dari lemak susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine). Lemak merupakan salah

satu komponen penting dalam pembuatan biskuit. Di dalam adonan, lemak

memberikan fungsi shortening dan fungsi tesktur sehingga biskuit menjadi lebih

lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

5. Garam

Garam ditambahkan untuk membangkitkan rasa lezat bahan-bahan lain yang

digunakan dalam pembuatan biskuit. Sebenarnya jumlah garam yang ditambahkan

tergantung kepada beberapa faktor, terutama jenis tepung yang dipakai. Tepung

dengan kadar protein yang lebih rendah akan membutuhkan lebih banyak garam

karena garam akan memperkuat protein.

6. Bahan Pengembang

Kelompok leavening agents (pengembang adonan) merupakan kelompok

senyawa kimia yang akan terurai menghasilkan gas di dalam adonan. Salah satu yang

sering digunakan dalam pengolahan biskuit adalah baking powder. Baking powder

memiliki sifat cepat larut pada suhu kamar dan tahan selama pengolahan. Fungsi

bahan pengembang adalah untuk mengembangkan adonan, sehingga menjadi ringan

dan berpori, menghasilkan biskuit yang renyah dan halus teksturnya (Faridah, 2008).

Universitas Sumatera Utara

7. Susu Bubuk

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk. Susu

bubuk berupa serbuk atau seperti tepung ini memiliki reaksi mengikat terhadap

protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu bubuk ini hanya digunakan sekitar 10

gram. Susu bubuk berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta

menambah nilai gizi produk.

2.1.3 Proses Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran

(mixing), pembentukan (forming) dan pemanggangan (bucking). Tahap pencampuran

bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk

memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus.

Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage dan continius. Pada

metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan.

Pada multiple-stage, terdiri dari dua tahap atau lebih, pertama yang dicampur adalah

lemak dan gula, kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada

metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan

meminimalkan karena proses yang kontinu. Pencampuran adonan cookies biasanya

diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method)

kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembangan dimasukkan.

Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran

yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk dengan lembaran-lembaran dan dipotong-

potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak

selanjutnya dipanggang dalam oven. Pemanggangan merupakan hal yang penting dari

Universitas Sumatera Utara

seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Suhu oven untuk

proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang

dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunannya. Pada umumnya suhu

pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit.

Dalam pembuatan biskuit yang baik ada beberapa hal yang harus diperhatikan

yaitu :

1. Pilih tepung berprotein rendah dengan jumlah yang tepat. Jumlah tepung yang

terlalu banyak akan membuat biskuit bertekstur keras. Sebaliknya, jika tepungnya

kurang akan menghasilkan biskuit yang tidak renyah.

2. Gula juga memegang peran penting, sebaiknya gula diganti dengan bahan yang

rendah kalori atau dimodifikasi dengan bahan yang mempunyai cita rasa manis,

misalnya gula dari buah-buahan.

3. Bahan lemak yang biasanya menggunakan margarin, mentega atau minyak. Jumlah

yang digunakan sesuai dengan kebutuhan kesehatan tubuh.

4. Telur merupakan bahan pokok dalam pembuatan biskuit, telur dapat menggunakan

bagian putih atau kuningnya saja. Jika kuningnya yang digunakan, pilih telur yang

dalam pembuatan biskuitnya rendah kolesterolnya.

5. Bahan pemuai terkadang diperlukan dalam pembuatan kue kering. Bahan ini dapat

menjadikan kue bertambah renyah.

6. Bahan tambahan lain dapat dipadukan agar mengahsilkan kue yang berkualitas.

Misalnya susu, kulit jeruk, rempah-rempah, kacang-kacangan, dan lain

sebagainya. Sebaiknya pilih susu kedelai yang mempunyai banyak manfaat

sebagai penangkal radikal bebas penyebab kanker, menurunkan kolesterol dalam

Universitas Sumatera Utara

darah, menghindari penyakit jantung koroner, mengurangi tekanan darah tinggi,

membantu, mengurangi keluhan pada masa menopause dan mencegah

osteoporosis (Muaris, 2007).

Salah satu resep dalam membuat biskuit adalah:

1. Tepung terigu 250 gram

2. Gula halus 125 gram

3. Mentega 100 gram

4. Tepung Meizena 10 gram

5. Susu bubuk 25 gram

6. Baking Powder ½ sdt

7. Garam ½ sdt

8. Kuning telur ayam 2 butir

9. Air 50 ml

Cara membuat biskuit meliputi beberapa proses, yaitu:

1. Campur mentega, kuning telur, garam, gula lalu mixer sampai rata.

2. Campur tepung terigu, baking powder, susu bubuk, dan tepung meizena lalu

diayak.

3. Campuran 1 dan campuran 2 dicampur lalu tambahkan air dan diadoni selama 15

menit.

4. Adonan dipipihkan dan dicetak sesuai selera.

5. Letakkan adonan kue yang telah dibentuk dalam loyang yang sudah diolesi

mentega.

6. Panggang adonan hingga matang.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Labu Kuning

Labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari family

Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah

akan langsung mati. Tanaman labu kuning ini telah banyak dibudidayakan di Negara-

negara Afrika, Amerika, India, Cina. Tanaman ini dapat tumbuh didataran rendah

maupun dataran tinggi. Adapun ketinggian tempat ideal adalah anatara 0 m-1500 m di

atas permukaan laut (Hendrasty, 2003).

Waluh atau buah labu perenggi adalah salah satu tanaman yang banyak

tumbuh di Indonesia yang mana penanamannya tidak sukit, baik pembibitannya,

perawatannya, hasilnya pun cukup memberikan nilai ekonomis untuk masyarakat.

Tanaman ini daapat ditanam di lahan pertanian, halaman rumah atau tanah

perkarangan yang kosong dapat kita manfaatkan. Intinya tanaman ini dapat ditanam

di daerah tropis maupun subtropics (Hidayah, 2010).

Waluh (Cucurbita moschata, Dutc, ex Poir) termasuk dalam family

Cucurbitaceae. Di Jawa Barat waluh biasanya disebut sebagai “Labu Parang”.

Tanaman tersebut merupakan tanaman setahun yang bersifat menjalar (merambat)

dengan perantara alat pemegang yang berbentuk pipih. Batangnya cukup kuat dan

panjang dipermukaan batanya terdapat bulu-bulu yang tajam (Heliyani, 1993).

Tanaman labu termasuk dalam keluarga buah labu-labuan atau Cucurbitaceae,

dan masih sekerabat dengan melon (Cucumis melo) dan mentimun (Cucumis

sativum). Biasanya yang dinamakan “labu” dalam pengertian waluh atau pumpkin.

Labu ini tergolong jenis tanaman semusim sebab setelah selesai berbuah akan mati.

Oleh karena itu tanaman labu di daerah pedesaan sering dijadikan tanaman

Universitas Sumatera Utara

tumpangsari. Tanaman labu memerlukan suhu sekitar 25-300C, labu tidak

memerlukan ketinggian tempat yang khusus. Keistimewaan lain dari tanaman labu

adalah dapat ditanam di lahan-lahan yang kering atau tegalan yang masih tersedia

luas di negara kita. Di Indonesia penyebaran labu juga telah merata, hampir di semua

kepulauan nusantara terdapat tanaman labu, karena di samping cara penanaman dan

pemeliharaannya mudah labu memang dapat menjadi sumber pangan yang dapat

diandalkan (Anonim, 2010).

Pada bagian tengah labu kuning terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat.

Biji ini berbentuk pipih dengan kedua ujungnya yang meruncing. Bentuk buah waluh

atau labu kuning ini bermacam-macam tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk

bokor (bulat pipih, beralur), oval, panjang dan piala. Berat buah waluh atau labu

kuning rata-rata 2-5 kg/buah, dan ada yang mencapai 30 kg/buah untuk waluh jenis

tertentu. Tekstur daging buah tergantung jenisnya ada yang halus, padat dan lunak

(Sudarto, 1993).

Adapun taksonomi tumbuhan diklasifikasi labu kuning adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Cucubita

Spesies : Cucubita moschata duch

Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan, sedangkan jenis

hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90 hari. Apabila ditanam secara

Universitas Sumatera Utara

monokultur, tiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim.

Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur

(15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari.

Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna hijau, sedangkan yang

lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya sekitar tiga cm dan rasanya agak

manis. Untuk labu ukuran besar, beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah.

Biji labu tua dapat dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang

(Anonim, 2010).

Tanaman labu kuning mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di

sisi tangkai daun. Berdaun tunggal, berwarna hijau, dengan letak berselang-seling,

dan bertangkai panjang. Daging bagian luar kulitnya keras, bakal buah terbenam,

berdaun buah tiga, tetapi hanya berongga satu serta berbiji banyak, seperti terdapat

pada suku timun-timunan Labu kuning merupakan satu-satunya buah yang awet atau

tahan lama. Labu kuning akan awet asalkan disimpan di tempat yang bersih dan

kering, serta tidak ada luka pada buah tersebut. Jika ada luka, labu kuning akan

mengeluarkan semacam gas yang bisa memicu terjadinya berbagai macam perubahan

di dalam buah. Labu kuning dapat disimpan selama tiga bulan tanpa ada perubahan

(Soedarya, 2006).

2.2.1 Kandungan Gizi Labu Kuning

Labu kuning atau waluh merupkan bahan pangan yang kaya vitamin A, dan

vitamin C, protein, mineral, kalsium, fosfor, kalium, zat besi, zinc, vitamin B1 serta

kabohidrat. Kandungan karbohidrat yang cukup tinggi pada labu kuning sehingga

sangat berpotensi untuk diolah menjadi tepung labu kuning.Daging buahnya pun

Universitas Sumatera Utara

mengadung antioksidan sebagai penangkal jenis kanker. Buah labu dapat digunakan

untuk berbagai jenis makanan dan cita rasanya enak. Daunnya berfungsi sebagai

sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai

penawar racun binatang berbisa, sementara itu bijinya menjadi obat cacing pita.

Selain itu kandungan serat pada buah labu kuning cukup tinggi. Labu kuning

mempunyai kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.5 Komposisi Zat Gizi Labu Kuning segar per 100 gram bahan

No Kandungan Gizi Kadar

1. Kalori (kal) 29,00 2. Protein (gr) 1,10 3. Lemak (gr) 0,30 4. Karbohidrat (gr) 6,60 5. Kalsium (mg) 45,00 6. Fosfor (mg) 64,00 7. Zat Besi (mg) 1,40 8. Vitamin A (SI) 180,00 9. Vitamin B1 (mg) 0,08 10. Vitamin C (mg) 52,00 11. Air (gr) 91,20 12. BDD (%) 77,00

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 1996

Labu kuning dianggap sebagai rajanya ß-Karoten. Keunggulan β-Karoten,

antara lain adalah dapat meningkatkan sistem imunitas serta mencegah penyakit

jantung dan kanker. Dikatakan sebagai β-Karoten sebab kandungan karotennya

sangat tinggi, seperti lutein, zeaxanthin, dan karoten, yang memberi warna kuning

pada labu kuning yang membantu melindungi tubuh dengan menetralkan molekul

oksigen jahat yan disebut juga radikal bebas (Anonim, 2011).

2.2.2 Manfaat Labu Kuning

Universitas Sumatera Utara

Labu jenis kulitnya bewarna orange atau kuning dan hijau, semakin cerah

warnanya semakin banyak pula kandungan beta-karotennya. Labu kuning juga kaya

akan vitamin A, C, E, zinc, potassium, magnesium, kalsium, serat, protein, niacin,

dan selenium serta karbohidrat. Labu kuning yang bisa mencapai ukuran besar ini

juga membawa beragam manfaat hebat untuk mencegah beragam penyakit.

Labu kuning kaya akan antioksidan β-Karoten yang bisa dijadikan sebagai anti

inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara teratur dapat mencegah

pengendepan kolesterol pada dinding arteri yang bisa menurunkan resiko stroke.

Senyawa ß-karoten, vitamin A, vitamin C dan zinc pada labu kuning berperan sebagai

obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput dan

menghaluskan kulit.

Senyawa alpha-karoten, antioksidan, lutein dan zeaxanthin pada labu kuning.

Nutrisi ini dapat mencegah penuaan dini, memelihara kesehatan mata, dan mencegah

terjadinya katarak, dan degnerasi macula yang bisa menyebabkan kebutaan.

Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran

pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan.

Kandungan potassium pada labu kuning jenis ini, dapat membantu mengurangi resiko

tingkat darah tinggi atau hipertensi dalam tubuh.

Labu kuning mengandung zinc yang baik utntuk memperkuat masa tulang dan

mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas. Dengan

mengkonsumsi labu kuning dapat mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu

kuning memiliki folat yang cukup untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil

dapat menyebabkan bayi mengalami cacat bawaan lahir seperti spina bifina. Dengan

Universitas Sumatera Utara

begitu mengkonsumsi labu kuning juga member asupan yang baik untuk kesehatan

bayi.

Labu juga memiliki manfaat untuk manfaat bagi bayi dengan kandungan gizi

serta seratnya. Teksturnya yang lembut dan dapat diolah menjadi berbaai macam

makanan atau kue dan biskuit sangat baik untuk pencernaan anak yang masih dalam

proses pertumbuhan. Berbagai kebutuhan gizi yang baik untuk tubuh anak mulai dari

vitamin A, vitamin C, vitamin B, protein, lemak, kalsium, fosfor, hidrat, kalori dan

zat besi semua terkandung dengan porsi yang baik dalam labu kuning.

2.2.3 Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60 mesh,

berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning dengan kadar air ± 13 %.

Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis glutein yang cukup tinggi

sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Sifat ini

akan sangat berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk makanan lain

yang memerlukan pengembangan volume. Tepung waluh atau labu kuning

mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk

adonan yang konsisten, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik,

sehingga produk makanan yang dihasilkan akan berkualitas baik. Karena sifatnya

yang higroskopis dalam penyimpanannya, tepung labu kuning harus dilakukan

sedemikian rupa, diusahakan agar udara dan sinar tidak menembus wadah. Jenis

kemasan yang cocok untuk tepung labu kuning yaitu plastik yang dilapisi alumunium

foil. Dengan penyimpanan ditempat yang kering, tepung labu kuning akan tahan

selama dua bulan (Hendrasty, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma khas. Secara

umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu dan tepung beras dalam

berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari tepung labu kuning mempunyai

warna dan rasa yang spesifik, sehingga lebih disukai oleh konsumen. Teknologi

pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang

dianjurkan karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit),

dibentuk, diperkaya zat gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan

modern yang serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan

air relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati.

Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi, kabohidrat ini sangat

berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein

selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan

menimbulkan kontinitas struktur adonan. Adonan pati tersebut akan mampu menahan

air walaupun yang tersedia terbatas dan hanya terjadi gelatinisasi sebagian. Granula

cukup fleksibel untuk memanjangkan gluten. Selain itu, kandungan lemak labu

kuning tidak terlalu tinggi, namun bersama gluten akan mampu membentuk adonan

(Utami, 1998).

Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase,

protase, lipase, dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi

maltose dan dekstrin, sedangkan enzim protase berperan dalam pemecahan protein

sehingga akan mempengaruhi selastisitas gluten. Tepung labu kuning mempunyai

kandungan gizi sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.6 Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning segar per 100 gram bahan

No Kandungan Gizi Kadar

1. Karbohidrat (gr) 0,08 2. Protein (gr) 5,04 3. Lemak (gr) 5,04 4. Kalsium (mg) 48,00 5. Fosfor (mg) 67,00 6. Zat Besi (mg) 2,40 7. Vitamin A (SI) 190,00 8. Vitamin B1 (mg) 0,12 9. Vitamin C (mg) 55,00 10. Air (gr) 11,14

2.3 Ikan Lele

Ikan lele banyak terdapat di perairan Indonesia. Ikan ini telah memasyarakat,

sekali pun setiap daerah menyebutknya dengan nama yang berbeda-beda. Misalnya

ikan kalang (Sumatera Barat), ikan maut (Sumatera Utara), ikan duri (Sumatera

Selatan), ikan pinlet (Kalimantan Selatan), ikan penang (Kalimantan Timur), ikan lele

atau ikan lendi (Jawa), ikan keling (Makasar), dan ikan lepi (Bugis). Dalam

perdagangan internasional ikan lele disebut catfish.

Ikan lele merupakan salah satu di antara 1.500 spesies yang termasuk subordo

Siluderia yang memiliki bentuk tubuh (badan) memanjang (Jw : gilig) dan memipih

(pipih) dibagian belakang (pangkal ekor). Kepala gepeng, berukuran relatif besar,

dan dilengkapi dengan empat pasang sungut di sekitar mulut. Ikan ini memiliki alat

bantu pernapasan yang disebut selaput labirynth, sirip perut dan sirip dubur yang

Universitas Sumatera Utara

terpisah (tidak menyatu). Pada sirip dadanya terdapat taji (patil) yang runcing dan

bergerigi Taji (patil) berfungsi sebagai alat pertahanan (membela diri), sekaligus

sebagai alat bantu untuk merayap di atas permukaan lumpur atau daratan.

Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik, permukaan kepala dan

punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang dari perut. Ikan

lele termasuk jenis ikan karnivora (pemakan daging) sekaligus omnivora (pemakan

segalanya). Ada beberapa jenis ikan lele yaitu ikan lele Clarias batrachus, Clarias

leiacanthus, Clarias nieuwhofi, dan Clarias teesmani. Clarias batrachus termasuk

jenis yang paling banyak dijumpai dan dibudidayakan di Indonesia, di samping

terdapat di alam. Ikan lele juga banyak di pelihara di Taiwan. Sementara itu, Clarias

leiachanthus, Clarias nieuwhofi dan Clarias teesmani terdapat di perairan di

Indonesia, tetapi sudah jarang ditemukan dan diduga sudah langka.

2.3.1 Kandungan gizi Ikan Lele

Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk

dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging

ikan lainnya. Kandungan gizi daging ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya.

Beberapa jenis ikan termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan lebih

baik dibandingkan dengan daging hewan lain. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila

diolah dengan baik, kandungan gizi ikan lele segar dan ikan goring menurut hasil

komposisi bahan makanan per 100 gram (Abbas, 2004).

Ikan lele mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 17,0 gram,

daging ikan lele mengandung karoten 12,070 mikro gram dan vitamin A 210 UI

(Internasional Unit). Daging ikan lele juga mengadung omega-3, vitamin D, vitamin

Universitas Sumatera Utara

B6, vitamin B12, yodium, Selenium, seng, flour. Kandungan zat gizi tersebut lebih

tinggi dibandingkan dengan jenis ikan lain.

Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele yaitu air, protein, lemak, fosfor,

kalsium, zat besi, vitamin A, vitamin B1. Air merupakan bagian terpenting dalam

struktur tubuh dan jumlahnya sekitar 60% dari berat badan. Air berperan sebagai

pelarut material zat gizi dan sebagai pembuangan ampas makanan dalam tubuh,

protein juga berperan sebagai pembentuk jaringan baru dan memperbaiki jaringan

yang rusak dalam tubuh. Protein juga berperan dalam sintesis enzim, hormon,

antibodi juga sebagai penyediaan energi, mengatur keseimbangan air dalam tubuh,

memelihara netralitas tubuh, dan mengangkut zat-zat gizi.

Lemak berfungsi sebagai penyediaan energi, melarutkan vitamin larut lemak,

juga sebagai sumber asam lemak esensial. Selain itu juga berperan dalam

pembentukan membran sel, serta melindungi organ tubuh. Fosfor juga berperan

sebagai klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan

transportasi gizi dalam tubuh. Selain itu, kalsium berperan dalam pembentukan tulang

dan membantu otot berkontraksi, jantung berdetak, darah mengalir dan sebagai sistem

syaraf mengirim rangsangan.

Zat besi membantu dalam metabolisme energi, kemampuan belajar, dan

membantu sistem kekebalan tubuh. Vitamin A berperan dalam penglihatan, fungsi

kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan dan reproduksi tubuh manusia.

Sementara thiamin berperan dalam membantu tubuh memproduksi energi dari

karbohidrat. Fungsi tersebut terdapat pada kandungan komposisi zat gizi ikan lele

sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Komposisi Gizi Ikan Lele per 100 gram Bahan

No Zat Gizi Kandungan

1 Air (gr) 76,00 2 Protein (gr) 17,00 3 Lemak (gr) 4,50 4 Karbohidrat (gr) 200,00 5 Fosfor (mg) 20,00 6 Kalsium (mg) 1,00 7 Zat Besi (mg) 150,00 8 Vitamin A (UI) 0,05 9 Vitamin B1 (mg) 0,00

Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1999

2.3.2 Manfaat Ikan Lele

Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang tulang,

membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tumbuh,

dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga manfaat

ikan lele pun dapat menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan

kolagen, disamping itu untuk perbaikan jaringan tubuh.

Komponen gizi daging ikan lele mudah dicerna dan diserap oleh tubuh manusia

bagi anak-anak maupun orang dewasa dan usia lanjut. Daging ikan lele mengandung

asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk membantu perkembangan sel

otak anak dibawah usia 12 tahun, sekaligus memelihara sel otak pada usia lanjut

(sampai usia 70 tahun). Kandungan vitamin A dan vitamin D yang dibutuhkan oleh

manusia untuk menjaga sekaligus untuk memperbaiki kesehatan mata, kulit dan

tulang.

Universitas Sumatera Utara

Daging ikan lele juga mengandung vitamin B1, B6 dan B12 yang berfungsi

untuk membantu proses metabolism, mencegah anemia, melindungi jantung dan

mencegah penyakit pada syaraf manusia. Zat besi yang mudah diserap oleh tubuh

manusia serta yodium untuk mencegah terjadinya penyakit gondok, hambatan

pertumbuhan anak. Sedangkan selenium untuk membantu metabolism tubuh dan

sebagai anti oksidan yang melindungi tubuh dari radikal bebas dan flour yang

berperan untuk memperkuat dan menyehatkan gigi.

2.3.3 Tepung Ikan Lele

Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan

sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau sisa ikan. Tepung

ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering untuk

kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling mudah dan praktis

adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya dengan sinar matahari

atau dengan mengeringan mekanis.

Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada daging

ikan. Kadar air pada daging ikan hal yang menentukan pada proses pembusukan. Bila

kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat terhambat. Bila proses

pengeringannya berjalan terus menerus, maka proses pembusukannya akan berhenti.

Pada pembuatan tepung ikan selain menggunakan metode pengeringan dapat

didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini digunakan untuk menghentikan

proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur, maupun enzim. Proses pembusukan

dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan suhu yang digunakan cukup (Moeljanto,

1982).

Universitas Sumatera Utara

Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya

yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu

tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang

rendah. Tepung ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor

(P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi

(Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Moeljanto ,1982).

Urutan pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengpresan,

pengeringan, dan penggilingan.Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya

berwarna abu-abu kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi,

warnanya berubah menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak

mempengaruhi nilai gizinya. Baunya seperti ikan yang lama-kelamaan menjadi tengik

(Ilyas, 1993).

Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang

ada dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin

serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Namun setelah mengalami pengolahan,

komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya

pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia

tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunarya 1990). Komposisi

kimia tepung ikan juga ditentukan olehjenis ikan, mutu bahan baku yang digunakan

dan cara pengolahannya (Hapsari, 2002).

Komposisi kimia tepung ikan ditentukan oleh jenis ikan yang digunakan.

Sebagai pedoman, tepung ikan yang bermutu harus mempunyai komposisi air 6%-

10%, lemak 5%-12%, protein 60%-75% . Tepung ikan dengan kadar air kurang dari

Universitas Sumatera Utara

6% sebab pada tingkat ini tepung ikan bersifat higroskopis. Brody di dalam Hapsari

(2002) mengatakan kadar air tepung ikan rata-rata 18% dengan selang terendah 6

sampai 10%. Sejenis jamur (mold) dapat tumbuh pada kadar air tepung ikan.

Tepung ikan dengan kadar protein tinggi menghasilkan kadar mineral sekitar

12% dan 33% untuk kadar protein yang rendah. Sebagian besar abu dan mineral

dalam tepung ikan berasal dari tepung-tepung ikan. Kadar mineral tepung akan tinggi

bila bahan mentahnya berasal dari sisa-sisa ikan berupa kepala dan tulang-tulang

ikan. Sebagian besar abu berupa kalsium fosfat. Tepung ikan juga mengandung trace

element, diantaranya Zn, I, Fe, Cu, Mn, dan Co. Tepung ikan lele memiliki

kandungan gizi sebagai berikut.

Tabel 2.8 Komposisi Gizi Tepung Ikan Lele per 100 gram Bahan

No Zat Gizi Kandungan

1 Air (gr) 7,99

2 Protein (gr) 19,00

3 Lemak (gr) 10,83

4 Karbohidrat (gr) 11,83

5 Fosfor (mg) 25,00

6 Kalsium (mg) 3,00

7 Zat Besi (mg) 150,00

8 Vitamin A (UI) 0,08

9 Vitamin B1 (mg) 0,00

2.4 Daya Terima Makanan

Daya terima terhadap makanan sebagai tngkat kesukaan atau ketidakkesukaan

individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam

pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan

(Dewinta, 2010). Semantara itu Menurut Rudatin (1997) yang dikutip oleh Jairani

Universitas Sumatera Utara

(2010), daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan

makanan yang disajikan.

Menurut Wirakusumah (1995), kesukaan terhadap makanan didasari oleh

sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara

persiapan, dan pemasakan makanan serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian

seseorang terhadapa kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan

kesenanganya. Perbedaan suku , pengalaman, umur, dan tingkat ekonomi seseorang

mempunyai poenilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas

makanan sulit untuk ditetapkan. Ada beberapa aspek yang dapat dinilai dari daya

terima makanan antara lain adalah :

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu

penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan

dan warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena

merupakan rangsangan pertama pada indera mata.Warna makanan yang menarik

dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut

menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh

konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan

memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Universitas Sumatera Utara

3. Rasa Makanan

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan

setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang

disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu

membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya

rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan

indera perasa.

4. Aroma Makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan

mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.

Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah

menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga

terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.5 Uji Organoleptik oleh Panelis

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian

sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih

sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat

dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal, penilaian dengan

indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur

yang paling sensitif (Soekarto, 2002).

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara

melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik

suatu komoditi, penel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang

atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi

anggota penel disebut panelis.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan.

Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang

kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan

tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala

hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak

suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Pada uji hedonik

panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan

terhadap suatu produk (Rahayu, 2001).

Untuk melaksanakan penilaian organoleptik diperlukan panel yang bertindak

sebagai instrument atau alat. Panel adalah orang atau kelompok yang bertugas

menilai sifat atau komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota

panel disebut panelis. Terdapat tujuh macam panel dalam penilaian organoleptik,

yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tak

terlatih, panel konsumen, dan panel anak-anak. Di mana masing-masing penilaian

didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik. Ada beberapa

jenis panel yang dapat dipahami adalah sebagai berikut.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang

sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif.

Universitas Sumatera Utara

Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan

yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan

sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias

dapat dihindari, penilaian efisien.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga

bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam

penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku

terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik.

Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan.

Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat sensorik tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari

kalangan terbatas dengan menguji kepekaannya terlebih dahulu.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis

suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya

diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat

kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan.

Universitas Sumatera Utara

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target

pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat

ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun.

Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk

pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara

penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau

dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap

produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy sedang

bersedih, biasa atau tertawa.

2.6 DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan)

DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) adalah suatu daftar yang memuat

angka-angka kandungan zat gizi berbagai jenis makanan, baik mentah maupun masak

atau hasil olahan yang ada di Indonesia. Daftar Komposisi Bahan Makanan memuat

sepuluh jenis zat gizi dan energi. Zat gizi tersebut meliputi protein, lemak,

karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, dan air.

Untuk memudahkan penggunaannya, bahan makanan dalam Daftar

Komposisi Bahan Makanan dikelompokkan menjadi sepuluh golongan, yaitu :

a. Serealia (padi-padian), umbi, dan hasil olahannya

b. Kacang-kacangan, biji-bijian, dan hasil olahannya

Universitas Sumatera Utara

c. Daging dan hasil olahannya

d. Telur dan hasil olahannya

e. Ikan, kerang, udang, dan hasil olahannya

f. Sayuran dan hasil olahannya

g. Buah-buahan

h. Susu dan hasilnya

i. Lemak dan minyak

j. Serba-serbi

Universitas Sumatera Utara

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Bagan diatas menjelaskan bagaimana biskuit tepung labu kuning dan ikan

lele menghasilkan kandungan zat gizi (energi dan protein) dan daya terima biskuit

tepung labu kuning dan ikan lele.

2.8 Hipotesis Penelitian

Ho1 : Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap

daya terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ha1 : Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya

terima biskuit dilihat dari indikator aroma.

Ho2 : Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap

daya terima biskuit dilihat dari indikator warna

Ha2 : Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya

terima biskuit dilihat dari indikator warna.

Ho3 : Tidak ada pengaruh penambahan labu kuning dan ikan lele terhadap daya

terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Biskuit tepung labu

kuning dan ikan lele

Kandungan Zat gizi

(Energi dan protein

Daya terima biskuit

tepung labu kuning dan ikan

lele

Universitas Sumatera Utara

Ha3 : Ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya

terima biskuit dilihat dari indikator rasa.

Ho4 : Tidak ada pengaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap

daya terima biskuit dilihat dari indikator tekstur.

Ha4 : Ada penggaruh penambahan tepung labu kuning dan ikan lele terhadap daya

terima dilihat dari indikator tekstur.

Universitas Sumatera Utara