33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL 2.1. Definisi Investasi Investasi merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses pembangunan ekonomi. Investasi bahkan disebut sebagai kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Sekali proses ini berjalan, ia akan senantiasa menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini berjalan melewati 3 tingkatan (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan kemampuan untuk menabung;(2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk menggalakan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang dapat diinvestasi swastakan; (3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi swasta dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukan modal juga berarti pembentukan keahlian karena keahlian kerapkali berkembang sebagai akibat pembetukan modal (Jhingan, 2007). Investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas memproduksi suatu perekonomian (Sukirno, 2006). 2.2. Peranan Investasi 2.2.1. Model Vicious Circle Profesor Nurkse mengatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) pada pokoknya berasal dari fakta bahwa produktivitas total di negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak sempurna, dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran setan tersebut kalau dilihat dari sudut permintaan adalah rendahnya tingkat pendapatan nyata yang menyebabkan tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun

BAB II Tinjauan Pustaka_ 2011 Investasi

Embed Size (px)

Citation preview

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL

2.1. Definisi Investasi

Investasi merupakan faktor paling penting dan strategis di dalam proses

pembangunan ekonomi. Investasi bahkan disebut sebagai kunci utama menuju

pembangunan ekonomi. Sekali proses ini berjalan, ia akan senantiasa

menggumpal dan menghidupi dirinya sendiri. Proses ini berjalan melewati 3

tingkatan (1) kenaikan volume tabungan nyata yang tergantung pada kemauan dan

kemampuan untuk menabung;(2) keberadaan lembaga kredit dan keuangan untuk

menggalakan dan menyalurkan tabungan agar dapat dialihkan menjadi dana yang

dapat diinvestasi swastakan; (3) penggunaan tabungan untuk tujuan investasi

swasta dalam barang-barang modal pada perusahaan. Pembentukan modal juga

berarti pembentukan keahlian karena keahlian kerapkali berkembang sebagai

akibat pembetukan modal (Jhingan, 2007).

Investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang

modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan

terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan

digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa depan. Dengan kata lain,

investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas

memproduksi suatu perekonomian (Sukirno, 2006).

2.2. Peranan Investasi

2.2.1. Model Vicious Circle

Profesor Nurkse mengatakan bahwa lingkaran setan kemiskinan (vicious

circle of poverty) pada pokoknya berasal dari fakta bahwa produktivitas total di

negara terbelakang sangat rendah sebagai akibat kekurangan modal, pasar yang tidak

sempurna, dan keterbelakangan perekonomian. Lingkaran setan tersebut kalau dilihat

dari sudut permintaan adalah rendahnya tingkat pendapatan nyata yang menyebabkan

tingkat permintaan menjadi rendah, sehingga pada gilirannya tingkat investasi pun

 10  

rendah. Tingkat investasi yang rendah kembali menyebabkan modal kurang dan

produktivitas rendah (Gambar 6). Produktivitas rendah tercermin di dalam

pendapatan yang rendah. Pendapatan nyata rendah berarti tingkat tabungan juga

rendah.

Tingkat tabungan yang rendah menyebabkan tingkat investasi rendah dan

modal kurang. Kekurangan modal pada gilirannya bermuara pada produktivitas yang

rendah. Dengan demikian lingkatan setan itu lengkaplah pula kalau dilihat dari sudut

penawaran. Lingkaran ini dilukiskan di dalam Gambar 7, tingkat pendapatan rendah,

yang mencerminkan rendahnya investasi dan kurangnya modal merupakan ciri umum

kedua lingkaran tersebut (Jhingan, 2007).

Gambar 6 Vicious Circle Permintaan

Gambar 7 Vicious Circle Penawaran

2.2.2. Model Keynesian

Permintaan efektif menentukan keseimbangan pekerjaan dan pendapatan.

Permintaan efektif ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama

dengan penawaran agregat. Permintaan efektif terdiri atas permintaan konsumsi

dan permintaan investasi. Volume investasi tergantung pada efisiensi marginal

dari modal dan suku bunga. Efisiensi marginal modal merupakan tingkat hasil

yang diharapkan dari aktiva modal baru. Sedangkan suku bunga yang merupakan

faktor kedua dari investasi tergantung pada kuantitas. Naiknya kecenderungan

berkonsumsi dapat mengakibatkan kenaikan pada pekerjaan tanpa kenaikan pada

investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya pendapatan, dan karena

pendapatan meningkat, muncul permintaan yang lebih banyak atas barang

konsumsi yang pada gilirannya menyebabkan kenaikan berikutnya pada

Produktivitas Rendah

Pendapatan Rendah

Permintaan Rendah

Investasi Rendah

Kurang Modal

Produktivitas Rendah

Pendapatan Rendah

Tabungan Rendah

Investasi Rendah

Kurang Modal

 11 

 

 

pendapatan dan pekerjaan. Akibatnya kenaikan tertentu pada investasi

menyebabkan kenaikan yang berlipat pada pendapatan melalui kecenderungan

berkonsumsi. Hubungan antara kenaikan investasi dan pendapatan ini oleh

Keynes disebut multiplier K pengali.

Rumusnya adalah :

∆Y = K. ∆I dan 1 – K mewakili kecenderungan marginal

mengkonsumsi.

Jadi K = MPC

2.2.3. Model Harrod-Domar

Harrod dan Domar memberikan peranan kunci kepada invetasi di dalam

proses perrtumbuhan ekonomi, khususnya mengenai watak ganda yang dimiliki

investasi. Pertama, ia menciptakan pendapatan, dan kedua, ia memperbesar

kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok modal. Yang

pertama dapat disebut sebagai “dampak permintaan” dan yang kedua “dampak

penawaran” (Sukirno, 2007).

Domar membangun modelnya di sekitar pertanyaan ‘karena investasi di

satu pihak menghasilkan pendapatan dan di pihak lain menaikan kapasitas

produktif, maka pada laju berapakah investasi harus meningkat agar kenaikan

pendapatan sama dengan kenaikan di dalam kapasitas produktif, sehingga

pekerjaan penuh dapat dipertahankan?.

Domar menjawab pertanyaan ini dengan mempererat kaitan antara

penawaran agregat dengan permintaan agregat melalui investasi. Domar

menjelaskan sisi penawaran tersebut sebagai berikut jika I adalah laju investasi

tahunan dan s adalah kapasitas produksi tahunan per dolar modal yang baru

ditanam rata-rata (yang menggambarkan rasio kenaikan pendapatan nyata atau

output terhadap kenaikan modal output marginal). Jadi kapasitas produktif dolar I

yang diinvestasikan adalah I.s dollar per tahun.

Tetapi sebagian investasi baru akan mengorbankan investasi lama, karena

itu investasi baru akan bersaing dengan investasi lama di pasar tenaga buruh dan

faktor-faktor lain. Sehingga kenaikan output tahunan dari perekonomia akan

 12  

sedikit lebih kecil daripada I.s. hal ini dapat dinyatakan dengan Iσ, dimana σ

menggambarkan potensi netto produktivitas rata-rata soaial dari investasi (=∆Y/I).

Oleh karena itu Iσ lebih kecil dari I.s.

Sedangkan sisi permintaan dijelaskan dengan multiplier Keynesian.

Misalkan kenaikan rata-rata pendapatan kita nyatakan dengan ∆Y, dana kenaikan

dalam investasi dengan ∆I dan kecenderungan menabung dengan α (=∆ /∆Y).

Maka kenaikan pendapatan itu akan sama dengan multiplaktor (1/α) kali kenaikan

dalam investasi.

∆Y = ∆I

Untuk mempertahankan tingkat ekulibrium pendapatan pada pekerjaan

penuh, permintaan agregat harus sama dengan penawaran agregat, maka

persamaan dasar modelnya adalah :

∆I = Iσ

Dengan membagi kedua ruas persamaan dengan I dan mengalikannya

dengan α akan didapatkan sebagai berikut : ∆II = ασ

Persamaan ini menunjukan bahwa untuk mempertahankan pekerjaan

penuh laju pertumbuhan investasi autonomous netto (∆I/I) harus sama dengan ασ

(MPS kali produktivitas modal). Inilah batas kecepatan laju investasi yang

diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka

mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang mantap pada pekerjaan penuh.

Ys0 = Y0 Ys1 Sumber : Ekonomi Pembangunan, 2007

Gambar 8 Teori Investasi Harord Domar dalam Grafik

I + ∆I   

S

S0I 

S,I

∆I

Y 0

 13 

 

 

Menurut Harord–Domar penananaman modal sebesar I menyebabkan

pada masa berikutnya kapasitas barang-barang modal bertambah sebesar ∆Ys

= ∆I. Di dalam Gambar 8 kenaikan tersebut berarti kenaikan kapasitas barang-

barang modal dari Ys0 menjadi Ys1. Supaya kapasitas barang-barang modal yang

telah menjadi Ys1 tersebut sepenuhnya digunakan, penanaman modal dalam tahun

tersebut harus mencapai I + ∆I (Sukirno, 2007).

Dari ketiga teori tersebut diatas, dapat diambil sebuah konklusi bahwa

peranan investasi sangat besar dalam mempengaruhi perekonomian suatu daerah,

dampak dari investasi tidak hanya bisa dilihat dari satu sudut yaitu produktivitas

(sudut penawaran) tapi juga sisi permintaan yaitu menciptakan pendapatan bahkan

menciptakan lapangan kerja, sehingga bisa dikatakan juga bahwa investasi

mempunyai multiplier yang bisa membuat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.

2.3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap investasi

2.3.1. Komisi Pengawas Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi,

sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya tarik daerah

terhadap investasi lihat Gambar 9, yaitu : kelembagaan, keamanan politik sosial

dan budaya, potensi ekonomi daerah, tenaga kerja, dan infrastruktur (KPPOD,

2004).

1. Kelembagaan

Kelembagaan, mencakup kapasitas pemerintah dalam menjalankan fungsi-

fungsi pemerintahan dalam hal perumusan kebijakan, pelayanan publik,

kepastian dan penegakan hukum, serta pembangunan daerah. Dalam Keamanan

penelitian ini, faktor kelembagaan terbagi dalam 4 (empat) variabel, yaitu :

a. Kepastian Hukum

Yang dimaksud dengan kepastian hukum disini adalah adanya konsistensi

peraturan dan penegakan hukum di daerah. Konsistensi peraturan

ditunjukkan dengan adanya peraturan yang dapat dijadikan pedoman untuk

suatu jangka waktu yang cukup, sehingga tidak terkesan setiap pergantian

 14  

pejabat selalu diikuti pergantian peraturan yang bisa saling bertentangan.

Sedangkan penegakan hukum dilihat dari kinerja aparat penegak hukum

dalam melakukan penegakan peraturan dan keputusan sesuai dengan

peraturan tanpa membedakan subyek hukum. Termasuk dalam variabel

kepastian hukum adalah keberadaan pungutan liar diluar birokrasi yang

dapat terjadi baik di jalur distribusi maupun tempat produksi. Indikator lain

dalam variabel ini adalah hubungan antara eksekutif dan legislatif. Bilamana

hubungan kedua unsur pemerintahan itu terjalin baik maka akan kondusif

bagi kepastian hukum dalam pengertian luas (dalam praktik dunia usaha,

aturan formal bisa terabaikan ketika terjadi perselisihan antar kedua unsur

pemerintahan tersebut yang berimbas ke dunia usaha).

b. Aparatur dan Pelayanan

Yang dimaksud dengan aparatur di sini adalah orang/pejabat atau pegawai

pemerintah daerah yang melaksanakan fungsi administrasi pemerintah

daerah, yaitu menyediakan pelayanan publik, infrastruktur fisik, serta

merumuskan peraturan berupa aturan main dari aktivitas dunia usaha dan

investasi. Indikator aparatur pemda dalam pemeringkatan ini adalah

penggunaan wewenang aparat pemda dalam menjalankan peraturan.

Sedangkan dari sisi pelayanan yang diberikan aparatur pemda dilihat

kejelasan rantai birokrasi dalam hal pengurusan perizinan dan halhal lain

terkait dengan dunia usaha serta perilaku aparat pemda dalam melakukan

pelayanan.

c. Kebijakan Daerah / Peraturan Daerah

Pada prinsipnya peraturan/kebijakan daerah adalah kerangka acuan / aturan

main secara formal yang dibuat dan ditetapkan oleh pemerintah daerah

dalam mengatur aktivitas dunia usaha dan investasi. Kebijakan Daerah

dapat berupa Peraturan Daerah (Perda) dan Keputusan Kepala Daerah (SK

Bupati/Walikota) yang mengatur tentang Pajak dan Retribusi Daerah,

prosedur pelayanan kepada masyarakat, perizinan, dan lain-lain. Perda yang

mengatur mengenai prosedur pelayanan terhadap dunia usaha/investasi yang

menarik para investor antara lain yang memberikan kemudahan dalam

 15 

 

 

birokrasi pelayanan usaha, konsistensi kebijakan, harmonisasi antar produk

hukum, tidak adanya hambatan-hambatan birokrasi dan sebagainya.

Peraturan yang memuat pungutan yang baik semestinya tidak hanya sekedar

ditujukan untuk peningkatan PAD tanpa mempertimbangkan prinsip-prinsip

ekonomi, filosofi pungutan dan dampak terhadap perekonomian

berkelanjutan. Pelanggaran atas prinsip-prinsip tersebut merupakan distrorsi

bagi kegiatan usaha dan investasi. Distorsi dari pungutan tersebut bisa

terjadi pada harga komoditas, hambatan lalu lintas perdagangan antar

daerah, biaya produksi, ekonomi biaya tinggi akibat pungutan berganda atau

yang melampaui kewajaran, dan sebagainya.

d. Keuangan Daerah

Yang dimaksud Keuangan Daerah dalam penelitian ini adalah kebijakan,

strategi, dan teknik yang diterapkan oleh pemerintah daerah dalam upaya

untuk memperoleh dana, serta pembelanjaan atau pengalokasian dana-dana

tersebut untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan fungsi

atau tugas pemerintahan yang diemban oleh pemda (pelayanan,

pembangunan, dan lain-lain). Kebijakan pemerintah daerah dalam menggali

dana dan mengelola dana yang telah mereka peroleh untuk peningkatan

perekonomian daerahnya tersebut tertuang dalam APBD. Variabel keuangan

daerah ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu struktur pungutan, dan

komitment pemda dalam pembangunan. Struktur pungutan digunakan untuk

melihat upaya pemerintah daerah dalam memperoleh dana yang berasal dari

pungutan yang dilakukan kepada masyarakat, seperti melalui pajak dan

retribusi daerah serta pungutan lainnya. Dalam penelitian ini dilihat rasio

antara retribusi terhadap pajak daerah, dengan asumsi bahwa rasio retribusi

yang lebih kecil dari pajak akan mendukung dunia usaha, karena pada

umumnya struktur pungutan dalam pajak relatif lebih jelas dibanding

pungutan dalam retribusi. Sementara struktur pembelanjaan APBD

digunakan untuk melihat komitmen pemerintah daerah dalam melakukan

pelayanan publik. Rasio anggaran pembangunan terhadap pengeluaran

daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan pembangunan yang merupakan

 16  

indikasi komitmen pemerintah daerah dalam melakukan pembangunan

infrastruktur fisik yang diperlukan untuk mendukung kegiatan usaha, dan

mendorong perekonomian daerah.

2. Keamanan, Sosial, Politik dan Budaya

Yang dimaksud dengan kondisi sosial politik daerah adalah berbagai dampak

atau akibat dari hubungan timbal balik antara segi kehidupan ekonomi dengan

segi kehidupan politik, antara segi hukum dan segi kehidupan agama, segi

kehidupan politik dan keamanan dan sebagainya. Kelompok variabel ini

digunkan untuk mengukur seberapa kondusif aspek sosial, politik, keamanan,

dan budaya dalam mendukung perekonomian daerah dan daya tarik investasi

daerah.

a. Keamanan

Kondisi keamanan merupakan situasi keamanan di daerah yang

mempengaruhi kegiatan usaha/investasi, yang dapat mendukung atau

menghambat aktivitas usaha/investasi dan jaminan keselamatan jiwa

maupun harta. Kondisi keamanan dapat diukur dari rasa aman dan tingkat

gangguan keamanan terhadap dunia usaha maupun terhadap lingkungan

masyarakat tempat usaha, serta kecepatan aparat dalam menanggulangi

gangguan keamanan.

b. Sosial Politik

Kondisi sosial politik adalah keadaan di daerah yang merupakan hasil relasi

antar pranata-pranata dalam satu sistem sosial di daerah, baik antar pranata

politik dan pemerintahan, antar pranata sosial di masyarakat, maupun antar

pranata formal dalam pemerintahan maupun antara elemen-elemen

masyarakat. Beberapa aspek yang membentuk kondisi sosial politik daerah

diantaranya adalah: keterbukaan birokrasi terhadap partisipasi dunia usaha

dalam perumusan kebijakan yang menyangkut kepentingannya, konflik

sosial antar kelompok masyarakat, stabilitas politik, dan kegiatan unjuk

rasa.

 17 

 

 

c. Budaya Masyarakat

Budaya merupakan seperangkat ide atau gagasan yang dimiliki oleh

sekelompok orang dalam wilayah tertentu, yang mendasari atau mengilhami

perilaku atau tindakan orang, baik secara individu maupun kolektif dari

anggota kelompok tersebut. Yang diperlukan oleh investor yang akan masuk

ke suatu daerah adalah nilai-nilai budaya masyarakat yang terbuka terhadap

masuknya dunia usaha, adanya kondisi dimana masyarakat tidak antipati

terhadap suatu investasi usaha. Selain keterbukaan, perilaku

nondiskriminatif dari masyarakat setempat dengan perlakuan yang sama

kepada semua orang tanpa membedakan asal usul, ras, agama, gender dalam

kegiatan di setiap sektor. Etos kerja masyarakat, dalam pengertian kemauan

kerja keras, persaingan untuk berprestasi, jujur dan mau/mudah untuk

dibina; juga menjadi pertimbangan investor untuk membuka usaha di suatu

daerah. Bila masyarakat setempat mempunyai etos kerja yang baik maka

akan memudahkan investor dalam rekrutmen pekerja tanpa harus

mendatangkan tenaga kerja dari luar daerah tersebut. Hal lain yang juga

dipertimbangkan oleh investor adalah adat istiadat, khususnya adat istiadat

masyarakat setempat yang tidak mengganggu produktivitas usaha.

3. Ekonomi Daerah

Merupakan ukuran kinerja sistem ekonomi daerah secara makro.

Perekonomian daerah mencakup beberapa hal, antara lain variabel utama

makro ekonomi (seperti total outpu/ PDRB, tingkat harga, dan kesempatan

kerja) yang membentuk struktur ekonomi daerah. Perekonomian daerah

digunakan untuk mengukur daya dukung potensi ekonomi, (ketersediaan

sumber daya alam, dan lain-lain), serta struktur ekonomi terhadap kegiatan

usaha/investasi.

a. Potensi Ekonomi

Potensi ekonomi daerah : mencakup potensi fisik dan non fisik suatu

daerah/wilayah seperti penduduk/manusia, sumber daya alam, sumber daya

buatan dan sumber daya sosial. Faktor penduduk yang dianalisis dalam

kaitannya dengan daya tarik investasi daerah pertama adalah kemampuan

 18  

masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, yang dilihat dari PDRB

perkapita. PDRB perkapita merupakan nilai PDRB atas dasar harga berlaku

dibagi jumlah penduduk di suatu daerah. Kedua, potensi ekonomi dilihat

dari laju pertumbuhan ekonomi, yaitu rata-rata pertumbuhan nilai PDRB

atas dasar harga konstan dari suatu periode/tahun terhadap periode/tahun

sebelumnya. Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) digunakan

sebagai identifikasi potensi ekonomi yang menggambarkan kemampuan

masyarakat setempat dalam cakupan yang luas.

b. Struktur Ekonomi

Nilai tambah bruto seluruh sektor kegiatan ekonomi yang terjadi di suatu

daerah, digunakan untuk melihat struktur ekonomi daerah yang

bersangkutan. Basis struktur perekonomian terlihat dari kontribusi sektor-

sektor ekonomi tertentu terhadap nilai bruto seluruh sektor yang ada di

daerah tersebut (nilai tambah sektoral). Berdasarkan kontribusi sektoral

tersebut dapat dilihat apakah struktur ekonomi daerah yang bersangkutan

berbasis sumber daya alam (primer), sudah terbiasa dalam kegiatan ekonomi

produktif dan industrialisasi (sekunder), dan pada perdagangan, jasa, dan

perbankan (tersier). Indikator-indikator struktur ekonomi tersebut penting

bagi investor untuk mengetahui kegiatan ekonomi yang telah berkembang di

daerah yang bersangkutan.

4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam

pembentukan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi. Selain itu pekerja yang

merupakan sumber daya manusia adalah komponen utama dari pembangunan

karena pelaku utama pembangunan adalah manusia. Untuk melihat gambaran

tentang berapa besar nilai tambah suatu kegiatan ekonomi yang diberikan oleh

setiap pekerja pada suatu kegiatan ekonomi dapat dilihat dengan menghitung

produktivitas tenaga kerja. Beberapa hal yang berhubungan dengan

ketenagakerjaan yang dapat mempengaruhi daya tarik terhadap investasi

adalah :

 19 

 

 

a. Ketersediaan Tenaga Kerja

Untuk kegiatan investasi/usaha diperlukan adanya tenaga kerja yang cukup

tersedia, baik yang belum berpengalaman maupun yang sudah

berpengalaman. Tenaga kerja tersebut dapat diperoleh dari daerah yang

bersangkutan atau dengan mendatangkan dari daerah lain. Ketersediaan

tenaga kerja yang dibutuhkan oleh sebuah kegiatan usaha dilihat dari rasio

jumlah penduduk usia produktif; rasio pencari kerja terhadap angkatan

kerja; maupun tenaga kerja dengan basis pendidikan minimal SLTP yang

sudah memiliki pengelaman kerja.

b. Biaya Tenaga Kerja

Yaitu tingkat kompensasi untuk pekerja secara keseluruhan sebagai biaya

yang dikeluarkan oleh pengusaha, yang biasanya merupakan upah atau gaji

untuk pekerjanya. Pedoman normatif pengupahan yang ditetapkan

pemerintah UMP/UMK menjadi faktor penting bagi pengusaha dalam

mengkalkulasi bisnisnya. Selain panduan normatif yang ada, investor juga

membutuhkan ‘pasar ’ upah yang berlaku di daerah yang bersangkutan

berupa upah yang sebenarnya diterima oleh para pekerja yang mungkin bisa

lebih tinggi atau lebih rendah dari UMP/UMK; asumsinya semakin kecil

upah menjadi semakin menarik bagi investor.

c. Produktivitas Tenaga Kerja

Produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan

yang dikaitkan dengan faktor ekonomi. Secara makro hanya dapat

diperoleh produktivitas rata-rata pada sektorsektor ekonomi agregatif, bukan

besarnya produksi barang dan jasa tetapi besarnya pertumbuhan ekonomi

(PDRB). Produktivitas diukur berdasarkan besarnya PDRB di sektor

tertentu dibagi dengan jumlah pekerja di sektor tersebut. Metode ini banyak

kelemahan dan kurang akurat, namun demikian cara pengukuran seperti ini

masih memadai untuk menunjukkan kecenderungan produktivitas

kesempatan kerja.

 20  

5. Infrastruktur Fisik

Yang dimaksud dengan infrastruktur fisik adalah berbagai instalasi dan

kemudahan dasar (terutama sistem transportasi, komunikasi, dan listrik), yang

diperlukan oleh masyarakat dalam melakukan aktivitas perdagangan dan

kelancaran pergerakan orang, barang, dan jasa dari satu daerah ke daerah lain

atau ke negara lain dalam suatu kegiatan usaha. Faktor infrastruktur fisik untuk

penelitian ini dibagi menjadi dua variabel yaitu :

a. Ketersediaan Infrastruktur Fisik

Untuk kelancaran kegiatan usaha perlu didukung oleh ketersediaan

infrastruktur fisik seperti jalan raya, kereta api, pelabuhan laut dan udara,

sarana komunikasi (telpon), dan sumber

energi (listrik).

b. Kualitas dan Akses terhadap Infrastruktur Fisik

Infrastruktur fisik yang tersedia belum tentu menjamin kelancaran kegiatan

usaha. Untuk itu infrastruktur yang tersedia juga harus berada dalam

kondisi baik. Kualitas infrastuktur selain memperlihatkan kondisi fisiknya

yang siap dan layak untuk digunakan, juga ditunjukkan dengan kemudahan

akses terhadap infrastruktur yang ada.

Sumber : KPPOD 2005 

Gambar 9 Daya Tarik Investasi KPPOD

 21 

 

 

2.3.2. Bank Dunia

Dalam Laporan Pembangunan 2005, Bank Dunia lebih menekankan agar

pemerintah memperbaiki kinerjanya dalam membangun fondasi dasar dari suatu

iklim investasi yang baik melalui beberapa hal sebagai berikut (Gambar 10) :

1. Stabilitas dan kepastian hak

Iklim investasi yang baik membutuhkan stabilitas ekonomi makro yang

memadai sebelum kebijakan-kebijakan ekonomi mikro dapat memperoleh pijakan

yang cukup besar. Tingkat inflasi yang rendah, defisit anggaran yang

dipertahankan dan nilai tukar yang realistis kesemuanya merupakan hal-hal kunci.

Selain itu pemerintah juga harus fokus dengan memperkuat keamanan dari hak-

hak atas properti yaitu melakukan verifikasi hak-hak atas tanah dan bentuk

properti lainnya, memfasilitasi pelaksanaan kepatuhan terhadap kontrak atau

perjanjian, mengurangi tingkat kriminalitas, dan mengakhiri pengambilalihan

properti tanpa kompensasi.

2. Peraturan dan Perpajakan

Cara-cara pemerintah dalam mengatur dan menerapkan perpajakan

terhadap perusahaan-perusahaan dan transaksi-transaksi baik di dalam perbatasan

maupun pada garis perbatasannya memainkan suatu peran yang besar dalam

membentuk iklim investasi. Peraturan-peraturan yang baik ditujukan untuk

mengatasi kegagalan-kegagalan pasar yang menghambat investasi produktif dan

menyatukan kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat.

3. Pendanaan dan Infrastruktur

Pasar finasial apabila berfungsi dengan baik akan menghubungkan

perusahaan dengan para pemberi pinjaman dan investor yang bersedia mendanai

usaha-usaha mereka serta membagi sebagian dari resiko yang ada. Infrastruktur

yang baik akan menghubungkan perusahaan-perusahaan dengan para konsumen

dan pemasoknya serta membantu mereka untuk memanfaatkan teknik-teknik

produksi modern.

 22  

4. Para Pekerja dan Pasar Tenaga Kerja

Pemerintahan-pemerintahan di seluruh dunia memiliki tujuan yang sama

untuk dapat menyediakan pekerjaan yang lenih banyak dan lebih baik bagi

warganya. Pekerjaan adalah sumber utama pendapatan bagi masyarakat dan jalan

utama bagi masyarakat miskin untuk keluar dari kemiskinan. Merancang suatu

iklim investasi yang memberikan perusahaan-perusahaan kesempatan dan insentif

untuk berkembang adalah hal yang mendasar guna menjawab tantangan tersebut.

Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja

memainkan suatu peranan penting dalam upaya-upaya tersebut dengan

membantun menghubungkan masyarakat dengan pekerjaan.

Sumber : Laporan Pembangunan Bank Dunia 2005

Gambar 10 Faktor yang mempengaruhi iklim investasi

Secara subtansi baik penelitian KPPOD dan Bank Dunia tidak terdapat

perbedaaan yang signifikan, namun Bank Dunia lebih menekankan pada perlunya

perbaikan iklim investasi oleh suatu pemerintahan. Perbaikan iklim investasi itu

sendiri menurut Bank Dunia yang akan memicu datangnya investasi ke suatu

daerah. Jadi Bank Dunia menilai bahwa seluruh faktor perbaikan iklim investasi

menjadi tanggung jawab pemerintah. Sementara KPPOD menyoroti investasi

lebih detil lagi tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor non ekonomi.

 23 

 

 

2.4. Manajemen Strategis

Manajemen dirumuskan sebagai seni untuk menciptakan tujuan melalui

usaha-usaha orang lain. Fungsi pokok manajemen adalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan. Sesungguhnya berbagai kegiatan manusia

menghendaki berbagai bentuk manajemen. Semakin kompleks kegiatan manusia,

maka semakin kompleks jugalah tugas manajemen (Soesilo, 2002).

Menurut Einsiedel, strategi berasal dari kata latin strategia (kantor dari

Jenderal), dapat juga dinggap berasal dari kara Perancis strategos yang artinya

adalah seni memperalat atau mempekerjakan tindakan-tindakan atau “strategems”

menuju ke arah sebuah tujuan (Soesilo, 2002).

Henry Mintzberg dengan pendekatan yang baru mengatakan bahwa

strategi adalah sebuah pola dalam sebuah arus pengambilan keputusan atau

tindakan. Dalam hal ini Mintzberg membedakan antara strategi yang direncanakan

semula (deliberate strategy) yang mengutamakan kontrol dengan strategi yang

muncul kemudian (emergent strategy) yang merupakan suatu proses belajar.

Menurut Setiawan Hari Purnomo, manajemen strategis (Soesilo, 2002)

adalah :

• Merupakan proses

• Berkesinambungan

• Dapat dimodifikasi agar tujuan tercapai.

Perencanaan strategis model Menon et al. (1999) menjelaskan bahwa

pengembangan strategi merupakan proses interkatif yang dibangun dengan latar

belakang organisasi yang memberikan keunikan suatu strategi. Pola

pengembangan strategi tercermin dari keluasan ruang gerak organisasional untuk

bereksperimen dengan budaya inovasi yang luas. Apapun corak organisasi yang

ada, beberapa prose baku telah dikembangkan sebagai prasyarat pengembangan

strategi harus berangkat dari adanya analisis siatuasi yang relevan dan

komprehensif, dengan mempertimbangkan berbagai sumber daya dan kapalitas

yang ada dalam organisasi, melalui sebuah proses integrasi lintas fungsi dan lintas

bidang yang dapat menghasilkan sinergi proses yang baikdidukung kesiaan

berkomitmen yang baik dan positif. Proses tersebut akan menghasilkan strategi

kreatif yang akan mempunyai potensi dalam peningkatan kerja (lihat Gambar 11).

 24  

Gambar 11 Proses Perencanaan Strategi

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang

perumusan, pelaksanaan, evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang

memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Sebagaimana tersirat dari definisi

tersebut, manajemen strategis terfokus pada upaya memadukan manajamen,

pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan,

serta sistemn informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi (David,

2004).

Proses manajamen strategis terdiri dari tiga tahap (Gambar 12), yaitu

perumusan strategi, pelaksanaan strategi, dan evaluasi strategi. Perumusan

strategi mencakup kegiatan mengembangkan misi dan visi organisasi,

mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan

kelemhan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi,

membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi, dan memilih strategi

tertentu untuk digunakan. Pelaksanaan strategi mengharuskan perusahaan

menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan

mengalokasikan sumber daya sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan.

Sedangkan evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategis,

dimana para manajer harus benar-benar mengetahui alasan strategi-strategi

tertentu tidak dapat dilaksakan dengan baik (David, 2004).

 25 

 

 

 Sumber : Manajemen Strategi, Fred David

Gambar 12 Proses Manajemen Strategi (David, 2004)

Proses perumusan strategi dilakukan dengan melalui tiga tahap analisis,

yaitu tahap masukan, tahap analisis, dan tahap keputusan. Tahap akhir analisis

kasus adalah memformulasikan keputusan yang akan diambil. Keputusannya

didasarkan atas justifikasi yang dibuat secara kualitatif maupun kuantitatif,

terstruktur maupun tidak terstruktur, sehingga dapat diambil keputusan yang

signifikan dengan kondisi yang ada. Kerangka kerja analisis perumusan strategi

tertera pada Gambar 13 (David, 2004) yaitu :

1. Tahap Masukan

Tahap masukan merupakan tahap yang membantu perencana strategi

menuliskan berbagai penilaian atau asumsi secara kuantitaif pada tahap awal

proses perumusan strategi. Membuat keputusan-keputusan kecil dalam matriks

masukan mengenai pentingnya faktor-faktor eksternal dan internal membantu

perencana strategi membuat dan mengevaluasi strategi-strategi alternatif secara

lebih efektif dengan Matriks Evaluasi Faktor Eksternal, Matriks Evaluasi Faktor

 26  Internal dan Matrik Kompetitif/Persaingan. Penilaian intuitif yang baik selalu

diperlukan dalam menentukan pembobotan dan pemeringkatan yang tepat.

 

Gambar 13 Kerangka Analisis Proses Perumusan Strategi

2. Tahap Pencocokan

Strategi kadang-kadang didefinisikan sebagai upaya memadukan sumber daya

dan keterampilan internal dengan peluang dan risiko yang diciptakan oleh

faktor-faktor eksternal. Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi

dapat menggunakan matriks (IE), Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks

BCG, Matriks Grand Strategy. Perangkat-perangkat ini tergantung pada

informasi yang diperoleh dari tahap masukan untuk mencocokan peluang dan

ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokan

faktor-faktor keberhasilan eksternal dan internal merupakan kunci untuk

membuat strateggi alternatif yang dapat dijalankan.

Matriks IE didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total nilai IFE yang diberi

bobot pada sumbu x dan total nilai EFE yang diberi bobot pada sumbu y.

3. Tahap Keputusan

Selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya

ada satu teknik analitis dalam literature yang dirancang untuk menetapkan daya

tarik relatif dari tindakan alternative yang dapat dijalankan. Teknik tersebut

adalah Quantitative Strategy Planning Matrix (QSPM) yang merupakan tahap

keputusan dari kerangka analisis perumusan strategi. Teknik tersebut secara

 27 

 

 

objektif menunjukkan strategi alternative yang paling baik. QSPM

menggunakan masukan dari analisis Tahap 1 dan hasil-hasil pencocokan dari

analisis Tahap 2 untuk memutuskan secara objektif strategi alternatif yang

dapat dijalankan.

QSPM adalah alat yang membuat para perencana strategis dapat menilai secara

objektif strategi alternative yang dapat dijalankan, didasarkan atas faktor-faktor

keberhasilan kritis eksternal dan internal yang telah dikenali terlebih dahulu.

Sebagaimana alat-alat analitis perumusan strategi yang lain, QSPM juga

memerlukan penilaian intuitif yang baik.

Secara konseptual, QSPM menentukan daya tarik relative dari berbagai strategi

yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis

eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif

dari masing masing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif

dari masing-masing faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap

jumlah rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM dan setiap

jumlah dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu, tetapi hanya strategi-

strategi dari suatu rangkaian tertentu yang dinilai relative terhadap satu sama

lain. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk mengembangkan QSPM

disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM

Langkah 1. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal kunci dan kekuatan/kelemahan internal kunci dari organisasi di kolom kirin QSPM. Informasi tersebut harus diambil langsung dari matriks EFE dan matriks IFE. Paling tidak sepuluh faktor keberhasilan eksternal dan sepuluh faktor keberhasilan internal harus dicakupkan dalam QSPM

Langkah 2. Memberi bobot pada setiap faktor eksternal dan internal kunci. Bobot tersebut sama denganyang ada di Matriks EFE dan Matriks IFE. Bobot tersebut disajikan pada kolom sebelah kanan kolom faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal.

Langkah 3. Memeriksa matriks-matriks pencocokan di Tahap 2, dan mengenali strategi-strategi alternatif yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diterapkan. Tulislah strategi-strategi tersebut pada baris atas QSPM. Kelompokanlah strategi-strategi tersebut dalam rangkaian yang saling ekslusif jika mungkin.

 28  

Tabel 2 Langkah-langkah pengembangan QSPM (Lanjutan)

Langkah 4 Menentukan Nilai Daya Tarik (AS) yang didefinisikan sebagai angka yang menunjukan daya tarik relative masing-masing strategi pada suatu rangkaian alternative tertentu. Nilai Daya Tarik ditentukan dengan memeriksa masing-masing faktor eksternal atau internal satu per satu, sambil mengajukan pertanyaan “Apakah faktor ini mempengaruhi pilihan strategi yang dibuat?” Jika jawaban atas pertanyaan tersebut adalah ya, maka strategi tersebut harus dibandingakan secara relatif dengan faktor kunci. Khususnya nilai daya tarik harus diberikan pada masing-masing strategi untuk menunjukan daya tarik relatif suatu strategi terhadap yang lain, dengan memp[ertimbangkan faktor tertentu. Cakupan nilai daya tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = wajar menarik, dan 4 = sangat menarik. Jika jawaban atas pertanyaan tersebut tidak, hal tersebut menunjukan bahwa masing-masing faktor kunci tidak mempunyai pengaruh atas pilihan khusus yang dibuat.

Sumber : Fred David, 2004

2.5. Stakeholder Theory

Stakeholder (pemangku kepentingan) secara sederhana dapat dijelaskan

sebagai orang atau organisasi dengan sebuah kepentingan atau keterlibatan pada

sesuatu dan hal ini mungkin berhubungan dengan urusan bisnis (seperti pemegang

saham, konsumen, atau pekerja), sebuah organisasi (pemerintah daerah,

pemerintah pusat atau pemerintah pederal) atau gabungan aktivitas yang

berhubungan dengan sebuah lokasi dari kepentingan yang spesifik (berperahu di

danau, main ski di gunung, jalan kaki atau bersepeda di taman). Pemangku

kepentingan mempunyai kepentingan tentang sukses atau berjalannya sesuatu.

Meskipun hal ini memberikan deskripsi yang lengkap bagi kelompok pemangku

kepentingan yang tidak teridentifikasi siapa mereka (Tomsett, 2009).

 29 

 

 

Sumber : Tomsett, 2009

Gambar 14 Stakeholder Menurut Tomsett

2.6. Teori Analytical Hierarchy Process

Berdasarkan pendekatan AHP, yang menjadi narasumber untuk

melakukan pembobotan adalah seorang ahli (expert). Yang dimaksud dengan

expert disini tidak harus seseorang yang pakar pada satu bidang keilmuan tertentu,

melainkan orang yang tahu betul akan permasalahan yang hendak diteliti. Dalam

konteks pemeringkatan daya saing investasi daerah, expert yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah orang-orang yang paham benar mengenai seluk beluk

kegiatan investasi, dan sering terlibat atau berpengalaman dalam melakukan

kegiatan investasi. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pendapat

mengenai pertimbangan-pertimbangan yang melandasi seorang investor mau

menanamkan modalnya di suatu daerah. Untuk itu, pemerintah daerah, DPRD Tk

II pada komisi B, pengusaha, dan peneliti pada Litbang APINDO merupakan

orang yang tepat untuk dijadikan responden dalam menentukan bobot pengaruh

faktor dan variabel yang digunakan untuk pemeringkatan daya saing investasi

daerah. Jumlah responden menjadi tidak penting dalam menentukan bobot

(KPPOD, 2005). Yang lebih penting adalah kualitas atau pengetahuan responden

 30  akan permasalahan yang dimaksud. Untuk itu, pengambilan sampel responden

dilakukan secara purposif.

Prinsip metode AHP digunakan untuk memberikan bobot tiap faktor dan

variabel dengan perbandingan antar faktor dan variabel satu dengan lainnya.

Bobot yang lebih besar dari suatu faktor atau variabel menunjukkan suatu faktor

atau variabel tertentu mengandung nilai lebih penting dibandingkan faktor atau

variabel lainnya dalam menentukan tingkat kepentingan investasi suatu daerah.

Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode yang digunakan

untuk mengambil keputusan yang kompleks dengan menggunakan pendekatan

matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Metode ini dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty pada tahun 1970. Beberapa keunggulan dari AHP antara lain: 1)

melibatkan persepsi seorang ahli yang mengerti persoalan sebagai bahan

masukan; 2) mampu memecahkan masalah yang memiliki banyak tujuan (multi

objectives) dan banyak kriteria (multi criterias); 3) mampu memecahkan

persoalan yang kompeks dan tidak terkerangka akibat dari data yang minim.

Adapun kelemahan AHP yang sebenarnya juga dapat berarti kelebihan adalah

bahwa metode penyelesaian sederhana sehingga bagi beberapa orang sering

dianggap kurang meyakinkan (Permadi, 1992).

Menurut Saaty (1991), ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan

dengan analisis logis eksplisit, yaitu:

1. Prinsip menyusun hirarki

Pada bagian ini mencakup pertimbangan-pertimbangan ataupun langkah-

langkah menuju suatu keputusan yang akan diambil. Sasaran utama yang

merupakan suatu tujuan, disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen

pokoknya, dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi, dan

seterusnya secara hirarki. Sehingga persoalan yang sangat kompleks dipecah

menjadi bagian-bagiannya sehingga memudahkan pengambilan keputusan.

2. Prinsip menetapkan prioritas

Untuk menetapkan prioritas perlu dilakukan perbandingan antara satu aspek

dengan aspek yang lainnya, sehingga dapat ditentukan peringkat elemen-

elemen menurut relatif pentingnya.

 31 

 

 

3. Prinsip konsistensi logis

Pada prinsip ini harus konsisten terhadap pilihan yang telah diputuskan, dan

elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten

dengan kriteria yang logis. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10

persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki.

2.7. Hasil kajian Terdahulu

Kuncoro dan Rahajeng (2005) melakukan kajian mengenai “Daya Tarik

Investasi dan Pungli di Yogyakarta”. Dalam kajian itu dinyatakan bahwa ada

perbedaan antara peringkat bobot faktor penentu investasi daerah di Daerah

Istimewa Yogyakarta dengan peringkat bobot faktor penentu investasi yang

dilakukan oleh KKPOD pada tahun 2003 untuk 200 Kabupaten/Kota di Indonesia.

Menurut KPPOD faktor yang memiliki bobot terbesar adalah faktor

Kelembagaan, diikuti oleh faktor Sosial Politik, Ekonomi Daerah. Kemudian

faktor Tenaga Kerja dan faktor Infrastruktur Fisik yang memiliki bobot sama.

Faktor-faktor di atas dibedakan menjadi faktor ekonomi dan faktor nonekonomi.

Faktor ekonomi terdiri dari faktor Ekonomi Daerah dan faktor Tenaga Kerja,

sedangkan faktor nonekonomi meliputi faktor Kelembagaan, Infrastruktur Fisik

dan Sosial Politik. Jadi menurut persepsi pelaku usaha di DIY daya tarik investasi

di DIY relatif lebih dipengaruhi oleh faktor nonekonominya terutama

Kelembagaan, Infrastruktur Fisik dan Sosial Politik, dibandingkan dengan faktor

ekonomi yaitu Ekonomi Daerah dan Tenaga Kerja. Menurut persepsi pelaku

usaha di DIY, faktor ekonomi cenderung lebih “controllable” dibandingkan

dengan faktor nonekonomi. Berdasarkan hasil temuan penelitian maka dapat

diperoleh kesimpulan bahwa menurut persepsi pelaku usaha di DIY, faktor

Kelembagaan memiliki bobot terbesar dalam menentukan daya tarik investasi/

kegiatan berusaha di DIY. Kemudian diikuti oleh faktor Infrastruktur Fisik, yang

ketiga adalah faktor Sosial Politik. Berikutnya adalah faktor Ekonomi Daerah dan

yang terakhir adalah faktor Tenaga Kerja.

Komadin (2008) melakukan kajian mengenai “Strategi Peningkatan

Investasi di Kabupaten Indramayu”. Kajian tersebut menyimpulkan bahwa

Kabupaten Indramayu mengalami penurunan investasi. Data perkembangan

realisasi investasi swasta selama periode tahun 2000-2005 sebanyak 14 proyek

 32  dengan nilai investasi sebesar Rp 301 juta, meliputi PMDN sebanyak 4 proyek

dengan nilai investasi Rp 125,5 milyar PMA sebanyak 9 proyek dengan nilai

investasi USD 20,5 juta dan Non PMA/PMDN 1 proyek dengan nilai investasi

Rp 50 milyar. Penurunan ini terlihat dari grafik turun naiknya jumlah investasi

setiap tahun dan nilai proyek yang menurun. Selanjutnya investor lebih fokus

pada industri pengolahan minyak dan gas serta pertanian dan belum pada sektor-

sektor lainnya. Selain itu hasil analisis tentang daya saing investasi menunjukan

bahwa prioritas elemen faktor kekuatan yang paling mempengaruhi daya saing

investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu potensi ekonomi (0,351),

zona dan kluster industri (0,246), dukungan birokrasi (0,164), jumlah tenaga kerja

(0,104), letak strategis dan luas wilayah (0,076), dan budaya daerah (0,060).

Prioritas elemen faktor kelemahan yang paling mempengaruhi daya saing

investasi Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu kualitas infrastruktur

rendah (0,378), kualitas SDM yang rendah (0,252), kurangnya promosi (0,160),

pemekaran Kabupaten Indramayu (0,115), dan perda yang bermasalah (0,115).

Prioritas elemen faktor peluang yang paling mempengaruhi daya saing investasi

Kabupaten Indramayu secara berurutan yaitu pengembangan transportasi darat

Jakarta – Cirebon (0,498), pembangunan Pelabuhan Samudera Cirebon (0,367),

dan pembangunan Bendungan Jatigede Sumedang (0,135). Prioritas elemen faktor

ancaman yang paling mempengaruhi daya saing investasi Kabupaten Indramayu

secara berurutan yaitu adanya Persaingan dengan daerah lain (0,443), rendahnya

dukungan perbankan (0,387), dan lambatnya penerbitan SPM (0,169).

Sri Suneki (2006) melakukan kajian tentang “Determinan Investasi

Swasta di Jawa Tengah”. Dalam kajian tersebut ditemukan bahwa faktor yang

mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Jawa tengah adalah variabel PDRB,

Angkatan kerja, dan Infrastruktur yang berpengaruh positif dan signifikan dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun tingkat suku bunga internasional

(LIBOR) berpengaruh dengan arah negatif secara bersama-sama variabel tersebut

mampu menjelaskan 61,07 persen variasi variabel PMA. Dari keempat variabel yang

diteliti dalam PMDN maupun PMA, variabel angkatan kerja merupakan variabel

yang berpengaruh dominan, oleh karena itu diperlukan langkah dan strategi untuk

menarik minat investasi di Jawa Tengah dengan cara meningkatkan kualitas angkatan

kerja melalui pendidikan, kecakapan dan ketrampilan yang memadai.

 33 

 

 

Hal yang membedakan kajian-kajian tersebut dengan kajian ini adalah

pertama kajian ini selain mengukur tingkat pengaruh faktor yang mempengaruhi

investasi swasta, juga melihat pelaku yang paling mempengaruhi investasi di

Kabupaten Bogor. Kedua, dalam penelitian ini juga disampaikan strategi yang perlu

dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam kerangka peningkatan investasi dari

beberapa faktor yang dapat dibedakan dengan faktor ekonomi dan non ekonomi.

Ketiga, kajian ini juga menggunakan alat analisis AHP. Dengan AHP ini tingkat

faktor-faktor pada berbagai level diuji konsistensinya.

2.8. Kebijakan Investasi Existing di Kabupaten Bogor

2.8.1. Visi dan Misi

Sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)

Kabupaten Bogor tahun 2009-2013, Visi Kabupaten Bogor adalah Terwujudnya

masyarakat Kabupaten Bogor yang bertakwa, berdaya, dan berbudaya menuju

sejahtera.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Peraturan Daerah No. 7 tahun

2009 tersebut dan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi serta masukan-masukan

dari stakeholders, maka Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor menetapkan

Visi sebagai berikut “terwujudnya pelayanan prima untuk menjamin iklim

penanaman modal yang kondusif dan berdaya saing”.

Makna visi adalah sebagai berikut :

Pelayanan Prima adalah pelayanan yang dijalankan secara profesional

berdasarkan kepada Standar Operasional Pelayanan (SOP) dan Standar Pelayanan

Minimal (SPM).

Iklim Penanaman Modal adalah kondisi internal maupun eksternal yang

mempengaruhi kegiatan penanaman modal.

Kondusif adalah kondisi yang memungkinkan pelaku usaha menjalankan

usahanya dengan nyaman dan aman.

Berdaya saing adalah pelaku usaha yang mandiri, tenaga kerja yang memiliki

keterampilan dan menghasilkan produk unggulan.

 34  2.8.2. Sasaran Strategis

Sasaran merupakan penjabaran dari tujuan yaitu sesuatu yang akan

dicapai atau dihasilkan oleh lembaga dalam jangka waktu tahunan, semesteran,

triwulanan, dan bulanan. Sasaran menggambarkan hal yang ingin dicapai melalui

tindakan-tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. Sasaran

memberikan fokus pada penyusunan kegiatan sehingga bersifat spesifik, terinci,

dapat dicapai, dan diupayakan dalam bentuk kuantitatif sehingga dapat diukur.

Sasaran-sasaran strategis Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor

adalah sesuatu dasar di dalam penilaian dan pemantauan kinerja sehingga

merupakan alat pemicu bagi organisasi akan sesuatu yang harus dicapai, dan

untuk itulah Badan Perizinan Terpadu Kabupatein Bogor telah merumuskan

sasaran strategis berikut indikator keberhasilannya.

Misi Pertama :

Meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor

Tabel 3 Sasaran Strategis Misi Pertama

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 1 Meningkatnya

pertumbuhan investasi 1. Jumlah PMA 2. Jumlah PMDN 3. Nilai realisasi

investasi PMA 4. Nilai realisasi

investasi

Perusahaan Perusahaan Rp. Trilyun Rp. Trilyun

2. Meningkatnya kesadaran PMA/PMDN dalam melaporkan kegiatan usahanya

Jumlah LKPM yang dilaporkan pengusaha kepada Pemda Kabupaten Bogor

buah

Misi Kedua :

1. Meningkatkan kerjasama investasi dengan dunia usaha, antar daerah dan luar

negeri

2. Meningkatkan kualitas data, informasi dan promosi investasi

 35 

 

 

Tabel 4 Sasaran Strategis Misi Kedua

No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 1 Meningkatnya kerjasama

investasi 1. Dokumen kerjasma

dengan asosiasi pengusaha

2. Dokumen kerjasama dengan luar negeri

Dokumen Dokumen

2. Meningkatnya kualitas data, informasi dan promosi

1. Promosi yang diikuti

2. Sistem informasi

Kali Aplikasi

Misi Ketiga :

1. Meningkatkan kepastian hukum perizinan

2. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan

Tabel 5 Sasaran Strategis Misi Ketiga

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 1. Terjaminnya kepastian

hukum atas dokumen izin yang diterbitkan

1. Jenis perizinan yang ditangani

2. Dokumen kebijakan

Jenis Dokumen

2. Meningkatnya kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan

1. Jenis perizinan yang ditangani

2. Tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan

3. Jangkauan pelayanan

Jenis Persen wilayah

Misi Keempat:

Meningkatkan pelayanan administrasi dan kerumahtanggaan institusi

Tabel 6 Sasaran Strategis Misi Keempat

No. Sasaran Strategis Indikator Kinerja Satuan 1. Meningkatnya pelayanan

administrasi perkantoran 1. Kelancaran

operasional BPT 2. Wawasan SDM

aparatur BPT

1 instansi 1 instansi

2. Meningkatnya sarana prasarana kantor

Meningkatnya kinerja BPT

1 instansi

3. Meningkatnya disiplin pegawai BPT

Tingkat kehadiran dan kinerja pegawai

1 instansi

4. Meningkatnya akuntabilitas kinerja badan

Dokumen perencanaan dan keuangan yang disusun

Dokumen

 36  2.8.3. Program

Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan

yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan

tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang

dikoordinasikan oleh instansi pemerintah.

Dalam Renstra Badan Perizinan Terpadu tahun 2009-2013, program dan

kegiatan dikategorikan ke dalam program/kegiatan lokasilitas SKPD,

program/kegiatan lintas SKPD, dan program/kegiatan kewilayahan dapat dilihat

pada Gambar 15.

a. Program peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi

Program ini dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif

sehingga mampu menarik investor untu berinvestasi di Kabupaten Bogor serta

mempertahankan investor yang sudah berinvestasi di Kabupaten Bogor.

Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagi berikut :

1) Koordinasi perencanaan dan pengembangan penanaman modal

2) Penyiapan kawasan investasi terpadu

3) Bimbingan teknis LKPM PMA/PMDN

4) Koordinasi pengendalian investasi PMA/PMDN

5) Monitoring, evaluasi dan pelaporan Surat Persetujuan (SP) penanaman

modal

6) Penilaian PMA/PMDN

7) Koordinasi penanganan permasalahan PMA/PMDN di Kabupaten Bogor.

b. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan

1) Penyusunan kebijakan teknis penanaman modal

2) Penyusunan kebijakan pelayanan penanaman modal

3) Penyusunan masterplan pengembangan penanaman modal

c. Program peningkatan promosi dan kerjasama penanaman modal

Program ini dimaksudkan dalam rangka peningkatan intensitas promosi dan

cakupan kerjasama investasi

1) Koordinasi dan kerjasama di bidang penanaman modal dengan instansi

pemerintah, dunia usaha dan luar negeri.

2) Fasilitasi kerjasama penanaman modal

 37 

 

 

3) Penyelenggaraan eksebisi investasi

4) Penyelenggaraan pameran investasi

5) Promosi investasi melalui media elektronik

d. Promosi peningkatan iklim investasi dan realisasi investasi

1) Penyusunan sistem informasi penanaman modal dan perizinan

2) Pengelolaan data investasi dan perizinan

3) Updating potensi investasi dan perizinan

e. Program perumusan kebijakan penanaman modal dan perizinan

1) Evaluasi SOP pelayanan perizinan

2) Penyusunan naskah akademik produk hukum perizinan

3) Penyusunan naskah kajian penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu

4) Penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM)

f. Program Pelayanan perizinan

Program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan perizinan terpadu satu

pintu di Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor.

Program ini dilaksanakan melalui kegiatan pokok sebagai berikut :

1) Pelayanan perizinan usaha

2) Pelayanan Perizinan non usaha

g. Program pengembangan pelayanan perizinan

1) Sosialisasi pelayanan keliling

2) Pelayanan perizinan keliling

3) Forum koordinasi pengelolaan perizinan

4) Penyusunan survey indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan

perizinan

5) Penerapan ISO

6) Workshop manajemen strategi pelayanan perizinan

h. Program pelayanan administrasi perkantoran

1) Penyediaan jasa surat menyurat perkantoran

2) Penyediaan jasa komunikasi, sumber daya air dan listrik

3) Penyediaan jasa pemeliharaan dan perizinan kendaraan dinas/operasional

 38  

4) Penyediaan jasa kebersihan kantor

5) Penyediaan barang cetakan dan penggandaan

i. Program peningkatan sarana dan prasarana perkantoran

1) Pembangunan dan pengembangan/renovasi gedung kantor

2) Pengadaan kendaraan dinas/operasional

3) Pengadaan peralatan kantor

4) Pengadaan perlengkapan kantor

5) Penyiapan sarana dan prasarana pelayanan perizinan

j. Program peningkatan disiplin aparatur

Pengadaan pakaian khusus hari-hari tertentu

k. Program peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur

1) Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang-undangan

2) Pembinaan mental dan rohani bagi aparatur

3) Peningkatan kualitas dan profesionalisme SDM pelayanan investasi

l. Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan

keuangan

1) Penyusunan laporan capaian kinerja dan ikhtisar realisasi kinerja SKPD

2) Penyusunan laporan keuangan semesteran

3) Penyusunan laporan akhir tahun dan keuangan

4) Penyusunan perencanaan anggaran

5) Penatausahaan keuangan SKPD

6) Penyusunan Renstra SKPD

7) Penyelenggaraan forum SKPD

8) Penyusunan Renja SKPD

9) Asistensi penatausahaan keuangan SKPD

 39 

 

 

 Sumber : Renstra BPT Kabupaten Bogor, 2009

Gambar 15 Strategi Peningkatan Investasi di Kabupaten Bogor

Rencana dan Strategi peningkatan investasi di kabupaten Bogor saat ini

sudah banyak tercapai seperti pembuatan data peluang dan potensi investasi,

pelayanan perizinan satu pintu, dan peningkatan perizinan menjadi ISO, hal ini

disebabkan Renstra tersebut sudah berjalan selama 2 tahun sejak awal tahun 2009,

sehingga perlu memasukan (insert) beberapa strategi atau kebijakan yang sangat

diperlukan dalam meningkatkan daya tarik investasi di Kabupaten Bogor.

 40  2.9. Kerangka Konseptual

Bagi kaum klasik, pembentukan modal adalah pengeluaran yang akan

mempertinggi jumlah barang-barang modal dalam masyarakat. Kalau

kesanggupan itu bertambah, maka dengan sendirinya produksi dan pendapatan

nasional akan bertambah tinggi dan pembangunan ekonomi akan tercipta (Sadono

Sukirno, 2007)

Persamaan dasar ekonomi makro sebagai berikut :

Y = C + I + G + (X-M)

Secara sederhana bisa kita lihat bahwa output daerah (PDRB) akan

meningkat ketika terjadi peningkatan pada konsumsi (C), investasi (I),

pengeluaran pemerintah (G) dan ekspor bersih (X-M). Investasi swasta

merupakan sumber petumbuhan output daerah yang relatif berkelanjutan karena

mencakup aktivitas-aktivitas sektor swasta yang produktif (Widodo, 2006).

Iklim investasi swasta yang baik akan mendorong tumbuhnya investor

swasta yang produktif sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi dan mengurangi

kemiskinan. Hal ini akan menciptakan kesempatan dan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat. Dalam membangun iklim investasi yang baik yang perlu dilakukan

adalah membangun hal-hal mendasar (Bank Dunia, 2005) yaitu :

1. Stabilitas dan kepastian hak

2. Peraturan dan perpajakan

3. Pendanaan dan infrastruktur

4. Para pekerja dan pasar tenaga kerja.

Dalam perpektif pengusaha nasional dan para pengamat ekonomi di

Indonesia, sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang dijadikan indikator daya

tarik daerah terhadap investasi, yaitu: keamanan, budaya daerah, potensi ekonomi,

keuangan daerah, infrastruktur, sumberdaya manusia, serta peraturan daerah

(KPPOD, 2005).

Berdasarkan hubungan faktor-faktor tersebut di atas, maka kerangka

pemikiran kajian tentang strategi peningkatan investasi swasta di Kabupaten

Bogor dapat dilihat pada gambar 16.

 41 

 

 

 

 

Gambar 16 Kerangka Konseptual Penelitian