36
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik. 1 Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis histologis, bukan klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi untuk mendeskripsikan gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinisikan adanya kerusakan mukosa yang tidak menembus mukosa muskularis. Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan kedalaman rusaknya mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa muskularis. Dari endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada 3-12% subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis. 9 Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster. 9 Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus gaster akut. E ulkus gaster kronik

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Defenisi Gastritis

Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai

respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik.1

Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis histologis, bukan

klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi untuk mendeskripsikan

gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinisikan adanya kerusakan mukosa yang tidak

menembus mukosa muskularis. Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan

kedalaman rusaknya mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa

muskularis. Dari endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi

gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada 3-12%

subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis.9

Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster.9

Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus gaster

akut. E ulkus gaster kronik

Page 2: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

2.2 Epidemiologi Gastritis

Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi, hampir

10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah sakit datang

dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( Word Health Organitation )

dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut: Inggris 22%, China

31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1 juta penduduk mengalami gastritis

setiap tahunnya. 10

Angka kejadian gastritis menurut WHO adalah 40,8%, dan merupakan salah satu

dari sepuluh penyakit terbanyak pada passien rawat inap di rumah sakit.10

2.3 Klasifikasi Gastritis

Sampai saat ini tidak didapati sebuah klasifikasi gastritis yang diterima secara

luas. Salah satu klasifikasi yang digunakan oleh banyak ahli adalah The Sydney System

yang diperbaharui. Seperti terlihat pada tabel1:

Tabel 2.1: Klasifikasi Gastritis Menurut Sydney Sistem yang Diperbaharui . 11

Type of gastritis Etiologic factors Gastritis

Synonyms

Nonatrophic

Atropic

Helicobacter pylori?other factor

Autoimunity

Superficial

Diffuse antral gastritis(DAG)

Chronic antral gastritis(CAG)

Intertitial-folicular

Hypersecretory

Type B+

Page 3: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Autoimune

Multifocal atropic

Special forms

Chemical

Radiation

Lymphacylic

Noninfectious

Granulomatous

Eosinophilic

Other infectious gastritides

Helicobacter pylori

Dietary ?Enviromental factors

Chemical irritation

Radiation Injury

Idiopathic?Immune mechanism

Gluten

Drug(ectopidine)? H.Pylori

Crohn,s disease

Sarcoidosis

Wegener,s granulomatous and other vasculitides

Foreign substances

Idiopatic

Food sensitivity?other allergies

Bacteria (other than H.pylori)

Viruses

Fungi

Type A+

Diffuse Corporal

Pernicious anemia-associated

Type B+,Type AB+

Enviromental

Metaplastic

Reactive

Reflux

NSAID

Type C+

Varialforms(endoscopic)

Coliac disease-associated

Isolated granulamatous

Page 4: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Parasites

Alergic

Phiegmoncus

Gastritis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu berdasarkan ada tidaknya

atropi dan distribusi topografi dari atrofi seperti terlihat pada gambar 2 :

Gambar 2.2: Representasi dari distribusi inflamasi dan atropi .11

Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi berdasarkan

infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik; klasifikasi secara

makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan non erosiva; klasifikasi

berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi gastritis komplit, inkomplit, dan erosif

hemoragik; serta klasifikasi menurut ICD-10.

2.3.1 Klasifikasi secara Histopatologis

Penelitian pemetaan dari sejumlah spesimen biopsi dengan H.pylori positif

ditemukan dari pemeriksaan empat spesimen(dua daerah antrum dan dua daerah korpus )

kedua lokasi ini memiliki probabilitas H. pylori yang tinggi. Biopsi daerah korpus

Page 5: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

berfungsi untuk menilai respon terapi setelah pengobatan, khususnya proton pump

inhibitor.

Sistem grading untuk gastritis yang paling banyak digunakan adalah updated

Sydney system. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen di 3

kompartemen yaitu antrum, insisura angularis, dan korpus yang diserahkan terpisah ke

laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan

H.pylori, intensitas neutrofil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum dan korpus, dan

metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual analogue scale seperti

gambar di bawah ini .11

Gambar 2.3. The Updated Sydney System visual standardized visual analogue

scale.11

Tabel 2.2. Kriteria Grading Biopsi Gaster menurut revised Sydney System

oleh Aydin. 12

Type of Feature Density Of The Histological Feature Grade

Chronic

Inflammation

2-3 chronic inflammatory cells scattered

Page 6: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

(Lymphocytes and

plasma cells)

randomly in the biopsy

10-15 chronic inflammatory cells/hpf

Some areas with dense cronic inflammatory

cells

Diffuse infiltration with dense chronic

inflammatory cells

Nil (0)

Mild (1)

Moderator(2)

Marked (3)

Neutrophilic

infiltration

No neutrophils any where in the biopsy

Scattered neutrophils in the biopsy

Foci of dense neutrophilic infiltrate with

scattred neutrophils in the rest if the biopsy

Several foci of dense inflammatory

infiltrate in the biopsy with involvement of

crypts

Nil (0)

Mild (1)

Moderate (2)

Marked (3)

Atrophy No evidence of gastric gland loss

Small areas where gastric glands have

disappeared(<25%)

25-50% of the biopsy shows loss of gastric

glands

>50% of the biopsy shows loss of gastric

glands

Nil (0)

Mild (1)

Moderate (2)

Marked (3)

Intestinal

metaplasia

No intestinal metaplasia

Focal areas intestinal metaplasia (1-4

crypts)

Multiple foci involving > 4 crypts but <

Nil (0)

Mild (1)

Page 7: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

50% of the biopsy

Intestinal metaplasia involving > 50 % of

the biopsy specimen

Moderate (2)

Marked (3)

Masing-masing variabel diberi skor numerik atau deskriptif: 0 untuk absen, 1 untuk

ringan, 2 untuk moderate, 3 untuk berat. Nilai masing-masing spesimen dirata-rata secara

terpisah untuk masing-masing kompartemen (antrum dan korpus). Langkah selanjutnya

adalah menentukan derajat inflamasinya di 2 kompartemen gaster (antrum dan korpus)

dan untuk menentukan apakah inflamasi sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat

pada antrum (antrum-predominant gastritis) atau korpus (corpus-predominant gastritis). 11

2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis non erosiva.

Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan kerusakan/ defek pertahanan

mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan perdarahan, namun bisa bersifat subakut

atau kronik dengan sedikit gejala atau asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh

NSAID, alkohol, stres. Penyebab lain yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri

vaskular, dan trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi.

Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak ditangani.

Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri khas dari gastritis

erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus lapisan mukosa muskularis. Sementara

gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang terutama akibat infeksi

H.pylori. Kebanyakan pasien gastritis non-erosiva asimtomatis.13

Page 8: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe matur dan

imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.

Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah gabungan antara

temuan endoskopi dan histologis yang dikenal dengan nama Sydney System. Klasifikasi

Sydney dari gastritis per endoskopi bertujuan untuk menstandarisasi laporan klasifikasi

gastritis per endoskopi berdasarkan tampilan mukosa seperti edema, punctuate and

confluent erythema, friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion,

rugal hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and confluent

intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan

termasuk penilaian subjektif dari tingkat keparahan seperti ringan, sedang, berat, lalu

diklasifikasikan ke salah satu dari 8 kategori yaitu gastritis superfisial, gastritis hemoragik,

gastritis erosiva, gastritis verukosa, gastritis atrofik, gastritis metaplastik, gastritis

hiperplastik, dan gastritis khusus.14

Tabel 2.4. Temuan gastritis dari endoskopi dan kriteria diagnosisnya. 14

Fundamental types Definition according to endoscopic findings

Superficial Gastritis Findings including edema and redness (spotted, patchy, linear),

friabililty and/or exudate are observed

Hemorrhagic

Gastritis

Hemorrhage is evidenced

Erosive Gastritis Erosive changes including flat or depressed types

Verrucous Gastritis Erosive changes including elevated type

Atrophic Gastritis Findings such as color change of mucosa, visible vascular

pattern and thinning are observed

Page 9: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Metaplastic Gastritis Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as an

ash-colored nodular change by conventional endoscopy alone

dyeing

Hyperplastic

Gastritis

Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of

greater curvature in corpus

Special Gastritis Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive

gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion and

edema of the mucosa with or without red spots seen

endoscopically in patients with portal hypertension

Dengan masih menggunakan kerangka sistem Sydney, dikembangkan juga skema

grading dan staging dari gastritis.

Sydney system adalah klasifikasi dan grading gastritis yang dihasilkan oleh para

ahli di 9th World Congress of Gastroenterology di Sydney, Australia pada tahun 1990.

Para ahli mengemukakan pentingnya menggabungkan informasi topografi, morfologi,

dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis. Pada tahun 1994 di Houston, Texas,

dihasilkan The new updated Sydney system.11

2.3.4 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi

Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi akut dan kronik. Gastritis akut

menunjukkan inflamasi yang singkat dan ditandai dengan infiltrat neutrofil, sementara

gastritis kronik menunjukkan inflamasi jangka panjang yang ditandai infiltrat sel

mononuklear terutama limfosit dan makrofag.15 Berdasarkan waktu gastritis dapat

muncul tiba-tiba ( gastritis akut ) ataupun membutuhkan waktu yang lama ( gastritis

kronik ). Gastritis akut adalah proses inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya

berupa erosi dan hemoragik. Penyebab yang paling sering diantaranya non steroid anti

inflammatory drug ( NSAID ), kortikosteroid, paparan zat kimia seperti alkohol, kondisi

stress seperti luka bakar, miokard infark, lesi intra kranial dan periode post operatif,

kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hyperemia, mukosa dengan erosi

multiple, kecil dan erosi superficial dan dapat ditemukan juga ulkus. Secara mikroskopis

dapat ditemukan epitel superficial injury dan nekrosis pada kelenjar

Page 10: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai

dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih dominan. Pada kasus ringan pasien

biasanya asimtomatik atau hanya memiliki gejala dispepsia ringan. Pada kasus sedang

sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan

melena. Pada kasus berat biasanya pasien telah mengalami ulkus yang dalam dan

komplikasi berupa perforasi.

Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histologi berupa peningkatan

jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan etiologi gastritis

kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari autoimun, tipe B yaitu berasal

dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain dengan etiologi yang belum jelas. Secara

endoskopi mukos menunjukkan gambaran atropi. Sedangkan secara histology ditemukan

infiltrasi sel limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang

ditemukan. Mukosa dapat menunjukkan perubahan kea rah metaplasia intestinal. Pada

stsdium akhir mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat

ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat

ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan. Pemeriksaan

endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko terhadap terjadinya ca

gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun pada organ lain khususnya

penyakit tiroid.16

Tabel 2.5. Klasifikasi Gastritis Akut dan Kronik 1

Klasifikasi Tipe Subtipe

Kronik H.pylori related

Pernicious anemia

(auto-immune)

Granulomatous

Antral predominant gastritis

Pan gastritis

Atrophic gastritis

Lymphocytic gastritis

Granulomatous

Corpus predominant gastritis

Crohn’s, sarcoid

Page 11: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Miscellaneous Collagenous gastritis (same question: acute or

chronic?)

Gastritis cystica profunda

Bile reflux

Akut Granulomatous

Infectious

Eosinophilic

Drug Induced

Miscellaneous

Foreign body

Bacterial (eg Helicobacter heilmanni,

Enterococcus, Syphilis, and Typhoid), viral,

tubercular, fungal

Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia

Stress, bile reflux (chemical gastropathy, acute or

chronic?)

2.4 Etiologi Gastritis

Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. Rugge, 2011 membagi etiologi gastritis

berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan idiopatik. Rugge

juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama antara lain gastritis

Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun. Lalu Toljamo, 2012

mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3 kelompok yaitu agen kimiawi,

penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun Adibi, 2014 menuliskan etiologi gastritis

menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis Helicobacter pylori dan gastritis non Helicobacter

pylori.

2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang ditransmisikan, Kimiawi, Fisik,

Imun, dan Idiopatik

Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge, 2011.

Tabel 2.6. Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,

Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik. 2

Etiologi Agen Etiologi Spesifik Klinis Keterangan

Page 12: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Agen

yang

ditransmi

sikan

Virus

Bakteri

Fungi

Parasit

Cytomegalovirus

Virus herpes

Helicobacter pylori

M. tuberculosis

M. avian complex

M. diphteriae

Actinomyces

Spirochetes

Candida

Histoplasma

Phycomycosis

Cryptosporidium

Strongyloides

Anisakiasis

Ascaris lumbricoides

Akut

Akut

Akut/kronik

Akut?

Akut?

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Akut

Non atrofik**

Non atrofik**

Non atrofik&

atrofik,tipe B***

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik**

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Non atrofik*

Agen

kimiawi

(paling

sering

menyeba

bkan

gastropati

)

Lingku

ngan

(diet

dan

obat)

Faktor diet

Obat:NSAID,

ticlopidine

Alkohol

Kokain

Empedu (refluks)

Kronik

Akut

Akut

Akut

Akut/kronik

Non atrofik &

atrofik ***

Non atrofik,tipe

C***

Non atrofik,tipe

C**

Non atrofik,tipe C*

Non atrofik,tipe

C***

Agen

Fisik

Radiasi Akut/kronik Non atrofik &

atrofik*

Immuno-

mediated

Autoimun

Obat : Ticlopidine

?Gluten

Kronik

Akut

Kronik

Atrofik korpus,

tipeA**

Gastritis

limfositik**

Page 13: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Sensitivitas makanan

H.pylori (komponen

autoimun)

GVHD

Idiopatik

Akut/kronik

Kronik

Akut/kronik

Akut/kronik

Gastritis

eosinofilik**

Non atrofik &

atrofik

Non atrofik &

atrofik*

Idiopatik Crohn’s disease

Sarkoidosis

Wegener’s

granulomatosis

Collagenous gastritis

Kronik?

Kronik?

Kronik?

Akut

Non atrofik/atrofik

fokal**

Non atrofik/atrofik

fokal*

Non atrofik/atrofik

fokal*

Non atrofik*

Keterangan: prevalensi : *** tinggi, ** rendah, * sangat rendah

2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi 2014

Adibi menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis H.pylori dan

gastritis non H.pylori .15

Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:

1.Gastritis kimiawi

i.Gastritis alkoholik

ii.Gastritis yang diinduksi obat

Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain acarbose, alkohol, antibiotik

(eritromisin oral), bifosfonat, herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew,

chaste tree berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID (termasuk

COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl), teofilin. 19

iii.Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)

iv.Gastritis kimiawi lainnya

Page 14: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

2.Gastritis radiasi

3.Gastritis alergi

4.Gastritis autoimun

5.Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified

6.Duodenitis

2.5 Patofisiologi

2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum

Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif dan

defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang termasuk

faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID,

kortikosteroid, H.pylori, dan adanya radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara

lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus,

bikarbonat, dan motilitas saluran pencernaan.17

Gambar 2.4. Patofisiologi Gastritis 18

Page 15: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor agresif

dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena ketidakseimbangan faktor

agresif dan faktor pertahanan mukosa.

Gambar 2.5 Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori 20

2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID

Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam lambung.

Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini bekerja pada

enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung menyebabkan pelepasan histamin.

Histamin akan menstimulasi sel parietal untuk mensekresikan asam. Hormon gastrin juga

menstimulasi secara langsung sel parietal dan meningkatkan kerja ECL serta sel parietal.

Prostaglandin merupakan faktor pertahanan yang penting untuk melindungi mukosa

gaster. Sintesis prostaglandin dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase (COX) enzyme. Ada 2

bentuk COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 bertanggungjawab memproduksi

prostaglandin, yang secara fisiologis akan menjaga integritas mukosa dan aliran darah

mukosa. NSAID dapat menekan aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa

gaster.21

Page 16: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa menyebabkan

stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya. Interaksi NSAID dan stres

dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah satu mekanismenya adalah dengan

meningkatkan sitokin inflamasi salah satunya TNF-α .22

Gambar 2.6. Pembentukan lesi gaster akibat aspirin 22

Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan juga jumlah

erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif dengan NSAID non selektif,

yaitu celecoxib vs diklofenak (Cheung et al., 2010). Banyak studi yang melaporkan ada

hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan penggunaan NSAID. Mekanisme NSAID

menginduksi erosi antara lain dengan menghambat sintesis prostaglandin dan fosforilasi

oksidatif, mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak terjadinya nekrosis iskemik.

Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien H.pylori secara signifikan menyebabkan

erosi yang lebih berat dibandingkan pada pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori,

namun hal ini masih kontroversi.9

2.5.3 Patofisiologi Gastritis Helicobacter pylori

Page 17: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Helicobacter pylori

Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik,

dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer. yang ditemukan

digaster. Pertama kali diidentifikasikan tahun 1982 oleh ilmuwan Australia Barry

Marshall dan Robin Warren, yang saat itu ditemukan pada pasien gastritis kronik dan

ulkus gaster. 23

Gambar 2.7 H. pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk batang

melengkung. mempunyai flagela, yang membantu menembus lapisan mucous lambung

yang tebal. 20

Berikut akan dijelaskan mengenai faktor virulesi utama dari H.pylori

a.Cytotoxin-associated gene (cag) pathogenicity island (cagPaI)

CagPaI adalah regio DNA yang disusun oleh 30 gen yang mengkode Type IV

Secretion System (T4SS). Infeksi strain H.pylori dengan cagPaI sekitar 2x beresiko

terkena ulkus peptikum dan adenokarsinoma gaster .24

T4SS dapat menginduksi ekspresi sitokin proinflamasi ketika berinteraksi dengan

sel pejamu, dengan mekanisme yang tidak melibatkan CagA tetapi komponen dinding sel

H.pylori seperti peptidoglikan. Peptidoglikan dikenali oleh molekul pertahanan pejamu,

NOD1, dan hal ini menyebabkan aktivasi NF-κB, dan dapat meningkatkan ekspresi

Page 18: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

sitokin proinflamasi seperti IL-8. IL-8 merupakan kemoatraktan penting untuk neutrofil

dan limfosit. Infiltrasi neutrofil pada mukosa gaster lebih berat secara signifikan pada

pasien yang terinfeksi strain cag(+) dibandingkan yang (-). Kondisi ini menunjukkan

adanya cagPaI berperan besar menginduksi inflamasi. Banyak penelitian melaporkan

adanya hubungan antara prognosis klinis dengan adanya cag. CagA meningkatkan

produksi reactive oxidative species (ROS) dan dapat menginduksi stres oksidatif terhadap

mukosa gaster .25,26,27

Gambar 2.8. Interaksi CagA dengan molekul pejamu 28

b.Vacuolating cytotoxin A (VacA)

Semua strain H.pylori memiliki gen vacA dan sekitarnya separuhnya

mensekresikan protein VacA aktif. Protein ini toksin yang dapat menginduksi

pembentukan vakuola secara masif pada sel epitel in vitro dan mengurangi proliferasi sel

T. Inhibisi sel T menyebabkan H.pylori dapat menyebabkan infeksi kronik. Toksin dapat

membentuk pori-pori pada sel epitel gaster yang mengangkut cairan interstisial bersama

urea menuju ke bakteri. Dengan cara ini bakteri mendapatkan nutrisi, mempertahankan

Page 19: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

pH dengan mengubah urea menjadi amonia sehingga membantu H.pylori untuk tumbuh.

VacA juga berperan melonggarkan tight junction antara sel-sel dan menyebabkan

kerusakan epitel.29,30

c.Duodenal ulcer promoting gene A (dupA)

Gen dupA terutama berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada penelitian di China

menunjukkan pasien ulkus duodenum memiliki prevalensi strain dupA positif

dibandingkan pasien Ca gaster dan ulkus gaster.Penelitian Lu et al menemukan bahwa

infeksi strain dupA+ berkaitan dengan peningkatan kadar IL-8 pada mukosa gaster dan

infiltrasi neutrofil yang lebih berat. 31,32

d.Outer inflammatory protein (oipA)

Gen oipA juga dapat menginduksi ekspresi IL-8 dari sel epitel gaster. Adanya

oipA berkorelasi dengan ulkus duodenum dan Ca gaster .33

e.Protein membran luar lainnya

Banyak protein membran luar H.pylori memungkinkan perlekatan H.pylori

terhadap sel epitel gaster, seperti BabA, SabA, HpaA, Omp18, AlpA, AlpB, dan HopZ.

BabA (blood group antigen binding adhesion A), salah satu faktor yang paling banyak

dipelajari, ditemukan pada sel epitel dan memfasilitasi kolonisasi H.pylori dan

meningkatkan respons IL-8, yang menyebabkan inflamasi mukosa.34

f.HP-NAP

Page 20: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

HP-NAP adalah faktor lain yang dapat mengaktivasi neutrofil. HP-NAP

mengaktivasi sel mast sehingga menyebabkan pelepasan isi granul dan sitokin

proinflamasi IL-6. Faktor ini dapat menyebabkan datangnya monosit dan neutrofil ke

lokasi infeksi. HP-NAP juga dapat menginduksi respons Th1 yang kuat, induksi neutrofil

untuk memproduksi ROS dan menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel. 35,64

H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori

mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik

terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di mukosa gaster menginduksi

produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun

TNF-α bersinergis dengan IFN-γ menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan

produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar

IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan

rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi. 13

Gambar 2.9. Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 13

H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6, TNF-

α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg

mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan kadar H.pylori dalam

mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun pejamu selama infeksi

H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi

respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus tersebut

mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. Treg meningkatkan toleransi

terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan memfasilitasi pertumbuhan tumor

Page 21: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

melalui imunosupresi. Beberapa studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg,

mengindikasikan keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi

H.pylori memiliki respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1

termasuk IFN-γ, IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10

dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial. 36

Gambar 2.10. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 36

Tabel 2.7. Faktor-faktor pejamu yang diregulasi oleh aktivasi NF-κB sebagai

respons terhadap infeksi H.pylori 37

H.pylory-induced

Host factors

regulated by NF-

kB activation

Role

References

IL-8 Chemotaxis for neurotrophil

and lymphocytes

(Chu et all., 2003)

Page 22: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

iNOS Enzyme that generates cell

damaging NO

(Lim et al., 2001)

COX-2 The rate limiting enzyme in the

synthesis of prostaglandins

(Kim et al., 2001)

hBD-2 Anti-bacterial peptide (Wada et al., 2001)

MMP-9 and -7 Matrix metalloproteinases

tumour invasiveness

(Mori et al., 2003;

Wroblewski et al.,

2003)

IAP and Mel-1 Anti-apoptotic genes (Chang et al., 2004;

Maeda et al., 2002)

IL-12p40.TNF-α.

IFN-γ. IL-2.IL-6

Pro-inflammatory cytokines (Lu et al., 2005;

Takesima et al., 2009;

Toyoda et al., 2009)

VEGF.HIF-α Angiogenic growth factors (Yeo et al., 2006)

Bax Apoptotic gene (Cha et al., 2009)

PAI-2 Inhibit fibrinolysis (degradation

Of blood clots

(Varro et al., 2004)

2.6. Metode diagnostic Helicobacter pylori

Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi pemeriksaan

invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah dikembangkan untuk

mendeteksi keberadaan infeksi kuman H.pylori, yang dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 2. 8. Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori 38

Test Sensitivity(%) Specificity(%) Comments

Nonivasive

Page 23: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Serologi ELISA 85 79 Detect exposure to

H.pylori but cannot

be used to confirm

succesfull cure after

treatment

Urea breath test 95-100 91-98 Recommended for

Both screening and

confirming cure,

Recent use of

antibiotics and

PPIs can increase

false-negative

results.

H.pylori stool 91-98 91-99 Can be used for initial

Antigen test diagnosis and to

Confirm succesfull

cure

Invasive

Endoscopy with

Biopsy

* Histology >95 95-98 Widely used method

of diagnosis during

endoscopy,sensitivity

is improved by takin

at least 2 biopsies

from antrum and 1

Page 24: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

From body of

stomach

*Rapid urease test 93-97 95-100 Reduce accuracy

CLO Reported among

patients with GI

Bleeding

*Culture 70-80 100 Technically

Demanding,sensitiviti

Varies among

laboratories

H.pylori dapat dideteksi dari endoskopi melalui histologi, kultur, maupun tes

urease, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua metode berbasis

biopsi tersebut dapat mengalami kesalahan pengambilan sampel karena infeksi tersebut

bersifat patchy. Sekitar 14% pasien tidak mengalami infeksi di antrum namun memiliki

H.pylori di suatu tempat di lambung, terutama jika pasien tersebut mengalami atrofi

gaster, metaplasia intestinal, ataupun refluks empedu. Selain itu, pasca-eradikasi dengan

efektivitas parsial, infeksi dalam kadar rendah dapat terlewatkan pada biopsi melalui

endoskopi. Hal ini menimbulkan overestimasi efikasi eradikasi dan tingkat reinfeksi.

Penghambat pompa proton mempengaruhi pola kolonisasi H.pylori di lambung dan

mengurangi akurasi biopsi di antrum. Oleh karena itu, pedoman konsensus

merekomendasikan untuk dilakukan biopsi multipel dari antrum dan korpus untuk

histologi dan satu untuk metode lain (baik kultur maupun pemeriksaan urease). 39

2.6.1Pemeriksaan invasive

1. Histologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang diwarnai dengan

hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan tambahan (seperti Giemsa,

Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet Creosyl) untuk mendeteksi infeksi

dalam kadar rendah dan untuk menunjukkan karakteristik morfologi H.pylori.

Keuntungan pemeriksaan secara histologi selain dapat disimpan, irisan dari biopsi

Page 25: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

dapat diperiksa kapanpun; dan adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia

intestinal dapat pula diperiksa. Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat

disimpan dalam formalin untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat

disimpulkan. 39

2. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi infeksi

bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko pertumbuhan

berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif, dan metode ini adalah

metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama endoskopi. Meskipun hanya

sedikit pusat kesehatan yang secara rutin menawarkan isolasi mikrobiologis

H.pylori, prevalensi strain multiresisten membuat metode kultur dan uji

sensitivitas terhadap antibiotik menjadi persyaratan bagi pasien dengan infeksi

persisten dengan kegagalan terapi.39

3. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi

H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan CLO

dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan urease seringkali lebih

tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena seluruh spesimen biopsi

ditempatkan di dalam media sehingga dapat menghindari sampel tambahan

ataupun kesalahan proses terkait histologi maupun kultur. Sensitivitas

pemeriksaan urease biopsi terlihat jauh lebih rendah (sekitar 60%) pada pasien

dengan perdarahan saluran cerna atas. Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki

dengan menempatkan beberapa sampel biopsi di dalam satu vial untuk

pemeriksaan. 39

2.6.2 Pemeriksaan non-invasif

1. Serologi. Infeksi H.pylori menimbulkan respon mukosa lokal dan antibodi

sistemik. Antibodi IgG terhadap H.pylori dalam sirkulasi dapat dideteksi melalui

antibodi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji aglutinasi lateks.

Pemeriksaan tersebut umumnya sederhana, reprodusibel, tidak mahal, dan dapat

dilakukan terhadap sampel yang disimpan. Metode ini banyak digunakan dalam

Page 26: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

studi epidemiologi, termasuk studi retrospektif untuk menentukan prevalensi

maupun insiden infeksi. Individu sangat bervariasi terkait respon antibodi

terhadap antigen H.pylori, dan tidak ada antigen yang sama yang dapat dikenali

melalui serum dari semua subyek. Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis

bergantung kepada antigen yang digunakan sehingga penting untuk melakukan

validasi lokal terhadap ELISA H.pylori. Pada orang tua dengan infeksi yang telah

berlangsung lama, gastritis atrofi dikaitkan dengan hasil negatif palsu. Konsumsi

obat anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.

Titer antibodi turun secara perlahan pasca-keberhasilan eradikasi sehingga

serologi tidak dapat digunakan untuk menentukan eradikasi H.pylori ataupun

untuk menentukan tingkat reinfeksi. Meskipun titer antibodi IgM terhadap

H.pylori menurun seiring bertambahnya usia, tidak ada assay yang menunjukkan

akuisisi baru. Karena infeksi ini biasanya asimtomatik, sulit untuk

mengidentifikasi dan menegakkan jalur transmisi. Keuntungan metode serologi

adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan assay fase solid terfiksir

untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori. Near patient test (NPT) dapat

dilakukan di pusat kesehatan primer dan lebih sederhana dibanding 13C-urea

breath test yang merupakan satu-satunya NPT yang digunakan saat ini. Namun

akurasi NPT serologis lebih rendah dibanding yang dilaporkan untuk pemeriksaan

ELISA standar menggunakan preparat antigen yang sama. Pemeriksaan ini sering

digunakan untuk menenangkan pasien, namun saat ini belum ada studi yang

membandingkan akurasi, efektivitas biaya, dan nilai jaminan dari 13C-urea breath

test dengan NPT serologis di pusat kesehatan primer.39

Tabel 2.9 Perbandingan ketersediaan, dan biaya pemeriksaan infeksi

Helicobacter pylori 39

Tes Ketersediaan Biaya

Invasif

Histologi

Kultur

Tes urease

Non-invasif 13C-UBT

+ + + +

+ +

+ + + +

+ + + +

>>>>

>>>

>>>

>>>

Page 27: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

14C-UBT

Serologi

ELISA

NPT

Antigen feses

+ + +

+ + +

+ + + +

+ +

>>

>

>>

>>

2. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji 13C-

urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea dengan

karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa lambung dan

melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai 13CO2 dalam udara ekspirasi.

Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak bersifat radioaktif, dapat

digunakan sebagai uji skrining untuk H.pylori, menilai eradikasi, dan mendeteksi

infeksi pada anak. Pemeriksaan 14C-urea breath test mirip dengan 13C-urea breath

test namun bersifat radioaktif dan tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan primer. 39

3. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich

sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang

terbungkus feses. Studi melaporkan sensitivitas dan spesifisitas yang mirip dengan 13C-urea breath test (>90%), dan teknik ini berpotensi untuk dikembangkan

sebagai NPT. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah dalam studi

epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada anak.39

2.7 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis

2.7.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori

Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien yang

mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan kadar IL-6 dan

TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi. IL-6 disekresikan oleh sel T

dan makrofag untuk menstimulasi respons imun terutama selama ada kerusakan jaringan

yang menyebabkan terjadinya inflamasi. IL-6 juga berperan dalam melawan infeksi.

Page 28: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok

sitokin yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi. IL-6

dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung. 41

Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan peningkatan

ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada

tikus menemukan pemberian indometasin secara signifikan meningkatkan ekspresi TNF-

α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan

dalam kerusakan sel epitel gaster akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al

pemberian PPI bisa menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti

inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1β melalui inhibisi

NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee

HJ, et al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin

inflamasi. 42,43

Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai patogenesis/

mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin, efek toksik langsung

dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IFN-γ

dan infiltrasi sel-sel inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran

darah mukosa, hipoksia, dan penurunan pertahanan mukosa. 44

Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat diinduksi oleh

HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan TNF-α. Adanya penurunan

sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan gastroprotektor.41

Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi asam asetat

terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10. Sehingga saat terjadi proses

penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada

inflamasi gaster kronik terjadi peningkatan IL-10 yang secara simultan mengurangi

inflamasi jaringan gaster. Peningkatan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan

inflamasi di gaster. 46

Page 29: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster mukosa

akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang berdampak pada

akumulasi neutrofil. 47,48

Iskemiapun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak pembentukan

radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan TNF-α dalam proses

penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam. Konturek PC, et al melakukan

percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi gaster dimediasi oleh pembentukan radikal

bebas, menyebabkan supresi mikrosirkulasi gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta

terjadi peningkatan superoksida dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa

mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting dalam

progresivitas iskemia yang menginduksi erosi gaster akut menjadi ulkus kronis. 65

2.7.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori

H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang

menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia, displasia

dan akhirnya kanker lambung. 50

Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel plasma,

dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya (Israel, 2001).

Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel epitel lambung dan

merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi. Adanya inflamasi karena H

pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α . 51

Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi dengan H

pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme. Mekanisme inflamasi

terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun spesifik dan imun non spesifik, seperti

terlihat pada gambar di bawah ini. Proses tersebut juga akan menimbulkan keluarnya

mediator sitokin, pada gastritis karena H pylori, seperti pada gambar 11 di bawah.52

Page 30: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Gambar 2.11. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 53

Tabel 2.10. Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis H.

pylori 52

Mediator Usual actions

Cytokines

TNFα Pro-inflamatory (activation of leukocytes)

IL-1αβ Pro-inflamatory (activation of leukocytes)

IL-6 Pro-inflamatory, B- and T-cell

activation/differentiation

Page 31: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

IL-7 T- and B-cell regulation

IL-10 Immune down-regulation

IL-12 Stimulation of Th 1 response

IFN-γ Pro-inflamatory, especially cellular immunity

GM-CSF Pro-inflamatory, maturation factor

Chemokines

IL-8 Nuetrophil recruitment and activation

GRO-α Nuetrophil recruitment and activation

RANTES Mononuclear cell recruitment and activation

MIP-1α Mononuclear cell recruitment and activation

TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan

penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade

inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster yang

berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang lebih tinggi

terhadap Ca gaster. 54

Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang

menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger

K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien

yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas

neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat

inflamasi dan aktivitas neutrofil. 52

Sementara IL-10 yang merupakan sitokin anti inflamasi dapat mengurangi

inflamasi dan efek sitotoksik dari sitokin-sitokin proinflamasi (Holck et al., 2003).

Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel endotel. IL-10

Page 32: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti sel T dan

neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan inflamasi dan

mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa gaster.37,55,56

2.7.3 Interleukin 8

IL-8 adalah kemokin yang diproduksi oleh monosit, limfosit T, neutrofil, sel

endotel vaskular, fibroblas dermis, keratinosit, hepatosit dan sel kanker gaster manusia.

Pada manusia IL-8 ini dikode oleh gen IL-8. IL-8 bersifat kemotaktik terhadap limfosit T

dan basofil serta neutrofil in vitro. Selain itu, IL-8 dapat menginduksi neutrofil untuk

melepaskan enzim lisosom. IL-8 ini tidak terdeteksi pada plasma orang dewasa normal .57

IL-8 merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan influks neutrofil

menuju sel-sel yang terinfeksi dan jumlah IL-8 diekspresikan oleh sel epitel gaster

sebagai respons terhadap H.pylori yang cukup untuk menginduksi kemotaksis neutrofil.58

Penelitian in vivo dan in vitro menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-8 yang

berhubungan dengan infeksi H.pylori.59,60,61 Induksi ekspresi IL-8 dimediasi melalui NF-

κB dan proten activator-1 (AP-1).62 H.pylori secara langsung akan melakukan up regulasi

ekspresi mesenger RNA dari IL-8 dan protein IL-8 pada sel epitel.63

2.8 Hubungan IL-8 dengan gastritis H.pylori

Galur H. pylori mengekspresikan tiga faktor virulensi. Salah satu faktor virulensi

yang banyak diteliti adalah protein CagA yang disandi oleh gen cagA. Infeksi oleh galur

yang menghasilkan cagA berhubungan dengan produksi interleukin 8 ( IL-8 ) yang lebih

banyak dan menimbulkan derajat inflamasi yang lebih berat.63

IL-8 sebagai novel sitokin yang mengaktivasi neutrofil pada pasien yang terinfeksi

H. pylori. IL-8 merupakan mediator potensial pada respon inflamasi. Sebagai kemotaktik

yang potensial, IL-8 dapat mengaktivasi degranulasi leukosit polimorfonuklear (PMN ),

respiratory burst dan jalur 5-lipooksigenase, IL-8 dihasilkan oleh berbagai sel imun dan

non imun termasuk monosit/ makrofag, sel endotel, fibroblast, sel hepatosit dan PMN.

Page 33: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Galur H pylori yang mengandung cag-PAI ( menghasilkan cag A ) menimbulkan respon

IL-8 yang lebih kuat dibandingkan yang tidak.64

Beberapa penelitian tentang hubungan status CagA, kadar IL-8 mukosa gaster dan

derajat inflamasi mukosa menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian yamaoka,et al.

menunjukkan derajat severitas yang lebih berat pada H. pylori positif daripada yang

negatif. Infiltrasi PMN dan MN lebih berat pada galur dengan CagA positif. Kadar IL-8

mukosa gas berhubungan derajat severitas yang lebih berat secara signifikan pada galur

dengan CagA positif. CagA positif berhubungan kuat dengan tingginya kadar IL-8

mukosa gaster. Infiltrasi sel MN berkolerasi signifikan ddengan kadar IL-8. 33

Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang

menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger

K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien

yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas

neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat

inflamasi dan aktivitas neutrofil .52

Xuan, et al. tahun 2005 mendapatkan kadar IL-8 mukosa metode ELISA yang

lebih tinggi pada derajat gastritis yang lebih berat (infiltrasi neutrofil, infiltrasi

mononuklear dan atrofi. 7

Penelitian Andersen et al mendapatkan bahwa IL-8 dan IL-10 meningkat secara

signifikan pada derajat inflamasi yang lebih berat dan tingkat kepadatan H.pylori yang

makin banyak .8

Holck et al melaporkan adanya hubungan signifikan antara IL-8 dan IL-10

dengangastritis maupun tingkat kepadatan H.pylori. Aktivitas sitokin IL-8 dan IL-10

meningkatpada pasien yang terinfeksi H.pylori. IL-8 ditemukan meningkat pada separuh

pasien H.pylori, dibandingkan dengan 25% pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori .25

Page 34: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Gambar 2.12 Interaksi antara pathogen-host di dalam patogenesis infeksi

Helicobacter pylori .20

Page 35: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis
Page 36: BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Defenisi Gastritis Gastritis

Pasien Abdominal

Dispepsia

GastritisCL

Endoskopi: mukosamengalami edema, eritema (spotted, patchy,

Biopsi

CLO test: gel tetapkuning (negatif)/ berubahwarnamenjadimerah (positif)

Hubungan IL-8pada gastritis H. pylori (+) Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (-)Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (+)

Wawancara PADYQ: kuesioner dengan 11 pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri

epigastrium, mual, muntah, perut kembung, dan early satiation. Gejala nyeri epigastrium,

mual, perut kembung bagian atas dinilai intensitas, durasi, dan frekuensi; sementara muntah dan early satiationdinilai frekuensi.

Biopsi dilakukan pada tempat kurvatura mayor dan minor antrum.

H. pylori (+) H. pylori (-)

IL-8

IL-8

Bakteri gram (-), berkolonidi gastermanusia,,memi

i fl i