Upload
shazhan828
View
23
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peramalan ( forecasting )
2.1.1. Hubungan Forecast dengan Rencana
Forecast adalah peramalan apa yang akan terjadi pada waktu yang akan datang, sedang
rencana merupakan penentuan apa yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang
(Subagyo, 1986: 3). Dengan sendirinya terjadi perbedaan antara forecast dengan rencana.
Forecast adalah peramalan apa yang akan terjadi, tetapi belum tentu bisa dilaksanakan oleh
perguruan tinggi atau perusahaan.
2.1.2. Definisi dan Tujuan Peramalan (forecasting)
Peramalan (forecasting) adalah suatu usaha untuk meramalkan keadaan dimasa
mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu (Handoko, 1984: 260). Dalam kehidupan
sosial segala sesuatu itu serba tidak pasti, sukar diperkirakan secara tepat. Dalam hal ini perlu
diadakan forecast. Peramalan (forecasting) yang dibuat selalu diupayakan agar dapat
meminimumkan pengaruh ketidakpastian ini terhadap Perguruan Tinggi UMSU.
Dengan kata lain peramalan (forecasting) bertujuan mendapatkan forecast yang bisa
meminimumkan kesalahan meramal (forecast error) yang biasanya diukur dengan Mean
Squared Error, Mean Absolute Error, dan sebagainya (Subagyo, 1986:4).
2.1.3. Proses Peramalan (forecasting)
Proses peramalan (forecasting) biasanya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut
( Handoko, 1984: 260).
a. Penentuan Tujuan
Analis mengatakan dengan para pembuat keputusan dalam perguruan tinggi untuk
mengetahui apa kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menentukan:
1) Variabel-variabel yang akan diestimasi.
2) Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan.
3) Untuk tujuan-tujuan apa hasil peramalan akan digunakan.
4) Estimasi jangka panjang atau jangka pendek yang diinginkan.
5) Derajat ketepatan estimasi yang diinginkan.
6) Kapan estimasi dibutuhkan.
7) Bagian-bagian yang diinnginkan, seperti peramalan untuk kelompok pembeli,
kelompok produk atau daerah geografis.
2.2 Pengertian Persediaan
Menurut M.Syamsul Ma’arif dan Hendri Tanjung (2003) persediaan adalah suatu aktiva
yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu
periode usaha yang normal atau barangbarang yang masih dalam proses produksi ataupun
persediaan bahan baku yang masih menunggu untuk digunakan dalam suatu proses produksi.
Persediaan merupakan suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan
dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-
barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku
yang menunggu penggunaannya dalam suatu proses produksi. Persediaan merupakan bahan-
bahan, bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam
perusahaan untuk proses produksi serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan
untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau pelanggan setiap waktu (Rangkuti, 2007).
Persediaan tidak hanya merupakan barang jadi yang sudah diproduksi oleh perusahaan,
namun juga bahan baku ataupun barang yang masih dalam proses produksi. Persediaan ini
diperlukan untuk memastikan bahwa proses produksi akan tetap berjalan sehingga
perusahaan tidak mengalami penghentian proses produksi. Terkadang perusahaan
menghentikan proses produksinya karena tidak adanya persediaan bahan baku. Hal tersebut
mengakibatkan sebagian besar perusahaan membagi investasinya sebesar 50% hanya untuk
mencukupi kebutuhan persediaannya saja.
2.2.1 Alasan dan Fungsi Persediaan
Alasan dilakukannya persediaan pada beberapa perusahaan meliputi beberapa hal yaitu
(Rangkuti, 2007) :
1. Menghilangkan risiko keterlambatan datangnya barang atau bahan-bahan yang
dibutuhkan perusahaan.
2. Menghilangkan risiko dari materi yang dipesan berkualitas tidak baik sehingga harus
dikembalikan.
3. Untuk mengantisipasi bahan-bahan yang dihasilkan secara musiman sehingga dapat
digunakan bila bahan itu tidak ada di pasaran.
4. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan atau menjamin kelancaran arus produksi.
5. Mencapai penggunaan mesin yang optimal.
6. Memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sebaik-baiknya dimana keinginan
pelanggan pada suatu waktu dapat dipenuhi dengan memberikan jaminan tetap
tersedianya barang jadi tersebut.
7. Membuat pengadaan atau produksi tidak perlu sesuai dengan penggunaan atau
penjualannya.
Menurut Rangkuti (2007) fungsi persediaan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Fungsi Decoupling
Persediaan yang memungkinkan perusahaan untuk memenuhi permintaan pelanggan
tanpa bergantung pada supplier. Persediaan diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan (fluctuation stock).
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan dilakukan sebagai upaya penghematan atau potongan pembelian. Pembelian
dalam jumlah besar akan menurunkan biaya operasional yang dibebankan pada tiap unit
produknya. Biaya yang dapat dikurangi karena pembelian dalam kuantitas yang besar seperti
biaya pengangkutan, tetapi dapat menimbulkan biaya persediaan seperti : biaya sewa gudang,
investasi , risiko dan lain-lain.
3. Fungsi Antisipasi
Persediaan dilakukan untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan
berdasarkan pengalaman atau data historis perusahaan. Selain itu persediaan juga dilakukan
untuk menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman. Perusahaan memerlukan
persediaan ekstra yang disebut persediaan pengaman (safety stock).
2.2.2 Fungsi Penyediaan Darah
Darah merupakan elemen yang paling penting dalam tubuh. Tanpa adanya darah,
manusia tidak akan dapat hidup. Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi
utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah
juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan
mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh
dari berbagai penyakit.
Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan
darah dalam sistem AB0 pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa
teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah
merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan
golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal
dengan golongan darah 0). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah
merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut
golongan 0.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari
Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB,
kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada
serum tidak ditemukan antibodi (PMI, 2002). Menurut sistem AB0, golongan darah dibagi
menjadi 4 golongan seperti yang tertera pada Tabel 2.2.
Untuk menentukan golongan darah seseorang tidak diperlukan biaya yang besar dan
relatif mudah karena hanya memerlukan beberapa tetes dari sampel darah. Sebuah serum
anti-A dicampur dengan satu atau dua tetes sampel darah. Serum lainnya dengan anti-B
dicampurkan pada sisa sampel. Penilaian dilakukan dengan memperhatikan apakan ada
penggumpalan pada salah satu sampel darah tersebut. Sebagai contoh, apabila sampel darah
yang dicampur serum anti-A tersebut menggumpal namun tidak menggumpal pada sampel
darah yang dicampur serum anti-B maka antigen A ada pada sampel darah tersebut. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa sampel darah tersebut diambil dari orang dengan
golongan darah A (Palomar College Behavioral Sciences Department, 2009).
Tabel 2.1 Pembagian Golongan Darah Sistem ABO
Golongan
Darah
Antigen A Antigen B Antibodi
Anti-A
Antibodi
Anti-B
A + - - +
B - + + -
0 - - + +
AB + + - -
Berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas
dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok orang dengan Rh-positif (Rh+), berarti
darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi
penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh). Kelompok
satunya lagi adalah kelompok orang dengan Rhnegatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki
antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat
dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).
Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini termasuk keturunan (herediter) yang
diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu R dan r. R dominan terhadap r sehingga
terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh gen dominan R. Orang Rh+ mempunyai genotip RR
atau Rr, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rr (Beutler, 2006).
Permintaan darah dalam setiap bulannya tidak pernah menentu. Terkadang dalam
satu bulan permintaan darah tidak mencapai 100 kantong darah namun pada bulan
berikutnya permintaan darah dapat melebihi 100 atau bahkan sampai dengan 300 kantong
darah. Pada saat-saat tertentu darah yang diminta banyak berasal dari golongan O
sedangkan permintaan akan golongan A, B serta AB kurang. Sebaliknya pada waktu-waktu
tertentu darah yang diminta banyak yang berasal dari golongan A serta B namun yang
tersedia di UTDC adalah golongan O dan AB sehingga permintaan darah tersebut tidak
dapat terpenuhi. Waktu permintaan darah yang paling banyak adalah saat musim penghujan
dan banyak wabah demam berdarah. Pada bulan-bulan tersebut dapat dipastikan
permintaan darah meningkat. Permintaan darah juga meningkat pada saat hari raya lebaran,
natal serta tahun baru karena berhubungan dengan angka kecelakaan yang melonjak
dengan tajam.
2.2.3 Palang Merah Indonesia (PMI)
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di
Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Dalam melakukan tugas
kemanusiaan gerakan ini memiliki keunikan yaitu semua kegiatan utamanya dilakukan oleh
relawan. Relawan menjadi tulang punggung kegiatan Palang Merah Indonesia, mulai dari
yang masih muda dan belum memiliki pengetahuan sampai mereka yang sudah memiliki
keahlian khusus dan sangat berpengalaman.
PMI juga merupakan bank darah yang digunakan untuk menyimpan darah sehingga,
apabila diperlukan, PMI siap menyediakan darah tersebut.
PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang
Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian,
kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan.
Tujuan Palang Merah Indonesia yaitu untuk meringankan penderitaan sesama apapun
sebabnya, yang tidak membedakan golongan, bangsa, kulit, jenis kelamin, agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2.3 ARIMA (Autoregressive Integrated Moving average)
Metode Autoregressive Integrated Moving average (ARIMA) atau biasa disebut juga
sebagai metode Box-Jenkins merupakan metode yang secara intensif dikembangkan oleh
George Box dan Gwilym Jenkins (1976), yang merupakan perkembangan baru dalam metode
peramalan ekonomi, tidak bertujuan membentuk suatu model struktural (persamaan tunggal
maupun persamaan simultan) yang berbasis dari teori ekonomi dan logika, namun dengan
menganalisis probabilistik atau stokastik dari data time series dengan memegang filosofi “let
the data speak for themselves”
ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan
sintesis dari pola data secara historis (Arsyad, 1995). ARIMA ini sama sekali mengabaikan
variabel independen karena model ini menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau
dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat.
ARIMA telah digunakan secara luas seperti dalam peramalan ekonomi, analisis anggaran
(budgetary), mengontrol proses dan kualitas (quality control & process controlling), dan
analisis sensus (Antoniol, 2003).
Arsyad (1995) juga menyebutkan bahwa metodologi Box-Jenkins ini dapat digunakan :
1. Untuk meramal tingkat employment,
2. Menganalisis pengaruh promosi terhadap penjualan barang-barang konsumsi,
3. Menganalisis persaingan antara jalur kereta api dengan jalur pesawat terbang,
4. Mengestimasi perubahan struktur harga suatu industri.
Hasil para peneliti terdahulu mengenai ARIMA dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. ARIMA merupakan suatu metode yang menghasilkan ramalan-ramalan berdasarkan
sintesis dari pola data secara historis (Arsyad, 1995). Variabel yang digunakan adalah
nilai-nilai terdahulu bersama nilai kesalahannya.
2. ARIMA memiliki tingkat keakuratan peramalan yang cukup tinggi karena setelah
mengalami tingkat pengukuran kesalahan peramalan MAE (mean absolute error)
nilainya mendekati nol (Francis dan Hare, 1994).
3. ARIMA mempunyai tingkat keakuratan peramalan sebesar 83.33% dibanding model logit
66.37% dan OLS 58.33% (Dunis, 2002).
Menurut penelitian Mulyono(2000) tentang peramalan harga saham dengan teknik Box-
Jenkins menunjukkan bahwa metode ini cocok untuk meramal sejumlah variabel dengan cepat,
sederhana, dan murah karena hanya membutuhkan data variabel yang akan diramal. Dan
menerapkan teknik ini untuk peramalan jangka pendek (5 hari) pada pergerakan IHSG di BEJ
dengan data harian dan periode estimasi selama 3 bulan.
Didukung oleh pendapat Firmansyah (2000) pada penelitiannya tentang peramalan inflasi
dengan metode Box-Jenkins (ARIMA) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa model
ARIMA ini hanya dapat digunakan untuk peramalan jangka sangat pendek, berbeda dengan
model struktural yang dapat melakukan peramalan jangka panjang. Model ARIMA ini
membutuhkan data yang relatif sangat besar, dari beberapa literatur menganjurkan minimal
membutuhkan 72 data dari suatu series.
Menurut Arsyad (1995) metode Box-Jenkins untuk data runtut waktu (time series) yang
stasioner adalah ARIMA. ARIMA ini merupakan uji linear yang istimewa. Dalam membuat
peramalan model ini sama sekali mengabaikan variabel independen karena model ini
menggunakan nilai sekarang dan nilai-nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan
peramalan jangka pendek yang akurat.
Metode Box-Jenkins hanya dapat diterapkan, menjelaskan, atau mewakili series yang
stasioner atau telah dijadikan stasioner melalui proses differencing. Karena series stasioner tidak
punya unsur trend, maka yang ingin dijelaskan dengan metode ini adalah unsur sisanya, yaitu
error. Kelompok model time series linier yang termasuk dalam metode ini antara lain:
autoregressive, moving average, autoregressive-moving average, dan autoregressive integrated
moving average.
2.3.1 Model Autoregressive
Jika series stasioner adalah fungsi linier dari nilai-nilai lampaunya yang berurutan atau
nilai sekarang series merupakan rata-rata tertimbang nilai-nilai lampaunya bersama dengan
kesalahan sekarang, maka persamaan itu dinamakan model autoregressive.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) :
Yt = b0 + b1 Yt-1 + b2 Yt-2 + … + bn Yt-n + et ..................................... (1)
Dimana :
Yt = nilai series yang stasioner
Yt-1, Yt-2, Yt-n = nilai lampau series yang bersangkutan ; variabel
independen yang merupakan
dependen.
nilai lag dari variabel
b0 = konstanta
b1, b2, b n = koefisien model
et = residual; kesalahan peramalan dengan ciri
sebelumnya.
Banyaknya nilai lampau yang digunakan (p) pada model AR menunjukkan tingkat dari
model ini. Jika hanya digunakan sebuah nilail lampau, dinamakan model autoregressive
tingkat satu dan dilambangkan dengan AR (1). Agar model ini stasioner, jumlah koefisien
model n autoregressive (∑ bi ) harus selalu kurang dari 1. Ini merupakan syarat perlu, i=1
bukan cukup, sebab masih diperlukan syarat lain untuk menjamin stationarity.
2.3.2 Model Moving Average
Jika series yang stasioner merupakan fungsi linier dari kesalahan peramalan sekarang
dan masa lalu yang berurutan, persamaan itu dinamakan moving average model.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000):
Yt = a0 – a1 et-1 – a2 et-2 - ....- an et-n + et …………………....…...... (2)
Dimana :
Yt = nilai series yang stasioner
et-1, et-2, et-n = variabel bebas yang merupakan lag dari residual
a0 = konstanta
a1, a2, an = koefisien model
et = residual
Terlihat bahwa Yt merupakan rata-rata tertimbang kesalahan sebanyak n periode ke
belakang. Banyaknya kesalahan yang digunakan pada persamaan ini (q) menandai tingkat
dari model moving average. Jika pada model itu digunakan dua kesalahan masa lalu, maka
dinamakan model average tingkat 2 dan dilambangkan sebagai MA (2). Hampir setiap model
exponential smoothing pada prinsipnya ekuivalen dengan suatu model ini.
Agar model ini stasioner, suatu syarat perlu (bukan cukup), yang dinamakan
invertibility condition adalah bahwa jumlah koefisien model n (∑ wi) selalu kurang dari 1. ini
artinya jika makin ke belakang peranan i=1 kesalahan makin mengecil. Jika kondisi ini tak
terpenuhi kesalahan yang makin ke belakang justru semakin berperan.
Model MA meramalkan nilai Yt berdasarkan kombinasi kesalahan linier masa lampau
(lag), sedangkan model AR menunjukkan Yt sebagai fungsi linier dari sejumlah nilai Yt
aktual sebelumnya.
2.3.3Model Autregressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Model time series yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa data time series tersebut
stasioner, artinya rata-rata varian (σ2) suatu data time series konstan. Tapi seperti kita ketahui
bahwa banyak data time series dalam ilmu ekonomi adalah tidak stasioner, melainkan
integrated. Jika data time series integrated dengan ordo 1 disebut I (1) artinya differencing
pertama. Jika series itu melalui proses differencing sebanyak d kali dapat djadikan stasioner,
maka series itu dikatakan nonstasioner homogen tingkat d.
Seringkali proses random stasioner tak dapat dengan baik dijelaskan oleh model moving
average saja atau autoregressive saja, karena proses itu mengandung keduanya. Karena itu,
gabungan kedua model, yang dinamakan Autregressive Integrated Moving Average
(ARIMA) model dapat lebih efektif menjelaskan proses itu. Pada model gabungan ini series
stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya serta nilai sekarang dan kesalahan lampaunya.
Bentuk umum model ini adalah (Mulyono, 2000) :
Yt = b0 + b1 Yt-1 + … + bn Yt-n – a1 et-1 - … - an et-n + et ................. (3)
Dimana:
Yt = nilai series yang stasioner
Yt-1, Yt-2 = nilai lampau series yang bersangkutan
et-1, et-2 = variabel bebas yang merupakan lag dari residual
et = residual
b0 = konstanta
b1, bn, a1, an = koefisien model
Syarat perlu agar proses ini stasioner b1 + b2 +…+ bn < 1.
Proses ini dilambangkan dengan ARIMA (p,d,q).
Dimana :
q menunjukkan ordo/ derajat autoregressive (AR)
d adalah tingkat proses differencing
p menunjukkan ordo/ derajat moving average (MA)
Simbol model-model sebelum ini dapat saja dinyatakan seperti berikut :
AR (1) sama maksudnya dengan ARIMA (1,0,0), MA (2) sama maksudnya dengan
ARIMA (0,0,2), dan ARMA (1,2) sama maksudnya dengan ARIMA (1,0,2).
Adalah mungkin suatu series nonstasioner homogen tidak tersusun atas kedua proses
itu, yaitu proses autoregressive maupun moving average. Jika hanya mengandung proses
autoregressive, maka series itu dikatakan mengikuti proses Integrated autoregressive dan
dilambangkan ARIMA (p,d,0). sementara yang hanya mengandung proses moving average,
seriesnya dikatakan mengikuti proses Integrated moving average dan dituliskan ARIMA
(0 ,d,q ).
Tabel 2.1 Pola Autokorelasi dan Autokorelasi Parsial
Autocorrelation Partial autocorrelation ARIMA tentatif
Menuju nol setelah lag q Menurun secara bertahap/ bergelombang ARIMA (0,d,q)
Menurun secara
bertahap/bergelombang
Menuju nol setelah lag q ARIMA (p,d,0)
Menurun secara bertahap/
bergelombang sampai lag q
masih berbeda dari nol)
Menurun secara bertahap/ bergelombang
(sampai lag p masih berbeda dari nol)
ARIMA (p,d,q)
2.3.4 Tahapan Metode ARIMA (Box-Jenkins)
Dengan metode ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan berikut ini:
Bagaimana suatu data time series diselesaikan yaitu apakah dengan proses AR murni/
ARIMA (p,0,0) atau MA murni/ ARIMA (0,0,q) atau proses ARMA/ ARIMA (p,0,q) atau
proses ARIMA (p,d,q).
Langkah-langkah penerapan metode ARIMA secara berturut-turut adalah :
1. Spesifikasi atau identifikasi model,
2. Pendugaan parameter model,
3. Diagnostic checking, dan
4. Peramalan.
Berikut akan diterangkan setiap tahapan itu dalam bentuk flowchart :
2.4 Penelitian Terdahulu
Sudah banyak penelitian-penelitian terdahulu yang mencoba memprediksi gerakan suatu
indeks harga saham menggunakan analisis teknikal dengan berbagai metode.
Pada tabel berikut dapat dilihat ikhtisar dari penelitian terdahulu yang berhubungan
dengan analisis prediksi harga saham yang menggunakan metode ARIMA dalam melakukan
peramalan, adalah sebagai berikut:
Sumber : Box & Jenkins (1976) dalam kuncoro (2001)
Rumuskan model umum dan uji stasioneritas data
Identifikasi Model tentatif (memilih p,d,q)
Estimasi parameter dari model
Uji Diagnostic : apakah model sesuai?
Penggunaan Model untuk peramalan
ya
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Metode Periode Data Penelitian dan Hasil
1. Sri Mulyono
(2000)
Metode Box-
Jenkins
(ARIMA)
Data harian
periode 3
Januari – 31
Maret 2000
Dalam penelitiannya mengenai
peramalan jangka pendek IHSG di
BEJ.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
metode Box-Jenkins cocok untuk
peramalan jangka pendek.
2. Rewat
Wongkaroon
(2002)
ARIMA,
Random
walk Theory
Data periode
1996 - 2001
Dalam penenlitiannya, melakukan
peramalan pergerakan harga indeks
SET50 di Thailand.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model ARIMA hanya lebih akurat
dalam meramal indeks SET50 pada
tahun 1997. Namun pada tahun 1996,
1998, dan 2001 kurang akurat jika
dibandingkan dengan Random Walk
Theory.
3. Achmad Yani
(2004)
Metode Box-
Jenkins
(ARIMA)
Data harian
periode 2
Januari 2003 –
30 Desember
2003
Peramalan pergerakan IHSG di BEI.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model ARIMA cocok untuk peramalan
jangka pendek.
4. Nachrowi Djalal,
Hardius Usman
(2007)
Metode Box-
Jenkins
(ARIMA) dan
metode
GARCH
Data harian
periode 3
Januari 2005 –
2 Januari 2006
Dalam penelitiannya melakukan
Prediksi tergadap pergerakan IHSG di
BEI dengan menggunakan beberapa
pendekatan dan kemudian
membandingkan daya prediksinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
model ARIMA mempunyai kesalahan
lebih kecil dibandingkan metode
GARCH
5. Etty
Murwaningsari
(2008)
Metode OLS,
model
GARCH, dan
model
ARIMA
Data bulanan
dari tahun
1992 - 2006
Penelitian mengenai nilai prediksi
IHSG.
Hasil penelitian menunjukkan metode
ARIMA memberikan hasil selisih nilai
terkecil antara aktual dengan prediksi
sebesar 47,34 (ARIMA) dan 258,48
(GARCH).
6. Ahmad Sadeq
(2008)
Metode Box-
Jenkins
(ARIMA)
Data harian
periode 2
Januari 2006 –
28 Desember
2006
Peramalan IHSG dengan metode
ARIMA.
Hasil penelitian menujukkan bahwa
peramalan IHSG dengan metode
ARIMA terbukti akurat dengan tingkat
kesalahan peramalan rata-rata sebesar
4,14%.
2.5 Kerangka Teori
Unit Transfusi Darah (UTD) Palang Merah Indonesia (PMI) ialah salah satu instansi
yang ditunjuk oleh menteri kesehatan sebagai instansi yang melayani kebutuhan darah
masyarakat. UTD PMI perlu melakukan penyediaan darah dalam rangka memenuhi
kebutuhan pemakaian darah. Penyediaan darah dilakukan dengan memperhatikan pola
pasokan darah berdasarkan tipe-tipe donor serta pola penanganan darah. Setelah mengetahui
kedua pola tersebut maka akan didapat besaran parameter dari masingmasing golongan
darah.
Pemakaian darah perlu diketahui sehingga permintaan darah bulanan serta pola penyakit
dan penggunaan darah dapat di identifikasi. Setelah kedua hal tersebut diketahui maka akan
diperoleh karakteristik permintaan darah. Selanjutnya ialah mempelajari sistem yang
dipakai oleh PMI UTDC Kota Samarinda guna mengetahui stok darah yang ada, apakah
mengalami kekurangan atau kelebihan. Setelah penyediaan darah dan pemakaian darah
diketahui maka akan didapatkan tingkat persediaan optimal yang diperbandingkan dengan
stok darah yang ada di PMI UTDC Kota Samarinda.
Efisiensi persediaan akan tercapai setelah tingkat persediaan yang optimal terpenuhi.
Pelayanan yang optimal dapat diberikan kepada pasien maupun Rumah Sakit yang tentu
saja akan semakin banyak jumlah pasien yang terselamatkan. Kerangka teori dapat dilihat
pada Gambar 5.
Pemakaian DarahPenyediaan Darah
Pola Pemasukan Darah
PMI UTDC
Instansi Penyedia Darah
s
Permintaan Darah
Karakteristik
Permintaan Darah
Tingkat Persediaan Optimal
Efisiensi Persediaan Pelayanan Optimal
Semakin Banyak
Jumlah Pasien yang
Diselamatkan
Perbandingan
Kelebihan dan
Kekurangan
Stok Darah
Sistem yang
Digunakan PMI
Samarinda