28
20 BAB II SEJARAH BERDIRINYA MASYARAKAT ARAB AMPEL A. Awal Mula Pemukiman Arab di Kawasan Nusantara Nusantara adalah sebuah kawasan yang berisi berbagai macam etnis, suku bangsa, ras, maupun kekayaan budaya yang sangat luar biasa banyaknya. Keragaman budaya yang timbul dari berbagai daerah ternyata memberikan suatu identitas khas dari berbagai macam etnis yang ada baik dari lokal maupun pendatang. Etnis lokal memberikan sentuhan lokal yang berisi ajaran leluhur tentang menjaga kesatuan dan persatuan antara sesama manusia maupun dengan alam sekitar, tidak ketinggalan pula etnis pendatang yang berasal dari luar juga memberikan suasana berbeda dengan kebudayaan lokal hingga melebur menjadi sebuah kebudayaan baru yang sesuai dengan budaya ketimuran milik bangsa kita sendiri. Etnis Arab dikenal sebagai salah satu etnis pendatang yang memiliki pengaruh cukup besar dalam perkembangan Nusantara sebagai sebuah nation state pada masa awal abad ke 20. Mereka dikenal sebagai salah satu pedagang ulung serta pemuka agama Islam, dimana masyarakat pribumi masih menganut kepercayaan Hindu-Budha maupun kepercayaan lain. Hal ini didasarkan oleh para pedagang yang berasal dari kawasan yang disebut sebagai Hadramaut, sebuah kawasan yang berada di salah satu daerah jazirah Arab bagian selatan yang kini dikenal sebagai kawasan Yaman Selatan. Hanya beberapa diantara mereka yang

BAB II SEJARAH BERDIRINYA MASYARAKAT ARAB …abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0512054_bab2.pdf · A. Awal Mula Pemukiman Arab di Kawasan Nusantara ... rumah mereka sama dengan

  • Upload
    ledat

  • View
    226

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

20

BAB II

SEJARAH BERDIRINYA MASYARAKAT ARAB AMPEL

A. Awal Mula Pemukiman Arab di Kawasan Nusantara

Nusantara adalah sebuah kawasan yang berisi berbagai macam etnis, suku

bangsa, ras, maupun kekayaan budaya yang sangat luar biasa banyaknya.

Keragaman budaya yang timbul dari berbagai daerah ternyata memberikan suatu

identitas khas dari berbagai macam etnis yang ada baik dari lokal maupun

pendatang. Etnis lokal memberikan sentuhan lokal yang berisi ajaran leluhur

tentang menjaga kesatuan dan persatuan antara sesama manusia maupun dengan

alam sekitar, tidak ketinggalan pula etnis pendatang yang berasal dari luar juga

memberikan suasana berbeda dengan kebudayaan lokal hingga melebur menjadi

sebuah kebudayaan baru yang sesuai dengan budaya ketimuran milik bangsa kita

sendiri.

Etnis Arab dikenal sebagai salah satu etnis pendatang yang memiliki

pengaruh cukup besar dalam perkembangan Nusantara sebagai sebuah nation state

pada masa awal abad ke – 20. Mereka dikenal sebagai salah satu pedagang ulung

serta pemuka agama Islam, dimana masyarakat pribumi masih menganut

kepercayaan Hindu-Budha maupun kepercayaan lain. Hal ini didasarkan oleh para

pedagang yang berasal dari kawasan yang disebut sebagai Hadramaut, sebuah

kawasan yang berada di salah satu daerah jazirah Arab bagian selatan yang kini

dikenal sebagai kawasan Yaman Selatan. Hanya beberapa diantara mereka yang

21

datang dari Maskat, di tepian Teluk Persia, Hijaz, Mesir, maupun dari pantai timur

Afrika1.

Pada awal abad pertengahan, catatan para penjelajah Barat menunjukkan

bahwa kawasan Nusantara telah menjalin hubungan dagang yang cukup erat dalam

bidang perdagangan antara Arab Selatan, Maskat, dan Teluk Persia2. Para pedagang

yang berasal dari kawasan Hadramaut juga dikenal sebagai navigator ulung pada

waktu itu. Sehingga mereka dapat menjangkau kawasan hingga ke daerah Timur

Jauh atau yang kita kenal sebagai kawasan Nusantara pada saat ini.

Selain berdagang, para pedagang membawa misi penting berupa

memperkenalkan Islam di Nusantara semenjak runtuhnya kerajaan Islam Samudra

Pasai hingga kerajaan Hindu Majapahit yang menandai awal supremasi kerajaan

Islam hingga awal abad ke – 20. Semenjak peristiwa tersebut, para pedagang

muslim keturunan Hadramaut mulai mendirikan sebuah pemukiman yang berada di

pesisir pantai, seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Gresik, dan Surabaya.

Imigran Arab yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai memasuki

Nusantara melalui jalur strategis berupa jalur pelayaran. Menurut catatan van den

Berg, data berupa sensus para imigran Arab sebelum tahun 1859 tidak ditemukan

sama sekali mengenai arus masuk maupun keluar para imigran tersebut. Namun

semenjak revolusi industri di negara Inggris pada awal akhri abad ke – 18

memberikan pengaruh besar dalam bidang navigasi maupun teknologi pelayaran

1 Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS :

Jakarta. Hal : 1 2 Ibid. Hal : 67

22

berupa kapal uap. Sehingga mempermudah pelayaran dari kawasan Hadramaut

hingga ke kawasan Timur Jauh menjadi lebih mudah dijangkau. Pembukaan

Terusan Suez pada tahun 1869 memberikan dampak pada meningkatnya jumlah

imigrasi etnis Hadramaut ke kawasan Nusantara.

Memasuki abad ke – 19, pemukiman Arab di Nusantara diatur oleh

pemerintah kolonial Belanda serta dikategorikan dalam penduduk timur asing atau

oosterlingen. Pemukiman Arab Sumatera terbesar berada di Palembang yang

sebagian besar adalah penduduk asli Arab dari Saudi maupun dari Yaman Selatan.

Sedangkan pemukiman yang berada di pulau Jawa sebagian besar bermukim di

kawasan pesisir seperti Batavia (Jakarta), Cirebon, Tegal, Semarang, Tuban,

Gresik, dan Surabaya. Pemukiman Arab terbesar di luar Jawa bermukim di kota

Pontianak, Banjarmasin, Makaasar, dan Palu.

Pulau Jawa adalah sebuah negeri yang sangat besar, negeri yang dimulai

dari Cirebon (Choroboam) hingga Blambangan (Bulambaum)3. Negeri ini dikepalai

oleh seorang raja Jawa penganut paganisme4. Kerajaan-kerajaan yang berada di

pulau Jawa sejak lama sudah mengadakan hubungan dengan para pedagang muslim

yang berasal dari Arab, Gujarat, maupun Persia5. Jumlah mereka yang amat banyak

3 Tom Pires, 2015, Suma Oriental Karya Tome Pires : Perjalanan dari Laut

Merah ke Cina dan Buku Francisco Rodriguez, Ombak : Yogyakarta. Halaman :

242 4 Pagan adalah kepercayaan yang berisi mengenai adanya kekuatan magis

dari benda-benda yang disakralkan. Pada zaman dahulu, kerajaan-kerajaan yang

ada di pulau Jawa dikuasi oleh raja-raja kafir yang berpusat di kawasan Sunda

maupun Jawa. 5 Hal ini juga didukung oleh catatan Tome Pires dan dikutip oleh S.Q fatimi,

bahwa orang-orang muslim pembawa Islam ke Indonesia juga berasal dari kawasan

23

mendukung para saudagar muslim untuk memperkenalkan ajaran agama Islam

mereka di daerah pesisir pantai Jawa sembari berdagang dengan barang

dagangannya. Islam dan kebudayaan setempat di pulau Jawa berasimilasi dan

berakulturasi dengan baik hingga membuat suatu bentuk kebudayaan baru.

Rickleff6 menjelaskan ada dua hal yang mendukung dalam hal proses

islamisasi di pulau Jawa diantaranya adalah :

1. Penduduk pribumi yang berhubungan dengan para saudagar muslim

2. Penduduk asing yang beragama Islam, menetap, kemudian mengadakan

perkawinan campuran dengan putri para raja pribumi maupun masyarakat

lokal

Selain pendapat oleh Rickleff, ada tiga jenis pola pembentukan budaya yang

mendukung proses terjadinya islamisasi di kawasan Nusantara seperti :

1. Samudra Pasai : Kekuasaan Supra Desa menuju negara terpusat

2. Sulawesi Selatan : Islamisasi diawali di Keraton

3. Jawa : Islam tampil sebagai penentang kekuasaan yang ada

Kombinasi antara penguasa lokal dengan saudagar muslim ternyata cukup efektif

dalam menentang kekuasaan sebelumnya, cara yang paling efektif dalam

mendukung proses islamisasi adalah dengan menikahi putri penguasa setempat.

Selain itu, mereka juga diundang sebagai pemimpin ritual keagamaan.

Benggala, Maghribi, Hadramaut, maupun Persia. Diambil dari beberapa catatan

perjalanan Tome Pires dalam Suma Oriental serta aliran-aliran Tasawuf 6 Lihat Azyumardi Azra. 1996. Islam in The Indonesia World : An Account

of Institutional Formation. Mizan : Bandung.

24

Kemudahan dalam mendirikan sebuah pemukiman Arab di pulau Jawa

memberikan akses masuk terhadap gelombang migrasi etnis Hadramaut, mayoritas

memilih pindah ke kawasan Nusantara untuk mencari kehidupan baru serta

menghindari konflik di Timur-Tengah. Setiap pemukiman Arab di pulau Jawa

memiliki keunikan dan karakteristik masing-masing, dalam segi bidang kehidupan.

Pemukiman Arab di Batavia merupakan pemukiman terbesar yang ada di

Hindia Belanda pada waktu itu, tahun 1844 pemerintah kolonial mengharuskan

tiap-tiap pemukiman agar memiliki kepala koloni dalam mempermudah proses

sensus penduduk lokal maupun pendatang. Rumah-rumah para imigran Arab

kebanyakan mengikuti gaya arsitektur Eropa yang terdapat di kawasan kota tua

Batavia7. Masyarakat Arab di kawasan kota Batavia dikategorikan sebagai

masyarakat kelas dua disamping etnis Tionghoa, atau bisa disebut sebagai Timur

Asing atau oosterlingen. Masyarakat kelas atas diwakili oleh masyarakat Eropa.

Pemukiman Arab di Cirebon merupakan perkembangan dari pemukiman

orang-orang India atau Pekojan8 yang sama dengan kampung Pekojan di Batavia.

Pemukiman ini kemudian menjadi pemukiman mandiri setelah dipisahkan dari

pemukiman Arab Indramayu. Sama seperti kampung Arab yang ada di Batavia,

mereka juga membangun masjid yang disebut sebagai ‘Masjid Arab’. Kampung

Arab yang berada di Cirebon memiliki kehidupan berbanding terbalik dengan apa

7 Lihat A. Bagoes P. Wiryomartono, 1995, Seni Bangunan dan Seni

Binakota di Indonesia, Gramedia Pustaka Jaya : Jakarta. 8 Pekojan adalah sebutan bagi masyarakat etnis Benggali yang kebanyakan

berasal dari tanah hindustan atau India. Kawasan Pekojan paling besar berada di

kawasan Medan serta Batavia, kawasan Banten juga menjadi objek perkampungan

etnis Benggali tersebut.

25

yang ada di Batavia. Kehidupan berada pada garis kemiskinan, gaya arsitektur

rumah mereka sama dengan daerah asal mereka, sisi perkampungan juga tampak

kotor dan kumuh. Pemukiman Arab di daerah Indramayu justru semakin

berkembang berkat posisi tawar strategis di bidang perdagangan.

Pemukiman Arab di Pekalongan dikenal sebagai sentranya batik

Pekalongan yang menjadi tempat strategis dalam hal perdagangan. Sebagian besar

penduduknya adalah berasal dari golongan sayyid9 dan kawin dengan penduduk

pribumi. Rata-rata mereka menetap di daerah Mipitan, Kauman, dan Krapyak.

Kehidupan sosial mereka lebih cenderung mengikuti gaya pribumi dilihat dari cara

berpakaian, cara hidup, bahasa, hingga adat istiadat mereka.

Pemukiman selanjutnya berada di daerah Semarang. Tahun 1819 sudah

memiliki pemukiman tersendiri serta kepala koloni. Pemukiman Arab Semarang

dikenal sebagai pemilik modal yang cukup besar serta kekayaan yang jumlahnya

melimpah hingga sampai kepada keturunan selanjutnya. Mayoritas adalah

pengusaha yang bergerak di bidang tekstil maupun industri lainnya, disamping para

pengusaha keturunan China.

Bergeser ke daerah timur, Pemukiman Arab Surabaya adalah salah satu

yang terbesar setelah koloni Arab yang berada di Batavia. Pemukiman Arab

Surabaya berkembang secara pesat dan menetap di kawasan yang kini disebut

sebagai kampung Ampel. Pola pemukiman Arab cenderung berpusat mengelilingi

9 Deliar Noer, 1980, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900 – 1942,

LP3ES : Jakarta. Halaman : 67.

26

kompleks Masjid Agung Ampel. Sudut-sudut jalan kebanyakan lebih kotor, sempit,

dan rusak. Rumah-rumah penduduk bergaya lokal peninggalan Sunan Ampel dan

dipadukan dengan gaya Eropa maupun Timur Tengah. Mayoritas

bermatapencaharian sebagai pedagang maupun pemuka agama. Oleh sebab itu,

koloni ini adalah yang paling terkenal dintara pemukiman Arab di Jawa Timur,

diantaranya pemukiman Arab dari : Tuban, Gresik, Malang, Pasuruan, Bangil,

Probolinggo, Lumajang, Besuki, dan Banyuwangi.

B. Pemukiman Arab di Kota Surabaya

1. Sejarah Berdirinya Kampung Ampel

Sejarah terbentuknya kampung Ampel tidak lepas dari peran Sunan Ampel

beserta para pengikutnya dalam mendirikan sebuah pemukiman yang dinamakan

kampung Ampel. Awalnya, kampung Ampel merupakan sebuah kawasan hutan dan

rawa yang diberikan kepada oleh Prabu Brawijaya V kepada Sunan Ampel10 dalam

upaya mendukung gerakan islamisasi di kawasan pesisir pulau Jawa, jauh sebelum

runtuhnya kerajaan Majapahit.Islam masuk dari kawasan pesisir utara Jawa, hal ini

didukung oleh catatan Ma Huan11 seorang musafir China Muslim. Ia menceritakan

10 Ada opini yang mengemuka bahwa Prabu Brawijaya telah memeluk

agama Islam terlebih dahulu bila dibandingkan dengan masyarakat pribumi. Konon

Prabu Brawijaya masuk islam dengan bantuan Sunan Kalijaga. Lihat Agus

Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya: Membaca Kembali Dinamika Perjuangan

Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI. Diantama : Surabaya. 11 Ma Huan adalah seorang musafir dari China, perjalanan ke timur jauh

terinspirasi oleh laksamana Zhang He, lihat jurnal Yang Wei. 2014. Zhang He’s

Voyage to the West Oceans. Asian Studies Journal, Volume 19, No 2.

27

bahwa orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Gresik membuktikan bahawa

baik di pusat Majapahit maupun di kawasan pesisir, terutama di kota-kota

pelabuhan seperti Tuban, Gresik, maupun Surabaya telah terjadi sebuah proses

islamisasi dan terbentuknya masyarakat muslim12.

Hal ini juga diperkuat bukti yang berasal dari Babad Tuban, babad ini

menceritakan mengenai perkawinan antara Raden Ayu Teja, putri dari Aria Dikara

yang menjadi adipati Tuban, dengan Seh13 Ngabdurahman, seorang Arab Muslim

yang kemudian mempunyai anak laki-laki dengan gelar Arab bernama Seh Jali atau

Jaleludin14. Ini adalah bukti adanya eksistensi pemukiman awal para pedagang

Hadramaut untuk berperan dalam menyebarkan ajaran agama Islam.

Perkembangan Islam di Jawa Timur semakin pesat, salah satu faktor

pendukung dalam proses islamisasi di tanah Jawa adalah runtuhnya kerajaan

Majapahit. Keruntuhan Majapahit berdasarkan kepada Candrasengkala ‘sirna ilang

kertaningbhumi’15 yang menjelaskan bahwa kerajaan ini runtuh pada tahun 1400

saka atau 1478 M, alasannya adalah kerajaan ini diserang oleh kerajaan Islam

Demak yang mengklaim dirinya memisahkan diri dari kekuasaan kerajaan

Majapahit. Tome Pires (1525 – 1530) menambahkan alasan mengapa kerajaan

Majapahit runtuh, ia menjelaskan bahwa runtuhnya pusat kekuasaan Majapahit

12 Nugroho Notosusanto, 1993, Sejarah Nasional Jilid III, Balai Pustaka :

Jakarta, halaman : 5 13 Seh atau Syekh adalah pemuka agama Islam yang pandai dalam bidang

keagamaan 14 Ibid halaman : 191 15 Lihat Babad Tanah Jawi mengenai candrasengkala ‘sirna ilang

kertaningbhumi’

28

tidak semata-mata oleh kaum muslim, melainkan oleh dinasti Girindra Wardhana

dari kerajaan Kadiri16.

Runtuhnya kerajaan Majapahit menandai berakhirnya era kerajaan Hindu-

Budha dan digantikan oleh kerajaan Islam Demak. Beberapa daerah baik di

kawasan pedalaman maupun pesisir sangat gencar membangun pusat penyebaran

agama Islam, salah satunya adalah kampung Ampel yang berlokasi dekat pelabuhan

Ujung Galuh. Nama Ampel sendiri berasal dari nama pendiri awal kampung

tersebut yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Beliau adalah sepupu dari pamannya

yang bernama Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik, salah seorang anggota

Wali Songo17 pertama yang berasal dari kawasan Maghribi. Sunan Ampel adalah

putra dari dan ibunya berasal dari kerajaan Campa18. Beliau juga satu garis

keturunan dari kakeknya yang menjadi wali atau penyebar agama Islam di kawasan

Trowulan, Majapahit19.

Awal mula keberadaan komunitas muslim di Majapahit berada di daerah

Tralaya. Keberadaan makam di kawasan tersebut merupakan sebuah bukti

16 Sejak masa kejayaan kerajaan Majapahit, keberadaan Islam di Majapahit

dibuktikan dengan adanya penemuan batu nisan tertua yang berangka tahun 1290

saka atau 1390 M. Lihat Inajati Adrisijanti, Islam Salah Satu Akar Budaya

Indonesia, Jurnal Fakultas Ilmu Budaya UGM. 17 Istilah Wali atau walayah mulai diperkenalkan pada abad ke – 9 dan

memasukkanya ke dalam kosakata sufi. Istilah wali juga memperoleh tempat

penting dalam bahasa agama. Lihat Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds).

2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 18 Menurut babad tanah Jawi versi Meinsma, beliau lahir pada abad 15 di

kerajaan Campa serta keturunan langsung dari Ali bin Abi Thalib maupun Ibrahim

Asmarakandi (versi Babad Tanah Jawi dan silsilah Sunan Kudus). 19 Makam Tralaya dikenal sebagai bukti awal keberadaan komunitas muslim

di kawasan Trowulan, Majapahit. Makam ini berisi para dai dan mubaligh

terdahulu, termasuk kakek dari Sunan Ampel.

29

arkeologis yang berkenaan dengan fakta bahwa komunitas muslim pertama

ditemukan di kawasan kerajaan Majapahit.

Gambar 1

Trajaja moslim begraafplaats van zeven kroonprinsen bij de ruïnes van Majapahit

in de buurt van Modjowarno/Kuburan muslim di situs "Makam Tujuh" di

Kompleks Tralaya, Trowulan, dekat Mojowarno) tahun 1922

Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda

Toleransi kerajaan Majapahit terhadap komunitas muslim tersebut

dibuktikan dengan diterimanya para pedagang muslim dan disambut oleh raja

Hayam Wuruk dan Patih Gadjah Mada. Prasasti-prasasti atau kuburan mereka

ditulis dalam bahasa Arab, diantaranya ditulis dengan tanggal Saka Jawa lama

(abad 14 – 15 M) serta berbahasa arab bertuliskan kalimat syahadat20. Gaya dan dan

dekorasi nisan-nisan tersebut juga dipengaruhi oleh dua unsur yaitu unsur Hindu-

20 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia

Pustaka : Jakarta. Halaman : 76

30

Budha maupun Islam, hal ini menunjukkan bahwa proses akulturasi terjadi antara

Islam dengan kebudayaan pribumi.

Kedatangan Sunan Ampel atau Raden Rahmat terjadi pada tahun 1443 saka

atau 1440 masehi. Kedatangan beliau ke kawasan Nusantara dikarenakan suatu hal

bahwa telah terjadi peperangan besar bangsa Campa dengan bangsa Vietnam tahun

1446 M. Setelah meninggalkan kerajaan Campa, ia kemudian meminta

perlindungan kepada bibi Putri Darawati, salah satu istri dari raja Majapahit Sri

Kertawijaya.

Beberapa ahli mempersoalkan kedatangan Raden Rahmat atau Sunan

Ampel ke Nusantara, salah satunya adalah Tome Pires maupun de Holandder. Tome

Pires menjelaskan bahwa Raden Rahmat atau Sunan Ampel datang ke Sriwijaya

pada tahun 1443 M untuk meminta perlindungan bibinya yaitu Putri Darawati

akibat perang besar di kerajaan Campa, sedangkan de Hollander berpendapat :

Pada tahun 1440 M, Raden Rahmat beserta pengikutnya tiba di Palembang

atau Sriwijaya untuk meminta perlindungan. Selain hal tersebut, Raden

Rahmat juga diminta untuk memperkenalkan ajaran agama Islam di

Palembang disamping ajaran agama Hindu dan Budha sebagai mayoritas.

Pada waktu itu juga sang raja Sriwijaya menolak secara terang-terangan

untuk memeluk agama Islam di depan rakyatnya, walaupun beliau tertarik

untuk mempelajari dan memeluk ajaran agama Islam.21

Salah satu bukti kuat mengenai kedatangan beliau ke tanah Jawa adalah

Hikayat Hasanuddin, salah satu isi dari hikayat ini menceritakan kedatangan awal

Raden Rahmat ke Nusantara. Kerajaan Campa mengalami perang besar dengan

bangsa Vietnam yang dipimpin oleh Raja Koci (Vietnam), saat itulah Raden

21 Ridin Sofwan, Wasit, Munduri, 2000, Islamisasi di Jawa (Penyebar Islam

di Jawa Menurut Penuturan Babad, Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Halaman : 46

31

Rahmat memutuskan untuk meninggalkan kerajaan Campa menuju kerajaan

Sriwijaya sebelum tahun 1446 M.22

Raden Rahmat bersama rombongan diutus oleh Putri Darawati pergi ke

kerajaan Majapahit untuk mengajarkan ajaran agama Islam sekaligus memperbaiki

moral para penduduk pribumi maupun pejabat kerajaan. Hal ini diakibatkan oleh

Falsafah Lingga-yoni sebagai hasil sinkretisme Syiwa-Budha yang terpengaruh

ajaran Yoga-Tantra dari sekte Sakhta yang telah berkembang luas di wilayah

pedalaman dan pesisir.23

Ajaran ini berupa moh-lima yang sangat berbeda dengan prinsip moh-lima

dari ajaran Sunan Ampel. Ajaran moh-lima dalam upacara Yoga-Tantra terdiri atas:

1. Mansha (daging), 2. Mastya (ikan), 3. Madya (minuman keras), 4. Maithuna

(bersetubuh), 5. Mudra (semedi). Upacara ini dimulai dengan membentuk sebuah

lingkaran, semua orang dalam lingkaran baik laki-laki atau perempuan kemudian

makan daging serta mulai mabuk, setelah dilanda kondisi mabuk berat, mereka

kemudian melampiaskan nafsu syahwat dengan bersetubuh. Setelah selesai, mereka

kemudian bersemedi untuk menyucikan diri kembali.

Sunan Ampel kemudian memperkenalkan suatu ajaran yang dikenal

masyarakat dengan moh-limo,emoh artinya adalah tidak, sedangkan limo adalah

lima. Intinya, ajaran ini berisikan lima larangan atau pantangan dalam hidup

diantaranya : 1. Moh-maling (jangan mencuri), 2. Moh-main (jangan berjudi), 3.

22 Ibid halaman : 47 23 Agus Sunyoto, Sunan Ampel Raja Surabaya : Membaca Kembali

Dinamika Perjuangan Dakwah Islam di Jawa Abad XIV-XVI . Halaman : 41

32

Moh-madon (jangan bermain wanita), 4. Moh-madat (jangan menghisap candu), 5.

Moh-ngombe (jangan minum atau mabuk). Setelah memperkenalkan ajaran ini,

banyak masyarakat pribumi mulai tertarik untuk memeluk ajaran agama Islam.

Prabu Brawijaya V memuji ajaran yang diberikan oleh Raden Rahmat untuk

memperbaiki kemerosotan moral yang ada di kerajaan Majapahit.

Atas keberhasilan memperbaiki moral para penduduk hingga petinggi

kerajaan, ia kemudian mendapatkan sebuah hadiah berupa tanah kosong di daerah

Ampel Denta, sebuah kawasan rawa berlumpur yang berlokasi dekat pelabuhan

Ujung Galuh. Selain hadiah berupa sebidang tanah, raja Brawijaya V menikahkan

putrinya yaitu Dewi Candrawati (Nyai Ageng Manila) dengan Raden Rahmat. Hal

ini untuk memperkuat legitimasi Majapahit di tanah Jawa maupun Nusantara.

Sunan Ampel dan para pengikutnya kemudian mendirikan sebuah

perkampungan untuk dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam di kawasan

Jawa Timur. Kampung ini akhirnya diberi nama Ampel Denta. setelah berhasil

mendirikan pemukiman, beliau dan para pengikutnya kemudian berinisiatif

mendirikan sebuah masjid sebagai pusat keagamaan dan pendidikan bagi

masyarakat pribumi maupun pendatang. Masjid ini kemudian dinamakan Masjid

Agung Sunan Ampel.

Pembangunan masjid ini dimulai pada tahun 1421 M dan mulai dibangun

dari gotong royong para wali maupun masyarakat setempat. Pembangunan masjid-

masjid kuno yang ada di pulau Jawa seringkali melibatkan para wali untuk

membangun sebuah masjid atau langgar, termasuk masjid Agung Sunan Ampel.

33

Masyarakat pribumi menganggap bahwa para wali seringkali dianggap sebagai

utusan Allah yang mendapatkan karomah atau kelebihan diluar nalar logika

manusia pada umumnya24.

Masjid Ampel pada awalnya merupakan sebuah langar yang berukuran 15

m x 16 m dan bernama Musholla Abdurrahman25. Atas inisiatif para wali dan

masyarakat setempat, masjid ini disangga oleh 16 tiang dari kayu jati berikuran 46,8

m x 44,2 m atau 2,068 m2. Beberapa bagian di masjid ini ternyata juga dipengaruhi

oleh berbagai gaya arsitektur menarik seperti misalnya konstruksi bata kolonial

yang mulai masuk pada abad ke – 16, batu batu bata asli yang pada awalnya

digunakan pada masa awal pembangunan masjid, namun kini lantai masjid diganti

dengan batu marmer yang berwarna biru kehitam-hitaman26. Beberapa pintu masjid

juga dipengaruhi oleh gaya kolonial maupun gaya tradisional Jawa.

Beberapa masjid kuno yang ada di Indonesia mendapatkan pengaruh dari

agama Hindu. W.F Stutterheim menanggap bahwa bangunan masjid yang atapnya

bertingkat mendapatkan pengaruh dari seni bangunan dari Bali, seperti yang

dipertunjukkan untuk bangunan Wantilan atau tempat untuk menyabung Ayam.

Keunikan lain dari masjid kuno yang ada di pulau Jawa adalah tempat makam bagi

para pendiri masjid maupun para pengikutnya. Beberapa orang menganggap

24 Walisongo dikenal sebagai tokoh penyebar agama Islam terkenal di pulau

Jawa, bahkan diantara kesembilan wali ini, semuanya memiliki karomah masing-

masing. Lihat polemik mengenai wali, dalam Konsep Kesucian dan Wali dalam

Islam oleh Michael Chodkiewicz. Henri Cambert Loir & Claude Gulliot (Eds).

2007. Ziarah & Wali di Dunia Islam. Komunitas Bambu : Depok. 25 Ramli Nawawi, 2000, Masjid Ampel : Sejarah, Fungsi dan Peranannya,

UIN Sunan Kalijaga Press : Yogyakarta, halaman : 14 26 Ibid, halaman : 15

34

keberadaan makam suci ini digunakan untuk kepentingan rohani maupun

kepentingan lainnya27.

Salah satu unsur penting dalam menandai eksistensi kampung Ampel Denta

adalah keberadaan pondok pesantren Ampel Denta. Pondok ini didirikan oleh

Sunan Ampel beserta para pengikutnya dalam rangka untuk menjadikan kawasan

Ampel Denta sebagai pusat syiar agama Islam di kawasan Jawa Timur. Pondok

pesantren ini didirikan untuk menjadikan kampung ini sebagai pusat syiar

keagamaan di Jawa Timur. Beberapa murid atau santri dari pondok ini diantara

adalah Muhammad Ainul Yaqin (Sunan Giri) serta Raden Fatah yang notabene

adalah raja pertama dari kerajaan Islam Demak28.

Keberadaan kampung Ampel Denta sebagai pusat syiar keagamaan dan

keilmuan di kawasan pesisir pelabuhan menandai awal kedatangan para kaum

pendatang yang melihat potensi daerah ini menjadi pusat perdagangan maupun

pusat syiar keagamaan seantero Jawa Timur. Hal ini kemudian menarik perhatian

para imigran atau koloni awal yang berasal dari kawasan Hadramaut untuk menetap

dan tinggal mendirikan sebuah perkampungan koloni sendiri dalam rangka mencari

kehidupan baru di luar tanah leluhur mereka.

27 Op.cit halaman : 229. 28 Muhammad Hasan Al-Alydrus, 1996, Penyebaran Islam di Asia Tenggara

: Asyraf Hadramaut dan Peranannya, Lentera : Jakarta, halaman : 70.

35

2. Awal Masuknya Imigran Arab di Kota Surabaya

Kota Surabaya adalah sebuah kawasan di bagian pesisir utara kawasan Jawa

Timur serta memegang peranan penting dalam bidang perdagangan29. Kota

Surabaya awalnya merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Majapahit dan

diposisikan sebagai kawasan bandar pelabuhan yang disinggahi oleh banyak

pedagang baik dari dalam maupun luar kawasan kekuasaan kerajaan Majapahit30.

Para pedagang kebanyakan berasal dari kawasan sekitarnya, ditambah lagi para

pedagang dari kawasan Gujarat, China, Arab, maupun Persia. Sebagian pedagang

yang berasal dari kawasan Hadramaut mulai membuat pemukiman sendiri, sembari

berdagang sekaligus menyebarkan ajaran agama Islam31. Kawasan ini kemudian

ditetapkan oleh pemerintahan kolonial sebagai arabische kamp atau perkampungan

Arab.

Semenjak runtuhnya kerajaan Majapahit, kekuasaan berpindah tangan ke

kerajaan Islam Demak. Alhasil, Surabaya mulai dimasuki pengaruh Islam.

29 Surabaya dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh semenjak era

kekuasaan kerajaan Majapahit. Menurut Howard Rick, Surabaya memiliki

keistimewaan sebagai kota pelabuhan abad ke – 19 dan tidak akan tertandingi oleh

kota-kota pelabuhan besar di dunia seperti Calcutta, Ranggon, Singapura, Bangkok,

Hongkong, Shanghai. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota Lama Kota Baru :

Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta. 30 Surabaya termasuk kawasan kota bandar atau Pelabuhan, lihat pendapat

Djoko Suryo mengenai jenis-jenis kota yang mendukung proses pembauran dalam

masyarakat majemuk. 1997, Corak dan Pola Hubungan Sosial Antar Golongan dan

Kelompok Etnik di Perkotaan : Suatu Studi Masalah Pembauran dalam Bidang

Sosial Ekonomi Daerah Surabaya Jawa Timur, Depdikbud : Jakarta. 31 Setiap Kelompok etnis mempunyai adat dan kebiasaan serta kepercayaan

sendiri dalam terbentuknya sebuah perkampungan hingga akhirnya berpengaruh

dalam tata ruang kota. Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur

Kolonial Belanda di Surabaya Tahun 1870 – 1940. Andi : Yogyakarta, halaman :

10

36

Keadaaan ini mulai dimanfaatkan oleh para imigran yang berasal dari kawasan

Hadramut untuk berimigrasi ke Nusantara dalam tujuan mencari kehidupan baru32,

disamping itu para saudagar muslim Hadramaut juga menyebarkan ajaran agama

Islam melalui berbagai macam cara. Islam kemudian mudah diterima oleh

masyarakat pribumi yang notabene masih memeluk ajaran nenek moyang.

J.C Van Leur menyatakan bahwa Islam adalah doktrin kenabian yang

menyingkap jalan menuju keselamatan dan penebusan dengan menunjukkan

doktrin kewahyuan Yahudi dan Kristen, disamping itu Islam adalah propagandis

keyakinan, ekspansif, serta misioner33. Inilah yang mengakibatkan Islam mudah

diterima di berbagai kalangan masyarakat baik dari kelas atas maupun bawah.

Memasuki abad ke – 16, para imigran kemudian menetap di suatu kawasan

yang bernama kampung Ampel, posisi kampung Ampel sangat strategis dan dekat

dengan pelabuhan Ujung Galuh. Hal ini dijadikan sebagai kawasan perekonomian

strategis sekaligus sebagai pusat pendidikan dan keagamaan. Semenjak menetap di

kawasan tersebut, jumlah para penduduk dari Hadramaut semakin meningkat pesat

sampai akhir tahun 1890 – an.

32 Kawasan Hadramaut mulai dilanda krisis sumber daya serta konflik antar

saudara sehingga membuat gelombang migrasi etnis Hadrami semakin meningkat,

terutama ke kawasan Nusantara 33 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia

Pustaka : Jakarta, halaman : 21

37

Menurut data yang disajikan oleh Van Berg, jumlah imigran dari kawasan

Hadramaut meningkat pesat, seiring kedatangan pemerintahan kolonial Belanda.

Hal ini juga diikuti oleh perkembangan revolusi industri di Inggris pada abad ke -

18 dalam bidang pelayaran. Berikut adalah data penduduk Arab di karesidenan

Surabaya :

Tabel. 1

Sensus Penduduk Arab Karesidenan Surabaya Tahun 1859, 1870, 1885

Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara

Hasil dari tabel di atas menunjukkan bahwa koloni yang berada di kawasan

pesisir memuat jumlah yang sangat besar, hal ini dikarenakan karena posisi strategis

yang berada di kawasan bandar pelabuhan, disisi lain pemukiman Arab yang berada

di kawasan pedalaman cenderung jumlahnya sedikit, dikarenakan sulitnya mencari

lahan tempat tinggal maupun akibat pengaruh kebijakan pemerintahan kolonial

Belanda dalam mengatur perkampungan masyarakat etnis pendatang.

Kota Arab lahir

di Arab

Arab lahir di

Nusantara

Jumlah

Tahun 1885

Jumlah

Tahun

1870

Jumlah

Tahun

1859

Surabaya 328 917 1145

1626

1279

Gresik 65 802 867

Mojokerto 4 7 11

Sidoarjo 3 24 27

Sidayu - 6 6

Jumlah 2056 1626 1279

38

Pada tahun 1832 pemukiman Arab di kota Surabaya memperoleh kepala

pemukiman yang sebangsa dengan keturunan mereka34. Keturunan Arab di kota

tersebut masih mempertahankan nilai-nilai identitas kebudayaan mereka, sebagian

besar diantara mereka bekerja sebagai saudagar kaya dan selalu menunjukkan

dirinya sebagai golongan bukan pribumi atau golongan timur asing35. Seiring

berjalannya waktu, hubungan masyarakat etnis Arab Surabaya dengan golongan

pribumi mulai mengalami keterbukaan seiring dengan adanya perkawinan

antaretnis yang dilakukan oleh pria etnis Arab dengan wanita etnis pribumi,

terutama masyarakat Jawa. Identitas mereka sebagai orang Arab luntur dan menjadi

bagian dari masyarakat pribumi.

Kebebasan pria etnis Arab untuk memilih wanita selain sesama etnis karena

dianggap tidak menghapus trah atau fams dari masing-masing keluarga etnis Arab,

sedangkan perkawinan antara wanita etnis Arab dengan etnis lain dianggap

melawan adat istiadat Hadramaut karena menghapus fams atau garis keturunan,

beberapa diantaranya bahkan tidak dianggap menjadi anggota keluarga apabila

melanggar adat tersebut.

34 Kepala koloni pemukiman Arab disebut sebagai kapiten 35 Van den Berg, 1989, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara, INIS :

Jakarta. Hal : 76

39

Gambar 2

Sekelompok Pria Keturunan Arab Berdiri di Depan Gapura Kampung Ampel

Sumber : Koleksi Troopen Museum, Belanda

Gambar di atas adalah kondisi awal pemukiman Arab di kota Surabaya pada

tahun 1850 an, para pria keturunan Arab berfoto bersama di depan gapura atau pintu

masuk menuju kawasan perkampungan Arab atau arabische kamp. Keberadaan

gapura atau pintu masuk menuju kawasan perkampungan Arab sudah tidak ada.

Keberadaan Bandar Pelabuhan sebelah timur muara kali Brantas atau

dikenal sebagai pelabuhan Ujung Galuh merupakan tempat strategis untuk kegiatan

perdagangan. Kota bandar pelabuhan seperti Surabaya berfungsi tidak hanya

sebagai pusat perdagangan ekspor dan impor, melainkan sebagai ibukota pusat

pemerintahan pesisir36.

36 Uka Tjandrasasmitra, 2009, Arkeologi Islam Nusantara, Gramedia

Pustaka Jaya : Jakarta. Halaman : 44

40

Tabel. 2

Perbandingan 6 Pemukiman Besar Arab di Pulau Jawa (Sensus Tahun 1859,

1870, dan 1885)

Sumber : Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara

Karesidenan Kota Arab

lahir

di

Arab

Arab

Lahir di

Nusantara

Jumlah

Tahun

1885

Jumlah

Tahun

1870

Jumlah

Tahun

1859

Batavia Batavia

Jatinegara

Bogor

Tangerang

476

19

31

1

972

67

66

30

1448

86

97

31

952

312

Cirebon Cirebon 131 703 834

816

533 Indramayu

Jatiwangi

63

-

311

2

374

2

Tegal Tegal 154 178 352 204 67

Pekalongan Pekalongan 133 624 757 608 411

Semarang Semarang

Salatiga

Ambarawa

Purwodadi

30

-

-

-

570

18

54

1

600

18

54

1

358

540

41

Total Keseluruhan dari masing-masing karesidenan saat sensus tahun 1885 :

1. Batavia : 1.662 orang

2. Cirebon : 1.210 orang

3. Tegal : 352 orang

4. Pekalongan : 757 orang

5. Semarang : 673 orang

6. Surabaya : 2.056 orang

Pemukiman Arab Surabaya memiliki jumlah terbanyak dari pemukiman

Arab lain, hal ini dilatabelakangi berbagai faktor dalam menarik para imigran

Hadramaut untuk menetap di kawasan tersebut. Pemukiman Arab di kota Batavia

memiliki jumlah cukup banyak, dikarenakan merupakan pusat pemerintahan

kolonial Belanda. Penurunan jumlah penduduk Arab terjadi di pemukiman Arab

Tegal saat sensus penduduk tahun 1870.

Golongan etnis Arab maupun Tionghoa mulai beradaptasi dengan

masyarakat pribumi, terutama dalam bidang ekonomi. Hubungan harmonis antara

pribumi dan pendatang menghasilkan kerjasama baik di berbagai bidang. Bentuk

kebudayaan baru juga tidak luput dari keberadaan para kaum pendatang, termasuk

etnis Arab. Bentuk budaya baru didasarkan kepada hasil penyesuaian para anggota

kelompok etnik dalam menghadapi berbagai faktor baik luar maupun dalam.

42

Kelompok-kelompok etnis sebagai tatanan sosial mulai terbentuk serta

menggunakan identitas etniknya untuk tujuan interaksi37.

Kota-kota kolonial di Indonesia dikenal memiliki heterogenitas tinggi,

terutama dalam hal etnisitas. Kota kolonial dibuat dengan sistem sosial berdasarkan

pemisahan ras, status sosial, ekonomi, maupun politik. Kota surabaya adalah salah

satu dari bagian kota-kota kolonial dan memiliki karakteristik sebagai kota

triparit38, kota triparit memiliki 3 unsur yaitu masyarakat pribumi dengan kampung-

kampung, orang timur asing (Tionghoa/Arab) dengan rumah dan toko-tokonya,

sedangkan unsur Barat diwakili oleh benteng dan rumah bergaya arsitektur kolonial

maupun indis39.

Pemerintah kolonial Belanda kemudian menggunakan hak istimewa

bernama hak Exhorbitante yaitu hak untuk menata kawasan pemukiman

berdasarkan ras atau etnis, hal ini didasarkan kepada RR atau regering reglement

tahun 1854 mengenai pelapisan sosial40. Alhasil kawasan kota Surabaya memiliki

kawasan-kawasan berdasarkan ras atau etnis seperti berikut41 :

37 Frederick Bath (ed), 1989, Kelompok Etnik dan Batasannya, UI Press :

Jakarta, halaman : 14. 38 Konsep Triparit merupakan bagian dari kota bawah, sebuah kawasan yang

dikelilingi tembok kota dan kanal untuk mengelilingi kota. Kawasan Surabaya

Utara adalah bagian dari kota bawah. Lihat Freek Colombijn (eds), 2005, Kota

Lama, Kota Baru : Sejarah Kota-kota di Indonesia, Ombak : Yogyakarta, halaman

148. 39 Maslakhatul Khurul Aini, 2013, Masyarakat Arab Islam di Ampel

Surabaya dalam Struktur Kota Bawah Tanah Tahun 1816- 1918, Skripsi : Fakultas

Adab UIN Sunan Ampel Surabaya, halaman : 74. 40 Ibid halaman : 75. 41 Lihat Lampiran mengenai Peta Kota Surabaya tahun 1866

43

1. Golongan Barat ditempatkan di daerah Jembatan Merah, sebelah timur

Jembatan Merah merupakan lokasi perkampungan orang Melayu atau

Malaise Kamp.

2. Golongan Tionghoa ditempatkan di daerah Kembang Jepun, Kapasan,

Pasar Atom. Kampung Tionghoa disebut chinese kamp.

3. Golongan Arab menempati daerah Ampel, disebut arabische kamp.

4. Golongan pribumi ditempatkan dimana saja, bahkan sebagian ikut

dalam kawasan etnis lainnya.

Kebijakan tersebut mulai ditentang oleh masyarakat pribumi maupun

pendatang karena dipisahkan oleh kebijakan tersebut. Golongan Eropa

mendapatkan fasilitas kelas atas dengan rumah bergaya kolonial, instalasi air

bersih, keamanan, hingga ketersedian makanan. Sedangkan masyarakat pribumi

hidup di bawah standar kelayakan hidup, golongan timur asing lebih menekuni

pekerjaan khususnya dalam bidang ekonomi maupun kewirausahaan.

3. Perkembangan Pemukiman Arab Surabaya Abad ke – 20

Awal abad ke – 20 merupakan sebuah awal baru bagi perkembangan koloni

Arab di Nusantara, perkembangan tersebut bersamaan dengan perubahan sistem

administratif pemerintahan kota pada waktu tersebut. Undang-undang

desentralisasi atau desentralisatiwet pada tahun 1903 serta baru dilaksanakan pada

tahun 1905. Pemerintahan kolonial Belanda menginginkan sebuah perubahan

dalam strata pemerintahan berupa pembangunan pusat pemerintahan kotamadya

44

atau gementee. Kawasan surabaya termasuk salah satu contoh kota bandar

pelabuhan yang ingin dijadikan oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai kawasan

kotamadya dan landmark kota tersebut.

Pemerintahan kolonial memulai pembangunan pelabuhan modern serta

perkembangan jaringan kereta api, termasuk trem. Pada tahun 1905, jumlah

penduduk kota Surabaya pada waktu itu sudah mencapai angka 150.188. Jumlah

keseluruhan penduduk terdiri dari 8.063 orang Eropa, 124.473 orang pribumi,

14.843 orang China, 2.482 orang Arab dan 327 orang Timur Asing lainnya42.

Modernisasi kota tumbuh dengan cepat seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk, tidak terkecuali masyarakat komunitas Arab yang bermukim di kawasan

kampung Ampel maupun sekitarnya.

Pemukiman Arab di Surabaya mulai menunjukkan sumbangsih luar biasa

terhadap bidang kehidupan. Beberapa tokoh lahir dari kawasan ini, diantaranya

adalah : A.R Baswedan (Menteri Pendidikan Nasional), Syeikh Albar (Seniman

Gambus dan Ayah dari Achmad Albar Vokalis Godbless), Fuad Hasan (Menteri

Keuangan), dan masih banyak lagi. Semua orang yang disebutkan diatas merupakan

tokoh-tokoh berpengaruh pada awal masa pergerakan nasional, terutama

sumbangsih PAI dalam mendukung pergerakan Nasional.

Krisis ekonomi atau malase pada tahun 1920 an tidak membuat masyarakat

Arab berdiam diri melihat keadaan masyarakat semakin memprihatinkan. Beberapa

42 Lihat Handinoto, 1996, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial

Belanda di Surabaya Tahun 1870-1940, Lembaga Penelitian dan Pengabdian

Kepada Masyarakat Universitas Kristen Petra : Surabaya, Andi : Yogyakarta.

45

pemuda Arab Surabaya mendedikasikan dirinya untuk membentuk sebuah wadah

perkumpulan pemuda atau jong untuk menentang kekuasaan Belanda pada waktu

itu. Perkumpulan ini kemudian dinamakan sebagai ‘Perkumpulan Pemuda Arab

Indo’ atau Indo Arabishce Verbond43. A.R Baswedan adalah salah satu anggota

IAV, ia kemudian memutuskan untuk keluar akibat konflik anggota Alawi dan Non

Alawi yang melanda IAV pada waktu itu.

Setelah memutuskan untuk keluar dari IAV, beliau bersama Abu Bakar

Shahab, salah satu pionir pendidikan modern di Surabaya mendirikan sebuah

organisasi politik untuk menampung aspirasi masyarakat Arab di Nusantara.

Perkumpulan ini kemudian dinamakan ‘Partai Arab Indonesia’ atau PAI, sebuah

organisasi yang berisi kumpulan masyarakat keturunan Arab untuk membantu

mendirikan negara kesatuan yang bernama Indonesia. Bahkan partai ini juga

mempunyai versi sumpah pemuda milik mereka sendiri, yaitu Sumpah Pemuda

Arab. Isi dari sumpah ini yaitu menyatakan dukungan penuh untuk mengusir

penjajah dari negeri ini serta mendirikan sebuah negara kesatuan yang berdiri

sendiri tanpa intervensi negara lain.

Selain pengaruh politik, keberadaan komunitas Arab Ampel juga turut serta

dalam bidang kebudayaan. Salah satunya adalah Syekh Albar, seorang seniman

gambus terkenal seantero Jawa Timur, bahkan lagu-lagunya juga dikenal oleh

kalangan bangsawan Eropa pada waktu itu. Beliau lahir pada tahun 1908, ia

merupakan ayah kandung dari musisi terkenal progressive rock Godbless yaitu

43 Hamid Algadri, 1994, Dutch Policy Against Islam & Indonesians of Arab

Descent In Indonesia, LP3ES : Jakarta. Halaman : 15

46

Achmad Albar. Bersama orkes gambus Al-Wathon, ia berkarya dengan lagu-lagu

islami yang bernuansa timur tengah. Suara petikan beliau tidak kalah tenar dengan

Abdul Wahab dari negeri Mesir.

Atas kepiawaiannya bermain musik gambus, ia kemudian merekam lagu-

lagunya dan dikontrak oleh sebuah perusahaan rekaman ternama bernama “His

Master Voice”. Namanya begitu dikenal hingga ke kawasan timur tengah karena

prestasi beliau dalam mengangkat seni gambus. Beberapa orang berpendapat

mengenai karya beliau salah satunya adalah Alwi Shihab : “Syech Albar lahir di

Surabaya pada 1908. Dendang karyanya, "sudah direkam sejak 1935 dalam

piringan hitam His Master's Voice," tulis Alwi Shahab dalam buku Saudagar

Baghdad dari Betawi..”44. Setiap menjelang shalat Jumat, dan pada malam Jumat,

Nirom (RRI masa Belanda) dan kemudian RRI selalu menampilkan lagu-lagu

Syech Albar. Sekalipun Syech Albar meninggal dunia pada 1947 tapi sampai tahun

1960-an, lagu-lagunya masih berkumandang di RRI dan saat ini masih ada sekitar

64 piringan hitam (PH)-nya yang tersimpan di RRI.45

Memasuki era kemerdekaan, kawasan kampung Ampel menjadi saksi

pertempuran arek-arek Surabaya dalam peristiwa 10 November 1945, pasukan

sekutu masuk dari kawasan utara kota Surabaya dengan melewati Kali Pegirian

maupun Kalimas. Menurut penuturan Achmad Affandi, kawasan Surabaya Utara

44 Wenri Wanhar. 2015. Hikayat Syech Albar, Ayah Rockstar Ahmad Albar

Perintis Musik Dangdut. (http://www.jpnn.com/read/2015/11/19/339549/Hikayat-

Syech-Albar,-Ayah-Rockstar-Ahmad-Albar-Perintis-Musik-Dangdut- Diakses

Tanggal 18 April 2016) 45 Lihat Biografi Syekh Albar (https://id.wikipedia.org/wiki/Syech_Albar

Diakses Tanggal 18 April 2016)

47

terutama Kampung Ampel menjadi salah satu daerah dengan kerusakan terparah

akibat serangan bom maupun pertempuran yang diakibatkan oleh kedua belah

pihak46.

Gambar 3

Barikade Pemuda Ampel di Kali Pegiran tahun 1945

Sumber : Pokdarwis Ampel Surabaya

46 Wawancara dengan Achmad Affandi, tanggal 18 Agustus 2016