40
14 BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK YANG TERJADI DI SURIAH MENURUT HUKUM INTERNASIONAL 2.1 Perbedaan antara asylum sekkers, internally displaced persons, dan refugees. Terdapat beberapa perbedaan di dalam memberikan definisi mengenai asylum seekers, internally displaced persons, dan refugees. Di dalam menjelaskan definisi ketiga kelompok tersebut harus berdasarkan pada konvensi atau perjanjian internasional. Hal ini penting karena cara penanganan antara asylum seekers, internally displaced persons dan refugees sangat berbeda. Oleh karena itu penulis akan menjelaskan karakteristik dari asylum seekers, internally displaced persons dan refugees tersebut. 2.1.1 Asylum Seekers Di dalam hukum internasional tidak terdapat ketentuan khusus yang mengatur mengenai pengertian yang dapat dijadikan pedoman umum dalam menjabarkan pengertian pencari suaka, oleh karena itu terdapat perbedaan pandangan mengenai pencari suaka. Menurut Sumaryo Suryokusumo, “Suaka (asylum) diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada pengungsi politik atau ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH) Haryo Widyo Seno Putranto

BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

14

BAB II

PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK YANG

TERJADI DI SURIAH MENURUT HUKUM INTERNASIONAL

2.1 Perbedaan antara asylum sekkers, internally displaced persons, dan

refugees.

Terdapat beberapa perbedaan di dalam memberikan definisi mengenai

asylum seekers, internally displaced persons, dan refugees. Di dalam menjelaskan

definisi ketiga kelompok tersebut harus berdasarkan pada konvensi atau perjanjian

internasional. Hal ini penting karena cara penanganan antara asylum seekers,

internally displaced persons dan refugees sangat berbeda. Oleh karena itu penulis

akan menjelaskan karakteristik dari asylum seekers, internally displaced persons

dan refugees tersebut.

2.1.1 Asylum Seekers

Di dalam hukum internasional tidak terdapat ketentuan khusus yang

mengatur mengenai pengertian yang dapat dijadikan pedoman umum dalam

menjabarkan pengertian pencari suaka, oleh karena itu terdapat perbedaan

pandangan mengenai pencari suaka.

Menurut Sumaryo Suryokusumo, “Suaka (asylum) diartikan sebagai

perlindungan yang diberikan oleh suatu negara kepada pengungsi politik atau

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 2: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

15

aktivis politik yang berasal dari negara lain dan negara itu mengizinkan untuk

masuk ke wilayahnya atas permintaannya.”34

Menurut Iris Teichmann, “Asylum literally means safe haven. After World

War II, asylum became a legal immigration status in developed countries. This

status is given to people who have fled their home and country because of

persecution.”35

Di dalam bukunya, J.G Starke menyebutkan bahwa terdapat 2 elemen yang

dapat diuraikan untuk memberikan konsep asylum di dalam hukum internasional,

yaitu:36

a. Suaka sebagai diberikannya tempat perlindungan (shelter), yang fungsinya

lebih dari tempat pengungsian yang bersifat sementara

b. Suaka sebagai suatu tingkat perlindungan aktif dari pihak penguasa

wilayah tempat suaka

Lebih lanjut, J.G Starke membedakan suaka menjadi 2 macam,37

yakni suaka

teritorial dan suaka ektra-teritorial. Suaka teritorial adalah sebuah perlindungan

wilayah yang diberikan oleh suatu negara di wilayah kedaulatan teritorial negara

tersebut. Di dalam suaka teritorial, negara pemberi suaka mempunyai kekuasaan

34

Sumaryo Suryokusumo, Hukum Diplomatik dan Konsuler: Jilid I, Tatanusa, Jakarta,

h. 187.

35Iris Teichmann, Immigration & Asylum, Watts, London, 2002, p. 8.

36J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 2: Edisi Kesepuluh, Cet. VII,

(terjemahan Bambang Iriana Djajaatmadja), Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h. 475.

37Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 3: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

16

penuh dalam menerapkan kedaulatan negaranya sebagai implikasi atas pemberian

suaka yang terdapat di dalam yuridksi negaranya. Suaka ekstra-teritorial adalah

perlindungan yang diberikan oleh suatu negara di luar yuridiksi wilayah

negaranya. Suaka ekstra-teritorial biasanya diberikan suatu negara dalam bentuk

pembebasan yuridiksi hukum dari negara teritorial terhadap gedung-gedung

konsuler, tempat-tempat yang berkaitan dengan urusan kedutaan, tempat

bermarkas suatu organisasi internasional, kapal-kapal perang dan kapal yang

membawa bantuan kemanusiaan. Menurut J.G Starke,38

pemberian suaka ekstra-

teritorial merupakan tindakan yang dilarang oleh hukum internasional:

“pemberian suaka demikian (ekstra-teritorial) bahkan lebih tampak dilarang oleh

hukum internasional jika akibat-akibatnya dapat membebaskan pelarian dari

penerapan aturan hukum dan administrasi peradilan oleh negara teritorial.”39

Beberapa pengertian mengenai suaka yang diberikan oleh beberapa ahli

hukum diatas, setidaknya dapat dijadikan suatu parameter untuk

mengelompokkan beberapa karakteristik dari pencari suaka, yaitu:40

1. Mengajukan permohonan suaka kepada pihak-pihak atau negara lain

38

JG Starke, Op. Cit., h. 479.

39Di dalam bukunya J.G. Starke menyebutkan 3 hal luar biasa yang dapat dijadikan

alasan diberikannya suaka di gedung perwakilan asing, yaitu: (i)Suaka dapat diberikan, untuk

jangka waktu sementara, kepada orang perseorangan yang memang secara fisik dalam bahaya

karena adanya kekerasan masal atau dalam hal seorang buronan yang dalam bahaya karena

melakukan kegiatan politik terhadap negara setempat; (ii)Suaka juga dapat diberikan dimana di

negara itu terdapat kebiasaan yang sudah lama diakui dan mengikat; (iii)Suaka dapat diberikan

juga jika terdapat perjanjian khusus antara negara dimana penerima suaka berasal dan negara

dimana terdapat perwakilannya.

40JG Starke, Loc. Cit.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 4: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

17

2. Seseorang atau sekelompok orang yang mencari tempat perlindungan yang

aman karena dilatarbelakangi oleh ketakutan terhadap adanya persekusi.

Pencari suaka mencari perlindungan atau tempat aman di luar teritorial kedaulatan

wilayah negara asal pencari suaka dengan cara mengajukan permohonan suaka

yang ditujukan kepada pihak atau negara lain. Dengan kata lain, pengajuan

permohonan dari pencari suaka yang ditujukan kepada pihak atau negara lain

tersebut memberi pengertian bahwa negara asal dari pencari suaka tidak mau atau

tidak mampu memberikan perlindungan terhadap pencari suaka, sehingga pencari

suaka tidak memilih untuk mencari perlindungan di negara asalnya dan lebih

memilih mencari perlindungan ke pihak atau negara lain. Penyebab utama pencari

suaka untuk mencari suaka adalah karena terdapat hal-hal dan alasan ketakutan

yang kuat terhadap adanya suatu bentuk persekusi, sehingga alasan ketakutan

tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi negara pemberi suaka dalam

pemberian suaka. Menurut Sulaiman Hamid, terdapat alasan-alasan yang dapat

dijadikan pertimbangan dalam menentukan pemberian perlindungan oleh negara

kepada pemohon suaka, yakni “alasan perikemanusiaan, agama, diskriminasi ras,

politik, dan sebagainya.”41

Alasan-alasan tersebut merupakan alasan yang telah

diatur di dalam beberapa konvesi dan deklarasi di dalam hukum internasional.

Dalam hukum internasional, terdapat ketentuan mengenai hak bagi setiap

orang untuk mencari dan mendapatkan suaka, yang diatur di dalam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia mengatur

41

Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional, Rajagrafindo Persada,

Jakarta, 2002, h. 46.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 5: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

18

bahwa merupakan hak dasar setiap orang untuk meninggalkan dan kembali ke

negara asalnya. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menjamin hak setiap

orang untuk mencari dan jika diberikan, untuk menikmati perlindungan dari

negara lain atas alasan ketakutan akan terjadinya persekusi.42

Pengaturan di dalam

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tersebut mempunyai arti bahwa tidak ada

satu pihak manapun yang dapat mencegah hak setiap orang untuk meninggalkan

negara asalnya sendiri dan mencari suaka perlindungan di negara lain. Hak untuk

mencari suaka merupakan hak dasar bagi setiap orang dan dijamin oleh hukum

internasional. Pengaturan di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

tersebut adalah deklarasi yang diakui secara internasional dan berlaku secara

universal.

Ketentuan di dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia hanya mengatur hak bagi

setiap orang untuk mencari suaka dan menikmatinya. Merupakan hak dari negara

penerima suaka untuk menentukan diterima atau tidak diterimanya permohonan

suaka tersebut. Menurut Iman Prihandono: 43

pemberian suaka merupakan kewenangan yang mutlak dari dari sebuah

negara, maka Negara pemberi suaka (state-granting asylum) mempunyai

kewenangan mutlak pula untuk mengevaluasi atau menilai sendiri alasan-

alasan yang dijadikan dasar pemberian suaka, tanpa harus membuka atau

menyampaikan alasan tersebut kepada pihak manapun, termasuk kepada

negara asal (origin state) dari pencari suaka.

Sehingga di dalam pemberian suaka, negara lain tidak dapat mengintervensi

42

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Pasal 13 dan Pasal 14.

43 Iman Prihandono, Jurnal Hukum Yuridika: Pemberian Suaka oleh Negara: Kasus

Pemberian Suaka oleh Pemerintah Australia kepada 42 WNI Asal Papua, Fakultas Hukum

Universitas Airlangga, Vol. 21 No. 1 Januari 2006.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 6: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

19

negara penerima suaka di dalam menentukan pemberian suaka tersebut. Pada

keadaan tertentu, pemberian suaka dari negara pemberi suaka dinilai merupakan

tindakan intervensi terhadap kedaulatan negara lain sehingga dapat merusak

hubungan antar negara, tetapi tindakan pemberian suaka tersebut harus dianggap

tindakan yang bersahabat. Pada dasarnya tindakan pemberian suaka bukan

merupakan tindakan yang dapat diklasifikasikan sebagai tindakan yang melanggar

norma-norma bernegara, sebagaimana yang telah diatur di dalam Declaration on

Territorial Asylum tahun 1967, yakni “Recognizing that the grant of asylum by a

State to persons entitled to invoke article 14 of the Universal Declaration of

Human Rights is a peaceful and humanitarian act and that, as such, it cannot be

regarded as unfriendly by any other State.”44

Ketentuan tersebut mengatur bahwa

tindakan pemberian suaka oleh negara penerima suaka harus dianggap sebagai

tindakan yang berlandaskan atas rasa kemanusiaan dan perwujudan nilai-nilai hak

asasi manusia. Keputusan dari suatu negara terkait pemberian suaka harus

dihormati oleh negara lain termasuk negara asal pencari suaka, karena selain

merupakan kedaulatan negara di dalam memberikan suaka, juga dianggap

merupakan perwujudan sikap menjunjung tinggi tujuan dan prinsip di dalam

Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa karena pemberian suaka menimbulkan

tanggungjawab kepada negara pemberi suaka untuk menjamin bahwa penerima

suaka tidak melakukan tindakan atau kejahatan yang bertentangan dengan tujuan

dan prinsip yang terkandung di dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa,

sebagaimana di atur di dalam Declaration on Territorial Asylum: “States granting

44

Declaration on Territorial Asylum.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 7: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

20

asylum shall not permit persons who have received asylum to engage in activities

contrary to the purposes and principles of the United Nations.”45

Ketentuan di

dalam Declaration on Territorial Asylum, menjamin hak bagi setiap orang untuk

mencari suaka dan menikmatinya. Setiap orang yang meninggalkan negaranya

dengan maksud untuk mencari suaka ke negara lain, jika negara tersebut

memberikan suaka perlindungan kepadanya, maka pencari suaka tersebut

mendapatkan hak untuk menikmati pemberian suaka tersebut.

Negara yang di yuridiksi wilayahnya terdapat pencari suaka tidak boleh

menolak atau mengembalikan pencari suaka ke negara asalnya. Di dalam Pasal 3

Declaration on Territorial Asylum46

disebutkan bahwa tidak seorang yang dapat

diusir, dikembalikan ke negara asal atau ditolak keberadaannya ketika telah

memasuki wilayah dimana seseorang tersebut mencari suaka atau perlindungan.

Selain karena alasan keamanan wilayah suatu negara, ketentuan di atas

mewajibkan bagi setiap negara untuk menerima pencari suaka, dan sebaliknya

negara penerima suaka tidak boleh mengembalikan pencari suaka ke wilayah yang

berpotensi menjadikan pencari suaka sebagai objek tindakan kekerasan dan

penyiksaan setiap orang yang mencari suaka ke negaranya. Dengan adanya

Declaration on Territorial Asylum yang telah menyetujui suatu resolusi mengenai

45

Article 4 Declaration on Territorial Asylum

46Article 3 Declaration on Territorial Asylum: (i) No person referred to in article 1,

paragraph 1, shall be subjected to measures such as rejection at the frontier or, if he has already

entered the territory in which he seeks asylum, expulsion or compulsory return to any State where

he may be subjected to persecution, (ii)Exception may be made to the foregoing principle only for

overriding reasons of national security or in order to safeguard the population, as in the case of a

mass influx of persons, (iii)Should a State decide in any case that exception to the principle stated

in paragraph 1 of this article would be justified, it shall consider the possibility of granting to the

person concerned, under such conditions as it may deem appropriate, an opportunity, whether by

way of provisional asylum or otherwise, of going to another State.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 8: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

21

pengaturan pemberian suaka, menurut Sumaryo Suryokusumo dalam praktiknya

negara-negara haruslah mempertimbangkan hal-hal berikut:47

i. Jika seseorang meminta suaka, permintaan seharusnya tidak ditolak

atau jika ia memasuki wilayah negara itu, ia tidak perlu diusir tetapi

jika suatu kelompok orang-orang dalam jumlah besar meminta

suaka, hal itu dapat ditolak atas dasar keamanan nasional dari

rakyatnya.

ii. Jika suatu negara merasa sukar untuk memberikan suaka, haruslah

memperhatikan langkah-langkah yang layak demi rasa persatuan

internasional melalui perantara dari negara-negara tertentu atau

Perserikatan Bangsa Bangsa.

iii. Jika suatu negara memberikan suaka kepada kaum pelarian atau

buronan, negara-negara lainnya haruslah menghormatinya.

2.1.2 Internally Displaced Persons

Menurut Walter Kälin dan Jorg Künzli,48

internally displaced persons

adalah sekelompok orang yang terpaksa meninggalkan tempat tinggal atau tempat

mereka biasanya melakukan aktifitas ke tempat aman yang masih berada di

dalam wilayah negara mereka. Secara yuridis pengaturan penanganan internally

displaced persons harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam

hukum nasional negara dari internally displaced persons tersebut dan negara yang

bertanggungjawab atasnya49

, dengan kata lain internally displaced persons berada

di bawah kedaulatan negara. Walaupun penanganan internally displaced persons

mengikuti hukum nasional suatu negara, Perserikatan Bangsa Bangsa

47

Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., h.193.

48 Walter Kälin dan Jorg Künzli, The Law of International Human Right Protection,

Oxford University Press, 2009, h. 487.

49Di dalam bukunya, Wagiman menganggap bahwa penyebutan istilah‟ tanggung jawab

negara‟ di dalam hukum internasional cakupannya sangat luas. Prinsipnya dalam perkembangan

hukum internasional dewasa ini, tanggung jawab timbul tidak hanya dikarenakan terdapatnya

kerugian material. Terlanggarnya hak asasi manusia dapat menimbulkan tanggung jawab negara.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 9: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

22

menganggap internally displaced persons merupakan pihak yang membutuhkan

jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Perserikatan Bangsa Bangsa

telah mengeluarkan Guiding Principles on Internal Displacement.

Menurut Heru Susetyo, prinsip-prinsip di dalam pengaturan mengenai

internally displaced persons berpijak pada instrumen hukum humaniter dan

hukum hak asasi manusia internasional:

Prinsip ini dibentuk berdasarkan instrumen international humanitarian

law (hukum humaniter internasional dan instrumen international human

rights law (hukum hak asasi manusia internasional sebagai suatu

pedoman internasional untuk pemerintah maupun lembaga-lembaga

internasional yang bergerak di bidang bantuan, perlindungan dan

pelayanan bagi pengungsi internal”50

Guiding Principles on Internal Displacement memang bukan merupakan

ketentuan di dalam hukum internasional yang bersifat mengikat dan memaksa

(legally binding), tetapi prinsip-prinsip yang terdapat di dalamnya menunjukkan

bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia internasional.

“Guiding principles tersebut merupakan sebuah bentuk aturan dasar tentang

bagaimana seharusnya negara yang bersangkutan dengan terjadinya konflik

bersenjata yang menyebabkan internal displacement, dapat menerapkan dan

memberikan perlindungan yang seharusnya terhadap mereka.”51

Di dalam Guiding Principles, diatur mengenai pengertian yang menjadi

pedoman dalam menentukan kriteria dari internally displaced persons, yakni:52

50Heru Susetyo, Jurnal Hukum Indonesia: Kebijakan Penanganan Internally Displaced

Persons (IDP‟s) di Indonesia dan Dunia Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Vol. 2 No. 1 Oktober 2004.

51

Rensy Triana Putri B, Nurdin, Ikaningtyas, Urgensi Perlindungan Hukum Internally

Displaced Person (Idp) Pada Saat Konflik Bersenjata Di Nigeria Pada Tahun 2009 Berdasarkan

Perspektif Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, h. 15.

52

Guidling Principles

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 10: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

23

For the purposes of these principles, internally displaced persons are

persons or groups of persons who have been forced or obliged to flee or

to leave their homes or places of habitual residence, in particular as a

result of or in order to avoid the effects of armed conflict, situations of

generalized violence, violations of human rights or natural or human-

made disasters, and who have not crossed an internationally recognized

State border.

Dari beberapa pengertian diatas dapat diketahui bahwa terdapat beberapa

karakteristik dari internally displaced persons yaitu:53

a. Sekelompok orang yang terpaksa meninggalkan atau pergi dari tempat

tinggalnya atau tempat sekelompok orang tersebut biasa beraktifitas dan

menjalani kehidupannya, untuk mencari perlindungan ke tempat yang

aman. Sekelompok orang tersebut melakukan perpindahan tempat karena

disebabkan oleh beberapa alasan. Alasan tersebut dapat berupa alasan

yang disebabkan oleh alam (natural disaster), contohnya: bencana alam,

maupun keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan manusia (human

made disaster), contohnya: konflik bersenjata, pelanggaran terhadap hak

asasi manusia.

b. Sekelompok orang tersebut mencari tempat perlindungan dengan tetap

berada di dalam yuridiksi wilayah negara asalnya. Sebagaimana

disebutkan diatas bahwa tempat perlindungan yang dicari atau dituju oleh

internally displaced persons adalah tempat yang secara geografis terletak

di wilayah negara dan secara yuridis tunduk terhadap yuridiksi hukum

53

Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 11: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

24

negara tempat internally displaced persons tersebut tinggal.54

Dalam hal

tindakan perlindungan, maka yang berlaku adalah hukum nasional negara

tersebut. internally displaced persons membutuhkan penanganan yang

berbeda, karena kondisi mereka yang jauh dari tempat tinggal, keadaan

psikis yang terguncang, rentan terhadap perlakuan yang sewenang-

wenang, sehingga negara asal internally displaced persons merupakan

pihak pertama yang mempunyai tanggung jawab di dalam melindungi hak-

hak dari internally displaced persons tersebut.55

2.1.3 Refugees

Konsepsi yang mengatur mengenai pengertian pengungsi bukanlah konsep

yang terdapat dalam hukum kebiasaan internasional, sehingga seringkali di dalam

mengartikan kata pengungsi lebih banyak mengacu pada suatu perjanjian

54

Menurut Heru Susetyo, prinsip-prinsip penanganan pengungsi internal (The Guiding

Principles on International Displacement) memiliiki prinsip umum yang memberi penegasan akan

hak-hak dasar pengungsi internal dan tanggungjawab dari pemerintah terhadap pengungsian

interna, yaitu:

1. Para pengungsi internal harus menikmati hak-hak dan kemerdekaan yang sama di bawah

perlindungan hukum nasional maupun internasional sebagaimana yang didapatkan warga negara

lain di negaranya, diskriminasi karena statusnya sebagai pengungsi internal adalah dilarang.

Prinsip-prinsip ini tidak mempunyai dampak legal apapun terhadap pertanggungjawaban

individual atas tindaka pidana di mata hukum internasional, khususnya yang berhubungan dengan

kejahatan genosida, kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan-kejahatan perang.

2. Prinsip-prinsip ini wajib ditaati oleh semua pihak yang berwenang, kelompok-kelompok dan

orang-orang, lepas dari status hukum mereka, dan diterapkan tanpa diskriminasi yang merugikan.

Penaatan tehadap prinsip-prinsip ini tidak boleh mempengaruhi status hukum pihak-pihak

berwenang, kelompok-kelompok, atau orang-orang manapun yang terlibat.

3. Pihak-pihak berwenang di tingkat nasional-lah yang pertama-tama memiliki kewajiban dan

tanggungjawab untuk menyediakan perlindungan dan bantuan kemanusiaan kepada para

pengungsi internal dalam wilayah hukum mereka

55Principle 9 of Guiding Principles on Internal Displacement: “States are under a

particular obligation to protect against the displacement of indigenous peoples, minorities,

peasants, pastoralists and other groups with a special dependency on and attachment to their

lands.”

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 12: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

25

internasional.56

Sebagaimana diketahui bahwa sebuah perjanjian internasional

dibuat untuk melindungi kepentingan pihak-pihak di dalam perjanjian

internasional tersebut, sehingga definisi pengungsi akan selalu sejalan dengan

tujuan politis dari perjanjian internasional tersebut. S. Prakash Sinha memberikan

pengertian sebagai berikut:

The International political refugee may defined as a person who is forced

leave or stay out of his state of nationality or habitual residence for

political reasons arising from events occurring between that state and its

citizens which make his stay there impossible or intolerable, and who has

taken refugee in another state without having acquired a new

nationality57

Namun, banyaknya peristiwa-peristiwa di dalam suatu negara yang

seringkali berujung pada terjadinya perpindahan sekelompok orang ke negara lain

secara terus menerus dan tidak kunjung berhenti, berakibat pada adanya masalah

baru yang membuat negara lain terkena dampak dari perpindahan tersebut, seperti

halnya pengungsi. Persoalan pengungsi adalah masalah kemanusiaan yang dapat

terjadi di wilayah negara manapun. Seperti halnya dengan permasalahan-

permasalahan kemanusiaan di lingkup internasional yang lain, pada dasarnya

56

Menurut Sri Setianingsih Suwardi, definisi secara umum, meliputi elemen-elemen

sebagai berikut:

a. Alasannya haruslah didasarkan pada alasan politik

b. Permasalahan politik yang timbul adalah permasalahan antara negara dan warga negaranya

c. Ada keadaan yang mengharuskan dia meninggalkan negaranya atau tempat tinggalnya.

d. Kemungkinan meninggalkan negaranya atau tempat tinggalnya secara sukarela atau tidak

secara sukarela

e. Kembali ke negaranya atau ke tempat tinggalnya tidak mungkin dilakukan atau tidak ditoleran

disebabkan karena sangat berbahaya untuk dirinya atau miliknya

f. Ia harus meminta status sebagai pengungsi di lain negara

g. Ia tidak mendapatkan kewarganegaraan baru

57

Sri Setianingsih Suwardi, Jurnal Hukum Indonesia: Aspek Hukum Masalah Pengungsi

Internasional, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

Vol. 2 No. 1 Oktober 2004, diikutip dari S. Prakash Sinha, Asylum and Internationa Law, (The

Hague, Matinus Nijhoff), h. 95.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 13: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

26

masyarakat internasional memberi perhatian penuh dan sangat peduli terhadap

permasalahan pengungsi tersebut. Pengungsi merupakan pihak yang

membutuhkan perlindungan terhadap keselamatan mereka. Beberapa negara yang

melihat dari sudut pandang kemanusiaan, merasa perlu memberikan tempat

berlindung sementara untuk mereka, namun beberapa negara juga menolak untuk

menampung mereka karena beberapa alasan keamanan negara ataupun kedaulatan

negara, perbedaan sudut penanganan permasalahan pengungsi tersebut mendorong

urgensi pembentukan suatu ketentuan bersifat mengikat sebagai bentuk kesadaran

masyarakat internasional terhadap urgensi permasalahan pengungsi. Pada tahun

1951, diadakanlah konferensi di jenewa yang membicarakan masalah status

hukum dari masalah pengungsi yang didasarkan pada Resolusi Majelis Umum

No. 429 (V) pada tanggal 14 Desember 1950. Konferensi yang diadakan pada

tanggal 28 Juli 1951 tersebut telah menghasilkan “Convention Relating on Status

of Refugees”. Dibuatnya konvensi tersebut adalah wujud komitmen negara-negara

dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemsnusiaan, khususnya mengenai

permasalahan pengungsi.

Di dalam hukum pengungsi internasional, pengertian dari pengungsi

mempunyai pengaturan tersendiri di dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi

tahun 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi tahun 1967. Menurut Pasal 1

huruf (A) angka (2) dari Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951,

pengertian dari pengungsi adalah setiap orang yang disebabkan oleh suatu

kecemasan yang beralasan terhadap adanya tindakan kekerasan atau persekusi,

dan persekusi tersebut dilatarbelakangi oleh alasan-alasan sentimen atas ras,

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 14: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

27

agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau opini

politik, berada di luar negara kewarganegaraannya dan tidak dapat atau tidak mau

memanfaatkan perlindungan negaranya, atau setiap orang yang tidak mempunyai

kewarganegaraan dan berada di luar negara tempat orang tersebut biasanya

bertempat tinggal, sebagai akibat dari adanya kecemasan tersebut, tidak dapat atau

tidak mau kembali ke negara tersebut.58

Apabila ditelaah lebih lanjut, terdapat beberapa elemen-elemen yang dapat

dijadikan parameter dalam mendefinisikan pengungsi, yakni:

a. Setiap orang yang pergi meninggalkan negara kewarganegaraanya atau

negara asal tempat orang tersebut biasanya bertempat tinggal untuk

mencari tempat perlindungan yang aman ke negara lain, karena adanya

kecemasan yang sangat beralasan terhadap tindakan persekusi

terhadapnya.59

Di dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951

dijabarkan bahwa kecemasan yang beralasan terhadap kekerasan atau

persekusi, antara lain karena alasan-alasan ras, agama, kebangsaan,

keanggotaan atas kelompok sosial tertentu, dan opini politik, sehingga

ketakutan yang dirasakan oleh sekelompok orang tersebut merupakan

ketakutan yang berdasar dan dapat ditelusuri kebenarannya. Relevansi

antara situasi dan kondisi di suatu negara dengan latar belakang dari

sekelompok orang tersebut untuk berpindah tempat akan ditelaah dan diuji

kebenarannya oleh suatu badan yang kompeten, dalam hal ini adalah

58

Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951.

59Pasal 1 Huruf B Angka 2 Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 15: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

28

United Nation High Commissioner for Refugees.

b. Sekelompok orang yang mencari tempat perlindungan aman ke wilayah

negara lain. Pengungsi mencari perlindungan dengan melintasi batas

negaranya ke batas negara lain karena negara asal pengungsi tidak dapat

atau tidak mau memberi perlindungan kepada pengungsi. 60

Pengungsi

terpaksa meninggalkan negara asal mereka, karena negara asal mereka

tidak menjamin penuh keselamatan pengungsi. Jika negara asal pengungsi

mampu menjamin dan memberikan perlindungan, maka pengungsi tidak

akan mencari tempat perlidnungan ke wilayah negara lain atau ke negara

tujuan pengungsi. Negara tujuan sementara pengungsi mempunyai

pengaturan dan yuridiksi di teritorial negara tersebut sebagai wujud bentuk

kedaulatan negara, sehingga tidak jarang sering terjadi konflik

kepentingan antara pengungsi dan otoritas perbatasan negara tujuan

sementara pengungsi. Untuk mengantisipasi hal tersebut dibuatlah

Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951 yang menjadi pedoman

yang mengatur penanganan perihal pengungsi.

2.1.3.1 Pengaturan Klausula mengenai Pengungsi

Terdapat 3 macam bentuk klasula mengenai pengungsi, antara lain:

1. Klausula Inclusion

Merupakan klausula yang menyatakan bahwa prosedur penentuan status

pengungsi harus menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat di

60

Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 16: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

29

dalam pasal 1A paragraf (1) dan (2), yang merupakan parameter dalam

menentukan kriteria orang yang berhak mendapatkan status pengungsi.

2. Klausula Cessation

Merupakan Klausula yang mengatur jenis-jenis pencabutan status pengungsi

sebagai akibat dari beberapa hal yang telah ditentukan di dalam Pasal 1C

paragraf (1) sampai paragraf (6) Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun

1951, antara lain:

a. Voluntary Reaguisation of Nationality

Terdapat pergantian rezim di dalam kategori ini, yang

mengharuskan adanya pergantian rezim penguasa negera asal yang

mencabut kewarganegaraan dari pengungsi dan digantikan oleh

rezim penguasa yang baru. Dicabutnya status pengungsi seseorang,

karena pengungsi secara sukarela memperoleh

kewarganegaraannya kembali dengan menyetujui kewarganegaraan

kembali yang ditawarkan oleh rezim penguasa yang baru kepada

pengungsi.

b. Voluntary resumption

Dicabutnya status pengungsi seseorang, karena seseorang tersebut

secara dengan keinginannya sendiri memanfaatkan status

kewarganegaan dari negara asalnya dan belum terjadi pergantian

rezim penguasa di negara asalanya tersebut.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 17: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

30

c. Acquisastion of new nationality

Dicabutnya status pengungsi karena pengungsi telah mendapatkan

dan menikmati kewarganegaaran baru yang diberikan oleh negara

yang ingin menerima pengungsi.

d. Voluntary Re-establishment

Dicabutnya status pengungsi karena pengungsi dan pihak UNHCR

bersepakat untuk kembali ke negara asal yang ditinggalkannya

karena alasan-alasan kecemasan akan persekusi.

e. National whose reasons for becoming refugees have ceased to exit

Seseorang yang karena tidak termasuk ke dalam kategori

pengungsi menurut Konvensi dan tetap menolak memanfaatkan

kewarganegaraan negara asal yang ditinggalkan.

f. Statekess person whose reasons for becoming refugees have ceased

to exit

Dicabutnya status pengungsi atas seseorang yang tidak mempunyai

kewarganegaraan, tetapi tetap dapat melakukan aktifitas di dalam

wilayah suatu negara. Hingga kemudian terdapat situasi yang

mengharuskan seseorang tersebut untuk melakukan perpindahan

tempat bersama warga negara dari negara tempat seseorang yang

tanpa kewarganegaraan tersebut melakukan aktifitas. Jika status

pengungsi dari seseorang yang tidak mempunyai kewarganegaraan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 18: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

31

tersebut dicabut, maka ia dapat kembali ke negara di mana

sebelumnya dia biasa melakukan aktifitas.

3. Klausula Exclusion

Pencabutan status pengungsi jika dapat dibuktikan bahwa penerima status

pengungsi terlibat di dalam tindak pidana perang, tindak pidana terhadap

kemanusiaan, tindakan-tindakan non-politis yang serius maupun tindakan-

tindakan yang bertentangan dengan tujuan, prinsip dari Perserikatan Bangsa

Bangsa. Pengaturan mengenai klausula ini terdapat di dalam Pasal 1D, IE,

1F Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951.

2.1.3.2 Prinsip Perlindungan Pengungsi

Pemberian status pengungsi berimplikasi pada harus dilakukannya prinsip-

prinsip perlindungan terhadap pengungsi yang telah diatur di dalam Konvensi

mengenai Status Pengungsi tahun 1951. Konvensi tersebut mengatur prinsip dasar

yang harus diterapkan di dalam penanganan pengungsi.

Non-Refoulement Principle adalah prinsip yang melarang negara peserta

konvensi untuk mengembalikan atau menempatkan pengungsi ke dalam keadaan

yang mengancam keselamatan dan kebebasan pengungsi. Di dalam Konvensi

mengenai Status Pengungsi tahun 1951, ketentuan mengenai prinsip non-

refoulement tersebut terdapat di dalam Pasal 33 mengandung hal yang sangat

penting. Menurut Pasal 42 angka (1)61

Konvensi tahun 1951 yang mengecualikan

61

Article 42(Reservations) :1. At the time of signature, ratification or accession, any

State may make reservations to articles of the Convention other than to articles 1, 3, 4, 16 (1), 33,

36-46 inclusive.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 19: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

32

Pasal 33 dari tindakan reservasi. Negara yang tidak menjadi pihak dalam

Konvensi pengungsi juga mempunyai kewajiban secara moral untuk menerapkan

prinsip non-refoulement. Dengan demikian prinsip larangan atas pengusiran di

dalam Pasal 33 merupakan suatu kewajiban non-derogable yang didasarkan atas

pertimbangan kemanusiaan.

Komite Eksekutif UNHCR bahkan telah menetapkan bahwa prinsip non-

refoulement merupakan kemajuan peremptory norm dalam hukum

internasional. Peremptory norm atau disebut dengan jus cogens

merupakan suatu prinsip dasar hukum internasional yang diterima oleh

negara-negara sebagai suatu norma umum yang tidak dapat diabaikan

pelaksanaannya.62

Prinsip non-refoulement merupakan prinsip yang dibuat untuk kepentingan

bersama tanpa memandang apakah negara sudah menjadi pihak dalam Konvensi

1951 atau belum, dan tanpa memperhatikan apakah orang tersebut sudah

diberikan status sebagai pengungsi atau tidak. Prinsip non-refoulement telah

dianggap sebagai hukum kebiasaan internasional, yang mempunyai arti bahwa

seluruh negara, baik yang telah menjadi negara pihak maupun bukan di dalam

konvensi-konvensi pengungsi atau hak asasi manusia yang melarang tindakan

pengusiran, berkewajiban untuk tidak mengembalikan atau mengekstradisi

seseorang ke negara asal atau tempat yang dapat mengancam kebebasan dan

keselamatan orang tersebut.

Prinsip non-diskriminasi adalah prinsip yang melarang negara yang telah

menjadi pihak di dalam Konvensi 1951 untuk memperlakukan pengungsi tanpa

diskriminasi. Prinsip non-diskriminasi terdapat di dalam Pasal 3 Konvensi 1951.

62

Wagiman, Hukum Pengungsi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, h. 120.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 20: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

33

Prinsip non-diskriminasi memberikan tanggungjawab kepada negara pihak untuk

sepenuhnya menjalankan ketentuan di dalam Konvensi 1951. Tujuan prinsip non-

diskriminasi adalah melindungi kepentingan dan hak-hak dari setiap orang yang

telah diberikan status sebagai pengungsi. Hal tersebut menunjukkan komitmen

negara yang telah menjadi pihak untuk bertindak berdasarkan rasa kemanusiaan

dan bukan karena atas dasar kepentingan politik.

2.1.4 Analisa perbedaan asylum seekers, internally displaced persons dan

refugees

Telah dijelaskan diatas bahwa terdapat perbedaan antara internally

displaced persons, asylum seekers, dan refugees. Perbedaan tersebut dapat

meliputi batas wilayah dan yuridiksi hukum suatu negara.Perbedaan internally

displaced persons terhadap refugees dan asylum seekers dapat dibedakan dari

wilayah atau tempat internally displaced persons tersebut akan mencari tempat

perlindungan yang aman. Refugees dan asylum seekers mencari perlindungan dari

negara asalnya ke tempat yang merupakan wilayah kedaulatan negara lain, namun

internally displaced persons hanya mencari perlindungan ke tempat yang secara

yuridis masih di dalam wilayah kedaulatan negara asalnya, sehingga pengaturan

mengenai perlindungan internally displaced persons harus berdasarkan pada

hukum nasional negara asal. Perbedaan antara asylum seekers dan refugees

terletak pada legalisasi status dari asylum seekers dan refugees. Pengaturan terkait

penentuan status asylum seekers yang bersifat internasional tidak ada. Hak untuk

menentukan status asylum seekers hanya didasarkan atas penilaian subjektif

negara pemberi suaka. Penentuan status terhadap refugees terdapat pengaturan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 21: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

34

tersendiri di dalam hukum pengungsi. Hukum pengungsi mempunyai pedoman

khusus bagi pengungsi di dalam Konvensi 1951 dan Konvensi 1967 yang memuat

beberapa prosedur resmi dalam menentukan apakah seseorang tersebut berhak

untuk diberikan status pengungsi atau tidak. Pemberian status bagi refugees juga

melibatkan suatu badan khusus yang berwenang untuk menentukan pemberian

status tersebut.

2.2 Hak Asasi Manusia

Setiap manusia mempunyai hak-hak dasar yang melekat pada manusia sejak

manusia itu lahir ke dunia. Hak dasar yang seringkali disebut dengan hak asasi

manusia merupakan hak yang tidak dapat dikurangi atau dihilangkan

keberadaannya. Perkembangan hak asasi manusia ditandai dengan dibentuknya

beberapa piagam-piagam yang memuat mengenai hak asasi manusia.63

Dimulai pada tahun 1215 di Inggris dengan Magna Charta (Perjanjian

Agung) di Inggris pada tahun 15 Juni 1215. Isi perjanjian agung adalah

pembatasan tindakan raja untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap hak milik

dan kebebasan pribadi rakyat. Kedua, Bill of Rights pada tahun 1628. Isi

perjanjian ini adalah penegasan tentang pembatasan kekuasaan raja dan

dihilangkannya hak raja untuk tidak memenjarakan, menyiksa dan menghukum

tanpa dasar hukum. Ketiga, deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat pada 6 juli

1776. Deklarasi ini memuat penegasan bahwa setiap orang dilahirkan dalam

persamaan dan kebebasan dengan hak hidup dan mengejar kebahagiaan. Keempat,

63

Walter Kälin dan Jorg Künzli, Op. Cit., h. 7.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 22: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

35

Declaration des droits de‟l homme et du citoyen (deklarasi hak-hak manusia dan

warga negara) di perancis pada tanggal 4 agustus 1786. Deklarasi ini memuat 5

hak-hak asasi manusia: pemilikan harta, kebebasan, persamaan, keamanan dan

perlawanan terhadap penindasan.

Hak asasi manusia merupakan topik pembahasan yang sangat penting

karena pelanggaran terhadap hak asasi manusia seringkali menjadi penyebab suatu

peristiwa sejarah besar dan berakhir dengan adanya revolusi politik, sosial,

perubahan hukum perundang-undang, lahirnya deklarasi dan perjanjian yang

bersifat regional maupun internasional. Oleh karena itu, hak asasi manusia

dianggap sebagai instrumen kemanusiaan yang harus diatur secara internasional.

2.2.1 Instrumen Pengaturan Hak Asasi Manusia

Di dalam hukum internasional terdapat beberapa instrumen internasional

yang pengaturannya berpijak pada dasar-dasar pertimbangan perlindungan hak

asasi manusia. Beberapa diantaranya adalah Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa,

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional tentang Hak Sipil

dan Politik, Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

2.2.1.1 Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa

Lahirnya Perserikatan Bangsa Bangsa mengubah pandangan masyarakat

internasional khususnya terkait dengan hubungan antar negara. Salah satu objek

kajian yang dirasa penting terhadap perkembangan hubungan antar negara adalah

hak asasi manusia. Hak asasi manusia mulai mendapat perhatian khusus pada saat

dibentuknya Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa oleh Perserikatan Bangsa

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 23: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

36

Bangsa. Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa lahir karena adanya kekhawatiran

negara-negara di dunia atas terabaikannya nilai-nilai hak asasi manusia akibat

adanya perang.

Pembukaan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa mengatur mengenai dasar

alasan yang menjadi faktor pendorong dibuatnya Piagam Perserikatan Bangsa

Bangsa: “to reafirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth

of the human person, in the equal rights of men and women and of nations large

and small”64

Ketentuan tersebut memberi arti bahwa hak asasi manusia adalah

hak yang mendasar, tidak dapat dikurangi pelaksanaannya. Pelaksanaan hak asasi

manusia harus menganut prinsip non-diskriminasi dengan tidak membedakan ras,

jenis kelamin dan agama.65

“The UN Charter, for one, does not mention protection of human rights,

but rather their promotion. Promotion over protection was chosen carefuly at the

time because international measures for the protection of human rights would

have been considered an inadmisible interference with national souvereignity ”66

Pada awalnya Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa hanya dibuat untuk tujuan

mempromosikan konsep hak asasi manusia, tetapi pada akhirnya konsep

mengenai hak asasi manusia merupakan konsep yang secara perlahan dapat

diterima oleh negara-negara di dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan dibuatnya

64

Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.

65Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa Pasal 55.

66 Walter Kälin dan Jorg Künzli, Op. Cit., h. 27.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 24: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

37

instrumen-instrumen internasional yang mengatur mengenai hak asasi manusia

yang merujuk pada Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa. Konsep mengenai hak

asasi manusia yang terdapat di dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa

merupakan bentuk kesadaran dari negara-negara di dunia bahwa perdamaian dan

hubungan antar negara dapat diwujudkan dengan penghormatan terhadap nilai-

nilai hak asasi manusia. Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa merupakan

ketentuan yang menjadi pedoman atas perlindungan hak asasi manusia.

“Konvensi-konvensi internasional tentang hak asasi manusia selalu berpedoman

pada ketentuan di dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai salah satu

dasar pertimbangan dalam pembuatannya.”67

2.2.1.2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

Perkembangan hak asasi manusia sendiri mulai berkembang secara

signifikan setelah banyak negara-negara yang menyatakan kemerdekaan

negaranya sebagai salah satu faktor pendorong lahirnya Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia. Deklarasi ini memuat pokok-pokok tentang kebebasan,

persamaan, kepemilikan harta, perkawinan, pendidikan, pekerjaan, kebebasan

beragama. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan deklarasi pertama

yang disahkan Perserikatan Bangsa Bangsa yang telah diakui secara internasional.

Deklarasi tersebut disahkan sebagai resolusi yang mengatur instrumen dasar hak

asasi manusia oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa pada tanggal 10

Desember tahun 1948. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dibangun

67

Romsan et al., Pengantar Hukum Pengungsi Internasional: Hukum Internasional dan

Prinsip-Prinsio Perlindungan Internasional. Sanic Offset, Jakarta, 2003, h. 117.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 25: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

38

berdasarkan ide bahwa HAM didasarkan atas martabat yang melekat pada diri

setiap orang dan tidak dapat dihilangkan. Majelis Umum Perserikatan Bangsa

Bangsa mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai satu standar

umum bagi keberhasilan untuk semua bangsa dan negara.68

Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia mempunyai pengaruh yang signifikan baik secara langsung

maupun tidak langsung pada hukum yang mengatur hak-hak asasi manusia secara

umum. Beberapa prinsip-prinsip hak asasi manusia yang ada di dalam Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia:

a. Prinsip pengakuan terhadap martabat dasar, hak-hak yang sama sebagai dasar

dari kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dunia. Karakteristik Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia dapat dibagi menjadi 3:

- Hak asasi manusia bersifat universal. Setiap orang terikat pada hak asasi

manusia. Sifat universal merujuk pada nilai-nilai moral dan etika khusus

yang diakui dan dijunjung oleh masyarakat internasional. Di dalam

Mukadimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dicantumkan bahwa

hak setiap orang untuk mendapatkan kemerdekaan, keadilan dan

perdamaian.69

- Hak asasi manusia tidak dapat dipisah-pisah. Hal ini merujuk pada

kepentingan yang setara dari tiap-tiap hak asasi manusia, apakah itu sipil,

68

International Law Making, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Jurnal Hukum

Internasional Volume 4 Nomor 1 Okt 2006, Lembaga Pengkajian Hukum Internasional Fakultas

Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, h. 133.

69Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 26: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

39

politik, ekonomi, sosial ataupun budaya. “Seluruh hak asasi manusia

memiliki status yang setara, dan tidak dapat ditempatkan pada pengaturan

yang bersifat hierarkis.”70

- Hak asasi manusia tidak dapat dirampas. Ini berarti hak yang dimiliki tiap

orang tidak dapat dicabut, diserahkan atau dipindahkan. Hak asasi manusia

merupakan kepentingan dan kebutuhan dasar dari setiap orang sejak lahir,

sehingga pihak manapun tidak dapat mengurangi atau tidak melaksanakan

ketentuan terkait hak asasi manusia. Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia: “Semua manusia dilahirkan bebas dan setara dalam martabat dan

hak.”71

b. Koordinasi antara negara dengan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk mencapai

pengakuan universal terhadap HAM dan kebebasan dasar. Salah satunya

dengan membangun hubungan yang baik antar bangsa.

c. Prinsip persamaan antara laki-laki dan perempuan. Hak asasi manusia tidak

bersifat diskriminatif. Prinsip non-diskriminasi melingkupi pandangan bahwa

orang tidak dapat diperlakukan secara berbeda berdasarkan kriteria yang

bersifat tambahan yang tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan. Pada pasal 2

DUHAM terdapat ketentuan yang mengatur bahwa setiap orang berhak atas

semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa

pengecualian apapun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin,

70

Hikmahanto Juwana, Pemberdayaan Budaya Hukum dalam Perlindungan Ham di

Indonesia: HAM dalam Perspektif Sistem Hukum Internasional, Refika Aditama, Jakarta, 2004, h.

70.

71Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 27: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

40

bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan, hak milik,

kelahiran atau kedudukan lain.72

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia merupakan deklarasi yang memuat

instrumen penting mengenai hak asasi manusia, namun dari segi hukum Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia tidak mempunyai daya ikat. Namun sejalan dengan

perkembangan HAM, banyak negara yang membuat ketentuan-ketentuan -baik di

dalam kepentingan nasional maupun internasional- yang berpedoman pada

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia . “...ketentuan-ketentuan yang terdapat di

dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia banyak dimasukkan ke dalam

hukum nasional negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa dan telah menjadi

tolak ukur untuk menilai sejauh mana suatu negara menempatkan HAM”73

Prinsip-prinsip yang terdapat di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

merupakan prinsip yang dijadikan standar etis normatif bagi masyarakat

internasional. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ditetapkan sebagai suatu

norma yang tidak mengikat, sebagai common standart of achievement, yang

diharapkan menjadi hukum kebiasaan internasional yang secara moral harus

dipatuhi oleh semua negara-negara yang ikut dalam keanggotaan Perserikatan

Bangsa Bangsa. Rumusan-rumusan pengaturan di dalam deklarasi tersebut

merupakan rumusan yang non-derogable (tidak dapat diubah) atau di dalam

hukum internasional sering disebut jus cogens. Menurut Dr. Atik Krusiyati, jus

cogens adalah “norma-norma yang telah diterima dan diakui oleh komunitas

72

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

73Ibid.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 28: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

41

internasional, yang tidak boleh dicabut dan tidak boleh dikecualikan oleh

siapapun.”74

Karakteristik Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang khusus

tersebut berimplikasi pada terikatnya negara-negara berdasarkan hukum kebiasaan

internasional. “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia terbagi dalam dua bagian,

yaitu economic and social rights dan civil and political rights.”75

Oleh karena itu,

untuk membuat nilai-nilai hak asasi manusia dilaksanakan oleh negara dan

mempunyai kekuatan mengikat sesuai hukum internasional, Majelis Umum

Perserikatan Bangsa Bangsa mengesahkan perjanjian internasional yang secara

yuridis dapat mengikat negara. Pada tahun 1952, diputuskan untuk dibentuk

ICCPR dan ICESCR.

2.2.1.3 International Covenant on Civil and Political Rights dan International

Covenant on Economic, Social and Cultural Rights.

International Covenant on Civil and Political Rights atau dapat disingkat

ICCPR, merupakan instrumen yang mengatur mengenai hak politik dan sipil yang

bersifat universal. ICCPR mengatur cakupan perlindungan hak-hak sipil dan

politik, seperti hak hidup dan martabat manusia, persamaan dimuka hukum, hak

untuk tidak disiksa, persamaan gender, peradilan yang adil, hak-hak minoritas.

Menurut Walter Kallin dan Jorg Kunzli, ICCPR terbagi ke dalam 4 bagian:76

74

Atik Krustiyati, Penanganan Pengungsi Di Indonesia: Tinjauan Aspek Hukum

Internasional dan Nasional, Brilian Internasional, Surabaya, 2010, h. 99.

75Ibid.

76Walter Kälin dan Jorg Künzli, Op. Cit., h. 33.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 29: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

42

1. Bagian pertama (Pasal 1) berisi hak untuk menentukan nasib sendiri (the

right of self-determination). Hak yang diatur di dalam bagian pertama

mengatur hak yang dimiliki oleh sebuah bangsa/negara untuk secara bebas

menentukan, mengatur, mengelola dan melaksanakan hak politik dan

sosialnya.

2. Bagian kedua (Pasal 2-5) mengatur mengenai kewajiban negara di dalam

ICCPR untuk menghormati, menjamin dan mengimplementasikan

ketentuan di dalam ICCPR dengan mengaturnya ke dalam peraturan

nasional negara secara resmi.

3. Bagian ketiga memuat substansi hak. merupakan daftar hak-hak yang

dijamin dalam ICCPR.

- Pasal 6-12 mengatur mengenai hak untuk berkehidupan yang

mencakup larangan untuk perlakuan yang kejam dan segala bentuk

penyiksaan yang tidak mencerminkan nilai-nilai perikemanusiaan,

larangan untuk adanya perbudakan; hak untuk mendapatkan kebebasan

bergerak dan keamanan secara pribadi yang mencakup kebebasan

bergerak dan peluang untuk menuntut ganti rugi jika kebebasannya

dibatasi secara tidak sah.

- Pasal 13-16 mengatur jaminan prosedural yang adil bagi setiap orang

dalam hal pengusiran yang dilakukan terhadapnya, persamaan dalam

kedudukan dan akses terhadap pengadilan.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 30: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

43

- Pasal 17-27 mengatur mengenai kebebasan dalam berpikir, beragama,

menyatakan pendapat, berkeluarga, berserikat. “Pasal 26 menyebutkan

bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum,

tanpa ada diskriminasi antara satu dengan yang lainnya dalam

memperoleh hukum.”77

Oleh karena itu, suatu hukum harus melarang

segala bentuk diskriminasi yang didasarkan pada suatu ras, warna

kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal kebangsaan,

kepemilikan atau status kelahiran.

4. Bagian keempat mengatur tentang Komite HAM, kewenangannya dan

mekanisme pemantauan untuk pelaksanaan kovenan. Pengaturan di dalam

5. bagian keempat mencakup juga kewajiban negara pihak untuk melaporkan

kemajuan implementasi negara atas ICCPR. Negara pihak juga harus

melakukan koordinasi dengan Komite HAM mengenai kendala dalam

pelaksanaan ICCPR.

International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights atau yang

biasa disingkat ICESCR merupakan kovenan yang bertujuan untuk melindungi

hak asasi manusia di dalam ruang lingkup hak ekonomi, sosial dan budaya.

“Pengesahan ICESCR sebagai bagian dari International bill of rights secara

implisit telah membenamkan secara legal, setidaknya bagi negara-negara yang

menjadi pihak dalam ICESCR, argumen lama bahwa hak-hak ekonomi, sosial dan

77

International Covenant on Civil and Political Rights.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 31: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

44

budaya bukanlah hak asasi manusia”78

Di dalam paragraf pembuka ke-3 dari

ICESCR, ditegaskan tentang keterkaitan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya

dengan hak-hak sipil dan politik. Paragraf pembuka ke-3 tersebut menyatakan:

mengakui bahwa sesuai dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia,

keadaan ideal dari manusia yang bebas dari penikmatan kebebasan dari

ketakutan dan kemiskinan, hanya dapat dicapai apabila diciptakan

kondisi di mana semua orang dapat menikmati hak-hak ekonomi, sosial

dan budaya, juga hak-hak sipil dan politiknya.79

Substansi yang diatur oleh ICESCR adalah:

1. Pada bagian pertama menjamin pelaksanaan hak untuk menentukan nasib

sendiri dan larangan untuk merampas atau menghilangkannya. Hak

tersebut mencakup hak untuk memajukan dan mengembangkan kehidupan

dari segi ekonomi, sosial dan budaya.

2. Pada bagian kedua mengatur mengenai kewajiban negara pihak untuk

menjalankan pengaturan di dalam ICESCR.

3. Pada bagian ketiga mengatur hak-hak yang harus diberikan oleh negara

pihak.

- Hak dalam segi ekonomi (Pasal 6-8) yang mengatur hak untuk

mendapatkan pekerjaan termasuk kewajiban negara untuk berperan,

baik sebagai pihak membuat regulasi dan memberi fasilitas terhadap

terwujudnya hak untuk mendapatkan pekerjaan.

78

Mashood A Baderin, Hukum Internasional Hak Asasi Manusia & Hukum Islam,

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2010, h. 174

79International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 32: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

45

- Hak sosial (Pasal 9-12) yang mengatur hak untuk jaminan sosial. Hak

untuk jaminan sosial meliputi hak untuk keamanan sosial, hak untuk

mendapatkan standar kehidupan yang lebih baik.

- Hak untuk berbudaya (Pasal 13-15) yang mengatur mengenai hak

untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk ikut berpartisipasi di dalam

kebudayaan dan hak untuk menikmati produk hasil budaya.

4. Pada bagian keempat mengatur mengenai komitmen di dalam

mewujudkan pengaturan di dalam ICESCR. Negara berkewajiban untuk

memberikan laporan periodik yang berisikan laporan tindakan-tindakan

yang telah dilakukan oleh negara pihak dalam hal penerapan ICESCR.

Dua kovenan pokok, International Covenant on Civil and Political Rights

(ICCPR) dan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights

(ICESCR) mempunyai formulasi yang berbeda berkenaan dengan mekanisme

Menurut Mashood, terdapat 2 kategorisasi terkait instrumen ICCPR dan ICESR:80

1. hak-hak sipil dan politik sering dianggap sebagai hak-hak generasi

pertama. ICCPR menghendaki Negara yang meratifikasi agar

menghormati dan menjamin perlindungan atas hak-hak yang terkandung

didalamnya. ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai

pembatasan penggunaan kewenangan dari otoritas negara. Artinya, hak-

hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi

apabila peran negara terbatasi.

80

Mashood A. Baderin, Op. Cit., h. 69.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 33: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

46

2. hak-hak ekonomi, sosial dan budaya disebut sebagai hak-hak generasi

kedua. ICESCR menghendaki Negara Pihak agar mencapai secara

bertahap realisasi sepenuhnya atas hak-hak yang diakui di kovenan dan

mengambil langkah-langkah sejauh yang dimungkinkan oleh sumberdaya

yang tersedia. Inilah yang membedakannya dengan model Kovenan

Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang justru menuntut

peran maksimal negara. Negara justru melanggar hak-hak yang dijamin

di dalamnya apabila negara tidak berperan secara aktif.

Implikasinya adalah, ICCPR mensyaratkan implementasi yang bersifat segera,

sementara itu ICESCR meminta implementasi bertahap dengan memperhitungkan

sumberdaya yang ada.

2.2.2 Hubungan Hak Asasi Manusia dan Perlindungan Pengungsi

Di dalam Konvensi Pengungsi dijelaskan bahwa seseorang dapat disebut

sebagai pengungsi adalah seseorang yang keluar dari tempat tinggal atau negara

asalnya untuk mencari perlindungan ke negara lain. Faktor pendorong seorang

pengungsi meninggalkan negara asalnya adalah karena ketakutan akan adanya

persekusi. Seorang pengungsi karena alasan ketakutan tersebut tidak mau atau

tidak dapat memanfaatkan akses perlindungan yang seharusnya diberikan oleh

negara asalnya, sebaliknya negara asal juga tidak mau memberikan upaya

perlindungan hak-hak dasar pengungsi. Ketiadaan peran entitas negara asal di

dalam menjamin hak-hak dasar atas pengungsi menyebabkan kemungkinan untuk

terabaikannya hak-hak dasar seorang pengungsi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 34: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

47

Hukum hak asasi manusia merupakan hukum yang mengatur mengenai

hak-hak dasar manusia. Hukum hak asasi manusia memuat pengaturan yang

menjamin setiap individu untuk dapat mendapatkan hak-hak dasarnya. Instrumen

pengaturan hak asasi manusia merupakan instrumen yang berlaku secara universal

tidak terikat oleh waktu dan tempat. Sifat keberlakuan hak asasi manusia

berimplikasi pada tetap berlakunya instrumen pengaturan mengenai hukum hak

asasi manusia di dalam keadaan apapun. Hukum pengungsi merupakan hukum

yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak yang diperoleh seorang atau

sekelompok orang yang dikategorikan sebagai pengungsi menurut Konvensi.

Hukum pengungsi memuat pengaturan perlindungan terhadap pengungsi di dalam

situasi dan kondisi tertentu. Terdapat relevansi antara hak asasi manusia dan

hukum pengungsi. Instrumen pengaturan mengenai hak asasi manusia dibuat

dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hak-hak dasar manusia. Tujuan

tersebut sejalan dengan pengaturan perlindungan pengungsi di dalam hukum

pengungsi. Pengaturan di dalam hukum pengungsi dibuat untuk melindungi hak-

hak dasar pengungsi. Sebagai seorang individu, pengungsi mempunyai hak-hak

dasar yang diatur di dalam hukum hak asasi manusia. Hukum hak asasi manusia

mengakui beberapa hak yang dimiliki setiap individu, antara lain hak untuk

berkehidupan, hak untuk jaminan keselamatan, dan kebebasan-kebebasan

tertentu.81

81

Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 35: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

48

Beberapa ketentuan di dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun

1951 yang berpedoman pada instrumen hak asasi manusia internasional antara

lain:

1. Konvensi Pengungsi mengatur prinsip utama, yakni prinsip non-

refoulement. Prinsip tersebut merupakan fundamental yang mengakui hak

asai manusia yang dimiliki pengungsi dari segi perlindungan terhadap

keselamatan. Pengaturan di dalam Konvensi tersebut mengadopsi prinsip

yang telah diatur di dalam DUHAM dan ICCPR. Pasal 32 Larangan untuk

menolak pengungsi yang mencari perlindungan ke tempat yang aman.

Merupakan larangan yang diadopsi dari Pasal 3, Pasal 13 DUHAM,yakni

larangan untuk mencegah mencari perlindungan. Pasal 12 di dalam

ICCPR.

2. Ketentuan di dalam Pasal Konvensi mengatur hak pengungsi untuk

mendapatkan akses pendidikan, hak untuk beragama, dan tidak

diperlakukan secara diskriminatif. Hak-hak di dalam Konvensi tersebut

merupakan hak yang tidak dapat dikenakan mekanisme reservasi oleh

negara yang menjadi pihak di dalam konvensi. Ketentuan tersebut sejalan

dengan ketentuan di dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan

ICESCR. Pasal 3 yang mengatur mengenai prinsip non-diskriminasi dan

Pasal 4 yang mengatur mengenai kebebasan beragama merupakan prinsip

yang didasarkan atas kesetaraan derajat terhadap ras, jenis kelamin yang

diatur di dalam Pasal 2 DUHAM. Pasal 13 ICESCR mengatur mengenai

hak untuk mendapatkan pendidikan tanpa adanya diksriminasi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 36: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

49

Hak untuk berkehidupan, hak terhadap keselamatan dan kebebasan yang diatur di

dalam hukum hak asasi manusia dijadikan dasar untuk membuat instrumen khusus

mengenai perlindungan terhadap pengungsi. Sehingga pengaturan di dalam

hukum pengungsi merupakan pengaturan yang berpedoman pada pengaturan hak-

hak dasar yang telah diakui oleh hukum hak asasi manusia.

2.3 Perlindungan Internasional Terhadap Pengungsi

Permasalahan pengungsi menyita perhatian masyarakat internasional.

Beberapa instrumen internasional mengatur secara khusus mengenai perlindungan

pengungsi yang berlaku dalam lingkup internasional. Konvensi tahun 1951

merupakan konvensi yang melindungi dan memberikan bantuanpada pengungsi.

Konvensi tahun 1951 mengatur beberapa hal yang penting. Pertama, memberikan

pengertian mengenai pengungsi. Kedua, konvensi menetapkan standar minimum

terkait pengungsi, misalkan memberikan hak-hak dasar yang harus diberikan

kepada pengungsi serta kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan oleh

pengungsi.

2.3.1 Hak Pengungsi

Perlindungan yang diatur di dalam Konvensi tahun 1951 antara lain:82

1. Tidak ada diskriminasi

Tidak akan ada diskriminasi terhadap pengungsi berdasarkan ras, agama,

atau negara asal (Pasal 3). Pengungsi mempunyai kebebasan untuk

82

Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 37: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

50

menjalankan ibadah agama sebagaimana yang dijalankan di negara asalnya

(Pasal 4).

2. Negara dimana pengungsi tersebut berada harus memperlakukan

pengungsi sama sebagaimana orang asing lainnya yang berada di negara

tersebut (Pasal 7).

3. Status personal dari pengungsi akan diatur sesuai dengan hukum dimana ia

berdomisili. Jika tidak mempunyai domisili, maka menurut hukum dimana

ia berada. Hak yang paling dasar, khususnya untuk melakukan perkawinan

harus diakui (Pasal 12).

4. Pengungai mempunyai hak untuk memiliki benda bergerak dan benda

tidak bergerak dan menyimpannya seperti orang asing lainnya (Pasal 13).

Pengungsi juga dapat memindahkan ke negara dimana pengungsi akan

diterima (Pasal 30).

5. Pengungsi berhak mendapat perlindungan terkait kepemilikan industri,

seperti penemuan, desain atau model, merek dagang, nama dagang, hak

untuk menikmati hasil penelitian ilmiah seperti warga negara dari negara

tersebut (Pasal 14).

6. Pengungsi mempunyai kebebasan berpekara di depan pengadilan (Pasal

16).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 38: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

51

7. Pengungsi berhak mendapat perlakuan yang sama seperti warga negara di

negara tersebut, dalam hal memperoleh pendidikan dasar dan perlakuan

yang sebaik mungkin untuk bidang pendidikan (Pasal 22).

8. Pengungsi tidak akan dibatasi ruang geraknya (Pasal 26), kecuali jika hal

tersebut diperlukan untuk menunggu statusnya di negara dimana

pengungsi berada atau melanjutkan permohonan ke negara lain (Pasal 31).

9. Negara dimana pengungsi dilarang untuk melakukan tindakan pengusiran

(Pasal 32) dan dilarang untuk mengembalikkan pengungsi ke negara

asalnya (Pasal 33).

10. Pengungsi mempunyai hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial,

seperti hak untuk bekerja, mendapatkan upah dari pekerjaannya, atau

jaminan atas keamanan (Pasal 20-24).

2.3.2 Kewajiban Pengungsi

Disamping hak-hak yang dimilikioleh pengungsi, maka Konvensi tahun

1951 juga mengatur mengenai kewajiban yang harus dijalankan oleh pengungsi.

Di dalam Pasal 2 Konvensi tahun 1951 diatur bahwa kewajiban pengungsi adalah

mentaati peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku di negara

dimana pengungsi berada. Pengungsi tidak boleh melakukan tindakan yang

menganggu ketertiban umum, tindakan yang membahayakan kepentingan negara

dimana pengungsi tersebut berada.

2.3.3 Prosedur Penanganan Pengungsi

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 39: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

52

Prosedur dalam menangani masalah pengungsi adalah merupakan tanggung

jawab semua elemen masyarakat internasional. Di dalam hukum internasional

terdapat badan yang berwenang secara khusus dalam menangani masalah

pengungsi, yaitu UNHCR. Dalam Statuta UNHCR tahun 1951 menyebutkan

tentang fungsi utama UNHCR adalah menyediakan perlindungan internasional

dan mencari solusi permanen permasalahan pengungsi bekerja sama dengan

negara-negara lain untuk memberikan fasilitas dan kemudahan dalam

pelakasanaan voluntary repatriation, local integration dan resettlement.83

1. Voluntary Repatriation

Voluntary Repatriation (repatriasi sukarela) adalah prosedur penanganan

pengungsi dengan menempatkan atau memulangkan kembali pengungsi ke

negara asalnya. Prosedur tersebut dilakukan atas persetujuan dari negara

asal dan pengungsi, sehingga repatriasi sukarela dilakukan dengan tanpa

paksaan dari pihak manapun. Hak pengungsi terkait repatriasi sukarela

diatur di dalam Pasal 13 DUHAM dan Pasal 12 ICCPR yang mengatur

bahwa setiap orang mempunyai hak untuk kembali ke negara asalnya dan

tidak seorang dan pihak manapun yang dapat mencegah atau mengurangi

hak setiap orang untuk masuk dan kembali ke negara asalnya.

2. Local Integration

Local integration (integrasi lokal) adalah prosedur penanganan

permasalahan pengungsi dengan mengintegrasikan, melakukan asimilasi

83

Statuta UNHCR.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto

Page 40: BAB II PERLINDUNGAN TERHADAP PENGUNGSI AKIBAT

53

atas faktor ekonomi, psikologis, budaya, keamanan dan faktor sosial yang

terdapat di negara pemberi suaka terhadap pengungsi. Prosedur tersebut

dilakukan atas persetujuan negara pemberi suaka dan pengungsi.

3. Resettlement

Resettlement (penempatan kembali ke negara ketiga) merupakan prosedur

penanganan pengungsi dengan menempatkan atau memindahkan

pengungsi ke negara yang bersedia menerima pengungsi.Prosedur tersebut

dilakukan atas persetujuan dari negara penerima dan pengungsi.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH)

Haryo Widyo Seno Putranto