68
BAB II PEMBAHASAN Analisis data merupakan hal yang paling pokok dalam sebuah penelitian. Dalam tahap ini penulis akan menganalisis data hasil penelitian menjadi suatu informasi yang dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan. Hasil dari analisis penelitian ini meliputi: pemanfaatan aspek-aspek bunyi bahasa, aspek penanda morfologis dan diksi, serta penggunaan gaya bahasa yang terdapat dalam Sêrat Tripama berupa tembang dhandhanggula bait 1-7, karya Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV. A. Pemanfaatan Aspek Bunyi dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV 1. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara Asonansi/ purwakanthi guru swara merupakan perulangan bunyi vokal yang sama yang terdapat pada sebuah larik atau baris. Dalam penelitian ini ditemukan asonansi/ purwakanthi guru swara /O/, /a/, /i/, dan /u/. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1.1.Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /O/ Perulangan bunyi vokal /O/ (a jêjêg) dalam Sêrat Tripama karya Mangkunegara IV ini sangat mendominasi di antara bunyi vokal lainnya. Variasi bunyi vokal /O/ terdapat di: suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaneultima), dan suku kata terakhir (ultima). Adapun uraian penggunaan asonansi /O/ adalah sebagai berikut. (40) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1) ‘seyogyanya para prajurit’

BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

BAB II

PEMBAHASAN

Analisis data merupakan hal yang paling pokok dalam sebuah penelitian. Dalam tahap ini

penulis akan menganalisis data hasil penelitian menjadi suatu informasi yang dapat digunakan

untuk mengambil kesimpulan. Hasil dari analisis penelitian ini meliputi: pemanfaatan aspek-aspek

bunyi bahasa, aspek penanda morfologis dan diksi, serta penggunaan gaya bahasa yang terdapat

dalam Sêrat Tripama berupa tembang dhandhanggula bait 1-7, karya Kangjeng Gusti Pangeran

Adipati Arya Mangkunegara IV.

A. Pemanfaatan Aspek Bunyi dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV

1. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara

Asonansi/ purwakanthi guru swara merupakan perulangan bunyi vokal yang sama yang

terdapat pada sebuah larik atau baris. Dalam penelitian ini ditemukan asonansi/ purwakanthi guru

swara /O/, /a/, /i/, dan /u/. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1.1.Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /O/

Perulangan bunyi vokal /O/ (a jêjêg) dalam Sêrat Tripama karya Mangkunegara IV ini

sangat mendominasi di antara bunyi vokal lainnya. Variasi bunyi vokal /O/ terdapat di: suku kata

pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang

(antepaneultima), dan suku kata terakhir (ultima). Adapun uraian penggunaan asonansi /O/ adalah

sebagai berikut.

(40) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1)

‘seyogyanya para prajurit’

Page 2: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Penggunaan asonansi /O/ dengan realisasi yang berbeda pada data (40) menegaskan suatu

harapan kepada para prajurit. Pada kata yogyanira ‘seyogyanya’, bunyi vokal /O/ terbuka terdapat

pada suku kata terakhir (ultima). Penggunaan bunyi vokal /O/ terbuka ditemukan pada kata para

‘para’, yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Adanya asonansi /O/

terbuka pada data di atas menimbulkan variasi bunyi yang ritmis dan berselang-seling, yakni pada

kata pertama berasonansi /O/, kata kedua berasonansi /a/, kata ketiga berasonansi /O/, dan kata

keempat berasonansi /a/ sehingga tuturan menjadi lebih indah.

(41) lamun bisa samya anuladha (ST/B1/L2)

‘bila dapat semuanya meneladani’

Data (41) menunjukkan adanya asonansi /O/ sebagai bentuk penegasan kepada para prajurit

agar bisa meneladani nilai-nilai keprajuritan terdahulu. Adapun bunyi vokal /O/ terdapat pada kata

bisa ‘bisa’, samya ‘semuanya’, dan anuladha ‘meneladani’. Pada kata bisa ‘bisa’ dan kata samya

‘semuanya’ bunyi vokal /O/ terbuka terdapat di akhir suku kata (ultima). Kata anuladha

‘meneladani’ menunjukkan adanya bunyi vokal /O/ terbuka yang berealisasi pada suku kata kedua

dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Vokal /O/ pada data (41) menjadikan

irama tuturan di atas lebih menarik dan merdu.

(42) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (42) menunjukkan pemanfaatan bunyi vokal /O/ terbuka pada kata guna ‘pandai’, bisa

‘mampu’, dan karya ‘pekerjaan’ yang berealisasi di akhir suku kata (ultima). Pemanfaatan

asonansi /O/ terbuka di akhir suku kata dalam ketiga kata tersebut dimanfaatkan pengarang untuk

memberikan kesan yang merdu di setiap tuturannya.

(43) Suwanda mati ngrana (ST/B2/L10)

Page 3: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘Suwanda mati dalam perang’

Data (43) terdapat bunyi vokal /O/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di suku kata kedua

dari belakang (paenultima) dan bunyi vokal /O/ terbuka yang berealisasi di akhir suku kata (ultima)

yaitu pada kata Suwanda ‘Suwanda’. Adapun pada kata ngrana ‘perang’ menunjukkan bunyi vokal

/O/ terbuka pada suku kata pertama dan pada suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan asonansi

vokal /O/ yang distribusinya bervariasi tersebut membuat tuturan pada data (43) terasa lebih merdu

dan berirama.

(44) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2)

‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Data (44) ditemukan asonansi /O/ terbuka yang bervariatif pada suku kata pertama, suku

kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Tuturan raka ‘kakak’

menunjukkan pemanfaatan vokal /O/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata

terakhir (ultima). Kata sira ‘ia’ menunjukkan adanya vokal /O/ yang berealisasi di suku kata

terakhir (ultima). Adapun vokal /O/ terbuka pada kata lênggana ‘menolak’ berealisasi di suku kata

kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Asonansi vokal /O/ terbuka pada

tuturan mring kang raka sira tan lênggana ‘kepada kakaknya ia tidak menolak’ memberikan kesan

bahwa tuturan tersebut memiliki tekanan ritmis yang kuat, sehingga tuturan di atas memiliki unsur

keestetisan suatu bahasa.

(45) Suryaputra Narpati Ngawangga (ST/B5/L2)

‘suryaputra raja di Ngawangga’

Data (45) mengandung asonansi /O/ terbuka pada kata Suryaputra ‘Suryaputra’ di suku kata

ketiga dari belakang (antepaenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Realisasi bunyi vokal /O/

yang tertutup konsonan /G/ pada kata Ngawangga ‘Ngawangga’ berada di suku kata kedua dari

Page 4: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

belakang, sedangkan bunyi vokal /O/ terbuka berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Bunyi

asonansi /O/ pada tuturan Suryaputra Narpati Ngawangga ‘Suryaputra raja di Ngawangga’

tersebut bersifat terbuka dan mencerminkan sesuatu yang luas. Vokal /a/ pada tuturan di atas

memberikan tekanan ritmis, sehingga menimbulkan kemerduan bunyi.

(46) bratayuda ingadêgkên sênapati (ST/B5/L9)

‘diangkat sebagai senapati di perang bratayuda’

Data (46) menunjukkan kata bratayuda ‘bratayuda’ terdapat bunyi vokal /O/ berealisasi

pada suku kata pertama, suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir

(ultima). Adapun kata senapati ‘senapati’ bunyi vokal /O/ berealisasi pada suku kata ketiga dari

belakang (antepaenultima). Asonansi /O/ pada data (46) memunculkan bunyi yang ritmis pada

setiap katanya.

(47) ngalaga ing Korawa (ST/B5/L10)

‘berperang di pihak Korawa’

Data (47) menunjukkan asonansi vokal /O/ terbuka pada suku kata kedua dari belakang

(paenultima) dan suku kata terakhir (ultima), yang terdapat pada kata ngalaga ‘berperang’ dan

korawa ‘Korawa’. Realisasi asonansi vokal /O/ pada suku kata kedua dari belakang (paenultima)

dan pada suku kata terakhir (ultima) tersebut terasa berat. Asonansi tersebut memberikan

keindahan dan kemerduan liriknya.

(48) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L5)

‘dia dapat membalas cinta kasih’

Data (48) memanfaatkan asonansi vokal /O/ terbuka di akhir suku kata (ultima), yang

dibuktikan pada kata marga ‘karena’, dènnya ‘dirinya’, dan arsa ‘ingin’. Realisasi vokal /O/

terbuka di setiap akhir suku kata tersebut memberikan irama yang padu pada setiap katanya.

(49) ira sang Duryudana (ST/B6/L6)

Page 5: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘dia sang Duryudana’

Data (49) asonansi /O/ terbuka di akhir suku kata (ultima) yaitu pada kata ira ‘dia’,

sedangkan kata Duryudana ‘Duryudana’ asonansi vokal /O/ terbuka berada di suku kata kedua dari

belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Variasi vokal /O/ pada tuturan ira sang

Duryudana ‘ia sang Duryudana’ merupakan lanjutan dan jawaban dari tuturan sebelumnya, yaitu

marga dènnya arsa males-sih ‘dia dapat membalas cinta kasih’. Tuturan di atas menimbulkan

kesan estetis dan irama yang ritmis di setiap kata yang mengandung asonansi /O/.

(50) sumbaga wirotama (ST/B6/L10)

‘termahsyur sebagai perwira utama’

Data (50) terdapat asonansi /O/ terbuka yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang

(paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima), yakni pada kata sumbaga ‘termahsyur’ dan

wirotama ‘perwira utama’. Adanya asonansi /O/ pada tuturan sumbaga wirotama ‘termahsyur

sebagai perwira utama’ menunjukkan bahwa kata-kata tersebut memiliki kedekatan dan kepaduan

makna. Di samping itu, asonansi /O/ juga memberikan tekanan bunyi dalam liriknya sehingga

tuturan di atas menjadi berirama.

(51) manawa tibèng nistha (ST/B7/L6)

‘Jikalau jatuh dalam kehinaan’

Data (51) menunjukkan adanya asonansi /O/ terbuka pada kata manawa ‘jikalau’ yang

berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima); pada

kata nistha ‘nista’ bunyi vokal /O/ tersebut berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Adanya variasi

letak asonansi /O/ tersebut dimanfaatkan pengarang untuk memberikan tuturan yang indah pada

seiap katanya.

1.2. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /a/

Page 6: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Perulangan bunyi vokal /a/ (a miring) dalam Sêrat Tripama karya Mangkunegara IV ini

sangat mendominasi di antara bunyi vokal lainnya. Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama

terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku

kata ketiga dari belakang (antepaneultima), dan suku kata terakhir (ultima). Adapun penggunaan

asonansi /a/ pada data (52) sampai dengan data (83) akan diuraikan sebagai berikut.

(52) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1)

‘seyogyanya para prajurit’

Penggunaan asonansi /a/ dengan realisasi yang berbeda pada data (52) menunjukkan vokal

/a/ yang bersifat terbuka dan ringan. Pada kata yogyanira ‘seyogyanya’ bunyi vokal /a/ terbuka

berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (paenultima). Kata kang ‘kepada’ menunjukkan

adanya bunyi vokal /a/ tertutup dan kata prajurit ‘prajurit’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/

terbuka yang masing-masing berealisasi di suku kata pertama. Asonansi /a/ dimanfaatkan

pengarang untuk memberikan kesan bahwa tuturan di atas menghasilkan bunyi yang ritmis pada

setiap katanya.

(53) lamun bisa samya anuladha (ST/B1/L2)

‘bila dapat semuanya meneladani’

Data (53) menunjukkan asonansi /a/ di awal suku kata pertama terdapat pada kata lamun

‘bila’, samya ‘semuanya’, dan anuladha ‘meneladani’. Ketiga bunyi vokal /a/ di awal suku kata

pertama tersebut merupakan bunyi vokal /a/ terbuka yang difungsikan untuk memunculkan

kepaduan bunyi dalam setiap tuturannya.

(54) kadya nguni caritané (ST/B1/L3)

‘seperti cerita pada masa dahulu’

Data (54) berisi tentang suatu pengharapan mewarisi dan meneladani sikap keprajuritan

seperti para prajurit zaman dahulu. Kata kadya ‘seperti’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/

terbuka yang berealisasi di suku kata pertama; dan kata caritané ‘ceritanya’ menunjukkan bunyi

Page 7: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

vokal /a/ di suku kata pertama dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Asonansi /a/

pada tuturan kadya nguni caritané ‘seperti cerita pada masa dahulu’ memiliki kepaduan bunyi,

sehingga tuturan menjadi indah jika dilafalkan.

(55) andêlira sang Prabu (ST/B1/L4)

‘andalannya sang prabu’

Data (55) menjelaskan tentang salah satu sikap prajurit, yaitu sebaiknya bisa menjadi

andalan bagi sang raja. Pada data tersebut terdapat asonansi vokal /a/ yang semuanya berealisasi

di suku kata pertama, yakni pada kata andêlira ‘andalannya’; kata sang ‘sang’ yang; dan kata

prabu ‘Prabu’. Kata andêlira ‘andalan’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/

berfungsi memberikan penekanan bahwa yang dijadikan andalan adalah Patih Suwanda. Kata sang

‘sang’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /G/ difungsikan sebagai sebutan bagi

Prabu Harjunasasrabahu. Adanya pemanfatan asonansi /a/ yang terletak di suku kata pertama

menjadikan tuturan di atas lebih padu dan merdu.

(56) sasrabau ing Maéspati (ST/B1/L5)

‘sasrabau di Maespati’

Data (56) menceritakan tentang seorang prajurit yang patut diteladani yang mengabdi di

negara Maèspati. Pada data (56) ditemukan adanya asonansi vokal /a/ terbuka yakni kata sasrabau

‘sasrabau’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adapun vokal /a/

terbuka pada kata Maéspati ‘Maèspati’ berealisasi di suku kata pertama dan suku kata kedua dari

belakang (paenultima). Pemanfaatan asonansi /a/ tersebut merupakan bunyi /a/ yang muncul

secara linier, sehinga tuturan di atas menjadi indah.

(57) lêlabuhanipun (ST/B1/L7)

‘jasa-jasanya’

Kata lêlabuhanipun ‘jasa-jasanya’ yakni pada data (57) menunjukkan asonansi vokal /a/

terbuka terbuka yang berealisasi di suku kata kedua dari depan dan vokal /a/ tertutup konsonan /n/

Page 8: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

yang berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Asonansi /a/ tersebut

menjadikan lirik yang ritmis dan berirama.

(58) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1)

‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Adapun data (58) juga menunjukkan asonansi vokal /a/ terbuka pada kata lêlabuhan ‘jasa-

jasa’ yang berealisasi di suku kata pertama, di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima),

dan di suku kata terakhir (ultima). Kata prakawis ‘macam’ menunjukkan bunyi vokal /a/ yang

berealisasi di suku kata pertama dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Variasi letak

asonansi /a/ pada tuturan lire lêlabuhan tri prakawis ‘arti jasa bakti yang tiga macam’ tersebut

menimbulkan kesan ritmis dalam setiap katanya, sehingga menimbulkan kemerduan bunyi.

(59) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (59) berisi tentang penegasan bahwa sebagai prajurit seyogyanya memiliki

kepandaian dan kemampuan dalam mengatasi segala pekerjaanya. Hal itu ditunjukkan dalam

tuturan guna bisa saniskarèng karya ‘pandai dalam segala pekerjaan’. Pada kata saniskarèng

terdapat bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan pada suku kata kedua

dari belakang (paenultima), sedangkan pada kata karya ‘pekerjaan’ terdapat bunyi vokal /a/

tertutup konsonan /r/ di suku kata pertama. Variasi letak asonansi /a/ pada data di atas

menimbulkan lirik yang indah dalam tuturan.

(60) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5)

‘ketika membantu perang negeri Manggada’

Data (60) menampilkan penerapan asonansi vokal /a/ yang masing-masing berealisasi di

suku kata pertama. Hal tersebut ditunjukkan pada kata bantu ‘membantu’ yang menunjukkan vokal

/a/ tertutup konsonan /n/; kata prang ‘perang’ menunjukkan vokal /a/ tertutup konsonan /G/; kata

Manggada ‘Manggada’ menunjukkan vokal /a/ tertutup konsonan /G/; dan kata nagri ‘negeri’

Page 9: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

menunjukkan vokal /a/ terbuka. Adanya variasi penggunaan asonansi /a/ terbuka dan tertutup

menjadikan tuturan tersebut memiliki tekanan ritmis yang kuat.

(61) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9)

‘perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Penerapan asonansi vokal /a/ dalam data (61) ditunjukkan pada kata aprang ‘perang’

menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama dan bunyi

vokal /a/ tertutup konsonan /G/ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Kata tandhing ‘tanding’

dan lan ‘dan’ terdapat bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di suku kata pertama.

Adapun pada kata Ngalêngka ‘Ngalengka’ dan kata aji ‘raja’ bunyi vokal /a/ terbuka terletak di

suku kata pertama. Rentetan bunyi /a/ yang terdapat di suku kata pertama tersebut menimbulkan

keindahan bunyi dalam liriknya.

(62) wontên malih tuladhan prayogi (ST/B3/L1)

‘ada lagi teladan yang baik’

Data (62) menunjukkan penggunaan asonansi /a/ terbuka, yakni pada kata malih ‘lagi’ yang

berealisasi di suku kata pertama. Kata tuladhan ‘teladan’ terdapat bunyi vokal /a/ di suku kata

kedua dari belakang (paenultima) dan di suku kata terakhir (ultima). Kata prayogi ‘baik’

menunjukkan pemanfaatan vokal /a/ yang berealisasi di suku kata pertama. Adanya asonansi /a/

dalam setiap kata pada tuturan di atas menimbulkan irama yang indah dan merdu.

(63) satriya gung nagari Ngalêngka (ST/B3/L2)

‘satriya agung negeri Ngalengka’

Data (63) menunjukkan pemanfaatan asonansi /a/ pada kata satriya ‘satria’ yang berealisasi

di suku kata pertama. Pada kata nagari ‘negeri’ bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku

kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ juga

menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka pada suku kata pertama. Asonansi /a/ pada data

tersebut menimbulkan kepaduan dalam setiap katanya, sekaligus untuk mempertegas makna.

Page 10: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(64) sang Kumbakarna namané (ST/B3/L3)

‘sang Kumbakarna namanya’

Data (64) terdapat penggunaan asonansi /a/ terbuka dan /a/ tertutup. Kata sang ‘sang’

menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ yang terdapat di suku kata pertama.

Adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /r/ terdapat pada kata Kumbakarna ‘Kumbakarna’ yang

berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima), sedangkan bunyi vokal /a/ terbuka

terdapat pada kata namané ‘namanya’ yang berealisasi di suku kata pertama dan suku kata terakhir

(ultima). Adanya bunyi vokal /a/ pada kata namané ‘namanya’ di suku kata terakhir dikarenakan

kata tersebut memperoleh akhiran atau sufiks né. Penggunaan asonansi /a/ yang bervariasi tersebut

berfungsi untuk menghadirkan tuturan yang memiliki kepaduan bunyi pada setiap katanya,

sehingga tuturan menjadi lebih merdu.

(65) duk awit prang Ngalêngka (ST/B3/L6)

‘sejak perang melawan Ngalêngka’

Adapun asonansi /a/ dalam data (65) yakni pada kata awit ‘sejak’, prang ‘perang’, dan kata

Ngalêngka ‘Ngalêngka’ mencerminkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka yang berealisasi di suku

kata pertama. Kata prang ‘perang’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata

pertama. Adanya asonansi /a/ pada tuturan duk awit prang Ngalêngka ‘sejak perang melawan

Ngalêngka’ dapat mendekatkan kata-kata dan menunjukkan kepaduan bunyi antarkata dalam satu

baris.

(66) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8)

‘kepada kakandanya agar selamat’

Data (66) menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ yakni pada kata amrih ‘agar’ di suku kata

pertama, dan kata raharja ‘selamat’ di suku kata pertama dan terakhir (ultima). Pemanfaatan

asonansi /a/ pada kata amrih ‘agar’ dan raharja ‘selamat’ merupakan salah satu cara pengarang

untuk menghadirkan kesan penggunaan bahasa yang bersifat estetis dan padu.

Page 11: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(67) ing tékad datan purun (ST/B4/L4)

‘dalam tekadnya tidak ingin’

Data (67) menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /d/ pada kata tékad ‘tekad’

berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Kata datan ‘tidak’ menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka

di suku kata pertama, dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ di suku kata terakhir (ultima).

Adanya vokal /a/ pada data tersebut memberikan tekanan ritmis sebuah kata dalam lariknya,

sehingga menimbulkan tuturan yang merdu.

(68) amung cipta labih nagari (ST/B4/L5)

‘hanya demi membela negara’

Data (68) terdapat asonansi /a/ terbuka di suku kata pertama, yakni pada kata amung

‘hanya’ dan kata labih ‘membela’, sedangkan kata nagari ‘negara’ menunjukkan bunyi vokal /a/

di suku kata pertama dan di suku kata terakhir (ultima). Perulangan bunyi vokal /a/ pada data di

atas memberi tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung pola bunyi /a/.

(69) wontên malih kinarya palupi (ST/B5/L1)

‘ada lagi yang dijadikan teladan’

Pemanfaatan asonansi /a/ terdapat pada data (69), yakni kata malih ‘lagi’ dan palupi

‘teladan’ mencerminkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama, sedangkan kata

kinarya ‘pekerjaan’ menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /r/ pada suku kata kedua dari

belakang (paenultima). Letak vokal /a/ yang bervariasi memberikan kesan keindahan pada tuturan

tersebut.

(70) lan pandhawa tur kadangé (ST/B5/L3)

‘dan pandhawa serta saudaranya’

Data (70) menunjukkan asonansi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ yang terdapat pada kata

lan ‘dan’ dan kata pandhawa ‘Pandhawa’ yang berealisasi di suku kata pertama. Kata kadangé

‘saudaranya’ menampilkan adanya bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama dan bunyi vokal

Page 12: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

/a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Penggunaan asonansi /a/

memberikan tekanan ritmis pada kata-katanya, sehingga tuturan di atas menjadi berirama.

(71) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6)

‘di negeri Ngastina’

Asonansi /a/ yang berealisasi pada suku kata pertama juga terdapat pada data (71), yakni

pada kata anèng ‘di’ dan kata nagri ‘negeri’. Kata Ngastina ‘Ngastina’ menunjukkan bunyi vokal

/a/ tertutup konsonan /s/ di suku kata pertama. Realisasi vokal /a/ pada setiap suku kata pertama

tersebut bersifat terbuka, berfungsi untuk memberikan kesan ritmis pada tuturan tersebut.

(72) manggala golonganing prang (ST/B5/L8)

‘panglima di dalam perang’

Data (72) menunjukkan asonansi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata pertama yakni

pada kata manggala ‘panglima’ dan kata prang ‘perang’, sedangkan yang menunjukkan bunyi

vokal /a/ tertutup konsonan /n/ terdapat pada suku kata kedua dari belakang (paenultima) pada kata

golonganing ‘di dalam golongan’. Variasi vokal /a/ tersebut berfungsi untuk memberi penekanan

ritmis dan kemeruduan bunyi pada setiap kata-katanya.

(73) minungsuhkên kadangé pribadi (ST/B6/L1)

‘berlawankan saudaranya sendiri’

Kata kadangé ‘saudaranya’ pada data (73) menunjukkan asonansi /a/ yang berupa bunyi

vokal /a/ terbuka dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/ yang berada di suku kata pertama dan

suku kata kedua dari belakang (paenultima). Kata pribadi ‘pribadi’ menunjukkan bunyi vokal /a/

di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adanya variasi letak vokal /a/ pada tuturan kadange

pribadi ‘saudaranya sendiri’ dimanfaatkan pengarang untuk menjadikan tuturan di atas memiliki

kepaduan bunyi.

(74) aprang tandhing lan sang Dananjaya (ST/B6/L2)

‘perang tanding melawan sang Dananjaya’

Page 13: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (74) terjadi asonansi /a/ yang berupa perulangan bunyi vokal /a/ di suku kata pertama,

yaitu pada kata aprang ‘perang; kata tandhing ‘tanding’; kata lan ‘dan’; kata sang ‘sang; dan kata

Dananjaya ‘Dananjaya’. Vokal /a/ pada kata aprang ‘perang’ menunjukkan adanya bunyi yang

tertutup konsonan /G/ di suku kata terakhir (ultima). Adapun kata sang ‘sang’ juga menunjukkan

adanya bunyi /a/ tertutup konsonan /G/ di suku kata terakhir (ultima). Kata tandhing ‘tanding’, lan

‘dan’, dan Dananjaya ‘Dananjaya’ menunjukkan adanya bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/

yang pada kata tandhing dan kata lan berealisasi di suku kata pertama. Namun demikian, dalam

kata Dananjaya terdapat di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Penggunaan asonansi

/a/ yang bervariasi pada tuturan aprang tandhing lan sang Dananjaya ‘perang tanding melawan

sang Dananjaya’ menimbulkan kepaduan bunyi pada setiap katanya, sehingga tuturan tersebut

menjadi merdu.

(75) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L5)

‘karenanya dia dapat membalas cinta kasih’

Kata marga ‘karena’, arsa ‘membalas’, dan males-sih ‘cinta kasih’ pada data (75)

menunjukkan pemanfaatan asonansi /a/ di awal suku kata pertama. Realisasi asonansi /a/ di suku

kata pertama menjadikan tuturan marga dènnya arsa males-sih ‘karenanya dia dapat membalas

cinta kasih’ berfungsi untuk memberikan tekanan ritmis dan nilai keindahan sebuah kata dalam

lariknya.

(76) marmanta kalangkung (ST/B6/L7)

‘maka ia dengan sangat’

Data (76) pada kata marmanta ‘maka ia’ dapat diketahui asonansi vokal /a/ yang tertutup

konsonan /r/ berealisasi di awal kata, dan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/ berealisasi di

suku kata kedua dari belakang (paenultima). Adapun bunyi vokal /a/ terbuka pada kata kalangkung

‘dengan sangat’ berealisasi di suku kata pertama, dan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /G/

Page 14: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Realisasi bunyi vokal /a/ di suku kata

pertama dan suku kata kedua dari belakang pada tuturan marmanta kalangkung ‘maka ia dengan

sangat’ berfungsi untuk memberikan tekanan bunyi dan makna pada kata-kata yang mengandung

pola bunyi vokal /a/.

(77) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9)

‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Data (77) menunjukkan asonansi /a/ di suku kata pertama, yaitu pada kata aprang ‘perang’,

ramé ‘ramai’, Karna ‘Karna’, dan kata mati ‘mati.’ Keseluruhan asonansi /a/ di suku kata pertama

tersebut merupakan suku kata /a/ terbuka, kecuali pada kata Karna ‘Karna’ yang tertutup konsonan

/r/. Pada kata jinêmparing ‘dipanah’ bunyi vokal /a/ terbuka berada di suku kata kedua dari

belakang (paenultima). Asonansi /a/ yang timbul pada data (77) dapat mendekatkan kata-kata dan

menunjukkan kepaduan makna antarkata dalam larik.

(78) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1)

‘ketiganya sebagai teladan bagi orang Jawa’

Data (78) menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama, yakni pada kata katri

‘ketiga’ dan kata Jawi ‘Jawa’. Selanjutnya, kata sudarsanèng ‘teladan bagi’ bunyi vokal /a/

berealisasi di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan di suku kata kedua dari

belakang (paenultima). Adanya variasi letak asonansi /a/ pada data di atas menambah kesan yang

penggunaan vokal /a/ yang tidak monoton, namun demikian tetap memberikan kesan estetis dalam

liriknya.

(79) pantês lamun sagung pra prawira (ST/B7/L2)

‘sepantasnyalah semua para perwira’

Asonansi /a/ pada data (79) berealisasi di suku kata pertama. Kata pantês ‘pantas’

menunjukkan bunyi vokal /a/ yang tertutup konsonan /n/; kata lamun ‘jika’, sagung ‘semua’, dan

prawira ‘perwira’ menunjukkan bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama. Adanya asonansi

Page 15: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

/a/ yang terletak di suku kata pertama tersebut menunjukkan kemerduan bunyi dan memberikan

tekanan ritmis sebuah kata dalam lariknya.

(80) amirita sakadaré (ST/B7/L3)

‘mengambil sebagai teladan seperlunya’

Data (80) terdapat asonansi /a/ di suku kata pertama, pada kata amirita ‘mengambil’,

sedangkan pada kata sakadare ‘seperlunya’ asonansi /a/ tersebut berealisasi di suku kata pertama,

suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan di suku kata ketiga dari belakang

(antepaenultima). Asonansi /a/ yang letaknya bervariasi menjadikan tuturan di atas lebih berirama.

(81) sanadyan tékading buta (ST/B7/L8)

‘meskipun tekadnya raksasa’

Asonansi /a/ terbuka pada data (81) yakni pada kata sanadyan ‘meskipun’ menunjukkan

bunyi vokal /a/ terbuka di suku kata pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima); dan

bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /n/ di suku kata terakhir (ultima). Kata tékading ‘tekadnya’

menunjukkan bunyi vokal /a/ tertutup konsonan /d/ berealisasi di suku kata kedua dari belakang

(paenultima). Variasi asonansi /a/ data (81) memiliki tekanan ritmis dikarenakan bunyi /a/ yang

muncul secara linier.

(82) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Data (82) juga menunjukkan adanya asonansi /a/ tertutup konsonan /n/ yang berealisasi di

suku kata pertama, yakni dalam kata tan ‘tidak’. Kata prabéda ‘berbeda’ menampilkan vokal /a/

terbuka di suku kata pertama. Adapun kata panduming ‘pembagian (takdir)’ bunyi vokal /a/

tertutup konsonan /n/ terdapat pada suku kata pertama; dan pada kata dumadi ‘makhluk’ bunyi

vokal /a/ terbuka berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima). Vokal /a/ pada data di

atas mampu menimbulkan irama ritmis yang indah.

(83) marsudi ing kotaman (ST/B7/L10)

Page 16: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘berusaha meraih keutamaan’

Data (83) memperlihatkan asonansi /a/ tertutup konsonan /r/ yang berealisasi di suku kata

pertama ditunjukkan pada kata marsudi ‘berusaha’. Kata kotaman ‘keutamaan’ bunyi vokal /a/

terbuka berdistribusi di suku kata kedua dari belakang (paenultima), sedangkan bunyi vokal /a/

tertutup konsonan /n/ berdistribusi di suku kata terakhir (ultima). Variasi letak vokal /a/ bertujuan

untuk mendekatkan makna antarkata dalam satu larik dan menimbulkan kemerduan bunyi.

1.3. Asonansi/ Purwakanthi Guru Swara /i/

Pemakaian asonansi /i/ pada Sêrat Tripama dapat dijumpai di suku kata pertama, suku kata

kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku

kata terakhir (ultima). Realisasi penggunaan asonansi /i/ akan diuraikan pada data (84) sampai

dengan data (91) yang tertera di bawah ini.

(84) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3)

‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (84) menunjukkan adanya asonansi vokal /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata

pertama dan di suku kata terakhir (ultima) yakni pada kata binudi ‘diusahakan’, sedangkan pada

kata dadi ‘menjadi’ asonansi /i/ berealisasi di suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan vokal /i/

pada tuturan binudi dadi unggulé ‘diusahakan menjadi yang unggul’ menunjukkan adanya

kepaduan dalam setiap lirik katanya.

(85) tur iku warna diyu (ST/B3/L4)

‘padahal ia berwujud raksasa’

Data (85) menunjukkan asonansi vokal /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama,

yakni pada kata iku ‘itu’ dan kata diyu ‘raksasa’. Realisasi vokal /i/ pada suku kata pertama tersebut

memberikan kesan ritmis dan menunjukkan kepaduan makna antarkata dalam liriknya.

(86) nglungguhi kasatriyané (ST/B4/L3)

‘menduduki sifat ksatriannya’

Page 17: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (86) terdapat asonansi /i/ terbuka juga terdapat pada kata nglungguhi ‘menduduki’

terdapat pada suku kata terakhir (ultima); sedangkan pada kata kasatriyané ‘ksatriaannya’ asonansi

/i/ terbuka terdapat pada suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Pemanfaatan vokal /i/

pada data di atas dapat menunjukkan kepaduan makna antarkata, dan kesan ritmis, karena pelafalan

vokal /i/ jatuh pada suku kata ketiga dalam setiap katanya.

(87) punagi mati ngrana (ST/B4/L10)

‘bersumpah mati dalam perang’

Data (87) memperlihatkan bahwa asonansi /i/ terbuka berdistribusi di suku kata terakhir

(ultima), yakni pada kata punagi ‘bersumpah’ dan kata mati ‘mati’. Adanya asonansi /i/ tersebut

menimbulkan kesan kesungguh-sungguhan dalam bersumpah. Vokal /i/ juga berfungsi

memberikan tekanan bunyi yang padu pada kata tersebut.

(88) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5)

‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Penggunaan asonansi /i/ terbuka yang berealisasi di suku kata pertama pada data (88)

ditunjukkan oleh kata Sri ‘sri’; suku kata kedua dari belakang (paenultima) ditunjukkan oleh kata

suwita ‘mengabdi’; dan di suku kata terakhir (ultima) ditunjukkan oleh kata Kurupati ‘Kurupati’.

Vokal /i/ pada tuturan di atas menimbulkan kesan ritmis dan kepaduan bunyi antarkatanya.

(89) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6)

‘di negeri Ngastina’

Data (89) memperlihatkan asonansi vokal /i/ terbuka di suku kata terakhir yaitu pada kata

nagri ‘negeri’, dan di suku kata kedua dari belakang (paenultima) yaitu pada kata Ngastina

‘Ngastina’. Asonansi /i/ pada tuturan di atas dapat mendekatkan kata-kata dan menunjukkan

kepaduan bunyi antarkata dalam larik-lariknya.

(90) déné sira pikantuk (ST/B6/L4)

‘demikian ia mendapat’

Page 18: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Asonansi vokal /i/ yang berealisasi di suku kata pertama pada data (90) yakni pada kata

sira ‘dia’ dan kata pikantuk ‘mendapat. Vokal /i/ pada tuturan tersebut membantu menciptakan

rimik pada kata sira ‘ia’ dengan kata pikantuk ‘mendapat’, sehingga menimbulkan bunyi yang

indah.

(91) ina esthinipun (ST/B7/L7)

‘rendah cita-citanya’

Data (91) menunjukkan penggunaan asonansi /i/ di suku kata pertama, suku kata kedua

dari belakang (paenultima), dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Bunyi /i/ di suku

kata pertama terdapat pada kata ina ‘rendah’; di suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan

di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) ditunjukkan oleh kata esthinipun ‘cita-citanya’.

Pemanfaatan bunyi /i/ pada tuturan di atas sesuai untuk memberikan penekanan terhadap

rendahnya cita-cita, dan vokal /i/ tersebut menimbulkan kepaduan bunyi.

1.4. Asonansi/ Purwakanthi Swara /u/

Realisasi penggunaan asonansi /u/ dalam Sêrat Tripama terdapat di suku kata pertama,

suku kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Penggunaan asonansi

/u/ akan diuraikan sebagai berikut.

(92) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9)

‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Asonansi /u/ terbuka pada data (92) ditunjukkan pada kata guna ‘pandai’ dan puruné

‘pandai’ yang berealisasi di suku kata pertama; sedangkan asonansi /u/ tertutup konsonan /n/ yakni

pada kata puruné ‘kepandaiannya’ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang (paenultima).

Pemanfaatan asonansi /u/ pada data di atas mendekatkan kata-kata dan menghadirkan bunyi yang

berirama.

(93) nuhoni trah utama (ST/B1/L10)

‘menaati sifat keturunan orang utama’

Page 19: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Asonansi /u/ terbuka yang berdistribusi di suku kata pertama ditunjukkan data (93) yaitu

pada kata nuhoni ‘menaati’ dan pada kata utama ‘utama’. Realisasi penggunaan asonansi /u/ di

suku kata pertama pada data di atas menunjukkan bahwa vokal /u/ dimanfaatkan untuk

memperoleh kemerduan bunyi.

(94) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3)

‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (94), menunjukkan asonansi /u/ terbuka yang berdistribusi di suku kata kedua dari

belakang (paenultima) yakni pada kata binudi ‘diusahakan’; sedangkan pada kata unggulé

‘pemenangnya’ terdapat bunyi vokal /u/ terbuka di suku kata pertama, dan bunyi vokal /u/ tertutup

konsonan /l/ di suku kata terakhir (ultima). Vokal /u/ pada tuturan di atas berfungsi memberikan

kesan bunyi yang indah.

(95) tur iku warna diyu (ST/B3/L4)

‘padahal itu berwujud raksasa’

Adapun data (95) menunjukkan adanya asonansi /u/ terbuka yang berealisasi di akhir suku

kata (ultima), yakni pada kata iku ‘itu’ dan kata diyu ‘raksasa’. Pemanfaatan vokal /u/ yang

berealisasi di suku kata terakhir untuk memperoleh paduan bunyi dan memberi penekanan makna

bahwa prajurit yang dimaksud berwujud raksasa.

(96) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5)

‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Pada data (96) juga penggunaan asonansi /u/ secara urut akan dijelaskan sebagai berikut:

pada kata suwita ‘mengabdi’ bunyi vokal /u/ terbuka berealisasi di suku kata pertama, sedangkan

pada kata Kurupati ‘Kurupati’ bunyi vokal /u/ terbuka berealisasi di suku kata pertama dan suku

kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Adanya asonansi /u/ pada tuturan di atas mampu

menciptakan kesan keindahan dan menunjukkan kepaduan bunyi.

(97) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

Page 20: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Data terakhir yang memuat asonansi /u/ yaitu data (97), berikut penjelasannya: pada kata

budi ‘usaha’ bunyi vokal /u/ terbuka berdistribusi di suku kata pertama, pada kata panduming

‘pembagian (takdir)’ bunyi vokal /u/ tertutup konsonan /m/ berdistribusi di suku kata kedua dari

belakang (paenultima), dan pada kata dumadi ‘makhluk’ bunyi vokal /u/ berdistribusi di suku kata

pertama. Bunyi /u/ pada kata dumadi ‘makhluk’ tersebut pada dasarnya merupakan sebuah infiks

atau imbuhan yang berada di tengah kata, dalam morfologi bahasa Jawa disebut dengan sêsêlan

um. Penggunaan asonansi /u/ yang bervariasi pada data di atas menjadikan tuturan lebih berirama

dan merdu.

2. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra

Menurut Padmosoekotjo (1955: 18), aliterasi atau purwakanthi guru swara adalah bentuk

perulangan konsonan yang sama pada setiap baris atau lariknya. Realisasi perulangan kosonan

atau aliterasi dimanfaatkan untuk memberikan fungsi keindaham (Nurgiyantoro, 2014: 156).

Aliterasi dalam tembang dhandhanggula Sêrat Tripama akan dijelaskan sebagai berikut.

2.1. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /d/

Bunyi /d/ merupakan konsonan apiko-dental, yaitu konsonan yang dihasilkan oleh ujung

lidah sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dents) sebagai titik artikulasi. Pemanfaatan aliterasi

konsonan /d/ dapat dilihat pada data berikut.

(98) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3)

‘diusahakan menjadi yang unggul’

Data (98) menunjukkan perulangan konsonan /d/ yang diikuti dengan bunyi vokal /i/

terbuka di suku kata terakhir pada kata binudi ‘diusahakan’ dan pada kata dadi ‘menjadi’. Adapun

konsonan /d/ yang diikuti bunyi vokal /a/ terbuka terdapat pada kata dadi ‘menjadi’ di suku kata

pertama. Pemanfaatan bunyi /d/ memberikan kemerduan bunyi pada tuturan tersebut.

Page 21: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(99) ing tékad datan purun (ST/B4/L4)

‘dalam tekad tidak ingin’

Data (99) menunjukkan konsonan /d/ pada kata ‘tékad’ di akhir suku kata bertemu dengan

konsonan /d/ di suku kata pertama, yakni pada kata datan ‘tidak’. Bunyi /d/ menggambarkan

tentang suatu pertentangan dalam tekad atau hati kecil yang tidak ingin melakukan sesuatu hal,

tetapi pada kenyataannya hal tersebut harus dilakukan. Aliterasi /d/ pada tuturan ing tékad datan

purun ‘dalam tekad tidak ingin’ menciptakan lirik yang indah karena realisasi konsonan /d/

letaknya berdekatan.

(100) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Konsonan /d/ pada data (100) yang terletak di suku kata pertama yaitu kata dumadi

‘makhluk’, sedangkan konsonan /d/ yang terletak di tengah suku kata ditunjukkan oleh kata

panduming ‘pembagian (takdir)’. Pada kata prabéda ‘berbeda’, budi ‘usaha’, dan dumadi

‘makhluk’ konsonan /d/ berealisasi di suku kata terakhir. Adanya bunyi /d/ pada tuturan di atas

berfungsi untuk mendekatkan makna antarkata dalam larik, sehingga tercipta kemerduan bunyi.

2.1. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /k/

Bunyi /k/ sebagai konsonan hambat letup dorso-velar atau konsonan keras

tak bersuara menciptakan ritmis pada kata satu dengan kata berikutnya. Bunyi /k/ juga memberi

pengaruh terhadap pembaca bahwa suasana yang dihadirkan pengarang melalui sebuah kata

merupakan suatu perintah atau tugas yang amat berat.

(101) Kumbakarna kinèn mangsah jurit (ST/B4/L1)

‘Kumbakarna diperintah maju berperang’

Perulangan konsonan /k/ pada data di atas berealisasi di suku kata pertama, yakni pada kata

Kumbakarna ‘Kumbakarna’ merupakan kata yang menerangkan subjek, dan pada kata kinèn

‘diperintah’ merupakan kata yang menerangkan kata kerja (verba) pasif. Adapun konsonan /k/

Page 22: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

yang berealisasi di tengah suku kata juga pada kata Kumbakarna ‘Kumbakarna‘merupakan kata

yang menerangkan subjek. Konsonan /k/ pada tuturan di atas dimanfaatkan pengarang untuk

memperoleh lirik yang ritmis.

2.2. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /l/

Perulangan bunyi konsonan /l/ sebagai konsonan likuida (lateral), yaitu konsonan yang

dihasilkan denan menaikkan lidah ke langit-langit sehina udara terpaksa diaduk dan dikeluarkan

melalui kedua sisi lidah. Data yang mengandung aliterasi /l/ dalam Sêrat Tripama adalah sebagai

berikut.

(102) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B1/L1)

‘arti jasa yang tiga macam itu’

Perulangan konsonan /l/ pada data di atas terletak di suku kata pertama yaitu pada kata lire

‘arti’. Adapun pada kata lêlabuhan ‘jasa’ terletak di suku kata pertama dan suku kata ketiga dari

belakang (antepaenultima). Variasi letak aliterasi /l/ yang berdekatan tersebut menciptakan

kepaduan bunyi.

2.3. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /n/

Perulangan bunyi konsonan /n/ sebagai konsonan nasal apiko-alveolar merupakan salah

satu bentuk kreativitas Mangkunegara IV dalam memperindah lirik tembang dhandhanggula Sêrat

Tripama. Letak aliterasi /n/ bervariasi, yaitu: di suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang

(paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan suku kata terakhir (ultima) yang

akan diuraikan pada data (103) sampai dengan data (106) berikut.

(103) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9)

‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Data (103) pada kata guna ‘pandai’ dan kata puruné menunjukkan realisasi konsonan /n/

di suku kata terahir (ultima). Kata dènantêpi ‘ditekuninya’ menunjukkan realisasi konsonan /n/ di

Page 23: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

suku kata pertama dan suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima). Realisasi konsonan /n/

tersebut menciptakan kepaduan dan keindahan bunyi antarkata.

(104) sang Kumbakarna namané (ST/B3/L3)

‘sang Kumbakarna namanya’

Data (104) menunjukkan aliterasi /n/ pada suku kata pertama dan suku kata terakhir

(ultima). Aliterasi /n/ pada suku kata pertama dalam kata namane ‘namanya’, sedangkan aliterasi

/n/ pada suku kata terakhir yaitu dalam kata namané ‘namanya’ dan Kumbakarna ‘Kumbakarna’.

Adanya variasi letak aliterasi /n/ menjadikan tuturan sang Kumbakarna namané ‘sang

Kumbakarna namanya’ menciptakan kedekatan makna antarkata, yaitu kata Kumbakarna

‘Kumbakarna’ yang menerangkan nama tokoh yang dimaksud. Di sampan itu, adanya aliterasi /n/

memberikan irama pada tuturan di atas.

(105) anèng nagri Ngastina (ST/B5/L6)

‘di negeri Ngastina’

Aliterasi /n/ pada data (105) berealisasi di suku kata pertama, yaitu pada kata anèng ‘di’

dan kata nagri ‘negeri’. Adapun yang berealisasi di suku kata terakhir (ultima) yaitu pada kata

Ngastina ‘Ngastina’. Adanya variasi aliterasi /n/ tersebut menciptakan irama ritmis pada setiap

katanya.

(106) ina esthinipun (ST/B7/L7)

‘rendah cita-citanya’

Data (106) menunjukkan aliterasi /n/ yang berealisasi di suku kata kedua dari belakang

(paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Konsonan /n/ pada suku kata terakhir (ultima)

terdapat pada kata ina ‘rendah’. Pada kata esthinipun ‘cita-citanya’ terdapat konsonan /n/ pada

suku kata kedua dari belakang (paenultima) dan suku kata terakhir (ultima). Variasi letak konsonan

/n/ tersebut menunjukkan kedekatan makna antarkata dan membuat tuturan terkesan indah.

2.4. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /r/

Page 24: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Bunyi konsonan /r/ merupakan konsonan liquida getar. Pola aliterasi /r/ dalam Sêrat

Tripama bervariatif. Adapun realisasi penggunaan bunyi /r/ yang dapat menciptakan kemerduan

bunyi pada tembang dhandhanggula terdapat di: suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang

(paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan di suku kata terakhir (ultima).

Adapun uraiannya terdapat pada data (107) sampai dengan data (118) berikut.

(107) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1)

‘seyogyanya para prajurit’

Data (107) menunjukkan aliterasi /r/ pada suku kata pertama dan suku kata terakhir

(ultima). Kata prajurit ‘prajurit’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata pertama, sedangkan

aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima) ditunjukkan kata yogyanira ‘seyogyanya, kata para

‘para’, dan kata prajurit ‘prajurit’. Selain untuk memberikan kesan estetis, variasi letak aliterasi

/r/ yang sifatnya keras atau lantang dimanfaatkan pengarang untuk menyerukan harapannya

kepada para prajurit.

(108) lire lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1)

‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Aliterasi /r/ pada data (108) terdapat di suku kata pertama, yaitu pada kata tri ‘tiga’ dan

kata prakawis ‘perkara’. Adapun yang terdapat pada suku kata terakhir ditunjukkan oleh kata lire

‘arti’. Variasi letak aliterasi /r/ tersebut sebagai penekanan terhadap arti jasa yang dimanifestasikan

ke dalam tiga hal. Di samping itu, aliterasi /r/ juga menambah nilai ritmis pada tuturan di atas.

(109) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data (109) menunjukkan aliterasi /r/ terdapat pada suku kata pertama dan suku kata terakhir

(ultima). Kata karya ‘pekerjaan’ terdapat konsonan /r/ yang berealisasi di suku kata pertama.

Konsonan /r/ pada kata saniskarêng ‘dalam segala’ berealisasi di suku kata terakhir (ultima).

Konsonan /r/ pada tuturan tersebut memberikan kesan ritmis dan kepaduan bunyi.

Page 25: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(110) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Kata katur ‘mempersembahkan’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima),

dan kata ratunipun ‘rajanya’ menunjukkan adanya aliterasi /r/ di suku kata pertama. Pemanfaatan

aliterasi /r/ di suku kata terakhir yang disambung di suku kata pertama pada kata berikutnya

tersebut berfungsi menciptakan kemerduan bunyi.

(111) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8)

‘kepada kakandanya agar selamat’

Data (111) terdapat aliterasi /r/ yang leraknya bervariasi, yaitu: di suku kata pertama, suku

kata kedua dari belakang (paenultima), dan suku kata terakhir (ultima). Pada kata mring ‘kepada,

raka ‘kakak’, dan raharja ‘selamat’ terdapat aliterasi /r/ yang berealisasi di suku kata pertama.

Kata amrih ‘agar’ menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata terakhir (ultima). Adapun aliterasi /r/ di

suku kata kedua dari belakang ditunjukkan oleh kata raharja ‘selamat’. Pemanfaatan aliterasi /r/

yang bervariasi pada tuturan (111) menimbulkan kepaduan dan kemerduan bunyi.

(112) mangké arsa rinusak ing bala kapi (ST/B4/L9)

‘yang sekarang akan dirusak oleh barisan kera’

Aliterasi /r/ pada data (112) terletak di suku kata pertama, pada kata arsa ‘sekarang’ dan

kata rinusak ‘dirusak’. Bunyi /r/ yang berdekatan pada tuturan tersebut berfungsi untuk

menimbulkan unsur yang ritmis, sehingga tuturan menjadi indah.

(113) suryaputra narpati Ngawangga (ST/B5/L2)

‘suryaputra raja di Ngawangga’

Data (113) menunjukkan aliterasi /r/ di suku kata pertama dan di suku kata terakhir

(ultima). Konsonan /r/ pada kata suryaputra ‘suryaputra’ terdapat di suku kata pertama dan suku

kata terakhir (ultima), sedangkan kata narpati ‘raja’ terdapat konsonan /r/ di suku kata pertama.

Page 26: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Penggunaan aliterasi /r/ pada tuturan (113) menjadikan bunyi tuturan tersebut menjadi merdu dan

padu.

(114) suwita mring Sri Kurupati (ST/B5/L5)

‘mengabdi kepada Sri Kurupati’

Data (114) menunjukkan penggunnan aliterasi /r/ di suku kata pertama pada kata mring

‘kepada’ dan kata Sri ‘Sri’, dan di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) pada kata

Kurupati ‘Kurupati’. Adanya aliterasi /r/ tersebut memberikan menciptakan bunyi ritmis dan

menekankan suatu pengabdian seorang prajurit kepada raja yang bernama Sri Kurupati

(Duryudana).

(115) Sri Karna suka manahé (ST/B6/L3)

‘Sri Karna bahagia hatinya’

Kata Sri ‘Sri’ dan kata Karna ‘Karna’ pada data (115) menunjukkan adanya aliterasi /r/ di

suku kata pertama. Konsonan /r/ yang letaknya berdekatan menimbulkan bunyi yang padu antara

kedua kata tersebut.

(116) ira sang Duryudana (ST/B6/L6)

‘dia sang Duryudana’

Aliterasi /r/ terdapat di suku kata pertama pada data (116), ditunjukkan oleh kata ira ‘ia’

dan kata Duryudana ‘Duryudana’. Pemanfaatan konsonan /r/ di suku kata pertama menimbulkan

kepaduan bunyi, dan juga menunjukkan adanya kedekatan makna antara kata ira ‘ia’ yang

mengacu kepada kata Duryudana ‘Duryudana’.

(117) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9)

‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Aliterasi /r/ pada tuturan (117) menciptakan kepaduan bunyi pada setiap katanya, sehingga

tuturan tersebut merdu jika dilafalkan. Letak aliterasi /r/ pada data di atas juga bervariasi, yaitu di

suku kata pertama dan suku kata terakhir (ultima). Konsonan /r/ yang letaknya di suku kata pertama

Page 27: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

terdapat pada kata ramé ‘perang’ dan kata Karna ‘Karna’, sedangkan konsonan /r/ yang letaknya

di suku kata terakhir (ultima) terdapat pada kata aprang ‘dalam perang’ dan kata jinêmparing

‘dipanah’.

(118) pantês lamun sagung pra prawira (ST/B7/L2)

‘sepantasnyalah semua para perwira’

Data (118) terdapat aliterasi /r/ yang letaknya di suku kata pertama yaitu pada kata pra

‘para’. Kata prawira ‘perwira’ menunjukkan aliterasi /r/ yang terletak di suku kata pertama dan

terakhir (ultima). Pemanfaatan aliterasi /r/ yang letaknya berdekatan tersebut untuk memperoleh

bunyi yang ritmis, sehingga tuturan menjadi lebih padu.

2.5. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /s/

Bunyi /s/ termasuk konsonan geseran lamino-alveolar, yaitu konsonan keras tak bersuara

dengan hambatan yang lebih panjang. Bunyi /s/ terjadi jika artikulator aktifnya ialah daun lidah,

sedangkan artikulator pasifnya ialah gusi. Berikut perulangan bunyi /s/ dalam tembang

dhandhanggula Sêrat Tripama.

(119) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dan mampu dalam segala pekerjaan’

Data (119) menunjukkan aliterasi /s/ pada kata bisa ‘bisa’ yang berealisasi sebagai ultima

terbuka atau bukan penutup suku kata terakhir. Data saniskarèng ‘dalam segala’ berealisasi di suku

kata ketiga dari akhir (antepaenultima) dan merupakan aliterasi /s/ sebagai penutup suku kata

kedua. Penggunaan aliterasi /s/ pada tuturan di atas menimbulkan bunyi yang berirama dan

menimbulkan kesan keindahan.

(120) mangké arsa rinusak ing bala kapi (ST/B4/L9)

‘yang sekarang akan dirusak oleh barisan kera’

Kata yang mengandung aliterasi /s/ pada (120) terdapat pada kata arsa ‘sekarang’

berealisasi sebagai ultima yang terbuka atau bukan penutup suku kata terakhir. Adapun data

Page 28: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

rinusak ‘dirusak’ merupakan aliterasi /s/ yang bukan sebagai penutup di suku kata terakhir

(ultima). Adanya aliterasi /s/ tersebut menimbulkan bunyi yang ritmis.

2.6. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /t/

Bunyi konsonan /t/ merupakan konsonan hambat letup apiko-dental, yaitu konsonan keras

tak bersuara. Bunyi konsonan /t/ berfungsi memberikan tekanan struktur ritmis pada sebuah kata.

Berikut data yang memanfaatkan bunyi konsonan /t/.

(121) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Data tersebut menunjukkan aliterasi /t/ yang berdistribusi di tengah kata. Data katur

‘dipersembahkan’ berealisasi sebagai ultima, karena konsonan /t/ terletak di akhir suku kata. Data

ratunipun ‘rajanya’ merupakan antepaenultima, karena konsonan /t/ terletak di suku kata ketiga

dari belakang. Penggunaan aliterasi /t/ tersebut bertujuan untuk mempertegas arti lirik tembang.

Aliterasi /t/ tersebut juga menimbulkan kesan keindahan, karena setelah konsonan /t/ pada kedua

kata di atas diikuti dengan bunyi vokal /u/.

Page 29: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

2.7. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /y/

Bunyi konsonan /y/ merupakan semivokal medio-palatal. Dalam tembang dhandhanggula

Sêrat Tripama hanya ditemukan satu data yang menggunakan pola aliterasi /y/, yakni sebagai

berikut.

(122) kaya sayêktinipun (ST/B2/L4)

‘seperti kenyataannya’

Aliterasi /y/ pada kata kaya ‘seperti’ merupakan ultima, dan pada kata sayêktinipun

‘kenyataannya’ berdistribusi di tengah kata. Aliterasi /y/ tersebut berfungsi sebagai penambah

unsur ritmis dalam suatu lirik atau syair tembang.

2.8. Aliterasi/ Purwakanthi Guru Sastra /ng/ atau konsonan /n/ sanding /g/

Adanya variasi aliterasi /G/ pada setiap kata ataupun suku kata menonjolkan unsur estetis

bunyi sengau. Aliterasi /G/ atau aliterasi /n/ sanding /g/ yang dimanfaatkan dalam Sêrat Tripama

akan diuraikan pada data (123) sampai dengan (130). Adapun realisasinya: di suku kata pertama,

suku kata kedua dari belakang (paenultima), suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima), dan

suku kata terakhir (ultima). Pemanfaatan aliterasi /G/ atau aliterasi /n/ sanding /g/ tersebut

menimbulkan keindahan dalam tuturan.

(123) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5)

‘Ketika membantu perang negari Manggada’

Aliterasi /G/ pada data (123) terdapat di suku kata pertama, yaitu pada kata prang ‘perang’

dan kata Manggada ‘Manggada’. Pemanfaatan aliterasi /G/ pada dua kata tersebut memberikan

unsur estetis berupa bunyi sengau yang berdekatan di tengah kalimat.

(124) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L10)

‘Perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Page 30: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (124) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi

sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata aprang ‘perang’ dan kata tandhing

‘tanding’ terletak di suku kata terakhir (ultima) yang memiliki kedekatan makna kata, sedangkan

aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terletak di suku kata pertama dan suku kata kedua

dari belakang (paenultima) menegaskan bahwa perang terjadi di negeri Ngalêngka.

(125) satriya gung nagari Ngalêngka (ST/B3/L2)

‘ksatria agung negeri Ngalêngka’

Aliterasi /G/ pada gung ‘agung’ dan kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ memberikan kesan

tentang sesuatu yang sifatnya besar. Aliterasi /G/ pada kata gung ‘agung’ berealisasi di suku kata

pertama, sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ berealisasi di suku kata pertama

dan suku kata kedua dari belakang (paenultima). Pemanfaatan aliterasi /G/ pada tuturan di atas

selain untuk menimbulkan bunyi yang ritmis juga untuk menegaskan bahwa kerajaan Ngalêngka

merupakan kerajaan besar dan memiliki ksatria yang besar pula.

(126) duk awit prang Ngalêngka (ST/B3/L6)

‘sejak perang Ngalêngka’

Data (126) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata prang ‘perang’ dan kata Ngalèngka

‘Ngalêngka’. Aliterasi /G/ pada tuturan di atas berfungsi untuk menghadirkan bunyi sengau yang

ritmis di tengah kalimat. Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata prang ‘perang’ terdapat di suku

kata pertama, sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terdapat di suku kata

pertama dan suku kata kedua dari belakang (paenultima).

(127) wus mukti anèng Ngalêngka (ST/B4/L8)

‘telah hidup nikmat di Ngalêngka’

Page 31: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (127) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata anèng ‘di dan kata Ngalèngka ‘Ngalêngka’.

Aliterasi /G/ pada tuturan di atas menghadirkan bunyi sengau yang ritmis di tengah kalimat.

Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata anéng ‘di’ terdapat di suku kata terakhir (ultima),

sedangkan aliterasi /G/ pada kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ terdapat di suku kata pertama dan suku

kata kedua dari belakang (paenultima).

(128) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2)

‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Data (128) menunjukkan aliterasi /G/ pada kata mring ‘oleh’, kata kang ‘yang’, dan kata

lênggana ‘menolak’. Aliterasi /G/ pada tuturan di atas memanfaatkan bunyi sengau untuk

menimbulkan kesan ritmis di tengah kalimat. Adapun realisasi aliterasi /G/ pada kata mring ‘oleh’,

kata kang ‘yang’, dan kata lênggana ‘menolak’ terdapat di suku kata pertama.

(129) manggala golonganing prang (ST/B5/L8)

‘panglima di dalam golongan perang’

Data (129) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi

sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata manggala ‘panglima’ dan kata

prang ‘perang’ terletak di suku kata pertama. Kata golonganing ‘di dalam golongan’ terdapat

aliterasi /G/ yang terletak di suku kata ketiga dari belakang (antepaenultima) dan di suku kata

terakhir (ultima).

(130) aprang tandhing lan sang Dananjaya (ST/B6/L2)

‘perang tanding melawan sang Dananjaya’

Data (130) menunjukkan variasi aliterasi /G/ yang berfungsi untuk memberikan irama bunyi

sengau yang ritmis pada setiap katanya. Aliterasi /G/ pada kata aprang ‘perang’ dan kata tandhing

‘tanding’ terletak di suku kata terakhir (ultima) yang memiliki kedekatan makna kata, sedangkan

Page 32: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

aliterasi /G/ pada kata sang ‘sang’ terletak di suku kata sebagai penekanan terhadap tokoh

Dananjaya.

3. Purwakanthi Lumaksita/ Purwakanthi Basa

Purwakanthi lumaksita disebut juga purwakanthi basa, yaitu pengulangan satuan lingual

yang berupa suku kata, kata, frasa, klausa atau kalimat pada satuan lingual berikutnya. Contoh:

(131) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala hal pekerjaan’

Data (131) menunjukkan adanya purwakanthi lumaksita yaitu berupa perulangan suku kata

kar pada kata saniskarèng ‘segala hal’ dan pada kata karya ‘pekerjaan’. Perulangan suku kata kar

menciptakan kesan ritmis dan berfungsi menimbulkan keindahan bunyi.

(132) dè mung mungsuh wanara (ST/B3/L10)

‘karena hanya melawan kera’

Perulangan suku kata mung pada data (132) terjadi pada kata mung ‘hanya’ dan pada suku

kata mungsuh ‘melawan’. Adanya perulangan tersebut menekankan tentang hal yang dianggap

mudah dan ringan, karena yang akan dilawan hanyalah barisan kera. Di samping itu, perulangan

suku kata dan kata mung yang letaknya berdekatan memberikan kesan keindahan dalam tuturan

tersebut.

Page 33: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

TABEL 1. PEMANFAATAN ASPEK BUNYI

(ASONANSI, ALITERASI, DAN PURWAKANTHI LUMAKSITA)

DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. ASPEK BUNYI

JUMLAH PERSENTASE

(DALAM PERSEN)

1. PURWAKANTHI

GURU SWARA

(ASONANSI)

a. Asonansi /O/ 12 21,05

b. Asonansi /a/ 31 54,39

c. Asonansi /i/ 8 14,03

d. Asonansi /u/ 6 10,53

JUMLAH 57 100

2. PURWAKANTHI

GURU SASTRA

(ALITERASI)

a. Aliterasi /d/ 3 8,82

b. Aliterasi /k/ 1 2,94

c. Aliterasi /l/ 1 2,94

d. Aliterasi /n/ 4 11,77

e. Aliterasi /r/ 12 35,30

f. Aliterasi /s/ 2 5,88

g. Aliterasi /t/ 2 5,88

h. Aliterasi /y/ 1 2,94

i. Aliterasi /G/ 8 23,53

JUMLAH 34 100

4. PURWAKANTHI

LUMAKSITA

a. Perulangan suku kata

mung

1 50

b. Perulangan suku kata

kar

1 50

JUMLAH 2 100

Berdasarkan informasi pada tabel di atas, dapat diketahui dominasi pemakaian asonansi

dan aliterasi yang dimanfaatkan oleh KGPAA Mangkunegara IV dalam Sêrat Tripama bait 1-7.

Tabel tersebut menunjukkan runtun bunyi apa saja yang dominan muncul dalam membentuk

purwakanthi yang membangun struktur ritmis dan aspek musikalitas liriknya.

Page 34: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Melalui data tersebut terlihat bahwa asonansi /a/ merupakan perulangan bunyi yang paling

dominan dalam membentuk asonansi dengan persentase 54,39%. Perulangan bunyi /a/ tersebut

berealisasi di tengah kata. Runtun bunyi vokal yang tidak dominan dalam Sêrat Tripama adalah

asonansi /u/ dengan persentase 10,53%. Adapun aliterasi yang dominan digunakan adalah aliterasi

/r/ dengan persentase 35,30%. Aliterasi /k/, /t/, /dan /y/ sangat sedikit digunakan yaitu dengan

persentase 2,94%.

Pemanfaatan purwakanthi lumaksita atau purwakanthi basa masing-masing memiliki

persentase 50%, yaitu perulangan suku kata mung berjumlah satu data dengan persentase 50% dan

perulangan suku kata kar berjumlah satu data dengan persentase 50%.

TABEL 2. REKAPITULASI PERBANDINGAN

ASONANSI, ALITERASI, DAN PURWAKANTHI LUMAKSITA

DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. PEMANFAATAN

BUNYI

JUMLAH PERSENTASE

(DALAM PERSEN)

1. Asonansi 57 61,29

2. Aliterasi 34 36,56

3. Purwakanthi Lumaksita 2 2,15

JUMLAH 93 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan bunyi bahasa yang

mendominasi dalam Sêrat Tripama berupa penggunaan asonansi dengan persentase 61,29%.

Penggunaan aliterasi berjumlah 36,56%. Adapun persentase penggunaan purwakanthi lumaksita

paling rendah, yaitu 2,15%.

Page 35: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

B. Pemanfaatan Aspek Penanda Morfologis dan Diksi dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA

Mangkunegara IV

1. Morfologi Literer

Aspek penanda morofologis yang terdapat dalam Sêrat Tripama yaitu berupa afiksasi dan

reduplikasi. Afiksasi tersebut meliputi prefiks (atêr-atêr), sufiks (panambang), infiks (sêsêlan),

konfiks (imbuhan bêbarêngan rumakêt), dan simulfiks (imbuhan bêbarêngan rênggang).

Reduplikasi dalam Sêrat Tripama berupa dwipurwa dan dwilingga. Adapun uraiannya sebagai

berikut.

1.1. Afiksasi (Imbuhan)

a. Prefiks/ Awalan (Atêr-atêr)

Prefiks/ awalan dalam bahasa Jawa disebut sebagai atêr-atêr. Prefiks lazimnya

berdistribusi di sebelah kiri atau di depan kata dasar. Adapun penulisan prefiks dirangkai dengan

kata dasarnya. Prefiks yang ditemukan dalam Sêrat Tripama meliputi prefiks {pi-}, prefiks {ka-},

dan prefiks {pra-}. Adapun data-data yang menunjukkan penggunaan prefiks tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut.

(133) déné sira pikantuk (ST/B6/L5)

‘demikian ia mendapat

Prefiks {pi-} pada data (133) terdapat pada kata pikantuk ‘mendapat’. Kata pikantuk

‘mendapat’ berasal dari kata dasar antuk ‘dapat’, mendapat imbuhan berupa prefiks {pi-}.

Munculnya konsonan /k/ di antara prefiks {pi-} dan kata dasar antuk ‘dapat’ berfungsi untuk

mempermudah pengucapannya. Hadirnya imbuhan {pi-} pada kata pikantuk ‘mendapat’ tidak

mengubah kelas katanya.

(134) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1)

‘ketiganya sebagai teladan orang Jawa’

Page 36: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (134) menunjukkan penggunaan prefiks {ka-} pada kata katri ‘ketiga’. Prefiks {ka-}

pada kata tersebut berfungsi sebagai penunjuk urutan bilangan, yakni menunjuk urutan bilangan

yang ketiga.

(135) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/ L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdrinya sebagai makhluk’

Data (135) menunjukkan adanya prefiks {pra-} yang melekat pada kata béda ‘beda’,

sehingga menjadi kata prabéda ‘berbeda’. Prefiks {pra-} tersebut berfungsi sebagai penegas kata

dasar.

b. Sufiks/ Akhiran (Panambang)

Sufiks/akhiran dalam bahasa Jawa disebut dengan panambang, yaitu imbuhan yang berada

di belakang kata dasar. Penulisan sufiks/ akhiran (panambang) harus dirangkai dengan kata

dasarnya. Berikut akan diuraikan sufiks/ akhiran (panambang) yang terdapat dalam Sêrat Tripama,

yaitu sufiks {-ira}, sufiks {-ipun}, sufiks {-nya}, dan sufiks {-ing}.

(136) yogyanira kang para prajurit (ST/B1/L1)

‘seyogyanya para rajurit’

Kata yogyanira ‘seyogyanya’ pada data (136) berasal dari kata dasar yogya ‘harus’ yang

memilki vokal akhir /a/ terbuka. Kata yogya mendapatkan sufiks ira, sehingga menjadi yogyanira

‘seyogyanya’. Timbulnya konsonan /n/ pada kata yogyanira ‘seyogyanya’ berfungsi sebagai

pelancar bunyi untuk memudahkan dalam pengucapannya. Pemanfaatan sufiks {-ira} terkesan

lebih indah dibandingkan dengan sufiks {-é}.

(137) andêlira sang Prabu (ST/B1/L4)

‘andalannya sang Prabu’

Data (137) terdapat kata andêlira ‘andalannya’ yang berasal dari kata dasar andêl ‘andalan’

dan diberi imbuhan berupa sufiks ira, sehingga menjadi andêlira ‘andalannya’ kata andêl

‘andalan’ diakhir dengan konsonan /l/. Dengan demikian, sufiks ira tidak mengalami perubahan

Page 37: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

menjadi nira jika bergabung dengan sebuah kata dasar yang huruf terakhirnya berupa konsonan.

Pemanfaatan sufiks {-ira} terkesan lebih indah dibandingkan dengan sufiks {-é}.

(138) lêlabuhanipun (ST/B1/L7)

‘jasa-jasanya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data (138) ditunjukkan oleh kata lêlabuhanipun ‘jasa-

jasanya’ yang berasal dari kata dasar lêlabuhan+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang

memiliki ragam krama. Kata lêlabuhan ‘jasa-jasa’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan,

sehingga dalam penulisan sufiks {-ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-ipun} memberikan

kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-é}.

(139) katur ratunipun (ST/B2/L7)

‘mempersembahkan kepada rajanya’

Kata ratunipun ‘ratunya’ berasal dari kata dasar ratu+ipun. Kata ratunipun ‘ratunya’

memiliki kata dasar yang berakhiran vokal /i/, sehingga penulisan sufiks {-ipun} disisipi dengan

konsonan /n/ untuk mempermudah dalam pelafalan. Penggunaan sufiks {-ipun} termasuk imbuhan

yang memiliki ragam krama, sehingga memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan

penggunaan sufiks {-né}.

(140) dènnya darbé atur (ST/B3/L7)

‘dia memiliki permintaan’

Data di atas menunjukkan adanya pemanfatan sufiks {-nya} pada kata dènnya ‘olehnya’.

Adanya sufiks {-nya} tersebut mengacu kepada pronomina persona ketiga tunggal, sehingga

penulisannya harus dirangkai dengan kata dasar yang melekat di sebelah kirinya.

(141) myang lêluhuripun (ST/B4/L7)

‘kepada leluhur-leluhurnya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data tersebut ditunjukkan oleh kata lêluhuripun ‘leluhur-

leluhurnya’ yang berasal dari kata dasar luhur (mengalami dwipurwa sehingga menjadi)

Page 38: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

luluhur+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang memiliki ragam krama. Kata luluhur

‘leluhur-leluhur’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan, sehingga penulisan sufiks {-

ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-ipun} memberikan kesan lebih halus dibandingkan

dengan penggunaan sufiks {-é}.

(142) manggala golonganing prang (ST/B5/L8)

‘panglima di dalam golongan perang’

Kata golonganing ‘golongannya’ pada data di atas berasal dari kata dasar golongan+ing.

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan sufiks {-ing}. Kata golonganing ‘di dalam golongan’

memiliki kata dasar yang huruf akhirnya berupa konsonan, sehingga penulisan sufiks {-ing} tidak

mengalami perubahan.

(143) marga dènnya arsa males-sih (ST/B6/L6)

‘dia dapat membalas cinta kasih’

Data di atas menunjukkan adanya pemanfatan sufiks {-nya} pada kata dènnya ‘olehnya’.

Adanya sufiks {-nya} tersebut mengacu kepada pronomina persona ketiga tunggal, sehingga

penulisannya harus dirangkai dengan kata dasar yang melekat di sebelah kirinya.

(144) ing lêlabuhanipun (ST/B7/L4)

‘pada jasa-jasanya’

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data tersebut ditunjukkan oleh kata lêlabuhanipun ‘jasa-

jasanya’ yang berasal dari kata dasar lêlabuhan+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang

memiliki ragam krama. Kata lêlabuhan ‘jasa-jasa’ memiliki kata dasar yang berakhiran konsonan,

sehingga penulisan imbuhan yang berupa sufiks {-ipun} ditulis tetap. Penggunaan sufiks {-ipun}

memberikan kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-é}.

(145) ina esthinipun (ST/B7/L7)

‘rendah cita-citanya’

Page 39: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Pemanfaatan sufiks {-ipun} pada data (145) ditunjukkan oleh kata esthiipun ‘cita-citanya’

yang berasal dari kata dasar esthi+ipun. Sufiks {-ipun} merupakan imbuhan yang memiliki ragam

krama. Kata esthi ‘cita-cita’ memiliki kata dasar yang berakhiran vokal, sehingga penulisan sufiks

{-ipun} ditulis {-nipun} untuk memudahkan pelafalan. Penggunaan sufiks {-ipun} memberikan

kesan lebih halus dibandingkan dengan penggunaan sufiks {-né}.

(146) sanadyan tékading buta (ST/B7/L8)

‘meskipun tekadnya raksasa’

Kata tékading ‘tekadnya’ pada data (146) berasal dari kata dasar tékad+ing. Data tersebut

menunjukkan pemanfaatan sufiks {-ing}. Kata tékading ‘tekadnya’ memiliki kata dasar yang huruf

akhirnya berupa konsonan, sehingga penulisan sufiks {-ing} tidak mengalami perubahan.

(147) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Kata panduming ‘takdirnya’ pada data (147) berasal dari kata dasar pandum+ing. Data

tersebut menunjukkan pemanfaatan sufiks {-ing}. Kata panduming ‘takdirnya’ memiliki kata

dasar yang huruf akhirnya berupa konsonan, sehingga penulisan sufiks {-ing} tidak mengalami

perubahan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kata dasar yang berakhiran konsonan apabila

diberi imbuhan berupa sufiks {-ira}, {-ipun}, dan {-ing} maka penulisan imbuhan tersebut tetap,

sedangkan kata dasar yang berakhiran vokal apabila diberi imbuhan berupa ketiga sufiks tersebut

penulisannya menjadi {-nira}. Adapun penulisan sufiks {-nya} tidak berpengaruh terhadap kata

dasar yang berakhiran huruif vokal maupun konsonan.

c. Infiks/ Sisipan (sêsêlan)

Page 40: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Infiks/ sisipan dalam bahasa Jawa disebut dengan sêsêlan. Infiks merupakan imbuhan yang

terdapat di tengah kata dasar. Dalam Sêrat Tripama ditemukan afiksasi berupa infiks atau sêsêlan

{in-} dan (um-}. Berikut uraian terkait data-data yang menunjukkan infiks {in-} dan {um-).

(148) kang ginêlung tri prakara (ST/B1/L8)

‘yang dimuat dalam tiga hal’

Pemanfatan infiks atau sêsêlan {-in-} pada data (148) terdapat pada kata ginêlung

‘dimuat’. Kata ginêlung ‘dimuat’ berasal dari kata dasar gêlung ‘muat’ yang mendapat infiks {in-

}. Pemanfaatan infiks {-in-} dalam tuturan di atas terasa lebih indah jika dibandingkan dengan

prefiks {di-}.

(149) binudi dadi unggulé (ST/B2/L3)

‘diusahakan menjadi yang unggul’

Kata binudi pada data tersebut berasal dari kata dasar budi ‘usaha’ yang mendapat infiks

{in-} sehingga menjadi binudi ‘diusahakan’. Pemanfaatan infiks {-in-} dalam tuturan di atas lebih

literer jika dibandingkan dengan prefiks {di-}.

(150) kumbakarna kinèn mangsah jurit (ST/B4/L1)

‘kumbakarna diperintah maju berperang’

Kata kinèn ‘diperintah’ pada data tersebut merupakan kata dalam bahasa Jawa krama. Kata

kinèn ‘diperintah’ memiliki kata dasar kèn ‘perintah’ yaitu bahasa Jawa krama, sedangkan ragam

ngokonya adalah kata kon ‘perintah’. Kata kèn ‘perintah mendapat imbuhan berupa infiks {in-}

menjadi kinèn ‘diperintah’. Pemilihan ragam krama tersebut dikarenakan yang diperintah adalah

Kumbakarna, sehingga untuk menghormati Kumbakarna sebagai seorang prajurit maka pemilihan

katanya diperhalus.

(151) mangké arsa rinusak ing bala kapi (ST/B4/L9)

‘yang sekarang akan dirusak oleh barisan kera’

Page 41: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Infiks {in-} pada data di atas terdapat pada kata rinusak ‘dirusak’. Kata rinusak ‘dirusak’

berasal dari kata dasar rusak ‘rusak’ yang mendapat infiks {in-}. Pemanfaatan infiks {-in-} dalam

tuturan di atas lebih literer jika dibandingkan dengan prefiks {di-}.

(152) wontên malih kinarya palupi (ST/B5/L1)

‘ada lagi yang dijadikan teladan’

Data di atas menunjukkan adanya infiks {-in-} pada kata kinarya ‘dijadikan’ yang berasal

dari kata dasar karya ‘jadi’ dan mendapat infiks {in-}. Pemanfaatan infiks {-in-} dalam tuturan di

atas terasa lebih indah jika dibandingkan dengan prefiks {di-}.

(153) kinarya gul-agul (ST/B5/L7)

‘dijadikan andalan’

Data (153) memiliki kesamaan dengan data (152), menunjukkan adanya infiks {-in-} pada

kata kinarya ‘dijadikan’ yang berasal dari kata dasar karya ‘jadi’ dan mendapat infiks {in-}.

Pemanfaatan infiks {-in-} dalam tuturan di atas terasa lebih indah jika dibandingkan dengan

prefiks {di-}.

(154) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9)

‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Data di atas memanfaatkan infiks {in-} pada kata jinêmparing ‘dipanah’. Kata jinêmparing

‘dipanah’ berasal dari kata dasar jêmpar ‘panah’. Fungsi penggunaan infiks {-in-} pada tuturan di

atas lebih estetis jika dibandingkan dengan prefiks {di-}.

Dari uraian data tersebut, dapat disimpulkan bahwa infiks {in-} bermakna sama dengan

kata yang mendapatkan imbuhan berupa prefiks {di-}, sehingga membentuk kata kerja pasif atau

di dalam bahasa Jawa disebut dengan têmbung kriya tanggap.

(155) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L10)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdrinya sebagai makhluk’

Page 42: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Adapun data tersebut menunjukkan adanya pemanfaatan infiks {um-} pada kata dumadi

‘makhluk’. Penggunaan infiks {um-} tersebut memberikan kesan arkhais pada kata dasarnya.

d. Konfiks/ Imbuhan secara Serentak (Imbuhan Bêbarêngan Rumakêt)

Konfiks dalam bahasa Jawa disebut dengan imbuhan bêbarêngan rumakêt. Konfiks

merupakan suatu proses afiksasi yang menggabungkan antara prefiks (atêr-atêr) dan sufiks

(panambang) pada kata dasar secara serentak. Konfiks yang terdapat dalam Sêrat Tripama yaitu

{dèn-i}, {in-ké}, dan {ka-an}. Berikut uraiannya.

(156) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9)

‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Data di atas menunjukkan simulfiks, yaitu kata dènantêpi ‘ditekuni’ mengalami proses afiksasi

yaitu dèn-i + antêp => dènantêpi. Pemanfaatan simulfiks {dèn-i} lebih menonjolkan aspek

keindahan dan arkhais dalam suatu karya sastra dibandingkan dengan simulfiks {di-i}.

(157) bratayuda ingadêgkên sénapati (ST/B5/L9)

‘diangkat sebagai senapati di perang baratayuda’

Konfiks {in- -aké} ditunjukkan data (157), yakni pada kata ingadêgkên ‘diangkat’. Prefiks

{-in-} dan sufiks {-aké} bergabung secara serentak. Adapun sufiks {-akên} berasal dari sufiks {-

akê} yang beragam ngoko, namun sufiks tersebut disesuaikan dengan konteks tuturan yang lebih

halus, sehingga mengalami perubahan menjadi sufiks {-akên}. Data ingadêgkên ‘diangkat’

mengalami pengurangan suara /a/ di tengah kata.

(158) dènnya ngêtog kasudiran (ST/B6/L8)

‘mencurahkan segala keberaniannya’

Data di atas menunjukkan adanya pemanfaatan konfiks {ka-an}. Pada data (158) kata

kasudiran ‘memiliki kata dasar sudira ‘berani’ yang mendapatkan imbuhan berupa konfiks {ka-

an} secara serentak, sehingga menjadi kata kasudiran ‘keberanian’. Proses afiksasi kata kasudiran

Page 43: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘keberanian’ adalah sebagai berikut: ka-an + sudira => kasudiran. Vokal /a/ ganda pada kata

sudiraan mengalami pelesapan atau elipsis, sehingga menjadi sudiran.

(159) marsudi ing kotaman (ST/B7/L10)

‘berusaha meraih keutamaan’

Kata kotaman ‘keutamaan’ pada data (159) memiliki kata dasar utama ‘utama’ yang

mendapatkan afiksasi berupa konfiks {ka-an}. Proses afiksasi kata kotaman ‘keutamaan’ adalah

sebagai berikut: ka-an + utama => kotaman. Vokal ganda pada kata utamaan mengalami

pelesapan, sehingga menjadi utaman. Pada proses afiksasi tersebut juga terjadi persandian dalam,

yakni terjadi pada suku kata ka dan kata utama. Adanya vokal /a/ dan vokal /u/ yang bersandingan

menyebabkan persandian dalam, yaitu menjadi vokal /o/.

e. Simulfiks/ Imbuhan secara Bertahap (Imbuhan Bêbarêngan Rênggang)

Simulfiks dalam bahasa Jawa disebut dengan imbuhan bêbarêngan rênggang. Simulfiks

merupakan suatu proses afiksasi yang menggabungkan antara prefiks (atêr-atêr) dan sufiks

(panambang) pada kata dasar secara bertahap. Simulfiks yang terdapat dalam Sêrat Tripama yaitu

{sa- -ipun}, {ka-né}, dan {in-aké}. Berikut uraiannya.

(160) kaya sayêktinipun (ST/B2/L4)

‘seperti kenyatannya’

Simulfiks {sa- -ipun} pada kata sayêktinipun ‘kenyatannya’ data tersebut mengalami

proses afiksasi sebagai berikut: sa + yêkti + ipun. Kata dasar yêkti ‘nyata’ lebih dahulu bergabung

dengan prefiks {sa-} sehingga menjadi kata sayêkti ‘kenyataan’. Selanjutnya, kata sayêkti

‘kenyataan’ mengalami penggabungan dengan sufiks {-ipun} sehingga menjadi kata sayêktinipun

‘kenyatannya’. Kata yêkti merupakan kata dasar yang memiliki vokal akhir /i/, sehingga jika diberi

sufiks {-ipun} penulisannya menjadi {-nipun} yang berfungsi untuk membantu mempermudah

dalam pelafalannya.

Page 44: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(161) nglungguhi kasatriyané (ST/B4/L3)

‘menduduki sifat ksatriannya’

Data (161) menunjukkan adanya proses afiksasi yang berupa simulfiks pada kata ka +

satriya + né => kasatriyané. Kata kasatriyané ‘ksatriaannya’ berasal dari kata dasar satriya

‘satria’, yang mendapat imbuhan berupa prefiks {ka-} menjadi kasatria ‘ksatria’. Selanjutnya, kata

kasatria ‘ksatria’ mendapatkan imbuhan lagi berupa sufiks {-né} sehingga menjadi kasatriyané

‘ksatriaannya’. Adanya imbuhan {ka-né} secara bertahap pada kata tersebut tidak mengubah kelas

kata.

(162) minungsuhkên kadangé pribadi (ST/B6/L1)

‘berlawankan saudaranya sendiri’

Data di atas menunjukkan imbuhan yang berupa simulfiks {in- -aké}, yaitu gabungan

antara infiks {-in-} dan sukfiks {-aké} atau sama dengan {di- -aké}. Kata minungsuhkên

‘berlawankan’ berasal dari kata dasar mungsuh ‘musuh’, yang mendapatkan infiks {-in-} menjadi

kata minungsuh ‘berlawankan’. Setelah itu, kata minungsuh ‘berlawankan’ mendapatkan imbuhan

yang berupa sufiks {-aké} yang beragam ngoko, menjadi kata minungsuhaké ‘berlawankan’.

Untuk mendapatkan unsur keindahan dan makna yang lebih sopan, maka selanjutnya sufiks {-aké}

yang beragam ngoko tersebut diubah dengan sufiks yang beragam krama, yaitu sufiks {-akén}.

Data minungsuhkên ‘berlawankan’ juga mengalami pengurangan vokal /a/ di tengah kata (sinkop),

yakni dari kata minungsuhakên menjadi kata minungsuhkên.

1.2. Reduplikasi

a. Dwilingga Wutuh

Dwilingga wutuh merupakan perulangan kata yang sama pada kata selanjutnya, bisa

dengan menambahkan atau mengurangi salah satu vokal atau konsonan.

(163) kinarya gul-agul (ST/B5/L7)

‘yang dijadikan andalan’

Page 45: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data (163) menunjukkan pemanfaatan dwilingga wutuh, yaitu berupa pengulangan kata

agul ‘andalan’ yang diulang menjadi gul-agul ‘andalan’. Kata gul-agul ‘andalan’ pada dasarnya

berasal dari kata agul-agul ‘andalan’ yang berkelas kata sebagai kata benda. Kata gul-agul

‘andalan’ mengalami pelesapan vokal /a/ di bagian awal kata. Pelesapan tersebut bertujuan untuk

memenuhi konvensi sastra berupa jumlah guru wilangan pada baris ke tujuh yang berjumlah enam

suku kata. Pengulangan kata gul-agul ‘andalan’ menimbulkan kesan indah.

2. Diksi

Diksi merupakan pemilihan kosakata yang dinilai tidak lazim dan memiliki kesan

keindahan atau arkhais dalam sebuah karya sastra. Pemilihan kosakata atu diksi dalam sebuah

karya sastra sangat diperlukan, karena diksi juga bisa dijadikan sebagai salah satu parameter dalam

menilai suatu karya sastra, baik atau tidaknya mutu karya sastra tersebut. Di sisi lain, diksi juga

bisa dijadikan sarana untuk mengetahui kekhasan pengarang dalam menciptakan karya sastranya.

Adapun diksi yang terdapat pada tembang dhandhanggula dalam Sêrat Tripama ini cenderung

berfokus kepada masalah keprajuritan. Pemanfaatan diksi meliputi sinonimi, antonimi, protesis,

têmbung plutan, têmbung garba, penggunaan bahasa Jawa krama, dan penggunaan bahasa Jawa

Kuna/ Sanskêrta.

2.1.Sinonimi

Sinonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang sama; atau ungkapan

yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain (Sumarlam 2013: 61). Berikut sinonimi

yang ditemukan dalam data.

(164) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala hal pekerjaan’

Page 46: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data di atas menunjukkan adanya sinonimi kata dengan kata, yaitu pada kata guna ‘pandai’

dan pada kata bisa ‘pandai’. Kata guna merupakan salah satu kosa kata dalam bahasa Jawa Kuna

atau bahasa Sanskerta yang berarti ‘pandai’.

2.2.Antonimi

Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal yang lain; atau satuan

lingual yang maknanya berlawanan/ beroposisi dengan satuan lingual yang lain (Sumarlam, 2013:

62-63). Berikut data yang mengandung antonimi.

(165) lan nolih yayah réna (ST/B4/L6)

‘dan mengangkat ayah ibunya’

Data di atas menunjukkan adanya antonimi hubungan yang sifatnya saling melengkapi,

yaitu pada kata yayah ‘ayah’ dan réna ‘wong wadon’. Adapun kata yayah di dalam konteks tuturan

di atas berarti ‘ayah’ sebagai seorang laki-laki dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran

kata lain yang menjadi oposisinya yaitu kata réna ‘wong wadon’ yang mengacu pada seorang ibu.

(166) lèn yayah tunggil ibu (ST/B5/L4)

‘berlainan ayah beribu sama’

Berdasarkan konteks tuturan (166), yayah yang berarti ‘ayah’ sebagai seorang laki-laki

dimungkinkan ada kehadirannya karena kehadiran kata lain yang menjadi oposisinya yaitu kata

ibu ‘ibu’. Kata yayah ‘ayah’ beroposisi dengan kata ibu ‘ibu’ yang sifatnya saling melengkapi.

2.3.Protesis

Protesis adalah penambahan suara di awal kata. Penambahan suara tersebut tidak

mengubah arti dan makna kata (Sry Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011: 20). Adapun

pemanfaatan protesis dalam data sebagai berikut.

(167) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9)

‘perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Page 47: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data di atas menunjukkan pemanfaatan protesis atau penambahan bunyi di awal kata, yakni

kata aprang ‘perang’ yang berasal dari kata pêrang ‘perang’ (yang telah mengalami penambahan

menjadi aprang ‘perang’). Adanya protesis berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada

baris kesembilan yang berjumlah dua belas suku kata.

(168) aprang tandhing lan sang Dananjaya (ST/B6/L2)

‘perang tanding melawan sang Dananjaya’

Data di atas menunjukkan pemanfaatan protesis atau penambahan bunyi di awal kata, yakni

kata aprang ‘perang’ yang berasal dari kata pêrang ‘perang’ (yang telah mengalami penambahan

menjadi aprang ‘perang’). Adanya protesis berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada

baris kedua yang berjumlah sepuluh suku kata.

(169) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9)

‘dalam perang Karna gugur dipanah’

Data di atas menunjukkan pemanfaatan protesis atau penambahan bunyi di awal kata, yakni

kata aprang ‘perang’ yang berasal dari kata pêrang ‘perang’ (yang telah mengalami penambahan

menjadi aprang ‘perang’). Adanya protesis berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada

baris kesembilan yang berjumlah dua belas suku kata, agar sesuai dengan konvensi sastra tembang

dhandhanggula.

2.4.Têmbung Plutan

Têmbung plutan yaitu berubahnya suara pada suatu kata, tanpa mengubah makna kata

(Padmosoekotjo, dalam Untari 2014: 21). Berikut têmbung plutan yang ditemukan pada data.

(170) kang ginêlung tri prakara (ST/B1/L8)

‘yang dimuat dalam tiga hal’

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan têmbung plutan atau pengurangan bunyi di awal

kata, yakni kata kang ‘yang’ berasal dari kata ingkang ‘yang’. Pengurangan buny di awal kata

Page 48: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

disebut dengan aferesis. Adanya têmbung plutan berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan

pada baris ke delapan yang berjumlah delapan suku kata.

(171) guna kaya puruné kang dènantêpi (ST/B1/L9)

‘pandai dan kemampuannya itulah yang ditekuni’

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan aferesis atau pengurangan bunyi di awal kata,

yakni kata kang ‘yang’ berasal dari kata ingkang ‘yang’. Adanya aferesis berfungsi untuk

memenuhi jumlah guru wilangan pada baris ke sembilan yang berjumlah dua belas suku kata.

(172) satriya gung nagari Ngalêngka (ST/B3/L2)

‘satriya agung negeri Ngalêngka’

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan aferesis atau pengurangan bunyi di awal kata,

yakni kata gung ‘besar’ berasal dari kata agung ‘besar’. Adanya aferesis berfungsi untuk

memenuhi jumlah guru wilangan pada baris ke dua yang berjumlah sepuluh suku kata.

(173) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8)

‘kepada kakandanya agar selamat’

Kata mring ‘kepada’ berasal dari kata maring ‘kepada’. Kata tersebut mengalami

pengurangan suara di tengah kata atau disebut dengan sinkop. Pengurangan suara pada data di atas

berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada baris ke delapan yang berjumlah delapan

suku kata.

(174) Dasamuka tan kéguh ing atur yêkti (ST/B3/L9)

‘Dasamuka tak tergoyahkan oleh pendapat baik’

Kata tan ‘tidak’ pada data di atas merupakan têmbung plutan yang berupa aferesis, karena

kata tersebut berasal dari kata dasar datan ‘tidak’ dan mengalami pengurangan suara di awal

katanya. Pengurangan suara pada data di atas berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan

pada baris ke sembilan yang berjumlah dua belas suku kata.

(175) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2)

‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Page 49: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data di atas menunjukkan pemanfaatan aferesis atau pengurangan bunyi di awal kata,

yakni kata kang ‘yang’ berasal dari kata ingkang ‘yang’. Adanya aferesis berfungsi untuk

memenuhi jumlah guru wilangan pada baris kedua yang berjumlah sepuluh suku kata.

(176) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5)

‘ketika membantu perang negeri Manggada’

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan têmbung plutan, yakni kata prang ‘perang’ yang

berasal dari kata pêrang ‘perang’ (yang telah mengalami elipsis menjadi prang ‘perang’). Adanya

têmbung plutan yang berupa aferesis berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada baris

kelima yang berjumlah sembilan suku kata.

(177) duk awit prang Ngalêngka (ST/B3/L6)

‘semenjak membantu perang Ngalêngka’

Data tersebut menunjukkan pemanfaatan têmbung plutan yakni kata prang ‘perang’ yang

berasal dari kata pêrang ‘perang’ (yang telah mengalami elipsis menjadi prang ‘perang’). Adanya

têmbung plutan yang berupa aferesis berfungsi untuk memenuhi jumlah guru wilangan pada baris

keenam yang berjumlah tujuh suku kata.

2.5.Têmbung Garba

Têmbung garba atau kata gabung yaitu satuan lingual yang mengalami persandian sebagai

akibat dari penggabungan dua kata atau lebih. Persandian adalah timbulnya suara baru sebagai

akibat dari bergabungnya dua satuan lingual. Berikut contoh têmbung garba yang terdapat pada

data.

(178) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data di atas menunjukkan pemanfaatan têmbung garba yaitu kata saniskarèng ‘dalam

segala’ yang berasal dari kata saniskara + ing. Adanya vokal /a/ dan vokal /i/ yang bersandingan

pada kata saniskara+ing menyebabkan persandian dalam sehingga membentuk vokal /è/.

Page 50: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan di atas untuk menimbulkan kesan estetis suatu kata.

Selain itu, pemanfaatan têmbung garba juga untuk memenuhi konvensi tembang dhandhanggula

berupa jumlah guru wilangan pada baris ke dua yang berjumlah sepuluh suku kata.

(179) wus mukti anèng Ngalêngka (ST/B4/L8)

‘telah hidup nikmat di negeri Ngalêngka’

Data tersebut menunjukkan kata anèng ‘di’ yang berasal dari kata ana+ing. Seperti pada

sebelumnya, adanya vokal /a/ dan vokal /i/ yang bersandingan pada kata ana+ing menyebabkan

adanya persandian dalam, sehingga membentu vokal /è/. Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan

di atas untuk memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula, yaitu berupa jumlah guru

wilangan di baris ke delapan yang berjumlah delapan suku kata.

(180) anèng nagri Ngalêngka (ST/B5/L6)

‘di negeri Ngalêngka’

Data di atas memiliki kesamaan dengan data sebelumnya, yaitu kata anèng ‘di’ yang

berasal dari kata ana+ing. Adanya vokal /a/ dan vokal /i/ yang bersandingan pada kata ana+ing

menyebabkan adanya persandian dalam, sehingga membentu vokal /è/. Pemanfaatan têmbung

garba pada tuturan di atas untuk memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula, yaitu berupa

jumlah guru wilangan di baris ke enam yang berjumlah tujuh suku kata.

(181) marga dènnya arsa males sih (ST/B6/L5)

‘karena dengan demikian ia memperoleh jalan membalas cinta kasih’

Data di atas menunjukkan kata males sih ‘membalas cinta kasih’ yang berasal dari kata

males + asih. Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan di atas untuk memenuhi konvensi sastra

tembang dhandhanggula, yaitu berupa jumlah guru wilangan di baris ke lima yang berjumlah

sembilan suku kata. Meskipun sebagai têmbung garba, penulisan kata malês sih dipisah,

dikarenakan adanya konsonan /s/ ganda yang berada di tengah kata tersebut. Pemisahan penulisan

kata tersebut berfungsi untuk efektivitas kata.

Page 51: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(182) sumbaga wirotama (ST/B6/L10)

‘mahsyur sebagai perwira utama’

Data tersebut menunjukkan kata wirotama ‘perwira utama’ yang berasal dari kata wira +

utama. Adanya vokal /a/ dan vokal /u/ yang bersandingan pada kata wira+utama menyebabkan

adanya persandian dalam, sehingga membentu vokal /o/. Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan

di atas untuk memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula, yaitu berupa jumlah guru

wilangan di baris ke sepuluh yang berjumlah tujuh suku kata.

(183) katri mangka sudarsanéng Jawi (ST/B7/L1)

‘ketiganya sebagai teladan orang Jawa’

Data di atas menunjukkan kata sudarsanêng ‘teladan’ yang berasal dari kata sudarsana +

ing. Adanya vokal /a/ dan vokal /i/ yang bersandingan pada kata sudarsana+ing menyebabkan

adanya persandian dalam, sehingga membentu vokal /è/. Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan

di atas untuk memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula, yaitu berupa jumlah guru

wilangan di baris ke satu yang berjumlah sepuluh suku kata.

(184) pantês lamun sagung pra prawira (ST/B7/L2)

‘sepantasnyalah semua perwira’

Kata sagung yang berasal dari kata sa + agung. Bertemunya dua vokal /a/ di tengah kata

menyebabkan terjadinya elipsis atau pelesapan salah satu vokal /a/. Penggabungan dua kata

tersebut utamanya bertujuan untuk memenuhi jumlah guru wilangan dalam setiap baris tembang,

yaitu pada baris ke dua yang berjumlah sepuluh suku kata.

(185) manawa tibèng nistha (ST/B7/L6)

‘jikalau jatuh dalam kehinaan’

Data (185) menunjukkan kata tibèng ‘jatuh dalam’ yang berasal dari kata tiba + ing.

Adanya vokal /a/ dan vokal /i/ yang bersandingan pada kata tiba+ing menyebabkan adanya

persandian dalam, sehingga membentu vokal /è/. Pemanfaatan têmbung garba pada tuturan di atas

Page 52: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

untuk memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula, yaitu berupa jumlah guru wilangan di

baris ke enam yang berjumlah tujuh suku kata.

2.6.Têmbung Camboran

Têmbung Camboran ialah dua kata atau lebih disambung menjadi satu, adapun kata-

katanya ada yang utuh dan ada juga yang sudah disingkat. Berdasarkan arti sederajatnya, têmbung

camboran dibedakan menjadi tiga:

1. Bentuk têmbung camboran yang memiliki arti sederajad (rangkaian kopulatif). Kata

tersebut dapat diucapkan lain (agak panjang) dengan menambah kata lan atau saha.

Misalnya, wadya bala.

2. Têmbung Camboran yang kata keduanya menjadi kata keterangan kata yang berada di

depannya (rangkaian determinatif). Data yang menunjukkan têmbung camboran yang

berupa rangkaian determinatif sebagai berikut:

(186) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9)

‘perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Kata ditya ‘raksasa’ dan kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ merupakan dua kata yang memiliki

hubungan determinatif, karena kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ berkedudukan sebagai kata yang

menerangkan kata ditya ‘raksasa’. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa yang dimaksud ditya

Ngalêngka atau raksasa negeri Ngalêngka adalah Kumbakarna.

3. Têmbung Camboran yang kata awalnya menjadi keterangan kata yang kedua. Data yang

menunjukkan adanya têmbung camboran jenis ketiga ini adalah sebagai berikut.

(187) suryaputra narpati Ngawangga (ST/B5/L2)

‘suryaputra raja Ngawangga’

Kata suryaputra ‘suryaputra’ merupakan dua kata yang disingkat menjadi satu kata. Kata

surya ‘surya’ pada kata di atas mengacu kepada Bathara Surya, dan kata putra ‘putra’ pada kata

Page 53: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

di atas berarti putra atau anak. Dengan demikian, kata suryaputra dimaknai sebagai seorang putra

Bathara Surya yang mengacu kepada Adipati Karna.

2.7.Têmbung Saroja

Têmbung saroja atêgês têmbung rangkêp. Maksudé: têmbung loro kang paḍa têgêsé utawa

mèh paḍa têgês, dianggo bêbarêngan ‘têmbung saroja berarti kata rangkap. Maksudnya: dua kata

yang berarti sama atau hampir sama artinya, digunakan secara bersamaan’ (S. Padmosoekotjo,

1955: 25). Berikut têmbung saroja yang terdapat pada data.

(188) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘memiliki kepandaian dalam segala pekerjaan’

Kata guna ‘pandai’ dan kata bisa ‘pandai’ memiliki arti yang sama yaitu ‘pandai’. Data di

atas menunjukkan adanya penggunaan kata guna dan bisa secara bersisihan, yang bertujuan untuk

menekankan atau menyangatkan suatu tuturan. Adanya têmbung saroja pada data di atas juga

membuat makna tuturan lebih mendalam.

2.8.Penggunaan bahasa Jawa krama

Pada data juga ditemukan penggunaan bahasa Jawa krama untuk memperindah bunyi atau

lirik tembang. Di sisi lain, penggunaan bahasa Jawa krama tersebut juga dimanfaatkan untuk

memberikan kesan kehalusan lirik-liriknya. Berikut uraian data yang memanfaatkan penggunaan

bahasa Jawa krama dalam Sêrat Tripama.

(189) liré lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1)

‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata

prakawis ‘macam’. Kata tersebut merupakan ragam krama dari kata perkara ‘macam’.

Penggunaan ragam krama pada tuturan di atas untuk memenuhi guru swara pada baris ke satu

yang jatuh pada vokal /i/.

Page 54: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(190) wontên malih tuladhan prayogi (ST/B3/L1)

‘ada lagi teladan yang baik’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata prayogi

‘baik’. Kata tersebut merupakan ragam krama dari kata prayoga ‘baik’. Penggunaan ragam krama

pada tuturan di atas untuk menyesuaikan kalimat yang digunakan, dan juga untuk memenuhi guru

swara pada baris ke satu yang jatuh pada vokal /i/.

(191) suprandéné nggayuh utami (ST/B3/L5)

‘meskipun demikian berusaha mencapai keutamaan’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata

suprandéné ‘meskipun’ dan kata utami ‘keutamaan’. Kata suprandéné ‘meskipun’ lebih memiliki

nilai keindahan, sehingga digunakan dalam lirik tuturan di atas. Adapun kata utami ‘keutamaan’

tersebut merupakan ragam krama dari kata utama ‘keutamaan’. Penggunaan ragam krama pada

tuturan utami ‘keutamaan’ untuk memenuhi guru swara pada baris ke lima yang jatuh pada vokal

/i/.

(192) amung cipta labih nagari (ST/B4/L5)

‘hanya demi membela negara’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata labih

‘membela’ dan kata nagari ‘negara’. Kata labih ‘membela’ merupakan ragam krama dari kata labuh

‘membela’. Kata nagari ‘negara’ merupakan ragam krama dari kata nagara ‘negara’ Penggunaan

ragam krama pada kata labih ‘membela’ memperhalus bahasa yang digunakan dalam karya sastra,

sehingga menimbulkan kesan lebih indah. Adapun penggunaan kata nagari ‘negara’ untuk

memenuhi guru swara pada baris ke lima yang jatuh pada vokal /i/.

(193) lèn yayah tunggil ibu (ST/B5/L4)

‘berlainan ayah beribu sama’

Page 55: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata tunggil

‘sama’. Kata tersebut merupakan ragam krama dari kata tunggal ‘sama’. Penggunaan ragam krama

pada tuturan di atas untuk memperhalus bahasa yang digunakan dan menciptakan keindahan lirik

dalam tembang.

(194) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1)

‘ketiganya sebagai teladan orang Jawa’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa krama, yaitu pada kata Jawi

‘Jawa’. Kata tersebut merupakan ragam krama dari kata Jawa ‘Jawa’. Penggunaan ragam krama

pada tuturan di atas untuk memperhalus bahasa yang digunakan sekaligus memenuhi guru swara

pada baris ke satu yang jatuh pada vokal /i/.

2.9.Penggunaan bahasa Jawa Kuna/ Sanskerta

Penggunaan bahasa Sanskerta dalam Sêrat Tripama berfungsi untuk menambah kesan

arkhais lirik tembang, sehingga akan menimbulkan aspek keindahan di dalamnya. Berikut data-

data yang menunjukkan adanya pemanfaatan bahasa Sanskerta.

(195) kang ginêlung tri prakara (ST/B1/L8)

‘yang termuat dalam tiga hal’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata tri ‘tiga’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata telu ‘tiga’.

Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan di atas untuk memberikan kesan literer

dan arkhais bahasa karya sastra.

(196) liré lêlabuhan tri prakawis (ST/B2/L1)

‘arti jasa bakti yang tiga macam’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata tri ‘tiga’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata telu

Page 56: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

‘tiga’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan di atas untuk memberikan kesan

literer dan arkhais bahasa karya sastra.

(197) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘pandai dalam segala pekerjaan’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata karya ‘pekerjaan’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan

kata gawé ‘pekerjaan’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan di atas untuk

memberikan kesan literer bahasa karya sastra, sekaligus untuk memenuhi konvensi sastra berupa

guru swara /a/ yang jatuh di akhir baris ke dua.

(198) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9)

‘perang tanding melawan raja raksasa Ngalêngka’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata ditya ‘raksasa’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata buta

‘raksasa’ ataupun rasêksa ‘raksasa’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan di

atas untuk memberikan kesan literer dan arkhais bahasa karya sastra. Kata ditya dipilih untuk

memenuhi guru swara vokal a terbuka /O/ sehingga menimbulkan bunyi ritmis yang indah.

(199) tur iku warna diyu (ST/B3/L4)

‘padahal itu berwujud raksasa’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata diyu ‘raksasa’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata buta

‘raksasa’ ataupun rasêksa ‘raksasa’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta berfungsi untuk

memenuhi konvensi sastra tembang dhandhanggula berupa guru swara yang jatuh pada vokal /u/

di baris ke empat.

(200) mring raka amrih raharja (ST/B3/L8)

‘kepada kakandanya agar selamat’

Page 57: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata raka ‘kakak’ dan kata raharja ‘selamat’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti

yang sama dengan kata kakang ‘kakak’. Kata raharja ‘selamat’ dalam bahasa Jawa memiliki arti

yang sama dengan kata slamêt ‘selamat’ ataupun kata rahayu ‘selamat’. Penggunaan ragam Jawa

Kuna atau Sanskerta pada tuturan raka ‘kakak’ untuk memberikan kesan literer dan arkhais bahasa

karya sastra, sedangkan pada kata raharja ‘selamat’ berfungsi untuk memenuhi konvensi tembang

dhandhanggula berupa guru swara yang jatuh pada vokal /O/ di baris ke delapan.

(201) dasamuka tan kéguh ing atur yêkti (ST/B3/L9)

‘dasamuka tidak tergoyahkan oleh pendapat baik’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata tan ‘tidak’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata ora ‘tidak’.

Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan tan ‘tidak’ untuk memberikan kesan

lebih indah dibandingkan dengan kata ora ‘tidak’.

(202) dé mung mungsuh wanara (ST/B3/L10)

‘padahal hanya bermusuhkan kera’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata wanara ‘kera’. Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata kêthèk

‘kera’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan wanara ‘kera’ memberikan

kesan literer, dan berfungsi untuk memenuhi konvensi tembang dhandhanggula berupa guru

swara yang jatuh pada vokal /a/ di baris ke sepuluh.

(203) mring kang raka sira tan lênggana (ST/B4/L2)

‘oleh kakandanya ia tidak menolak’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata raka ‘kakak’, kata sira ‘ia’, dan kata tan ‘tidak’. Kata raka ‘kakak’ dalam bahasa Jawa

memiliki arti yang sama dengan kata kakang ‘kakak’. Kata sira ‘ia’ dalam bahasa Jawa memiliki

Page 58: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

arti yang sama dengan kata dhèwèké ‘dia’. Kata tan ‘tidak’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang

sama dengan kata ora ‘tidak’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan raka

‘kakak’ dan sira ‘ia’ memunculkan keindahan dan kepaduan bunyi /O/ terbuka, sedangkan

penggunaan kata lênggana ‘menolak’ untuk memberikan kesan literer dan untuk memenuhi

konvensi tembang dhandhanggula berupa guru swara yang jatuh pada vokal /a/ di baris ke dua.

(204) wontên malih kinarya palupi (ST/B5/L1)

‘ada lagi yang dijadikan teladan’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata palupi ‘teladan’ Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata

tuladha ‘teladan’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan palupi ‘teladan’

terkesan literer dan arkhais. Di samping itu, pemanfaatan kata palupi ‘teladan’ berfungsi untuk

memenuhi konvensi tembang dhandhanggula berupa guru swara yang jatuh pada vokal /i/ di baris

ke satu.

(205) Suryaputra narpati Ngawangga (ST/B5/L2)

‘putra Bathara Surya raja Ngawangga’

Data di atas menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata narpati ‘raja’ Kata narpati ‘raja’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata

ratu ‘raja’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan narpati ‘raja’ selain untuk

memunculkan bahasa yang indah juga untuk memenuhi konvensi tembang dhandhanggula berupa

guru wilangan pada baris ke dua, yaitu berjumlah sepuluh suku kata.

(206) dènè sira pikantuk (ST/B6/L5)

‘demikian ia mendapat’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata sira ‘ia’. Kata sira ‘ia’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata dhewèké

‘ia’. Kata sira ‘ia’ lebih literer dan sangat sesuai dalam penggunaan tuturan di atas.

Page 59: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

(207) ira sang Duryudana (ST/B6/L7)

‘dia sang Dananjaya’

Data tersebut menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata ia ‘ia’. Kata ia ‘ia’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata dhewèké

‘ia’. Kata ia ‘ia’ lebih literer dan sangat sesuai dalam penggunaan tuturan di atas karena

menimbulkan kepaduan bunyi berupa asonansi /O/ terbuka.

(208) sumbaga wirotama (ST/B6/L10)

‘termahsyur sebagai perwira utama’

Data (208) menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata sumbaga ‘termahsyur’. Kata sumbaga ‘termahsyur’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang

sama dengan kata misuwur ‘terkenal’. Kata sumbaga ‘termahsyur’ lebih memberikan bahwa kata

tersebut merupakan bahasa yang literer. Selain itu, penggunaan kata sumbaga ‘termahsyur’ yang

disandingkan dengan kata wirotama ‘perwira utama’ menimbulkan kepaduan bunyi yang berupa

perulangan bunyi vokal /O/ terbuka.

(209) katri mangka sudarsanèng Jawi (ST/B7/L1)

‘ketiganya sebagai teladan orang Jawa’

Penggunaan bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta pada data (209) ditunjukkan pada kata katri

‘ketiga’. Kata tri ‘tiga’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata telu ‘tiga’.

Pemanfaatan kata tri ‘telu’ pada data menjadikan tuturan terkesan merdu.

(210) aja kongsi mbuwang palupi (ST/B7/L5)

‘jangan sampai meremehkan teladan’

Data (210) menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata palupi ‘teladan’ Kata tersebut dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama dengan kata

tuladha ‘teladan’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan palupi ‘teladan’

terkesan literer dan arkhais. Di samping itu, pemanfaatan kata palupi ‘teladan’ berfungsi untuk

Page 60: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

memenuhi konvensi tembang dhandhanggula berupa guru swara yang jatuh pada vokal /i/ di baris

ke lima.

(211) ina èsthinipun (ST/B7/L7)

‘rendah cita-citanya’

Data (211) menunjukkan adanya pemanfaatan bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu

pada kata esthinipun ‘cita-citanya’. Kata esthi ‘cita-cita’dalam bahasa Jawa memiliki arti yang

sama dengan kata gegayuhan ‘cita-cita’. Penggunaan ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada

tuturan esthinipun ‘cita-citanya’ menjadikan kata tersebut lebih indah. Di samping itu,

pemanfaatan kata esthinipun ‘cita-citanya’ yang bersanding dengan kata ina ‘rendah’

memunculkan asonansi /i/ sehingga lebih merdu.

(212) tan prabéda budi panduming dumadi (ST/B7/L9)

‘tidaklah berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk’

Data (212) menunjukkan adanya pemakaian bahasa Jawa Kuna atau Sanskerta, yaitu pada

kata tan ‘tidak’ dan dumadi ‘takdir’. Kata tan ‘tidak’ dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama

dengan kata ora ‘tidak’. Kata dumadi ‘takdir’ bersinonimi dengan kata titah ‘takdir’. Penggunaan

ragam Jawa Kuna atau Sanskerta pada tuturan tan ‘tidak’ lebih literer dan juga untuk memenuhi

konvensi guru sastra berupa guru wilangan yang berjumlah dua belas suku kata. Di samping itu,

pemanfaatan kata dumadi ‘takdir’ berfungsi untuk memenuhi konvensi tembang dhandhanggula

berupa guru swara yang jatuh pada vokal /i/ di baris ke sembilan.

Page 61: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

TABEL 3. PEMANFAATAN PEMILIHAN KATA

(AFIKSASI, REDUPLIKASI, DAN DIKSI)

DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. PEMILIHAN KATA JUMLAH

PERSENTASE

(DALAM PERSEN) 1. AFIKSASI

a. prefiks {ka-} 1 3,12

b. prefiks {pi-} 1 3,12

c. prefiks {pra-} 2 6,25

d. infiks {-in-} 7 21,89

e. infiks {-um-} 1 3,12

f. sufiks {-ira} 2 6,25

g. sufiks {-ipun} 5 15,64

h. sufiks {-nya} 2 6,25

i. sufiks {-ing} 3 9,39

j. sufiks {-nta) 1 3,12

k. konfiks {dèn- -i} 1 3,12

l. konfiks {in- -aké} 1 3,12

m. konfiks {ka- -an} 2 6,25

n. simulfiks {sa- -ipun} 1 3,12

o. simulfiks {ka- -né} 1 3,12

p. simulfiks {in- -aké} 1 3,12

JUMLAH 32 100

2. REDUPLIKASI

a. reduplikasi dwilingga

‘gul-agul’

1 100

JUMLAH 1 100

3. DIKSI

a. sinonimi 1 2,04

b. antonimi 2 4,08

c. protesis 3 6,12

d. têmbung plutan 8 16,33

e. têmbung garba 8 16,33

f. têmbung camboran 2 4,08

g. têmbung saroja 1 2,04

h. penggunaan bahasa Jawa

krama

6 12,24

i. penggunaan bahasa

Sanskerta/ Jawa Kuna

18 36,74

JUMLAH 49 100

Page 62: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Dari tampilan tabel di atas, dapat diketahui penggunaan afiksasi didominasi oleh infiks {-

in-} dengan persentase sebanyak 21,89%. Pemanfaatan reduplikasi berupa reduplikasi dwilingga

‘gul-agul’ berjumlah satu data. Dominasi diksi berupa penggunaan bahasa Sanskerta dengan

persentase sebanyak 36,74%. Dominasi pilihan kata-kata yang digunakan KGPAA Mangkunegara

IV tersebut tidak lepas dari alasan bahwa bahasa dalam tembang merupakan ragam bahasa yang

literer, sehingga sangat wajar jika pengarang memilih kata-kata yang indah dan arkhais dalam

lirik-lirik tembangnya.

TABEL 4. REKAPITULASI PERBANDINGAN

AFIKSASI, REDUPLIKASI, DAN DIKSI

DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. PEMANFAATAN

PILIHAN KATA

JUMLAH PERSENTASE

(DALAM PERSEN)

1. Afiksasi 32 39,02

2. Reduplikasi 1 1,21

3. Diksi 49 59,77

JUMLAH 82 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pilihan kata yang mendominasi dalam

Sêrat Tripama berupa penggunaan diksi dengan persentase 58,75%. Penggunaan afiksasi

berjumlah 40%. Adapun persentase penggunaan reduplikasi paling rendah, yaitu 1,25%.

Page 63: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

C. Pemanfaatan Gaya Bahasa dalam Sêrat Tripama Karya KGPAA Mangkunegara IV

Pemanfaatan gaya bahasa dalam sebuah karya sastra berfungsi untuk menambah nilai

keindahan dan juga sebagai sarana untuk menyampaikan pesan atau makna oleh pengarang. Gaya

bahasa yang ditemukan dalam SPWKM IV yaitu gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dan

gaya bahasa yang secara konsep mengacu pada Gorys Keraf. Gaya bahasa dalam SPWKM akan

diuraikan urut dari bait pertama sampai dengan bait ketujuh.

1. Simile

Pernyataan secara langsung atau yang disebut dengan gaya bahasa simile, lebih cenderung

menggunakan kata bantu: bagaikan, seperti, sama, bak, laksana, dan sebagainya. Pemakian gaya

bahasa simile dalam SPWKM IV ditandai dengan kata kadya. Berikut data yang menunjukkan

pemakaian gaya bahasa simile.

(213) kadya nguni caritané (ST/B1/L3)

‘seperti cerita pada masa dahulu’

Pemanfaatan kata kadya ‘seperti’ pada data tersebut menunjukkan adanya perbandingan

prajurit seperti pada cerita masa dahulu, yaitu seyogyanya prajurit yang bisa menjadi andalan ratu

atau raja.

2. Epilet

Epilet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri khusus dari seseorang

atau sesuatu hal dengan keterangan berupa kalimat deskriptif.

(214) sasrabau ing Maèspati (ST/B1/L5)

aran Patih Suwanda (ST/B1/L6)

‘sasrabau di Maèspati’

‘bernama Patih Suwanda’

Page 64: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Pada tuturan sasrabau ing Mèspati ‘Sasrabau di Maèspati’ dan aran Patih Suwanda

‘bernama Patih Suwanda’, keduanya sama-sama merupakan keterangan yang mendeskripsikan

tentang seseorang, yaitu sasrabau di Maèspati mengacu kepada Patih Suwanda.

3. Anastrof

Anastrof atau yang juga disebut inversi adalah gaya retoris yang diperoleh dengan

pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Adapun data dalam SPWKM IV yang

menggunakan gaya bahasa anastrof adalah sebagai berikut.

(215) duk bantu prang Manggada nagri (ST/B2/L5)

‘ketika membantu perang di negeri Manggada’

Data di atas menunjukkan adanya gaya bahasa anastrof atau inversi, yaitu dengan

membalikkan susunan kata Manggada nagri ‘negeri Manggada’. Kata Manggada ‘Manggada’

merupakan objek yang diterangkan sedangkan kata nagri ‘negeri’ merupakan kata yang

menerangkan, sehingga susunannya menjadi DM (Diterangkan Menerangkan). Pemanfaatan gaya

bahasa anastrof pada data tersebut untuk memenuhi konvensi sastra berupa jatuhnya guru swara

atau guru lagu bervokal /i/ di akhir kalimat pada tembang dhandhanggula baris ke lima.

(216) aprang tandhing lan ditya Ngalêngka aji (ST/B2/L9)

‘perang tanding melawan raksasa negeri Ngalêngka’

Data di atas menunjukkan adanya gaya bahasa anastrof yaitu pada kata Ngalêngka aji

‘negeri Ngalêngka’. Pemanfaatan gaya bahasa anastrof pada data ini sifatnya juga DM

(Diterangkan Menerangkan). Kata Ngalêngka ‘Ngalêngka’ sebagai kata yang diterangkan, dan

kata aji ‘negeri’ sebagai kata yang menerangkan. Pembalikan susunan kata Ngalêngka aji ‘negeri

Ngalêngka’ untuk memenuhi guru swara atau guru lagu di akhir baris pada tembang

dhandhanggula baris ke sembilan yang akhir kalimatnya jatuh pada vokal /i/.

4. Hiperbol

Page 65: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang

berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Adapun penggunaan majas hiperbola yang

terdapat di dalam tembang sebagai berikut.

(217) guna bisa saniskarèng karya (ST/B2/L2)

‘memiliki kepandaian dalam segala pekerjaan’

Pada data di atas terdapat majas hiperbola dalam kalimat guna bisa saniskarèng karya

‘memiliki kepandaian dalam segala pekerjaan’. Hal itu berlebihan, karena Patih Suwanda

digambarkan sebagai seorang manusia yang menjadi prajurit atau Patih, dan tidak dapat dipungkiri

bahwa manusia juga memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Begitu pun juga dengan

Patih Suwanda, ia juga pasti memiliki kekurangan, sehingga kemungkinan kecil jika ia bisa

melakukan segala hal pekerjaan.

5. Eponim

Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan

dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Adapun penggunaan

gaya bahasa eponim yang ditemukan di dalam teks pada bait 6 larik kedelapan dan kesembilan

sebagai berikut.

(218) aprang ramé Karna mati jinêmparing (ST/B6/L9)

sumbaga wirotama (ST/B6/L10)

‘dalam perang ramai Karna mati dipanah’

‘mahsyur sebagai perwira utama’

Pada data di atas nama Karna dihubungkan dengan sifat keteladanannya, yaitu ia memiliki

sifat sebagai wirotama atau perwira utama.

6. Metonimia

Page 66: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan

sesuatu hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Adapun penggunaan gaya bahasa

metonimia yang terdapat di dalam teks terdapat dalam bait 3 larik kedua dan ketiga sebagai berikut.

(219) satriya gung nagari Ngalengka (ST, P3, L2)

sang Kumbakarna namané (ST, P3, L3)

‘satriya besar Negeri Alengka’

‘sang Kumbakarna namanya’

Pada data di atas terdapat penggunaan gaya bahasa yang berupa metonimia, yaitu satriya

gung nagari Ngalengka ‘satriya besar Negeri Alengka’ mengacu kepada Sang Kumbakarna.

7. Inuendo

Gaya bahasa inuendo, yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran. Adapun penggunaan gaya

bahasa yang berupa inuendo terdapat pada bait satu, larik kesatu sampai dengan kesepuluh Sêrat

Tripama.

(220) yogyanira kang para prajurit

lamun bisa samya anuladha

kadya nguni caritané

andêlira sang Prabu

sasrabahu ing Maèspati

aran Patih Suwanda

lêlabuhanipun

kang ginêlung tri prakara

guna kaya purunné kang dênantêpi

nuhoni trah utama (ST/B1/L1-10)

‘seyogyanya para prajurit’

‘bila dapat semua meneladani’

‘seperti masa dahulu’

‘andalan sang raja

‘sasrabahu di Maespati’

‘bernama Patih Suwanda’

‘jasa-jasanya’

‘yang dicerminkan dalam tiga hal’

‘pandai mampu dan berani yang ditekuninya’

‘menepati sifat keturunan orang yang utama’

Page 67: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

Pada data di atas dapat terdapat gaya inuendo, yaitu gaya bahasa yang berupa sindiran.

Dalam teks di atas, KGPAA Mangkunegara IV secara tersirat menginginkan prajurit-prajuritnya

untuk mencontoh keteladanan dari Patih Suwanda yang menjadi andalan sang Prabu. Seorang

prajurit atau Patih seyogyanya memiliki sifat-sifat seperti Patih Suwanda, yaitu guna, kaya, dan

purun. Hal itu pulalah yang seharusnya ditiru dan diteladani oleh prajurit-prajurit zaman sekarang,

yang tidak sekadar berhak digaji, tetapi juga berkewajiban membela negaranya meskipun

mempertaruhkan nyawa.

TABEL 5. PEMANFAATAN GAYA BAHASA

DALAM SERAT TRIPAMA BAIT 1-7

KARYA KGPAA MANGKUNEGARA IV

NO. GAYA BAHASA JUMLAH PERSENTASE

(DALAM PERSEN)

1. Anastrof/ inversi 2 25

2. Hiperbol 1 12,5

3. Simile 1 12,5

4. Eponim 1 12,5

5. Epilet 1 12,5

6. Metonimia 1 12,5

7. Inuendo 1 12,5

JUMLAH 8 100

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa ada tujuh penggunaan gaya bahasa dalam

Sêrat Tripama karya KGPAA Mangkunegara IV. Penggunaan gaya bahasa hiperbol eponim,

metonimia, dan inuendo yang masing-masing berjumlah satu data yang sudah ditulis di dalam latar

belakang masalah, ditulis ulang di bagian pembahasan. Hal tersebut dikarenakan gaya bahasa

hiperbol, eponim, metonimia, dan inuendo juga merupakan data yang terdapat dalam Sêrat

Tripama, sehingga dirasa perlu untuk diuraikan lagi di bagian pembahasan. Adapun penggunaan

bahasa simile, epilet, dan anastrof ditulis di bagian pembahasan. Gaya bahasa anastrof berjumlah

Page 68: BAB II PEMBAHASAN - abstrak.uns.ac.id · Variasi bunyi vokal /a/ dalam Sêrat Tripama terdapat di: awal kata atau suku kata pertama, suku kata kedua dari belakang ( paenultima ),

dua data dengan persentase 25%. Pemanfaatan gaya bahasa hiperbol, simile, eponim, epilet,

metonimia, dan inuendo masing-masing berjumlah satu data dengan persentase 12,5%. Meskipun

penggunaan gaya bahasa dalam Sêrat Tripama ini relatif sedikit, namun tetap menonjolkan aspek

keindahan dan ciri khas KGPAA Mangkunegara IV sebagai pengarang têmbang Dhandhanggula

ini.