49
LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara 10 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Tinjauan Umum Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbunkan bahan-bahan seperti : batu, kerikil, pasir, dan tanah pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengangkat permukaan air yang terdapat di dalam waduk disebut bendungan type urugan.Bendungan urugan dapat dibagi menjadi 3 type yaitu (Sosrodarsono, 1989): 1. Bendungan urugan serbasama (homogeneous dams) : Bendungan yang lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam.Jadi urugan pasir dan kerikil termasuk di dalam type ini, yang dengan sendirinya harus dilengkapi lapisan kedap air. 2. Bendungan urugan batu berlapis-lapis (zoned dams) : Bendugan yang terdiri dari timbunan batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam urutan pelapisan tertentu. 3. Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill dams,impermeable membrane facing rockfill dams,deked rockfill dams) : Bendungan yang dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti lembaran baja tahan karat,beton aspal,lembaran beton bertulang,hamparan pastik,susunan beton blok,dan lain-lain. Bendugan urugan batu berlapis-lapis (zoned dams) dibagi menjadi 3 type yaitu : 1. Bendungan Tirai : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi diengkapi dengan tirai kedap air. 2. Bendungan inti miring : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan miring di hilir. 3. Bendungan Inti vertikal : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan vertikal. Bendungan Urugan batu berlapis-lapis dengan inti vertikal tidak simetris (asymetrical impervous core rockfill dams) merupakan jenis dari Bendugan PB.Soedirman di Mrica.

BAB II Ok - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/34572/5/2090_chapter_II.pdf · Bendungan Urugan batu berlapis-lapis dengan inti vertikal tidak simetris (asymetrical impervous core

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

10

BAB II DASAR TEORI 

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Suatu bendungan yang dibangun dengan cara menimbunkan bahan-bahan seperti :

batu, kerikil, pasir, dan tanah pada komposisi tertentu dengan fungsi sebagai pengangkat

permukaan air yang terdapat di dalam waduk disebut bendungan type urugan.Bendungan

urugan dapat dibagi menjadi 3 type yaitu (Sosrodarsono, 1989):

1. Bendungan urugan serbasama (homogeneous dams) : Bendungan yang lebih dari

setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam.Jadi urugan pasir dan

kerikil termasuk di dalam type ini, yang dengan sendirinya harus dilengkapi lapisan

kedap air.

2. Bendungan urugan batu berlapis-lapis (zoned dams) : Bendugan yang terdiri dari

timbunan batuan dengan gradasi (susunan ukuran butiran) yang berbeda-beda dalam

urutan pelapisan tertentu.

3. Bendungan urugan batu dengan lapisan kedap air di muka (impermeable face rockfill

dams,impermeable membrane facing rockfill dams,deked rockfill dams) : Bendungan

yang dilapisi dengan sekat tidak lulus air (dengan kekedapan yang tinggi) seperti

lembaran baja tahan karat,beton aspal,lembaran beton bertulang,hamparan

pastik,susunan beton blok,dan lain-lain.

Bendugan urugan batu berlapis-lapis (zoned dams) dibagi menjadi 3 type yaitu :

1. Bendungan Tirai : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari bahan

yang lulus air,tetapi diengkapi dengan tirai kedap air.

2. Bendungan inti miring : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari

bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan

miring di hilir.

3. Bendungan Inti vertikal : Apabila bahan pembentuk tubuh bendungan terdiri dari

bahan yang lulus air,tetapi dilengkapi dengan inti kedap air yang berkedudukan

vertikal.

Bendungan Urugan batu berlapis-lapis dengan inti vertikal tidak simetris (asymetrical

impervous core rockfill dams) merupakan jenis dari Bendugan PB.Soedirman di Mrica.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

11

BAB II DASAR TEORI 

2.2. Metode analisis data hidrologi

Sebelum merencanakan konstruksi dam penahan sedimen, langkah pertama adalah

merencanakan debit banjir rencana yang dipakai. Data-data hidrologi yang diperoleh

dianalisis untuk memperoleh besarnya debit banjir rencana dengan periode ulang tertentu

yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas bangunan sungai.

Di bawah ini diuraikan secara singkat metode-metode analisis hidrologi.

2.2.1. Metode Perhitungan Curah Hujan

Data curah hujan dan debit merupakan data yang paling fundamental dalam

perencanaan/penelitian pembuatan embung. Ketetapan dalam memilih lokasi dan peralatan

baik curah hujan maupun debit merupakan faktor yang menentukan kualitas data yang

diperoleh. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan besaran curah hujan dan

analisis statistik yang diperhitungkan dalam perhitungan debit banjir rencana. Data curah

hujan yang dipakai untuk perhitungan dalam debit banjir adalah hujan yang terjadi pada

Daerah Aliran Sungai (DAS) pada waktu yang sama (Sosrodarsono, 1989).

Data hujan yang digunakan direncanakan selama 14 tahun sejak Tahun 1992 hingga

Tahun 2005 ( data terlampir ). Menurut data dari PSDA Semarang, untuk daerah peta DAS

dipilih tiga stasiun hujan yaitu Stasiun Limbangan (No Sta 62d), Stasiun Clangap (No Sta

62e), dan Stasiun Karangkobar (No Sta 64). Curah hujan wilayah ini dapat diperhitungkan

dengan beberapa cara, antara lain (Soemarto, 1987):

1. Metode Rata-Rata Aljabar

Tinggi rata-rata curah hujan yang didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata

hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut. Jadi

cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan

secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak

menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal (Soemarto, 1987).

d =n

ddd n+++ ...21 = ∑=

n

i

i

nd

1

.................................................... (2.1)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

12

BAB II DASAR TEORI 

di mana :

d = Tinggi curah hujan rata-rata (mm)

d1, d2, dn = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, ….n (mm)

n = Banyaknya pos penakar

2. Metode Poligon Thiessen

Cara ini bardasar rata-rata timbang (weighted average). Metode ini sering

digunakan pada analisis hidrologi karena lebih teliti dan obyektif dibanding metode lainnya,

dan dapat digunakan pada daerah yang memiliki titik pengamatan yang tidak merata. Cara ini

adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang

disebut faktor pembobotan atau Koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yang

dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya Koefisien Thiessen

tergantung dari luas daerah pengaruh stasiun hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yang

memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung stasiun. Setelah luas pengaruh

tiap-tiap stasiun didapat, maka Koefisien Thiessen dapat dihitung dengan persamaan di

bawah ini dan diilustrasikan pada Gambar 2.1 (Soemarto, 1987).

C = total

i

AA

.............................................................................. (2.2)

R = n

nn

AAARARARA

++++++

......

21

2211 ................... ................. (2.3)

di mana :

C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2)

A = Luas total dari DAS (km2)

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2,..,Rn = Curah hujan pada setiap titik stasiun (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

13

BAB II DASAR TEORI 

A5

A1

Sta 2

A2

A6

A4

A3

A7

Sta 1Sta 3

Sta 4

Sta 5 Sta 6 Sta 7

Batas DAS

Poligon Thiessen

Gambar 2.1 Poligon Thiessen (Soemarto, 1987)

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah sebagai berikut :

• Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun.

• Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan.

• Topografi daerah tidak diperhitungkan dan stasiun hujan tidak tersebar merata.

3. Metode Rata-Rata Isohyet

Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama

(isohyet). Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai

rata-rata dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, kemudian dikalikan dengan

masing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan luas total daerah, maka

akan didapat curah hujan areal yang dicari, seperti ditulis pada persamaan yang berada di

bawah ini ( Soemarto, 1987).

n

nnn

AAA

ARR

ARR

ARR

R+++

+++

++

+

=

.......2

................22

21

12

431

21

................... (2.4)

di mana : R = Curah hujan rata-rata (mm)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

14

BAB II DASAR TEORI 

R1, R2, ......., Rn = Curah hujan di garis isohyet (mm)

A1, A2, ….. , An = Luas bagian yang dibatasi oleh isohyet-isohyet (km2)

Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi

memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk

membuat isohyet. Pada saat menggambar garis-garis isohyet, sebaiknya juga memperhatikan

pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik). Untuk lebih jelasnya

mengenai metode ini dapat diilustrasikan pada Gambar 2.2.

A3

30 mm

A2

10 mm20 mm

A1

50 mm40 mm

60 mm 70 mm

A4 A5 A6

Batas DAS

Kontur tinggi hujanStasiun hujan

Gambar 2.2 Metode Isohyet (Soemarto, 1987)

Dalam analisis curah hujan diperlukan data lengkap dalam arti kualitas dan panjang

periode data. Data curah hujan umumnya ada yang hilang dikarenakan sesuatu hal atau

dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk melengkapi data yang hilang

atau rusak diperlukan data dari stasiun lain yang memiliki data lengkap dan diusahakan letak

stasiunnya paling dekat dengan stasiun yang hilang datanya. Untuk perhitungan data yang

hilang digunakan rumus yaitu (Soemarto, 1987) :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+++= N

N

xB

B

xA

A

xx R

RR

RRR

RRR

nR ..........1 ........................................ (2.5)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

15

BAB II DASAR TEORI 

di mana :

Rx = Curah hujan di stasiun x yang akan dilengkapi (mm)

Rx = Curah hujan rata-rata di stasiun x (mm)

AR , BR , .... NR = Curah hujan di sta A, sta B, ........ sampai sta N (mm)

AR , BR , .... NR = Curah hujan rata-rata sta A, sta B, sampai sta N (mm)

n = Jumlah stasiun yang menjadi acuan

4. Analisis Frekuensi

Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala ulang

tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis

frekuensi. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini

dilakukan secara berurutan sebagai berikut :

1. Parameter Statistik 3. Uji Kebenaran Sebaran

2. Pemilihan Jenis Metode 4. Perhitungan Hujan Rencana

5. Parameter Statistik

Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter

nilai rata-rata ( X ), deviasi standar (Sd), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan /

skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Sementara untuk memperoleh harga parameter

statistik dilakukan perhitungan dengan rumus dasar sebagai berikut (Soemarto, 1987) :

∑= nRxX ; 1

)( 2

−= ∑

nXXi

Sd ........................... (2.6)

XSdCv = ............................................................................. (2.7)

( ){ }( )( ) 3

1

3

21 Sdnn

XXinCs

n

i

−−

−=∑= …………………………………... (2.8)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

16

BAB II DASAR TEORI 

( ){ }4

1

41

Sd

XXinCk

n

i∑=

−= ………………………………… (2.9)

di mana :

X = Tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm)

Σ X = Jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)

n = Jumlah tahun pencatatan data hujan

Sd = Deviasi standar

Cv = Koefisien variasi

Cs = Koefisien kemiringan (skewness)

Ck = Koefisien kurtosis

Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis metode yang akan

digunakan dalam analisis frekuensi.

2.2.2. Metode Perhitugan curah hujan rencana

Pada bagian ini akan ditentukan Pemilihan jenis metode yang digunakan pada

perhitungan Tugas Akhir ini.

1. Pemilihan Jenis Metode

Penentuan jenis metode akan digunakan untuk analisis frekuensi dilakukan dengan

beberapa asumsi sebagai berikut :

• Metode Gumbel Tipe I

• Metode Log Pearson Tipe III

• Metode Log Normal

a. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan Metode Gumble Tipe I digunakan

persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soemarto, 1987) :

XT = ( )YnYSnSX T −+ ............................................................. (2.10)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

17

BAB II DASAR TEORI 

S =1

)( 2

−∑n

XXi …………………………………………... (2.11)

Hubungan antara periode ulang T dengan YT dapat dihitung dengan rumus

(Soemarto, 1987) :

YT = -ln ⎥⎦⎤

⎢⎣⎡ −−

TT 1ln .................................................................. (2.12)

di mana :

XT = Nilai hujan rencana dengan data ukur T tahun (mm)

X = Nilai rata-rata hujan (mm)

S = Deviasi standar (simpangan baku)

YT = Nilai reduksi variat ( reduced variate ) dari variabel yang diharapkan terjadi

pada periode ulang T tahun, seperti dituliskan pada Tabel 2.3

Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat (reduce mean) nilainya tergantung dari

jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1

Sn = Deviasi standar dari reduksi variat (reduced standart deviation) nilainya

tergantung dari jumlah data (n), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.2

Tabel 2.1 Reduced Mean Yn (Soemarto, 1987)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353 30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430 40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600

Tabel 2.2 Reduced Standard Deviation Sn (Soemarto, 1987)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590 50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

18

BAB II DASAR TEORI 

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065

Tabel 2.3 Reduced Variate YT (Soemarto, 1987)

Periode Ulang (Tahun) Reduced Variate

2 0,3665

5 1,4999

10 2,2502

20 2,9606

25 3,1985

50 3,9019

100 4,6001

200 5,2960

500 6,2140

1000 6,9190

5000 8,5390

10000 9,9210

b. Metode Distribusi Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik

akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik

dangan persamaan sebagai berikut (Soemarto, 1987) :

Y = Y + k.S ………………………………………………… (2.13)

di mana :

Y = Nilai logaritmik dari X atau log X

X = Curah hujan (mm)

_

Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = Deviasi standar nilai Y

K = Karakteristik distribusi peluang Log-Pearson Tipe III, seperti ditunjukkan

pada Tabel 2.4.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

19

BAB II DASAR TEORI 

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1,X2,X3,...Xn menjadi log ( X1 ), log

(X2 ), log ( X3 ),...., log ( Xn ).

2. Menghitung harga rata-ratanya dengan rumus berikut :

Xlog( )

n

Xin

i∑== 1

log……………………………………………… (2.14)

di mana :

Xlog = Harga rata-rata logaritmik

n = Jumlah data

Xi = Nilai curah hujan tiap-tiap tahun (R24 maks) (mm)

3. Menghitung harga deviasi standarnya (Sd) dengan rumus berikut :

( ) ( ){ }1

logloglog 1

2

−=∑=

n

XXixSd

n

i ……………………………... (2.15)

di mana :

Sd = Deviasi standar

4. Menghitung koefisien skewness (Cs) dengan rumus :

( ){ }

( )( ) 31

1

3

21

loglog

Snn

XXiCs

n

i

−−

−=∑= ………………………………………… (2.16)

di mana :

Cs = Koefisien skewness

5. Menghitung logaritma hujan rencana dengan periode ulang T tahun dengan rumus :

Log XT = Xlog + G*S1…………………………………………… (2.17)

di mana :

XT = Curah hujan rencana periode ulang T tahun (mm)

G = Harga yang diperoleh berdasarkan nilai Cs yang didapat, seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.4.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

20

BAB II DASAR TEORI 

6. Menghitung koefisien kurtosis (Ck) dengan rumus :

( ){ }( )( )( ) 4

1

1

42

321

loglog

Snnn

XXinCk

n

i

−−−

−=

∑= …………………………………… (2.18)

di mana :

Ck = Koefisien kurtosis

7. Menghitung koefisien variasi (Cv) dengan rumus :

X

SCvlog

1= ………………………………………………………… (2.19)

di mana :

Cv = Koefisien variasi

S1 = Deviasi standar

Tabel 2.4 Harga K Untuk Distribusi Log Pearson Tipe III (Soemarto, 1987)

Kemencengan (Cs)

Periode Ulang Tahun 2 5 10 25 50 100 200 1000

Peluang (%) 50 20 10 4 2 1 0,5 0,1

3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910 1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395 0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250 0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105 0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960 0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815 0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670 0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525 0.2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,380 0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,235 0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090 -0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1, 880 2,016 2,275 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

21

BAB II DASAR TEORI 

-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280 -1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000 -2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

c. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan

merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik

dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

XT = SKtX *_

+ ................................................................................ (2.20)

di mana :

XT = Besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang X

tahun (mm)

X = Curah hujan rata-rata (mm)

S = Deviasi standar data hujan maksimum tahunan

Kt = Standard Variable untuk periode ulang T tahun yang besarnya diberikan

seperti ditunjukkan pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Standard Variabel Kt (Soewarno, 1995)

T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt T (Tahun) Kt

1 -1.86 20 1.89 90 3.34

2 -0.22 25 2.10 100 3.45

3 0.17 30 2.27 110 3.53

4 0.44 35 2.41 120 3.62

5 0.64 40 2.54 130 3.70

6 0.81 45 2.65 140 3.77

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

22

BAB II DASAR TEORI 

7 0.95 50 2.75 150 3.84

8 1.06 55 2.86 160 3.91

9 1.17 60 2.93 170 3.97

10 1.26 65 3.02 180 4.03

11 1.35 70 3.08 190 4.09

12 1.43 75 3.60 200 4.14

13 1.50 80 3.21 221 4.24

14 1.57 85 3.28 240 4.33

15 1.63 90 3.33 260 4.42

Tabel 2.6 Koefisien Untuk Metode Sebaran Log Normal (Soewarno, 1995)

Periode Ulang T tahun Cv 2 5 10 20 50 100

0.0500 -0.2500 0.8334 1.2965 1.6863 2.1341 2.4370 0.1000 -0.0496 0.8222 1.3078 1.7247 2.2130 2.5489 0.1500 -0.0738 0.8085 1.3156 1.7598 2.2899 2.6607 0.2000 -0.0971 0.7926 1.3200 1.7911 2.3640 2.7716 0.2500 -0.1194 0.7748 1.3209 1.8183 2.4348 2.8805 0.3000 -0.1406 0.7547 1.3183 1.8414 2.5316 2.9866 0.3500 -0.1604 0.7333 1.3126 1.8602 2.5638 3.0890 0.4000 -0.1788 0.7100 1.3037 1.8746 2.6212 3.1870 0.4500 -0.1957 0.6870 1.2920 1.8848 2.6734 3.2109 0.5000 -0.2111 0.6626 1.2778 1.8909 2.7202 3.3673 0.5500 -0.2251 0.6129 1.2513 1.8931 2.7615 3.4488 0.6000 -0.2375 0.5879 1.2428 1.8916 2.7974 3.5241 0.6500 -0.2485 0.5879 1.2226 1.8866 2.8279 3.5930 0.7000 -0.2582 0.5631 1.2011 1.8786 2.8532 3.6568 0.7500 -0.2667 0.5387 1.1784 1.8577 2.8735 3.7118 0.8000 -0.2739 0.5148 1.1548 1.8543 2.8891 3.7617 0.8500 -0.2801 0.4914 1.1306 1.8388 2.9002 3.8056 0.9000 -0.2852 0.4886 1.1060 1.8212 2.9071 3.8437 0.9500 -0.2895 0.4466 1.0810 1.8021 2.9102 3.8762 1.0000 -0.2929 0.4254 1.0560 1.7815 2.9098 3.9036

2. Uji Keselarasan Sebaran

Uji keselarasan sebaran dilakukan untuk mengetahui jenis metode yang paling

sesuai dengan data hujan. Uji metode dilakukan dengan uji keselarasan distribusi yang

dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih,

dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis (Soewarno, 1995).

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

23

BAB II DASAR TEORI 

Ada dua jenis uji keselarasan yaitu uji keselarasan Chi Kuadrat ( Chi

Square ) dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah hasil

perhitungan yang diharapkan.

a. Uji Keselarasan Chi Kuadrat ( Chi Square )

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang

diharapkan pada pembagian kelas, dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang

terbaca di dalam kelas tersebut, atau dengan membandingkan nilai chi square (X2) dengan

nilai chi square kritis (X2cr). Uji keselarasan chi kuadrat menggunakan rumus (Soewarno,

1995) :

∑=

−=

N

i EiEiOiX

1

22 )( ...................................................................... (2.21)

di mana :

X2 = Harga chi square terhitung

Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-i

Ei = Jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i

N = Jumlah data

Suatu distrisbusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < X2 kritis. Nilai X2 kritis

dapat dilihat di Tabel 2.7. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangannya

dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of significant)

yang sering diambil adalah 5 %. Derajat kebebasan ini secara umum dihitung dengan rumus

sebagai berikut (Soewarno, 1995) :

Dk = K-(P+1)...................................................................................... (2.22)

di mana :

Dk = Derajat kebebasan

P = Nilai untuk distribusi Metode Gumbel, P = 1

Adapun kriteria penilaian hasilnya adalah sebagai berikut :

• Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan dirtibusi teoritis yang digunakan

dapat diterima.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

24

BAB II DASAR TEORI 

• Apabila peluang lebih kecil dari 1% maka persamaan distribusi teoritis yang

digunakan dapat diterima.

• Apabila peluang lebih kecil dari 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan,

perlu penambahan data.

Tabel 2.7 Nilai Kritis Untuk Uji Keselarasan Chi Kuadrat (Soewarno, 1995)

dk α Derajat keprcayan

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

25

BAB II DASAR TEORI 

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

b. Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Uji keselarasan Smirnov-Kolmogorof, sering juga disebut uji keselarasan non

parametrik (non parametrik test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi

tertentu. Prosedurnya adalah sebagai berikut :

Rumus yang dipakai (Soewarno, 1995) :

α = ( )

( )

Cr

xi

x

PPP

∆−max …………………………………………… (2.23)

1. Urutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya nilai masing-masing

peluang dari hasil penggambaran grafis data ( persamaan distribusinya) :

X1 → P’(X1)

X2 → P’(X2)

Xm → P’(Xm)

Xn → P’(Xn)

2. Berdasarkan tabel nilai kritis ( Smirnov – Kolmogorof test ) tentukan harga Do (seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.8).

Tabel 2.8 Nilai Delta Kritis Untuk Uji Keselarasan Smirnov - Kolmogorof

(Soewarno, 1995)

Jumlah data n

α derajat kepercayaan

0,20 0,10 0,05 0,01 5 0,45 0,51 0,56 0,67

10 0,32 0,37 0,41 0,49

15 0,27 0,30 0,34 0,40

20 0,23 0,26 0,29 0,36

25 0,21 0,24 0,27 0,32

30 0,19 0,22 0,24 0,29 35 0,18 0,20 0,23 0,27 40 0,17 0,19 0,21 0,25

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

26

BAB II DASAR TEORI 

45 0,16 0,18 0,20 0,24

50 0,15 0,17 0,19 0,23

n>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 1,63/n

2.2.3. Metode Intensitas Curah Hujan

Untuk menentukan Debit Banjir Rencana (Design Flood), perlu didapatkan harga

suatu intensitas curah hujan terutama bila digunakan metode rasional. Intensitas curah hujan

adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut

berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang

telah terjadi pada masa lampau (Loebis, 1987). Untuk menghitung intensitas curah hujan,

dapat digunakan rumus empiris dari Dr. Mononobe (Soemarto, 1999) sebagai berikut :

I = 3/2

24 24*24 ⎥⎦

⎤⎢⎣⎡

tR ....................................................................... (2.24)

di mana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

t = Lamanya curah hujan (jam)

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

2.2.4. Debit Banjir Rencana

Untuk mereneanakan dam penahan sedimen maka diperlukan besarnya debit

banjir reneana yang dapat ditentukan dengan beberapa eara yaitu:

a. Metode Weduwen (luas DPS < 100 km2) Rumus yang digunakan:

Dimana:

7q * 4,1- 1

n +=

βα ……………………………………………… ( 2.25)

QT = debit banjir periode ulang tertentu dalam m3/detik

α = koefisien pengaliran

β = angka reduksi

t = waktu konsentrasi aliran (jam)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

27

BAB II DASAR TEORI 

f = luas daerah pengaliran (km2)

qn = curah hujan maksimum (m2/detik/km2)

L = panjang sungai (km)

I = kemiringan rata-rata (m)

Rn = curah hujan harian maksimum (mm/hari)

(Sumber: Suyono Sosrodarsono, Hidrologi Untuk Pengairan)

b. Metode Melchior (luas DPS > 100 km2)

Rumus yang digunakan adalah:

QT = α * q * f * Rn/200 …………………………………….. (2.26)

Tc = 0,186 * L * Q-0,2 * I-0,4 ………………………………….. ( 2.27)

I = L 0,9

H ……………………………………………………… ( 2.28)

Dimana:

QT = debit banjir periode ulang tertentu (m3/detik)

α = koefisien pengaliran

qn = debit tiap km2

f = luas daerah pengaliran (km2)

R = curah hujan harian maksimum (mm/hari)

T = lama waktu konsentrasi banjir (jam)

L = panjang sungai yang ditinjau (km)

I = kemiringan rata-rata dasar sungai

H = selisih tinggi antara titik pengamatan dan titik sejauh 0,9 L kearah hulu

sungai

(Sumber: Suyono Sosrodarsono, Hidrologi Untuk Pengairan)

c. Metode Haspers

Rumus yang digunakan adalah:

QT = α * β * q * f (m3/det) ……………………………………….. (2.29)

0,7

0,7

f * 0,075 1f * 0,012 1

++

=α ………………………………………………. (2.30)

12f*

15 t10 * 3,7 111 0,75

2

t* -0,4

++

+=β

…………………………………….. (2.31)

Dimana:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

28

BAB II DASAR TEORI 

QT = debit banjir yang diperkirakan dalam periode ulang tertentu (m3/detik)

α = koefisien run off

β = koefisien reduksi

q = hujan maksimum (m3/det/km2)

f = luas daerah pengaliran sungai (km2)

t = lamanyacurah hujan (jam)

R = curah hujan harian maksimum (mm/hari)

p = 1 t R *t +

q = t * 3,6

p

(Sumber: Suyono Sosrodarsono, Hidrologi Untuk Pengairan)

d. Metode Rasional (luas DPS ≤ 5000 km2)

Rumus yang digunakan

QT = (1/3,6)*C*I*f (m3/detik) …………………………………… (2.32)

Dimana:

QT = debit banjir periode ulang tertentu (m3/detik)

C = koefisien debit

I = (R24/24)*(24/t)2/3 (mm)

F = luas daerah pengaliran sungai (km2)

(Sumber: Suyono Sosrodarsono, Hidrologi Untuk Pengairan)

2.2.5. Unit Hidrograf Sintetis Gamma I

Metode ini digunakan bila di lokasi sungai tidak ada stasiun

pengamatan.

Hidrograf satuan secara sederhana dapat disajikan sebagai berikut:

1. TR (Time Rise) atau waktu naik, yaitu waktu yang diukur saat hidrograf mulai

naik sampai saat terjadinya debit puncak.

2. QP (Peak Discharge) atau debit puncak.

3. TB (Buse Time) atau waktu dasar, yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf

mulai naik sampai berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan nol.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

29

BAB II DASAR TEORI 

4. Koefisien tampungan (Storage Coeficient) yang menunjukkan kemampuan DPS

dalam sisi fungsi.

Naik hidrograf satuan diperhitungkan sebagai garis lurus, sedang sisi resesi

(Resesion Climb) hidrograf satuan disajikan dalam persamaan ekponensial berikut:

Qt = Qp x e-1 ………………………………………………………… ( 2.33)

Dimana:

Qt = Debit yang diukur dalam jam ke-t sesudah debit puncak

Qp = Debit puncak (m3/ det)

t = Waktu yang diukur pada saat terjadinya debit puncak (jam)

k = Koefisien tampungan (jam)

TR = 0,43 x 3

SF x 100L

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ + 1,0665SIM + 1,2775 …………………….. (2.34)

Di mana:

TR = Waktu naik (jam)

L = Panjang sungai

SF = Faktor sumber, yaitu perbandingan antara jumlah panjang sungai tingkat I

dengan panjang sungai semua tingkat.

SIM = Faktor semetri ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan

luas relatif DPS sebelah hulu (RUA)

Wf = Faktor lebar, yaitu perbandingan antara lebar DPS yang diukur dan titik

berjarak L, dengan DPS yang diukur dan titik yang berjarak 1/4 L dari

tempat pengukuran

Qp = 0,1836 • A0,5886 • TR-0,4008 • JN0,2381 ……………………………….. ( 2.35)

Di mana:

Qp = Debit puncak (m3/ det)

TR = Waktu naik (jam)

JN = jumlah pertemuan sungai

TB = 27,4132 • TR0,1475 • S0,0986 • SN0,7344 • RUA0,2574

Di mana:

TB = Waktu dasar (jam)

TR = Waktu naik (jam)

S = Landai sungai rata-rata

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

30

BAB II DASAR TEORI 

SN = frekuensi sumber, yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungai-sungai

tingkat satu dengan segmen sungai semua tingkat

RUA = Perbandingan luas DPS sebelah hulu ( km ) dengan arak tilik berat DPS ke

stasiun hidrometri.

Penetapan curah hujan efektif untuk memperoleh hidrograf dilakukan dengan

menggunakan indeks infiltrasi. Untuk memperoleh indeks ini dipergunakan

pendekatan dengan petunjuk Barnes (1959).perkiraan dilakukan dengan

mempertimbangkan pengaruh parameter DPS yang secara hidrologik dapat

diketahui pengaruhnya terhadap indeks infiltrasi. Persamaan pendekatannya

sebagai berikut:

Φ = 10,4903 – 3,859.10-6 . A2 + 1,6985.10-13 (A/SN)4 …………………… ( 2.36)

untuk memperkirakan aliran dasar di pergunakan pendekatan sebagai berikut ini.

Persamaan ini merupakan pendekatan Kraijenhoff van der leur (1967) tentang

hidrograf air tanah.

QB = 0,4751 . A0,6444 . D0,9430 …………………………………………….. ( 2.37)

Dimana:

QB = Aliran dasar

A = Luas DPS

D = Kerapatan jaringan kuras (drainage density), yaitu jumlah panjang sungai

semua tingkat tiap satuan luas DPS

K. = 0,5617 • A0,1798 • S-0,4426 • SF-1,0897 • D0,0452 …………………………. (2.38)

Di mana:

K = Koefisien tampungan

2.2.6. Flood Routing

Penelusuran aliran dinyatakan dalam bentuk persamaan kontinuitas berikut:

(2.39) .......................................................................................... dtdSOI =−

Dengan :

I : aliran masuk (inflow) ke ruas sungai (m3 / d)

O : aliran keluar (outflow) dan ruas sungai (m3 /d)

dS : perubahan tampungan (storage) di ruas sungai (m3)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

31

BAB II DASAR TEORI 

dt : interval waktu penelusuran (detik, jam atau hari)

Persamaan diatas menunjukkan bahwa perubahan tampungan antara interval waktu dt

adalah sama dengan aliran masuk dikurangi aliran keluar. Terdapat hubungan antara

tampungan, aliran masuk dan aliran keluar.

Dalam Persamaan diatas aliran masuk / diketahui, sementara dua parameter lainnya

yaitu 0 dan S tidak diketahui sehingga persamaan tersebut tidak bisa diselesaikan secara

langsung untuk mendapatan parameter 0. Diperlukan persamaan tambahan lainnya yang

disebut fungsi tampungan, yang merupakan hubungan antara S, I dan 0.

Pada penelusuran aliran di waduk, di mana permukaan air adalah horizontal, tampungan

hanya merupakan fungsi dan aliran keluar, yang mempunyai bentuk berikut:

S = f (O)

atau

S = KO …………………………………………………………………… ( 2.40 )

Pada penelusuran aliran di sungai, tampungan hanya merupakan fungsi dari aliran

masuk (I) dan aliran keluar (O), yang mempunyai bentuk berikut:

dengan:

S : volume tampungan,

I : aliran masuk (inflow),

0 : aliran keluar (outflow),

K : koefisien tampungan, yaitu perkiraan waktu perjalanan air sungai

x : faktor pembobot, yang bervariasi antara 0 dan 0,5.

Suatu waduk dilengkapi dengan bangunan pelimpah (spillway). Aliran melalui

bangunan pelimpah tergantung pada lebar bangunan pelimpah (B), tinggi peluapan (H) dan

koefisien debit (Cd)

diberikan oleh bentuk berikut :

Nilai koefisien debit

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

32

BAB II DASAR TEORI 

Persamaan (2.39) dapat diselesaikan secara numerik dengan membuat diskretisasi

numerik. Apabila interval waktu penelusuran adalah ∆t, maka dapat ditulis menjadi :

di mana:

I1, I2 : aliran masuk pada waktu ke 1 dan ke 2

O1, O2 : alirati keluar pada waktu ke 1 dan ke 2

S1, S2 : tumpangan pada waktu ke 1 dan ke 2

∆t : interval waktu

Pada penelusuran air di waduk, tampungan S hanya merupakan fungsi aliran keluar

seperti diberikan Persamaan (9.2). Untuk waktu ke 1 dan ke 2, persarnaan tersebut dapat

ditulis menjadi:

Substitusi Persamaan (9.6a) dan (9.6b) ke dalam Persamaan (9.5) memberikan :

dimana C0 , C1 dan C2 adalah konstanta yang mempunyai bentuk berikut:

Penelusuran kolam datar (level pool routing) merupakan prosedur untuk menghitung

hidrograf aliran keluar dan waduk yang mempunyai permukaan air horisontal.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

33

BAB II DASAR TEORI 

Persamaan (9.5) dapat ditulis dalam bentuk:

di mana nilai-nilai yang belum diketahui berada di ruas kiri sedang nilai yang sudah

diketahui di ruas kanan.

Persamaan (9.9) dapat ditulis dalam bentuk:

dengan :

Dalam metode ini diperlukan data geometri dan hidrolika waduk, seperti kurva

atau tabel elevasi-tampungan, elevasi-aliran keluar, tampungan-aliran keluar. Kurva

elevasi tampungan ditentukan berdasar data topografi. Elevasi minimum adalah elevasi

di mana tampungan nol, sedang elevasi maksimum adalah elevasi puncak bendungan.

2.3. Erosi

Menurut Utomo (1987) erosi tanah pada suatu daerah adalah proses perataan kulit

bumi yang meliputi proses penghancuran, pengangkutan dan pengendapan butir-butir tanah.

Dalam hal ini Ellison (1947) dan Morgan (1986), mengemukakan bahwa erosi tanah, yaitu

proses pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan atau pengangkutan tanah yang

disebabkan oleh air atau angin. Untuk di Indonesia yang berikiim tropis basah maka proses

erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh air, akibat hujan yang turun di permukaan tanah.

Menurut Arsyad (1976), yang dimaksud erosi oleh air merupakan kombinasi dua sub

proses, yaitu:

1. Penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-

butir hujan yang jatuh menimpa tanah dan perendaman oleh air yang tergenang

(proses dispersi).

2. Pengangkutan butir-butir primer tanah tersebut oleh air yang mengalir di atas

permukaan tanah.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

34

BAB II DASAR TEORI 

Sedangkan Foster (1976) dan Lane dan Shirley (1982), mengemukakan proses erosi

tanah meliputi pelepasan butir-butir tanah akibat pukulan jatuhnya butir hujan dan

pengankutan butir-butir tanah oleh aliran permukaan atau limpasan permukaan dan pelepasan

butir-butir tanah oleh aliran air dalam alur pengangkutan butir-butir tanah oleh air dalam alur.

2.3.1. Proses Terjadinya Erosi

Berdasarkan proses terjadinya erosi tanah dapat dibedakan menjadi dua bagian,

sebagai berikut:

a. Proses erosi tanah akibat pelapukan atau secara geologi. Batu-batuan padat

atau bahan induk tanah lapuk oleh cuaca mènjadi bagian-bagian besar dan

kecil, selanjutnya melalui proses-proses secara fisik (mekanik), biologi

(aktivitas organik) dan kimia, batuan akan terurai dan lebih lanjut akan terjadi

retakan-retakan, keadaan mi lebih diperhebat lagi dengan adanya ayunan

perubah suhu tinggi dan suhu rendah.

Melalui retakan-retakan ini air dapat masuk ke dalam batuan-batuan maka

lebih lanjut batuan akan pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi,

ini akan lebih mempercepat proses penghancuran.

Namun demikian dalam kondisi proses erosi tanah akibat pelapukan atau

secara geologi, perubahan bentuk masih merupakan proses .keseirnbangan

alam, artinya kecepatan kerusakan tanah masih sama atau lebih kecil dan

kecepatan proses pembentukan tanah.

b. Proses erosi tanah dipercepat akibat kegiatan manusia mengelola tanah untuk

meningkatkan produktivitas tanah, dilain pihak menyebabkan terjadinya

pemecahan agregat-agregat tanah, meliputi pengangkatan dan pemindahan

tanah pada saat pengolahan tanah. Hal ini dapat menyebabkan meningkatnya

laju erosi tanah yang disebut “erosi dipercepat” (Accelerated Erosion) artinya

kecepatan kerusakan tanah atau erosi tanah sudah lebih besar atau melebihi

kecepatan proses pembentukan tanah.

Melalui usaha-usaha konservasi tanah dan air diharapkan kegiatan manusia

dapat menekan atau mengurangi kerusakan tanah (resisting frrce), dan bukan

sebaliknya terhadap kecepatan erosi tanah atau kerusakan tanah dapat

diperlambat (retard erosion) semaksimal mungkin.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

35

BAB II DASAR TEORI 

Pengelolaan tanah yang benar, disamping meningkatkan produktivitas tanah

juga tanah tidak cepat rusak. Tujuan ini dimaksudkan agar tanah dapat

berproduksi sepanjang waktu atau dalam waktu yang selama-lamanya.

2.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Erosi

Menurut Hudson (1986), ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya proses

erosi yaitu faktor penyebab terjadinya erosi yang dinyatakan dalam erosivitas dan

faktor tanah dinyatakan dalam erodibilitas. Jadi proses erosi tanah merupakan

fungsi erosivitas dan erodibilitas:

E = f (erosivitas) (erodibilitas)

E = erosi tanah (ton/ha/tahun)

a. Faktor erosivitas terdiri dan:

- Faktor yang menentukan energi, yaitu erosivitas hujan (R).

- Faktor yang mempengaruhi besarnya energi yaitu kemiringan permukaan

tanah dan panjang lereng (LS).

b. Faktor erodibilitas terdiri dan:

- Sifat ketahanan tanah (K).

- Faktor yang mernodifikasi erodibilitas tanah yaitu faktor tanaman (C).

- Faktor konservasi tanah atau pengelolaan tanah (P).

Maka fungsi tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

E = f (R * K* LS * C *P)

(Sumber: Gregory L. Morris, Reservoir Sedimentation Handbook)

Persamaan ini dikenal sebagai Persamaan Umum Kehilangan Tanah (PUKT) atau

Universal Soil loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischemeier dan

Smith (1960).

Sedangkan menurut Morgan (1986), terjadinya proses erosi tanah pada

dasarnya dipengaruhi oleh:

a. Faktor energi, yaitu:

- Pukulan jatuhnya air hujan

- Aliran permukaan atau limpasan permukaan

- Angin

- Kemiringan dan panjang lereng

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

36

BAB II DASAR TEORI 

b. Faktor ketahanan tanah, yaitu:

- Erodibilitas tanah

- Kapasitas infiltrasi

- Pengelolaan tanah

c. Faktor pelindung tanah, yaitu:

- Tanaman yang menutup tanah

- Gaya tekan penduduk akan lahan terhadap penggunaan dan pengelolaan

tanah.

2.3.3. Proses Erosi Sebagai Sumber Penghasil Bahan Sedimen

Sebagaimana diketahui bahwa akibat erosi tanah yang meliputi proses

pelepasan butir-butir tanah dan proses pemindahan tanah akan menyebabkan

tirnbulnya bahan endapan atau sedimentasi ditempat lain. Bersama-sama air

mengalir, butir-butir tanah yang lepas akibat proses erosi tanah akan diangkut

yang kemudian akan diendapkan pada tempat-tempat tertentu berupa

pengendapan atau sedimentasi, baik untuk sementara maupun tetap. Banyaknya

angkutan bahan endapan tergantung dari besarnya erosi tanah yang terjadi. Makin

banyak jumlah bahan sedimen terangkut menunjukkan makin besar tingkat erosi

tanah yang terjadi dalam daerah aliran sungai yang bersangkutan. Foster dan

Meyer (1977) dan Lane dan Shirley (1982), mengemukakan bahwa erosi dan

sedimentasi yang disebabkan oleh air terutama meliputi proses pelepasan butir-

butir tanah, penghanyutan dan sedimentasi yang diakibatkan oleh pukulan

jatuhnya air hujan dan aliran air. Curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan laju

erosi tanah maka angkutan bahan sedimen juga meningkat. Pukulan air hujan

tersebut merupakan penghasil utama butir-butir tanah yang terlepas dalam proses

erosi tanah.

Pada suatu siklus hidrologi, secara karekteristik curah hujan yang jatuh di atas

permukaan tanah dan limpasan permukaan yang timbul adalah variabel yang

ekstrim yang menyebabkan erosi tanah dan bahaya banjir dan kerusakan yang

terjadi, diantaranya seperti timbulnya

sedimentasi baik di lahan-lahan pertanian, dasar sungai, waduk, muara dan lain-

lain.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

37

BAB II DASAR TEORI 

2.3.4. Pengaruh Erosi Tanah Terhadap Kesuburan Tanah

Pengaruh erosi tanah ini disamping merupakan sumber penghasil bahan

sedimentasinya sendiri, juga dapat menyebabkan merosotnya tingkat kesuburan

tanah baik fisik maupun kimia, sehingga dapat menurunkan produtivitas tanah,

daya dukung tanah untuk produksi pertanian.

Hal ini disebabkan karena hilangnya lapisan olah yang subur akibat erosi tanah

yang mengikis permukaan tanah. Lebih lanjut akibat erosi tanah pada akhirnya

dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup.

2.4. Sedimentasi

2.4.1. Proses Sedimentasi

Proses sedimentasi yaitu proses terkumpulnya butir-butir tanah. Keadaan ini

terjadi karena kecepatan aliran air yang mengangkut bahan sedimen mencapai

kecepatan pengendapan (settling velocity). Proses sedimentasi dapat terjadi baik

pada lahan-lahan pertanian maupun disepanjang dasar sungai, dasar waduk, muara

dan sebagainya. Sedimentasi pada sungai dan waduk menyebabkan daya tampung

sungai dan waduk akan menurun. Khusus untuk waduk dapat berakibat

memperpendek umur waduk. Pada muara sungai proses pengendapan sedimen

dapat membentuk suatu delta. Dengan tersumbatnya muara sungai oleh

sedimentasi akan menghambat kemampuan sungai membuang air banjir dan

kerusakan-kerusakan lain yang diakibatkan.

Dan proses terjadinya erosi tanah dan proses sedimentasi maka terjadinya

sedimentasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) bagian:

a. Proses sedimentasi secara geologis

Proses sedimentasi secara geologis, yaitu proses erosi tanah dan sedimentasi

yang berjalan secara normal atau berlangsung secara geologi, artinya proses

pengendapan yang berlangsung masih dalam batas-batas diperkenankan atau

dalam keseimbangan alam dan proses degradasi dan agradasi pada perataan

kulit bumi akibat pelapukan.

b. Proses sedimentasi dipercepat

Proses sedimentasi dipercepat, yaitu proses terjadinya sedimentasi yang

menyimpang dan proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

38

BAB II DASAR TEORI 

cepat, biasanya bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu

keseimbangan alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian ini biasanya

disebabkan karena kegiatan manusia dalam mengolah tanah. Cara mengolah

tanah yang salah dapat menyebabkan erosi tanah yang sangat tinggi, sehingga

sedimentasi juga meningkat.

Disamping kegiatan manusia juga bencana alam seperti gunung meletus

merupakan penyimpangan besar-besaran yang dapat mendatangkan kesulitan-

kesulitan akibat timbulnya bahan sedimen yang tinggi baik yang menutup

lahan-lahan pertanian, daerah permukiman, jalan-jalan maupun pendangkalan

sungai, waduk dan lain-lain.

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sedimentasi

Proses terjadinya sedimentasi merupakan bagian dan proses erosi tanah.

Timbulnya bahan sedimen adalah sebagai akibat terjadinya erosi tanah. Kegiatan

ini berlangsung baik oleh air maupun angin. Proses erosi dan sedimentasi di

Indonesia yang lebih berperan adalah faktor air, sedangkan faktor angin relatif

kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah juga merupakan sebagian

besar dan faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi. Beberapa faktor yang

mempengaruhi sedimentasi, yaitu:

a. Iklim

b. Tanah

c. Topografi

d. Tanaman

e. Macam penggunaan lahan

f. Kegiatan manusia

g. Karakteristik hidrolika sungai

h. Karekteristik penampung sedimen, check dam dan waduk

i. Kegiatan gunung berapi

2.4.3. Mekanisme Pengangkutan Sedirnen

Mekanisme pengangkutan butir-butir tanah yang dibawa dalam air yang

mengalir, dapat digolongkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

a. Wash load movement

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

39

BAB II DASAR TEORI 

Butir-butir tanah yang sangat halus berupa lumpur yang bergerak bersama-

sama dalam aliran air, konsentrasi sedimen merata di semua bagian pengaliran.

Bahan wash load berasal dan pelapukan lapisan permukaan tanah yang menjadi

lepas-lepas berupa debu halus selama musim kering. Debu halus ini

selanjutnya dibawa masuk ke saluran atau sungai baik oleh angin maupun oleh

air hujan yang turun pertama pada musim hujan, sehingga jumlah pada awal

musim hujan lebih banyak dibandingkan dengan keadaan yang lain.

b. Suspended load movement

Butir-butir tanah bergerak melayang dalam aliran air. Gerakan butir-butir tanah

ini terus menerus dikompresir oleh gerak turbulensi aliran sehingga butir-butir

tanah bergerak melayang diatas saluran. Bahan suspended load terjadi dan

pasir halus (fine sand) yang bergerak disamping dipengaruhi turbulensi aliran

juga debit dan kecepatan aliran, semakin besar debit, angkutan suspended load

juga meningkat.

c. Saltation load movement

Pergerakan butir-butir tanah yang bergerak dalam aliran air antara pergerakan

suspended load dan bed load. Butir-butir tanah bergerak secara terus menerus

meloncat-loncat (skip) dan melambung (bounce) sepanjang saluran tanpa

rnenyentuh dasar saluran. Bahan-bahan saltation load terdiri dan pasih halus

sampai pasir kasar. Dalam perhitungan kriteria saltation load masih diragukan,

yaitu antara suspended load dan bed load, sehingga dalam perhitungan

pengangkutan sering tidak diperhitungkan.

d. Bed load movement

Merupakan angkutan butir-butir tanah berupa pasir kasar (coarse sand) yang

bergerak secara menggelinding (rolling) mendorong dan menggeser (pushing

and sliding) terus menerus pada dasar aliran yang pergerakannya dipengaruhi

oleh adanya gaya seret (drag force) aliran yang bekerja diatas butir-butir tanah

yang bergerak.

2.4.4. Persamaan Pengangkutan Sedimen

a. Perhitungan debit sedimen melayang (suspended load)

Metode perhitungan berdasarkan pengukuran sesaat

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

40

BAB II DASAR TEORI 

Rumus : Qs = 0,0864 * C * Qw

dimana:

Qs : debit sedimen melayang rata-rata harian (ton/hari)

C : konsentrasi rata-rata harian (mg/l)

Qw : debit rata-rata harian (m3/det)

(Sumber: Gregory L. Morris, Reservoir Sedimentation Handbook)

b. Perhitungan sedimen dasar (bed load)

1). Pengukuran sedimen dasar cara langsung

Pengukuran cara langsung adalah metode pengukuran dengan cara mengambil

sampel secara langsung dari sungai (lokasi pos duga air) dengan menggunakan

alat ukur muatan sedimen dasar.

2). Pengukuran dengan cara tidak langsung

- Proses sedimentasi

Pengukuran muatan sedimen dasar cara tidak langsung dapat dilakukan dengan

cara pemetaan endapan sedimen secara berkala. Pada evaluasi muatan sedimen

secara berkala. Pada evaluasi muatan sedimen dasar maka material halus,

terutama yang berasal dan endapan muatan sedimen melayang dipisahkan dan

total volume endapan, berat jenis endapan harus ditentukan dengan teliti, data

sedimen melayang juga dapat diperoleh dan pengukuran lokasi pos duga air,

yang alirannya masuk dan keluar waduk. Volume endapan sedimen dasar

diperoleb dengan cara mengurangi volume endapan dengan volume sedimen

melayang yang masuk dan keluar waduk.

- Pemetaan dasar sungai

Laju dan muatan sedimen dasar dapat diperoleh dengan cara memperkirakan

propogasi gugus pasir (progation of dune) yang dihitung dengan cara pemetaan

dasar sungai secara berkala. Pemetaan dapat dilakukan dengan cara:

• Teknik perahu bergerak, untuk pemetaan profil penampang longitudinal.

• Dengan menggunakan Echo Sounding, untuk pengukuran kedalaman disuatu

titik tetap atau beberapa titik disuatu penampang untuk memantau kedalan

dan pergerakan gugus pasir.

3). Perkiraan muatan sedimen dasar dengan rumus empiris

Untuk perhitungan volume sedimen dapat digunakan rumus sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

41

BAB II DASAR TEORI 

Ps = Rs x AF

Dimana :

Rs = Angka sedimentasi tahunan suatu waduk. (m3/tahun)

Rs = FV (sedimentasi tahun-tahun yang telah lalu)

F = Kapasitas waduk. (m3)

V = Volume sediment seluruhnya (m3)

A = Luas daerah pengaliran (km2)

(Sumber: DR. Suyono Sosrodarsono, Bendungan Type Urugan)

c. Volume sedimen total

Volume sedimen total adalah hasil penjumlahan suspended load dengan bed load

Volume sedimen total = volume angkutan sedimen melayang + volume angkutan

dasar

d. Pengendapan di waduk

Metode empiris Area Reduction

Whitney M. Borland dan Carel L. Miller pada metode ini membagi tipe waduk:

Tabel 2.9 Harga Cp dan n

Tipe Jenis Cp N I Lake 3,417 0,22 – 0,28 II Flood plain foot hill 2,324 0,28 – 0,40 III Hill 15,882 0,40 – 0,40 IV Gorge 4,323 0,67 – 1,00

Sumber: Borland (1953 dalam USBR, 1987)

Persamaan I

F = ( )( )h

h

A * HV - S

Dimana:

F : faktor tidak berdimensi

S : endapan sedimen total (m3)

Vh: kapasitas waduk pada kedalaman h (m3)

H : kedalaman awal (m)

Ah: luas area waduk pada kedalaman h (m2)

(Sumber: Gregory L. Morris, Reservoir Sedimentation Handbook)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

42

BAB II DASAR TEORI 

Persamaan II

As = Ap * K

Ap = Cp * noP (1-P)n

bHh P =

Dimana:

Ap : luas areal relative (m2)

h : elevasi yang ditinjau dikurangi elevasi dasar (m)

Hb : tinggi bendungan (m)

K : luas permukaan asli dibagi luas permukaan relatif (pada elevasi nol)

Cp,n: nilai yang tergantung dan tipe reservoir

Persamaan III

Kn = Kn +1 ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

n

m

SS

Dimana:

Kn : harga K ke-n

Kn+1: harga K ke-(n + 1)

Sm : volume sedimen mula-mula (m3)

Sn : volume sedimen ke-n (m3)

e. Volume kepadatan

Pbt = Pbl + B log t

Dimana:

Pbt : kepadatan endapan pada tahun ke-t (kg/m3)

t : waktu (tahun)

B : koefisien (kg/m3)

Pbl : kepadatan endapan mula-mula (kg/m3)

Tabel 2.10 Harga koefisien konsolidasi dan kepadatan Endapan

Reservoir Operasional Sand Silt Clay Pbl B Pbl B Pbl B 1. Sedimen always submerged 1500 0 1050 90 50 250 2. Normally Moderate Reservoir Drawndown

1500 0 1185 45 750 170

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

43

BAB II DASAR TEORI 

3. Normally Considerable Reservoir Drawndown

1500 0 1275 15 950 100

4. Reservoir Normally Empty 1500 0 1320 0 0

2.5. Upaya Pengendalian Sedimentasi

Pengendalian sedimentasi yang terbaik adalah dimulai dari sumbernya yaitu

pengendalian erosi. Tindakan-tindakan yang diambil untuk memperkecil akibat-

akibatnya antara lain:

a. Secara teknis, antara lain:

1. Pembuatan Check Dam di hulu waduk.

Chek dam berfungsi mengumpulkan sedimen sebelum masuk ke dalam waduk.

Apabila chek dam tidak dibangun maka sedimen akan masuk ke dalam waduk

sehingga dapat memperpendek umur waduk.

2. Perencanaan bangunan (structures) yang baik. Perencanaan bangunan harus sebaik

mungkin agar dapat dihindarkanterjadinya endapan sedimen di depan bukaan atau

di ruang ambangambang pintu, katup berada dan bergerak.

3. Flushing

Penggelontoran yang dilakukan secara kontinyu dapat mengurangi endapan

sedimen di waduk.

b. Secara non teknis, antara lain:

1. Melakukan konservasi di daerah pengaliran sungai. Konservasi dapat mengurangi

terjadinya erosi pada DPS sehingga dapat mengurangi laju pembentukan

sedimentasi.

2. Melakukan cocok tanam secara terassering.

Hal ini biasa dilakukan pada daerah lereng pegunungan agar laju erosi pada lahan

tersebut tidak terlalu tinggi.

3. Pengaturan penggunaan lahan.

Penggunaan lahan memerlukan peraturan daerah atau undang-undang dengan

tujuan agar penggunaan lahan dapat sesuai dengan fungsinya.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

44

BAB II DASAR TEORI 

2.6 Metode Flushing

Metode ini digunakan untuk mengatasi sedimentasi yang ada.

2.6.1. Definisi Flushing

Prinsip dan metode penggelontoran sedimen dengan energi potensial air waduk (

flushing) adalah mengeluarkan sedimen dengan mengambil manfaat energi hidrolik akibat

beda tinggi antara muka air di depan dan belakang bendungani, untuk mensuplai energi pada

sediment flushing system.

2.6.2. Klasifikasi Flushing

Menurut Fan (1985 ) secara umum flushing dapat diklasifkasikan kedalam 2 kategori

yaitu Empty or Free-flow Flushing dan Flushing With Partial Drawdown.

a. Empty or free-flow flushing:

Yaitu flushing dilaksanakan dengan cara mengosongkan air waduk, sedangkan aliran

air sungai tetap dipertahankan masuk kedalam waduk, untuk selanjutnya digunakan

sebagai penggelontor sedimen keluar waduk melalui bottom outlet. Waktu

pelaksanaannya ada 2 cara, yaitu:

• Empty Flushing During Flood Season

Flushing dilaksanakan pada saat musim hujan atau musim basah.

• Empty Flushing During Non Flood Season

Flushing dilaksanakan pada saat musim kemarau atau musirn kering.

b. Flushing With Partial Drawdown

Yaitu penggelontoran sedimen dengan cara elevasi air waduk dipertahankan dalam

keadaan tinggi, endapan sedimen diarahkan keluar waduk melalui bottom outlet.

Dalam pelaksanaannya ada 2 macam cara, yaitu:

• Pressure Flushing

Pada saat flushing dilalcsanakan, elevasi air waduk diturunkan ke elevasi paling

rendah yang diijinkan ( Minimum Operation Level)

• Flushing With High-Level Outlet

Flushing dilaksanakan dengan membuat Underwater Dike di waduk untuk

menaikkan endapan sedimen ke High Level Bypass Channel yang elevasinya

lebih tinggi dan elevasi intake.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

45

BAB II DASAR TEORI 

2.6.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Flushing

Efektif tidaknva hasil penggelontoran sedimen ( flushing ) Dipengaruhi oleh

beberapa faktor sebagai berikut

a. Dimensi dan flushing outlet

b. Posisi dan flushing outlet

c. Penampang waduk dan kecuraman dasar wacluk

d. Panjang, pendek, lebar dan tidaknya waduk

e. Lurus tidaknya waduic kearah outlet

f. Distribusi dan kepadatan sediment

g. Ketersediaan air waduk untuk penggelontoran sediment

h. Frekuensi penggelontoran sediment

i. Kondisi cathment area dan waduk.

2.7. Perencanaan Konstruksi Dam Penahan Sedimen

2.7.1. Prosedur Perencanaan Teknis Dam Penahan Sedimen

Dam direncanakan sebagai berikut:

a. Perencanaan Peluap

b. Perencanaan Main Dam

c. Perencanaan Pondasi

d. Perencanaan Sayap

e. Perencanaan Sub Dam/ Lantai

f. Bangunan Pelengkap

2.7.2. Perencanaan Peluap

Rumus:

Q = ( ) 3/2321 h *2B 3Bg2C*

152

+

Dimana:

Q = debit rencana (m3/detik)

C = koefisien peluap (0,6-0,66)

g = percepatan garavitasi (9,81 m/detik2)

B1 = panjang peluap (m)

B2 = panjang M.A di atas peluap (m)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

46

BAB II DASAR TEORI 

h3 = tinggi air di atas peluap (rn)

m2 = kemiringan tepi peluap (0.5)

Jika m2 = 0,5 dan C = 0,6 maka rumus di atas menjadi:

Q = (1,77*B1 + 0,71*h3)* 3/23h

Gambar 2.3 Penampang Pelimpah

2.7.3. Perencanaan Main Dam

a. Gaya-gaya:

1). Berat sendiri (w)

2). Gaya tekan air statik (P)

3). Gaya tekan endapan sedimen (Ps)

4). Gaya angkat (U)

5). Gaya Inersia saat Gempa (I)

6). Gaya tekan air dinamik (Pd)

Gaya-gaya yang untuk keadaan normal dan banjir untuk dua tipe

dam penahan sedimen (tinggi dan rendah) adalah:

Tabel 2.11 Gaya-gaya yang ditinjau untuk keadaan normal dan banjir

Tipe Normal Banjir

Dam Rendah, H < 15,0 m - W; P

Dam Tinggi H > 15,0 m W; Ps; U; I; Pd W; P; Ps; U

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

47

BAB II DASAR TEORI 

Gambar 2.4 Gaya-gaya yang ditinjau pada keadaan banjir, untuk H>15m

Gambar 2.5 Gaya-gaya yang ditinjau pada keadaan banjir, untuk H<15m

Gambar 2.6 Perencanaan Main Dam

1). Berat Sendiri (W)

W = γc * A

Dimana :

W = berat sendiri / m

γc = berat volume (untuk beton 2,35 t/m3 dan batu 2,25 t/m3)

A = volume /m (m2)

2). Gaya Tekan Sedimen

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

48

BAB II DASAR TEORI 

Pev = γsi * he

Peh = Ce * γsi * he

Dimana :

Pev = Gaya tekan vertical sediment (t/m2)

Pev = Gaya tekan horizontal sediment (t/m2)

γsi = Berat volume sediment dalam air (1,5 – 1,8 t/m2)

Ce = koefisien gaya tekan yanah aktif (0,3)

he = tinggi sediment (m)

3). Gaya Angkat

Ux = wγµ ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛+∗+

22 b

x 1h h

Dimana :

Ux = gaya angkat pada titik x (t/m2)

h1 = tinggi air di hulu (m)

h2 = tinggi air di hilir (m)

h = h1 – h2 (m)

γ = koefisien gaya angkat (0,3 – 1,0)

x = panjang garis rembesan ke titik x (m)

b2 = panjang dasar Dam (m)

γw = berat volume air (1 t/m3)

Gambar 2.7 Gaya Angkat pada Main Dam

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

49

BAB II DASAR TEORI 

4). Gaya Inersia saat Gempa

I = k * W

Dimana :

I = gaya inersia oleh gempa

k = koefisien gempa

W = berat sendiri dam/ m (t)

5). Gaya Tekan Air Dinamik

Px = C * γw *K * h0

C = ⎥⎥⎦

⎢⎢⎣

⎡⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−+⎟⎟

⎞⎜⎜⎝

⎛−

0

x

0

x

0

x

0

xm

hh

2hh

hh

2hh

2C

Pd = η * 2

Cm * γw * K * h02 * sec θ

hd = λ * hx

Dimana :

Px = gaya tekan air dinamik pada titik x (t/m2)

Pd = gaya tekan air dinamik total dari M.A sampai titik x (t/m2)

γw = berat volume air (1 t/m3)

K = koefisien seismik (0,12)

h0 = kedalaman air dari M.A sampai dasar pondasi (m)

hx = kedalaman air dari M.A sampai titik x (m)

hd = jarak vertikal dari x sampai Pd (m)

Cm = didapat dari grafik, fungsi dari sudut θ

η,λ = koefisien yang diperoleh dari grafik

C = koefisien gaya tekan air dinamik

b. Lebar Mercu Peluap

Pada mercu peluap dam pengendali sedimen direnakan agar kuat terhadap

pukulan aliran sedimen, jadi harus kuat menahan benturan dan abrasi.

Lebar mercu yang disarankan:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

50

BAB II DASAR TEORI 

Tabel 2.12 Lebar Mercu Peluap

Lebar Mercu b = 1,5 — 2,5 m B = 3,0 — 4,0 m Material Pasir dan kerikil atau kerikil

dan batu Batu-batu besar

Hidrologis Kandungan sedirnen sedikit sampai sedimen yang banyak

Debris flow kecil sampai debris flow yang besar

Sumber: JICA (Japan International Cooperation Agency), 1985

c. Penampang

Kemiringan badan dam pengendali sedimen di hulu 1: m digunakan rumus:

Untuk H < 15 m

(1 + α)m2 + [2(n + β) + n(4α + γ) + 2α]m – (1 + 3α) + αβ(4n + β) +(3nβ + β2

+ n2) = 0

Hh

3=α

Hb 1=β

w

3 γγ

γ =

Dimana :

γc = berat volume bahan (t/m3)

γw = berat volume air dengan kandungan sediment (1,2 t/m3)

Kemiringan badan Dam bagian hilir ditetapkan 1 : 0,2

d. Perhitungan Stabilitas

1). Resultan (R) gaya-gaya harus berada pada inti

VM x =

Syarat : b2 < x < 2/3 b

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

51

BAB II DASAR TEORI 

Gambar 2.8 Resultan gaya-gaya pada Main Dam

2). Stabilitas terhadap geser

SF = H

b* v* f 20τ+

Dimana:

SF = faktor keamanan > 1,2

V = gaya vertikal (ton)

H = gaya horisontal (ton)

F = koefisien geser antara Dam Penahan Sedimen dengan pondasi (0,5)

τ0 = tegangan geser antara Dam Penahan Sedimen dengan pondasi (t/m2)

b2 = panjang bidang geser (m)

3). Stabilitas Terhadap Guling

SF = h

v

MM

Dimana:

SF = faktor keamanan > 1,5

Mv = jumlah momen gaya vertikal terhadap 0 (tm)

Mh = jumlah momen gaya horisontal terhadap 0 (tm)

4). Tegangan Pada Dasar Pondasi

σ12 = ⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛±

22 b6e1

bV

Dimana :

X = jarak dan 0 (tepi hulu) sampai R (m)

M = total momen terhadap 0 (tm)

V = total gaya vertikal (ton)

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

52

BAB II DASAR TEORI 

H = total gaya horisontal (ton)

b2 = lebar dasar Dam Penahan Sedimen (m)

σ12 = tegangan maksimum / minimum pada dasar pondasi (t/m2)

e = jarak dan titik tengah sampai R (= x- b2/2) dalam meter

2.7.4. Perencanaan Pondasi

a. Dasar Pondasi

Sebaiknya pondasi ditempatkan pada batuan dasar. Jika keadaan tidak

memungkinkan, dibuat pondasi terapung pada sedimen sungai.

b. Daya Dukung Dasar Pondasi

Tegangan yang terjadi pada dasar pondasi hams lebih kecil dan tegangan

diperkenankan. Daya dukung yang diperkenankan dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.13 Daya Dukung yang Diijinkan

Klasifikasi Pondasi Daya dukung tanah (t/m3)

Koefisien Geser

Catatan Pengujian

Desak (Unconfined)

Nilai N

Batuan dasar

Batuan keras dengan sedikit retak

100 0,7 > 1000 t/m2 -

Batuan keras dengan banyak retak

60 0,7 > 1000 t/m2 -

Batuan lunak atau mudstone

30 0,7 > 100 t/m2 -

Lapis kerikil

Kompak 60 0,6 - - Tidak kompak 30 0,6 - -

Lapis pasir

Kompak 30 0,6 - 30 – 50 Kurang kompak

20 0,5 - 15 – 30

Lapis tanah liat

Keras 10 0,45 10 – 20 t/m2 8 – 15 Kurang keras 5 - 5 – 10 t/m2 4 – 8 Sangat keras 20 0,5 20 – 40 t/m2 15 – 30

c. Penetrasi Pondasi

Pada dasar pondasi berupa batuan, dasar Dam harus ditempatkan minimal 1.0

m dari permukaan batuan. Pada dasar pondasi berupa sedimen sungai, dasar

dam harus ditempatkan minimal 2,0 m dari dasar sungai.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

53

BAB II DASAR TEORI 

Gambar 2.9 Penetrasi Pondasi pada Main Dam

d. Pemenksaan Bahaya Piping

Pada dasar pondasi berupa sedimen sungai harus diperiksa terhadap

kemungkinan terjadinya piping. Pemeriksaan dengan metode Bligh/Lane

Cc < hL L vh

∆+

Dimana :

C = angka creep Bligh (lihat tabel 2.6)

Lh = panjang lintasan horisontal (m)

Lv = panjang lintasan vertikal (m)

∆h = h1- h2 = tinggi head (m)

(Sumber: Suyono Sosrodarsono, Perhaikan dan Pegaturan Sun gaz)

Gambar 2.10 Pemeriksaan Bahaya Piping

Tabel 2.14 Angka Creep untuk Bligh

Bahan Pondasi Cc Cw Pasir dan lanau sangat halus 18 8,5 Pasir halus 15 7,0 Pasir - 6,0 Pasir kasar 12 5,0 Kerikil halus - 4,0 Kerikil - 3,5

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

54

BAB II DASAR TEORI 

Campuran pasir dan kerikil 9 - Kerikil kasar bercampur dengan batu besar 4 – 6 3,0 Batu dan kerikil - 2,5

2.7.5. Perencanaan Sayap

a. Kemiringan sayap 1/N

Agar tidak ada limpasan pada sayap, maka ke arah tebing sayap dibuat lebih

tinggi dengan kemiringan 1/N > kemiringan dasar sungai.

Gambar 2.11 Kemiringan Sayap 1/N

b. Lebar Sayap

Lebar sayap diambil sama dengan lebar mercu peluap atau sedkit lebih sempit.

Lebar sayap harus aman terhadap gaya-gaya luar, khususnya dam pengendali

sedimen yang dibangun di daerah dimana aliran sedimen terjadi perlu diteliti

keamanan sayap terhadap tegangan yang disebabkan oleh gaya tumbukan dan

perlu dipertimbangkan untuk menambah lebar sayap atau memasang tembok

pelindung di bagian hulunya.

Gambar 2.12 Lebar Sayap

c. Tinggi Sayap

Tinggi sayap ditetapkan dan besarnya tinggi jagaan. Besarnya tinggi jagaan

ditetapkan berdasarkan debit rencana sebagai berikut:

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

55

BAB II DASAR TEORI 

Tabel 2.14 Tinggi Jagaan

Debit Rencana (m3/detik)

Tinggi Jagaan (m)

Q < 200 0,6 200 < Q < 500 0,8 500 < Q < 2000 1,0 2000 < Q < 5000 1,2

d. Penetrasi sayap

Sayap harus masuk cukup dalam ke tebing

Gambar 2.13 Penetrasi Sayap

2.7.6. Perencanaan Sub Dam dan Lantai

Sub dam dan lantai umumnya diperlukan pada bangunan pengendali sedimen

a. Penggunaan Sub darn denganl tanpa lantai

1). Sub darn dengan lantai

2). Sub dam tanpa lantai

3). Lantai dan tembok tegak

Digunakan pada dam penahan sedimen rendah, debit sungai kecil dan dasar

pondasi berupa sedimen sungai.

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

56

BAB II DASAR TEORI 

Gambar 2.14 Subdam dengan Lantai dan Tembok Tegak

b. Letak Sub Dam

L = 1,5 – 2,0 (H1 + h3)

Gambar 2.15 Letak Subdam

Dimana :

L = jarak antara main dam dan sub dam (m)

H1= tinggi antara permukaan lantai sampai puncak main dam (m)

h3 = tinggi air diatas peluap (m)

atau

L = Iw + x + b2

Dimana:

x = panjang loncatan air (m)

b2 = lebar puncak sub dam (m)

Iw = panjang terjunan (m)

Iw = V0( ) 2

1

31

g

h21 H2

⎪⎭

⎪⎬⎫

⎪⎩

⎪⎨⎧ +

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

57

BAB II DASAR TEORI 

3

00 h

qV =

Dimana:

q0 = debit/m3

h3 = tinggi air diatas peluap main dam (m)

H1 = tinggi dan permukaan lantai sampai puncak main dam (m)

g = percepatan grafitasi (9,81 m/de2)

h2 = tinggi dan permukaan lantai sampai muka air diatas peluap sub dam (m)

h2 = ( )1Fr *812

h 2 −+

h2 = tinggi air pada titik j atuh terl unan (m)

h1 = 1

1

vq

q1 = debit/m2 (m3/detik)

v1 = kecepatan air pada titik jatuh terjunan (m/detik)

( )311 h H2gv +=

Fr = 1

1

h*gv

c. Penampang Sub Dam

• Lebar puncak sub dam ditetapkan sama dengan lebar puncak main dam.

• Kemiringan badan sub dam bagian hulu dan hilir ditetapkan sama dengan

kemiringan badan main dam.

• Hitungan stabilitas untuk sub dam dibuat dengan prosedur dan kriteria yang

sama dengan main dam.

d. Tinggi Sub Dam

Tinggi sub dam ditetapkan dengan rumus:

H2 = (1/3 – 1/4) H

Dimana:

H2 = tinggi puncak sub dam dari dasar lantai (m)

H = tinggi main dam dari dasar lantai (m)

e. Pondasi Sub Dam

LAPORAN TUGAS AKHIR Perhitungan Penurunan Fungsi Pengendalian Banjir Bendungan PB. Soedirman (Mrica) Banjarnegara

58

BAB II DASAR TEORI 

Kedalaman pondasi sub dam ditentukan berdasarkan besarnya gerusan

(scouring).

Rumus empiris untuk menghitung gerusan:

T = 3/2 (h3 + H)

Dimana:

T = dalam gerusan (m)

h3 = tinggi peluapan pada sub dam (m)

f. Lantai

Tebal lantai ditetapkan antara 1,0 — 3,0 m, dengan memperhitungkan hal-hal

sebagai berikut:

• Aliran debris

• Gaya angkat

• Tinggi jatuh air

• Material dasar pondasi

g. Tembok Tepi

Tembok tepi dibuat untuk mencegah longsoran antara main dam dan sub dam.

Letak tembok tepi harus berada disebelah luar dari pengaruh air terjun. Elevasi

tembok tepi dibuat minimal sama dengan puncak sayap sub dam.