32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Embriogenesis Sistem Muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal berasal dari mesoderm embrionik yang terlihat pada kehamilan minggu ketiga. Suatu subtipe spesifik dari mesoderm disebut mesenkim berperan dalam pembentukkan tulang, tulang rawan, otot, tendon, dan jaringan ikat. Mesenkim tidak berdiferensiasi dan menetap sepanjang masa anak-anak sampai dewasa dan berperanan penting dalam penyembuhan fraktur (6). Bakal ekstremitas primitif muncul pada minggu keempat kehamilan. Bakal ekstremitas merupakan kantong ektoderm yang berisikan sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi pada akhir perkembangan minggu keempat (6). Bakal ekstremitas primitif terdiri atas suatu inti mesenkim yang berasal dari lapisan somatik mesoderm lempeng lateral yang akan membentuk tulang- 6

BAB II ntd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

neural tube defect

Citation preview

Page 1: BAB II ntd

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Embriogenesis Sistem Muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal berasal dari mesoderm embrionik yang terlihat pada

kehamilan minggu ketiga. Suatu subtipe spesifik dari mesoderm disebut

mesenkim berperan dalam pembentukkan tulang, tulang rawan, otot, tendon, dan

jaringan ikat. Mesenkim tidak berdiferensiasi dan menetap sepanjang masa anak-

anak sampai dewasa dan berperanan penting dalam penyembuhan fraktur (6).

Bakal ekstremitas primitif muncul pada minggu keempat kehamilan. Bakal

ekstremitas merupakan kantong ektoderm yang berisikan sel mesenkim yang tidak

berdiferensiasi pada akhir perkembangan minggu keempat (6).

Bakal ekstremitas primitif terdiri atas suatu inti mesenkim yang berasal dari

lapisan somatik mesoderm lempeng lateral yang akan membentuk tulang-tulang

dan jaringan penyambung anggota badan. Mesenkim memberi sinyal kepada

ektoderm di ujung anggota badan untuk menebal dan membentuk rigi ektodermal

apeks (REA). REA memberikan pengaruh induktif pada mesenkim di bawahnya,

sehingga perkembangan anggota badan berjalan dari arah proksimodistal (7).

Bakal ekstremitas primitif kemudian terbagi ke dalam beberapa segmen yaitu

bakal lengan atas, lengan bawah, tangan, paha, tungkai, dan kaki pada minggu

kelima dan keenam kehamilan. Bagian ujung tunas anggota badan menjadi pipih

membentuk lempeng tangan dan lempeng kaki dan dipisahkan dari segmen

proksimal oleh sebuah penyempitan melingkar pada mudigah berusia 6 minggu.

6

Page 2: BAB II ntd

7

Penyempitan kedua membagi bagian proksimal menjadi dua segmen dan bagian-

bagian utama anggota badan sudah mulai dapat dikenali. Jari-jari tangan dan kaki

terbentuk ketika kematian sel di REA memisahkan rigi menjadi lima bagian (7).

Pembentukkan jari-jari selanjutnya tergantung pada kelanjutan pertumbuhan

di bawah pengaruh kelima segmen rigi ektoderm, kondensasi mesenkim untuk

membentuk garis jari-jari kartilago, dan kematian jaringan yang ada di antara

garis jari-jari kartilago tersebut. Pembuatan pola jari-jari tergantung pada

sekelompok sel yang terletak di dasar anggota badan pada tepi posterior yang

dikenal sebagai zona aktivitas polarisasi (ZAP). Sel-sel ini menentukan gradien

morfogen yang melibatkan vitamin A dan gen homeoboks untuk menghasilkan

urutan jari yang normal (7).

Perkembangan anggota badan atas dan bawah sama tetapi morfogenesis

anggota badan bawah kira-kira 1-2 hari lebih lambat dari anggota badan atas.

Ekstremitas mengalami rotasi pada kehamilan minggu ketujuh. Anggota badan

atas memutar 900 ke lateral dan anggota badan bawah berputar 900 ke medial (7).

B. Patofisiologi Kelainan Bawaan

Berdasarkan patogenesis, kelainan bawaan diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Malformasi

Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau

ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Malformasi dapat

digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah

suatu kelainan struktur yang memerlukan pengelolaan yang serius, pengelolaan

Page 3: BAB II ntd

8

medis, pembedahan atau bedah plastik dan apabila tidak dikoreksi akan

menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.

Malformasi minor yaitu kelainan bawaan yang tidak memerlukan pengelolaan

khusus dan tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius. Malformasi

minor hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung,

ginjal, ekstremitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan

daun telinga, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple) adalah contoh

malformasi minor (1).

2. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga

merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang

normal. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus atau

faktor lain yang berasal dari ibu. Deformasi dapat timbul akibat faktor janin

seperti oligohidroamnion. Sebagian besar deformasi mengenai tulang, tulang

rawan dan sendi. Pertumbuhan abnormal sering terjadi pada bagian yang terkena

dan secara bertahap menghilang setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun

(1).

3. Disrupsi

Disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan.

Deformasi dan disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang

normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.

Penyebab tersering adalah sobeknya selaput amnion pada kehamilan muda (1).

Page 4: BAB II ntd

9

4. Displasia

Displasia adalah kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel

abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian besar

disebabkan mutasi gen. Displasia menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup

dan efek klinisnya akan menetap atau memburuk (1).

C. Kelainan Bawaan Ekstremitas Atas

Beberapa contoh kelainan bawaan ekstremitas atas:

1. Polidaktili jari tangan

Polidaktili adalah duplikasi di dalam sebuah bakal ekstremitas embrionik.

Penyebab polidaktili adalah gabungan antara faktor genetik dan etnis (8).

Kebanyakan polidaktili muncul pada bagian tepi tangan, mengenai ibu jari dan

jari kelingking (6). Prevalensi polidaktili berkisar antara 2-19 kasus per 10000

kelahiran hidup (8).

Gambar 2.4 Polidaktili jari tangan

Derajat keparahan polidaktili bervariasi. Bentuk polidaktili yang paling

sederhana berupa suatu massa jaringan lunak tambahan terhubung ke tangan

Page 5: BAB II ntd

10

melalui sebuah tangkai jaringan lunak (9). Polidaktili merupakan bagian dari

suatu penyakit umum seperti sindrom Patau (trisomi 13), sindrom Carpenter,

sindrom Ellis-van Creveld ,dan polisindaktili sehingga anomali kongenital lain

perlu dicari (10).

2. Sindaktili jari tangan

Sindaktili berasal dari bahasa Yunani, syn berarti bersama dan dactyly berarti

jari. Sindaktili adalah penyatuan kongenital 2 jari tangan karena kegagalan

pemisahan selama perkembangan embriologi biasanya antara minggu keenam dan

kedelapan kehamilan. Sindaktili merupakan deformitas ekstremitas atas yang

paling lazim dan lebih sering pada anak laki-laki dengan rasio 2:1. Jari tengah dan

jari manis menyatu merupakan kejadian yang paling sering (11).

Gambar 2.5 Sindaktili jari tangan (14)

Luas dan berat sindaktili bervariasi. Bentuk sindaktili yang sederhana ditandai

dengan adanya penyatuan jari-jari oleh kulit sedangkan pada bentuk yang

kompleks tulang menyatu dan tendon mengalami malformasi (6). Sindaktili jari

tangan biasanya bersamaan dengan kelainan lain, seperti sindaktili jari kaki.

Sindaktili juga merupakan bagian dari suatu kondisi yang lebih kompleks seperti

Page 6: BAB II ntd

11

sindrom Apert, sindrom Carpenter, trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21 dan

polisindaktili (6,10).

3. Ektrodaktili

Ektrodaktili atau deformitas capit lobster ditandai dengan celah medial telapak

tangan dalam dan jari tengah hilang (12,13). Kelainan bawaan ekstremitas ini

terjadi 1 per 90.000 kelahiran (13). Kelainan ini akibat kegagalan medial apikal

ektodermal dalam perkembangan tunas ekstremitas. Malformasi ini ditandai

dengan bentuk V atau U yang dalam dari defek sentral (14). Tangan nampak

seperti capit lobster pada kasus yang berat. Kelainan ini paling sering diturunkan

secara autosomal dominan, walapun dapat juga melalui autosomal resesif, terkait

kromosom X dan delesi serta duplikasi kromosom (15).

Gambar 2.6 Ektrodaktili jari tangan (16)

Ektrodaktili, displasia ektrodermal, dan celah palatum atau bibir merupakan

kelainan dari sindrom EEC (Ectrodactyly-ectodermal dysplasia-cleft lip or

Palate syndrome ). Sindrom EEC pertama kali dikemukakan oleh Cockayne pada

tahun 1936. Sindrom EEC merupakan kelainan bawaan yang diturunkan melalui

autosomal dominan (17).

Page 7: BAB II ntd

12

4. Clinodactyly

Clinodactyly berasal dari bahasa Yunani yaitu klinein yang berarti

membungkuk atau miring dan dactylos yang berarti jari. Clinodactyly merupakan

kelainan bawaan ekstremitas yang ditandai dengan adanya kelengkungan salah

satu jari ke arah yang berdekatan. Kelainan ini diwariskan dengan pola autosomal

dominan. Clinodactyly juga merupakan bagian dari suatu kondisi yang lebih

kompleks seperti Sindrom otopalatodigital tipe 2 (OPD2) dan trisomi 21 (18).

5. Radial clubhand

Kegagalan pembentukan seluruh atau sebagian tulang radius mengakibatkan

deviasi tulang-tulang karpal dan tangan ke arah radial. Berdasarkan pola

perkembangan proksimal ke medial ekstremitas embrionik maka kegagalan

pembentukan tulang radius diikuti ketiadaan atau hipoplasia tulang karpal radial,

metacarpal ibu jari, anomali otot thenar dan lengan bawah bagian radial. Kelainan

ini kurang lazim dan setengahnya bersifat bilateral (6).

D. Kelainan Bawaan Ekstremitas Bawah

Beberapa contoh kelainan bawaan ekstremitas bawah:

1. Talipes ekuinovarus kongenital (kaki pekuk)

Talipes ekuinovarus kongenital atau clubfoot adalah suatu deformitas yang

terjadi in utero (antara minggu ke 10 dan 12 kehamilan) dan meliputi deformitas

pada tungkai bawah, tungkai belakang, dan pergelangan kaki. Kata “ekuinovarus”

Page 8: BAB II ntd

13

merujuk pada fleksi plantar yang ekstrem dari pergelangan kaki (ekuinus) dan

angulasi kaki ke arah medial (varus) (6).

Gambar 2.1 Talipes ekuinaovarus kongenital

Talipes ekuinovarus kongenital adalah kasus yang lazim dengan insidens 1-3

per 1000 kelahiran hidup. Sekitar setengah penderita talipes ekuinovarus

kongenital mengalami talipes ekuinovarus kongenital bilateral. Anak laki laki

terkena dua kali lebih sering daripada anak perempuan dan lazim terjadi pada

orang Polinesia tetapi jarang pada orang Cina. Riwayat keluarga memegang

peranan dalam meningkatkan insidens talipes ekuinovarus kongenital 20-30 kali

bila dibandingkan populasi umum. Jika orang tua sehat mempunyai satu anak

dengan talipes ekuinovarus kongenital, maka kemungkinan anak kedua

mengalami kelainan meningkat menjadi 25% (6).

Kaki pekuk biasanya berasosiasi dengan kelainan lain. Kelainan lain yang

biasanya bersama dengan kaki pekuk seperti artrogriposis, mielomeningokel,

kelainan bawaan pada tulang belakang, penyakit neuromuskuler (sindrom

Charcot-Marie-Tooth), dwarfisme diastrofik, sindrom Larsen, dan anomali sistem

lain (6).

Page 9: BAB II ntd

14

2. Polidaktili jari kaki

Polidaktili ditandai dengan adanya kelebihan 1 atau lebih jari. Deformitas ini

relatif lazim terjadi dan biasanya melibatkan jari kaki kelima (19). Kelainan ini

terjadi pada sekitar 2 per 100 kelahiran. Sekitar 30% penderita mempunyai

riwayat keluarga dan sering ditemukan pada orang kulit hitam dibanding orang

kulit putih (20). Riwayat positif keluarga terjadi pada 10-30% kasus. Polidaktili

jari kaki bilateral terjadi pada 25-50% kasus (21).

Polidaktili biasanya berasosiasi dengan kelainan lain seperti polidaktili tangan

dan sindaktili jari kaki yang berdekatan. Duplikasi ibu jari kaki juga dapat terjadi

dan mungkin disertai dengan kelainan metatarsus (6,10).

Gambar 2.2 Polidaktili jari kaki (6)

Berdasarkan kriteria topografi, polidaktili jari kaki dibagi menjadi 3 kelompok

mayor : medial ray (preaxial), central ray (bagian tengah antara jari-jari) dan

lateral ray (postaxial) polidaktili (19,21). Setiap kelainan mayor selanjutnya

terbagi berdasarkan tingkat duplikasi yaitu tipe metatarsal, proksimal, middle, dan

tipe distal-phalangeal (21).

Page 10: BAB II ntd

15

3. Sindaktili jari kaki

Kelainan ini relatif lazim terjadi pada jari kaki kecil dan mungkin ada riwayat

keluarga. Sindaktili diklasifikasikan menjadi zigosindaktili dan polisindaktili.

Zigosindaktili disertai dengan selaput sempurna atau tidak sempurna. Selaput

sindaktili ini adalah hasil dari kegagalan degenerasi jaringan antara 2 jari atau

lebih. Zigosindaktili dapat juga terjadi fusi dari tulang (synostosis) biasanya

terjadi antara jari kaki kedua dan ketiga dan antara jari ketiga dan keempat (11).

Polisindaktili merupakan kelainan dengan adanya duplikasi jari kaki kelima serta

sindaktili antara jari kaki keempat dan kelima (10).

Gambar 2.3 Sindaktili jari kaki (6)

4. Kaki kalkaneovalgus

Kaki kalkaneovalgus adalah temuan yang relatif sering pada bayi baru lahir

dan merupakan akibat posisi dalam uterus. Kaki tampak hiperdorsifleksi dengan

abduksi kaki depan dan bertambahnya valgus tumit. Posisi yang khas adalah jari

kaki tungkai mengarah ke luar. Dorsum kaki dengan mudah berkontak dengan sisi

anterior tibia, kaki depan terabduksi, dan tumit menjadi valgus serta ditemukan

Page 11: BAB II ntd

16

torsi tibia eksterna (20-500). Gerakan pergelangan kaki menunjukkan plantar

fleksi normal atau hampir normal (10).

5. Adduktus metatarsus

Adduktus metatarsus atau varus metatarsal adalah suatu temuan yang lazim

pada bayi yang baru lahir dengan angka kejadian 2 per 1000 kelahiran hidup. Kaki

bagian depan mengalami inversi dan adduksi tetapi kaki bagian belakang dan

pergelangan kaki normal. Adduktus metatarsus mungkin disebabkan oleh

kedudukan intrauterin. Keadaan sesak di dalam uterin menyebabkan kaki terlipat

dalam posisi varus. Adduktus metatarsus biasanya muncul bersama displasia

perkembangan pangkal paha. Hal ini semakin mendukung teori sesak intrauterin

(6).

6. Talus vertikal kongenital

Talus vertikal kongenital merupakan deformitas yang jarang ditemukan. Talus

berada dalam posisi plantarfleksi yang jelas dan sendi talonavikulare mengalami

dislokasi dengan navikulare yang terletak dorsal dan lateral terhadap kaput tali.

Persendian talokalkaneus juga mengalami subluksasi dengan tulang kalkaneus

dalam posisi eversi dan plantarfleksi. Karakteristik klinis talus vertikal kongenital

adalah kaki nampak “ceper” atau permukaa plantar kaki mungkin konveks

sehingga memberikan gambaran rocker-bottom. Sebagian besar bayi yang terkena

talus vertikal kongenital mempunyai gangguan yang mendasari seperti malformasi

teratologi (mielodisplasia dan artogriposis multipleks kongenital) atau sindroma

seperti trisomi 18 (Sindrom Edward) (1,6).

Page 12: BAB II ntd

17

7. Displasia perkembangan pangkal paha

Displasia perkembangan pangkal paha (DDH/ developmental dysplasia of the

hip) dulu disebut sebagai “dislokasi pangkal paha kongenital”. DDH adalah

hilangnya hubungan artikulasi normal antara kaput femoris dengan astabulum

baik dislokasi ataupun subluksasi (6). DDH tejadi 1,5-10 per 1000 kelahiran hidup

dengan anak perempuan 6-8 kali lebih banyak darpada anak laki-laki. Pangkal

paha kiri lebih sering terlibat dibanding kanan dan 20% penderita mengalami

DDH bilateral. Faktor keturunan, ras, serta sosiologi turut berperan dalam insiden.

Dalam masyarakat yang kaki bayinya dibendung dengan pangkal paha dalam

posisi ekstensi serta adduksi, insiden DDH lebih tinggi (6).

Etiologi DDH adalah gabungan dari faktor genetik dan lingkungan. Kadar

estrogen uterin yang tinggi dan hormon relaksin ibu dapat memengaruhi

terjadinya DDH. Jaringan fetus perempuan lebih responsif terhadap pengaruh

hormonal daripada laki-laki. Faktor mekanis dalam rahim juga mempengaruhi

terjadinya DDH misalnya letak sungsang dan posisi janin in utero berhubungan

dengan insiden. Bayi pertama memiliki risiko lebih tinggi karena pengaruh dari

kesesakan intrauterin. Lebih dominannya DDH sisi kiri karena pada umumnya,

pangkal paha kiri janin berlawanan tulang belakang ibu, dengan paha adduksi (6)

8. Genu varum (kaki busur)

Varus adalah kata sifat yang menyatakan suatu deformitas yang angulasi

bagian tubuhnya menuju ke arah garis tengah sehingga bagian bawah tibia

membusur ke arah garis tengah (6). Kelainan ini merupakan kelainan yang lazim

terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun dan anak laki-laki mengalami genu varum

Page 13: BAB II ntd

18

2 kali lebih sering daripada anak perempuan. Genu varum biasanya terjadi

simetris (16). Genu varum fisiologik disebabkan kedudukan intrauterin (6).

Genu varum fisiologik biasanya mengalami resolusi spontan pada usia 2,5

tahun. Deformitas genu varum yang bertambah buruk setelah anak mulai berjalan

atau menetap setelah 2,5 tahun (6).

9. Genu valgum

Valgus adalah kata sifat yang menyatakan suatu deformitas yang angulasi

suatu bagian tubuhnya menjauhi garis tengah. Genu valgus lazim ditemukan pada

anak-anak berusia antara 2 dan 6 tahun. Kelainan biasanya bersifat simetris.

Keluhan meliputi penampilan yang tidak enak dipandang, kejanggalan, serta nyeri

samar-samar pada lutut atau kaki (6).

Genu valgum fisiologik atau ringan sering muncul saat usia 2 tahun biasanya

menyembuh secara spontan saat usia 8 tahun pada sebagian besar anak. Genu

valgum terjadi 3 kali lebih sering pada anak perempuan dari laki-laki (22).

E. Faktor Risiko

Faktor risiko kelainan bawaan terdiri dari 2 faktor yaitu faktor genetik dan

faktor lingkungan.

1. Kelainan genetik dan kromosom

Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh

atas kelainan bawaan pada anaknya. Pola pewarisan kelainan genetik ada yang

mengikuti hukum Mendelian yang dapat bersifat dominan (dominan traits) atau

Page 14: BAB II ntd

19

bersifat resesif (ressesive traits) dan ada yang terkait kromosom X (X-linked).

Penyelidikan peran genetik dalam kejadian kelainan bawaan sukar, tetapi adanya

kelainan bawaan yang sama dalam satu keturunan dapat membantu

menidentifikasi pola pewarisan kelainan genetik (2).

2. Faktor usia ibu

Usia ibu berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan pada janin.

Usia yang berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan adalah usia di

atas 35 tahun (2,23%) dan di bawah 19 tahun (1,06%) (4).

Usia ibu di bawah 19 tahun meningkatkan angka kejadian kelainan bawaan

dikaitkan dengan sedikitnya pengetahuan, sedikitnya dukungan sosial, dan

antenatal care yang kurang teratur bila dibandingkan dengan ibu yang usianya

lebih tua. Usia ibu di bawah 19 tahun juga dikaitkan dengan sosioekonomi dan

faktor gaya hidup (23).

Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terjadinya

kelainan kromosom walaupun tidak ada riwayat kelainan kromosom sebelumnya

dengan angka kejadian 1:400 (24). Usia ibu di atas 35 tahun berhubungan dengan

peningkatan signifikan terjadinya kelainan muskuloskeletal dan secara signifikan

pula menurunkan kejadian kelainan susunan saraf pusat dan kelainan dinding

perut (25). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa usia ibu lebih dari 35

tahun meningkatkan insiden dari perdarahan antepartum, kelainan letak janin,

kematian fetus intrauterin, dan berat bayi lahir rendah. Usia ibu lebih dari 35

tahun juga dikaitkan dengan kemungkinan adanya penyakit sistemik seperti

Page 15: BAB II ntd

20

diabetes mellitus dan hipertensi yang akan mengganggu pertumbuhan janin

intrauterin (24).

3. Faktor usia paternal

Angka kejadian kelainan bawaan juga berhubungan dengan usia paternal.

Usia paternal yang lebih dari 30 tahun berhubungan dengan peningkatan risiko

terjadinya kelainan bawaan jantung, fistula trakea esofagus, kelainan bawaan

ekstremitas, sindrom down dan kelainan kromosom lainnya. Ayah yang berusia di

bawah 25 tahun meningkatkan risiko terjadinya spina bifida, mikrosefalus,

polidaktili, sindaktili, dan clubfoot (26).

4. Paritas

Kejadian kelainan bawaan yang tertinggi menurut penelitian Made Prabawa

adalah paritas satu (79,4%) dan yang terendah adalah paritas empat (9%) (4).

Penelitian di Amerika dan Atlanta menunjukkan hasil yang berbeda dengan

penelitian yang dilakukan Made Prabawa di Semarang. Data yang dikeluarkan

American National Birth Defects Prevention menunjukkan bahwa multipara

(56,6%) lebih tinggi daripada primipara (43,4%) (27). Penelitian di Atlanta

menunjukkan bahwa kejadian kelainan bawaan dengan multigravid (70%) lebih

tinggi daripada primigravid (30%) (28).

5. Pekerjaan ibu

Pekerjaan ibu berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan. Hal ini

dikaitkan dengan bahan teratogenik yang digunakan saat ibu bekerja seperti

Page 16: BAB II ntd

21

pestisida, glycol ethers, logam berat dan anestesi inhalasi. Pekerjaan ibu seperti

obat teratogen, akan menyebabkan kelainan bawaan spesifik (29).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pekerjaan ibu yang

meningkatkan risiko kelainan bawaan ekstremitas adalah pekerjaan bertani,

pekerja kesehatan, penata rambut, pekerja tekstil, dan pekerja di pabrik sepatu

atau pabrik kulit. Bertani meningkatkan risiko terjadinya kelainan bawaan

ekstremitas dikaitkan dengan penggunaan pestisida (30).

6. Jenis kelamin

Berdasarkan penelitian Made Prabawa kejadian kelainan bawaan lebih banyak

terjadi pada bayi laki-laki (0,97%) daripada bayi perempuan (0,56%) (4). Angka

kejadian ini bisa berbeda bila kelainan bawaan dilihat satu per satu, misalnya

kelainan bawaan displasia pangkal paha dimana perempuan lebih tingi daripada

laki-laki (10).

7. Faktor mekanik

Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat

menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ

tersebut. Tekanan mekanik itu akibat kedudukan intrauterin janin yang

menyesuaikan dengan sempitnya uterus ibu. Faktor predisposisi dalam

pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu

organ. Contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti

talipes varus, talipes valgus, adduktus metatarsus, kaki kalkaneovalgus dan talipes

equinovarus (clubfoot) (2,6).

Page 17: BAB II ntd

22

8. Faktor infeksi

Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan bawaan ialah infeksi yang terjadi

pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi

pada trimester pertama dapat menimbulkan kelainan bawaan dan meningkatkan

risiko terjadinya abortus. Contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi

oleh virus Rubella. Bayi dari ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester

pertama dapat menderita katarak kongenital, kelainan sistem pendengaran dan

kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat

menimbulkan kelainan bawaan antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus dan

infeksi toksoplasmosis (2,7).

9. Faktor obat

Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester

pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan

bawaan pada bayi. Kurang lebih 2-3% kelainan janin disebabkan karena

penggunaan obat saat hamil (2).

Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan

kongenital ialah thalidomid. Thalidomid merupakan obat pertama yang dikenal

menimbulkan efek teratogen setelah terjadinya 5.000 korban yang

memperlihatkan cacat anggota badan yaitu pokomelia. Risiko teratogenik obat ini

tinggi sekali yaitu hampir 100% bila digunakan dalam masa organogenesis.

Thalidomid juga menyebabkan terjadinya polidaktili yang simetris (31). Obat anti

depresan imipramin berkaitan erat dengan angka kejadian cacat anggota badan

Page 18: BAB II ntd

23

(7). Pemakaian obat-obatan yang tidak perlu selama kehamilan khusunya

trimester pertama sebaiknya dihindari (2).

10. Faktor hormonal

Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan dengan kejadian kelainan

bawaan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes

melitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila

dibandingkan dengan bayi dari ibu yang normal (2).

11. Faktor radiasi

Riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat

mengakibatkan mutasi pada gen yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada

bayi yang dilahirkannya terutama pada awal kehamilan. Radiasi untuk keperluan

diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan

khususnya pada hamil muda. Pengobatan wanita hamil dengan sinar x atau radium

dosis tinggi akan menyebabkan kelainan bawaan seperti mikrosefali, spina bifida,

kebutaan, celah palatum, dan cacat anggota badan (7).

12. Faktor gizi

Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan pada binatang percobaan dapat

menimbulkan kelainan bawaan. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa

frekuensi kelainan bawaan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang

kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir

dari ibu yang baik gizinya. Penelitian pada binatang percobaan menunjukkan

Page 19: BAB II ntd

24

adanya defisiensi protein, vitamin A (ribofIavin), asam folat, thiamin dan lain-lain

dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital (2,7).

13. Asap rokok dan alkohol

Asap rokok dan alkohol termasuk zat kimia berbahaya. Pemakaian berlebihan

alkohol dapat mengakibatkan cacat pada anak yang dikandungnya berupa sindrom

alkohol fetus (Fetal alcohol syndrome). Sindrom alkohol fetus terdiri dari

mikrosefali, retardasi mental, retardasi pertumbuhan, fisura palpebra kecil, dan

telinga abnormal (31). Asap rokok dari orang lain dapat meracuni ibu hamil

walaupun ibu tersebut bukan perokok aktif karena asap rokok mengandung

berbagai bahan kimia yang teratogenik (2).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama hamil

meningkatkan angka kejadian kelainan bawaan ekstremitas. Pengaruh rokok

terhadap kelainan bawaan ekstremitas harus didasari adanya interaksi perubahan

gen dengan efek teratogenik dari rokok (29).

F. Pencegahan Kelainan Bawaan berdasarkan Faktor Risiko

Kelainan bawaan yang disebabkan faktor lingkungan dapat dicegah dengan

menghindari faktor lingkungan yang bersifat teratogenik. Pencegahan kelainan

bawaan yang berhubungan dengan faktor genetik dibagi menjadi pencegahan

primer dan sekunder. Pencegahan primer dilakukan sebelum konsepsi dengan

tujuan agar orang yang mempunyai risiko mempunyai kelainan genetik dapat

mencegah dengan menghindari faktor lingkungan yang berperan untuk

mengurangi angka kejadian mutasi genetik. Pencegahan sekunder kelainan

Page 20: BAB II ntd

25

bawaan meliputi uji tapis prenatal dan terminasi selektif. Uji tapis prenatal yang

dilakukan pada ibu yang berusia 35 tahun dan ibu dengan risiko tinggi akan

menurunkan angka kejadian kelainan bawaan sebanyak 30% (1).

Konseling genetik juga merupakan salah satu cara untuk pemberian informasi

pada orangtua atau keluarga penderita kelainan bawaan yang diduga mempunyai

faktor penyebab herediter tentang apa dan bagaimana kelainan yang dihadapi ,

pola penurunan, penatalaksanaan, prognosis, dan upaya pencegahan kelainan

bawaan. Tujuan konseling genetik adalah untuk mengumpulkan data-data medis

ataupun genetik dari pasien ataupun keluarga yang berpotensi dan menjelaskan

langkah-langkah yang dapat dilakukan. Konseling genetik di Indonesia belum

sesuai dengan definisi atapun skema kerja konseling genetik karena masih kurang

pencatatan data pribadi dalam bidang medis sehingga menyulitkan penelusuran

data untuk penelaahan analisis pedigree dan juga kendala dalam hal biaya, etik

moral serta budaya masyarakat kita (1).