28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Apotek 1. Definisi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim, 2009). Sarana dan prasarana di apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, apotek harus memiliki sarana prasarana meliputi yang meliputi ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur atau materi informasi, ruangan 4

BAB II magang apotek

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II magang apotek

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Apotek

1. Definisi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan

Kefarmasian, apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang

digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan

kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab

kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Anonim, 2009).

Sarana dan prasarana di apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No.1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek, apotek harus memiliki sarana prasarana meliputi yang

meliputi ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, tempat untuk mendisplai

informasi bagi pasien termasuk penempatan brosur atau materi informasi,

ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan

kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien, ruang racikan,

keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien (Anonim, 2004).

2. Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut:

a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah rnengucapkan

sumpah jabatan.

4

Page 2: BAB II magang apotek

5

b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk

pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Sarana penyalur perbekalan farrmasi yang harus mendistribusikan obat yang

diper1ukan masyarakat secara meluas dan merata.

d. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya

kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya (Syamsuni, 2006).

3. Visi dan Misi Apotek

Visi adalah sebuah impian atau cita-cita yang akan diperoleh pada masa

depan. Fungsi diperlukannya visi di dalam suatu apotek adalah:

a. Untuk memberikan arah kemana organisasi atau apotek harus menuju.

b. Untuk memberikan landasan motivasi.

c. Untuk menjadi landasan moral dan perilaku bagi setiap karyawan dalam

melaksanakan fungsi dan tugasnya.

Misi adalah tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai impian

pemiliknya. Fungsi diperlukannya misi adalah sebagai landasan utama dalam

membuat rencana bisnis apotek, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang (Umar, 2004).

4. Peran Apotek

Salah satu peranan apotek yaitu sebagai lembaga informasi obat baik

kepada rekan sejawat, tenaga kesehatan, maupun masyarakat umum tentang

efek manfaat dan toksik sediaan tertentu serta cara penggunaan atau

pemanfaatan dari alat kesehatan. Pemberian informasi kepada pasien atau

masyarakat dapat membangun suatu hubungan yang baik sehingga mengurangi

Page 3: BAB II magang apotek

6

dan menghindarkan kemungkinan terjadinya kesalahan penyerahan obat (Umar,

2004).

B. Tenaga Kefarmasian dan Kompetensinya

Dalam menetapkan struktur organisasi sebuah apotek, dapat disesuaikan

dengan tingkat kebutuhan dan besarnya volume aktivitas apotek, sehingga untuk

apotek yang volume aktivitasnya masih kecil dapat menggunakan bentuk struktur

organisasi yang lebih sederhana dengan melakukan perangkapan fungsi kegiatan,

selama resiko kerugian dapat dihindari dan dapat dikendalikan. (Umar, 2004).

Tenaga kefarmasian yang dimaksud pada PP No. 51 tahun 2009 terdiri atas:

1. Apoteker

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam menjalankan pekerjaan

kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan atau tenaga

teknis kefarmasian (Anonim, 2009).

Apoteker bertanggung jawab dalam pengelolaan apoetek dan apoteker

dalam pengolaannya harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan

pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi

antarprofesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,

kemampuan mengelola SDM secara efektif, belajar sepanjang karir dan

membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan

pengetahuan (Anonim, 2004).

Page 4: BAB II magang apotek

7

2. Tenaga Teknis Kefarmasian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 yang dimaksud

dengan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker

dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi,

dan tenaga menengah farmasi atau asisten apoteker.

Kewajiban asisten apoteker adalah sebagai berikut:

a. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standar

profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat serta melayani

penjualan obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter.

b. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang

diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman dan

rasional atas permintaan masyarakat.

c. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan identitas serta data

kesehatan pribadi pasien

d. Melakukan pengelolaan apotek meliputi:

1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,

penyimpanan dan penyerahan obat dan bahan obat.

2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan sediaan farmasi

lainnya.

3) Pelayanan informasi mengenai sediaan farmasi.

e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK)

yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang.

Page 5: BAB II magang apotek

8

C. Pekerjaan Kefarmasian

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang

Pekerjaan Kefarmasian, menyebutkan bahwa pekerjaan kefarmasian adalah

pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta

pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.

1. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi

a. Pemilihan

Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan

yang terjadi di masyarakat, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis obat,

menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,

standarisasi sampai menjaga dan memperbarui standar obat.

b. Perencanaan

Merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan

anggaran untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode

yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah

ditentukan. Perencanaan dilakukan dengan pengumpulan data-data obat yang

akan dipesan, dari buku defecta, peracikan maupun gudang, termasuk obat-obat

baru yang ditawarkan oleh supplier. Proses ini dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode sebagai berikut:

1) Metode Morbiditas, adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk

beban kesakitan (morbidity lead) yang harus dilayani.

Page 6: BAB II magang apotek

9

2) Metode Konsumsi, adalah perhitungan kebutuhan obat didasarkan pada

data riil konsumsi obat periode yang lalu. Penyesuaian jumlah kebutuhan

obat dengan alokasi dana dilakukan menggunakan metode sebagai berikut:

a) Sistem VEN, yaitu analisis menggunakan obat berdasarkan dampak

tiap jenis obat terhadap kesehatan, terbagi dalam tiga kelompok:

(1) Kelompok V (vital) adalah obat-obatan yang sangat esensial, antara

lain : obat penyelamat (live saving drug), obat-obatan untuk

pelayanan kesehatan pokok (misal: vaksin) dan obat-obatan untuk

mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian besar.

(2) Kelompok E (essensial) adalah obat-obatan yang bekerja kausal

yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit.

(3) Kelompok N (non essensial) adalah obat-obatan penunjang, yaitu

obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk

menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan.

b) Analisis ABC, yaitu analisis yang dilakukan dengan cara

mengelompokkan jumlah dana yang diserap untuk setiap jenis obat

dalam tiga kelompok:

(1) Klasifikasi A, merupakan butir persediaan yang mewakili 15% dari

total persediaan, tetapi mewakili 70-80% dari total biaya persediaan.

(2) Klasifikasi B, merupakan butir persediaan yang mewakili 30% dari

total persediaan, tetapi mewakili 15-25% dari total biaya persediaan.

Page 7: BAB II magang apotek

10

(3) Klasifikasi C, merupakan butir persediaan yang mewakili 55% dari

total persediaan, tetapi mewakili 5% dari total biaya persediaan

(Anonim, 1990).

c. Pengadaan atau Pembelian

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan

sediaan farmasi dan sumbangan atau hibah. Pengadaan sediaan farmasi harus

dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat sediaan farmasi. Tujuan

pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga yang layak,

dengan mutu yang baik, pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses

berjalan lancar dan tidak memerlukan tenaga serta waktu berlebihan.

Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan

perbekalan farmasi. Langkah proses pengadaan dimulai dengan mengamati

daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah masing-

masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan, memilih

metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja,

memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta

menyimpan kemudian mendistribusikan.

Macam-macam cara pengadaan yang dilakukan di apotek antara lain:

1) Pengadaan secara spekulasi, dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari

kebutuhan untuk mengantisipasi akan adanya kenaikan harga dalam waktu

dekat atau karena ada diskon atau bonus untuk pembelian jumlah besar.

Page 8: BAB II magang apotek

11

2) Pengadaan terencana, berkaitan dengan pengendalian persediaan barang

yang dilakukan dengan cara membandingkan jumlah pengadaan dengan

penjualan tiap kurun waktu.

3) Pengadaan secara intuisi, dilakukan pada sediaan farmasi yang

diperkirakan akan mengalami peningkatan permintaan dalam kurun waktu

tertentu, misalnya karena adanya pengaruh wabah suatu penyakit.

4) Konsinyasi, yaitu pemilik barang menitipkan barang kepada apotek.

Apotek hanya membayar barang yang terjual, sedangkan sisanya dapat

diperpanjang masa konsinyasinya. Cara seperti ini biasanya dilakukan pada

produk baru.

d. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi

yang telah diadakan sesuai aturan kefarmasian. Tujuan penerimaan adalah

untuk menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik

spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. Pada penerimaan barang

petugas yang menerima harus mencococokkan barang dengan faktur dan Surat

Pesanan (SP). Barang harus diperiksa jumlah, Expired Date (ED), jenis,

bentuk sediaan, nomor batch dan harga satuan (Anonim, 2004).

e. Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara

dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang

dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu

Page 9: BAB II magang apotek

12

sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab,

menjaga ketersediaan, memudahkan pencarian dan pengawasan.

Obat atau bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik

dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,

maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang

jelas pada wadah baru, wadah sekurang–kurangnya memuat nomor batch dan

tanggal kadaluwarsa. Semua obat harus disimpan pada kondisi sesuai, layak,

dan menjamin kestabilan bahan (Anonim, 2004).

f. Penyaluran

Pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau

penyaluran sediaan farmasi pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan

farmasi harus memenuhi ketentuan cara distribusi yang baik yang ditetapkan

oleh Mentri dan wajib dicatat oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan

fungsinya. Tenaga kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian dalam

fasilitas distribusi atau penyaluran (Anonim, 2009). Pengeluaran obat memakai

sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First In First Out) (Anonim,

2004).

g. Administrasi

Administrasi yang dilakukan apotek antara lain:

1) Administrasi Umum

Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan

dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Page 10: BAB II magang apotek

13

2) Administrasi Pelayanan

Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan

hasil monitoring penggunaan obat (Anonim, 2004).

h. Pengelolaan Obat Rusak dan Kadaluarsa

Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan terhadap

sediaan farmasi dan alat kesehatan yang :

1) Diproduksi tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.

2) Telah kadaluwarsa.

3) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan ayau

kepentingan ilmu pengetahuan.

4) Dicabut ijin edarnya.

5) Berhubungan dengan tindak pidana di bidang sediaan farmasi dan alat

kesehatan.

Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan dilaksanakan oleh

badan usaha yang memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi dan

alat kesehatan, dan atau orang yang bertanggung jawab atas sarana kesehatan

dan atau pemerintah. Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

dilaksanakan dengan memperhatikan dampak tehadap kesehatan manusia

serta upaya pelestarian lingkungan hidup.

Pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilaporkan

kepada Menteri. Laporan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan

sekurang–kurangnya harus memuat keterangan waktu dan tempat

pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan, nama

Page 11: BAB II magang apotek

14

penanggung jawab pelaksana pemusnahan sediaan farmasi dan alat kesehatan,

nama satu orang saksi dalam pelaksanaan pemusnahan sediaan farmasi dan

alat kesehatan (Anonim, 1998).

i. Pengelolaan Narkotika

Menurut UU No. 22 tahun 1997 narkotika adalah zat atau obat yang

berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetik maupun semi sintetik

yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, kehilangan

rasa, mengurangi sampai menghilangkan nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pelayanan

kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pengaturan narkotika

menurut pasal 3 bertujuan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau

pengembangan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan

narkotika, serta memberantas peredaran gelap narkotika.

Pengelolaan narkotika meliputi:

1) Pemesanan Narkotika

Apotek mendapatkan obat narkotika dari PBF yaitu Kimia Farma

dengan jalan menulis dan mengirimkan surat pesanan narkotika. Dalam satu

surat pesanan hanya dapat digunakan untuk satu nama obat, narkotika hanya

dapat dipesan pada PBF resmi yang ditunjuk oleh pemerintah. Surat pesanan

ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek kemudian dikirim ke PBF yaitu

Kimia Farma.

Page 12: BAB II magang apotek

15

2) Penyimpanan Narkotika

Narkotika di apotek wajib disimpan secara khusus. Sesuai dengan

ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam peraturan perundang-

undangan No. 28/MENKES/PER/I/1978 tentang tata cara penyimpanan

narkotika, bahwa :

a) Apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.

b)Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus dan tidak boleh

menyimpan barang selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri

Kesehatan.

c) Anak kunci lemari khusus dikuasai penanggungjawab atau pegawai lain

yang dikuasakan.

d)Lemari khusus harus ditaruh di tempat aman dan tidak terlihat oleh

umum. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

(1) Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat dengan

ukuran 40x80x100 cm3.

(2) Harus mempunyai kunci yang kuat.

(3) Dibagi dua masing-masing dengan kunci yang berlainan, bagian

pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidine dan garam-

garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan

untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.

(4) Lemari tersebut harus menempel pada tembok atau lantai (Anonim,

1978).

Page 13: BAB II magang apotek

16

3) Pelaporan Narkotika

Menurut Undang-Undang No. 22 pasal 11 ayat 2 tahun 1997, apotek

wajib menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan

dan atau pengeluaran narkotika yang ada di dalam penguasaannya kepada

Kepala Dinkes Daerah Tingkat I setempat dengan tembusan Kepala Dinkes

Tingkat II setempat, Kepala BPOM Provinsi setempat dan sebagai Arsip

(Anonim, 1997).

4) Pelayanan Resep Narkotika

Pelayanan resep yang mengandung narkotika menurut Undang-Undang

No. 22 tahun 1997 Tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika hanya

digunakan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu pengetahuan, narkotika

dapat diserahkan pada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep

dokter, apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar salinan

resep dokter. Resep narkotika harus digaris bawah dengan tinta merah. Resep

tersebut harus dipisahkan dengan resep lainnya dan dicatat di buku khusus

dengan catatan narkotika. Pencatatan meliputi tanggal, nomor resep, tanggal

pengeluaran, jumlah obat, nama pasien, alamat pasien, nama dan alamat dokter

penulis resep. Resep narkotika tidak boleh ada pengulangan, ditulis nama

pasien (tidak boleh dipakai untuk dokter), alamat pasien dan aturan pakai yang

jelas.

5) Pemusnahan Narkotika

Pemusnahan narkotika di apotek dalam UU RI No. 22 tahun 1997 pasal

60, dilakukan apabila narkotika diproduksi tanpa memenuhi standar dan

Page 14: BAB II magang apotek

17

persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam produksi,

kadaluarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan

dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta berkaitan dengan tindak

pidana.

Permenkes RI No. 28/MENKES/PER/1978 pasal 9 mengatur tentang

pemusnahan narkotika karena sebab diatas, yaitu : dilaksanakan oleh APA

dengan disaksikan oleh petugas Dinkes Kabupaten atau Kota serta membuat

berita acara pemusnahan yang sekurang-kurangnya memuat nama, jenis, sifat

dan jumlah narkotika yang dimusnahkan kemudian keterangan tempat, jam,

hari, tanggal, bulan, tahun pemusnahan, tanda tangan dan identitas lengkap

pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. Pemusnahan narkotika

harus dibuat berita acara pemusnahan paling sedikit rangkap tiga. Berita acara

tersebut harus dikirim kepada Kantor Dinas Kesehatan atau Kota dengan

tembusan kepada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM dan

sebagai arsip apotek (Anonim, 1978).

j. Pengelolaan Psikotropika

Menurut UU No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, psikotropika

adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis, bukan narkotika yang

bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Pengelolaan psikotropika meliputi:

Page 15: BAB II magang apotek

18

1) Pemesanan Psikotropika

Pemesanan psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 menggunakan

surat pemesanan khusus, dapat dipesan di apotek melalui PBF atau pabrik

obat. Surat pesanan ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek kemudian

dikirim ke PBF.

2) Penyimpanan Psikotropika

Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur dalam

perundang-undangan khusus. Obat-obat golongan psikotropika cenderung

lebih banyak disalahgunakan, maka diminta kepada semua sarana distribusi

obat (PBF, apotek, rumah sakit) agar menyimpan obat-obat golongan

psikotropika dalam suatu rak atau lemari khusus dan kartu stok psikotropika.

3) Pelaporan Psikotropika

Penggunaan psikotropika dimonitor dengan mencatat resep-resep yang

berisi psikotropika dalam buku register yang berisi nomor, nama sediaan,

satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa akhir

bulan dan keterangan. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 apotek wajib

membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang dilakukan

berhubungan dengan psikotropika kemudian dilaporkan kepada Menteri

Kesehatan secara berkala setiap tahun.

4) Pemusnahan Psikotropika

Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997 pemusnahan psikotropika dilakukan

bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar

dan persyaratan yang berlaku, bila sudah kadaluarsa dan tidak memenuhi

Page 16: BAB II magang apotek

19

syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu

pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan

disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat

kepastian.

2. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pelayanan Sediaan Farmasi

Pelayanan sediaan farmasi merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai

dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan atau meracik obat, memberikan

etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai

disertai sistem dokumentasi.

Tujuan dari pelayanan sediaan farmasi adalah mendapatkan dosis yang

tepat dan aman, menyediakan nutrisi bagi penderita yang tidak dapat menerima

makanan secara oral atau emperal dan menyediakan obat kanker secara efektif,

efisien dan bermutu serta menurunkan total biaya obat. Pelayanan yang harus

diberikan di apotek menurut Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004

adalah:

a. Pelayanan Resep

Pelayanan resep meliputi:

1) Skrining resep, yang terdiri dari persyaratan administratif, kesesuaian

farmasetik dan pertimbangan klinis.

a) Persyaratan administratif meliputi : nama, SIP dan alamat dokter,

tanggal penulisan resep, paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur,

jenis kelamin dan berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis dan

jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas dan informasi lainnya.

Page 17: BAB II magang apotek

20

b) Kesesuaian farmasetik meliputi : bentuk sediaan, dosis, potensi,

stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

c) Pertimbangan klinis meliputi : adanya alergi, efek samping, interaksi,

kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan

terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep

dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu

menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.

2) Penyiapan obat, meliputi:

a) Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,

mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan

peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan

dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang jelas dan benar.

b) Kemasan yang diserahkan harus rapi dan dapat menjaga kualitas obat.

c) Etiket, yaitu penulisan etiket harus jelas dan dapat dibaca.

d) Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan

akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat

dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling

kepada pasien dan tenaga kesehatan.

e) Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan

mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi

Page 18: BAB II magang apotek

21

obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara

penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi.

f) Konseling

Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi,

pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat

memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari

bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau

perbekalan kesehatan lainnya.

g) Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus

melaksanakan pamantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien

tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma dan penyakit kronis

lainnya (Anonim, 2004).