36
11 BAB II LANDASAN TEORI Kajian teori ini akan membahas beberapa bagian sebagai berikut: a) Teori Belajar terkait Program Praktik Kerja Lapangan (PKL), b) Program PKL, c) Evaluasi Program, d) Model Evaluasi Stake Countenance, e) Hasil Penelitian Relevan, f) Kerangka Berfikir. 2.1 Teori Belajar terkait Program PKL Terdapat dua teori belajar di tempat kerja yang pokok, terkait Program PKL, yaitu work-based learning dan situated learning. 2.1.1 Work-Based Learning (Pembelajaran Berbasis Kerja) Work-Based Learning (WBL) atau Pembelajaran Berbasis Kerja sebagai pendekatan pembelajaran memainkan peran dalam meningkatkan pengembangan program pendidikan di SMK. Belajar berbasis kerja adalah suatu strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai

BAB II LANDASAN TEORI - repository.uksw.edu · Pelaksanaan PKL juga dapat memberikan nilai tambah bagi SMK, seperti pemenuhan persyaratan akreditasi dan upaya pembangunan reputasi

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 11

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    Kajian teori ini akan membahas beberapa bagian

    sebagai berikut: a) Teori Belajar terkait Program Praktik

    Kerja Lapangan (PKL), b) Program PKL, c) Evaluasi

    Program, d) Model Evaluasi Stake Countenance, e) Hasil

    Penelitian Relevan, f) Kerangka Berfikir.

    2.1 Teori Belajar terkait Program PKL

    Terdapat dua teori belajar di tempat kerja yang

    pokok, terkait Program PKL, yaitu work-based learning

    dan situated learning.

    2.1.1 Work-Based Learning (Pembelajaran Berbasis

    Kerja)

    Work-Based Learning (WBL) atau Pembelajaran

    Berbasis Kerja sebagai pendekatan pembelajaran

    memainkan peran dalam meningkatkan pengembangan

    program pendidikan di SMK. Belajar berbasis kerja

    adalah suatu strategi pembelajaran yang

    memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat

    kerja untuk mempelajari materi pembelajaran berbasis

    sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan

    kembali di tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai

  • 12

    aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk

    kepentingan siswa. (Depdiknas, 2003:11).

    WBL menjadi tren dalam pendidikan SMK, karena

    mempengaruhi kepuasan pembelajar dan

    meningkatkan peran tutor dalam pembelajaran

    (Woltering, Herrler, Spitzer, & Spreckelsen, 2009:1131).

    “Credit for Work-based learning may begained in work

    related context within a module or programme of study

    offered or recognised by the university and its patners.”

    (Birmingham University, 2008:2). Bern dan Erikson

    (2001:8) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis

    kerja terintegrasi dengan materi di kelas untuk

    kepentingan para siswa dalam memahami dunia kerja.

    Raelin (2008:2) menyatakan bahwa, WBL secara

    ekspresif menggabungkan antara teori dengan praktik,

    pengetahuan dengan keterampilan. WBL mengakui

    bahwa tempat kerja menawarkan kesempatan yang

    banyak untuk belajar seperti di ruang kelas. Sistem

    magang/PKL merupakan salah satu bentuk WBL.

    Dalam sistem ini siswa belajar dengan seorang ahli

    atau maestro melalui pengamatan dan imitasi perilaku

    dan cara kerjanya dengan intens sehingga bisa

    mendapatkan pengalaman spesifik.

    Dari beberapa pendapat di atas, Work-Based

    Learning (WBL) atau Pembelajaran Berbasis Kerja

  • 13

    merupakan pendekatan pembelajaran yang

    menggabungkan antara teori dengan praktik,

    pengetahuan dengan dunia nyata, muncul karena

    adanya tuntutan untuk mencapai mutu pendidikan

    yang lebih tinggi, efisiensi dan keterkaitan pendidikan

    dengan pekerjaan. Teori WBL juga diperlukan karena

    menyediakan ketrampilan profesional untuk membantu

    peserta didik membuat transisi dari sekolah ke bekerja,

    dalam program pendidikan praktik yang dilaksanakan

    di industri.

    2.1.2 Situated Learning ( Pembelajaran Situasional)

    Situated Learning adalah merupakan teori belajar

    yang mempelajari gabungan pengetahuan dan

    keterampilan yang digunakan di dunia kerja (Brown,

    1998). Stein (1998:1) mengidentifikasi empat prinsip

    terkait dengan situated learning, yaitu: (1) belajar

    berakar pada kegiatan sehari-hari (everyday cognition),

    (2) pengetahuan diperoleh secara situasional dan

    transfer berlangsung hanya pada situasi serupa

    (context), (3) di samping pengetahuan deklaratif dan

    prosedural, belajar merupakan hasil dari proses sosial

    yang mencakup cara-cara berpikir, memandang

    sesuatu, pemecahan masalah, dan berinteraksi (4)

    belajar merupakan hal yang tidak terpisahkan dari

    dunia tindakan tetapi eksis di dalam lingkungan sosial

  • 14

    yang sehat dan komplek, yang meningkatkan aktor,

    aksi, dan situasi. Dari keempat prinsip ini, prinsip yang

    kedua yaitu lingkungan yang serupa dengan dunia

    kerja yang sebenarnya diperlukan oleh sekolah.

    Lingkungan belajar yang memberikan pengalaman

    siswa yang mendukung kerja di industri adalah

    lingkungan industri sendiri.

    2.2 Praktik Kerja Lapangan (PKL)

    2.2.1 Pengertian Praktik Kerja Lapangan (PKL)

    Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan syarat

    mutlak penyelenggaraan pendidikan vokasi di SMK. Hal

    inilah yang menjadi dasar utama bagi sebagian besar

    SMK dalam melaksanakan PKL. Program PKL bagi

    siswa SMK mulai dilaksanakan sejak dicanangkannya

    kurikulum 1994 dengan konsep magang. Seiring

    dengan beberapa kali pergantian kurikulum SMK maka

    istilah untuk program praktik bagi siswa SMK ini pun

    berubah-ubah disesuaikan dengan standar dari

    kurikulum yang berlaku pada saat itu. Mulai dari

    istilah Magang, PKL (Praktik Kerja Lapangan), Prakerin

    (Praktik Kerja Industri), OJT (On the Job Training), PSG

    (Pendidikan Sistem Ganda), dan saat ini istilah yang

    dipakai kembali menjadi PKL (Praktik Kerja Lapangan)

    sesuai dengan Pedoman Praktik Kerja Lapangan (PKL)

  • 15

    dari Direktorat Pembinaan SMK Direktorat Jenderal

    Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian

    Pendidikan dan Kebudayaan. (Direktorat Pembinaan

    SMK, 2017).

    Praktik kerja lapangan yang merupakan bagian

    dari kegiatan penerapan Program Pendidikan Sistem

    Ganda (PSG) adalah program wajib yang harus

    diselenggarakan oleh sekolah, khususnya SMK dan

    pendidikan luar sekolah serta wajib diikuti oleh siswa/

    warga belajar (Dikmenjur: 2008).

    Dipandang dari sudut pandang pendidikan,

    Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu

    muatan (content) kurikulum suatu lembaga pendidikan

    kejuruan. PKL tersebut dimaksudkan untuk

    memberikan wawasan praktis berdasarkan teori-teori

    yang dipelajari di SMK. (UU No. 20 Tahun 2003 tentang

    Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 36 ayat [3] huruf f jo

    Pasal 37 ayat [1]).

    Menurut Direktorat Pembinaan SMK,

    pembelajaran di Dunia Usaha/ Dunia Industri (Institusi

    Pasangan) adalah program PKL yaitu kegiatan

    pembelajaran praktik untuk menerapkan,

    memantapkan, dan meningkatkan kompetensi peserta

    didik. (Kemdikbud, 2017:2).

  • 16

    Sedangkan dari sudut pandang ketenagakerjaan,

    PKL adalah salah satu wujud pelatihan di tempat kerja

    (on the job training) atau OJT karena PKL hanya

    merupakan (salah satu) muatan kurikulum SMK maka

    ketentuan mengenai hak-hak/kewajiban-kewajiban

    siswa PKL dengan Institusi Pasangan (IP) diatur dan

    disepakati diantara para pihak. (Undang-undang Nomor

    13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 13 ayat

    [2]).

    Menurut Peraturan Menteri Perindustrian Nomor

    03/M-IND/PER/1/2017 tentang “Pedoman Pembinaan

    dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan

    Berbasis Kompetensi yang Link and match dengan

    Industri” dijelaskan bahwa praktik kerja lapangan

    adalah praktik kerja pada industri atau perusahaan

    sebagai bagian kurikulum pendidikan kejuruan untuk

    meningkatkan kompetensi.

    Dari berbagai pengertian di atas, dapat dipahami

    bahwa Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan

    penyelenggaraan praktek kerja di institusi kerja

    pasangan (perusahaan; jasa, dagang, industri), secara

    sinkron dan sistematis, bertujuan menghantarkan

    peserta didik pada penguasaan kemampuan kerja

    tertentu, sehingga menjadi lulusan yang

    berkemampuan relevan seperti yang diharapkan.

  • 17

    2.2.2 Tujuan Program Praktik Kerja Lapangan

    Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang diwujudkan

    dalam bentuk kerja di suatu perusahaan, dimaksudkan

    selain sebagai salah satu syarat tugas akhir bagi siswa

    SMK kelas XI atau kelas XII, PKL juga sebagai kegiatan

    siswa untuk mencari pengalaman kerja sebelum

    memasuki dunia kerja yang sesungguhnya.

    Pelaksanaan PKL juga dapat memberikan nilai

    tambah bagi SMK, seperti pemenuhan persyaratan

    akreditasi dan upaya pembangunan reputasi sekolah.

    Adapun tujuan diadakan pelaksanaan Praktik Kerja

    Lapangan (PKL) antara lain :

    1. Untuk memperkenalkan siswa pada dunia usaha 2. Menumbuhkan & meningkatkan sikap profesional yang

    diperlukan siswa untuk memasuki dunia usaha 3. Meningkatkan daya kreasi dan produktifitas tehadap siswa

    sebagai persiapan dalam menghadapi atau memasuki dunia usaha yang sesungguhnya

    4. Meluaskan wawasan dan pandangan siswa terhadap jenis-

    jenis pekerjaan pada tempat kerja. (Depdiknas , 2003: 2-3)

    Menurut Pedoman Penilaian Hasil Belajar pada

    SMK penerapan kurikulum 2013 Edisi Revisi yang

    berlaku secara nasional, memuat tujuan Praktik Kerja

    Lapangan (PKL) antara lain sebagai berikut :

    1. Mengaktualisasikan model penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi Pasangan (DU/DI) yang memadukan secara sistematis dan sistemik program pendidikan di sekolah (SMK) dan program latihan penguasaan keahlian di dunia kerja (DU/DI).

  • 18

    2. Membagi topik-topik pembelajaran dari Kompetensi Dasar yang dapat dilaksanakan di sekolah (SMK) dan yang dapat dilaksanakan di Institusi Pasangan (DU/DI) sesuai dengan sumber daya yang tersedia di masing-masing pihak.

    3. Memberikan pengalaman kerja langsung (real) kepada peserta didik dalam rangka menanamkan (internalize) iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan hasil kerja.

    4. Memberikan bekal etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan

    pasar kerja global. (Kemdikbud, 2015: 45).

    Sementara berdasarkan Pedoman Praktik Kerja

    Lapangan (PKL) tahun 2017 diuraikan tujuan PKL

    adalah:

    1. Memberikan pengalaman kerja langsung (real) kepada peserta didik dalam rangka menanamkan (internalize) iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan hasil kerja.

    2. Menanamkan etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan pasar kerja global.

    3. Memenuhi hal-hal yang belum dipenuhi di sekolah agar mencapai keutuhan standar kompetensi lulusan.

    4. mengaktualisasikan salah satu bentuk aktivitas dalam penyelenggaraan Model Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi Pasangan Du/Di yang memadukan secara sistematis dan sistemik.

    (Direktorat Pembinaan SMK, 2017: 4).

    Tujuan pembelajaran dengan Program PKL dalam

    perkembangannya dipengaruhi dinamika kehidupan

    masyarakat, dituntut untuk mampu mengantarkan

    peserta didik menjadi lulusan SMK yang memiliki

    pengetahuan, etos kerja, dan keterampilan yang

    memadai sebagai bekal untuk bersaing memasuki

    dunia kerja. (Surachim, 2016: 16).

  • 19

    Dari uraian di atas, diketahui bahwa tujuan dari

    Program PKL adalah untuk memperkenalkan siswa

    pada Dunia Usaha/ Dunia Industri (DUDI) dengan

    praktik kerja langsung di perusahaan ataupun di suatu

    instansi guna menumbuhkan dan meningkatkan sikap

    profesional yang diperlukan siswa untuk memasuki

    dunia kerja.

    2.2.3 Komponen Praktik Kerja Lapangan

    Menurut Surachim (2016: 57), Efektivitas PKL di

    SMK berkaitan dengan interaksi antara komponen-

    komponen yaitu; institusi pasangan, program

    pendidikan dan pelatihan bersama, kelembagaan

    kerjasama, nilai tambah dan jaminan keberlangsungan.

    Kontribusi yang sinkron dan dinamis dari setiap

    komponen pendukung diharapkan melahirkan

    pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuan

    pendidikan di SMK.

    a. Institusi Pasangan (IP)

    Institusi pasangan yaitu dunia usaha/ industri atau

    lembaga lainnya yang menjadi mitra SMK dalam

    Program PKL, yang terlibat langsung dalam

    kerjasama pelaksanaan PKL, meliputi; personil

    SDM, peralatan, bahan, waktu, penyusunan

    program, dan pendanaan, yang bertujuan agar

    peserta PKL dapat melaksanakan tugasnya sesuai

  • 20

    keahlian yang diminatinya, memperoleh pengalaman

    kerja, serta menerapkan disiplin kerja sesuai dengan

    kebutuhan pasar.( Surachim, 2016: 24).

    b. Program Pendidikan dan Pelatihan Bersama

    PKL adalah program pendidikan dan pelatihan

    bersama antara SMK dan IP-nya, disusun dan

    disepakati bersama, dilaksanakan dan dievaluasi

    bersama berdasarkan standar keahlian tamatan

    (Standar Profesi), standar pendidikan dan pelatihan,

    sistem penilaian dan sertifikasi. (Surachim, 2016:

    61).

    Program-program dalam kurikulum yang saat

    ini berlaku dan dikembangkan, disusun dengan

    mengacu pada Undang-Undang No. 20 Tahun 2003

    tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang

    mengutamakan penyiapan tamatan agar dapat

    memasuki lapangan kerja dan mengembangkan

    sikap profesional. Program pendidikan yang harus

    disepakati bersama tersebut paling tidak meliputi:

    1) Standar profesi (standar kemampuan tamatan)

    PKL sebagai bagian integral pengembangan

    sumberdaya manusia bertujuan untuk

    mempersiapkan peserta didik untuk dapat

    bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan ini

  • 21

    mengandung arti bahwa tamatan pendidikan

    sistem ganda harus memiliki kemampuan/

    kompetensi yang dipersyaratkan oleh dunia

    usaha/ industri, sehingga segala sesuatu yang

    berhubungan dengan perencanaan,

    penyelenggaraan dan penilaian pendidikan dan

    pelatihan harus mengacu pada pencapaian

    standar kemampuan profesional sesuai dengan

    tuntutan profesi. Oleh karena itu standar profesi

    harus memuat ukuran kemampuan dan

    menggambarkan kewenangan pada kurikulum

    masing-masing program studi.

    2) Standar pendidikan dan pelatihan

    Diperlukan suatu proses pendidikan dan

    pelatihan yang terstandar dengan ukuran materi,

    waktu dan metode pola pelaksanaan untuk

    mencapai kewenangan dan penguasaan standar

    kemampuan tamatan yang telah ditetapkan.

    Komponen pendidikan dan pelatihan kejuruan

    meliputi; teori kejuruan, praktik dasar kejuruan,

    dan praktik keahlian kejuruan. Standar

    pendidikan dan pelatihan diperlukan mengingat

    keberhasilan pembelajaran dalam dinamikanya

    harus selaras dengan kebutuhan sektor-sektor

  • 22

    pembangunan dan dunia kerja yang terus

    berkembang.

    3) Standar penilaian dan sertifikasi

    Pengujian terhadap siswa diperlukan untuk

    mengetahui keberhasilan dalam mencapai

    kemampuan sesuai dengan profesi yang telah

    ditetapkan. Bagi siswa yang telah menguasai

    kemampuan yang dipersyaratkan dinyatakan

    lulus dan dibekali dengan sertifikat dari tim

    penguji yang berasal dari pihak SMK, dunia

    usaha/industri, asosiasi profesi, dimana terdapat

    dua jenis penilaian yaitu penilaian hasil belajar

    dan penilaian penguasaan keahlian.(Surachim,

    2016: 61-65).

    2.2.4 Pedoman Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan

    Program PKL dalam kurikulum 2013 Edisi Revisi

    yang berlaku secara nasional, yang saat ini berlaku

    disusun dengan mengacu pada Undang-Undang No. 20

    Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang

    mengutamakan penyiapan tamatan agar dapat

    memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap

    profesional. Program PKL dalam penerapannya minimal

    menggunakan 4 standar dari 8 standar dalam Standar

    Nasional Pendidikan (SNP) sesuai Peraturan Pemerintah

    No. 13 Tahun 2015 yaitu; a) Standar kompetensi

  • 23

    Lulusan Pendidikan Menengah Kejuruan, b) Standar Isi

    Pendidikan Menengah Kejuruan, c) Standar Proses

    Pendidikan Menengah Kejuruan, d) Standar Penilaian

    Pendidikan Menengah Kejuruan. (Direktorat Pembinaan

    SMK, 2017:3).

    Pedoman PKL disusun dan dikembangkan untuk

    mendukung pola pengelolaan PKL yang akan atau

    sedang dijalankan agar lebih efektif. Pedoman berikut

    instrument didalamnya dapat digunakan sebagai SOP

    (Standar Operasional Prosedur) dalam penyelenggaraan

    Program PKL. Program PKL di SMK dilaksanakan

    berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagai

    berikut:

    1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

    3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.

    4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri.

    5. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI);

    6. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan dalam Rangka

  • 24

    Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia Indonesia.

    7. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 03/M-IND/PER/1/2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan Sekolah Menengah Kejuruan Berbasis Kompetensi yang Link and Match dengan Industri.

    8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 36 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemangangan di Dalam Negeri.

    9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor .... Tahun 2017 tentang Standar Komptensi Lulusan Pendidikan Menengah Kejuruan.

    10. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor .... Tahun 2017 tentang Standar Isi Pendidikan Menengah Kejuruan.

    11. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor .... Tahun 2017 tentang Standar Proses Pendidikan Menengah Kejuruan.

    12. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor .... Tahun 2017 tentang Standar Penilaian Pendidikan Menengah Kejuruan

    13. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 60 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Kejuruan/ Madrasah Aliyah Kejuruan.

    14. Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud No. 4678/D/KEP/MK/2016 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan.

    15. Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud No. 130/D/KEP/KR/2017 tentang Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah Kejuruan.

    (Direktorat Pembinaan SMK, 2017: 2-4).

    Sesuai dengan perkembangan jaman, aturan

    penyelenggaraan PKL diperbarui dengan penerapan

    Kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku secara

    nasional dengan penetapan pedoman penilaian PKL

    yang memuat aturan lebih teknis penyelenggaraan PKL

    yang meliputi; a) pencarian DUDI (Benchmark), b)

    perencanaan, c) seleksi, d) manajemen PKL, e)

  • 25

    monitoring dan evaluasi, dan f) penilaian, laporan dan

    penutupan program. (Kemdikbud, 2016: 18-22).

    Penyempurnaan aturan PKL oleh pemerintah terus

    dilakukan dengan diterbitkannya aturan terbaru yaitu

    Pedoman Praktik Kerja Lapangan (PKL) tahun 2017

    yang meliputi; a) pendahuluan, b) konsep dan pola

    praktik kerja lapangan, c) deskripsi program PKL yang

    memuat antara lain; (1) alur pelaksanaan PKL, (2)

    perencanaan program PKL, (3) pelaksanaan program

    PKL, (4) penilaian PKL. (Direktorat Pembinaan SMK,

    2017). Pedoman PKL sebagai Juknis PKL disusun

    dengan tujuan antara lain untuk; a) menyediakan

    rujukan yang jelas dan sederhana tentang Program PKL

    yang dapat digunakan untuk jangka panjang, b) sarana

    untuk untuk menyamakan pemahaman,

    mengakomodasi harapan dan kepentingan semua pihak

    yang terkait Program PKL, c) sarana untuk dapat

    melakukan monitoring, evaluasi dan perbaikan

    program, d) menyajikan instrumen-instrumen untuk

    penyelenggaraan PKL, e) bahan pembelajaran dan

    model untuk direplikasi (Good Practice Sharing).

    (Kemdikbud, 2016: 8).

    Pedoman PKL 2017 tersebut mengacu pada

    aturan kurikulum 2013 Edisi Revisi yang berlaku

  • 26

    secara nasional yang tertuang dalam Panduan

    Penilaian Hasil Belajar pada SMK yang berbunyi:

    “Memperhatikan Permendikbud Nomor 60 Tahun 2014, waktu pelaksanaan pembelajaran di Institusi Pasangan/Industri dapat dilakukan pada kelas XI atau kelas XII. Untuk menjamin keterlaksanaan program PKL maka dapat dilakukan alternatif pengaturan sebagai berikut: 1) Jika program PKL akan dilaksanakan pada semester 4 kelas XI, sekolah harus menata ulang topik-topik pembelajaran pada semester 4 dan semester 5, agar pelaksanaan PKL tidak mengurangi waktu untuk pembelajaran materi pada semester 4 sehingga sebagian materi pada semester 4 tersebut dapat ditarik ke semester 5. 2) Demikian juga sebagaimana pada butir 1) di atas, jika program PKL akan dilaksanakan pada semester 5 kelas XII, sekolah harus melakukan pengaturan yang sama untuk materi pembelajaran pada kedua semester tersebut. 3) Mengingat kebijakan UN yang tidak lagi menjadi salah satu faktor penentu kelulusan, maka program PKL dapat dilaksanakan sebelum UN pada semester 7 secara blok penuh selama 3 bulan (12 minggu) bagi SMK Program 4 Tahun.” (Direktorat Pembinaan SMK, 2015: 46).

    Dalam pelaksanaan Program PKL mencakup

    serangkaian fase yang membantu mengartikulasikan

    peran guru pengajar, guru pembimbing, peserta didik,

    dan pembimbing industri. Fase pembelajaran dalam

    Program PKL tersebut dilaksanakan dalam ruang

    lingkup PKL yang meliputi:

    1. Tahap I: Pengamatan. Peserta didik mengamati kinerja dari suatu kegiatan di tempat PKL kemudian merencanakan mengartikulasikannya dalam suatu kegiatan nyata/riil.

    2. Tahap II: Meniru tindakan (approximating). Peserta didik meniru tindakan yang dilakukan oleh staf Du/Di/ pembimbing industri. Peserta didik mencoba melakukan kegiatan seperti yang dilakukan oleh ahli dan membandingkannya

  • 27

    3. Tahap III: Kerja dalam bantuan dan pengawasan. Peserta didik mulai bekerja secara lebih rinci dibawah pengawasan dan bantuan pembimbing industri. Mereka bekerja sesuai dengan standar tempat kerja. Kemampuan peserta didik meningkat melalui bantuan ahli atau pembimbing industri.

    4. Tahap IV: Bekerja Mandiri (Self-directed Learning). Peserta didik hanya minta bantuan jika diperlukan. Peserta didik mencoba tindakan nyata di dunia kerja Du/Di, namun tetap membatasi dirinya untuk lingkup tindakan di lapangan yang dipahami. Peserta didik melakukan tugas yang sebenarnya dan hanya mencari bantuan bila diperlukan dari ahli.

    5. Tahap V: Aktualisasi dan eksplorasi. Peserta didik melakukan aktualisasi dan eksplorasi dalam penerapan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimiliki. Dalam tahap ini peserta didik memberikan tanggapan terhadap pengembangan metode kerja, prosedur kerja, formula dan hal lain yang digunakan di Du/Di. (Hansman, 2001: 47)

    Guna merealisasikan pembelajaran dalam Program

    PKL yang efektif dan efisien, setiap sekolah melakukan

    penyusunan program pembelajaran yang dilakukan di

    sekolah dan di Institusi Pasangan/ DUDI. Sekolah

    menyusun program PKL yang memuat sejumlah

    Kompetensi Dasar yang akan dipelajari peserta didik di

    dunia kerja. KD yang tidak dapat dilakukan

    pembelajarannya di industri wajib dilaksanakan di

    sekolah. (Direktorat Pembinaan SMK, 2017:20).

    Penyusunan Program PKL melibatkan praktisi ahli

    yang berpengalaman di bidangnya untuk memperkuat

    pembelajaran dengan cara pembimbingan. PKL disusun

    bersama antara sekolah dan industri yang menjadi

  • 28

    Institusi Pasangan dalam rangka memenuhi kebutuhan

    peserta didik, sekaligus merupakan wahana bagi DUDI

    untuk berkontribusi dalam upaya pengembangan

    sumber daya manusia. Rancangan Program PKL

    sebagai bagian integral dari program pembelajaran

    perlu memperhatikan kesiapan Institusi Pasangan. Hal

    ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan, penempatan

    peserta didik tepat sasaran.

    2.3 Evaluasi Program

    2.3.1 Pengertian Evaluasi Program

    Menurut Arikunto dan Jabar (2014:7), evaluasi

    program merupakan penelitian evaluatif yang

    dimaksudkan untuk mengetahui akhir dari sebuah

    program kebijakan, yaitu mengetahui hasil akhir dari

    adanya kebijakan dalam rangka menentukan

    rekomendasi kebijakan atas kebijakan yang lalu dengan

    tujuan untuk menentukan kebijakan selanjutnya.

    Evaluasi program adalah metode sistematik untuk

    mengumpulkan, menganalisis, dan memakai informasi

    untuk menjawab pertanyaan dasar mengenai program.

    Semua program perlu dievaluasi untuk menentukan

    apakah layanan atau intervensinya telah mencapai

    tujuan yang ditetapkan. (Wirawan, 2011: 17).

  • 29

    Menurut Gall, Gall and Borg (2007:559)

    “educational evaluation is the process of making

    judgments about the merit, value, or worth of educational

    programs”. Dapat diartikan bahwa evaluasi pendidikan

    adalah proses membuat penilaian tentang prestasi,

    nilai, atau nilai program pendidikan

    Lebih lanjut Stufflebeam, Madaus dan Kellaghan

    (2002:280) menerangkan bahwa evaluasi program

    merupakan:

    “...the process ofdelineating, obtaining, reporting, and applying descriptive and judgmental information about some object’s meritand worth in order to guide decision making, support accountability, disseminate effective practices, and increase understanding of the involved phenomena”.

    Proses menggambarkan, pelaporan dan menerapkan

    informasi deskriptif dan mempertimbangkan beberapa

    obyek prestasi dan layak untuk dasar pengambilan

    keputusan, mendukung akuntabilitas, menyebarkan

    praktek-praktek yang efektif, dan meningkatkan

    pemahaman fenomena program.

    Dari beberapa pengertian evaluasi program di atas

    dapat dipahami bahwa evaluasi program adalah

    rangkaian kegiatan pengumpulan informasi tentang

    keterlaksanaan suatu program sehingga diperoleh fakta

    pelaksanaan, sehingga dapat digunakan sebagai

    masukan dalam menentukan pilihan dalam

    pengambilan sebuah keputusan.

  • 30

    2.3.2 Tujuan Evaluasi Program

    Secara umum kita kenal ada dua macam tujuan

    evaluasi, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

    Tujuan umum diarahkan pada program secara

    keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan

    pada masing-masing komponen. Menurut Arikunto dan

    Jafar (2010:19) tujuan evaluasi program adalah untuk

    mengetahui seberapa efektif program yang sudah

    dilaksanakan, sedang tujuan kususnya adalah

    mengetahui seberapa tinggi kinerja masing-masing

    komponen sebagai faktor penting yang mendukung

    kelancaran proses dan pencapaian tujuan.

    Tujuan diadakannya evaluasi program adalah

    untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan

    langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program,

    karena evaluator program ingin mengetahui bagaimana

    pelaksanaan komponen dan subkomponen program,

    dan apa sebabnya jika belum terlaksana. (Arikunto dan

    Jabar, 2014:18).

    Kirkpatrick (2006:17) menambahkan ada tiga

    alasan mengapa diperlukan evaluasi program, yaitu; a)

    untuk menunjukan eksistensi dan dana yang

    dikeluarkan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran

    program yang dilakukan, b) untuk memutuskan

    apakah kegiatan yang dilakukan akan diteruskan atau

  • 31

    dihentikan, c) untuk mengumpulkan informasi

    bagaimana cara untuk mengembangkan program di

    masa mendatang.

    Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat

    dilakukan berdasarkan hasil evaluasi sebuah program,

    yaitu; a) menghentikan program, karena dipandang

    bahwa program tersebut tidak ada manfaatnya atau

    tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan, b)

    merevisi program, karena ada bagian-bagian yang

    kurang sesuai dengan harapan (terdapat kesalahan

    tetapi hanya sedikit, c) melanjutkan program, karena

    pelaksanaan program sudah berjalan sesuai dengan

    harapan dan memberikan hasil yang bermanfaat, d)

    menyebarluaskan program, karena program berhasil

    dengan baik maka sangat baik jika dilaksanakan lagi di

    tempat dan waktu yang lain. (Arikunto dan Jabar,

    2014:22).

    Dalam merancang dan mendesain evaluasi,

    evaluator harus menentukan model evaluasi apa yang

    akan dipergunakan. Menurut Wirawan (2011: 80-124)

    terdapat berbagai model evaluasi program yaitu: a)

    model evaluasi berbasis tujuan, b) model evaluasi bebas

    tujuan, c) model evaluasi formatif, d) model evaluasi

    sumatif, e) model evaluasi CIPP, f) model evaluasi

    adversari, g) model evaluasi stake countenance, h)

  • 32

    model evaluasi ketimpangan, i) model evaluasi sistem

    analisis, j) model evaluasi bangku ukur, k) model

    evaluasi kotak hitam, l) model evaluasi konosursip dan

    kritikisme, m) model evaluasi terfokus utilisasi, n)

    akreditasi, o) theory-driven evaluation model, dan p)

    model evaluasi semu.

    Selanjutnya, dalam penelitian ini lebih fokus pada

    salah satu dari model-model evaluasi di atas, yaitu

    model evaluasi stake countenance (Countenance

    Evaluation Model).

    2.4 Model Evaluasi Program Stake Countenance

    (Countenance Evaluation Model)

    2.4.1 Pengertian Evaluasi Model Stake Countenance

    Menurut Arikunto dan Jabar (2014:43), evaluasi

    stake countenance merupakan jenis evaluasi program

    yang dianggap cukup memadai dalam menilai program

    secara kompleks. Model ini dikembangkan oleh Robert

    Stake. Kata Countenance berasal dari kata bahasa

    Inggris yang berarti menyetujui atau persetujuan.

    Sedangkan secara istilah evaluasi countenance berarti

    evaluasi yang menekankan pelaksanaan deskripsi dan

    penilaian. Kaitan arti dengan asal kata tersebut adalah

    pada pertimbangan yang diperoleh dari evaluator

  • 33

    sehingga menimbulkan keputusan atau persetujuan

    tentang suatu hal.

    Perhatian utama Stake (2004:376) adalah

    orientasi sekitar program pendidikan bukan pada

    produk pendidikan karena nilai produk tergantung

    pada penggunaan program. Stake memperkenalkan

    konsep evaluasi yang berorientasi pada sifat dinamis

    dan kompleks pendidikan, yang efektif untuk tujuan

    beragam dan penilaian dari praktisi.

    Model Countenance adalah model pertama

    evaluasi kurilulum. Tujuan dari model Stake

    Countenance adalah melengkapi kerangka untuk

    pengembangan suatu rencana penilaian kurikulum.

    Stake mendasarkan modelnya pada evaluasi formal,

    suatu kegiatan evaluasi yang sangat tergantung pada

    pemakaian “checklist, structured visitation by peers,

    controlled comparisons, and standardized testing of

    students” (Hasan, 2008:207). Dalam hal checklist

    disebutkan bahwa terdapat lima ketegori yaitu; a)

    obyektivitas atau tujuan evaluasi, b) spesifikasi

    program meliputi filsafat pendidikan yang dianut pada

    mata pelajaran, tujuan pembelajaran, dan lain

    sebagainya, c) outcome program, seperti pengalaman

    belajar, pencapaian hasil siswa, d) hubungan dan

    indikator mencakup kongruensi kenyataan dan

  • 34

    harapan, kontingensi meliputi sebab akibat, e)

    judgment nilai. Oleh karena itu model stake

    countenance bersifat arbitraty dan tidak perlu dianggap

    sebagai suatu yang mutlak. (Hasan, 2008:201)

    Menurut Arikunto dan Jabar, 2014:43, evaluasi

    model stake countenance terdiri dari tiga tahapan yaitu;

    masukan (antecedents), proses (transactions), dan

    dampak/hasil (outputs/outcomes). Penekanan model

    ini adalah bahwa suatu evaluasi menekankan

    adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu

    melakukan penggambaran (description) dan

    pertimbangan (judgement) mengenai sesuatu yang

    dievaluasi. Anteseden merujuk pada kondisi yang ada

    (persyaratan awal) sebelum implementasi program dan

    yang terkait dengan outcome. Transaksi adalah

    pergantian aktivitas yang membentuk proses (dengan

    kata lain, proses pembelajaran atau aspek pendidikan

    pada program). Outcome, merujuk pada hasil belajar

    siswa. Outcome mencakup hasil-hasil langsung, jangka

    panjang, di bidang kognitif maupun afektif, baik yang

    bersifat individual maupun sosial.

    Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa model

    evaluasi Stake Countenance adalah model penelitian

    yang menekankan tiga komponen utama yaitu;

    masukan (antecedens), proses (transaction) dan dampak

  • 35

    (outcomes) dengan memperhatikan kesesuaian dan

    ketergantungan antar komponen, dengan cara

    melakukan langkah pekerjaan evaluasi yaitu deskripsi,

    kemudian berdasarkan hasil deskripsi evaluator

    melakukan pertimbangan, membandingkannya dengan

    kondisi yang diharapkan. (Arikunto dan Jabar,

    2014:54).

    Berikut ilustrasi model evaluasi Stake Countenance

    RASIONAL

    MAKSUD PENG-AMAT-

    AN

    STAN-DAR

    PENI-LAI-AN

    ANTESEDEN

    TRANSAKSI

    DAMPAK

    MATRIK DESKRIPSI

    MATRIK PERTIMBANG-

    AN

    Gambar 1 Representasi grafis model Stake Countenance

    (Sumber: Arikunto & Jabar, 2014: 43).

    2.4.2 Manfaat Evaluasi Model Stake Countenance

    Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh

    dari pelaksanaan evaluasi model countenance adalah;

    a) memberikan gambaran yang menyeluruh tentang

    suatu program, mulai dari konteks awal hingga hasil

    yang dicapai, b) lebih komprehensif, lebih lengkap

    dalam menyaring informasi, c) adanya pertimbangan

    terhadap standar, evaluasi tidak hanya mengukur

  • 36

    keterlaksanaan program sesuai rencana, akan tetapi

    juga dapat mengetahui ketercapaian standar yang

    telah ditentukan, d) adanya pertimbangan dari

    sekelompok orang yang berkualifikasi di bidangnya,

    evaluator dapat mengetahui hambatan atau faktor-

    faktor yang mempengaruhi ketercapaian program

    (Hasan, 2008: 208).

    Model Stake Countenance dimaksudkan guna

    memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan,

    diolah untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan

    oleh stakeholder sehingga penilai harus mengumpulkan

    data deskriptif yang lengkap, antara lain tentang hasil

    belajar siswa dan data pelaksanaan PKL, dan

    hubungan antara kedua faktor tersebut. Di samping itu

    penilai harus mengumpulkan data pertimbangan-

    pertimbangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam

    Program PKL sehingga diketahui hambatan-hambatan

    Program PKL yang sudah berjalan dan alternatif

    pemecahannya.

    2.4.3 Langkah-langkah Evaluasi Model Stake

    Countenance

    Menurut Stake, evaluator harus melakukan dua

    perbandingan, yaitu; a) membandingkan kondisi hasil

    evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di

    program lain, dengan objek sasaran yang sama, b)

  • 37

    membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program

    dengan standar yang diperuntukkan bagi program yang

    bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan

    dicapai. (Arikunto dan Jabar, 2014:44).

    Langkah-langkah evaluasi Stake Countenance

    dilakukan dengan acuan matriks Countenance Stake

    Model, yang terdiri atas dua matriks. Matriks pertama

    dinamakan Matriks Deskripsi dan yang kedua

    dinamakan Matriks Pertimbangan. Matriks

    Pertimbangan baru dapat dikerjakan oleh evaluator

    setelah Matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks

    Deskripsi terdiri atas kategori maksud (intent) dan

    observasi. Matriks Pertimbangan terdiri atas kategori

    standard dan penilaian. Matrik deskripsi

    diklasifikasikan menjadi intent (maksud) dan observasi

    (pengamatan). Maksud (intent) mencakup tujuan

    program – tidak hanya outcome yang diinginkan terjadi

    pada siswa, namun juga outcome yang direncanakan

    untuk kondisi lingkungan. Ada dua cara utama untuk

    memproses data evaluasi deskriptif yaitu a) dengan

    berusaha menemukan kontingensi/ ketergantungan di

    antara anteseden, transaksi, dan outcome; dan b)

    berusaha menemukan kongruensi/ kesesuaian antara

    maksud dan observasi. Data tentang program dianggap

    sesuai jika apa yang diinginkan benar-benar terjadi,

  • 38

    meskipun Stake mengakui bahwa tidak mungkin

    semua antesenden, transaksi, dan outcome yang

    diinginkan akan terjadi seperti yang diinginkan.

    Dengan merujuk pada data transaksi, Stake

    menegaskan bahwa evaluator harus mengamati dan

    mencatat dengan cermat data yang berasal dari proses

    transaksi dan interaksi. Hubungan diantara variabel

    memiliki signifikansi khusus pada evaluator. Matrik

    pertimbangan mencakup standar yang digunakan

    untuk membuat penilaian maupun penilaian aktual itu

    sendiri. Perlu dicatat bahwa kotak terpisah yang berada

    di sebelah kiri disebut rationale (alasan). Menurut

    Stake, evaluasi tidak lengkap tanpa pernyataan tentang

    alasan program. Pernyataan ini menunjukkan latar

    belakang filosofis dan tujuan dasar program dan

    memberi dasar untuk mengevaluasi maksud dari

    program itu sendiri. Penilaian dan proses mendapatkan

    manfaat suatu program karena merupakan bagian

    integral dari model tersebut. Ada dua standar untuk

    menilai karakteristik program pada Countenance Model

    yaitu; (a) mengevaluasi program berdasarkan standar

    absolut yaitu standar yang mencerminkan pendapat

    pribadi yang terkait dengan rencana program atau (b)

    standar relatif yaitu standar yang mencerminkan

    program serupa lainnya. (Hasan, 2008: 208-212)

  • 39

    Evaluator harus memberikan pertimbangan

    mengenai kongruen (kesesuaian) yang terjadi antara

    rencana dengan kenyataan di lapangan. Evaluator juga

    harus memperhatikan kontingensi/ ketergantungan

    yang terdiri atas kontingensi logis dan kontingensi

    empirik. Kontingensi logis adalah hasil pertimbangan

    evaluator terhadap keterkaitan atau keselarasan logis

    antara kotak anteseden dengan transaksi dan hasil. Ini

    adalah pertimbangan pertama yang harus dilakukan

    evaluator. Sedangkan kontingensi empirik adalah hasil

    pertimbangan evaluator terhadap keterkaitan atau

    keselarasan empirik antara kotak anteseden dengan

    transaksi dan hasil berdasarkan data lapangan.

    (Hasan, 2008: 208-212)

    Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh

    dalam melaksanakan evaluasi countenance tercakup

    dalam empat langkah pasti berdasarkan matriks yang

    ada, yaitu; (a) sehubungan dengan kategori maksud,

    evaluator dapat melakukan studi dokumen atau

    wawancara kepada pengembang program, baik

    berhubungan dengan anteseden (persyaratan awal),

    transaksi (proses) serta hasil (dampak). Pada langkah

    ini evaluasi dalam hal pembelajaran dapat dilakukan

    dengan mempersiapkan rencana yang dituangkan

    dalam silabus dan RPP, (b) sehubungan dengan

  • 40

    kategori pengamatan, evaluator harus mengadakan

    analisis kongruen (perbedaan), yaitu menganalisa

    implementasi dari rencana pada intent (maksud),

    apakah sesuai atau terjadi penyimpangan. Jika terjadi

    penyimpangan faktor-faktor apa yang

    menyebabkannya, (c) tugas evaluator berikutnya adalah

    memberikan pertimbangan mengenai program yang

    sedang dikaji, oleh karenanya perlu standar yang dapat

    diperoleh dari sekolah, (d) dan yang terakhir adalah

    memberi pertimbangan terhadap hasil dari analisis

    ketiga kategori sebelumnya. (Hasan, 2008: 208-212)

    2.4.3 Kelebihan dan Kekurangan Evaluasi Model

    Stake Countenance

    Menurut Hamid Hasan, (2008:212) kelebihan dari

    evaluasi model countenance antara lain; a) memiliki

    pendekatan yang holistic yang bertujuan memberikan

    gambaran yang sangat detail atau luas terhadap

    suatu proyek, mulai dari konteknya hingga saat proses

    penerapannya b) upaya untuk mendeskripsikan

    kompleksitas program sebagai realita yang mungkin

    terjadi, lebih komprehensif atau lebih lengkap

    menyaring informasi, c) mampu memberikan dasar

    yang baik dalam mengambil keputusan dan kebijakan

    maupun penyusunan program selanjutnya, d) dengan

    adanya pertimbangan evaluasi dapat mengetahui

  • 41

    ketercapaian standar yang telah ditentukan serta dapat

    mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat

    ataupun mendukung keberhasilan program. Sedangkan

    menurut Robinson (2006) kelebihan model stake

    countenance yaitu bahwa model tersebut memiliki

    kehati-hatian dalam memberikan judgment mengenai

    nilai aspek yang bervariasi. Model ini juga dapat

    memfasilitasi sebuah pemahaman yang mendalam

    mengenai semua aspek program pembelajaran, yang

    tidak hanya memungkinkan evaluator untuk

    menentukan out come pembelajaran, tetapi juga

    menunjukkan alasan dan konsekuensi dampaknya.

    Model ini memberikan dasar yang kuat untuk

    memberikan rekomendasi dan judgment yang menarik

    atas nilai sebuah pembelajaran

    Sedangkan beberapa kelemahan dari evaluasi

    model countenance adalah; a) terlalu mementingkan

    proses seharusnya daripada kenyataan di lapangan, b)

    cenderung fokus pada rasional/ alasan manajemen

    daripada mengakui kompleksitas realitas empiris, c)

    penerapan dalam bidang pembelajaran di kelas

    mempunyai tingkat keterlaksanaan yang kurang tinggi.

    (Hamid Hasan, 2008:212).

    Berdasarkan kelebihan dan kelemahan dari model

    evaluasi stake countenance tersebut, khususnya untuk

  • 42

    mengevaluasi program pendidikan sekolah di luar kelas

    seperti Program PKL dianggap lebih tepat jika

    menggunakan model stake countenance tersebut.

    2.5 Hasil Penelitian yang Relevan

    Penelitian mengenai Program PKL dengan model

    evaluasi Stake Countenance jarang dilakukan.

    Penelitian yang dilakukan oleh Muliati A.M.

    (2005/2007) dalam promosi doktornya di UNJ;

    Basically Dual System of Education of Vocational High

    School is educational training system for vocational

    competence that is conducted in vocational schools and

    business work to produce middle level workers with

    special skills. Pada dasarnya Pendidikan Sistem Ganda

    pada SMK adalah sistem pendidikan dan pelatihan

    untuk memperoleh kemampuan tertentu, pembelajaran

    di SMK dan bekerja di perusahaan untuk menghasilkan

    tenaga kerja tingkat menengah yang mempunyai

    keahlian tertentu.

    Penelitian lain oleh Jumardin (2011: 14-15) yang

    berjudul Evaluasi Program Praktik Kerja Lapangan

    Siswa SMK Kesehatan Persada Wajo pada Institusi

    Pasangan untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan

    Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) SMK Kesehatan

    Persada Wajo, yang meliputi: 1) perencanaan, 2)

  • 43

    pelaksanaan, 3) hasil ujian teori kejuruan, dan 4) hasil

    ujian praktik kejuruan siswa dengan standar objektif.

    Penelitian tersebut menggunakan model Countenance

    Stake yang menunjukkan hasil bahwa (1) Perencanaan

    (anteseden) program berada pada kategori baik dan

    sesuai dengan standar objektif, (2) Proses

    (pelaksanaan) program berada pada kategori baik

    dan sesuai dengan standar objektif, (3) Dampak

    (hasil) ujian teori kejuruan dan praktik kejuruan

    berada pada kategori baik dan sesuai standar objektif.

    Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh

    Sundoyo & Sumaryanto (2012) dengan judul Evaluasi

    Program Pendidikan Sistem Ganda Berdasarkan Stake

    Countenance Model. Penelitian tersebut menyatakan

    bahwa Program PKL dapat dilaksanakan khususnya

    pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dengan

    memperbaiki kekurangan yang telah teridentifikasi.

    Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa perlunya

    evaluasi untuk sebuah program untuk

    menyempurnakan program yang akan datang.

    Persamaan penelitian ini dengan penelitian Muliati

    (2005/2007), Jumardin (2011) dan Sundoyo,H., &

    Sumaryanto, T.(2012) dalam hal model evaluasi yang

    digunakan yaitu model stake countenance.

  • 44

    Perbedaan penelitian ini dengan ketiga penelitian

    tersebut adalah fokus penelitian yang mengevaluasi

    secara menyeluruh dan lengkap terhadap Program PKL

    di satu jurusan di SMK sehingga lebih memberikan

    gambaran dan pertimbangan yang tepat karena dikaji

    lebih mendalam hingga dampak penyelenggaraan

    program bersumber laporan akhir hasil prestasi belajar

    siswa.

    Penelitian lain dari Kurniawan, Djasmi & Jaya

    (2015) yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Praktek

    Kerja Industri Jurusan Akuntansi memiliki kesamaan

    dalam hal obyek penelitian, yaitu Program PKL di

    jurusan akuntansi SMK sehingga dalam lingkup

    penelitian yang lebih sempit pada jurusan akuntansi,

    akan nampak ketercapaian program PKL terutama

    terhadap pencapaian hasil kegiatan PKL. Ini

    dimaksudkan untuk mengetahui dampak yang

    dihasilkan dari kegiatan PKL. Perbedaan dengan

    penelitian ini adalah metode evaluasi yang digunakan

    yaitu model evaluasi CIPP yang meliputi evaluasi

    terhadap Context (C), Input (I), Process (P), dan Product

    (P).

    Dibandingkan penelitian-penelitian terdahulu,

    penelitian ini menggunakan model evaluasi Stake

    Countenance yang lebih menyeluruh (holistic),

  • 45

    komprehensif (lengkap) dan detail (mendalam) yang

    berpusat pada klien yaitu manajemen PKL SMK Negeri

    1 Salatiga dalam rangka memenuhi kebutuhan dan

    harapan stakeholder dan keterkaitannya dengan hasil

    belajar siswa peserta PKL khususnya jurusan

    akuntansi hingga laporan akhir pendidikannya.

    2.6 Kerangka Berpikir

    Evaluasi terhadap penyelenggaraan Program

    Praktik Kerja Lapangan (PKL) di jurusan akuntansi

    SMK Negeri 1 Salatiga bertujuan untuk mengukur

    sejauh mana efektivitas program tersebut. Model

    evaluasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    model evaluasi stake countenance.

    Berdasarkan tujuan penelitian ini, kegiatan

    evaluasi program PKL ini berupaya untuk menganalisis

    program PKL melalui tiga komponen; 1) masukan

    (anteseden), 2) proses (transaksi), 3) hasil (dampak)

    dengan memberikan deskripsi tiap-tiap komponen

    berdasar data yang direncanakan dibandingkan dengan

    data yang teramati, kemudian memberikan

    penilaian/pertimbangan dengan melihat kesesuaian

    (kongruen) antara kondisi nyata penyelenggaraan

    Program PKL dengan standar-absolut PKL dan standar-

    relatif PKL.

  • 46

    Hasil dari analisis tersebut akan menghasilkan

    sebuah kesimpulan berupa rekomendasi terhadap

    Program PKL apakah akan dilanjutkan, dilanjutkan

    dengan perbaikan ataukah dihentikan/ usulan

    peninjauan kembali terhadap program PKL khususnya

    di jurusan akuntansi SMK Negeri 1 Salatiga.

    Masukan

    Hasil

    Proses

    Rekaman Objektif

    Absolut dan Relatif

    Keputusan

    Keputusan

    Rekomendasi

    Tahapan Deskripsi Standart

    Kontingensi

    Kongruensi

    Rekaman Objektif

    RekamanObjektif

    Absolut dan Relatif

    Absolut dan Relatif

    Kongruensi

    Kongruensi

    Kontingensi

    Gambar 2.3 Kerangka Berpikir

    Keputusan

    EVALUASI PROGRAM PKL JURUSAN AKUNTANSI SMK

    NEGERI 1 SALATIGA

    FENOMENA:• Kesiapan pihak-pihak

    yang terlibat dalam Program PKL

    • Pengelolaan Program PKL

    • Dampak Program PKL

    HARAPAN:• Pihak-pihak yang

    terlibat dalam Program PKL disiapkan sesuai Juknis Program PKL

    • Pengelolaan Program PKL dalam sistem manajemen yang baik

    • Dampak positif Program PKL

    KESENJANGAN:• Kekurangsiapan

    pihak-pihak yang terlibat dalam Program PKL

    • Pengelolaan Program PKL nampak belum sistematis

    • Belum nampak dampak Program PKL