34
8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah- sekolah. Kata sejarah sendiri berasal dari bahasa Arab syajara yang berarti terjadi, syajarah yang berarti pohon, syajarah an-nasab yang berarti pohon silsilah Kuntowijoyo, 2013: 1). Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah disebut history. Secara etimologis kata ini berasal dari bahasa yunani historia yang berarti inkuiri, wawancara, dan juga laporan mengenai hasil tindaan-tindakan itu (Sjamsuddin, 2012: 1). Topolski dalam Sjamsuddin (2013: 23) memberikan tiga pengertian tentang sejarah 1) sejarah sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu (past event, res gestae), 2) sejarah sebagai sejarah sebagai pelaksanan riset yang dilakukan oleh sejarawan, 3) sejarah sebagai suatu hasil dari pelaksanaan riset atau seperangkat pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu yang sering disebut historiografi. Widja (1989: 23) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Selanjutnya Isjoni (2007: 71) mengatakan Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan masyarakat Indonesa dan dunia pada masa lampau hinnga kini. Dengan demikian sejarah merupakan suatu aspek penting untuk diajarkan kepada peserta didik untuk membentuk karakters peserta didik tersebut. Isjoni (2007: 32) juga mengatakan bahwa arti penting dari mempelajari sejarah adalah peristiwa sejarah menyimpan pengalaman berharga yang dapat memberikan kearifan dengan mengambil hikmah peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Mempelajari sejarah berarti melihat gambaran nyata tentang perjalanan kehidupan manusia

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

  • Upload
    builien

  • View
    235

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

8

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Sejarah di SMA

a. Pembelajaran Sejarah

Sejarah merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-

sekolah. Kata sejarah sendiri berasal dari bahasa Arab syajara yang berarti terjadi,

syajarah yang berarti pohon, syajarah an-nasab yang berarti pohon silsilah

Kuntowijoyo, 2013: 1). Sedangkan dalam bahasa Inggris, sejarah disebut history.

Secara etimologis kata ini berasal dari bahasa yunani historia yang berarti inkuiri,

wawancara, dan juga laporan mengenai hasil tindaan-tindakan itu (Sjamsuddin,

2012: 1). Topolski dalam Sjamsuddin (2013: 23) memberikan tiga pengertian

tentang sejarah 1) sejarah sebagai peristiwa-peristiwa masa lalu (past event, res

gestae), 2) sejarah sebagai sejarah sebagai pelaksanan riset yang dilakukan oleh

sejarawan, 3) sejarah sebagai suatu hasil dari pelaksanaan riset atau seperangkat

pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa-peristiwa masa lalu yang sering disebut

historiografi.

Widja (1989: 23) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah adalah

perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang di dalamnya mempelajari

tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini. Selanjutnya

Isjoni (2007: 71) mengatakan Sejarah adalah mata pelajaran yang menanamkan

pengetahuan dan nilai-nilai mengenai proses perubahan dan perkembangan

masyarakat Indonesa dan dunia pada masa lampau hinnga kini. Dengan demikian

sejarah merupakan suatu aspek penting untuk diajarkan kepada peserta didik

untuk membentuk karakters peserta didik tersebut. Isjoni (2007: 32) juga

mengatakan bahwa arti penting dari mempelajari sejarah adalah peristiwa sejarah

menyimpan pengalaman berharga yang dapat memberikan kearifan dengan

mengambil hikmah peristiwa yang telah terjadi di masa lampau. Mempelajari

sejarah berarti melihat gambaran nyata tentang perjalanan kehidupan manusia

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

9

baik sebagai individu maupun kelompok dalam menunjukkan adanya suatu

perubahan sebagai hasil aktivitas sosial, politik , ekonomi, dan kebudayaan.

Hasan Hamid berpendapat, terdapat beberapa pemaknaan terhadap

pendidikan sejarah. Pertama, secara tradisional pendidikan sejarah dimaknai

sebagai upaya untuk mentransfer kemegahan bangsa di masa lampau kepada

generasi muda. Dengan posisi yang demikian maka pendidikan sejarah adalah

wahana bagi pewarisan nilai-nilai keunggulan bangsa. Melalui posisi ini

pendidikan sejarah ditujukan untuk membangun kebanggaan bangsa dan

pelestarian keunggulan tersebut. Kedua, pendidikan sejarah berkenaan dengan

upaya memperkenalkan peserta didik terhadap disiplin ilmu sejarah. Oleh karena

itu kualitas seperti berpikir kronologis, pemahaman sejarah, kemampuan analisis

dan penafsiran sejarah, kemampuan penelitian sejarah, kemampuan analisis isu

dan pengambilan keputusan (historical issues-analysis and decision making)

menjadi tujuan penting dalam pendidikan sejarah (Hamid, 2007: 7).

Kartodirdjo (2014: 292) menyatakan peranan strategis pengajaran sejarah

dalam rangka pembangunan bangsa menuntut suatu penyelenggaran pengajaran

sejarah sebagai pemahaman dan penyadaran, sehingga mampu membangkitkan

semangat pengabdian yang tinggi, penuh rasa tanggung jawab serta kewajiban.

Kepekaannya terhadap sejarah akan melahirkan aspirasi dan inspirasi untuk

melaksanakan tugasnya sebagai warga negara.

b. Pembelajaran Sejarah di SMA

Pembelajaran sejarah pada proses pembelajarannya untuk SD, sejarah

dapat dibicarakan dengan pendekatan estetis. Artinya, sejarah diberikan semata-

mata untuk menanamkan rasa cinta kepada perjuangan, pahlawan, tanah air, dan

bangsa. Untuk SLTP, sejarah hendaknya dungan pendekatan etis. Kepada siswa

harus ditanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang, masyarakat,

dan kebudayaan lain, baik dulu maupun sekarang. Kepada anak-anak SMA yang

sudah mulai bernalar, sejarah harus diberikan secara kritis. Mereka diharapkan

sudah bisa berpikir mengapa sesuatu terjadi, apa sebenarnya yang sudah terjadi,

dan ke arah mana kejadian-kejadian itu (Kuntowijoyo, 2013: 3). Fokus utama

mata pelajaran sejarah ditingkat ini adalah tahap-tahap kelahiran peradaban

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

10

manusia, evolusi sistem sosial, dan perkembangan kebudayaan dan ilmu

pengetahuan (Kochar, 2008:50). Lebih lanjut Kochar (2008) menjelaskan sasaran

utama pembelajaran sejarah di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah :

1) Meningkatkan pemahaman terhadap proses perubahan dan perkembangan yang

dilalui umat manusia hingga mampu mencapai tahap perkembangan yang

sekarang ini. Peradaban modern yang dicapai saat ini merupakan hasil proses

perkembangan yang panjang. Sejarah merupakan satu-satunya mata pelajaran

yang mampu menguraikan proses tersebut.

2) Meningkatkan pemahaman terhadap akar peradaban manusia dan penghargaan

terhadap kesatuan dasar manusia. Semua peradaban besar dunia memiliki akar

yang sama; disamping berbagai karakteristik lokal, kebanyakan adalah unsur-

unsur yang menunjukkan kesatuan dasar manusia. Salah satu sasaran utama

sejarah pada sisi ini adalah menekankan dasar tersebut.

3) Menghargai berbagai sumbangan yang diberikan oleh semua kebudayaan pada

peradaban manusia secara keseluruhan. Kebudayaan setiap bangsa telah

menyumbangkan denmgan berbagai cara terhadap peradaban secara

keseluruhan. Mata pelajaran sejarah membawa pengetahuan ini kepada para

siswa.

4) Memperkokoh pemahaman bahwa intereksi saling menguntungkan antar

berbagai kebudayaan merupakan faktor yang penting dalam kemajuan

kehidupan manusia.

5) Memberikan kemudahan kepada siswa yang berminat memepelajari sejarah

suatu negara dalam kaitannya dengan sejarah umat manuasi secara

keseluruhan.Pada Permen Diknas No 22 tahun 2006 mengenai standar isi untuk

satuan pendidikan dasar dan menengah, disebutkan bahwa tujuan pembelajaran

sejarah adalah sebagai berikut :

1) Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat

yang merupakan sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

11

2) Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar

dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah dan metodologi keilmuan

3) Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan

sejarah sebagai bukti peradaban bangsa Indonesia di masa lampau

4) Menumbuhkan pemahaman peserta didik terhadap proses terbentuknya bangsa

Indonesia melalui sejarah yang panjang dan masih berproses hingga masa kini

dan masa yang akan datang

5) Menumbuhkan kesadaran dalam diri peserta didik sebagai bagian dari bangsa

Indonesia yang memiliki rasa bangga dan cinta tanah air yang dapat

diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan baik nasional maupun

internasional.

Sejalan dengan itu, Ali (2005: 351) memaparkan pembelajaran sejarah

nasional memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Membangkitkan, mengembangkan serta memelihara semangat kebangsaan;

2) Membangkitkan hasrat mewujudkan cita-cita kebangsaan dalam segala

lapangan;

3) Membangkitkan hasrat-mempelajari sejarah kebangsaan dan mempelajarinya

sebagai bagian dari sejarah dunia;

4) Menyadarkan anak tentang cita-cita nasional (Pancasila dan Undng-Undang

Pendidikan) serta perjuangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita itusepanjang

masa.

Selanjutnya pada tingkat SMA terdapat tujuan dari pembelajaran sejarah,

yang akan dijelaskan di bawah berikut ini:

1) Mendorong siswa berpikir kritis-analitis dalam memanfaatkan pengetahuan

tentang masa lampau untuk memahami kehidupan masa kini dan yang akan

datang;

2) Memahami bahwa sejarah merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari;

3) Mengembangkan kemampuan intelektual dan keterampilan untuk memahami

proses perubahan dan keberlanjutan masyarakat (Pusat Kurikulum, 2002).

Atas dasar tujuan tersebut, maka kompetensi dasar sejarah pada jenjang

SMA yang diharapkan dikembangkan melalui pengajaran sejarah adalah :

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

12

1) Mampu mengklasifikasi perkembangan masyarakat untuk menjelaskan proses

keberlanjutan dan perubahan dari waktu ke waktu;

2) Mampu memahami, menganalisis, dan menjelaskan berbagai aspek kehidupan

seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, ekonomi, politik,

sosial dan budaya serta pengaruhnya terhadap masyarakat di Indonesia dan

dunia dari waktu ke waktu;

3) Mampu mengidentifikasi, memahami, dan menjelaskan keragaman dalam

sejarah masyarakat di Indonesia dan dunia serta perubahannya dalam konteks

waktu;

4) Mampu menemukan dan mengklasifikasi berbagai sumber sejarah dan adanya

keragaman analisis serta interpretasi terhadap fakta tentang masa lalu yang

digunakan untuk merekonstruksi dan mendeskripsikan peristiwa serta objek

sejarah;

5) Menyadari arti penting masa lampau untuk memahami kekinian dan membuat

keputusan (Pusat Kurikulum, 2006).

Pada bahasan berikutnya, kita akan memaparkan tentang karakteristik

pembelajaran sejarah. Menurut Susanto (2014: 59-61), terdapat lima karkteristik

pembelajaran sejarah, yaitu:

1) Pembelajaran sejarah mengajarkan tentang kesinambungan dan perubahan.

2) Pembelajaran sejarah mengajarkan tentang jiwa zaman.

3) Pembelajaran sejarah bersifat kronologis.

4) Pembelajaran sejarah pada hakikatnya adalah mengajarkan tentang bagaimana

perilaku manusia.

5) Kulminasi dari pembelajaran sejarah adalah memberikan pemahaman akan

hukum-hukum sejarah.

Berdasarkan pemaparan teori di atas, dapat disimpulkan pembelajaran sejarah

merupakan bagian penting dalam proses pendidikan masa lalu bangsa. Agar siswa

dapat belajar dari masa lalu dan dapat memetakan masa depannya secara kritis.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang berarti

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dan saling bantu membantu satu sama

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

13

lainnya (Isjoni, 2007: 15). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang

merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pembelajaran (Slavin, 2005: 4).

Menurut Lie (2007: 14), model pembelajaran kooperatif tidak sama

dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang

membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Model

pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang

mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran pada pembelajaran

kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang

terstruktur. Pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi belajar mengajar yang

menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di

antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri

dari dua orang atau lebih.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang

berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi

belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar di katakan

belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Eggen dan Kuachak dalam Ratumanan (2002: 107) mendifinisikan bahwa

belajar kooperatif adalah sebagai kumpulan strategi mengajar yang digunakan

siswa untuk membantu satu dengan yang lain dalam suatu kelompok untuk

mempelajari sesuatu. Sedangkan Slavin menjelaskan bahwa pembelajaran

kooperatif secara ekstensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih mudah

menemukan dan memahami konsep-konsep itu dengan temannya.

Menurut muslimin dkk, pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan

pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antarsiswa dalam kelompok

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sementara itu menurut wina, model

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

14

pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh

siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah

dirumuskan (Widyantini, 2008: 4).

Menurut Ibrahim (2000: 7), model pembelajaran kooperatif dikembangkan

untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu :

a. Hasil Belajar Akademik.

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial,

juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya.

Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa

memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan

bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai

siswa pada belajarakademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil

belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar,

pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok

bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas

akademik.

b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara

luas dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan

ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari

berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada

tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan

belajarsaling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan Ketrampilan Sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan

kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan-ketrampilan

sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang

dalam ketrampilan sosial. Model pembelajaran kooperatif ini merupakan salah

satu cara penyampaian pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student

centered larning. Student centered learning adalah pendekatan pembelajaran yang

berfokus pada siswa dalam proses pembelajaran, metode ini berfokus pada

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

15

kebutuhan siswa, kemampuan, minat, dan cara mengajar guru sebagai fasilitator

dalam pembelajaran. Siswa yang aktif adalah siswa yang dapat mengkonstruk dan

membangun sendiri pemahamannya lewat inderanya sendiri seperti penglihatan,

suara, penciuman dan sebagainya.

Dari berbagai penjelasan tersebut di atas mengenai pembelajaran

kooperatif, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu

model pembelajaran berkelompok untuk setiap kelompok mempunyai anggota

yang heterogen. Pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu model yang setiap

anggota kelompok telah mencapai tujuan individu apabila kelompokknya telah

berhasil. Untuk mencapai tujuan individu dalam kelompok, sangat dipengaruhi

oleh keaktifan anggota kelompok tersebut dalam melakukan apa saja untuk

keberhasilan kelompokknya. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat tiga tujuan

pembelajaran, yaitu: prestasi akademik, penerimaan pendapat yang beraneka

ragam dan pengembangan keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif merupakan belajar dalam kelompok kecil yang

membantu siswa dan anggota tim lain untuk menyelesaikan tugas secara bersama-

sama. Suprayekti dalam Jurnal Pendidikan Penabur mengemukakan, secara

umum pembelajaran koopertif terdiri dari lima karakteristik yaitu:

a. Siswa belajar bersam pada tugas-tugas umum atau aktifitas untuk

menyelesaikan tugas atau aktifitas pembelajaran.

b. Siswa saling bergantung secara positif. Aktifitas diatur sehingga siswa

membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama. Pembelajaran yang

paling baik ditangani apabila melalui kerja kelompok.

c. Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri 2 sampai 5 siswa.

d. Siswa menggunakan perilaku kooperatif.

e. Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan pembelajaran

mereka.

Carin dalam Zulfani (2009: 131) mengemukakan bahwa pembelajaran

kooperatif ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

a. Setiap anggota mempunyai peran

b. Terjadi interaksi langsung diantara siswa.

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

16

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-

teman sekelompoknya.

d. Peran guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan-

keterampilan interpersonal kelompok.

e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Bannet menyatakan dalam bukunya Ijsoni (2007: 60) ada lima unsur

dasar yang dapat memedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok,

yaitu:

a. Positive Interdependence

b. Interaction face to face

c. Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota

kelompok

d. Membutuhkan keluwesan

e. Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah.

Layaknya model-model pemebelajaran lainnya, pembelajaran kooperatif

memiliki keunggulan seperti yang disampaikan Ruhadi dalam Jurnal Pendidikan

Serambi Ilmu, yaitu:

a. Semua anggota kelompok wajib mendapat tugas

b. Ada interaksi langsung antar siswa dengan siswa dan siswa dengan guru

c. Siswa dilatih untuk mengembangkan keterampilan sosial

d. Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain

e. Dapat meningkatkan kemampuan akademik siswa

f. Melatih siswa untuk berani berbicara di depan kelas

Selain itu terdapat pula kelemahan dari pembelajaran kooperatif, antara

lain sebagai berikut:

a. Jika ditinjau dari sarana kelas, maka untuk membentuk kelompok kesulitan

mengatur dan mengangkat tempat duduk

b. Karena rata-rata jumlah siswa di dalam kelas banyak, maka guru kurang

maksimal dalam mengamati belajar klelompok secara bergantian.

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

17

c. Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan

dengan pembelajaran yang telah dilakukan, antara lain koreksi pekerjaan siswa,

menentukan perubahan kelompok belajar.

d. Memerlukan waktu dan biaya yang banyak untuk mempersiapkan dan

kemudian melaksanakan pembelajaran kooperatif tersebut.

Beberapa kelemahan di atas juga seiring dengan pendapat Robyn M.

Gillies dan Michael Boyle yang dipublikasikan dalam Jurnal Teaching and

Teacher Education, dalam penelitiannya ia menyebutkan Data from the interviews

indicated that while the teachers had positive experiences with CL, a number

encountered difficulties with implementing it in their classrooms. Issues identified

included students socializing during group activities and not working, managing

time effectively, and the preparation required. Data yang di dapat dari wawancara

dengan guru yang sudah memiliki pengalaman dengan cooperative learning

menunjukkan mereka memiliki beberapa kesulitan dalam pengimplementasiannya

di kelas, antara lain yaitu dalam sosialisasi siswa dalam kerja kelompok, hanya

sebagian yang bekerja, manajemen waktu, serta dibutuhkan persiapan yang

matang dalam pelaksanaannya.

a. Model Problem Based Learning (PBL)

Pada awalnya, Model Problem Based Learning (PBL) dikenal dengan

nama Problem Based Instructional, yaitu pendekatan pembelajaran yang

mengedepankan siswa pada masalah dunia nyata untuk belajar. Problem Based

Instructional dikembangkan oleh Barbara J. Dutch pada awal 1970 (Prayekti,

2010: 46). John Dewey dalam Sudjana yang dikutip oleh Trianto (2012: 91)

menerangkan, belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus

dengan respons, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.

Eggen (2012: 307) memaparkan bahwa pembelajaran berbasis masalah

merupakan seperangkat model mengajar yang menggunakan masalah sebagai

focus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, materi dan

pengaturan diri.

Sugiyanto (2010: 130) menyatakan Problem Based Learning mengambil

psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya, fokusnya tidak banyak pada apa

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

18

yang sedang dikerjakan siswa (perilaku mereka), tetapi pada apa yang siswa

pikirkan (kognisi mereka) selama mereka mengerjakannya. Meskipun peran guru

dalam pelajaran yang berbasis masalah kadang-kadang juga melibatkan

mempresentasikan dan menjelaskan berbagai hal kepada siswa, tetapi guru lebih

sering memfungsikan diri sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa

dapat belajar untuk berfikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.

Sudarman dalam Jurnal Pendidikan Inovatif menambahkan Problem

Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah

dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir

kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan

yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran berbasis masalah dirancang

untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi pada masalah.

Wena (2013: 91) menambahkan Problem Based Learning merupakan strategi

pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalah praktis

sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain, siswa belajar melalui

permasalahan. Pembelajaran berbasis masalah ini menyajikan kepada siswa,

situasi dan masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan

kemudahan bagi siswa untuk melakukan penyelidikan (Trianto, 2009: 91).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat kita simpulkan Problem

Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang awali dengan

menghadirkan suatu masalah kepada peserta didik, peserta didik kemudian

menyelesaikan permasalahan tersebut untuk menemukan suatu pengetahuan baru.

Model Problem Based Learning (PBL) ini menekankan pada proses kognitif

peserta didik atau dengan kata lain peserta didik dituntut untuk berpikir secara

mendalam dengan melakukan penyelidikan-penyelidikan terhadap masalah-

masalah yang ada.

Savoie dan Huges dalam Wena (2013: 91) menyatakan Model Problem

Based Learning (PBL) ini memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:

1) Belajar dimulai dengan suatu masalah.

2) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan dunia nyata

siswa.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

19

3) Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan diseputar disiplin ilmu.

4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pebelajar dengan membentuk

dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri.

5) Menggunakan kelompok kecil.

6) Menuntut pebelajar untuk mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari

dalam bentuk suatu produk atau kinerja.

Sejalan dengan pendapat di atas, Erik de Graff dan Anette Kolmos dalam

International Journal of Engineering Education juga memaparkan 7 karaktersitik

dari model Problem Based Learning (PBL), namun yang relevan pada penelitian

ini ada 4, yaitu: 1) Problem Based Learning is an educational approach whereby

problem is the starting point of learning process. 2) Who formulates the problem

statement who is responsible for the main decisions is dependent on the next

principle, Participant-directed learning processes or self-directed learning, wich

has a far more individual-oriented focus. 3) Experience learning is also an

implicit part of the participant-directed learning process, where the student build

form his/her experiences and interest. 4) Group Based Learning. Whereby the

majority of the learning process take place in groups or teams.

Melihat karakteristik model Problem Based Learning (PBL) di atas,

adalah tampak jelas bahwa model ini dimulai dengan adanya suatu masalah,

kemudian peserta didik memperdalam pengetahuan yang sudah mereka miliki dan

pengetahuan apa yang mereka butuhkan untuk memecahkan suatu masalah

tersebut.

Pemecahan masalah dalam model Problem Based Learning (PBL) harus

sesuai dengan langkah metode ilmiah. Dengan demikian pesarta didik belajar

memecahkan masalah secara sistematis dan terencana. Selain itu juga memberikan

peserta didik suatu pengalaman dalam melakukan kerja ilmiah. Pannen dalam

Ngalimun (2014: 94), paling sedikit ada delapan langkah dalam pemecahan

masalah dalam model Problem Based Learning (PBL), yaitu:

1) Mengidentifikasi masalah

2) Mengumpulkan data.

3) Menganalisis data.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

20

4) Memecahkan masalah berdasarkan pada data yang ada dan analisisnya.

5) Memilih cara untuk memecahkan masalah.

6) Merencanakan penerapan pemecahan masalah.

7) Melakukan uji coba terhadap rencana yang ditetapkan.

8) Melakukan tindakan untuk memecahkan masalah.

Empat tahap pertama mutlak diperlukan untuk berbagai kategori tingkat

berfikir, sedangkan empat tahap berikutnya harus dicapai bila pembelajaran

dimaksudkan untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Arends (2008: 57) mengemukakan lima fase (tahap) dalam

pengimplemetasian model Problem Based learning (PBL) sebagai berikut:

Tabel 2.1. Sintaks model Problem Based Learning (PBL) menurut Arends

Fase Peran GuruFase 1:Memberikan orientasi tentangpermasalahannya kepada pesertadidik.

Guru menyampaikan tujuanpembelajaran, memberikan penjelasanapa saja hal-hal yang yang pentingdalam pembelajaran dan memotivasipeserta didik untuk terlibat dalamkegiatan mengatasi masalah

Fase 2:Mengorganisasikan peserta didikuntuk meneliti

Guru membantu peserta didik untukmendefinisikan danmengorganisasikan tugas-tugasbelajar yang terkait denganpermasalahannya.

Fase 3:Membantu investigasi mandiri

Guru mendorong peserta didik untukmendapatkan info yang tepat, danmencari penjelasan dan solusi.

Fase 4:Mengembangkan danmempresentasikan hasil daripemecahan masalah yang telahdiolah.

Guru membantu peserta didik dalammerencanakan dan menyiapkanartefak-artefak yang tepat sepertilaporan, rekaman video, dan model-model yang membantu mereka untukmenyampaikan kepada orang lain.

Fase 5:Menganalisa dan mengevaluasi prosesmengatasi masalah.

Guru membantu peserta didik untukmelakukan refleksi terhadapinvestigasinya dan proses-proses yangmereka gunakan.

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

21

Berdasarkan dua pendapat tentang langkah-langkah dalam model

Problem Based Learning (PBL), maka dapat dibuat sintak pembelajaran yang

disesuaikan dengan penelitian, seperti berikut:

Tabel 2.2. Sintaks model Problem Based Learning (PBL)

Fase Peran Guru Peran SiswaFase 1: Memberiorientasi tentangpermasalahan kepadasiswa

Guru menyampaikantujuan pembelajaran,memberikan penjelasanapa saja hal-hal yangyang penting dalampembelajaran danmemotivasi peserta didikuntuk terlibat dalamkegiatan mengatasimasalah

Siswa mendengarkan danmencermati penjelasanguru, serta mengikutipembelajaran

Fase 2: Mengorganisirsiswa untuk belajar

Guru meminta siswauntuk membuatkelompok, gurumembagikan bahan-bahan bacaan yang sesuaidengan kebutuhan siswadalam menganalisis danberdiskusi

Siswa membentukkelompok, menerimabahan-bahan bacaan dariguru, melakukan kegiatanpembelajran sesuaidengan arahan guru

Fase 3: Membantu siswadalam memecahkanmasalah melaluipenyelidikan mandiri dankelompok

Guru mendorong pesertadidik untuk mendapatkaninfo yang tepat, danmencari penjelasan dansolusi.

Siswa menanyakan hal-hal yang belum jelas,mulai berdiskusi mencarisolusi dari permasalahan,setelah diskusi selesaikemudian membuatlaporan hasil diskusiuntuk dipresentasikan.

Fase 4: Mengembangkandan mempresentasikansolusi dari masalah

Guru membantu pesertadidik dalammerencanakan danmenyiapkan hasil yangtelah di dapat dalamdiskusi kelompok dikelas.

Siswa mempresentasikansolusi yang didapat daripermasalahan, setiapkelompok mendapatkesempatan yang samadan ada tanya jawab

Fase 5: Menganalisis danmengevaluasi prosespemecahan masalah

Guru membantu pesertadidik untuk melakukanrefleksi terhadapinvestigasinya danproses-proses yangmereka gunakan.

Menmperhatikanpenjelasan guru danbertanya kepada guru halyang kurang jelas

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

22

Model Problem Based Learning (PBL) ini juga memiliki kelebihan dan

kelemahan (Kurniasih, 2015: 49-51). Kelebihan model ini ialah sebagai berikut:

1) Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif siswa.

2) Dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah para siswa dengan

sendirinya.

3) Meningkatkan motivasi siswa dalam belajar.

4) Membantu siswa belajar untuk mentransfer pengetahuan dengan situasi yang

baru.

5) Dapat mendorong siswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara mandiri.

6) Mendorong kreativitas siswa dalam pengungkapan penyelidikan masalah yang

telah ia lakukan.

7) Dengan model pembelajaran ini akan terjadi pembelajaran yang bermakna.

8) Model ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan

inisiatif siswa dalam bekerja, motivasi internal dalam bekerja, motivasi internal

untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam

bekerja kelompok.

Selain kelebihan, juga terdapat kelemahan model Problem Based

Learning (PBL) ini sebagai berikut:

1) Model ini membutuhkan pembiasaan, karena model itu cukup rumitdalam

teknisnya serta siswa betul-betul harus dituntut konsentrasi dan daya kreasi

tinggi.

2) Dengan mempergunakan model ini,berarti proses pembelajaran harus

dipersiapkan dalam waktu yang cukup panjang.

3) Siswa tidak dapat benar-benar tahu apa yang mungkin penting bagi mereka

untuk belajar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman

sebelumnya.

4) Sering juga ditemukan kesulitan terletak pada guru, karena guru kesulitan

dalam menjadi fasilitator dan mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan

yang tepat daripada menyerahkan mereka solusi.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

23

b. Model Group Investigation (GI)

Model Group Investigation (GI) merupakan salah satu dari bentuk model

pembelajaran kooperatif, pertama kali dikembangkan oleh Sharan dan Sharan dari

universitas Tel Aviv. Model ini merupakan salah satu model kompleks dalam

pembelajaran kelompok yang mengharuskan siswa untuk menggunakan skil

berpikir level tinggi (Huda, 2014: 292). Model pembelajaran Group Investigation

(GI) ini menenkankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri

materi atau segala sesuatu mengenai materi pembelajaran yang akan dipelajari

(Kurniasih, 2015: 70).

Terdapat tiga konsep utama dalam model Group Investigation (GI), yaitu

penelitian, pengetahuan, dan dinamika kelompok. Model Group Investigation

(GI) ini memadukan tujuan penelitian akademik, integrasi sosial, dan

pembelajaran serta sosial (Joyce, 2011: 322). Pembelajaran dengan model Group

Investigation (GI) menuntut melibatkan peserta didik sejak perencanaan, baik

dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui investigasi.

Pengimplementasian model Group Investigation (GI) ini biasanya kelas

dibagi menjadi kelompok-kelompok yang beranggotakan 5-6 orang siswa dengan

karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok juga di dasarkan pada

pertimbangan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topic tertentu.

Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam

terhadap subtopik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan menyajikan suatu

laporan di depan kelas secara keseluruhan (Trianto, 2012: 79). Dalam tahap

presentasi ini diharapkan terjadi intersubjektif dan objektivasi pengetahuan yang

sudah dibangun oleh kelompok. Berbagai perspektif diharapkan dapat

dikembangkan oleh seluruh kelas atas hasil yang dipresentasikan oleh suatu

kelompok (Suprijono, 2012: 93).

Peran guru dalam model Group Investigation (GI) ini, lebih berperan

sebagai konselor, konsultan dan pemberi kritik yang ramah. Guru harus

membimbing serta merefleksikan pengalaman kelompok (Joyce, 2011: 318-319).

Selin itu guru juga bertugas untuk menginisiasi pembelajaran dengan

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

24

menyediakan pilihan dan control terhadap para siswa untuk memilih strategi

penelitian yang akan mereka gunakan (Huda, 2014: 292).

Slavin (2009: 218) mengemukakan enam tahap atau fase dalam

pengimplementasian model Group Investigation (GI) sebagai berikut:

Tabel 2.2. Sintaks model Group Investigation (GI)

Fase Peran Guru Peran SiswaFase 1:Mengidentifikasitopik dan mengaturmurid ke dalamkelompok

Membagi kelas dalamkelompok secaraheterogen

Mencari beberapa sumber danbergabung dengan kelompokuntuk mempelajari topic yangtelah dipilih

Fase 2:Merencanakantugas

Memanggil ketua-ketuakelompok untuk memilihmateri, tugas yangberbeda antar kelompok

Merencanakan topik danpembagian tugas

Fase 3:MelaksanakanInvestigasi

Membimbing siswadalam melakukaninvestigasi

Siswa mengumpulkaninformasi yang kemudianberdiskusi dan menyelesaikantugas sesuai dengan topik

Fase 4:Menyiapkanlaporan akhir

Mengarahkan siswadalam menganalisis,memfasilitasi proyekdiskusi, danmenyimpulkan hasil

Siswa mengumpulkan informsyang kemudian berdiskusi danmenyelesaikan tugas sesuaidengan topik

Fase 5:Mempresentasikanlaporan akhir

Mengarahkan siswadalam menganalisis,memfasilitasi prosesdiskusi, danmenyimpulkan hasil

Membuat laporan danmenyiapkan hasil yang akandipresentasikan

Fase 6:Evaluasi

Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasipembelajaran siswa dan memberi penilaian atas hasilkerja siswa

Pada sintak yang telah di jelaskan oleh Slavin di atas, telah terlihat jelas

keteraturan dalam model Group Investigation (GI). Model Group Investigation

(GI) terdapat kelebihan dan kelemahan (Kurniasih, 2015: 73-74). Kelebihan

model ini sebagai berikut:

1) Model ini memiliki dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2) Penerapan model mempunyi pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan

motivasi belajar siswa.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

25

3) Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana salaing bekerja sama dan

berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang.

4) Model ini melatih siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam

berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya.

5) Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari

tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Telah dipaparkan kelebihan dari model GI seperti di atas. Selanjutnya

kelemahan dari model ini ialah sebagai berikut:

1) Model ini merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk

dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif.

2) Model ini membutuhkan waktu yang lama.

3. Kemampuan Berpikir Kritis

a. Pengertian Kemampuan

Invencevic (1995: 54) berpendapat bahwa kemampuan adalah sifat

(bawaan dari lahir atau dipelajari) yang memungkinkan seseorang melakukan

sesuatu yang bersifat mental atau fisik. Sedangkan menurut As’ad (1995:60)

bahwa kemampuan adalah non motivasional attributes yang dimiliki oleh individu

untuk melaksanakan suatu tugas.

Dari dua pendapat di atas tentang suatu definisi di atas, kemampuan

dapat disusun menjadi sebuah pemahaman mengenai kemampuan yaitu

merupakan suatu sifat yang ada pada diri seseorang yang dimiliki sejak dia lahir

melalui proses berlatih, yang berisikan kecakapan dan kesanggupan sebagai

kekuatan dasar dalam melakukan setiap pekerjaan secara efektif.

b. Berpikir kritis

Sebelum menjelaskan tentang definisi berpikir kritis, ada baiknya terlebih

dahulu menjelaskan definisi dari berfikir itu sendiri. Menurut Purwanto (2004:43),

berpikir ialah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan

terarah kepada suatu tujuan. Sedangkan menurut pendapat Walgito (2004: 122)

berpikir merupakan sebuah proses penguatan hubungan antara stimulus dan

respon. Senada dengan itu, menurut Ennis dalam Kuswana (2013: 19), berpikir

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

26

kritis adalah suatu cara berpikir reflektif yang masuk akal atau berdasarkan nalar

yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan dilakukan.

Menurut pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir merupakan

kegiatan yang dilakukan oleh otak manusia dimana di dalamnya menyangkut

tentang suatu proses yang aktif dalam mencoba merumuskan dan meng arahkan

sebuah informasi kepada tujuan tertentu sebagai bentuk respon dari informasi

yang diterima sehingga menjadi suatu gambaran baru (ide) tentang apa yang akan

dituju. Johnson (2011: 185) mendefinisikan berpikir kritis sebagai berikut:

1) Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan peserta

didik untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat peserta

didik sendiri.

2) Berpikir kritis adalah sebuah proses terorganisir yang memungkinkan peserta

didik mengevluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari orang

lain.

Fischer (2008: 2-4) mengutip beberapa pendapat ahli tentang definisi

berpikir kritis sebagai berikut:

1) Menurut John Dewey, berpikir kritis merupakan suatu bentuk berpikir reflektif

yang memuat suatu pertimbangan yang aktif, persistent(terus menerus), dan

teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang diterima

begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan

kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi kecenderungannya.

2) Gleser, mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu sikap mau berpikir secara

mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan

pengalaman sesorang; pengetahuan tentangmetode-metode pemeriksaan dan

penalaran logis; semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-

metode tersebut.

3) Menurut Richard Paul, berpikir kritis adalah metode berpikir, mengenai hal,

substansi atau apa saja, dimana si pemikir meningkatkan kaulitas pemikirannya

dengan menangani secara terampil struktur-struktur yang melekat dalam

pemikiran dan menerapkan standar-standar intelektual padanya.

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

27

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa definisi berpikir kritis adalah suatu proses berpikir secara sistematis dan

terorganisir dengan maksud untuk mencapai pemahaman yang mendalam, dengan

mengungkapkan ide-ide dibalik suatu kejadian, sehingga kejadian tersebut

memberikan pemahaman dalam mengungkapkan makna dari kejadian tersebut.

Fee-Alexandra Hase dalam Jurnal Nomadas, Revista de Ciencias

Sociales juridicas mengatakan: Critical Thinking is the intellectually diciplines

process of using information in a process of observation, experience, reflection,

or reasoning using the following strategies: 1) Conceptualising information, 2)

Applying information, 3) Analysing information, 4) Synthesizing information, 5)

Evaluating information (Berpikir kritis adalah proses disiplin inteliktual yang

menggunakan informasi dalam proses pengamatan, pengalaman, refleksi, atau

penalaran dengan menggunakan strategi berikut: 1) Konseptualisasi informasi, 2)

Menerapkan informasi, 3) Menganalisis informasi, 4) Sintesis informasi, 5)

Mengevaluasi informasi.

Terdapat 12 indikator dalam berpikir kritis yang dikelompokkan oleh

Ennis (1995: 55-56) dalam lima kelompok besar sebagai berikut:

1) Memberikan penjelasan sederhana yang berisi: memfokuskan pertanyaan,

menganalisis pertanyaan dan bertanya, serta menjawab pertanyaan tentang

suatu penjelasan atau pertanyaan.

2) Membangun keterampilan dasar, yang terdiri atas mempertimbangkan sumber

dapat dipercaya atau tidak dan mengamati secara mempertimbangkan suatu

laporan hasil observasi.

3) Menyimpulkan yang terdiri atas kegiatan mendeduksi atau mempertimbangkan

hasil induksi atau mempertimbangkan hasil induksi, dan membuat serta

menentukan nilai pertimbangan.

4) Memberikan penjelasan lanjut, yang terdiri atas mengidentifiksi istilah-istilah

dan definisi pertimbangan dan juga dimensi, serta mengidentifikasi asumsi.

5) Mengatur strategi dan teknik, yang terdiri atas menentukan tindakan dan

berinteraksi dengan orang lain.

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

28

c. Kemampuan berpikir kritis

Menurut Browne dan keeley dalam Johnson (2011: 183) kemampuan

berpikir dengan jelas dan imajinatif, menilai bukti, bermain logika dan mencari

alternatif dari ide-ide konvensional, akan memberi anak-anak muda dalam sebuah

rute yang jelas ditengah carut marut pemikiran pada zaman teknologi saat ini.

Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses dimana individu sanggup dan

memiliki kecakapan dalam berpikir ketingkat yang lebih tinggi. Kemampuan

berpikir kritis tentunya menjadi bagian terpenting sebagai dasar untuk

memecahkan setiap masalah lewat informasi yang diterima.

Robert Duron et. al dalam International Journal of Teaching and

Learning in Higher Education mengatakan terdapat lima langkah untuk

mengarahkan siswa untuk berpikir kritis dalam pelajaran, yaitu Step 1, Determine

Learning Objectives; Step 2, Teach Through Questioning; Step 3, Practice Before

You Asses; Step 4, Review, Refine, and Improve; Step 5, Provide Feedback and

Asessment of Learning (Langkah 1, Tentukan Tujuan belajar; Langkah 2, Ajarkan

Melalui bertanya; Langkah 3, Berlatih sebelum diberikan penilaian; Langkah 4,

beri Ulasan, Pertajam, dan tingkatkan; Langkah 5, Memberikan Feedback dan

Penilaian Belajar). Dengan demikian siswa dapat dilatih kemampuan berpikir

kritisnya. Dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran sejarah,

kemampuan berpikir kritis menjadi suatu hal yang tidak dapat dipisahkan

khususnya pada pembelajaran sejarah di SMA, hal ini dikarenakan pembelajaran

sejarah merupakan suatu pembelajaran yang mencoba menggali dampak dari

sebuah peristiwa sejarah berdasarkan hubungan kausalnya dan siswa SMA sudah

dapat berpikir tingkat tinggi.

Zaini (2008) memberikan pandangan tentang tujuan pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan berpikir kritis, yaitu:

1) Mengembangkan kecakapan menganalisis.

2) Mengembangkan kemampuan yang masuk akal dari pengamatan

3) Memperbaiki kecakapan menghafal

4) Mengembangkan kecakapan strategi, dan kebiasaan belajar

5) Belajar tema-tema/istilah/fakta

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

29

6) Belajar konsep-konsep dan teori-teori

7) Meningkatkan kecakapan mengurangi elemen-elemen yang ada di dalam tema-

tema dan fakta-fakta imu pengetahuan

8) Meningkatkan kecakapan menjabarkan unsur-unsur yang ada dalam sebuah

teori ilmu pengetahuan.

Dalam berpikir kritis, peserta didik dituntut untuk menggunakan startegi

kognitif tertentu yang tepat untuk menguji kendala, gagasan pemecahan masalah,

dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Syah, 2008: 120). Dengan kemampuan

menggunakan strategi berpikir kritis, segala bentuk gagasn yang dikeluarkan

setelah melalui proses berpikir akan terasa sangat memuaskan dan terorganisir.

Menurut Ennis dalam Costa (1985:55) indikator kemampuan berpikir

kritis dapat ditururnkan dari aktivitas kritis peserta didik meliputi:

1) Mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan

2) Mencari alasan

3) Berusaha mengetahui informasi dengan baik

4) Memakai sumber yang memiliki kredibilitas

5) Memerhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan

6) Berusaha tetap relevan dengan ide utama

7) Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar

8) Mencari alternatif

9) Bersikap dan berpikir terbuka

10) Mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu

11) Mencari penjelasan sebanyak mungkin

12) Bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian dari keseluruhan

masalah

Berdasarkan pemaparan di atas dapat ditarik suatu indikator dalam

kemampuan berpikir kritis yang akan dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1) Mampu memahami informasi

2) Mampu menganalisis informasi

3) Mampu menyimpulkan berbagai informasi

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

30

4. Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau

daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya

kepada para bawahan atau pengikut (Hasibuan, 2005 : 92). Menurut Luthans

dalam Thoha (2007:207), motivasi terdiri dari tiga unsur, yakni kebutuhan

(need), dorongan (drive), dan tujuan (goals). Motivasi, kadang- kadang

istilah ini dipakai silih berganti dengan istilah-istilah lainnya, seperti misalnya

kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), atau impuls.

Motivasi berkaitan dengan upaya seseorang untuk mendorong orang

lain atau kelompok orang dengan menumbuhkan semangat untuk melakukan

kegiatan. Menurut Harsey dan Balanchard dalam http:’’iwanps.wordpress.com,

motivasi adalah kegiatan untuk menumbuhkan situasi yang secara langsung

dapat mengarahkan dorongan-dorongan yang ada dalam diri seseorang kepada

kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan

Purwanto (2004:64-65) memberikan arti bahwa apa yang diperbuat

manusia,yang penting maupun kurang penting,yang berbahaya maupun yang

tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya.

Berkaitan dengan proses belajar siswa, motivasi belajar

sangatlah diperlukan. Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar

mengajar baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar

dari siswa sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat

belajar siswa. Bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar

sehingga siswa terdorong untuk melakukan perbuatan belajar. Siswa melakukan

aktivitas belajar dengan senang hati karena didorong motivasi. Dengan adanya

motivasi yang tinggi yang ada dalam diri siswa-siswa, maka akan menumbuhkan

keikhlasan dalam belajar dan kesadaran bahwa belajar adalah hal yang sangat

penting bagi mereka dan untuk masa depan mereka sendiri di hari kelak.

Bahkan motivasi yang tinggi akan menjadikan mereka mempunyai tekad

yang kuat untuk belajar dan bersedia menghadapi segala kesulitan-

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

31

kesulitan yang datang dalam kegiatan belajar para siswa.

Motivasi sangat erat hubungannya dengan kebutuhan, sebab memang

motivasi muncul karena kebutuhan. Seseorang akan terdorong untuk

bertindak manakala dalam dirinya ada kebutuhan. Oleh karena itu motivasi

siswa untuk belajar sangat penting terhadap proses pembelajaran, dan

tentunya motivasi yang tinggi dalam belajar akan meningkatkan kualitas

siswa itu sendiri yang berupa prestasi belajarnya.

Peserta didik yang motif belajarnya lebih bersifat di dalam diri sedangkan

pada orang lain bersifat ekstrinsik hal ini karena adanya:

1) Faktor Individual

Penelitian Harter dalam Hawadi (2004: 45) pada siswa berdasarkan

dimensi instrinsik dan ekstrinsik menunjukkan bahwa hanya siswa yang

mempersepsikan dirinya untuk berkompetensi dalam bidang akademis yang

mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswa ini lebih menyukai tugas yang

menantang dan berusaha mencari kesempatan untuk memuaskan rasa ingin

tahunya. Sebaliknya, siswa dengan persepsi diri yang rendah, lebih menyukai

tugas-tugas yang mudah dan sangat tergantung pada pengarahan guru. Yang

termasuk faktor individual antara lain pengaruh orang tua. Dari penelitian Ames

dan Acter (Hawadi, 2004:45) terlihat bahwa pada ibu yang amat menekankan nilai

rapor pada anaknya, motivasi yang berkembang lebih ke arah ekstrinsik,

sedangkan ibu yang lebih mengutamakan bagaimana anaknya bekerja dan melihat

bahwa keberhasilan adalah hasil usaha, maka motivasi yang berkembang lebih ke

arah intrinsik.

2) Faktor Situasional

Besar kecilnya kelas berpengaruh terhadap pembentukan ragam motivasi

siswa. Kelas yang besar cenderung bersifat formal, penuh persaingan dan kontrol

dari guru. Dengan setting seperti ini maka setiap siswa cenderung menekankan

pentingnya kemampuan bukan pada penguasaan bahan pelajaran (Hawadi, 2004:

45-46). Motivasi belajar seseorang akan tercermin pada perilaku. Ada beberapa

ciri yang menjadi indikator orang yang memiliki motivasi belajar yang tinggi.

Individu yang motif belajar tinggi akan menampakkan tingkah laku dengan ciri-

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

32

ciri menyenangkan pekerjaan-pekerjaan yang menuntut tangung jawab pribadi,

memilih pekerjaan yang resikonya sedang (moderat), mempunyai dorongan

sebagai umpan balik (feed back) tentang perbuatannya dan berusaha melakukan

sesuatu dengan cara-cara kreatif. Dapat disimpulkan bahwa terdapat empat buah

karakteristik yang membedakan antara seseorang yang motivasi belajarnya rendah

dengan orang yang yang motivasi belajarnya tinggi. Motivasi belajar siswa akan

terlihat pada sikap perilaku pada kehidupan sehari-hari antara lain dapat

dijabarkan bagaimana keaktifannya dalam belajar untuk mencapai prestasi, dalam

menyelesaikan tugas, pemanfaatan waktu luang dan waktu libur serta bagaimana

ia bersikap untuk mengatasi hambatan belajar.

Ciri-ciri orang yang memiliki motivitasi tinggi, akhirnya dapat

dinyatakan bahwa individu akan mempunyai motivasi belajar tinggi akan

mempersepsikan bahwa keberhasilan adalah merupakan akibat dari kemauan dan

usaha. Sedangkan individu yang memiliki motivasi belajar rendah akan

mempersepsikan bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya kemampuan

dan tidak melihat usaha sebagai penentuan keberhasilan.

b. Fungsi Motivasi dalam Pembelajaran

Segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia untuk menghasilkan

sesuatu muncul karena adanya suatu dorongan dalam diri atau motivasi. Seperti

halnya dengan belajar, adanya suatu keinginan untuk berhasil dalam belajar dalam

setiap diri individu akan memunculkan semangat yang kuat. Maka dalam hal ini

hasil belajar akan menjadi bagus dan optimal karena adanya motivasi belajar. Jadi,

dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motivasi belajar akan muncul apabila ada

suatu tujuan yang ingin dicapai.

Suprijono (2012: 163) memaparkan fungsi dari motivasi belajar sebagai

berikut:

1. Mendorong peserta didik untuk berbuat. Motivasi sebagai pendorong atau

motor dari setiap kegiatan belajar.

2. Menentukan arah kegiatan pembelajaran yakni ke arah tujuan belajar yang

hendak dicapai. Motivasi belajar memberikan arah dan kegiatan yang harus

dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

33

3. Menyelesaikan kegiatan pembelajaran, yakni menentukan kegiatan-kegiatan

apa yang harus dikerjakan yang sesuai guna mencapai tujuan pembelajaran

dengan menyeleksi kegiatan-kegiatan yang tidak menunjang bagi pencapaian

tujuan tersebut.

Selain ketiga fungsi motivasi belajar yang telah dipaparkan di atas,

motivasi juga sebagai pendorong adanya usaha dan pencapaian prestasi belajar.

Adanya motivasi yang baik dalam belajar maka akan menunjukan hasil yang baik

pula.

c. Motivasi dalam proses pembelajaran

Belajar dan motivsi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Jika

individu merasa senang dengan proses pembelajaran maka memungkinkan

meningkatnya motivasi belajarnya. Hal ini disebabkan siswa tersebut merasa

senang melakukannya. Juga sebaliknya, apabila pembelajaran yang dilakukan

terasa sangat membosankan, maka motivasi dari siswa tersbut akan melemah.

Menurut Santrock (2010: 514), motivasi untuk meraih sesuatu terdiri atas

dua hal, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah

motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri. Misalnya

ketika siswa belajar sebelum melaksanakan ujian karena siswa tersebut menyukai

pelajaran yang di ujikan tersebut. Motivasi ekstrinsik adalah suatu dorongan dari

luar diri untuk melakukan sesuatu untuk mendapatkan suatu yang lain. Hal ini

misalnya dipengaruhi oleh sebuah imbalan atau hukuman. Motivasi intrinsik

adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri.

Misalnya ketika peserta didik belajar sebelum menghadapi ujian yang disebabkan

peserta didik tersebut menyenangi pelajaran tersebut.

Johnson and Johnson dalam Hom, H. L The Journal of Genetic

Psychology memaparkan bahwa Motivasi intrinsik menjadi motivasi yang melekat

pada tugas akademik yang relevan untuk belajar siswa. Selain itu juga perlu

adanya penekanan yang berarti dan umpan balik yang menandakan kompetensi.

Dengan demikian motivasi belajar dapat timbul karena faktor dari dalam

dan dari luar. Faktor dari dalam dapat berupa keinginan untuk berhasil dan

dorongan untuk belajar, harapan dan cita-cita. Sedangkan factor dari luar adalah

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

34

adanya penghargaan, dorongan dari orang tua dan teman-teman kegiatan belajar

yang menarik dan suasnan belajar yang kondusif.

Slameto (2010: 23) memaparkan empat faktor yang mempengaruhi

motivasi belajar. Empat faktor tersebut yaitu: 1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu,

terdorong untuk melakukan aktivitas belajar karena menyadari arti pentingnya

belajar. 2) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain, adanya kegiatan yang kuat

untuk membuat senang orang yang telah mendukung dalam belajar. 3) berupaya

semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dari proses

belajar. 4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan, adanya dorongan untuk berusaha

memecahkan masalah yang berkaitan dengan kesulitan belajar yang dihadapi.

Selanjutnya menurut Uno (2008: 27), terdapat beberapa peranan penting

dari motivasi dalam belajar dan pembelajaran, hal tersebut yaitu: 1). Menentukan

hal-hal yang dapat dijadikan penguat belajar, 2). Memperjelas tujuan belajar yang

hendak dicapai, 3). Menentukan ragam kendali terhadap rangsangan belajar, 4).

Menentukan ketekunan belajar. Sardiman (2009: 81) mengemukakan indikator

motivasi belajar, yaitu:

1) Tekun menghadapi tugas;

2) Ulet menghadapi kesulitan;

3) Menunjukkan minat terhadap macam-macam masalah orang dewasa;

4) Lebih senang bekerja mandiri;

5) Dapat mempertahankan pendapatnya.

Selain pendapat Sardiman di atas, adapun indikator motivasi belajar

menurut Uno (2008: 31) diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Adaya hasrat dan keinginan berhasil

2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan

4) Adanya penghrgaan dalam belajar

5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6) Adanya lingkungan yang kondusif sehingga memungkinkan peserta didik dapat

belajar dengan baik.

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

35

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, maka ia memiliki

motivasi yang kuat dalam belajar. Motivasi merupakan suatu dorongan yang

memberikan suatu kekuatan bagi peserta didik untuk mencapai suatu tujuan. Dari

bebagai uraian penjelasan yang telah di paparkan di atas, maka dalam penelitian

ini akan dilihat beberapa indikator untuk mengetahui motivasi belajar siswa:

1) Ketekunan

2) Percaya Diri

3) Minat

4) Belajar Mandiri

5) Mempertahankan Pendapat

6) Hasrat

7) Kepedulian

8) Adanya Dorongan

Berdasar indikator di atas, diharapkan guru dapat meningkatkan motivasi

belajar peserta didik dengan mengidentifikasi kebutuhan peserta didik dan

merancanakan model pembelajaran yang tepat.

B. Penelitian Relevan

Terdapat penelitian yang sudah dilakukan menggunakan model

pembelajaran PBL dan GI. Penelitian tersebut antara lain:

1. Elok Kusuma Dewi & Oksiana Jatiningsih. 2015. Pengaruh Penggunaan

Model Pembelajaran Problem Based Learning terhadap Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa pada Mata Pelajaran PPKn kelas x di SMAN 22 Surabaya dalam

Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan Volume 02 Nomor 03 Tahun

2015. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan jika

keterlaksanaan pembelajaran pada kelas Problem Based Learning (PBL)

menunjukkan nilai rata-rata dari empat kali pengamatan sebesar 84.37 dengan

kategori keterlaksanaan dengan sangat baik, sedangkan untuk kelas yang

menggunakan model pembelajaran langsung mendapatkan nilai rata-rata

sebesar 74.99. Lalu untuk aktivitas belajar siswa yang menggunakan model

pembelajaran Problem Based Learning lebih aktif dibandingkan dengan

menggunakan model pembelajaran ceramah bervariasi, yaitu sebesar 85,30

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

36

untuk kelas eksperimen dan 77,08 untuk kelas kontrol. Dari hasil analisis pada

hasil belajar menunjukan bahwa t hitung sebesar -34.481 dengan nilai t tabel -

1,688 pada taraf signifikansi α = 0.05. Dari hasil tersebut didapat bahwa t

hitung < -t tabel sehingga disimpulkan jika hasil penelitian ini menolak Ho dan

menerima Ha. Yang diartikan terdapat pengaruh penggunaan model Problem

Based Learning dengan metode ceramah bervariasi dalam meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Kd. Urip Astika dkk. 2013. Pengaruh Model Berbasis Masalah Terhadap

Sikap Ilmiah dan Keterampilan Berpikir Kritis dalam Jurnal Pascasarjana

Universitas Ganesha Volume 3 Tahun 2013. Penelitian ini menunjukkan: 1)

Terdapat perbedaan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis antara siswa

yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa

yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori (F=19,630;

p<0,05). 2) Terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang belajar

menggunakanmodel pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran ekspositori (F= 12,778 ; p < 0,05). 3)

Terdapat perbedaan keterampilan berpikirkritis antara siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dengan siswa yang belajar

menggunakan model pembelajaran ekspositori (F =23,129; p < 0,05).

3. Suprapto. 2014. Pengaruh Model Pbl Dan Model Kooperatif Gi Terhadap

Prestasi Belajar Ditinjau Dari Motivasi Belajar Dan Kreativitas Belajar Siswa

(Studi Pada Materi Bioteknologi Kelas Xii Semester 2 Sma Negeri I Gondang

Kabupaten Sragen Tahun Peajaran 2013/2014. Tesis UNS. Hasil penelitian ini

terhadap prestasi belajar Biologi adalah 1) ada pengaruh model pembelajaran

PBL dan GI dengan hasil prestasi belajar pada PBL lebih tinggi daripada GI, 2)

ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar kognitif, tetapi tidak

mempengaruhi prestasi belajar afektif dan psikomotor, 3) ada pengaruh

kreativitas belajar terhadap prestasi belajar kognitif, tetapi tidak mempengaruhi

prestasi belajar afektif dan psikomotor, 4) tidak ada interaksi motivasi belajar

dengan model pembelajaran, 5) tidak ada interaksi kreativitas belajar dengan

model pembelajaran, 6) interaksi motivasi belajar dengan kreativitas belajar

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

37

mempengaruhi prestasi belajar afektif, tetapi tidak mempengaruhi prestasi

belajar kognitif dan psikomotor, 7) tidak ada interaksi model pembelajaran,

motivasi belajar dan kreativitas belajar.

4. Ubayu Wahyuning Awi Gangga. 2014. Eksperimentasi Model Problem Based

Learning (Pbl) Dan Model Group Investigation (Gi) Dalam Pembelajaran

Matematika Materi Bangun Ruang Sisi Datar Ditinjau Dari Sikap Percaya

Diri Siswa Kelas Viii Smp Se-Kabupaten Madiun Tahun Pelajaran 2013/2014.

Tesis UNS. Hasil penelitian ini adalah: (1) model GI memberikan prestasi

belajar matematika yang lebih baik daripada model PBL dan pembelajaran

langsung, model PBL memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik

daripada pembelajaran langsung; (2) prestasi belajar matematika siswa dengan

sikap percaya diri tinggi lebih baik daripada siswa dengan sikap percaya diri

sedang maupun rendah, tetapi prestasi belajar matematika siswa dengan sikap

percaya diri sedang sama dengan siswa dengan sikap percaya diri rendah; (3)

pada siswa dengan sikap percaya diri tinggi, model PBL sama efektifnya

dengan model GI, model PBL dan GI memberikan prestasi yang lebih baik

daripada model pembelajaran langsung, sedangkan pada siswa dengan sikap

percaya diri sedang dan rendah, model PBL memberikan prestasi yang sama

baiknya dengan model GI dan model pembelajaran langsung; (4) pada model

PBL, sikap percaya tinggi memiliki prestasi yang lebih baik daripada sikap

percaya diri rendah, sikap percaya diri tinggi memiliki prestasi yang sama

dengan sikap percaya diri sedang, sikap percaya diri sedang memiliki prestasi

yang sama dengan sikap percaya diri rendah, sedangkan pada model GI dan

pembelajaran langsung ketiga kategori sikap percaya diri memiliki prestasi

yang sama.

5. Anis Yuliastutik. 2010. Penerapan model pembelajaran problem based

learning dengan media Video Campact Disk (vcd) dalam upaya meningkatkan

motivasi belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa (studi kasus di

AKPER Rustida Banyuwangi). Tesis UNS. Hasil penelitian menunjukkan 1)

Penerapan model pembelajaran problem based learning dengan media Video

Campact Disk (VCD) dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir kritis

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

38

pada mata kuliah kebutuhan dasar manusia II dapat meningkatkan motivasi

belajar mahasiswa dari rata – rata 65 dengan ketuntasan klasikal 55 % menjadi

rata – rata motivasi belajar mahasiswa ≥ 80 dengan ketuntasan klasikal 90 %

dan 2) dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa dari rerata 8

dengan ketuntasan klasikal 56 % pada siklus I menjadi rerata kemampuan

berpikir kritis mahasiswa 18 klasikal sebesar 82 % pada siklus II Kesimpulan

dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran problem based

learning dengan media Video Campact Disk (VCD) dapat meningkatkan

motivasi belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, sehingga model

pembelajaran ini dapat dijadikan alternatif pilihan pada strategi pembelajaran

materi kebutuhan dasar manusia.

C. Kerangaka Berpikir

1. Perbedaan Pengaruh Model PBL Dan GI Terhadap Kemampuan berpikir

Kritis

Dalam proses pembelajaran banyak model-model pembelajaran yang

digunakan. Model pembelajaran adalah kegiatan guru dalam proses belajar

mengajar yang dapat memberikan kemudahan atau fasilitas kepada siswa. Dalam

kegiatan pembelajaran, guru tidak harus terpaku pada satu model pembelajaran,

melainkan dapat menggunakan model pembelajaran yang tidak membosankan

bagi peserta didik.

Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran

yang awali dengan menghadirkan suatu masalah kepada peserta didik, peserta

didik kemudian menyelesaikan permasalahan tersebut untuk menemukan suatu

pengetahuan baru. Model Problem Based Learning (PBL) ini menekankan pada

proses kognitif peserta didik atau dengan kata lain peserta didik dituntut untuk

berpikir secara mendalam dengan melakukan penyelidikan-penyelidikan terhadap

masalah-masalah yang ada. Jadi peserta didik dituntut untuk menyelesaikan suatu

masalah untuk menemukan pengetahuan baru yang berguna.

Model Group Investigation (GI) ini menenkankan pada partisipasi dan

aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi atau segala sesuatu mengenai materi

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

39

pembelajaran yang akan dipelajari. Sehingga peserta didik dituntut untuk mencari

suatu permasalah sendiri untuk diteliti dan dicari solusinya.

Kedua model pembelajaran di atas menuntut adanya suatu kemampuan

berpikir tingkat lanjut pada peserta didik. Hal ini sesuai dengan tuntutan sekarang,

yang mana pada era globalisasi sekarang kita harus memiliki kemampuan untuk

memiliah-milah informasi yang masuk. Sehingga dengan pembelajaran

menggunakan kedua model ini diharapkan untuk menumbuhkan kemampuan

berpikir kritis peserta didik.

2. Perbedaan Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Kemampuan Berpikir

Kritis

Motivasi mempunyai peranan penting dalam proses belajar mengajar

baik bagi guru maupun siswa. Bagi guru mengetahui motivasi belajar dari siswa

sangat diperlukan guna memelihara dan meningkatkan semangat belajar siswa.

Misalkan apabila ada beberapa siswa yang diketahui mempunyai motivasi yang

rendah pada mata pelajaran tertentu dikarenakan penggunaan metode yang kurang

bisa diterima oleh siswa-siswanya, maka bagi seorang guru dengan menetahui

tanda-tanda siswa-siswanya tidak bermotivasi dalam mengikuti kegiatan belajar

mengajar, guru tersebut akan mengintrospeksi diri dengan metode yang digunakan

dan akan memperbaiki metode yang digunakan atau bahkan akan menggunakan

metode lain untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa-siswanya.

Bagi siswa motivasi belajar dapat menumbuhkan semangat belajar

sehingga siswa terdorong untuk melakukan perbuatan belajar. Untuk mencapai

pemahaman yang mendalam, motivasi tinggi dari peserta didik sangat

berpengaruh mengingat motivasi yang tinggi akan mendorong peserta didik untuk

mengetahui lebih dalam lagi suatu informasi baik dari luar maupun dalam proses

pembelajaran di kelas. Rasa keingintahuan yang tinggi menjadikan peserta didik

diajak untuk berfikir sehingga akan mendapatkan sebuah pemahaman dari

informasi yang diterimanya. Dengan pemahaman yang diterimanya, membuat

peserta didik dapat mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian (informasi)

yang berujung pada peningkatan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

40

3. Interaksi Pengaruh Antara Model Pembelajaran Dan Motivasi Belajar

Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran menjadikan

proses pembelajaran lebih menarik dan mengesankan. Dengan menerapkan model

Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI) peserta didik diberi

kesempatan untuk melakukan penelitian dan menemukan sendiri jalan keluar atas

masalah yang ada. Selain itu peserta didik menemukan sendiri pengetahuannya

yang berujung pada pemahaman dari suatu materi atau informasi yang diajarkan.

Dengan model pembelajaran ini, bertujuan untuk menghindari proses belajar yang

pasif. Dalam model Problem Based Learning (PBL) dan Group Investigation (GI)

guru tidak menjadi dominan dalam proses pembelajaran, namun peserta didik ikut

terlibat menggali pengetahuan dan peserta didik sendiri yang mengembangkan

sebuah materi agar menjadi bermakna.

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi.

Oleh karena itu, kegiatan belajar bermakna dan menyenangkan akan

menumbuhkan motivasi belajar yang tinggi pada peserta didik. Dalam belajar,

dengan motivasi yang tinggi maka seseorang akan terdorong untuk melakukan

kegiatan belajar. Apabila demikian, maka peserta didik akan selalu berusaha

untuk mendapatkan informasi baru. Dari penjelasan di atas, maka model

pembelajaran akan menumbuhkan motivasi belajar pada peserta didik. Pada saat

motivasi itu tumbuh, maka ada dorongan untuk mencari dan mengetahui

informasi baru. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran akan

menjadikan informasi atau materi diolah dan lebih bermakna pada proses belajar.

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN … · 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Sejarah di SMA a. Pembelajaran Sejarah

41

Gambar 2. 1 Skema Kerangka Berpikir

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka dalam penelitian ini diajukan

hipotesis sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh antara model Problem Based Learning (PBL) dan

Group Investigation (GI) terhadap prestasi belajar sejarah siswa kelas XI

SMAN Kota Martapura.

2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar tinggi dan motivasi belajar

rendah terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN Kota

Martapura.

3. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan model pembelajaran dan motivasi

belajar terhadap kemampuan berpikir kritis siswa kelas XI SMAN Kota

Martapura.

Model PBL

Motivasi Tinggi

Model PBL

Motivasi Rendah

Model GI

Motivasi Tinggi

Model GI

Motivasi Rendah

ProsesPembelajaran

KemamapuanBerpikir Kritis