Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Pengertian Upacara Tradisi
Upacara Tradisi merupakan tindakan atau perbuatan yang terikat
kepada aturan-aturan tertentu sesuai dengan adat dan agama setempat,
upacara yang dilakukan merupakan peristiwa penting dan peristiwa yang
mempunyai nilai-nilai tinggi. Agar supaya di dalam perkembangannya,
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kebudayaan tidak tenggelam,
perlu diupayakan penanaman nilai-nilai tersebut melalui sarana atau media
tertentu. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pengenalan
serta pemahaman tentang upacara tradisi.
Suku bangsa Dayak sebagai masyarakat hukum adat mempunyai
hubungan erat dengan lingkungannya. Mereka dipengaruhi oleh alam
pikiran relegio magis. Masyarakat Dayak menganggap pengetahuan akan
tanda-tanda atau simbol-simbol tertentu dalam kehidupan mereka adalah
hal yang wajar, walau tidak semua orang Dayak memiliki kepandaian
untuk itu.
Menurut Bostami (1989:1) upacara tradisi adalah kegiatan yang
melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai
tujuan keselamatan bersama. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
8
a. Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang
serta menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian
hari.
b. Upacara tradisi merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya
mengandung makna bahwa upacara tersebut harus diikuti dan
dilaksanakan seluruh warga masyarakat tanpa ada rasa terpaksa.
c. Dalam upacara tradisi banyak larangan yang harus dipatuhi oleh
masyarakat.
d. Upacara tradisional tumbuh dan berkembang melalui berbagai sikap
perbuatan manusia terhadap peristiwa tertentu.
2. Pengertian Tradisi
Tradisi dalam bahasa Latin disebut traditio yang artinya diteruskan
atau kebiasaan, jadi pengertian tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan
sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan dalam masyarakat yang
disebut kebudayaan.
Tradisi dalam masyarakat Dayak mengandung dua prinsip yaitu
unsur kepercayaan kepada nenek moyang (anchestral belief) yang
menekankan pada pemujaan kepada nenek moyang dan yang kedua
kepercayaan terhadap Tuhan yang satu (the one God) dengan kekuasaan
tertinggi dan merupakan suatu prima causa dari kehidupan manusia
(Alqadrie, 1990b:103).
Tradisi merupakan adat kebiasaan yang dilakukan secara turun-
temurun yang diwariskan oleh nenek moyang yang sampai sekarang masih
9
dilaksanakan dalam masyarakat. Tradisi ini dilakukan sebagai unggapan
syukur kepada Tuhan yang diwujudkan dengan berdoa dan makan bersama
pada waktu upacara tradisi dilaksanakan. Pelajaran bagi generasi muda
untuk tetap menghormati dan mencintai budaya yang ada dalam
masyarakat dan tetap mempertahankannya (Hartatik, Endah Sri dkk.,
2007)
Peranan tradisi terutama sangat nampak pada masyarakat pedesaan
walaupun kehidupan tradisi terdapat pula pada masyarakat kota.
Masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai masyarakat agraris,
maka sifat masyarakat seperti itu cenderung tidak berani berspekulasi
dengan alternatif yang baru atau mencoba hal yang baru dalam
keyakinannya. Tingkah laku masyarakat selalu pada pola-pola tradisi yang
telah ada (Bostami, 1986 :14).
Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional.
Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan
dalam masyarakat. Di dalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir
dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai
dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap
tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.
Jadi pengrtian upacara tradisional adalah suatu rangkaian atau
perbuatan yang terkait dengan aturan-aturan tertentu menurut adat yang
mengalir dalam kelompok masyarakat (Koentjaraningrat 1990:181).
10
3. Ciri-ciri Tradisi
Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dan paling
abstrak dari adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai budaya itu
merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran
sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap
bernilai, berharga dan penting dalam kehidupan sehari-hari
(Koentjaraningrat, 1990:79).
Tradisi mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia.
Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggota
seperti kekuatan, maupun kekuatan-kekuatan lainya di dalam masyarakat
itu sendiri. Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula
kepuasan, baik dibidang spiritual maupun materiil.
Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut di atas, sebagian besar
dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Dikatakan sebagian besar oleh karena kemampuan manusia adalah
terbatas, dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan
hasil ciptaan juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.
4. Jenis-jenis Upacara Tradisi
Upacara–upacara tradisional yang ada di Indonesia secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi :
a. Upacara tradisi yang berkaitan dengan alam, merupakan upacara yang
berhubungan dengan kepercayaan terhadap dunia gaib dan peristiwa-
peristiwa alam yang ada.
11
b. Upacara tradisi yang berhubungan dengan leluhur. Upacara tradisi ini
berhubungan erat dengan adanya harapan keselamatan dalam
hidupnya, serta dijauhkan dari gangguan-gangguan makhluk halus dan
perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri. (Kamajaya Karkoro
1992:V)
c. Upacara tradisi yang berkaitan dengan mitos, yaitu upacara tradisi
yang di dalamnya mengandung pemujaan terhadap seseorang yang
dianggap memiliki kemampuan di atas kemampuan manusia normal
(memiliki kesaktian).
d. Upacara tradisi yang berkaitan dengan legenda, yaitu legenda yang
dianggap mempunyai daya kemampuan yang hebat atau benar-benar
terjadi dikehidupan masyarakat setempat.
5. Fungsi Upacara Tradisi
Untuk mengetahui fungsi upacara tradisioanal dapat dilakukan
melalui dua pendekatan yaitu:
a. Upacara tradisi dengan menggunakan pendekatan sosiologis.
Upacara tradisi ini dilakukan oleh seluruh warga Desa Betenung
secara bersama-sama. Di dalam setiap pelaksanaan tradisi selalu
mengandung aturan-aturan atau larangan yang tidak boleh dilanggar
serta norma yang harus dipatuhi oleh semua warga masyarakat dengan
tujuan memperoleh keselamatan bersama-sama. Kebersamaan secara
nyata nampak dalam setiap upacara tradisi yang dilakukan oleh seluruh
12
warga masyarakat, seluruh warga terlibat dengan perannya masing-
masing sebagai pelayan atau pembantu.
Dengan demikian upacara ini berfungsi sosial bagi komunitas yang
bersangkutan. Hal ini mengandung makna kebersamaan serta gotong
royong yang selalu dibina dalam kehidupan bermasyarakat, serta
dalam komunitas masyarakat lain tidak akan terjadi berbagai konflik
secara internal. Di samping memiliki fungsi kelompok sosial juga
menimbulkan rasa yang tentram dari seluruh masyarakat. Hal ini
disebabkan salah satu kebajiban telah dilaksanakan yaitu
melaksanakan upacara tradisi yang dilakukan secara bersama-sama
sehingga timbul rasa kekeluargaan yang tinggi.
b. Fungsi pendekatan antropologis
Dari sudut antropologis upacara tradisi ini mengandung arti
pemujaan, sekaligus persembahan atau kurban yang dilakukan oleh
seluruh masyarakat kepada penguasa kampung atau penunggu yang
dianggap ada dan menjaga serta memberikan keselamatan bagi seluruh
warga. Kekuatan seperti itu dianggap sebagai kekuatan yang berada di
luar kemampuan manusia pada umumnya.
6. Tujuan Upacara Tradisi
Tujuan upacara tradisi adalah untuk mewujudkan pemahaman atas
nilai-nilai serta gagasan yang terkandung di dalamnya maupun untuk
menghindarkan dari gangguan roh jahat. Selain itu pula, upacara tradisi
yang dilakukan dalam masyarakat secara bersama maupun individu
13
bertujuan untuk mendapatkan keselamatan supaya terhindar dari segala
malapetaka dan marabahaya.
Bahwa upacara tradisi dilakukan secara berkala juga mengingatkan
semua warga masyarakat yang dalam komunitas, jika terjadi
penyimpangan akibat yang muncul akan menimpa seluruh masyarakat satu
desa (Slamet, 1984 :54).
Juga untuk mengembangkan warisan dari nenek moyang supaya
tetap terjaga dan terus dilakukan secatra turun temurun supaya tidak
digantikan oleh budaya baru.
7. Unsur-unsur Upacara Tradisi
a. Tempat upacara : Dilakukan di tempat yang keramat, misalnya di
ujung kampung dan di tepi sungai. Setiap orang yang ingin masuk ke
tempat yang dianggap keramat ini biasanya tidak menggunakan sandal
atau alas kaki.
b. Saat upacara
Biasanya masyarakat melakukan upacara pada awal tahun, tengah
tahun dan akhir tahun, sebagai ucapan terima kasih mereka kepada
penunggu kampung yang telah memberikan keselamatan, kesehatan,
serta hasil paten yang bagus. Namun segala bahaya itu sering datang
dan dianggap oleh orang-orang hanya suatu peristiwa alam, dalam
dunia gaib sehingga manusia mencoba menolak segala segala macam
bahaya tersebut dengan bermacam-macam upacara serta mencari
bantuan dengan cara berhubungan dengan dunia gaib. Saat-saat
14
upacara tersebut dalan ilmu antropologi disebut upacara-upacara
waktu kritis (Koentjaraningrat, 1992 : 244)
Untuk menarik roh-roh dari tempat-tempat keramat, maka pada
waktu tertentu dipasang sesaji berupa makanan kecil dan telur. Sesaji
diselenggarakan untuk mendukung kepercayaan terhadap adanya
kekuatan makhluk halus, supaya tidak mengganggu keselamtan,
ketentraman, dan kebahagiaan keluarga yang bersangkutan.
Upacara tradisi sering kali tidak dapat diterangkan asal mulanya.
Dalam menghadapi suatu upacara, manusia tidak luput dari sikap
emosional namun karena dianggap sakral dan dikeramatkan, maka
semua unsur-unsur yang ada di dalamnya dianggap penting dan di
dalam melaksanakan kegiatan upacara itu tidak terlepas dari unsur-
unsur upacara yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan alam
gaib yaitu dengan cara :
1. Bersesaji
Bersesaji merupakan perbuatan untuk menyajikan makanan,
benda-benda, dan sebagainya kepada roh-roh nenek moyang atau
makhluk halus lain, dengan tujuan supaya acara tersebut bisa
berjalan dengan lancar. Sesaji ini merupakan sarana dan prasarana
yang penting dalam upacara tradisi yang erat hubungannya dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat tentang adanya roh-roh
halus dan arwah orang yang telah meninggal yang dianggap
sebagai penghuni desa (Hersapandi dkk, 2005 : 143).
15
2. Berkurban
Kurban merupakan suatu tradisi yang dilakukan masyarakat
dalam suatu upacara tradisional yaitu dengan cara menyembelih
hewan peliharaan, dalam upacara tradisi perkawinan suku Dayak
ini, biasanya hewan kurbanya adalah ayam dan babi. Hewan yang
dikurbankan ini hanya diambil darahnya untuk dipersembahkan
kepada para leluhur atau dewa-dewa, sedangkan dagingnya
disajikan untuk dimakan semua masyarakat yang ikut dalam
upacara perkawinan tersebut.
3. Berdoa
Berdoa merupakan suatu unsur yang banyak terdapat dalam
berbagai upacara keagamaan di dunia. Pada awalnya doa adalah
upacara hormat dan pujian kepada leluhur, biasanya doa diiringi
dengan gerak-gerik dan sikap tubuh. Sikap tubuh itu merupakan
penghormatan dan merendahkan diri terhadap para leluhur, dewata,
dan terhadap Tuhan, mengucapkan doa dalam upacara tradisi
merupakan suatu unsur yang amat penting.
4. Makan bersama
Makan bersama merupakan unsur penting dalam suatu upacara
religi dan agama di dunia. Dasar pemikiran itu rupanya mencari
hubungan dengan dewa-dewa, dengan cara mengundang dewa-
dewa pada saat pertemuan makan bersama.
16
8. Norma dan sanksi sakral
Sanksi adalah serangkaian aturan atau kaidah yang tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat sebagai alat pengontrol manusia dari
perbuatan jahat, setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi berat atau
ringan sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.
Sehingga sanksi dan norma yang berlaku dalam masyarakat
memiliki kekuatan yang mengikat dan berbeda-beda macamnya. Norma-
norma itu sangat jelas perumusannya dan tidak diragukan lagi
kebenarannya. Dalam upacara tradisi bagi masyarakat pendukungnya
mengandung suatu sanksi yang tegas dan jelas. Sanksi sakral yang
terkandung dalam hal ini nampak pada setiap kegiatan upacara tradisi yang
dilakukan oleh seluruh mesyarakat dengan tata uraian yang dianggap baku,
tidak bisa ditawar dan disesuaikan dengan apa yang telah digariskan oleh
pendahulunya.
Norma dan sanksi sakral ini harus dipenuhi dan ditaati oleh seluruh
masyarakat karena apabila sanksi sakral atau pantangan yang tidak boleh
dilanggar oleh masyarakat disaat menjalankan upacara tradisi, jika
dilanggar atau tidak dijalankan maka akan terjadi malapetaka. Dengan
demikian maka sanksi ini harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di
Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
9. Nilai-nilai budaya
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tradisi
perkawinan ini nampak dari sikap gotong royong masyarakat setempat
17
dalam melakukan segala sesuatunya secara bersama-sama, seperti
menyiapkan alat-alat perlengkapan perkawinan, masak bersama dan
sebagainya. Seluruh masyarat menunjukkan sikap antusias dalam
membantu untuk persiapan perkawinan.
Di sini juga terlihat toleransi masyarakat yang beragama lain dalam
proses berlangsungnya upacara, sehingga tidak terlihat adanya perbedaan
agama. Semua masyarakat tanpa terkecuali ikut ambil bagian untuk
terselenggaranya upacara perkawinan tersebut. Selain membantu persiapan
perkawinan masyarakat juga memberikan bantuan berupa makanan yang
dibutuhkan, seperti beras, sayuran, gula, kopi, rokok, ayam, babi, tuak atau
arak dan sebagainya.
10. Sistem Kerukunan Dalam Upacara Tradisi
Adanya suatu perbedaan yang timbul dalam keluarga selalu
diselesaikan dengan cara kekeluargaan, yaitu dengan cara mengundang
seluruh anggota keluarga dan membicarakannya secara bersama-sama,
sehingga akan tercipta perdamaian dan kerukunan dalam anggota keluarga.
Kerukunan dalam keluarga mengandung nilai-nilai sebagai berikut :
a. Musyawarah
Musyawarah adalah cara pengambilan keputusan yang
mendengarkan semua suara dan opini. Musyawarah mencoba
menghasilkan kebulatan kehendak atau kebulatan pikiran. Keputusan
yang benar adalah fakta sosial yang mencerminkan seluruh peserta.
Dalam musyawarah tidak ada voting atau pemungutan suara,
18
musyawarah adalah proses berunding, proses memberi dan menerima,
proses kompromi, semua pendapat harus diperhatikan.
b. Menghormati
Hormat menghormati berarti pengakuan terhadap jajaran atasan
yang ditujukan dengan melalui bentuk tata krama yang sesuai. Tidak
ada kewenangan, kekuasaan ataupun suatu hak istimewa pada diri
seseorang, semuanya langsung terkandung dalam jenjang kedudukan
yang tinggi itu (Hildred Geertz, 1984 : 154-155)
B. Solidaritas Sosial Masyarakat
1. Solidaritas
Solidaritas sosial mengandung pengertian sifat senasib atau
perasaan setia kawan dalam masyarakat (Fuad Hasan, 1988:853), maka
solidaritas sosial masyarakat yang dimaksud disini merupakan sifat setia
kawan dalam sejumlah manusia atau dalam suatu kelompok yang terkait
oleh kebudayaan yang dianggap sama. Sifat senasib ini muncul berkaitan
erat dengan lokalitas atau tempat tinggal. Masyarakat setempat yang
memiliki tempat tinggal permanen mempunyai ikatan solidaritas yang kuat
karena pengaruh kesatuan tempat tinggal. Adanya kenyataan bahwa
mereka saling memerlukan satu dengan yang lain dan bahwa tanah yang
mereka tinggali memberi kehidupan bersama mendorong munculnya sifat
senasib diantara mereka. Adanya ikatan tunggal (Community sentiment)
19
mengandung unsur-unsur seperasaan, sepenanggungan dan saling
memerlukan diantara anggota masyarakat (Saryono Sukamto, 1982:143).
2. Gotong Royong
Awalnya gotong royong dikenal dari upaya untuk mengarahkan
penambahan tenaga pada masa bercocok tanam dimasyarakat pedesaan,
namun budaya gotong royong tidak hanya dalam hal bercocok tanam.
Seiring dengan perkembangan masyarakat gotong royong diterapkan
dalam kehidupan lain yaitu dalam hal kematian, pekerjaan sekitar rumah
tangga, pesta-pesta (perkawinan, hajatan lain) dalam hal pekerjaan untuk
kepentingan bersama atau umum.(Koentjoroningrat 1977:77)
Seperti yang diungkapkan koentjoroningrat (1992:56-57), bahwa
konsep gotong royong yang dinilai tinggi itu merupakan suatu konsep
yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat sebagai petani dalam
masyarakat agraris. Budaya gotong royong didasari pada prinsip timbal
balik atau kesediaan untuk saling menerima dan memberi diantara anggota
masyarakat. Selain itu ada pula didasari oleh keinginan saling tolong
menolong dengan iklas hati. Dalam hal ini gotong royong muncul secara
sepontan, misalnya dalam hal perkawinan. Sedangkan gotong royong
untuk kepentingan umum biasanya disebut dengan kerja bakti.
3. Masyarakat
Keberadaan manusia yang bermasyarakat senantiasa berkembang,
demikian juga dengan kebudayaannya. Masyarakat yang berkembang
tersebut memiliki masalah sendiri-sendiri yang berbeda antara masyarakat
20
satu dengan yang lain, sehingga dimungkinkan ada perbedaan dalam cara
mengatasinya. Hal ini nampak sebagai contoh masyarakat desa dengan
latar belakang pertanian, misalnya budaya gotong royong dalam
masyarakat desa, yang tidak muncul dimasyarakat perkotaan.
Berbicara tentang masyarakat selalu berkaitan dengan budayanya.
Koentjoroningrat mengatakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan
universal sebagai isi pokok tiap kebudayaan manapun di dunia, yaitu
sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, sistem
teknologi, sistem ekonomi, sistem religi, dan sistem kesenian. Tiap unsur
kebudayaan ini terjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu sistem
budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik
(Koentjaraningrat, 1970). Sedangkan kebudayaan yang mengatur perilaku
masyarakat Indonesia itu berupa adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran
yang menjadi pola dalam hidup dan kehidupan sehari-hari
(Koentjaraningrat, 1970)
21
C. Kerangka Berfikir
Kebudayaan
Perkembangan
IPTEK Upacara
Tradisi
Perkawin
Solidaritas
Tradisi