Upload
phamtu
View
218
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KONSEP DASAR
A. Konsep Keluarga
1. Definisi Keluarga
Menurut Depkes RI (1998), keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang
terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan
saling ketergantungan. Menurut Friedmen (1998), keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi
pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi
diri mereka sebagai bagian dari keluarga.
2. Tipe / Bentuk keluarga (Murwani, 2007)
a. Keluarga inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah dengan
satu saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,
bibi, dan sebagainya.
c. Keluarga berantai (Serial Family), adalah keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu
keluarga inti.
d. Keluarga duda/janda (Single Family), adalah keluarga yang terjadi kerena
perceraian atau kematian.
8
9
e. Keluarga berkomposisi (Composite Family), adalah keluarga
perkawinannya berpoligami dan hidup secara bersama.
f. Keluarga kabitas (Cahabitation Family), adalah dua orang menjadi satu
tanpa pernikahan tempi membentuk satu keluarga.
3. Tugas Keluarga
Menurut Murwani (2007) ada lima tugas keluarga dalam bidang
kesehatan, yaitu mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap
anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat,
memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang tertalu muda,
mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan
perkembangan kepribadian anggota keluarga, mempertahankan hubungan
timbai balik antara keluarga dan lembaga kesehatan yang menunjukkan
pemanfaatan dengan baik fasilitas kesehatan yang ada.
Pada dasarnya ada delapan tugas pokok keluarga, yaitu:
pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya, pemeliharaan sumber-
sumber daya yang ada dalam keluarga, pembagian tugas masing-masing
anggotanya sesuai kedudukan masing-masing, sosialisasi antar anggota
keluarga, pengaturan jumlah anggota keluarga, pemeliharaan ketertiban
anggota keluarga, penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas, dan membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
10
4. Peran Keluarga
a. Peran Formal Keluarga
1) Peran Parental
Peran parental adalah peran dasar yang membentuk posisi
sosial, yaitu suami sebagai ayah dan istri sebagai ibu. Menurut
Murwani (2006) ada delapan peran parental. Peran – peran tersebut
yaitu: peran sebagai provider (penyedia), peran sebagai pengatur
rumah tangga, peran perawatan anak, peran sosialisasi anak, peran
rekreasi, peran persaudaraan (kinship) atau peran memelihara
hubungan keluarga paternal dan maternal, peran terapeutik
(memenuhi kebutuhan afektif pasangan), dan peran seksual.
2) Peran perkawinan
Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan
perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak terutama dapat
mempengaruhi hubungan perkawinan, menciptakan situasi dimana
suami dan istri membentuk suatu koalisi dengan anak. Memelihara
suatu hubungan perkawinan yang memuaskan merupakan salah satu
tugas perkembangan yang vital dari keluarga.
3) Peran informal
a) Pengharmonis: menengahi perbedaan yang terdapat diantara para
anggota, menghibur dan menyatukan kembali perbedaan
pendapat.
b) Inisiator-kontributor: mengemukakan dan mengajukan ide-ide
11
baru atau cara-cara mengingat masalah-masalah atau tujuan-tujuan
kelompok.
c) Pendamai (compromiser): merupakan salah satu bagian dari
konflik dan ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan
posisi dan mengakui kesalahannya, atau menawarkan
penyelesaian “setengah jalan”.
d) Perawat keluarga: orang yang terpanggil untuk merawat dan
mengasuh anggota keluarga lain yang membutuhkannya.
e) Koordinator keluarga: mengorganisasi dan merencanakan
kegiatan-kegiatan keluarga, berfungsi - mengangkat keterikatan /
keakraban
5. Fungsi Keluarga (Murwani, 2007)
a. Fungsi biologis
Tugas keluarga secara biologis adalah untuk meneruskan keturunan,
memelihara dan membesarkan anak , memenuhi kebutuhan gizi keluarga,
memelihara dan merawat anggota keluarga.
b. Fungsi Psikologis
Sedangakan keluarga secara psikologis berfungsi untuk memberikan
kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota
keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga, serta memberikan
identitas keluarga.
c. Fungsi Sosialisasi
Fungsi keluarga dalam hal ini adalah membina sosialisasi pada anak,
12
membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak, dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi Ekonomi
1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan
keluarga.
2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang
misalnya pendidikan anak, jaminan hari tua dan sebagainya.
e. Fungsi pendidikan
1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, keterampilan,
dan membentuk prilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
f. Fungsi perlindungan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak dari tindakan-
tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung
dan merasa aman.
g. Fungsi perasaan
Tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif, merasakan
perasaan anak dan anggota keluarga sehingga saling pengertian satu sama
13
lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
h. Fungsi religius
Tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak
anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan
tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan
lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia
i. Fungsi rekreatif
Tugas keluarga dalam fungsi rekreatif ini tidak selalu harus pergi ke
tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai
keseimbangan kepribadian masing-masing anggotanya.
6. Keperawatan kesehatan keluarga
a. Definisi
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit
atau kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuan melalui
perawatan sebagai saran / penyalur (Murwani, 2007).
b. Alasan Keluarga sebagai unit pelayanan.
1) Keluarga sebagai unit utama masyarakat dan merupakan lembaga
yang menyangkut kehidupan masyarakat.
2) Keluarga sebagai suatu kelompok dapat menimbulkan, mencegah,
mengabaikan atau memperbaiki masalah-masalah kesehatan dalam
kelompoknya.
14
3) Masalah-masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan, dan
apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan
akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya.
4) Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga sebagai individu
(Pasien), keluarga tetap berperan sebagai pengambil keputusan dalam
memelihara kesehatan para anggotanya.
5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan mudah untuk
berbagai upaya kesehatan masyarakat.
B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Tifus Abdominalis adalah infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, dan
gangguan kesadaran (Nursalam, 2005). Sedangkan menurut Hidayat (2006)
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh salmonella thypii, yang dapat ditularkan melalui makanan,
mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman salmonella thypii.
Demam thypoid adalah suatu penyakit sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi yang ditandai dengan panas
berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan struktur
endokardial atau endotelial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam
sel fagosit mononuklear dari hati, limfa, dan kelenjar usus (Ikatan Dokter
Anak Indonesia, 2008) sedangkan menurut Nelson (1999) demam enterik
15
adalah sindrom klinis sitemik yang dihasilkan oleh organisme salmonella
tertentu. Istilah ini mencakup istilah demam yang disebabkan oleh
Salmonella Thyphi.
Typhus abdominalis (demam enterik, enteric fever adalah penyakit
infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejalademam lebih
dari satu minggu, dan gangguan kesadaran (Ngastiyah, 2003).
Thyphus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut yang
disebabkan oleh kuman salmonella thyphosa terjadi pada usus halus dengan
gejala demam satu minggu atau lebih disertai dengan gangguan pada saluran
pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
16
2. Anatomi Sistem Pencernaan
Gambar 2.1 Strutur Pencernaan
17
Usus halus merupakan tabung kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai kutub ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 2,5 meter. Usus ini mengisi bagian tengah dan daerah
rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekiatar 3,8 cm, tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya semakin mengecil berkurang
sampai menjadi 2,5 cm, usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan
ileum.
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dan pilorus sampai
jejenum, kira-kira dan sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima bagian
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media
sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di regio bawah kanan.
Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan
pengeluaran zat yang telah dicernakan ke dalam usus besar diatur oleh katup
ileoksekal. Katup ileosekal juga mencegah refluks isi usus besar ke dalam
usus halus.
Dinding usus halus terdiri dan 4 lapisan dasar. Yang paling luar, atau
lapisa serosa, dibentuk oleh peritoneum. Paritoneum mempunyai lapisa
viseral dan pariteral, dan ruang terletak diantara lapisan lapisan ini dinamakan
rongga peritoneum. Salah satu fungsi penting peritoneum adalah mencegah
pergesekan antara organ-organ yang berdekatan, dengan mensekresikan
cairan serosa yang berperan sebagai pelumas.
Otot yang meliputi usus halus mempunyai dua lapisan yaitu serabut
luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan
18
dalam berupa serabut serabut sirkuler. Lapisan submukosa terdiri atas
jaringan penyambung, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal, banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar.
Usus halus dipersarafi oleh cabang-cabang kedua sistem saraf otonom.
Rangsangan parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan,
sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Suplai saraf
intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus
auerbach yang terletak pada lapisan muskaluris, dan pleksus meissner
dilapisan submukrosa (Sylvia, 2006)
Pada penyakit tifus abdominalis kuman salmonela typhi menyerang
usus halus yang ditandai dengan peradangan usus halus. Peradangan pada
usus halus dapat mengenai salah satu atau semua lapisan gastro intestinal.
Kelainan ini terutama mengenai lapisan mukosa usus halus. Peradangan pada
penyakit ini timbul sebagai lesi-lesi granulomatasa berbatas tegas dengan
pola terpisah-pisah di selruh bagian usus yang terkena. Pada peradangan
kronik, timbul jaringan ikat dan fibrosis sehingga usus menjadi kaku atau
tidak fleksibel. Apabila fibrosis terjadi di usus halus, maka penyerapan zat-
zat gizi akan terganggu (Sarwono, 1999: 436, Price, 2005: 289-391).
3. Fisiologi Sistem Pencernaan
Makanan masuk ke dalam mulut dan dihancurkan oleh gigi.
Penglihatan, penghidupan dan pengecap makanan mencetuskan saliva oleh
reflek saraf. Seliva melumaskan makanan dan memungkinkan makanan untuk
diubah menjadi massa yang lunak, atau bolus. Sebagian makanan
19
dihancurkan kemudian dapat lebih menstimulasi reseptor-reseptor pengecap.
Selain fungsi ini saliva juga mengandung enzim ptialin yang memulai
pemecahan karbohidrat menjadi gula sederhana. Saliva disekresi oleh 3
kelenjar utama: Kelenjar parotis yang menghasilkan saliva yang bayak
mengandung air. Kelenjar sublingual dan kelenjar submandibular yang
menghasilkan saliva berair dan berlendir.
Menelan dimulai sebagai kerja volunter yang kemudian bergabung
berlahan menjadi reflek ivolunter. Menelan terjadi dalam tiga tahapan :
a. Tahap bukal
Makanan dikumpulkan di permukaan atas lidah sebagai bolus
yang lembab, kemudian lidah menekan ke langit-langit keras mendorong
bolus ke arah belakang.langit-langit lunak terangkat untuk mencegah
makanan masuk ke dalam hidung, dan bolus didorong ke dalam faring
b. Tahap Faringeal
Laring tertarik ke atas dibawah dasar lidah, inlet laringeal
berkontraksi dan epiglotis melipat menutupi laring untuk mencegah
makanan menutupi trachea. Sfingter krikofaringeal antara faring dan
esophagus biasany tertutup untuk mencegah udara tertarik ke dalam
esophagus selama pernapasan tetapi sfingter ini berelaksasi ketika bolus
mencapai sfingter otot-otot faring kemudian mendorong boluskedalam
esophagus bagien atas.
c. Tahap esophagus
Gelombang peristaltic membawa bolus makanan terus kebawah ke
20
dalam lambung.
Absorbsi di dalam lambung sangat terbatas tetapi glukosa dan alkohol
diabsorbsi sangat baik. Di dalam lambung makanan diubah oleh berbagai
bentuk sekresi dari kelenjar lambung menjadi cairan seperti susu yang disebut
kimus, yang cocok untuk dapat melewati usus halus. Fundus dan korpus
lambung mempunyai kelenjar berduktus pendek dan asini panjang. Kelenjar
ini dilapisi oleh sel-sel petric yang mensekresi pepsinogen suatu enzim yang
diubah menjadi pepsin dan dengan demikian dimulailah proses pemecahan
protein.
Sel-sel oksintik yang mensekresi gas hidroklonik dan menghasilkan
gas. Berkonsentrasi tinggi di dalam lambung. Keasaman yang tinggi dapat
mengubah pepsinogen menjadi pepsin. Mensterilkan makanan membuat
kalsium dan zat besi cocokuntuk diserap. Di dalam antrum lambung kelenjar
mempunyai duktus yang panjang dan asini yang pendek berpilin kelenjar ini
menghasilkan mukus bersifat bastra dan gastrin. Hormon yang berguna yang
mengontrol sekresi asam. Kimus memasuki duodenum melaliu pilorus
dicampur oleh sekresi dinding duodenum, empedu dan getah pankreas.
Sekresi duodenum dari kelenjar mukosa dan dari kelenjar submukosa yang
mengandung bikarbonat dan bersifat basa, sehingga membantu menetralkan
kimus yang asam. Adanya makanan dalam duodenum menyebabkan kandung
empedu berkontraksi dan mengeluarkan empedu ke duktus sistikus dan
duktus empedu melalui ampula pada duodenum dan jejunum, mukosa
terbenam di dalam lipatan-lipatan dan fili panjang dan sangat rapat.
21
Mengarah ke ileum, lapisan mukosa lebih sedikit lipatannya dan dindingnya
lebih tipis dan filinya lebih pendek dan lebih panjang.
Pada sel-sel yang melapisi viii terjadi hal-hal berikut :
a. Protease
Memecahkan peptida menjadi asam amino yang diserap melalui kapiler-
kapiler ke dalam aliran darah.
b. Lactase
Lactase, sucrose memecahkan disakarida menjadi monosakarida
(terutama glukosa) yang diserap melalui kapiler-kapiler ke dalam aliran
darah.
c. Lipase
Bekerja pada pemecahan lemak untuk membentuk :
1) Asam-asam lemak sederhana dan gliseral yang diserap melalui
kapilerkapiler ke dalam aliran darah.
2) Asam-asam lemak rantai panjang dan gliseral yang bergabung
kembali untuk membentuk lemak trigliserida dan melewati ke dalam
lacteal limfatik sebagai droplet yang sangat halus (kilomikron)
bersamaan dengan vitamin A dan D yang larut dalam lemak.
d. Garam-garam empedu yang direabsorbsi dalam ilium bagian bawah.
e. Vitamin-vitamin larut dalam air diserap langsung ke dalam aliran darah.
f. Zat besi diserap terutama dalam duodenum bagian atas.
g. Vitamin B12 (berikatan dengan faktor-fator intrinsik) diserap pada ileum
bagian bawah.
22
Semua pencernaan dan penyerapan yang penting terjadi di dalam usus
halus baik lambung maupun usus besar dapat diangkat seluruhnya tanpa
menyebabkan dampak yang serius kira-kira sampai sepertiga usus halus dapat
diangkat tanpa memberikan efek pada pencernaan dan daya tahan hidup
masih dapat dimungkinkan dengan kira-kira satu meter usus halus ke dalam
keadaan utuh.
Kimus bergerak dan ileum menuju sekum melalui katup ileo-sekal,
lipatan mukosa dalam cekum yang cenderung mencegah aliran balik kimus 5
cm terakhir ileum bekerja sebagai sfingter. Sfingter ini biasanya berkontraksi
pengisian lambung membuat sfingter ini relaksasi dan isi ileum masuk ke
dalam sekum. Reflek gastrokolik ini sering berkaitan dengan gerakan masa.
Gerakan masa adalah gerakan cepat tiba-tiba dan peristaltik dimulai dalam
kolon tengah. Gerakan ini menggerakkan isi usus besar ke dalam kolon
bawah atau bahkan ke rektum.
Rektum normalnya kosong dari feses tetapi ketika feses melewati
rektum akibat distensi dari dinding rektum membangkitkan sensasi
kesadaran. Keputusan volunter kemudian dibuat apakah untuk membiarkan
reflek defekasi dengan merelaksasi sfingter ani eksternal.
Defekasi disertai dengan kontraksi peristaltik kuat dari kolon
desenden dan kolon relvis dan rektum, kontraksi otot abdomen meningkatkan
tekanan intra abdomen (Evelyn, 2006).
4. Etiologi
Menurut Mansjoer (1999) etiologi demam thypoid dan demam
23
parathypoid adalah salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella paratyphi C. Salmonella typhosa merupakan basil
gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Bakteri
tersebut mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu antigen
O, H, dan Vi.
Antigen O (Ohne Hauch) yaitu somatic antigen (tidak menyebar) yang
terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida. Sedangkan antigen H
(Hauch/menyebar) yaitu antigen terdapat pada flagella. Adapun antigen Vi
merupakan polisakarida kapsul verilen. Ketiga jenis antigen tersebut di dalam
tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam antibody yang
lazim disebut aglutinin.
5. Patofisiologi
Penyakit typhoid disebabkan oleh kuman salmonella typhi, salmonella
paratyphi A, Salmonella paratyphi B, Salmonella paratyphi C, yang masuk ke
dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar.
Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan terjadi peningkatan
produksi asam lambung yang menimbulkan perasan yang tidak enak di perut
mual muntah, anoreksia, dan mengakibatkan terjadi iritasi mukosa lambung
sebagian lagi masuk ke dalam usus halus sehingga terjadi infeksi yang
merangsang peristaltik usus sehingga menimbulkan diare atau konstipasi
selain itu kuman mencapai jaringan limfoid plaque penyeri diellium
terminalis yang mengalami hipertropi.
Di tempat ini terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal
24
dapat terjadi. Kuman salmonella kemudian menembus ke lamina propia,
masuk kealiran limfe dan mencapai kalenjar limfe mesentrial, yang juga
mengalami hipertropi. Selanjutnya kuman salmonella typhi ke aliran darah
melalui duktus toracikus kuman salmonella typhi lain mencapai hati melalui
sirkulasi portal dari usus. Salmonella typhi bersarang di plague peyeri, limpa
hati, dan bagian-bagian lain system retikuloendotelia.
Endotoksi salmonella typhi membatu terjadiya proses inflamasi lokal
pada jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Namun pada typhi
disebabkan karena salmonella typhi dan endotoksinya merangsang sintesis
dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang dalam
perkembangbiakan kuman dapat mengakibatkan hipertropi splenomegali
terjadi penekanan pada usus menyebabkan nyeri (Silvia,2005).
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik demam typoid pada anak biasanya lebih ringan
daripada orang dewasa. Masa tunas: 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika
infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang
terlama 30 hari. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal,
yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala., pusing dan tidak
bersemangat, nafsu makan kurang. Menyusul manifestasi klinik yang biasa
ditemukan ialah :
a. Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat
febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu
25
tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua
pasien terus berada dalam keadaan demam; pada minggu ketiga suhu
berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
b. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan
pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung
dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare
atau normal.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walapun tidak berapa
dalam, yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopora koma atau gelisah
(kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan). Di
samping gejala-gejala tersebut mungkin terdapat gejala lainnya. Pada
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan
pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah, 2003).
7. Komplikasi
Dapat terjadi :
a. Pada usus halus
1) Pendarahan usus
26
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja
dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda ranjatan.
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai
peritontis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di rongga
peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara
hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
mengadakan tegak.
3) Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, nyeri perut yang
hebat, dinding abdomen tegang (defense muscular) dan nyeri tekan.
b. Di luar usus
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningtis, kolesistitis, ensefolopati. Terjadi karena infeksi sekunder
yaitu bronkopneumonia (Ngastiyah, 2003).
8. Penatalaksanaan
Pengobatan demam thypoid terdiri atas 3 bagian yaitu:
a. Perawatan
Pasien demam thypoid perlu dirawat secara profesional dan
diharuskan tirah baring secara total. Hal ini bertujuan untuk mencegah
27
komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat seperti
makan, minum, mandi, buang air kecil, dan buang air besar akan
membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalamm perawatan
perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan
yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitus dan
pneumonia ortostatik serta higiene perorangan tetap perlu diperhatikan
dan dijaga (Widodo, 2006).
b. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi
protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak
merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas sehari. Bila
kesadaran menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika
kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.
c. Obat
Obat-obat anti mikroba yang sering dipergunakan ialah:
1) Kloramfenikol
Belum ada obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam
lebih cepat dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang
dewasa 4x.500 mg sehari oral atau intravena sampai 7 hari bebas
demam. Dengan penggunan kloramfenikol, demam pada demam
tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypid sama
28
dengan kloramfenikol komplikasi pada hematologis pada penggunan
tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfemikol
demam pada demam tifoid akan turun sekitar 5-6 hari.
3) Ko-trimoksazol (kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis untuk orang dewasa adalah 2 kali 2 tablet sehari,
digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg
trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kontrimoksazol
demam pada demam tifoid akan turun sekitar 5-6 hari.
4) Ampicillin dan Amoksisilin
Indikasi mutlak pengunaannya adalah pasien demam thypid
dengan leokopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam.
Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam tifoid akan
turun sekitar 7-9 hari.
5) Sefalosforin generasi ketiga
Beberapa uji klinis menunjukan bahwa sefalosporin generasi
ketiga antara lain sefiperazon, seftriakson dan cefotaksim. Obat anti
mikroba ini sangat efektif untuk demam thypoid, tetapi lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
6) Fluorokinolon
Fluorokinolon efektif untuk demam thypoid, tetapi dosis dan lama
pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
29
Obat-obat Simtomatik:
1) Antipiretika
Antipiretika tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien
demam thypoid, karena tidak dapat berguna.
2) Kortikosteroid
Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau
parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap (Tapering off)
selama 5 hari. Hasilnya biasanya sangat memuaskan, kesadaran
pasien menjadi jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal.
Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena
dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.
9. Pengkajian Fokus
a. Biodata Keluarga
Fokus pengkajian untuk Biodata keluarga berkaitan dengan umur,
jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga yang ada pada keluarga.
Umur sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada usia 3-19
tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anak-anak usia sekolah
dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan yang belum tentu bersih
dalam pengolahan bahan makanan, dari pada makan di rumah. Anak usia
sekolah rata-rata tidak tahu penyebab dari penyakit thypoid abdominalis,
ini diperburuk dengan para orang tua tidak memperhatikan pola jajan dari
anak-anak mereka.
30
b. Riwayat Keluarga
Thypoid bisa disebabkan karena adanya riwayat keluarga yang
pernah menderita penyakit thypoid. Mengingat penularan salmonella
thypi salah satunya adalah pasien dengan carier orang yang sembuh dari
demam thypoid dan terus mengekspres salmnella thypi dalam tinja dan air
kemih selama lebih dari satu tahun.
c. Karakteristik Lingkungan
Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyebab terjadinya
Thypoid. Lingkungan yang kotor akan beresiko tinggi untuk terkena
penyakit thypoid.
d. Fungsi Perawatan Kesehatan
Pada keluarga yang pernah menderita thypoid perawatan
kesehatan perlu dilakukan seperti mengatur diitnya yaitu jangan makan
yang keras-keras, pedas dan masam. Pada keluarga Tn. L jika sakit selalu
periksa ke Puskesmas atau ke pelayanan kesehatan terdekat
10. Proses Keperawatan Keluarga
Proses keperawatan keluarga adalah metode ilmiah yang digunakan
secara sistematis untuk mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan keluarga. Hal ini juga digunakan untuk merencanakan asuhan
keperawatan dan melaksanakan intervensi keperawatan terhadap keluarga
sesuai dengan rencana yang telah disusun dan mengevaluasi mutu yang telah
dilaksanakan terhadap keluarga (Friedman, 1998).
31
a. Pengkajian Keluarga
Friedman (1998) membagi proses pengkajian keperawatan
keluarga ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap tresebut meliputi
identifikasi data, tahap dan riwayat perkembangan, data lingkungan,
struktur keluarga, fungsi keluarga dan koping keluarga.
b. Mengidentifikasi Data
Menurut Friedman (1998) data-data dasar yang digunakan oleh
perawat untuk mengukur keadaan pasien dengan memakai norma
kesehatan keluarga maupun sosial yang merupakan sistem integrasi dan
kesanggupan untuk mengatasinya. Pengumpulan data pada keluarga
dengan Thypoid difokuskan pada komponen-komponen yang berkaitan
dengan Thypoid.
c. Data Identitas
1) Usia
Usia sangat berkaitan dengan kejadian thypoid yaitu pada usia
3-19 tahun. Dan thypoid juga lebih sering menyerang anak-anak usia
sekolah dasar, ini dikarenakan mereka lebih suka jajan yang belum
tentu bersih dalam pengolahan bahan makanan, dari pada makan
dirumah. Anak usia sekolah rata-rata tidak tahu penyebab dari
penyakit thypoid abdominalis, ini diperburuk dengan para orang tua
tidak memperhatikan pola jajan dari anak-anak mereka.
2) Jenis Kelamin
Pada pria lebih bresiko terkena penyakit thypoid ataupun
32
terpapar dengan kuman salmonella typhi dibandingkan wanita. Hal
dini dikarenakan aktivitas pria di luar rumah lebih banyak daripada
wanita. (Artikel mahasiswa Fak.kedokteran UH, 2005, 5, google.com,
diakses tanggal 10 mei 2008).
3) Lingkungan
Penyakit thypoid merebak di daerah yang kebersihan
lingkungannya kurang diperhatikan, misalnya saja di daerah yang
kumuh atau kotor dan banyak lalat. Banyaknya lalat di daerah yang
kumuh akan menjadi perantara pindahnya kuman ke manusia, dimana
penyebaran salmonella thypi ini melalui muntahan, urine, dan kotoran
dari penderita yang kemudian terbawa oleh lalat, lalat itu
megontaminasi makanan, minuman, sayuran maupun buah-buahan
yang terbuka, sehingga orang yang mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi dengan kuman salmonella thypi akan beresiko terkena
penyakit thypoid. (Artikel mahasiswa Fak.kedokteran UH, 2005,6,
google.com, diakses tanggal 10 mei 2008).
4) Pekerjaan
Orang yang bekerja pada lingkungan yang kumuh dan kotor
lebih beresiko terkena penyakit thypoid. Misalnya, pemulung lebih
beresiko daripada pegawai kantor.
5) Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi fungsi kognitif. Hal ini
karena dengan pendidikan yang rendah, daya ingat klien, afektif dan
33
psikomotorik dalam pengelolaan penderita thypoid mereka tidak
mengenal tentang thypoid dan akibat serta pentingnya fasilitas
kesehatan.
6) Hubungan (genogram).
Dalam anggota keluarga penularan kuman salmonella thypi
melalui 2 sumber yaitu adanya anggota keluarga yang saat itu sedang
menderita penyakit thypoid dan adanya anggota keluarga dengan
caller. Caller yaitu orang yang sembuh dari penyakit thypoid dan terus
mengeksresi salmonella thypi, tinja dan air kemih selama lebih dari
satu tahun. (Artikel mahasiswa Fak. Kedokteran UH, 2005, 8,
google.com, diakses tanggal 10 mei 2008).
7) Kebiasaan.
Kebiasaan yang paling berpengaruh pada proses terjadinya
penyakit thypoid yaitu hygiene personal yang kurang. Kebiasaan tidak
mencuci tangan sebelum makan ataupun kebiasaan memelihara kuku
yang panjang akan mempermudah masuknya kuman kedalam tubuh.
(Artikel mahasiswa Fak.kedokteran UH, 2005, 10, google.com,
diakses tanggal 10 mei 2008).
1) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a) Tahap Perkembangan Keluarga
Tahap perkembangan keluarga yang beresiko mengalami
masalah thypoid adalah tahap perkembangan keluarga dengan
anak usia sekolah. Pada face ini umumnya keluarga mencapai
34
jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga sangat
sibuk dan kurang memperhatikan pola jajan dari anak mereka.
Dimana dalam pengolahan bahan makanan tersebut belum tentu
bersih dari pada makan dirumah. Anak usia sekolah rata-rata tidak
tahu penyebab dari penyakit thypoid.
b) Riwayat Kesehatan Keluarga
Thypoid tidak ada kaitannya dengan penyakit yang lain
misalnya penyakit hipertensi, DM, dan lain-lain. Kaitan penyakit
thypoid adalah dengan lingkungan (lingkungan yang kotor dan
kumuh). Meskipun thypoid adalah penyakit menular, namun
penularan penyakit thypoid yaitu melalui carier atau orang yang
sembuh dari penyakit thypoid dan masih mengekskresi salmonella
thypii dalam kemih selama lebih dari satu tahun.
2) Data Lingkungan
a) Kondisi Rumah atau Karakteristik Rumah
Penataan perabot rumah yang kurang diperhatikan atau
tidak teratur seperti tempat makanan dan tempat sampah yang
dibiarkan terbuka akan meningkatkan resiko terjadinya penyakit
thypoid, karena penyakit thypoid sering terjadi pada daerah yang
kebersihan lingkungannya kurang diperhatikan misalnya saja di
lingkungan yang kumuh dan kotor serta banyak lalat.
35
b) Karakteristik Lingkungan dan Komunitas, menjelaskan tentang
karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat
(1) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh
mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya.
(2) Sistem pendukung
Pengelolaan pasien post opname thypoid di keluarga sangat
membutuhkan peran aktif seluruh anggota keluarga dan
petugas dari pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
Semuanya berperan dalam pemberian edukasi, motivasi dan
mengontrol perkembangan kesehatan anggota keluarga yang
habis menderita penyakit thypoid.
3) Struktur Keluarga
a) Pola Komunikasi
Adanya komunikasi yang terbuka antara keluarga sangat
berpengaruh terhadap kesembuhan penyakitnya, karena dengan
komunikasi yang terbuka dapat mengetahui masalah kesehatan
keluarga secara dini.
b) Struktur Pengambilan Keputusan
Kekuasaan dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan yang tepat untuk merawat anggota
keluarga yang sakit, karena pengambilan keputusan yang tepat
36
dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut.
c) Peran
Peran kepala keluarga sangat berpengaruh terhadap kesehatan
keluarga terutama dalam penyediaan kebutuhan anggota keluarga
yang meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
d) Nilai atau Norma
Nilai atau norma yang dianut oleh keluarga sangat berpengaruh
terhadap cara perawatan anggota keluarga yang sakit.
4) Fungsi Keluarga
a) Fungsi Afektif
Kekurangan perhatian keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit mengakibatkan penderita thypoid tidak mendapatkan
perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan, sehingga dapat
menimbulkan terjadinya komplikasi lebih lanjut.
b) Fungsi Sosial
Untuk memperoleh informasi yang tepat tentang thypoid dan cara
penanggulangannya.
c) Fungsi Perawatan Keluarga
Pendidikan ataupun pengetahuan yang kurang mempunyai
kecenderungan lebih tinggi untuk menderita thypoid (Friedman,
1998).
(1) Mengenal Masalah Kesehatan
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah thypoid adalah
37
salah satu faktor penyebab karena apabila keluarga tidak
mampu mengenal masalah thypoid, penyakit tersebut akan
mengakibatkan komplikasi.
(2) Merawat Anggota Keluarga yang Sakit
Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit thypoid dikarenakan oleh ketidaktahuan tentang
penyakit, misa
komplikasi, se
(3) Memodifikasi
Ketidakmamp
lingkungan da
yang tidak s
memelihara k
yang terbuka.
c) Fungsi Reproduks
Dalam keluarga p
ditularkan kepada
d) Fungsi Ekonomi
Keadaan ekonom
tidak diperhatikan
penyakit thypoid
menengah ke baw
lnya penyebab, gejala, perawatan, pencegahan,
rta diit thypoid.
Lingkungan
uan keluarga memelihara dan memodifikasi
pat beresiko untuk dilihat dari kebiasaan Nn. A
ehat yaitu menjalankan diit yang salah dan
uku yang panjang serta keadaan tempat sampah
i
enyakit thypoid merupakan penyakit yang dapat
anggota keluarga yang lain.
i yang rendah menyebabkan penyakit thypoid
perawatan ataupun pengobatannya, sementara
juga sering diderita oleh kalangan ekonomi
ah.
38
11. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan SGOT dan SPGT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya
demam thypoid. Kenaikan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan
pembatasan pengobatan.
b. Pemeriksaan Leukosit
Pada demam thypod terdapat Leukopenia (penurunan jumlah
leukosit) dan Limfositosis (peningkatan jumlah leukosit) relatif pada
permulaan sakit. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana dan mudah
dikerjakan di labolatorium yang sederhana, tetapi hasilnya berguna untuk
membantu menentukan penyakitnya dengan cepat.
Leukositosis : Peningkatan jumlah Leukosit
Leukopenia : Penurunan jumlah Leukosit
Nilai normal Leukosit :
Dewasa : Total :4500-10000 Lµ
Anak usia 2 tahun : 6000-17000 Lµ
Bayi baru lahir : 9000-30000 Lµ (Kee, 1997)
c. Biakan Darah
Biakan darah positif memastikan demam thypoid tetapi biakan darah
negatif tidak menunjukan demam thypoid. Hal ini disebabkan karena
hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor:
1) Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium satu dengan yang lain berbeda. Hal
39
ini disebabkan oleh karena perbedaan tehnik dan media biakan yang
digunakan karena jumlah kuman yang berada dalam darah hanya
sedikit, yaitu kurang dari 10 kuman/ml darah (dewasa 5-10 ml, anak
2-5 ml) dan darah tersebut harus segera ditanam dalam media biakan
sewaktu berada di sisi pasien dan langsung dikirim ke laboratorium.
Waktu pengambilan darah paling baik adalah saat demam tinggi pada
waktu bakteriemia berlangsung.
2) Saat Pemeriksaan Selama Perjalanan Penyakit
Pada demam tifoid biakan darah terhadap Salmonella thypi terutama
positif pada minggu pertama penyakit dan berkurang pada minggu-
minggu berikutnya, pada waktu kambuh biakan dapat positif lagi.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi pada masa lampau menimbulkan antibody dalam darah
pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteriemia, hingga biakan darah
mungkin negatif.
4) Pengobatan dengan obat antimikrobia
Bila pasien sebelum biakan darah sudah mendapat obat antimikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan basil biakan
mungkin negatif.
5) Kepekaan Salmonella typhi terhadap obat antimikrobia
Penelitian di laboratorium kesehatan perum bio farma menunjukkan
bahwa selama 1984-1990 Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A
masih 100% sensitive terhadap Kloramfeniol, 83,3%-100% sensitive
40
terhadap ampisilin dan 97%-100% sensitive terhadap kotrimoksasol.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibobodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella
terdapat dalam serum pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah
tertular salmonella dan pada orang yang pernah difaksinasi terhadap
demam thypid. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum pasien yang disangka menderita thypoid.Akibat
infeksi Salmonella typhi pasien membuat antibody (aglutinin), yaitu:
1) Aglutinin 0, yang dibuat karena rangsang antigen 0 (berasal dari tubuh
kuman)
2) Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari flagella
kuman)
3) Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya agglutinin 0 dan H yang
ditemukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar
kemungkinan pasien menderita demam thypoid. Pada infeksi yang aktif,
titer uji widal akan meningkat. Pada pemeriksaan ulang yang dilakukan
selang paling sedikit 5 hari.(Ngastiyah,2005).
41
12. Pathway Faktor predisposisi
Bakteri Salmonella thyphii
Masuk ke mulut
Tercemar
Masuk ke saluran pencernaan
Kuman dimusnahkan olehasam lambung
Asam lambung meningkat
Perasaan tidak enak perut,mual muntah, anoreksia
Gangguan nutrisi kurang darikebutuhan
Kelemahan fisik
Keterbatasanaktifitas
tirah baring yanglama
Penekanan padaderah kulit
Resiko terhadapkerusakan integritas
Terjadi iritasi mukosalambung
Masuk ke usus
Limfoid plague peyer
Perdarahan & perforasiintestina
Lamina propia
Kuman masuk aliran limfemesentrial
Duktus toracikus
Menuju RES (hati, limfa)
Kuman berkembang biak
Proses infeksiperadangan
Mal absorbsi
Peningkatan padaperistaltik usus
Diare
Hipertrofihepanospeno-megali
Tekanan padausus
Gangguan rasanyaman nyeri
Jaringan tubuh
Peradangan
Pelepasan zatpirogen dan
sirkulasi endotoksinhiptalamus oleh
leukosit
Pusatfermonegulasi
tubuh
Peningkatan suhutubuh
Kurang intake carian
Bibir kering danpecah
Kekurangan volumecairan
Intoleransiaktivitas
1) Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah tentang penyakit thypoid
2) Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan dan tindakan yang tepat
3) Ketidakamampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit thypoid
4) Ketidakmampuan memodifikasi lingkungan untuk mengatasi masalah thypoid
5) Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk memelihara kesehatan
42
13. Diagnosa Keperawatan
a. Hipertermi / Peningkatan Suhu Tubuh pada An.E di keluarga Tn.S
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang menderita thypoid
b. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh di keluarga Tn.S
khususnya pada An.E berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
merawat anggota keluarga yang menderita thypoid.
14. Fokus Intervensi
Diagnosa I Hipertermi
a. Pencegahan Primer
1) Berikan penyuluhan tentang pencegahan dari peningkatan suhu tubuh
2) Ajarkan cara untuk kompres
3) Identifikasi adanya faktor-faktor hipertermi
b. Pencegahan Sekunder
1) Kaji keadaan suhu pasien
2) Beri kompres hangat
3) Pantau suhu lingkungan, batasi / tambah linen tempat tidur
4) Beri selimut dingin untuk mengurangi demam
c. Pencegahan Tersier
1) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui demam
berkelanjutan
2) Kolaborasi pemberian antipiretik, pemberian pamol sesuai dengan
kebutuhan anak
43
Diagnosa II Resiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
a. Pencegahan Primer
1) Beri penyuluhan tentang pentingnya nutrisi
2) Ajarkan keluarga untuk susun menu seimbang untuk penderita
penyakit thypoid
b. Pencegahan Sekunder
1) Kaji selera makan klien
2) Anjurkan untuk tidak makan makanan yang pedas dan yang
menyebabkan kram abdomen
3) Anjurkan klien makan sedikit tetapi sering
4) Berikan dorongan kepada klien untuk makan makanan yang lebih
banyak dalam porsi kecil
5) Sajikan makanan dalam keadaan hangat, lembut, dan menarik
6) Beri tahu kepada keluarga untuk memenuhi jkebutuhan oral hygiene
c. Pencegahan Tersier
1) Segera bawa ke pelayanan kesehatan bila diketahui ada tanda-tanda
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Kolaborasi dengan tim ahli gizi (bagaimana nutrisi yang baik)
Diagnosa III Resiko terhadap Penularan Infeksi
a. Pencegahan Primer
1) Beri penyuluhan tentang cara merawat dan memodifikasi lingkungan
b. Pencegahan Sekunder
1) Anjurkan kepada keluarga untuk membersihkan alat makan dan
44
minum
2) Anjurkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan dengan
menciptakan lingkungan rumah yang bersih
3) Anjurkan keluarga untuk menutup menu makanan yang belum
dihidangkan untuk dimakan.
c. Pencegahan Tersier
1) Peningkatan keluarga untuk memodifikasi dan merawat lingkungan
yang bersih