Upload
oweyayu
View
128
Download
10
Embed Size (px)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. Pelayanan Keperawatan
Praktik keperawatan menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI,
dikutip dari Ali (2002, p.37) adalah tindakan pemberian asuhan perawatan
profesional baik secara mandiri maupun kolaborasi, yang disesuaikan dengan
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya berdasarkan ilmu keperawatan
dengan ciri-ciri terdapatnya otonomi dalam pekerjaan, tanggung jawab dan
tanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri, kolaborasi dengan
disiplin ilmu lain, pemberian pembelaan (advokasi), serta memfasilitasi
kepentingan pasien.
Pelayanan keperawatan menurut World Health Organization (WHO)
Expert Commitee on Nursing (1982) didefinisikan sebagai gabungan ilmu
kesehatan dan seni melayani/merawat, suatu hubungan humanistik dan ilmu
pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi serta ilmu sosial
pelayanan keperawatan yang bertugas membantu individu, keluarga dan
kelompok untuk mencapai profesi optimalnya di bidang fisik, mental, dan sosial
dalam ruang lingkup kehidupan dan pekerjaannya (Aditama, 2003, p.81).
Ruang lingkup pelayanan keperawatan (nursing service) menurut Anderson
dalam Ali (2002, p.37) mencakup bidang yang sangat luas namun secara
sederhana dapat digambarkan sebagai upaya membantu individu baik sakit
maupun sehat, dari lahir sampai dengan meninggal dunia dalam bentuk
8
9
peningkatan pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki sehingga individu
tersebut dapat optimal melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri.
B. Konsep Mutu
1. Pengertian
Mutu atau kualitas menurut Hasibuan (1998, p.221) adalah sesuatu yang
harus disesuaikan dengan permintaan dengan sistemnya adalah pencegahan
sejak awal dikerjakan secara benar dan standarnya adalah tidak terdapat
cacat pada produk yang dihasilkan serta ukurannya adalah biaya untuk
mencapai kualitas.
Mutu merupakan faktor keputusan mendasar dari pelanggan yang
ditentukan sendiri oleh pelanggan setelah memanfaatkan produk atau jasa
pelayanan tersebut. Produk atau jasa pelayanan yang mampu memenuhi
standar mutu yang menggambarkan target yang bergerak dalam pasar yang
kompetitif akan menimbulkan rasa puas terhadap penggunanya (Wijono,
1999, p.3).
Menurut American Society for Quality Control yang dikutip Wijono
(1999, p.4) mutu adalah gambaran total dari suatu produk atau jasa
pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan
kebutuhan kepuasan. Lebih lanjut dikemukakan oleh Feigenbaun dalam
Aditama (2004, p.173) mutu produk atau jasa adalah keseluruhan gabungan
karakteristik produk atau jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan dan
pemeliharaan yang membuat produk dan jasa digunakan memenuhi harapan
pelanggan.
10
2. Faktor-faktor Fundamental yang mempengaruhi Mutu
Menurut Wijono (1999, p.10), mutu secara mendasar dipengaruhi oleh
sembilan aspek yang terdiri atas :
a. Men yang berarti pekerja-pekerja handal atau yang memiliki spesialisasi
yang dapat mengikuti kemajuan teknologi, mengoperasikan berbagai
peralatan canggih dan sebagainya.
b. Money yang diperlukan untuk pembiayaan luar biasa dengan tujuan
meningkatkan mutu sehingga dapat meningkatkan kemampaun kompetisi
produk di segala bidang.
c. Materials adalah merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
meningkatkan mutu dan tingkat ketersediaan bahan tersebut.
d. Machines dan mechanization yang harus selalu disesuaikan untuk
memenuhi kepuasan pelanggan terhadap mutu produk yang dihasilkan.
e. Modern information method yaitu kecepatan sarana informasi yang harus
selalu diiukuti.
f. Markets yaitu tuntutan pasar yang semakin tinggi dan luas.
g. Management yang merupakan tanggung jawab manajemen mutu oleh
perusahaan.
h. Motivation peningkatan tuntutan akan mutu perlu disadari oleh karyawan
sehingga memiliki motivasi menghasilkan produk bermutu
i. Mounting product requirement yang merupakan persyaratan produk yang
diinginkan pelanggan yang terus meningkat setiap waktu.
11
C. Pelayanan Keperawatan Bermutu
Pelayanan yang bermutu menurut Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990)
dalam Shelton (2000, p.18) adalah sesuatu yang dirasakan pelanggan atau
konsumen dapat didefinisikan sebagai tingkat ketidaksesuaian atau
ketidakcocokan antara persepsi konsumen terhadap layanan yang diberikan
dengan harapan atau keinginan konsumen yang menggunakan jasa tersebut.
Pelayanan keperawatan yang bermutu menurut Aditama (2004, p.175)
adalah pelayanan profesional yang diberikan sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan yaitu menggunakan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi secara
terus-menerus. Standar dalam artian luas menurut Wijono (1999, p.43) adalah
suatu pernyataan tentang mutu yang diharapkan dimana dalam praktek
pelayanan keperawatan di rumah sakit diuraikan dalam wujud petunjuk praktis
yang lazim disebut prosedur operasional standar (standard operating
procedure) untuk aplikasi pelayanan pada pasien.
Hal yang senada dikemukakan Papps (2004, p.59) bahwa pelayanan
keperawatan yang bermutu adalah pelayanan keperawatan yang diberikan
perawat menggunakan proses keperawatan dimana asuhan keperawatan dapat
digambarkan sebagai cara perawat mengkaji kebutuhan pasien, merencanakan
perawatan atau intervensi, memberikan perawatan, dan selanjutnya
mengevaluasi dampak dari tindakan yang diberikan.
Pelayanan keperawatan bermutu atau berkualitas dapat dicapai dengan
mematuhi serangkaian penampilan kerja dan perilaku yang diharapkan dapat
ditampilkan perawat selama berinteraksi dengan pasien yang terangkum dalam
kode etik perawat. Etik dalam penampilan kerja dinyatakan dengan bahasa
12
teknis sedangkan etik dalam berperilaku diwujudkan dengan penyesuaian
terhadap tuntutan dari lingkungan di luar diri perawat yang meliputi kebutuhan
dan nilai kehidupan manusia yang konkret (Suhaemi, 2004, p.131).
Kesesuaian antara penampilan kerja yang telah dilakukan perawat dengan
harapan atau tekanan yang mengharuskan perawat menampilkan tingkah laku
seperti harapan penerima pelayanan keperawatan diukur dengan menggunakan
indikator mutu. Pengukuran ini akan memberikan umpan balik yang dapat
digunakan untuk memperbaiki kinerja perawat selama memberikan pelayanan
keperawatan.
D. Kepuasan Pelanggan terhadap Pelayanan Keperawatan
Kepuasan pelanggan adalah salah satu faktor penting yang menjadi
indikator bagi sebuah produk atau jasa yang menunjukkan tingkat kesesuaian
antara penampilan dan harapan pelanggan. Philip Kotler dalam Wijono (1999,
p.13) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan yang
dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan
atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan
seseorang.
Kepuasan pelanggan yang merupakan orang atau individu yang terkena
dampak atau proses terhadap pelayanan keperawatan dapat diketahui dengan
melakukan pengukuran mengguna metoda yang disusun Zeithaml, Parasuraman
dan Berry (1985) dalam Shelton (2000, p.18) yang disebut SERVQUAL.
Metoda ini pada awalnya mengkombinasikan 10 dimensi berdasarkan hasil
penelitian terhadap konsep pelayanan yang bermutu. Dimensi yang diukur
meliputi :
13
1. Tangibles
Aspek ini mengukur penampilan fasilitas fisik, peralatan/perlengkapan,
karyawan dan alat-alat komunikasi.
2. Reliability
Aspek ini mengukur kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan
secara akurat, dan dapat dipertanggung jawabkan.
3. Responsiveness
Aspek ini mengukur kesediaan untuk membantu pelanggan dengan
memberikan pelayanan yang baik dan cepat.
4. Competence
Aspek ini mengukur kemampuan memberikan layanan berdasarkan
keahlian yang sesuai dengan keadaan pelanggan.
5. Courtesy
Aspek ini mengukur kemampuan memberikan layanan yang sopan, ramah,
memberikan perhatian, hormat dan bersahabat.
6. Credibility
Aspek ini mengukur kemampuan penyedia jasa layanan untuk
menampilkan kesan terpercaya, dapat menimbulkan rasa percaya, dan jujur
selama memberikan layanan kepada pelanggan.
7. Security
Aspek ini mengukur kemampuan menimbulkan perasaan aman terhadap
bahaya, resiko atau keraguan terhadap jasa yang diberikan.
14
8. Acces
Aspek ini mengukur kemudahan dalam mengakses layanan atau penyedia
layanan oleh pelanggan pada saat dibutuhkan.
9. Communication
Aspek ini mengukur kesediaan penyedia layanan kesehatan untuk selalu
menginformasikan segala sesuatu terhadap pelanggan dengan bahasa yang
mudah dimengerti dan bersedia mendengarkan pelanggan.
10. Understanding the costumer
Aspek ini mengukur kesediaan untuk mengerti setiap pelanggan secara
individual dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya.
Metoda pengukuran ini kemudian direvisi ulang sehingga menghasilkan 5
dimensi pengukuran kepuasan pelanggan yang berbeda dimana didalamnya
telah memenuhi seluruh aspek yang semula terdiri atas 10 dimensi. Aspek-
aspek yang kemudian digunakan dalam pengukuran tersebut menurut Zeithaml,
Parasuraman dan Berry (1985) dalam Shelton (2000, p.19) meliputi :
1. Tangibles
Penampilan fasilitas fisik, peralatan/perlengkapan, karyawan dan alat-
alat komunikasi. Menurut Wijono (1999, p.37) dimensi tangibles lebih
tepat bila disimpulkan sebagai sarana fisik dimana yang menjadi penilaian
pelanggan meliputi kualitas pelayanan, seperti menilai gedung, peralatan,
seragam, yaitu hal-hal yang menimbulkan hal yang menyenangkan bila
dilihat. Masalah sarana dan prasarana penting untuk menjadi perhatian.
Pelayanan yang tersedia di rumah sakit sebaiknya lengkap sesuai dengan
15
kebutuhan masyarakat; baik secara medis maupun non medis, sehingga
mempermudah pasien serta menghemat biaya.
2. Reliability
Kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan secara akurat, tepat
waktu, memuaskan dan dapat dipercaya. Dimensi kepercayaan ini
merupakan ukuran terhadap kehandalan pemberi pelayanan/rumah sakit
dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Pertama, kemampuan
rumah sakit untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua,
seberapa jauh suatu rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang
akurat atau tidak melakukan kesalahan. Kesalahan dalam pelayanan
kesehatan akan berdampak negatif pada pasien, sehingga pelayanan yang
diberikan hendaknya sesuai indikasi medis, tidak berlebihan, berdampak
efisiensi serta melindungi pasien. Hal lain yang perlu mendapat perhatian
meliputi penggunaan obat tradisional dimana sebaiknya menjadi komitmen
bersama (Wijono, 1999, p.35).
3. Responsiveness
Kesediaan untuk membantu pelanggan dengan memberikan pelayanan
yang baik dan cepat. Lebih lanjut Wijono (1999, p.35) menyatakan bahwa
dimensi ketanggapan merupakan dimensi yang paling dinamis. Harapan
pelanggan akan kecepatan pelayanan selalu berubah dari waktu ke waktu
dan cenderung meningkat. Perawat dalam dimensi ini diharapkan
menampilkan sikap penuh perhatian, mendahulukan pasien yang berusia
tua, ramah atau dengan kata lain dapat disimpulkan memberikan pelayanan
16
yang menghargai harkat dan martabat manusia, sehingga membantu
seluruh proses perawatan.
4. Assurance
Pengetahuan dan kesopan santunan karyawan serta kemampuan
memberikan rasa percaya dan dapat dipercaya. Wijono (1999, p.37)
menambahkan dimensi jaminan/keyakinan merupakan dimensi yang
berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front line staff
dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya.
Keramahan adalah salah satu aspek kualitas yang paling mudah diukur.
Keramahan atau kenikmatan (amenities) berkaitan dengan pelayanan
kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektivitas klinik,
tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan kesediaan untuk kembali
ke fasilitas kesehatan dalam memperoleh pelayanan berikutnya. Keamanan
pelayanan merupakan tuntutan utama dalam setiap pelayanan kesehatan
karena resiko yang menyertai setiap tindakan yang diberikan pada pasien.
Hal ini menuntut profesionalisme seluruh petugas kesehatan untuk
menjamin keamanan setiap pengguna jasa rumah sakit.
5. Emphaty
Kepedulian, memberikan atensi secara individual terhadap pelanggan.
Cakupan dimensi empati meliputi perilaku perawat saat dibutuhkan pasien
dan kemampuan perawat untuk selalu berusaha perduli dan memuaskan
pasien. Lebih jauh dikemukakan bahwa dimensi kepedulian meliputi
perlakuan yang bersifat pribadi pada tiap pelanggan seperti kemudahan
dalam menghubungi rumah sakit, kemampuan karyawan untuk
17
berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha Rumah Sakit untuk
memahami keinginan, menerima saran dan kebutuhan pelanggannya
(Wijono, 1999, p.36).
Lebih jauh ditambahkan oleh Martin (1989) dalam Shelton (2000, p.20)
bahwa pelayanan yang bermutu mengindikasikan dua dimensi utama yaitu
prosedural dan personal. Dimensi prosedural pelayanan yang bermutu merujuk
pada seluruh sistem, proses, dan mekanisme yang digunakan organisasi untuk
menyelesaikan pekerjaannya dan memenuhi kebutuhan pelanggan. Hal ini
termasuk proses jadwal pertemuan, layanan rujukan khusus, peraturan, standar
operating prosedur (SOP), formulir-formulir, pembuatan keputusan,
penanganan keluhan dan sebagainya. Keadaan ini akan dinilai oleh pelanggan
dari sisi efisiensi, ketanggapan, fleksibilitas dan laon-lain. Dimensi personal
mewakili layanan terhadap sisi kemanusiaan pelanggan. Layanan dimaksud
meliputi sikap, keramahan, pelatihan, kemampuan, kesediaan, dan hal-hal lain
yang terkait dengan sisi tersebut.
Pengukuran kelima dimensi dalam SERVQUAL menurut Zeithaml,
Parasuraman dan Berry (1985) dalam Shelton (2000, p.21) dilakukan
menggunakan 22 item pertanyaan, dengan 7 pilihan jawaban yaitu sempurna
(excellent), sangat baik (very good), baik (good), puas (satisfactory), kepuasan
rendah (little satisfactory), buruk (weak), dan sangat buruk (mediocre). Harapan
dan persepsi pasien diukur dengan menggunakan pertanyaan yang sama namun
dengan kolom terpisah. Selanjutnya jumlah nilai untuk setiap dimensi persepsi
dikurangi dengan jumlah nilai dimensi harapan. Bila selisih antara persepsi dan
harapan mendapatkan bilangan positif maka kepuasan pasien diklasifikasikan
18
kedalam kelompok tinggi. Selisih yang menghasilkan bilangan negatif
menunjukkan kepuasan pasien terhadap layanan keperawatan rendah sedangkan
bila nilai persepsi dan harapan sama besar sehingga menghasilkan nilai 0 maka
kepuasan pelanggan tergolong sedang.
E. Konsep Jaminan Kesehatan Aceh (JKA)
1. Pengertian
Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah jaminan sosial bidang kesehatan
yang diperuntukkan bagi seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat Aceh secara optimal dan komprehensif
(DinKes Aceh, 2010, p.3).
2. Ketentuan Umum
Ketentuan umum untuk mendapatkan JKA menurut DinKes Aceh (2010,
p. 5) adalah sebagai berikut :
a. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh yang
memiliki :
1) Kartu Tanda Penduduk (KTP) Aceh dan Kartu Keluarga (KK) Aceh.
2) Kartu Keluarga bagi yang belum berhak mendapatkan KTP.
b. Peserta Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) adalah seluruh penduduk Aceh
tidak termasuk Peserta Askes Nasional, Pejabat Negara yang iurannya
dibayar Pemerintah dan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
Jamsostek.
1) Peserta Askes Sosial adalah Pegawai Negri Sipil, Pensiunan Pegawai
Negri Sipil, Pensiunan TNI/Polri, Veteran, Perintis Kemerdekaan dan
anggota keluarga, dokter dan bidan PTT.
19
2) Peserta JPK Jamsostek adalah peserta yang mendapat jaminan
kesehatan sesuai dengan Peraturan dan Per Undang-Undangan.
c. Peserta JKA digolongkan dua jenis kepesertaan yaitu
1) Peserta JKA Jamkesmas adalah peserta yang bersumber dana dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi
penduduk miskin sesuai kriteria yang ditetapkan oleh Jamkesmas.
2) Peserta JKA Non Jamkesmas adalah peserta yang jaminan
kesehatannya bersumber dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Aceh (APBA) diperuntukkan bagi penduduk yang tidak terjamin
melalui asuransi kesehatan sosial PT. Askes dan JPK Jamsostek.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia
(Polri) yang memiliki KTP Aceh termasuk peserta JKA.
d. Peserta JKA Jamkesmas berhak mendapatkan Jaminan Kesehatan Aceh
melalui integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA.
3. Tujuan Penyelenggaraan
Tujuan diselenggarakannya JKA oleh pemerintah provinsi Aceh
menurut DinKes Aceh (2010, p. 1) terbagi atas tujuan umum dan khusus.
a. Tujuan umum JKA
Tujuan diselenggarakannya JKA untuk mewujudkan jaminan
kesehatan bagi seluruh penduduk Aceh yang berkeadilan tanpa
membedakan status sosial, ekonomi, agama, jenis kelamin dan usia dalam
rangka meningkatkan produktifitas serta kesejahteraan.
20
b. Tujuan khusus JKA
1) Mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dan merata bagi
seluruh penduduk Aceh.
2) Menjamin akses pelayanan bagi seluruh penduduk dengan mencegah
terjadinya beban biaya kesehatan yang melebihi kemampuan
membayar penduduk.
3) Menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas dari pelayanan
kesehatan primer/tingkat pertama sampai pelayanan rujukan yang
memuaskan rakyat, tenaga kesehatan dan Pemerintah Aceh.
4) Mewujudkan reformasi sistem pembiayaan dan pelayanan kesehatan di
Aceh secara bertahap.
4. Kewajiban Peserta
Kewajiban masyarakat yang akan menggunakan JKA untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan menurut DinKes Aceh (2010, p. 5)
meliputi :
a. Setiap kepala keluarga atau perorangan dewasa yang merupakan
penduduk Aceh wajib mendaftarkan diri kepada kepala desa setempat
dengan mengisi formulir.
b. Apabila penduduk tersebut pada butir 1 belum memiliki KTP/KK, maka
penduduk wajib menghubungi kantor desa/kelurahan terdekat untuk
mendapatkan KTP/KK.
c. Sebelum diterbitkan kartu JKA, setiap penduduk yang berobat wajib
membawa KTP dan atau KK.
21
d. Peserta Jamkesmas wajib membawa kartu Jamkesmas karena tidak ada
perbedaan layanan peserta Jamkesmas dengan peserta yang non
Jamkesmas.
e. Setiap peserta wajib melaporkan perubahan status kependudukan (lahir,
kawin, dan mati) dan alamat tempat tinggal kepada kantor BPJKA/kapala
desa terdekat. Apaila tidak melaporkan, maka pesertadapat tidak dilayani
atau melengkapi prosedur yang panjang karena tidak terdaftar pada
fasilitas kesehatan yang bersangkutan.
f. Setiap peserta wajib mematuhi peraturan penggunaan kartu JKA seperti
keharusan berobat secara berjenjang dari fasilitas atau pelayanan
kesehatan tingkat pertama/primer sampai rujukan ke tingkat
tersier/tertinggi melalui mekanisme rujukan kecuali keadaan darurat.
g. Setiap paserta swajib berperilaku bersih diri, bersih lingkungan,
menghindari makanan tidak bersih dan tidak sehat, perbuatan dan hal-hal
yang dapat meningkatkan resiko sakit bagi dirinya dan orang lain.
h. Setiap peserta wajib memenuhi gizi yang seimbang, syarat-syarat
imunisasi bagi anggota keluarganya sesuai usia terkait, dan pemeriksaan
ibu hamil agar dapat tercegah dari penyakit yang berat yang
menghilangkan produktifitas dan meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Aceh untuk masa depan.
i. Setiap peserta wajib memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan primer
segera setelah gejala penyakit (misalnya panas, nyeri, luka dsb) agar
penyakit atau gangguan kesehatan tersebut dapat diatasi segera secara
efektif dan efisien.
22
j. Setiap peserta yang meminta layanan khusus, obat bermerek tertentu atau
meminta kelas perawatan yang lebih tinggi, wajib membayar sendiri biaya
yang merupakan pilihan sendiri.
k. Setiap peserta yang langsung berobat pada pelayanan rujukan tanpa
dilakukan perujukan oleh fasilitas kesehatan primer, wajib membayar
seluruh biaya berobat tersebut.
l. Setiap peserta wajib memberi informasi atau keterangan yang sebenarnya
dalam survey, penilaian layanan, atau menyampaikan keluhan atas
layanan yang tidak memuaskan baik oleh PT. Askes maupun oleh fasilitas
kesehatan (puskesmas, dokter praktek/dokter keluarga, bidan dan rumah
sakit) yang menangani peserta JKA.
5. Hak Peserta
Hak setiap masyarakat yang akan menggunakan JKA untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan menurut DinKes Aceh (2010, p. 6)
meliputi :
a. Setiap peserta berhak atas pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
telah mengikat kontrak dengan PT. Askes, baik di wilayah Aceh maupun
di luar wilayah Aceh dalam yuridiksi Republik Indonesia.
b. Rincian lebih lanjut tentang pelayanan yang dijamin tata cara atau
prosedur memperoleh layanan diatur dalam pembahasan ini.
c. Setiap peserta yang mengalami keadaan gawat darurat, membutuhkan
rujukan ke RS yang lebih lengkap berhak mendapat bantuan transportasi
ambulan atau penggantian biaya transportasi untuk pengobatan di dalam
negri.
23
d. Untuk mendapatkan pelayanan ambulan atau penggatian biaya
transportasi pada butir 3 di atas, peserta harus mengisi formulir khusus
yang disediakan dengan jujur dan benar.
6. Identitas Peserta untuk Mendapatkan Pelayanan Kesehatan
a. Kartu JKA adalah identitas yang sah untuk mendapatkan jaminan
kesehatan Aceh.
b. Sebelum diterbitkan kartu JKA, persyaratan yang dibutuhkan sebagai
bukti untuk mendapatkan pelayanan kesehatan adalah KTP Aceh dan atau
Kartu Keluarga Aceh, disamping itu peserta menunjukkan :
1) Kartu Jamkesmas bagi yang terdaftar sebagai peserta Jamkesmas
2) Kartu Tanda Anggota bagi TNI/Polri
7. Penanganan Keluhan
Penanganan keluhan merupakan bagian dari pemantauan dan evaluasi.
Keluhan ini berasal dari peserta pengguna pelayanan kesehatan, pemerhati,
petugas pemberi pelayanan kesehatan, DPRA, DPRK, PA dan Pemerintah
Kabupaten Kota. Prinsip-prinsip penanganan keluhan tersebut menurut
DinKes Aceh (2010, p. 10) adalah sebagai berikut :
a. Semua pengaduan atau keluhan ditangani dengan cepat oleh, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, PT. Askes dan fasilitas kesehatan
bersangkutan.
b. Pengaduan melalui media cetak harus ditangani dengan cepat oleh Dinas
Kesehatan Aceh.
c. Pengaduan melalui media elektronik harus ditangani dengan cepat oleh
PT. Askes berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Aceh.
24
d. Unit penerimaan pengaduan keluhan terdiri dari :
1) PT. Askes : petugas consumer service khusus JKA di KC, penempatan
petugas (PCO) di Askes center, Toll Free, Halo Askes 500 400,
Website.
2) Dinas Kesehatan Aceh di Unit Pengaduan dan Hubungan Masyarakat
Sekretariat JKA
3) Rumah sakit dan puskesmas
e. Pengaduan atau keluhan dapat disampaikan oleh pengguna, pemberi
pelayanan dan masyarakat pemerhati kepada Dinas Kesehatan Aceh dan
PT. Askes melalui telepon atau tertulis dengan mencantumkan riwayat
singkat jenis keluhan, tempat terjadi, tanggal terjadi dan nama orang (jika
diketahui) yang menyebabkan ketidaknyamanan peserta dan pemberi
pelayanan terjadi.
f. Penyelesaian pengaduan atau keluhan lebih dahulu diselesaikan oleh unit
pelayanan pengaduan. Apabila terjadi kesulitan dalam menangani keluhan
tersebut maka keluhan tersebut segera disampaikan tim pengawas untuk
segera ditangani.
g. Alur penanganan keluhan atau pengaduan dapat digambarkan sebagai
berikut :
25
Skema 2.1Alur Penanganan Pengaduan atau Keluhan
8. Tatalaksana Pelayanan Kesehatan
a. Ketentuan Umum
1) Setiap peserta mempunyai hak mendapatkan pelayanan kesehatan
primer dan pelayanan kesehatan lanjut meliputi rawat jalan tingkat
pertama (RJTP), rawat inap tingkat pertama (RITP), rawat jalan
tingkat lanjut (RJTL), rawat inap tingkat lanjut (RITL) dan gawat
daruraat.
Masyarakat,Peserta JKA,Pemerhati Kes,Nakes,
keluhann
keluhann
keluhann
keluhann
keluhann
keluhann
Selesai Selesai
Selesai Selesai
Faskes (Unit
Unit Pengaduan- DinKes Aceh
PT. Askes
Tidak Selesai Tidak
Selesai
Lapor Lapor
Lapor Lapor Tim
Pengawas
Tindak Lanjut Tindak Lanjut
Tindak
Lanjut
Tindak
Lanjut
TimKoordinasi
feedback
feedback
Tindak Lanjut Tindak Lanjut
26
2) Manfaat jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta adalah
dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh
(komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis sesuai dengan standar
pelayanan medis.
3) Pelayanan kesehatan dalam program JKA menerapkan pelayanan
terstruktur dan berjenjang.
4) Pelayanan kesehatan dasar diberikan di Puskesmas beserta
jaringannya atau dokter keluarga/dokter gigi keluarga.
5) Persalinan normal dilayani oleh tenaga kesehatan yang kompeten
(dokter atau bidan) dan diutamakan pada fasilitas kesehatan.
6) Pelayanan tingkat lanjut (rawat jalan dan rawat inap) diberikan di
Fasilitas Kesehatan yang ditunjuk berdasrakan rujukan.
7) Pelayanan rawat inap tingkat lanjutan diberikan di ruang rawat inap
kelas III.
8) Pada keadaan gawat darurat (emergency) pelayanan kesehatan dapat
dilakukan di seluruh fasilitas kesehatan baik seabgai jaringan maupun
bukan jaringan yang bekerjasama dengan PT. Askes (Persero). Hal
ini merupakan bagian dari fungsi sosial Fasilitas Kesehatan.
9) Pemberian pelayanan kepada peserta oleh fasilitas kesehatan harus
dilakukan secara efeisien dan aktif, dengan menerapkan prinsip
kendali biaya dan kendali mutu.
b. Manfaat Penatalaksanaan Pelayanan Kesehatan
Peserta JKA mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif sesuai
kebutuhan medis. Pelayanan kesehatan tersebut disediakan pada fasilitas
27
kesehatan yang bekerja sama dengan PT. Askes (Persero). Pelayanan
kesehatan yang dijamin adalah :
1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
a) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) meliputi : Pelayanan
dilaksanakan pada fasilitas kesehatan Puskesmas atau dokter
keluarga/dokter gigi keluarga (dilakukan oleh dokter umum/gigi)
serta bidan (khusus pelayanan persalinan), meliputi :
(1) Pelayanan promotif dan preventif antara lain penyuluhan
kesehatan.
(2) Konsultasi dan pengobatan ke dokter/perawat/bidan.
(3) Pemeriksaan laboratorium sederhana.
(4) Tindakan medis sesuai kapasitas dan kompetensi.
(5) Obat dan bahan habis pakai.
(6) Perawatan dan pengobatan gigi dasar antara lain perawatan,
penambalan dan pencabutan serta perawatan gigi ibu hamil.
(7) Pelayanan imunisasi dasar.
(8) Pemeriksaan ibu hamil/nifas sesuai dengan penatalaksanaan
ante natal care (ANC) atau post natal care (PNC).
(9) Pemeriksaan dan pengobatan bayi dan balita.
(10) Pelayanan keluarga berencana dengan kontrasepsi dasar
meliputi pil, IUD, suntik, dan implan.
(11) Pelayanan gawat darurat.
(12) Pelayanan kesehatan jiwa.
(13) Pelayanan pemberian rujukan atas indikasi medis
28
(14) Pelayanan transportasi rujukan ke fasilitas kesehatan
lanjutan khusus pasien gawat darurat dan peserta
Jamkesmas.
b) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP) adalah pelayanan yang
dilaksanakan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
meliputi :
(1) Perawatan, pengobatan, tindakan, akomodasi dan bahan alat
habis pakai pada fasilitas kesehatan tingkat pertama.
(2) Persalinan normal di Puskesmas/Puskesmas Pembantu,
Klinik/rumah bersalin oleh bidan atau dokter umum.
(3) Persalinan dengan penyakit yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki sertifikat/kompetensi Penanganan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED) pada fasilitas
kesehatan.
(4) Pelayanan kuretase atas indikasi medis oleh dokter umum
dengan sertifikasi/kompetensi.
2) Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut
Pelayanan dilaksanakan di rumah sakit yang ditunjuk oleh PT.
Askes (Persero) sebagai fasilitas kesehatan JKA.
a) Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL) meliputi :
(1) Konsultasi medis dan pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis
termasuk obat dan bahan habis pakai.
(2) Pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi medis
(kriteria rujukan termasuk rujukan laboratorium).
29
(3) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain.
(4) Tindakan medis yang membutuhkan pembiusan lokal atau
pembiusan tanpa rawat inap.
(5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi oleh dokter gigi/dokter
gigi spesialis di rumah sakit.
(6) Pelayanan obat dan bahan habis pakai.
(7) Pelayanan darah.
(8) Pelayanan dialisis.
(9) Pelayanan kesehatan jiwa.
(10) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
(11) Pelayanan rehabilitasi medis.
b) Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL)
(1) Pemeriksaan konsultasi medis dan perawatan oleh dokter
spesialis.
(2) Perawatan oleh perawat, bidan dan tenaga kesehatan lain.
(3) Pelayanan laboratorium sesuai dengan kebutuhan medis
yang tersedia di rumah sakit atau laboratorium yang bekerjsa
sama dengan PT. Askes (Persero).
(4) Penunjang diagnostik sesuai dengan kebutuhan medis dan
peralatan yang tersedia di rumah sakit tersebut atau telah
diatur penggunaan bersama dengan rumah sakit lainnya.
(5) Tindakan medik operatif kecil, sedang, besar dan khusus
sesuai kebutuhan medis.
(6) Obat-obatan dan bahan habis pakai sesuai kebutuhan medis.
30
(7) Pelayanan darah.
(8) Pelayanan dialisis.
(9) Pelayanan kesehatan jiwa.
(10) Pelayanan rehabilitasi medis.
(11) Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK).
(12) Pelayanan Intensive Care (ICU, ICCU, NICU, PICU).
(13) Pelayanan transportasi rujukan ke fasilitas kesehatan yang
lebih tinggi bagi peserta JKA Jamkesmas.
3) Pelayanan Gawat Darurat
Pada keadaan gawat darurat, peserta JKA dapat menggunakan
seluruh fasilitas kesehatan di wilayah Aceh. Fasilitas kesehatan di
seluruh Aceh wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada
seluruh penduduk Aceh yang membutuhkan pelayanan. Pelayanan
gawat darurat dapat diberikan tanpa surat rujukan dari fasilitas
kesehatan dasar, layanan gawat darurat diberikan untuk kasus-kasus
dengan kriteria gawat darurat. Apabila setelah penanganan kegawat
daruratannya peserta memerlukan rawat inap dan identitas
kepersertaannya belum lengkap, maka yang bersangkutan diberi
waktu 3x24 jam untuk melengkapinya. Selama tenggang waktu
tersebut, pasien tidak boleh dibebankan biaya sampai status
kepersertaannya jelas dan diberikan pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kebutuhan medis (DinKes Aceh, 2010, p.13).
31
4) Pelayanan Rujukan
a) Bila peserta dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi, baik
di dalam maupun di luar wilayah Aceh dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia, maka diperlukan surat rujukan dari fasilitas
kesehatan yang merawat dan dilegalisasi oleh petugas Askes
Center setempat sebelum mendapatkan pelayanan.
b) Setiap fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan yang merujuk ke
fasilitas kesehatan lebih tinggi harus membuat surat rujukan yang
jelas dengan mencantumkan alasan rujukan (diagnosa, spesimen,
penunjang medis, pengobatan).
c) Untuk kasus yang bukan gawat darurat, fasilitas kesehatan Rawat
Jalan Tingkat Lanjut (RJTL), bila peserta tidak memiliki rujukan,
maka seluruh biaya ditanggung oleh peserta
(DinKes Aceh, 2010, p.13).
5) Pelayanan yang Tidak Dijamin
a) Pelayanan yang tidak melalui rujukan atau prosedur yang telah
ditetapkan.
b) Bahan, alat dan tindakan bertujuan kosmetik.
c) Pengobatan gangguan kesehatan bagi pelaku tindak pidana
kriminal, penyakit akibat perilaku yang meningkatkan risiko
seperti konsumsi alkohol dan akibat penggunaan NAZA.
d) Pengobatan alternatif (akupuntur kosmetik, pengobatan
tradisional) dan pengobatan yang belum terbukti secara ilmiah.
32
e) Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya
memperoleh keturunan termasuk bayi tabung.
f) Pelayanan kesehatan dalam kondisi bencana alam yang dijamin
dengan sumber dana lain.
(DinKes Aceh, 2010, p.15).
c. Prosedur Pelayanan
Prosedur untuk memperoleh pelayanan kesehatan bagi peserta
adalah sebagai berikut :
1) Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
Peserta yang sakit harus mendatangi fasilitas kesehatan tingkat
pertama/primer pertama kali di puskesmas beserta jaringannya atau
dokter keluarga/dokter gigi keluarga yang ditunjuk PT. Askes
(Persero) untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tingkat pertama
tersebut, peserta harus menunjukkan identitas peserta JKAseperti KTP
pada tahap awal atau kartu JKA. Apabila menurut keputusan dokter di
tingkat primer atau puskesmas menyaktaan peserta butuh rawat inap,
perawatan dapat dilakukan di puskesmas rawat inap. Apabila menurut
pemeriksaan dokter pada fasilitas kesehatan tingkat primer dinayatakan
peserta membutuhkan pelayanan kesehatan lebih lanjut baik rawat
jalan maupun rawat inap, dokter di fasilitas kesehatan tingkat primer
akan merujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan milik pemerintah.
Pasien JKA yang dirujuk ke rumah sakit swasta, tidak boleh dipungut
biaya apapun jika peserta dirawat sesuai dengan kelasnya. Sesuai
33
dengan ketentuan Jamkesmas, peserta hanya dapat dirawat pada rumah
sakit swasta yang sudah menlain kerjasama dengan Jamkesmas.
2) Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjutan
a) Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
(RJTL dan RITL), dirujuk dari puskesmas ataiu dokter
keluarga/dokter gigi keluarga dengan menunjukkan identitas peserta
JKA dan surat rujukan yang masih berlaku dari fasilitas pelayanan
kesehatan dasar (Puskesmas/dokter keluarga/ dokter gigi keluarga).
b) Pada masa transisi sebelum kartu JKA diterbitkan, maka petugas
Askes Center terlebih dahulu melakukan pengecekan data peserta di
Master file Jamkesmas dan Askes Sosial.
(1) Apabila yang bersangkutan terdaftar dalam Master File
Jamkesmas, maka diterbitkan Surat Keabsahan Peserta (SKP)
sebagai peserta Jamkesmas.
(2) Apabila yang bersangkutan terdaftar di dalam Master File
Askes Sosial, maka diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP)
sebagai peserta Askes Sosial.
(3) Apabila yang bersangkutan tidak terdaftar di dalam Master File
Jamkesmas, maka diterbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP)
sebagai peserta JKA.
c) Peserta yang tidak membawa surat rujukan dari puskesmas/dokter
prakterk keluarga dikenakan biaya sesuai tarif fasilitas kesehatan
tersebut.
34
d) Kartu peserta JKA atau surat lainnya sebagaimana disebutkan pada
butir 1 (satu) di atas dan surat rujukan dari puskesmas/dokter
keluarga dibawa ke Askes Center di rumah sakit untuk diverifikasi
kebenaran dan kelengkapannya. Selanjutnya Askes Center akan
menerbitkan Surat Jaminan Pelayanan (SJP) bagi peserta JKA.
Pelayanan kesehatan tingkat lanjutan sebagaimana di atas meliputi :
(1) Pelayanan Rawat Jalan Lanjutan (spesialistik) di rumah sakit.
(a) Peserta akan dilayani oelh dokter spesialis yang sesuai
dengan kebutuhan medis peserta.
(b) Peserta dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk
memastikan diagnosa atau kemajuan pengobatan.
(c) Peserta mendapatkan pengobatan yang rasional sesuai
dengan daftar obat JKA untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kondisi penyakit pada apotik yang dirujuk oleh PT.
Askes.
(d) Dokter yang memeriksa di fasilitas lanjutan
mengembalikan peserta yang dirujuk tersebut ke dokter
pengirim dengan menyertakan surat balasan rujukan yang
berisi diagnosa, tindakan yang telah dilakukan dan
pengobatan lanjutan beserta hal-hal yang perlu
diperhatikan pada peserta yang bersangkutan.
(e) Apabila peserta tersebut merupakan kasus dengan penyakit
kronik yang butuh penanganan khusus oleh dokter
spesialis, maka dokter spesialis harus mengembalikan surat
35
rujukan yang berisi diagnosa, tindakan yang telah
dilakukan dan pengobatan serta kondisi pasien sehingga
peserta masih membutuhkan perhatian spesialis.
(f) Pasien rujukan rawat jalan hanya dilayani pada hari kerja
dengan jam buka sesuai dengan jam buka fasilitas
kesehatan yang bersangkutan.
(g) Apabila fasilitas kesehatan sekunder seperti rumah sakit
kabupaten memiliki keterbatasan tenaga dan alat maka
peserta dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi di Provinsi
Aceh (Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin/
RSUDZA). Bilamana RSUDZA tidak memiliki tenaga
yang dapat memberi tindakan tetapi memiliki alat yang
sesuai dengan kondisi peserta tersebut, RSUDZA dapat
mendatangkan tenaga yang dibutuhkan dari luar Aceh
dengan memberitahukan kepada PT.Askes (Persero) yang
disertai hasil keputusan komite medil RSUDZA.
(h) Pembayaran tindakan dibayar sesuai tarif JKA.
(i) Apabila peserta yang dirujuk tersebut membutuhkan rawat
inap, dokter yang memeriksa wajib menulis atau
memberitahukan PT.Askes (Persero) yang berada di rumah
sakit.
36
(2) Pelayanan Rawat Inap di Kelas III
(a) Peserta JKA yang membutuhkan rawat inap berhak
mendapatkan seluruh pelayanan kesehatan di kelas III
sesuai dengan kebutuhan medis.
(b) Peserta yang mendapatkan pelayanan di kelas III tidak
dibolehkan dibebankan biaya apapun untuk kebutuhan
pelayanan kesehatannya.
(c) Apabila RSUDZA memiliki keterbatasan tenaga dan alat,
maka peserta dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi di
luar Aceh tetapi dalan yuridiksi Negara Indonesia.
(d) Bila peserta dirujuk ke rumah sakit yang kelasnya lebih
tinggi baik di dalam maupun di luar wilayah Aceh dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka diperlukan
surat rujukan dari rumah yang dilegalisasi oleh petugas
Askes Center.
(e) Bila peserta naik kelas rawat inap atas keinginannya sendiri
maka peserta akan membayar kepada rumah sakit :
(i) Seluruh selisih biaya yang timbul akibat kenaikan
kelas tersebut.
(ii) Ditambah 20% dari total tagihan haknya sebagai
peserta JKA.
(iii) Rumah sakit mengajukan tagihan ke PT. Askes
(Persero) sebesar 80% dari hak tagihan sesuai hak
peserta JKA.
37
(iv) Untuk itu peserta harus mengisi surat pernyataan
bersedia membayar selisih pada poin i) dan ii).
(f) Bila peserta mendapatkan pelayanan rawat inap di kelas
lebih tinggi, bukan atas keinginan yang bersangkutan
akibat kelas sesuai haknya tidak tersedia (epnuh), maka
biaya perawatan dibayar sesuai hak peserta JKA tidak
boleh dibebani biaya lainnya oleh rumah sakit.
(3) Pelayanan transfusi darah diberikan berdasarkan surat
permintaan darah dari dokter yang merawat dengan
melampirkan surat jaminan perwatan yang dilegalisasi oleh
petugas Askes Center.
(4) Pelayanan spesimen dan penunjang diagnostik alinnya
diberikan berdasarkan surat permintaan dokter yang
memeriksa/merawta sesuai dengan indikasi medis.
(5) Pelayanan Obat :
(a) Pelayanan obat untuk pelayanan kesehatan lanjutan
diperoleh dari Apoteker yang bekerjasama dengan PT.
Askes (Persero) khususnya pelayanan JKA non
Jamkesmas. Apabila terjadi kekurangan atau ketiadaan
obat maka apotek wajib memenuhi obat tersebut melalui
koordinasi dengan pihak terkait.
(b) PT. Askes bersama Dinas Kesehatan Aceh dapat
menunjuk satu apotik khusus untuk pelayanan pasien JKA
non Jamkesmas.
38
(c) Dokter yang merawat pasien wajib memberikan obat untuk
pemakaian satu hari kecuali menurut pertimbangan dokter
bahwa oabt tersebut tidak akan diganti sampai obat tersebut
habis diminum atau diberikan kepada pasien.
(d) Apotek yang melayani pasien JKA wajib melayani 24 jam.
(e) Pelayanan obat mengasu pada Daftar dan Plafon Harga
Obat (DPHO) dan Daftar Obat Tambahan (DOT) atau
DOT JKA.
(f) Apabila dokter rumah dakit meresepkan obat diliuar DPHO
dan DOT maka instalasi farmasi dan atau apotek yang
ditunjuk berhak dan wajib mengganti obat yang memiliki
zat aktif yang sama yang terdapat di dalam DPHO dan
DOT.
(g) Apabila obat yang menurut pertimbangan medis
dibutuhkan untuk pasien Jamkesmas tidak tersedia dalam
formalarium obat Jamkesmas, maka dapat diberikan obat
dalam DPHO dan DOT JKA, atas persetujuan direktur
rumah sakit atau yang terkait.
(h) Apabila pasien atas kehendak sendiri meminta obat diluar
DPHO dan DOT, maka seluruh biaya obat harus
ditanggung oelh pasien yang bersangkutan dan harus
menandatangani pernyataan permintan obat atas kehendak
sendiri dibelakang resep.
39
(i) Apabila menurut pertimbangan ilmiah bahwa kondisi
pasien membutuhkan obat tertentu tetapi produk obat
tersebut belum tercantum dalam DPHO dan DOT, dokter
yang bersangkutan dibolehkan meresepkan untuk sekali
pakai dan selanjutnya diminta persetujuan komite medik
atau direktur rumah sakit, setiap resep yang ditulis harus
memiliki tembusan kepada PT. Askes dan Dinas Kesehatan
Aceh pada hari tersebut. apabila tembusan telah diterima
setelah pasien pulang atau jadwal terapi berakhir maka
biaya obat tersebut dibebankan kepada rumah sakit
bersangkutan.
(j) Apabila terjadi kekosongan obat di instalasi farmasi yang
ditunjuk maka IFRS/Apotek bertanggung jawab mengganti
obat yang kososng dengan obat lain yang memiliki
kandungan obat yang sama. PT. Askes (Persero) akan
membayar biaya obat seharga DPHO dan selisih biaya obat
menjadi tanggung jawab IFRS/Apotek. Kekosongan terjadi
akibat kelalaian distributor dalam pendistribusian obat,
penerapan kuota secara sepihak maupun hal-hal lain yang
bertentangan dengan tanggung jawab distributor dengan
PT. Askes, maka PT. Askes akan mengirim surat
peringatan sebanyak maksimal 3 (tiga) kali. Akibat
ketiadaan bahan baku, penghentian produksi atau hal-hal
40
lain maka pihak produsen wajib memberitahukan kepada
PT.Askes (Persero) mengenai hal tersebut.
(k) Pengadaan obat di puskesmas. Pengadaan obat di fasilitas
kesehatan ini sangat bervariasi jenis dan jumlah serta
waktu kebutuhan maka dibutuhkan pengadaan obat yang
cepat agar pelayanan tetap terjamindan berkualitas,
sehingga puskesmas dibenarkan memberi obat dari dana
kapitasi sesuai kebutuhan yang dibuktikan dengan kwitasi
pembelian yang dilegalisir oleh Dinas Kesehatan.
(DinKes Aceh, 2010, p.16).
d. Pelayanan Kesehatan Peserta JKA di luar Wilayah Provinsi Aceh
1. Pelayanan kesehatan peserta JKA yang dilakukan di luar wilayah
Provinsi Aceh dilaksanakan sesuai prosedur, ketentuan dan tarif PT.
Askes (Persero) di wilayah setempat.
2. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penduduk Aceh yang
bepergian keluar wilayah Aceh dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, hanya bersifat gawat darurat dengan menunjukkan
identitas peserta.
3. Pelayanan gawat darurat di luar fasilitas kesehatan yang bekerjasama
dengan PT. Askes, biaya pelayanan kesehatan dibayar terlebih dahulu
oleh peserta, selanjutnya ditagihkan ke PT. Askes di Wilayah Aceh
dengan melampirkan surat keterangan gawat darurat dari dokter yang
merawat dan kwitansi biaya pelayanan kesehatan. Besaran penggantian
klaim sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan JKA.
41
4. Dalam masa transisi, peserta JKA menunjukkan identitas KTP dan
Kartu Keluarga Aceh.
(DinKes Aceh, 2010, p.22).