17
BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Hakikat Pemberdayaan 2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Perempuan Suzanne Kindervatter dalam bukunya yang berjudul Nonformal Education As an Empowering Process, menyatakanbahwa Empowering was defined as : People gaining an Understanding of andcontrol over social, economic, and/ or political forces in order of improve theirstanding in society (Kindevatter, 1979:150). Berdasarkan pengertian ini dapat dikemukakan bahwa proses pemberian kekuatan atau daya adalah setiap upaya pendidikan yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap perkembangan sosial, ekonomi dan atau politik sehingga akhirnya ia memiliki kemampuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat. Pendidikan Luar Sekolah sebagai proses empowering adalah suatu pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar mampu untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga warga belajar mampu untuk meningkatkan taraf hidupnya dalam masyarakat. Oleh karena itu, proses yang perlu ditempuh warga belajar adalah melatih tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai aspek perkembangan sosial, ekonomi dan politik selama proses pembelajaran dan mempelajari berbagai macam keterampilan untuk memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama (Sudjana, 1993 : 63). Pengertian pemberdayaan perempuan sebenarnya mengacu kata “empowerment” yaitu upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat.Jadi, pendekatan pemberdayaan perempuan dalam pembinaan kecakapan hidup /life skills adalah penekanan pada

BAB II KAJIAN TEORITIS 1.1 Hakikat Pemberdayaan 2.1.1 ...eprints.ung.ac.id/4343/5/2012-1-86205-121408030-bab2... · Pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum

  • Upload
    phamnhu

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KAJIAN TEORITIS

1.1 Hakikat Pemberdayaan

2.1.1 Pengertian Pemberdayaan Perempuan

Suzanne Kindervatter dalam bukunya yang berjudul Nonformal Education As an

Empowering Process, menyatakanbahwa Empowering was defined as : People gaining an

Understanding of andcontrol over social, economic, and/ or political forces in order of improve

theirstanding in society (Kindevatter, 1979:150). Berdasarkan pengertian ini dapat dikemukakan

bahwa proses pemberian kekuatan atau daya adalah setiap upaya pendidikan yang bertujuan

untuk membangkitkan kesadaran, pengertian, dan kepekaan warga belajar terhadap

perkembangan sosial, ekonomi dan atau politik sehingga akhirnya ia memiliki kemampuan untuk

memperbaiki dan meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.

Pendidikan Luar Sekolah sebagai proses empowering adalah suatu pendekatan

pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar

mampu untuk meningkatkan pengertian dan pengendalian warga belajar terhadap kehidupan

sosial, ekonomi, dan atau politik sehingga warga belajar mampu untuk meningkatkan taraf

hidupnya dalam masyarakat. Oleh karena itu, proses yang perlu ditempuh warga belajar adalah

melatih tingkat kepekaan yang tinggi terhadap berbagai aspek perkembangan sosial, ekonomi

dan politik selama proses pembelajaran dan mempelajari berbagai macam keterampilan untuk

memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dihadapi bersama (Sudjana, 1993 : 63).

Pengertian pemberdayaan perempuan sebenarnya mengacu kata “empowerment” yaitu

upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki masyarakat.Jadi, pendekatan

pemberdayaan perempuan dalam pembinaan kecakapan hidup /life skills adalah penekanan pada

pentingnya pemberdayaan perempuan yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir

diri mereka sendiri.

Pola pemberdayaan perempuan dalam pembinaan kecakapan hidup (life skills)

diselenggarakan berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan peserta pelatihan, menetapkan

tujuan,merancang kegiatan, menentukan nara sumber, menentukan peserta, menentukan

pelaksanaan, persiapan pelatihan, penerapan atau pelaksanaan pelatihan, evaluasi pelatihan, dan

dokumentasi pelatihan. Pendekatan pemberdayaan perempuan yang demikian tentunya

diharapkan memberikan peranan kepada individu bukansebagai obyek, tetapi sebagai pelaku

(aktor) yang menentukan hidup mereka.(Moelyanto, 1999 dalam Ary Wahyono, 2001: 9).

Pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari konsep umum pemberdayaan

masyarakat. Untuk dapat memahami konsep pemberdayaan masyarakat kita pelu memahami

coraknya. Beberapa corak pemberdayaan adalah (Taruna, 2001:1) Human dignity,

mengembangkan martabat, potensi, dan energi manusia; (2) Empowerment, memberdayakan

baik perseorangan maupun kelompok; (3) Partisipatoris, dan (4) Adil. Sedang filosofi

pemberdayaan masyarakat mencakup (1) menolong diri sendiri (mandiri), (2) senantiasa mencari

dan menemukan solusi bersama, (3) ada pendampingan (secara teknis maupun praktis), (4)

demokratis, dan (5) menyuburkan munculnya kepemimpinan lokal

Aspek-aspek dalam Human dignity meliputi (1) martabat, potensi, atau pun energi

manusia itu inherent secara individual; (2) human dignity itu merupakan tujuan akhir atau hasil

akhir; (3) bukan hanya tujuan akhir/hasil akhir, tetapi juga kunci dan inti; (4) berada “di balik”

segala perkembangan; (5) berawal dari konsep individual; (6) bias “berlindung” di balik

kemanusiaan; (7) mudah dipakai sebagai alas an; dan (8) dipakai sebagai basis/alasan untuk

melindungi hak asasi

Aspek-aspek pemberdayaan (empowerment) meliputi fisik, intelektual, ekonomi, politik,

dan kultural, dengan demikian pemberdayaan itu mencakup pengembangan kemanusiaan secara

total (total human development). Sementara itu aspek-aspek partisipatory dan adil meliputi (1)

punya kesamaan hak memperoleh akses atas sumber daya dan pelayanan sosial, (2) menyangkut

hak-hak dasar, (3) berkembang dalam kesamaan, (4) menguntungkan, (5) berkenaan dengan

hasrat atau pun kebutuhan individual untuk ikut andil bagi kepentingan bersama, (6)

memanfaatkan secara optimal namun wajar apa yang telah tercipta di dunia ini, (7) lebih

bercorak moral daripada hukum, dan (8) berkaitan erat dengan kebutuhan manusiawi khususnya

Salah satu penyebab ketidak berdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang

mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat. Perbedaan gender

seharusnya tidak menjadi masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan gender. Namun

perbedaan gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki maupun

perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain (1) Marginalisasi karena diskriminasi

terhadap pembagian pekerjaan menurut gender, (2) Subordinasi pekerjaan (3) Stereotiping

terhadap pekerjaan perempuan, (4) Kekerasan terhadap perempuan, dan (5) Beban kerja yang

berlebihan.

Oleh karena itu, ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya

memberdayakan perempuan, yaitu (1) Organisasi dan kepemimpinan yang kuat, (2) Pengetahuan

masalah hak asasi perempuan, (3) Menentukan strategi, (4) Kelompok peserta atau pendukung

yang besar, dan (5) Komunikasi dan pendidikan. Sementara itu, salah satu upaya dalam

memberdayakan sumber daya manusia, khususnya perempuan, adalah melalui penanaman dan

penguatan jiwa dan praktek kewirausahaan.

1. Memiliki kepercayaan diri dan optimis

2. Berorientasi pada kerja dan hasil

3. Berani mengambil resiko dengan perhitungan yang jelas

4. Memiliki jiwa dan sikap kepemimpinan

5. Memiliki kemampuan kreatif dan inovatif

6. Berorientasi ke masa depan

Dengan demikian maka sebaiknya dalam pengembangan sumber daya perempuan

sebaiknya diarahkan untuk membentuk manusia yang (1) memiliki motivasi dan etos kerja yang

tinggi, (2) menguasai banyak ilmu dan keterampilan, (3) memiliki sikap mental yang konsisten

yang diwujudkan dalam komitmennya pada bidang pekerjaan tertentu (profesional), (4) memiliki

semangat dan kemampuan bersaing (kompetitif), dan (5) memiliki budaya yang didasari pada

nilai-nilai agama dan humanisme. Langkah-langkah yang umum digunakan dalam

pengembangan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan luar sekolah yang cocok dengan

kondisi masyarakat desa dengan tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang masih rendah

adalah :

1. Tahap Persiapan

a. Penyebaran informasi kepada calon warga belajar untuk memberikan kesempatan mengenal

dan memahami program yang akan dilaksanakan

b. Rekruitmen secara jujur dan obyektif yang memberikan kesempatan kepada warga

masyarakat untuk menjadi warga belajar.

c. Rekruitmen tenaga pendidik yang memenuhi persyaratan dan memiliki kompetensi

khususnya kemampuan dan keterampilan praktis serta berpengalaman.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Menerapkan konsep belajar dan bekerja sebagai wahana untuk memberikan bekal

pengetahuan dan keterampilan sekaligus kesempatan kepada warga belajar untuk bekerja

guna memperoleh penghasilan.

b. Melaksanakan pembelajaran yang tetap memperhatikan kondisi lokal yang mampu

meningkatkan motivasi warga belajar

c. Melaksanakan program yang mampu sesegera mungkin menunjukkan adanya hasil yang

bermanfaat bagi warga belajar

d. Melaksanakan pembelajaran dengan memusatkan diri kebutuhan warga

e. Menerapkan konsep “kemitraan” dengan berbagai pihak yang terkait agar warga belajar

lebih memahami situasi dan kondisi nyata terhadap apa yang dipelajari

3. Tahap Pembinaan

a. Menerapkan konsep “belajar sepanjang hayat” dengan jalan memberikan pemahaman

kepada warga belajar bahwa belajar tidak hanya selesai setelah mengikuti jenis pendidikan

tertentu saja dalam suatu masa tertentu

b. Mengembangkan jaringan informasi yang dapat digunakan sebagai media untuk saling

bertukar pengalaman antar warga belajar maupun antara warga belajar dan pengelola

program.

Berdasarkan hal tersebut di atas dapatlah disimpulkan bahwa Pemberdayaan Perempuan

adalah upaya perempuan untuk memperoleh akses dan control terhadap sumber daya,

pengembangan ekonomi keluarga, dan sosial budaya, agar perempuan dapat mengatur diri

dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam

memecahkan masalah, sehingga mampu membangun dirinya sendiri dan mampu

memberdayakan orang lain

2.1.2 Teknik Pemberdayaan Perempuan

Pada dasarnya tahapan yang dilakukan untuk pengembangan masyarakat terdiri dari

beberapa tahapan antara lain :

1) Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap penyiapan petugas untuk menyampaikan persepsi antar

anggota tim agen perubah (change agent) mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam

melakukan pengembangan masyarakat dan penyiapan lapangan. Petugas (community worker)

pada awalnya melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik

dilakukan secara informal maupun formal.

2) Tahap Assesment

Proses assessment dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang

dimiliki klien. Pada tahap ini digunakan teknik analisa SWOT dalam proses penilaian dengan

melihat kekuatan (strength), kelemahan (Weaknesses), kesempatan (opportunities), dan ancaman

(threatment). Pada proses pelaksanaannya masyarakat dilibatkan secara aktif agar mereka dapat

merasakan bahwa permasalahan yang sedang dibicarakan benar benar permasalahan yang keluar

dari pandangan mereka sendiri.

3) Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini petugas (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga

untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi danbagaimana cara mengatasinya.

Masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dankegiatan yang dapat

mereka lakukan dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada.

4) Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubahan (community worker) membantu masing-masing kelompok

masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama bila ada

kaitannya dengan pembuatan proposal kepadapihak penyandang dana. Dalam tahap

pemformulasian rencana aksi ini,diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat

membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan

bagaimana cara mencapai tujuan tersebut.

5) Tahap Pelaksanaan Program atau Kegiatan

Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam

proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik akan

dapat menyimpang pada pelaksanaanya bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga

masyarakat, maupun kerjasama antar warga.

6) Tahap Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang

sedang berjalan pada pengembangan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga.

Melalui keterlibatan warga ini diharapkan akan berbentuk suatu sistem dalam komunitas untuk

melakukan pengawasan secara internal.

7) Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap ‘pemutusan’ hubungan secara formal dengan komunitas

sasaran. Terminasi dilakukan bukan karena masyarakat sudah dapat dianggap mandiri tetapi

tidak jarang terjadi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu

yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana

yang dapat dan mau meneruskan. Meskipun demikian, tidak jarang community worker tetap

melakukan kontak meskipun tidak secara rutin.Apalagi bila petugas (community worker) merasa

bahwa tugasnya belum diselesaikan dengan baik.

2.2 Hakikat Pelatihan

2.2.1 Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah pembelajaran untuk merubah kinerja (Performance) seseorang dalam

kaitannya dengan tugasnya (jobs). Dalam hal ini, ada empat halpenting untuk diperhatikan yaitu :

1) Pembelajaran (Learning) merupakan upaya untuk merubah atau meningkatkan kinerja

seseorang dalam hubungannya dengan tugas-tugasnya dalam suatu organisasi. Pembelajaran

biasanya mengacu kepada perubahan sesuatu pada diri pelajar (learners) dan perubahan itu

biasanya mencakup psychomotoric, cognitive, affective, connative.

2) Kinerja (Performance) biasanya terkait dengan pekerjaan atau tugas-tugas(Jobs), artinya

bagaimana kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas yang terkait dengan pekerjaan.

3) Sasaran (People) yang dimaksud biasanya terkait dengan orang dewasa (Adults) yang

professional. Dengan demikian berarti dalam proses pelatihan kita harus memperhatikan

prinsip-prinsip belajar orang dewasa yang telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan

sikap-sikap tertentu dalam menghadapi pekerjaannya. Menurut Ernesto (1991: 43) dalam

pelatihan terhadap orang dewasa tidak hanya memperhatikan tujuan dalam melakukan

pelatihan tersebut, namun juga memperhatikan keterampilan-keterampilan yang telah

dimiliki oleh orang dewasa sebelum proses pelatihan.

4) Pekerjaan atau Tugas (Jobs) yang dimaksud adalah tugas-tugas khusus yang dilakukan oleh

sasaran sehari-hari. Dalam kaitannya dengan menjalankan tugas-tugas tersebut, sasaran

(Learners) perlu mendapat peningkatan melalui pelatihan. Pada umumnya pelatihan

dilakukan terhadap sasaran (Learners) karena sering kali kita jumpai di sekitar kita,bahwa

institusi-institusi atau organisasi melakukan pelatihan kepada karyawan atau pegawai tidak

didasarkan pada rasionalitas yang dapat dipertanggung jawabkan, namun lebih didasarkan

pada kepentingan“proyek’’, sehingga tidak sedikit biaya, waktu, dan tenaga yang terbuang

tanpaada kemanfaatan yang berarti.

Pada pelaksanaanya, pelatihan tidak selamanya berjalan secara lancar pada setiap

kesempatan.Banyak faktor yang menjadi kendala dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan yang

dipaparkan sebagai berikut :

1) Teori dengan praktek tidak sejalan, artinya teori yangdiberikan tidak bisa dipraktekkan pada

saat menjalankan tugas-tugas yang dilakukan.

2) Kondisi lingkungan tidak kondusif untuk dimanfaatkan dalam pelatihan dan tidak bisa

menunjang kinerja behaviours yang diperlukan dalam pelatihan.

3) Perubahan perilaku tidak bisa diukur (unmeasurable) secara pasti karena materi yang

diberikan tidak memenuhi standar.

4) Sasaran (learners) tidak memiliki motivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan serta

tidak mempunyai kemampuan untuk mengikuti materi pelatihan yang diberikan.

5) Pengembangan organisasi dianggap bisa dilakukan melalui kegiatan non-pelatihan, misalnya

perubahan kebijakan dan pengembangan proyek-proyek tertentu.

6) Sumber-sumber yang diperlukan dalam kegiatan pelatihan tidak memadai, baik sumber

finansial, manusia, fisik maupun teknologi.

2.2.2 Model Pelatihan

Beberapa unsur yang terintegrasi dalam model siklus pelatihan adalah:

a. Analisis yang meliputi identifikasi masalah, identifikasi kebutuhan, pengembangan kinerja

yang standar, identifikasi sasaran (learners), pengembangan kriteria pelatihan, perkiraan

biaya, dan perkiraan keuntungan dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.

b. Pengembangan, yang merupakan esensi dari rancangan pelatihan, karena pada tahap ini akan

bisa memantapkan kita untuk bisa atau tidak melakukan pelatihan. Untuk itu, ada beberapa

hal yang perlu dipertanyakan, antara lain : masukan, urutan kegiatan, logistik, sumber-

sumber, finansial yang diperlukan, dan kriteria keberhasilan.

c. Penerapan, bagaimana pun baiknya rancangan pelatihan dibuat, peluang ketidak berhasilan

tetap ada jika tidak diimplementasikan dan dikoordinir secara baik. Oleh karena itu peran

kegiatan administratif dalam tahap ini sangat penting bagi terlaksananya kegiatan pelatihan.

Kegiatan-kegiatan administratif yang perlu diperhatikan terutama adalah kegiatan koordinasi

dengan pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya.

d. Evaluasi, pada tahap ini harus ditetapkan perilaku apa yang hendak dicapai dari pelatihan,

baik selama proses pelatihan, sesudah pelatihan, maupun tindak lanjut dari pelatihan. Untuk

maksud ini perlu dirumuskan kriteria yang jelas dan terukur sehingga dapat diketahui bahwa

perubahan perilaku tersebut akibat dari pelatihan.

e. Penelitian, dalam siklus pelatihan, penelitian merupakan gagasan yang baru, metodologi

yang baru, dan teknologi yang baru. Dengan adanya penelitian akan bisa dijadikan masukan

tentang kelebihan dan kekurangan dari kegiatan pelatihan yang telah berjalan, dengan

demikian akan menjadi bahan penyempurnaan kegiatan serupa di masa mendatang.

2.2.3 Evaluasi Pelatihan

Setiap penyelenggaraan suatu program pelatihan biasanya memerlukan biaya yang cukup

besar.Untuk itu, agar biaya yang dikeluarkan tidak sia-sia dan pelatihan yang diselenggarakan itu

dapat mencapai sasarannya, maka pelatihan perlu dinilai atau dievaluasi.

Rencana keseluruhan evaluasi pelatihan memberikan suatu kerangka untuk mengukur

perubahan yang diinginkan pada tiap tingkat evaluasi, yakni perubahan pada tingkat belajar,

tingkat perilaku, dan tingkat hasil dengan menggunakan kriteria yang tepat.

Kriteria untuk menilai pelatihan adalah tujuan program pelatihan yang dinyatakan secara

khusus dan dalam bentuk yang dapat diukur. Untuk mengukur hasil suatu pelatihan secara

ilmiah, cermat, dan tepat, maka kegiatan-kegiatan berikut perlu dilakukan :

a. Memilih suatu rencana evaluasi

b. Memilih teknik pengumpulan data yang tepat

c. Memilih metode-metode statistik yang cocok untuk mengolah data dan mengambil

kesimpulan-kesimpulan.

Maka dari pada itu harus ada :

a. Evaluasi terhadap peserta yang dilakukan sebelum pelatihan. Gunanya adalah untuk

menentukan tingkat pengetahuan, keterampilan, prestasi,dan sikap yang telah dimiliki oleh

para peserta.

b. Evaluasi terhadap para peserta yang dilakukan sesudah pelatihan.Gunanya adalah untuk

menentukan tingkat pengetahuan, ketrampilan, prestasi dan sikapnya yang baru.

Dengan demikian rencana evaluasi yang pokok dan ilmiah itu memerlukan pemeriksaan

sebelum dan sesudah pelatihan, juga penggunaan kelompok pengawasan. Rencana evaluasi dapat

di gambatkan sebagai berikut :

Pengukuran Sebelum Pelatihan

Pengukuran Setelah

Pelatihan

Pelatihan

------Pengukuran Perubahan-------

Rencana evaluasi yang baru merupakan evaluasi dasar. Ada beberapa variasi rencana

evaluasi sebagai berikut :

1. Pengukuran setelah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok pengawasan.

2. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta tanpa menggunakan kelompok

pengawasan.

3. Pengukuran sebelum pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok

pengawasan.

4. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan menggunakan kelompok

pengawasan.

5. Suatu rencana evaluasi tiga kelompok yang menggunakan satu kelompok percobaan dan dua

kelompok pengawasan. Pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan dari para peserta dengan

kelompok pengawasan pertama dan kelompok pengawasan kedua dipergunakan hanya untuk

pengukuran setelah pelatihan.

Rencana evaluasi tanpa menggunakan kelompok pengawasan mempunyai kelemahan,

karena tidak mempunyai dasar pelaksanaan pekerjaan sebelum pelatihan. Lain daripada itu

faktor-faktor diluar pelatihan juga dapat mempengaruhi perilaku yang diukur setelah pelatihan.

Rencana evaluasi yang kompleks pada angka 5 merupakan suatu rencana yang baik ditinjau dari

sudut pengukuran, tetapi kesulitan administrasinya biasanya akan menghapuskan keuntungan-

keuntungan dalam organisasi pelaksanaan. Dipandang dari sudut bermacam-macam pembatasan

rencana yang kompleks, maka dua kelompok pengukuran sebelumnya dan sesudah pelatihan dari

para peserta dengan menggunakan kelompok pengawasan pada angka 4 dianjurkan, karena

sifatnyayang praktis dan dapat dilaksanakan.

Pengohan Keripik Jagung

Keripik jagung adalah makanan khas Mexico. Di sana, makanan ini disebut tortila. Makanan ini

juga populer di Amerika Serikat. Dengan kepopuleran jenis makanan keripik jagung ini

menjadikan keuntungan tersendiri dalam promosi produk yang kita buat. Dengan demikian usaha

pembuatan keripik jagung ini memiliki peluang untuk dikembangkan menjadi

industri rumahan yang sukses.( http://binaukm.com/2011/11/peluang-usaha-pembuatan-keripik-

jagung/

Keripik jagung mudah dibuat dengan menggunakan peralatan sederhana yang terdapat di

rumah tangga. Jagung direbus dengan larutan kapur, kemudian direndam dengan larutan perebus

selama semalam. Setelah itu jagung dicuci sampai bersih, dan digiling bersama bumbu sampai

diperoleh adonan yang halus dan rata. Adonan dicetak, kemudian digoreng, atau dipanggang di

dalam oven.

Adonan keripik jagung juga dapat ditambah dengan tepung kedelai atau tepung kacang hijau

sampai 10%. Subsitusi tersebut akan meningkatkan nilai gizi keripik jagung sehingga

memberikan nilai lebih dan meningkatkan daya jual dan nilai ekonomis dari jagung.

Adapun bahan pembuatan keripik jagung terdiri dari : Jagung, Kapur Sirih, Minyak

goreng, dan Bumbu – bumbu, sedangkan peralatan pembuatan keripik jagung terdiri dari : Panci,

Penggiling jagung basah., Pembuat lembaran adonan, Pengering, dan Wajan.

Tahapan Pembuatan larutan kapur. Untuk membuat 10 liter larutan kapur dilakukan

dengan menambahkan 50 gram kapur sirih ke dalam 10 liter. Setelah itu dilakukan pengadukan

sampai semua kapur larut. ke dalam larutan kapur juga ditambahkan garam 50 gram, dan minyak

goreng 1 sendok. Penambahan minyak goreng bertujuan untuk mencari terbentuknya busa yang

berlebihan pada saat perebusan jagung.

Tahapan Perebusan di dalam larutan kapur. Biji jagung direbus di dalam larutan

kapur selama 2 –2,5 jam. Setiap 1 kg jagung membutuhkan sampai 10 liter larutan kapur

Perendaman dengan larutan kapur. Setelah perebusan, jagung dibiarkan terendam di dalam

larutan kapur selama 16 – 24 jam. Selama rendaman dilakukan pengadukan beberapa kali.

Tahapan Pencucian. Setelah perendaman jagung ditiriskan dan dicuci berulang-ulang (5-7 kali)

dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Setelah bersih, biji ditiriskan.

Pembumbuan. Jagung yang telah ditiriskan ditambah dengan bawang putih, dan merica halus.

Setiap 1 kg jagung dibumbui dengan 30 – 50 bawang putih, dan 3-5 gram merica halus.

Tahapan Penggilingan. Jagung yang telah dibumbui digiling sampai diperoleh adonan yang

halus dan rata.

Tahapan Pencetakan adonan

a).Adonan ditipiskan sehingga membentuk lembaran tipis (2 m). Penipisan dapat dilakukan

dengan menggunakan ampia,atau dengan menggiling adonan dengan botol di atas meja yang

dilapisi plastik.

b).Lembaran tipis adonan dipotong-potong dengan ukuran 1 – 3 cm

berbentuk persegi. Hasil yang diperoleh disebut keripik basah jagung.

Tahapan Pengeringan. Keripik basah jagung dijemur sampai kering, atau

dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air di bawah 8%. Keripik yang telah kering

akan berbunyi jika dipatahkan, hasil yang diperoleh disebut keripik mentah jagung.

Tahapan Penggorengan. Keripik mentah jagung digoreng dengan minyak panas (suhu 170 °c)

selama 10 – 15 detik.

Tahapan Pengemasan. Keripik jagung yang telah digoreng dikemas di dalam kantong plastik

atau di dalam kotak kaleng yang tertutup rapat. Untuk meningkatkan nilai jual produk dapat di

lakukan dengan cara pengemasan kripik yang apik serta cantik seperti menggunakan toples

yang menarik ataupun kemasan plastik di masukkan kantung kertas atau boks yang dibuat

menarik

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka untuk memberdayakan perempuan dalam

pelatihan keterampilan pengolahan keripik jagung di di LPK Suka Maju”Desa Toto Kecamatan

Tilongkabila adalah sebagai berikut

1. Pembuatan larutan kapur. Untuk membuat 10 liter larutan kapur dilakukan

menambahhkan 50 gram kapur sirih ke dalam 10 liter. Setelah dilakukan pengadukan

sampai semua kapur larut. Kedalam larutan kapur juga ditambahkan garam 50 gram, dan

minyak goreng 1 sendok. Penambahan minyak goreng bertujuan untuk mencari

terbentuknya busa yang berlebihan pada saat perebusan jagung.

2. Perebusan di dalam larutan kapur. Biji jagung direbus di dalam larutan kapur selama 2 –

2,5 jam. Setiap 1 kg jagung membutuhkan sampai 10 liter larutan kapur.

3. Perendaman dengan larutan kapur. Setelah perebusan, jagung dibiarkan terendam di

dalam larutan kapur selama 16 – 24 jam. Selama rendaman dilakukan pengadukan

beberapa kali.

4. Pencucian. Setelah perendaman jagung ditiriskan dan dicuci berulang-ulang (5-7 kali)

dengan air bersih untuk menghilangkan sisa kapur. Setelah bersih, biji ditiriskan.

5. Pembumbuan. Jagung yang telah ditiriskan ditambah dengan bawang putih, dan merica

halus. Setiap 1 kg jagung dibumbui dengan 30 – 50 bawang putih, dan 3-5 gram merica

halus.

6. Penggilingan. Jagung yang telah dibumbui digiling sampai diperoleh adonan yang halus

dan rata.

7. Pencetakan adonan

1. Adonan ditipiskan sehingga membentuk lembaran tipis (2 m). Penipisan dapat

dilakukan dengan menggunakan ampia,atau dengan menggiling adonan dengan

botol di atas meja yang dilapisi plastik.

2. Lembaran tipis adonan dipotong-potong dengan ukuran 1 – 3 cm berbentuk

persegi. Hasil yang diperoleh disebut keripik basah jagung.

8. Pengeringan. Keripik basah jagung dijemur sampai kering, atau dikeringkan dengan alat

pengering sampai kadar air di bawah 8%. Keripik yang telah kering akan berbunyi jika

dipatahkan, hasil yang diperoleh disebut keripik mentah jagung.

9. Penggorengan. Keripik mentah jagung digoreng dengan minyak panas (suhu 170 °c)

selama 10 – 15 detik.

10. Pengemasan. Keripik jagung yang telah digoreng dikemas di dalam kantong plastik atau

di dalam kotak kaleng yang tertutup rapat.