BAB II KAJIAN TEORI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan produksi manufaktur sekarang ini semakin maju seiring dengan perkembangan jaman dan teknologi. Beberapa produksi dengan baja sebagai bahan baku untuk produksinya yang banyak digunakan terutama untuk alat-alat perkakas dan komponen-komponen otomotif. Baja karbon sedang banyak digunakan sebagai komponen mesin seperti roda gigi, poros dan komponen lainnya yang diperlukan kekerasan dan keliatannya. Permasalahan yang sering timbul yaitu dalam hal kelelahan yang disebabkan keausan karena terkena pengaruh gaya luar berupa tegangan-tegangan gesek sehingga terjadi deformasi atau perubahan bentuk, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan bahan yang mempunyai sifat keras dan ulet. Bahan yang memenuhi sifat keras dan ulet salah satu diantaranya adalah baja karbon. Kebanyakan baja karbon yang tersedia di pasaran mempunyai sifat kelelahan yang terbatas, kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kehilangan fungsi pada suatu mesin disebabkan oleh kerusakan pada permukaan berupa keuasan, retak maupun korosi. Apabila sifat permukaan suatu komponen dapat dimodifikasi, maka umur pakai komponen dapat bertambah Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifat-sifat permukaan yaitu dengan cara proses pack carburizing. Proses pengarbonan (carburizing) merupakan proses chemical heat treatment yang dilakukan dengan cara memanaskan spesimen pada suhu austenitnya dalam ruang yang mengandung serbuk karbon. Pengarbonan ini bertujuan untuk menaikkan kadar karbon pada lapisan permukaan baja sehingga diperoleh baja yang memiliki permukaan keras. Proses ini meliputi pemanasan baja pada suhu tertentu, dipertahankan pada waktu tertentu dan didinginkan pada media tertentu. Pengarbonan dilakukan pada suhu 900C - 950C dalam lingkungan yang menyerahkan karbon kemudian dibiarkan beberapa lamanya pada suhu tersebut, dan kemudian didinginkan (Beumer, 1980: 37).Tebal lapisan pada proses pengarbonan ini dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu waktu karbonasi atau lamanya perlakuan dan suhu (Amanto dan Daryanto, 2003:86). Pada penelitian ini dilakukan pengerasan permukaan dengan metode pack carburizing atau pengarbonan dengan perantara zat padat dimana medianya adalah arang batok kelapa, dengan variasi katalis (barium karbonat, kalium karbonat, dan natrium karbonat). Baja yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis baja karbon sedang yaitu baja S45C. Baja S45C merupakan baja yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lunak. Baja S45C mempunyai sifat-sifat pengerjaan dan kekuatan yang sangat baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan tingkat kekerasan Baja S45C akibat variasi katalis dan bagaimanakah struktur mikro Baja S45C setelah dilakukan treatment. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna tentang pengaruh variasi katalis pada pengarbonan dengan menggunakan media arang batok kelapa dengan harapan nantinya dunia industri pada umumnya dapat memanfaatkan penelitian ini untuk mengoptimalkan produk yang dihasilkan.Berdasarkan uraian latar belakang di atas, yang menjadi perhatian adalah perbandingan nilai kekerasan dan struktur mikro akibat variasi katalis pada proses carburizing baja S45C.

1.1 Perumusan Masalah

Penggunaan baja karbon sedang jenis S45C sebagai bahan baku produksi yang banyak digunakan untuk komponen otomotif yang diperlukan kekerasan dan keliatannya, masalahan yang sering timbul yaitu dalam hal kelelahan yang disebabkan keausan karena terkena pengaruh gaya luar berupa tegangan-tegangan gesek sehingga terjadi deformasi atau perubahan bentuk. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kehilangan fungsi pada suatu mesin disebabkan oleh kerusakan pada permukaan berupa keuasan, retak maupun korosi. Apabila sifat permukaan suatu komponen dapat dimodifikasi, maka umur pakai komponen dapat bertambah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sifatsifat permukaan adalah dengan cara proses pack carburizing.Proses pengarbonan (carburizing) merupakan proses termo-kimia yang dilakukan dengan cara memanaskan spesimen pada suhu austenitnya dalam ruang yang mengandung serbuk karbon. Penggunaan jenis katalis yang berbeda mempengaruhi perbedaan reaksi pembentukan karbon sehingga menjadi gas CO2 secara keseluruhan pada proses carburizing. Berdasarkan uraian di atas maka timbul permasalahan, yaitu :1. Adakah perbedaan nilai kekerasan pada Baja S45C akibat variasi katalis pada proses carburizing?2. Adakah perbedaan struktur mikro Baja S45C akibat variasi katalis pada proses carburizing?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut:1. Untuk mengetahui perbedaan nilai kekerasan pada Baja S45C akibat variasi katalis pada carburizing?2. Untuk mengetahui perbedaan struktur mikro Baja S45C akibat variasi katalis pada proses carburizing?

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat sebagai berikut:1. Manfaat teoritisa. Memberikan sumbangan positif bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu logam.b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian atau informasi bagi dunia kerja khususnya pengetahuan bahan, perlakuan panas, dan juga pengujian bahan.2. Pengembangan industriHasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam bidang perlakuan panas baja tentang carburizing yang menghasilkan peningkatan kekerasan bahan pada proses carburizing Baja S45C, yang pada akhirnya dapat bermanfaat untuk kemajuan dunia industri dan teknologi.

BAB II KAJIAN TEORI

2.1. Baja

Baja didefinisikan sebagai suatu campuaran besi dan karbon. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,1% sampai 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi oleh persentasenya (Amanto dan Daryanto, 2003:22). Amstead, dkk. (1997:51) mengemukakan bahwa:Secara garis besar baja dapat dikelompokan menjadi dua yaitu baja karbon dan baja paduan. Baja karbon dibagi menjadi tiga yaitu baja karbon rendah (< 0,3% C), baja karbon sedang (0,30% < C < 0,7%) dan baja karbon tinggi (0,70 < C < 1,40%). Baja paduan dibagi menjadi dua yaitu baja paduan rendah (jumlah unsur paduan khusus < 8,0% ) dan baja paduan tinggi (jumlah unsur paduan khusus > 8,0% ).Baja karbon rendah sering digunakan untuk kawat, baja profil, sekrup, ulir dan baut. Baja karbon sedang digunakan untuk rel kereta api, as, roda gigi dan suku cadang yang berkekuatan tinggi, atau dengan kekerasan sedang sampai tinggi. Baja karbon tinggi digunakan untuk perkakas potong seperti pisau, gurdi, tap dan bagianbagian yang harus tahan gesekan.

Klasifikasi baja dalam penggunaannya dapat dilihat dalam tabel 2.1. Dalam penelitian ini baja yang digunakan adalah baja jenis karbon sedang.

Tabel 2.1.Logam Ferro dan Pemakaiannya

NamaKomposisiSifatPemakaian

Baja lunak (Mild Steel)Campuran ferro dan karbon (0,1%-0,3%)Ulet dan dapat ditempa dinginPipa, Mur, Baut, Sekrup

Baja Karbon Sedang (Medium Carbon Steel)Campuran ferro dan karbon (0,4%-0,6%)Lebih UletPoros, Rel Baja, Dan Peron

Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)Campuran ferro dan karbon (0,7%-1,5%)Dapat ditempa dan di sepuhPerlengkapan Mesin perkakas

Baja Kecepatan Tinggi (HSS)Baja Karbon Tinggi ditambah dengan Nikel/Krom/Koba/vanadiumGetas, dapat disepuh keras, tahan suhu tinggiAlat potong (pahat bubut, pisau frais, dll)

2.2. Karbon

Unsur karbon adalah unsur campuran yang sangat penting dalam pembentukan baja, jumlah, persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang sangat besar pada sifat baja. Unsur karbon yang bercampur dalam baja sekitar +0,1% - 2,0%, jika kandungan karbon pada baja kurang dari 0,15% maka tidak terjadi perubahan sifat-sifat baja setelah dikeraskan dengan cara dipanaskan dan didinginkan (hardening). Unsur karbon dapat bercampur dengan besi dan baja setelah di dinginkan secara perlahan-lahan pada temperatur kamar dalam bentuk sebagai berikut:a. Larut dalm besi untuk membentuk larutan pada ferit yang mengandung karbon diatas 0,006 % pada temperatur kamar. Unsur karbon akan naik lagi sampai 0,03 % pada temperatur 725C. Ferit bersifat lunak, tidak kuat dan kenyal.b. Sebagai campuran kimia dalam besi, campuran ini disebut sementit (Fe3C) yang mengandung 6,67 % karbon. Sementit bersifat keras dan rapuh.

2.3. Karakteristik Baja S45C

Baja S45C merupakan kelompok baja karbon sedang dan mempunyai kandungan karbon 0,52%. Berikut ini unsur-unsur lain yang terkandung pada baja S45C:

Tabel 2.2.Komposisi Baja S45C (Sertifikat Komposisi Baja S45C Bohlindo)

CSIMNPSCu

0,2500,3100,6500,190,020,010

Baja S45C mempunyai sifat-sifat pengerjaan dan kekuatan yang sangat baik. Baja ini sering digunakan untuk komponen yang tidak membutuhkan kekerasan yang tinggi misalnya konstruksi alat pertanian, semua jenis perkakas tangan dan alat-alat pertanian (Katalog Bohlindo:19).

2.4. Carburizing (Karbonasi)

Seringkali dalam suatu komponen harus mempunyai permukaan yang keras dan tahan pakai, yang didukung oleh inti yang kuat dan tahan terhadap goncangan. Sifat-sifat yang berbeda tersebut dapat digabungkan dalam suatu baja yaitu dengan pengerasan permukaan. Cara pengerasan permukaan dapat dilakukan dengan proses carburizing (karbonasi). Karbonasi adalah memanaskan bahan sampai suhu 900 - 950C dalam lingkungan yang menyerahkan karbon, lalu dibiarkan beberapa waktu lamanya pada suhu tersebut dan kemudian didinginkan (Amanto dan Daryanto, 2003:85).

Gambar 2.1. Diagram Fasa Fe-C (Amstead,1997:140)

Karbonasi dinamakan juga pemupukan karbon atau menyemen. Lapisan luar dari benda kerja yang telah mengambil karbon dinamakan lapisan karbonasi. Tujuan karbonasi ini adalah untuk mendapatkan lapisan luar pada benda kerja yang keras dan inti yang kuat serta ulet.

Gambar 2.3. Baja yang Dikarbonasikan

2.5. PENGARUH UNSUR PADUAN TERHADAP BAJA

Unsur paduan pada baja sangat berpengaruh terhadap nilaikekerasan,keuletan serta kelelahan suatu baja, Unsur Utama penyusun baja adalah Carbon (C). Karbon merupakan unsur 'pengeras utama' pada baja. Jika kadar Carbon ditingkatkan maka akan meningkatkan kekuatannya akan tetapi nilai impact baja tersebut akan menurun.

Ada 3 jenis pembagian baja : Baja Construksi (kandungan Karbon antara 0,1-0,6%), baja karbon perkakas (0,5-1,4%), baja Case hardening (0,005- 0,25%). Mangan juga sangat berperan dalam meningkatkan kekuatan dan kekerasan suatu logam baja, menurunkan laju pendinginan sehingga mampu meningkatkan mampu keras baja dan kekuatan terhadap tahanan abrasi. Hal ini dikarenakan mampu mengikat belerang yang mampu memperkecil terbentuknya sulfida besi yang bisa menyebabkan abrasi (HOT-Shortness) dapat diminimalkan.

Mangan banyak dipakai untukkontruksi rel kereta api. Silikon mampu menaikkan kekerasan dan elastisitas akan tetapi menurunkan kekutan tarik dan keuletan dari baja (baja pegas dan material tahan asap di perusahaan petro kimia banyak menggunakan jenis baja ini). Cromium (Cr) didalam Baja cromium ini dapat digunakan untuk meningkatkan mampu las dan mampu panas baja. Kekuatan tarik, ketangguhan serta ketahanan terhadap abrasi juga bisa meningkat. Bisa juga meningkatkan Harden Ability material jika mencapai kandungan 50%. Nikel (Ni) nikel sangat penting untuk kekuatan dan ketangguhan dalam baja dengan cara mempengaaruhi proses tranformasi fasanya. Jika Ni banyak maka austenit akan stabil hingga mencapai temperatur kamar. Molibden (Mo) Meningkatkan kadar kekerasan,ketangguhan, keuletan,ketahanan baja terhadap temperatur yang tinggi. Mo juga bisa menurunkan temper embritment. Wolfram (Wo) Senyawa ini akan membentuk senyawa Carbidda di dalam material. Sehingga akan menyebabkan material menjadi lebih kuat, tahan abrasi serta memperlambat pertumbuhan butir di dalam kawasan HAZ Vanadiun (Va) Memeberikan pengaruh positf terhadap kekuatan tarik, kekuatan dan kekerasan pada tmperatur tinggi seta meningkatkan batas mulur juga.

2.6. Uji Kekerasan (Hardness Test)

Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Besar tingkat kekerasan dari bahan dapat diananlisis melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut. Pengujian yang banyak dipakai adalah dengan cara menekankan penekanan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan mengukur bekas hasil penekanan yang terbentuk diatasnya (Surdia dan Saito, 1992:31).

2.7. Dasar-Dasar Pengujian Kekerasan

Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan logam tersebut. Pengujian kekerasan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. Metode pengujian kekerasan telah disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan dengan satuan yang baku, yaitu penekanan, goresan, dan dinamik. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan banyak digunakan oleh industri permesinan, dikarenakan prosesnya sangat mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan logam tersebut apabila dibandingkan dengan metode pengujian lainnya. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan terdiri dari tiga jenis, yaitu pengujian kekrasan dengan metode Rockwell, Brinell, dan Vickers. Ketiga metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, serta perbedaan dalam menentukan angka kekerasannya. Metode Brinell dan Vickers memiliki prinsip dasar yang sama dalam menentukan angka kekerasannya, yaitu menitikberatkan pada perhitungan kekuatan bahan terhadap setiap daya luas penampang bidang yang menerima pembebanan tersebut. Sedangkan metode Rockwell menitikberatkan pada pengukuran kedalaman hasil penekanan atau penekan (indentor) yang membentuk bekasnya (indentasi) pada benda uji.

a. Metode pengujian Rockwell

Metode Rockwell ini terdapat dua macam indentor yang ukurannya bervariasi, yaitu :1. Kerucut intan dengan besar sudut 120 dan disebut sebagai Rockwell Cone.2. Bola baja dengan berbagai ukuran dan disebut sebagai Rockwell Ball. Kesalahan pada pengujian Rockwell dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :1. Benda uji2. Operator3. Mesin uji Rockwell

Kelebihan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :1. Dapat digunakan untuk bahan yang sangat keras2. Dapat dipakai untuk batu gerinda sampai plastik3. Cocok untuk semua material yang keras dan lunakKekurangan dari pengujian logam dengan metode Rockwell, yaitu :1. Tingkat ketelitian rendah2. Tidak stabil apabila terkena goncangan3. Penenkanan bebannya tidak praktis

b. Metode Pengujian Brinell

Cara pengujian Brinell dilakukan dengan penekanan sebuah bola baja yang terbua dari baja krom yang telah dikeraskan dengan diameter tertentu oleh suatu gaya tekan secara statis kedalam permukaan logam yang diuji tanpa sentakan. Permukaan logam yang diuji harus rata dan bersih. Diameter paling atas dari lekukan tersebut diukur secara teliti. Rumus yang dipakai untuk menentukan kekerasan logam yang diuji:

Keterangan :P = beban yang diberikan (KP atau Kgf)D = diameter indentor yang digunakand = diameter bekas lekukan

c. Metode Pengujian Vickers

Metode Vickers ini berdasarkan pada penekanan oleh suatu gaya tekan tertentu oleh sebuah indentor berupa pyramid diamond terbalik dengan sudut puncak 136 ke permukaan logam yang akan diuji kekerasannya, dimana permukaan logam yang diuji ini harus rata dan bersih. Angka kekerasan Vikers (VHN) didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan (Dieter, 1996:334). Pengujian Vikers dapat dilakukan tidak hanya pada benda yang lunak akan tetapi juga dapat dilakukan pada bahan yang keras. Bekas penekanan yang kecil pada penggujian Vikers mengakibatkan kerusakan bahan percobaan relatif sedikit. Pada benda kerja yang tipis atau lapisan permukaan yang tipis dapat diukur dengan gaya yang relatif kecil.

2.11. Pengujian Kekerasan Vikers

Uji kekerasan Vickers menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar. Besarnya sudut antara permukaanpermukaan pyramida yang saling berhadapan adalah 136. Sudut ini dipilih karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan brinell. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan, prinsip pengukuran untuk kekerasan mikro vikers dapat dilihat pada Gambar 2.6. Pada prakteknya luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. VHN dapat ditentukan dari persamaan berikut

Keterangan:P = Beban yang digunakan (kg)L = Panjang diagonal rata-rata (mm) = sudut antara permukaan intan yang berlawanan = 136

Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras dengan DPH 1500.

Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban, memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati, dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.

Gambar 2.5. Prinsip Pengukuran Kekerasan Mikro Vikers

Lekukan yang benar terbuat dari penumbuk piramida intan harus berbentuk bujur sangkar. Akan tetapi, penyimpangan yang telah dijelaskan untuk uji brinell sering juga terdapat pada penumbuk piramida gambar 2.7 lekukan bantal jarum pada gambar 2.7.b adalah akibat terjadinya penurunan logam disekitar permukaan piramida yang datar. Keadaan demikian terdapat pada logam-logam yang dilunakan dan mengakibatkan pengukuran panjang diagonal yang berlebihan. Lekukan berbentuk tong pada gambar 2.7.cmengalami proses pengerjaan dingin. Bentuk demikian diakibatkan oleh penimbunan ke atas logam-logam disekitar permukaan penumbuk. Ukuran diagonal pada kondisi demikian akan menghasilkan luas permukaan kontak yang kecil, sehingga menimbulkan kesalahan angka kekerasan yang besar ada koreksi empiris untuk menanggulangi pengaruh hal di atas.

Gambar 2.6. Tipe-Tipe Lekukan Piramida Intan (Dieter dan Sriati Djaprie,1996: 335).

Keterangan:(a) Lekukan yang sempurna(b) lekukan bantal jarum (pinchusion) yang disebabkan oleh penurunan(c) lekukan berbentuk tong yang disebabkan oleh penimbunan ke atas.

Pada penelitian ini alat uji yang digunakan adalah alat uji kekerasan mikro vickers.

2.12. Pengujian Kekerasan Mikro VikersBanyak persoalan metalurgi memerlukan data-data mengenai kekerasan pada daerah yang sangat kecil. Pengukuran gradien kekerasan pada permukaan yang dikarburasi, pengukuran kekerasan kandungan tunggal pada struktur mikro, atau penentuan kekerasan roda gigi arloji, merupakan tipe persoalan dari jenis pengujian kekerasan mikro (Dieter,1996: 336-337). Uji mikro Vickers merupakan pengujian untuk menguji kekerasan daerah yang kecil atau rumit.

2.13. Pengamatan Struktur MikroSifat-sifat fisis dan mekanik dari material tergantung dari struktur mikro material tersebut. Struktur mikro dalam logam (paduan) di tunjukandengan besar, bentuk dan orientasi butirnya, jumlah fasa, proporsi dan kelakuan dimana mereka tersusun atau terdistribusi. Struktur mikro dari paduan tergantung dari beberapa faktor seperti, elemen paduan, konsentrasi dan perlakuan panas yang diberikan. Pengujian struktur mikro atau mikrografi dilakukan dengan bantuan mikroskop dengan koefisien pembesaran dan metode kerja yang bervariasi.

Adapun beberapa tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro adalah:a. Sectioning (Pemotongan)Pemotongan ini dipilih sesuai dengan bagian yang akan diamati struktur mikronya. Spesimen uji dipotong dengan ukuran seperlunya.b. Grinding (Pengamplasan kasar)Tahap ini untuk menghaluskan dan merataka permukaan spesimen uji yang ditujukan untuk menghilangkan retak dan goresan. Grinding dilakukan secara bertahap dari ukuran yang paling kecil hingga besar.c. Polishing (Pemolesan)Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan permukaan spesimen yang mengkilap, tidak boleh ada goresan. Pada tahap ini dilakukan dengan Hasil yang baik dapat diperoleh dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:1) PemolesanPemolesan sebaiknya dilakukan dengan satu arah agar tidak terjadi goresan.2) PenekananPengamplasan pada mesin amplas jangan terlalu ditekan. Apabila terlalu ditekan maka arah dan posisi pemolesan dapat berubah dan kemungkinan terjadi goresan-goresan yang tidak teratur.d. Etching (Pengetsaan)Hasil dari proses pemolesan akan berupa permukaan yang mengkilap seperti cermin. Agar struktur terlihat jelas maka permukaan tersebut dietsa. Dalam pengetsaan janganterlalu kuat karena akan terjadi kegosongan pada benda uji.

e. PemotretanPemotretan digunakan untuk mendapatkan gambar dari struktur mikro dari spesimen uji setelah difokuskan dengan mikroskop. Pada gambar 2.5. B terlihat contoh A melalui mikroskop.

Gambar 2.7. Pemeriksaan Benda Uji dengan Mikroskop Metalurgi

Keterangan:A contoh yang dietsa sedang diperiksa dengan mikroskop metalurgi, B penampilan contoh melalui mikroskop.