25
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Menurut Asosiasi Pariwisata Kuliner Internasional (International Culinary Tourism Association/ICTA), wisata kuliner merupakan kegiatan makan dan minum yang unik dilakukan oleh setiap pelancong yang berwisata. Berikut ini, diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini, khususnya yang berkaitan dengan wisata kuliner. Pengambilan penelitian terdahulu mayoritas membahas tentang wisata kuliner di Bali karena belum ada penelitian terdahulu yang membahas mengenai wisata kuliner secara spesifik di Kota Dili sehingga dengan adanya penelitian terdahulu ini akan menjadi referensi bagi peneliti untuk mengkaji secara khusus mengenai wisata kuliner di Kota Dili, Timor-Leste. Penelitian Sunada (2013), dengan judul Potensi Makanan Tradisional Bali Yang Berbasis Masyarakat Sebagai Daya Tarik Wisata di Pasar Umum Gianyar, menyatakan bahwa Bali adalah destinasi pariwisata dunia, keunikan budaya, keindahan alamnya, dan tradisi sosial kemasyarakatan yang dijiwai oleh agama Hindu merupakan potensi yang sangat penting sebagai daya tarik wisata. Budaya (culture) dan alam (nature) merupakan roh dari kepariwisataan Bali. Disamping budaya, alam yang indah, ketersediaannya sarana dan prasarana penunjang seperti hotel, restoran, biro perjalanan wisata, pasar seni, dan yang 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN … II.pdf · deskriptif kualitatif menggunakan ... pelestarian budaya berupa ... atau fakta dan generalisasi yang ada dilapangan sesuai dengan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Menurut Asosiasi Pariwisata Kuliner Internasional (International Culinary

Tourism Association/ICTA), wisata kuliner merupakan kegiatan makan dan

minum yang unik dilakukan oleh setiap pelancong yang berwisata. Berikut ini,

diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan

penelitian ini, khususnya yang berkaitan dengan wisata kuliner. Pengambilan

penelitian terdahulu mayoritas membahas tentang wisata kuliner di Bali karena

belum ada penelitian terdahulu yang membahas mengenai wisata kuliner secara

spesifik di Kota Dili sehingga dengan adanya penelitian terdahulu ini akan

menjadi referensi bagi peneliti untuk mengkaji secara khusus mengenai wisata

kuliner di Kota Dili, Timor-Leste.

Penelitian Sunada (2013), dengan judul “Potensi Makanan Tradisional

Bali Yang Berbasis Masyarakat Sebagai Daya Tarik Wisata di Pasar Umum

Gianyar”, menyatakan bahwa Bali adalah destinasi pariwisata dunia, keunikan

budaya, keindahan alamnya, dan tradisi sosial kemasyarakatan yang dijiwai oleh

agama Hindu merupakan potensi yang sangat penting sebagai daya tarik wisata.

Budaya (culture) dan alam (nature) merupakan roh dari kepariwisataan Bali.

Disamping budaya, alam yang indah, ketersediaannya sarana dan prasarana

penunjang seperti hotel, restoran, biro perjalanan wisata, pasar seni, dan yang

7

8

lainnya, membuat kunjungan wisatawan ke Bali semakin meningkat. Agar Bali

sebagai tujuan dunia dapat berkelanjutan (sustainable), pembangunan

kepariwisataan Bali harus bersinergi dengan bidang pembangunan lainnya, seperti

pertanian (agro wisata), perikanan dan peternakan (wisata bahari), kerajinan, dan

industri jasa (jasa bogaatau gastronomi). Gastronomi merupakan salah satu

budaya lokal mempunyai peran penting karena makanan juga sebagai pusat

pengalaman wisatawan. Salah satu gastronomi yang memiliki keunikan dari segi

cita rasa adalah makanan tradisional Bali. Dengan menampilkan makanan

tradisional suatu daerah serta atas keterlibatan masyarakat setempat, tentunya

bahan makanan yang digunakan juga bersumber dari daerah setempat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi gastronomi,

mengkaji usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola pasar, dan untuk

mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat desa setempat terhadap

pengembangan makanan tradisional Bali yang dijual diPasar Umum Gianyar.

Pada penelitian ini data yang dianalisis dengan pendekatan metode

deskriptif kualitatif menggunakan beberapa informan yang dipilih secara

purposive dan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi,

wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan teori gastronomi dan teori

pengembangan produk.

Meskipun hasil pengamatan dari menu yang ditawarkan di Pasar Umum

Gianyar dari segi variasi jenis makanan lokal atau khas Bali masih belum begitu

banyak, namun berdasarkan hasil penelitian yang mendalam menunjukkan bahwa

potensi gastronomi makanan tradisional Bali yang dijual diPasar Umum Gianyar

9

memenuhi kriteria keunikan, originalitas, otentisitas, keragaman, serta penampilan

yang menarik bagi wisatawan sehingga layak ditawarkan sebagai daya tarik

wisata.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh pengelola pasar dalam pengembangan

makanan tradisional Bali yang dijual di Pasar Umum Gianyar adalah

menyediakan dan menata tempat berjualan bagi para pedagang, melibatkan

masyarakat desa adat Gianyar untuk melestarikan makanan tradisional Bali yang

merupakan warisan budaya, dan senatiasa menjaga kebersihan pasar yang

berimbas pada kualitas makanan.

Bentuk-bentuk keterlibatan masyarakat desa adat Gianyar dalam

pengembangan makanan tradisional Bali yang dijual di Pasar Umum Gianyar

adalah sebagai pengelola pasar, sebagai pedagang khususnya yang menjual

makanan tradisional Bali, sebagai pemasok makanan seperti babi guling dan kue-

kue serta pengunjung yang membeli makanan tradisional Bali. Agar tercapainya

tujuan pengembangan makanan tradisional Bali, perlu adanya sinergi antara

pedagang dan pengelola pasar, serta keterlibatan masyarakat lokal, bekerja sama

dengan pihak pengusaha pariwisata untuk mengangkat nilai makanan tradisional

Bali.

Penelitian diatas, yang membedakan penelitian ini lebih banyak

penekananya terhadap beberapa hal, seperti potensi makanan tradisonal Bali,

usaha-usaha dalam pengembangan makanan tradisional dan keterlibatan

masayarakat dalam mengembangkan makanan tradisional. Penelitian ini, akan

dikaitkan dengan penelitian tersebut dapat dijadikan acuan sekaligus

10

perbandingan untuk melihat berbagai jenis makanan tradisional di Dili dilihat dari

aspek originalitas dan identitas sebagai daya tarik wisata kuliner.

Penelitian Rumadana (2012), dengan judul “Gastronomi pada Tradisi

Ulihansebagai Daya Tarik Wisata di Desa Belimbing, Kecamatan Pupuan,

Kabupaten Tabanan”. Dalam pengembangan kepariwisataan yang melibatkan

masyarakat lokal dewasa ini banyak diarahkan pada pembangunan kepariwisataan

didaerah pedesaan yang disebut dengan pariwisata pedesaan. Salah satu elemen

dari wisata pedesaan adalah desa wisata. Namun, beberapa desa wisata yang

sudah dideklarasikan seperti desa wisata Panglipuran di Kabupaten Bangli, desa

wisata Baha di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung tampak seperti kerakap

dimusim kemarau yang hidup segan mati tak hendak. Hal tersebut terjadi karena

desa wisata ini tidak mempunyai daya tarik lain, selain arsitektur bangunan yang

unik dan keindahan alam dimana wisatawan akan merasa cukup menikmati atraksi

wisata alam yang tersaji dalam beberapa jam saja.

Desa wisata Belimbing mempunyai sebuah tradisi yang disebut Ulihan.

Dalam tradisi ini, dipersembahkan berbagai jenis makanan yang berbahan dasar

beras, daging babi dan hasil pertanian setempat lainnya yang bila dikemas

sedemikian rupa dapat menjadi sebuah daya tarik wisata. Untuk itu, maka perlu

untuk dilakukan penelitian mengenai bentuk gastronomi pada tradisi Ulihan yang

dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata, upaya-upaya yang dapat dilakukan

untuk mengembangkan gastronomi pada tradisi Ulihan sebagai daya tarik wisata,

dan makna yang didapat dari gastronomi pada tradisi Ulihan sebagai daya tarik

wisata di desa wisata Belimbing.

11

Penelitian tersebut menggunakan pendekatan kualitatif dengan bantuan

beberapa informan yang dipilih secara purposive dengan teknik pengumpulan data

berupa observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Adapun teori

yang digunakan secara elektrik adalah teori gastronomi dengan beberapa bentuk

mikronya, teori pariwisata, dan pariwisata budaya. Fokus dari penelitian tersebut

adalah inventarisasi ragam atau jenis-jenis makanan yang dipakai sebagai bahan

persembahan untuk tradisi Ulihan. Selanjutnya data dianalisis berdasarkan

demografi tamu (guest) seperti umur, pekerjaan, status perkawinan, jenis kelamin,

daerah asal, agama, dan sebagainya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ragam atau jenis-jenis

makanan yang layak dikembangkan berdasarkan originalitas, otentisitas, dan

kekhasan yang ada adalah semua jenis makanan yang berbahan dasar beras seperti

entil dan kepesor serta beberapa jenis bahan persembahan yang berbahan dasar

daging babi seperti tum/brengkes, urutan, gorengan, dan dendeng. Sedangkan

bontotan yang dipersembahkan sebagai bebekalan dan masih merupakan bahan

setengah jadi perlu diolah terlebih dahulu agar menjadi makanan yang siap untuk

disantap.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan meliputi persiapan bahan, pengolahan

dan penyajian makanan tehadap bahan persembahan berupa entil dan kepesor.

Upaya untuk mendapatkan daging babi yang berkualitas baik dapat ditempuh

dengan upaya spiritual dan penerapan teknologi seperti pemeriksaan ante-mortem,

mengikuti cara penyembelihan hewan dengan menggunakan metode

pemingsanan, cara penyembelihan dan penyepihan yang benar, pemeriksaan post-

12

mortem dan pelayuan daging, penggunaan bumbu yang berbeda-beda pada

masing-masing bahan, proses pengasapan yang efektif, mengganti bahan

pembungkus bontotan sebelum diasap, serta mensinergikan dengan bahan pangan

lain yang merupakan produk hasil pertanian masyarakat setempat.

Penyajian makanan yang dianalisis berdasarkan makanan yang dipakai

bahan persembahan dengan metode penyajian prasmanan (buffet) yang diberi

nama Ulihan buffet menu (contoh) atau dalam porsi individu merupakan upaya-

upaya yang dapat dilakukan agar penyajian makanan yang berbahan dasar bahan

persembahan pada tradisi Ulihan dapat dijadikan daya tarik wisata.

Makna gastronomi pada tradisi Ulihandi Desa Wisata Belimbing sebagai

daya tarik wisata adalah makna ekonomi berupa nilai tambah dari menjual

makanan berbahan dasar bahan persembahan pada tradisi Ulihan, makna

pelestarian budaya berupa keberlanjutan tradisi dan budaya masyarakat setempat,

makna sosial berupa interaksi sosial (social interaction), serta makna estetika

berupa keaslian dan keindahan lingkungan Desa Wisata Belimbing serta

keseimbangan dan keindahan yang berhubungan dengan penyajian.

Adanya perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini lebih

secara spesifik pada masing-masing variabel yang akan dibahas dalam

permasalahan penelitian ini. Selanjutnya jika penelitian tersebut dikaitkan dengan

penelitian ini, dapat dijadikan acuan untuk melihat berbagai jenis makanan

tradisional yang ada di Dili, baik untuk dikonsumsi maupun untuk

dipersembahkan dalam suatu acara tertentu. Dalam penelitian ini juga akan

13

dianalisis persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional yang ada di Dili,

Timor-Leste.

Penelitian Syafruddin (2011), dengan judul penelitian “Persepsi

Wisatawan Asing terhadap Produk Hatten sebagai Seni Kuliner di Bali untuk

Daya Tarik Wisata”. Bali sebagai daerah tujuan wisata (DTW) mempunyai aneka

ragam serta kesenian, baik itu seni tari, seni musik, seni patung maupun seni

olahan makanan dan minuman yang sering disebut “ seni kuliner”. Seni kuliner

atau mengolah makanan dan minuman memang sudah terkenal sejak zaman

dahulu. Istilah ini juga sering disebut dengan “gastronomi”. Wine yang beredar di

Indonesia masih didominasi produk impor, tetapi ada wine lokal yang mutunya

tak kalah dengan impor yaitu Hetten Wine. Di Indonesia telah ada yang

memproduksi wine dengan buah anggur asli dari tanah air yaitu jenis Alphonse

Lavallée, yang berlokasi di Sanur, Bali Hatten Wine telah memproduksi wine

sejak tahun 1994.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui potensi produk Hatten Wine

sebagai seni kuliner Bali, presepsi wisatawan asing terhadap produk Hatten Wine

sebagai seni kuliner Bali, serta upaya peningkatan yang dilakukan oleh Hatten

Wine dalam peningkatan mutu sebagai seni kuliner Bali. Penelitian ini dilakukan

di pabrik Hatten Wine, dan 5 bar dan restoran yang terletak di Bali Hyatt Hotel

Nusa Dua, Sanur Hyatt Hotel di daerah Sanur, Bali Inter Continental Hotel, Hard

Rock Hotel serta Ayana Resort and Spa. Sebagai informan dalam penelitian ini

adalah manajemen dari pabrik Hatten Wine. Sedangkan responden adalah

wisatawan yang menikmati Hatten Wine di 5 bar dan restoran yang sudah

14

ditetapkan, yang masing-masing tempat ditetapkan sebanyak 20 responden, total

responden adalah sebanyak 100 responden.Pengambilan sampel dilakukan secara

accidental random sampling.

Hasil analisis menunjukkan bahwa produk Hatten Wine cukup diminati

oleh wisatawan asing. 70% responden menyatakan produk Hatten Wine bisa

dijadikan sebagai souvenir atau oleh-oleh khas ketika mereka akan kembali

ketempat negara asal mereka. Responden menyatakan bahwa Hatten Wine layak

dijadikan sebagai oleh-oleh khas dari Bali.

Hasil presepsi wisatawan asing terhadap kualitas produk Hatten Wine

sebanyak 60 (60%) orang wisatawan menyatakan very good. Sebanyak 62 orang

wisatawan (62%) menyatakan very good bahwa Hatten Wine cocok dibandingkan

dengan makanan Bali.

Upaya peningkatan yang dilakukan oleh perusahan Hatten Wine dalam

peningkatan mutu adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia,

melakukan promosi dengan cara langsung bekerjasama dengan pihak hotel dan

restoran.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada

variabel yang dikaji. Penelitian ini bersifat mengkhusus hanya membahas strategi

pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner di Kota Dili,

Timor-Leste. Penelitian tersebut akan dikaitkan untuk melihat acuan tertentu

seperti mengidentifikasi jenis-jenis makanan tradisional yang akan dikembangkan,

presepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di kota Dili, serta bagaimana

strategi pengembangannya.

15

Penelitian Parma (2012), dengan judul “Formulasi Strategi Pengembangan

Masakan Lokal sebagai Produk Wisata Kuliner di Kabupaten Buleleng”. Apabila

dicermati lebih jauh, Kabupaten Buleleng memiliki potensi atraksi wisata yang

sangat menarik untuk dikunjungi, baik itu atraksi budaya maupun alam yang tidak

kalah bersaing dari segi kualitas dengan daerah lainnya. Contoh atraksi yang ada

berupa keindahan alam pegunungan, danau, air terjun, dan pantai yang indah,

demikian pula dengan atraksi budaya berupa hasil kesenian lokal, seperti

kerajinan tangan dan seni pertunjukkan serta yang tidak kalah menarik adalah

masakan lokal yang potensial untuk dipasarkan kepada wisatawan, baik lokal,

domestik, dan manca negara. Salah satu alternatif bentuk pengembangan

kepariwisataan di Kabupaten Buleleng adalah wisata kuliner. Wisata kuliner akan

menawarkan pengalaman gastronomi masakan lokal yang memiliki cita rasa khas.

Maka permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah 1) bagaimana

sistem pengelolaan masakan lokal yang ada saat ini di Kabupaten Buleleng, 2)

faktor-faktor apakah yang dipertimbangkan wisatawan untuk mengonsumsi

masakan lokal sebagai produk wisata kuliner di Kabupaten Buleleng, dan 3)

strategi pengembangan pemasaran restoran masakan lokal sebagai produk wisata

kuliner di Kabupaten Buleleng.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatifyang lebih berfokus pada

upaya penguraian dan penyimpulan yang bersifat holistik dengan rangkaian data

atau fakta dan generalisasi yang ada dilapangan sesuai dengan fokus penelitian.

Populasi penelitian ini adalah seluruh restoran yang ada di Kabupaten Buleleng,

khususnya yang menyediakan masakan dengan menu lokal, yang biasanya

16

dilakukan oleh restoran dengan skala kecil. Keseluruhan data dalam penelitian ini

dianalisis secara kulitatif dengan langkah-langkah seperti: pengumpulan data,

kodifikasi data, interpretasi data, verifikasi data, dan penarikan kesimpulan. Hasil

analisis data dideskripsikan secara naratif, faktual, dan aktual sebagaimana

diprasyaratkan oleh fokus masalah yang diteliti yaitu mengenai wisata kuliner di

Kabupaten Buleleng.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada sistem pengololaan

masakan lokal di Kabupaten Buleleng terdapat beberapa aspek yang dilakukan

dalam pengelolaannya mengunakan teori manajemen restoran oleh Hsu dan

Powers yaitu pengelolaan restoran atau rumah makan mengacu pada lima elemen

utama yaitu: 1) menu. Proses penentuan menu, selain dimulai pada penentuan

yang menyesuaikan tema dari restoran, juga tidak terlepas dari pemilihan bahan

baku para pengelola masakan memperoleh bahan baku makanan dari sumber

dayanya langsung dan dari pasar tradisional; 2) strategi produksi makanan.

Strategi produksi makanan diperlukan sebagai bentuk sistem pengolahan yang

efektif dan efesien dengan cita rasa yang menarik serta memenuhi kaidah- kaidah

terkait higiene dan sanitasi; 3) pelayanan. Bentuk pelayanan yang ada direstoran

masakan lokal masih teramat sederhana, hal ini terlihat dari cara penyajiannya; 4)

harga. Penentuan harga merupakan salah satu elemen penting dalam manajemen

pengelolaan bisnis makanan dan minuman. Maka penentuan harga terhadap

masakan lokal di Kabupaten Buleleng termasuk dalam kategori sedang atau

murah; dan 5) dekorasi atau suasana lingkungan. Pada sebagian besar restoran

atau rumah makan yang terdapat di Kabupaten Buleleng, bentuk dekorasi yang

17

ditampilkan relatif sederhana, dengan tidak menonjolkan pernak-pernik interior

dan hiasan yang lebih.

Terdapat bebarapa hal yang menjadi pertimbangan ataupun penilaian

wisatawan yang akan mengkonsumsi maksakan lokal yaitu: 1) harga. Harga yang

ditawarkan dari berbagai rumah makan lokal di Kabupaten Buleleng relatif sangat

terjangkau; 2) cita rasa atau aroma. Rasa atau aroma yang dimiliki oleh masing-

masing masakan sangat khas. Kekhasan yang dimiliki adalah khas masakan

tradisional Bali; 3) merek. Pengunjung menilai sebuah merek sebagai tolok ukur

dalam menikmati sebuah hidangan; 4) kemasan. Pada produk masakan lokal di

Kabupaten Buleleng, bentuk kemasan masih bersifat umum atau belum memiliki

bentuk kemasan yang khas, namun wisatawan tetap tertarik untuk mengkonsumsi

masakan lokal di Kabupaten Buleleng; 5) kualitias. Berdasarkan pada komposisi

gizi dan vitamin pada masakan lokal telah memenuhi unsur-unsur yang

menyehatkan dan bebas dari bahan-bahan kimia maupun bahan-bahan pengawet;

6) porsi. Masakan lokal Kabupaten Buleleng dijual dalam porsi yang sudah

ditentukan oleh pihak penjual dengan porsi dan harga yang sesuai dengan

kebutuhan pembeli; 7) lokasi. Pada lokasi, umumnya lokasi restoran dan rumah

makan ikan bakar sering dijumpai dekat dengan parairan utara Kabupaten

Buleleng. Hal ini memberikan anggapan bahwa bahan baku ikan yang

dipergunakan sangatlah segar; dan 8) fasilitas rumah makan tersebut. Pada

provinsi Bali umumnya dan Kabupaten Buleleng pada khususnya, bentuk fisik

restoran dan rumah makan mencirikan bentuk arsitektur tradisional Bali.

18

Strategi pengembangan pemasaran masakan lokal sebagai wisata kuliner

di Kabupaten Buleleng. Terdapat beberapa strategi yang dibuat untuk

mengemangkan pemasaran masakan lokal Kabupaten Buleleng, diantaranya: 1)

adaptasi menu, 2) adaptasi bahan makanan, 3) adaptasi rasa, 4) adaptasi

pengolahan atau cara memasak, dan 5) adaptasi penyajian.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah

terletak pada variabel yang dikaji. Penelitian ini lebih bersifat mengkhusus yaitu

pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner. Selanjutnya

penelitian terdahulu akan dikaitkan dengan penelitian ini, maka penelitian tersebut

dapat dijadikan sebagai acuan dalam rangka merumuskan model dan strategi

pengembangan wisata kuliner yang tepat bagi makanan tradisional di Dili, Timor-

Leste.

2.2 Konsep

Konsep dari penelitian ini adalah mengenai pengembangan, makanan

tradisional, daya tarik wisata, dan wisata kuliner. Adapun keempat konsep

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

2.2.1 Pengembangan

Menurut Suwantoro (1997:88) pengembangan adalah suatu proses atau

cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Selanjutnya

Suwantoro (1997:74) menyebutkan beberapa bentuk produk pariwisata alternatif

yang berpotensi untuk dikembangkanyaitu pariwisata budaya (cultural

tourism),ekowisata (ecotourism), pariwisata bahari (marine tourism), pariwisata

petualangan (adventure tourism), pariwisata agro (agrotourism), pariwisata

19

pedesaan (village tourism), gastronomi (culinary tourism), dan pariwisata spiritual

(spiritual tourism).

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengembangan adalah suatu

kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu untuk mencapai keunggulan

bersaing yang diwujudkan dalam bentuk program pengembangan. Dalam hal ini

pengembangan yang dimaksud adalah program-program yang terkait dengan

pengembangan makanan tradisional Dili agar mampu bersaing dengan makanan-

makanan tradisional dari negara lain, atau setidaknya mampu menjadi tuan rumah

di Timor-Leste.

2.2.2 Makanan Tradisional

Menurut Nurdiyansah (2014:139) makanan adalah tradisi, yang menarik

dari makanan adalah proses dan peran makanan pada berbagai ritual maupun

upacara adat, secara turun temurun, resep-resep kuno dalam mengolah makanan

terus diturunkan dari generasi ke generasi.

Karena makanan bukan hanya sekadar dikonsumsi, tetapi menjadi media

dalam menjalin hubungan antara manusia dengan Tuhan atau roh leluhur, sesama

manusia, dan dengan alam. Makanan juga bisa dilihat sebagai bentuk dari

percampuran lebih dari satu budaya (akulturasi). Selanjutnya makanan tradisional

adalah makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat tertentu,

dengan citarasa khas yang diterima oleh masyarakat tersebut.Dalam pembuatan

makanan tradisional peranan budaya sangat penting, yaitu berupa bentuk

keterampilan, kreativitas, sentuhan seni, tradisi dan selera. Makin tinggi budaya

suatu komunitas, makin luas variasi bentuk makanan dan makin kompleks cara

20

pembuatannya serta makin rumit cara penyajiannya. Menurut Soekarto (1990)

daya tarik makanan seperti rasa, warna, bentuk, dan tekstur memegang peranan

penting dalam menilai makanan siap hidang.

Makanan tradisional yang terdapat di Timor-Leste sebagian besar berasal

dariPortugis. Selama penjajahan Portugis di Timor-Leste, banyak makanan

Portugis yang disajikan sehingga sampai saat ini sebagian dari masakan Portugis

masih disiapkan dalam acara-acara tertentu (seperti Natal, Tahun Baru,Paskah,

dan upacara-upacara tertentu). Dari berbagai daerah muncul bermacam-macam

makanan dengan berbagai variasiadalah kekayaan yang cukup besar yang dimiliki

oleh negara Timor-Leste (Anonim,1995).

Dengan semakin berkembangnya makanan tradisional, diharapkan dapat

memberikan kesempatan kepada makanan lokal untuk bisa bersaing di era pasar

bebas, termasuk untuk mendukung Timor-Leste sebagai salah satu daerah tujuan

wisata berkelas dunia. Timor-Leste sebagai daerah tujuan wisata memiliki

berbagai ragam makanan tradisional. Keberagaman makanan tradisional sangat

mendukung perwujudan makanan tradisional sebagai daya tarik wisata kuliner.

Dalam perkembangan industri pangan, salah satu bentuk agroindustri

adalah berbagai produk pangan olahan,baik dalam bentuk makanan tradisional

maupun modern. Produk pangan olahan ini tersedia untuk kepentingan dalam

negeri dan untuk tujuan ekspor.Industri pangan yang berkembang meliputi

industri pangan besar (pabrik), industri menengah dan kecil, industri makanan

jajanan atau rumah tangga (Susanto, 1997).

21

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan makanan tradisional adalah

semua jenis makanan dan jajanan tradisional yang menggunakan bahan baku

lokal, pengemasan dan penyajian dengan bahan lokal, diproduksi oleh masyarakat

lokal, sebagai industri rumah tangga, dan mencerminkan identitas masyarakat

lokal setempat.

2.2.3 Daya Tarik Wisata

Menurut Yoeti (2002:5) daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang dapat

menarik wisatawan untuk berkunjung pada suatu daerah tujuan wisata, seperti:

“...Natural attraction: landscape, seascape, beaches, climate and other

geographical features of the destinations; cultural attraction: history and

folklore, religion, art and special events, festivals; social attractions: the

way of life, the resident populations, languages, opportunities for social

encounters; built attraction: building, historic, and modern architecture,

monument, parks, gardens,marina,etc”.

Damanik dan Weber (2006:13) menyebutkan bahwa daya tarik wisata

yang baik sangat terkait dengan empat hal, yaitu memiliki keunikan, originalitas,

otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan

kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Originalitas mencerminkan

keaslian atau kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi

atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dengan nilai aslinya. Otentisitas

mengacu pada keaslian. Bedanya dengan originalitas, otentisitas lebih sering

dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik

wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yang memadukan sifat alamiah,

eksotis, dan bersahaja.

22

Selanjutnya menurut Cooper (1995:81) bahwa terdapat empat komponen

yang harus dimiliki oleh sebuah destinasi wisata, yaitu atraksi (attraction), seperti

alam yang menarik, kebudayaan daerah yang menawan dan seni pertunjukan;

aksessibilitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal;

amenities (ammenities) seperti tersediannya akomodasi, rumah makan, dan agen

perjalanan; anciliary service yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan

untuk pelayanan wisata seperti destination marketing management organization,

conventional and visitor bureau.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan daya tarik wisata adalah

semua produk yang berupa makanan dan jajanan tradisional dan menarik bagi

wisatawan untuk menikmatinya.

2.2.4 Wisata Kuliner

Menurut Ardika (dalam Putra,et.al., 2011:21) wisata kuliner adalah suatu

aktivitas wisatawan untuk mencari makanan dan minuman yang unik dan

mengesankan. Dengan kata lain bahwa wisata kuliner bukan semata-mata

keinginan untuk mencicipi nikmatnya makanan, tetapi yang lebih penting adalah

keunikan dan kenangan yang ditimbulkan setelah menikmati makanan tersebut.

Saat ini wisata kuliner adalah sebuah segmen industri pariwisata yang sedang

berkembang dan seringkali dikaitkan dengan berbagai aktivitas budaya, kegiatan

bersepeda (cycling), dan jalan santai (walking).

Menurut Fadiati (dalam Ariani, 1994:5) seni kuliner merupakan suatu seni

yang mempelajari tentang makanan dan minuman serta berbagai hal yang

berhubungan dengan makanan dan minuman tersebut, mulai dari persiapan,

23

pengolahan, penyajian dan penyimpanannya. Seni kuliner Timor-Leste adalah

suatu seni yang mempelajari tentang makanan dan minuman yang memiliki ciri

yang khas spesifik dari hidangan tradisional di seluruh pelosok Timor- Leste.

Dari seni kuliner berkembanglah istilah yang sangat marak dewasa ini

yaitu wisata kuliner. Wolf (2004) menyatakan bahwa:

“… culinary tourism is not pretentious or exclusive. It includes any unique

and memorable gastronomic experience, not just restaurant rate four star

or better, and include both and all type of beverages.”

Wisata kuliner bukanlah sesuatu yang mewah eksklusif. Wisata kuliner

menekankan pada pengalamangastronomi yang unik dan menegaskan, bukan pada

kemewahan restoran maupun kelengkapan jenis makanan maupun minuman yang

tersedia.

International Culinary Tourism Association (ICTA) menyatakan wisata

kuliner bukan hal yang baru, berhubungan dengan agrowisata namun lebih

terfokus pada bagaimana suatu makanan maupun minuman dapat menarik

kedatangan wisatawan untuk menikmatinya. Wisata kuliner dapat memajukan

pengalaman gastronomi yang khusus dan mengesankan. Jika ditengok ke

belakang, wisata kuliner adalah suatu wadah yang penting untuk membantu

perkembangan ekonomi dan pembangunan masyarakat dan dapat

mengembangkan pamahaman antarbudaya. Wisata kuliner dapat ditemukan, baik

di daerah perkotaan maupun pedesaan.

Selanjutnya Wolf (2004) memberikan beberapa contoh dari aktivitas yang

memenuhi persyaratan sebagai objek dan daya tarik wisata kuliner, yaitu kelas

memasak maupun semiloka dari suatu produk makanan, baik didaerah perkotaan

24

maupun pedesaan; ruang mencicipi anggur yang menarik, misalnya didalam

sebuah gudang tua; sebuah restoran di pedesaan yang membuat makanan terbaik

sehingga orang-orang kota rela mengemudi lebih dari tiga jam untuk

mencapainya; dan bir yang begitu unik (orang-orang melakukan suatu kunjugan

ke daerah pembuatan bir tersebut, setidak-tidaknya sekali dalam seumur hidup).

Untuk membantu perkembangan wisata kuliner, sebuah produk makanan

maupun minuman harus disajikan secara unik dan mengesankan bagi wisatawan.

Produk ini bisa dibuat dari perkebunan, pertanian, maupun peternakan yang diolah

dengan resep rahasia turun-temurun yang memiliki kekhasan dan rasa terbaik.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini wisata kuliner menekankan

pada pengalaman gastronomi yang unik dan mengesankan. Bukan suatu hal yang

mewah, walaupun sederhanatetapi memberikan kesan lain dari biasanya, seperti

makan megibung, ini adalah sesuatu yang unik yang tidak ditemukan di daerah

asal wisatawan.

2.3 Landasan Teori

Teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yang saling berkaitan dan

digunakan untuk menjelaskan hubungan yang timbul antara beberapa variabel

yang diobservasi. Formulasi teori adalah upaya untuk mengintegrasikan semua

informasi logis sehingga alasan atas masalah yang diteliti dapat

dikonseptualisasikan dan diuji (Muldrajad, 2003: 39).

Dalam penelitian ini ada tiga teori yang digunakan untuk menganalisis

permasalahan yang diteliti, yakni teori gastronomi, teori persepsi, dan teori

25

pengembangan produk. Adapun uraian dari masing-masing teori tersebut adalah

sebagai berikut.

2.3.1 Teori Gastronomi

Gastronomi atau tata boga adalah seni atau ilmu tentang makanan yang

baik (good eating). Gastronomi sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan

kenikmatan dari makan dan minum. Istilah gastronomi pertama kali muncul pada

judul sebuah puisi di Prancis pada tahun 1801 (Berchoux, 1804 dalam Scarpato,

2002) yang berhubungan dengan kenikmatan dalam menikmati makanan dan

minuman. Gastronomi juga diperkenalkan oleh Jean Anthelme dan Brillat Savarin

(1994) dalam bukunya yang berjudul La Physiologedu Gout (the physiologi of

taste), yang menyebutkan bahwa gastronomi merupakan kenikmatan dalam

menyantap makanan yang berkualitas baik dan refleksi dari proses konsumsi serta

proses pengolahan makanan tersebut.

Selanjutnya Ardika (2011)menambahkan bahwa gastronomi juga

mencakup pengetahuan yang rinci tentang makanan dan minuman nasional dari

berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran gastronomi adalah sebagai landasan

untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi–

situasi tertentu.

Teori gastronomi dipergunakan untuk menganalisis masalah pertama pada

penelitian ini, khususnya untuk mengkajijenis-jenismakanan tradisional yang

dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner di Dili, termasuk keunikan

dalam hal pengolahan dan penyajian makanan tersebut. Selain itu, teori ini juga

26

digunakan untuk melihat aneka minuman tradisional (termasuk proses

pembuatannya) yang dapat menjadi daya tarik wisata kuliner.

2.3.2 Teori Persepsi

Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi.

Sensasiadalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang

menggembirakan. Sensasi dapat didefinisikan juga sebagai tanggapan yang cepat

dari indra penerima terhadap stimulan dasar seperti cahaya, warna, dan suara.

Dengan adanya stimulan akan timbul persepsi. Dengan demikian, pengertian

persepsi adalah proses bagaimana stimuli-stimuli itu diseleksi, diorganisasikan,

dan diitenrpretasikan (Nugroho, 2005:158).

Lebih lanjut Rangkuti (2003) menyebutkan bahwa persepsi pelanggan

terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tiga faktor, yaitu terhadap 1)

tingkat kepentingan pelanggan, yang didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan

sebelum mencoba atau membeli produk atau jasa, yang akan dijadikan standar

acuan dalam menilai kinerja produk atau jasa tesebut; 2) kepuasan pelanggan,

yang didefinisikan sebagai respons pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara

tingkat kepentingan sebelumnya (harapan) dan kinerja aktual yang dirasakan

(persepsi); dan 3) nilai, didefinisikan sebagai pengkajian secara menyeluruh

manfaat dari suatu produk, yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa

yang telah diterima oleh pelanggan yang telah diberikan oleh produk tersebut.

Persepsi dapat juga merupakan beragam kemampuan, pengamatan yang

merupakan imajinasi, bahkan cita-cita seorang pribadi yang objek persepsinya

disini tidak teraga. Oleh karena itu, proses-proses motivasi, emosi, dan ekspektasi

27

berpengaruh sekali terhadap pembentukan persepsi itu sendiri. Persepsi adalah

persiapan ke perilaku konkret dan bahwa nilai-nilailewat emosi, motivasi, dan

ekspektasi mempengaruhi persepsi. Nilai-nilaiyangsaling berbeda mempengaruhi

persepsi dan perilaku. Dengan demikian, gerak perilaku terbentuk dalam waktu

mendapat arah dari masa lalu, lewat masa kini ke masa yang akan datang, melalui

persepsi realita dan persepsi utopis.

Menurut Mulyana (2000:75) prinsip-prinsip mengenai persepsi sosial

adalah a) persepsi berdasarkan pengalaman, yaitu persepsi manusia terhadap

seseorang, objek atau kejadian dan reaksi mereka terhadap hal-hal itu berdasarkan

pengalaman dan pembelajaran masa lalu mereka berkaitan dengan orang, objek

atau kejadian serupa; b) persepsi bersifat selektif, setiap manusia sering mendapat

rangsangan indrawi sekaligus, untuk itu perlu selektif dari rangsangan yang

penting. Untuk itu, atensi atau rangsangan merupakan faktor utama menentukan

selektivitas kita atas rangsangan tersebut; c) persepsi bersifat dugaan, karena data

yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap dan

persepsi merupakan loncatan langsung pada kesimpulan; d) persepsi bersifat

evaluative.Maksudnya kadangkala orang menafsirkan pesan sebagai suatu proses

kebenaran, akan tetapi terkadang alat indera dan persepsi kita menipu kita,

sehingga kita juga ragu seberapa dekat persepsi kita dengan realitas yang

sebenarnya. Untuk itu, dalam mencapai suatu tingkatan kebenaran perlu evaluasi

yang sama; dan e) persepsi bersifat kontektual, merupakan pengaruh paling kuat

dalam mempersepsikan suatu objek konteks yang melingkupi kita melihat

seseorang, sesuatu objek atau sesuatu kejadian sangat mempengaruhi struktur

28

kognitif, pengharapan prinsip yaitu kemiripan atau kedekatan atau kelengkapan,

cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri atas struktur

dan latar belakangnya.

Teori ini dipergunakan untuk menganalisis masalah kedua dari penelitian

ini yaitu persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di Dili, Timor-Leste.

2.3.3 Teori Pengembangan Produk

Menurut Lupiyoadi (2006:11) produk merupakan keseluruhan konsep

objek atau proses yang memberi sejumlah nilai kepada konsumen. Produk

merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dan merupakan landasan

program pemasaran. Selain menjadi landasan program pemasaran, Morrison

(2002:254) menyatakan produk dari industri hospitaliti dan perjalanan sangat

beragam. Setiap organisasi dalam industri ini memilik produk/ service mix-nya

masing-masing, merupakan bauran dari pelayanan dan produk yang disediakan

untuk pelanggan. Bauran ini terdiri atas setiap elemen yang dapat dilihat dalam

organisasi, termasuk tingkah laku pegawai (staff behaviour), penampilan dan

seragam karyawan, eksterior bangunan, perlengkapan (equipment), furniture dan

perlengkapan tetap, signage (penanda) sepertibillboard dan tanda arah,

komunikasi dengan pelanggang dan publik lainnya.

Pada dasarnya pengembangan produk adalah usaha yang dilakukan secara

sadar dan bersama untuk memperbaiki produk yang sedang berjalan atau

menambah jenis yang sudah ada. Pengembangan produk menurut Kotler dan

Amstrong (2004:339) adalah pengembangan produk original, perbaikan produk,

29

modifikasi produk dan merek baru yang perusahaan kembangkan, departemen

riset, dan pengembangannya sendiri.

Menurut Bucharin (2000:101) tujuan pengembangan produk adalah

memenuhi keinginan konsumen yang belum puas, menambah omzet penjualan,

memenangkan persaingan, mendayagunakan sumber-sumber daya produksi,

meningkatkan keuntungan dengan pemakaian bahan yang sama,

mendayagunakan sisa-sisa bahan, mencegah kebosanan konsumen, dan

menyederhanakan produk dan kemasan.

Teori ini dipergunakan untuk mengkaji permasalahan ketiga dari

penelitian ini yaitu strategi pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik

wisata kuliner di Dili, Timor-Leste. Pengajian terhadap strategi pengembangan

produk makanan tradisional menjadi penting dilakukan karena makanan

tradisional sabagai salah satu produk yang akan ditawarkan kepada wisatawan dan

diharapkan dapat menjadi daya tarik wisata kuliner.

2.4 Model Penelitian

Timor-Leste menjadikan pariwisata sebagai program tambahan dalam

pembangunan nasionalnya. Untuk mendukung pengembangan pariwisata di

Timor-Leste pada umumnya dan Dili pada khususnya, pemerintah daerah Dili

memilikipotensi berupa makanan tradisional (makanan dan minuman) yang dapat

dijadikan wisata kuliner sekaligus sebagai daya tarik wisata. Pengembangan

makanan tradisional sebagai wisata kuliner dipengaruhi oleh wisatawan dan

stakeholderpariwisata (masyarakat, pengusaha/pengelola usaha, dan pemerintah)

serta memerlukanstrategi dalam pengembangannya.Untuk menyusun strategi

30

pengembangan wisata kuliner sebagai daya tarik wisata di Dili, Timor-Leste

diperlukan penelitian.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalahapa sajakah jenis-jenis

makanan tradisional yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata kuliner

di Dili, bagaimanakah persepsi wisatawan terhadap makanan tradisional di Dili,

dan bagaimanakah strategi pengembangan makanan tradisional sebagai daya tarik

wisata kuliner di Dili.

Dalam penelitian ini dipergunakan konsep tentang strategi pengembangan,

makanan tradisional, daya tarik wisata dan wisata kuliner. Untuk mengidentifikasi

permasalahan dipergunakan Teori Gastronomi, Teori Persepsi, dan Teori

Pengembangan Produk. Untuk menganalisis dan merumuskan permasalahan

pertama digunakan Teori Gastronomi. Teori Persepsi dipergunakan untuk

menganalisis permasalahan kedua, sedangkan permasalahan ketiga dianalisis

dengan mempergunakan Teori Pengembangan Produk. Penelitian ini diharapkan

mampu memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka penyusunan strategi

terkait pengembangan wisata kuliner sebagai daya tarik wisata di Dili, Timor-

Leste. Adapun model penelitian seperti pada Gambar 2.1 berikut ini.

31

Gambar 2.1

Model Penelitian

Pariwisata

Timor-Leste

Wisata Kuliner Masyarakat

Pengusaha / Pengelola

Pemerintah

Wisatawan

Pengembangan Makanan

Tradisional sebagai Daya Tarik

Wisata Kuliner di Dili, Timor-Leste

Rumusan Masalah 1

Apa sajakah jenis-jenis makanan

tradisional yang dapat

dikembangkan sebagai daya tarik

wisata kuliner di Dili

Rumusan Masalah 2

Bagaimanakah persepsi wisatawan

terhadap makanan tradisional di Dili

Rumusan Masalah 3

Bagaimanakah dan bentuk program

pengembangan makanan tradisional

sebagai daya tarik wisata kuliner di

Dili.

Konsep

Pengembangan

Makanan Tradisional

Daya Tarik Wisata

Wisata Kuliner

Hasil

Rekomendasi

Teori

Gastronomi

Teori

Persepsi

Teori

Pengembang

an Produk