21
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Membaca a. Pengertian membaca Melalui membaca seseorang dapat mengetahui apa yang sebelumnya tidak diketahui. Membaca sudah diajarkan sejak usia dini. Menurut Tarigan (2015:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Sedangkan menurut Rahim (2008 : 2) Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Ada tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas I, II, III yang dikenal dengan istilah membaca permulaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Membaca a ...eprints.umm.ac.id/35579/3/jiptummpp-gdl-ulfipebrir-47443-3-babii.pdf · Aspek-aspek ini tidak selalu dilaksanakan dengan

Embed Size (px)

Citation preview

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Membaca

a. Pengertian membaca

Melalui membaca seseorang dapat mengetahui apa yang

sebelumnya tidak diketahui. Membaca sudah diajarkan sejak usia dini.

Menurut Tarigan (2015:7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan

serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak

disampaikan oleh penulis melalui media kata-kata/bahasa tulis. Sedangkan

menurut Rahim (2008 : 2) Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang

rumit yang melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan,

tetapi juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan

metakognitif.

Ada tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen

dasar dari proses membaca, yaitu recording, decoding, dan meaning.

Recording merujuk pada kata-kata dan kalimat, kemudian

mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan sistem tulisan

yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk pada

proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses

recording dan decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu

SD kelas I, II, III yang dikenal dengan istilah membaca permulaan.

9

Penekanan membaca pada tahap ini ialah proses konsepsual yaitu

pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan bunyi-bunyi bahasa.

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat di simpulkan

membaca adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan seseorang secara

lisan. Membaca dapat memudahkan manusia untuk dapat memahami

sesuatu yang telah di baca. Dengan membaca akan meningkatkan

wawasan dan pengetahuan seseorang.

b. Aspek dalam membaca

Dalam membaca terdiri berbagai keterampilan-keterampilan dalam

menunjang kegiatan membaca. Menurut Tarigan (2015:12) aspek dalam

membaca terdapat dua aspek penting dalam membaca antara lain :

1) Keterampilan yang bersifat mekanis (mechanical skills)

yang dianggap berada di urutan yang lebih rendah (lower

order). Dalam mencapai tujuan yang terkandung dalam

keterampilan mekanisme tersebut, aktivitas yang paling

sesuai adalah membaca nyaring dan membaca bersuara. 2)

Keterampilan yang bersifat pemahaman (comprehension

skills) yang dianggap berada pada urutan yang lebih tinggi

(higher order).

Aspek-aspek ini tidak selalu dilaksanakan dengan cara yang sama

oleh pembaca yang berbeda. Interaksi antara ketujuh aspek secara

harmonis akan menghasilkan hasil membaca yang baik, yaitu komunikasi

yang baik antara menulis dan membaca.

Keterampilan membaca diperlukan bagi setiap pembaca. Untuk

dapat memahami bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-

kata dan kalimat yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan

meningkatkan kosakata dalam ingatan. Namun, pada dasarnya sebelum

lancar dalam membaca terlebih dahulu mengenal huruf abjad yang

10

dilakukan sejak usia dini yaitu pra sekolah. Di jenjang sekolah berikutnya

seseorang lebih mengasah kemampuan dalam membaca.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas untuk dapat memahami

bacaan, pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat

yang ada di bacaan. Terampil dalam membaca akan meningkatkan

kosakata dalam ingatan.

c. Tujuan Membaca

Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta

memperoleh informasi, mencakup isi, serta memahami makna dalam

bacaan. Menurut Tarigan (2015 : 9) tujuan membaca sebagai berikut;

1) Membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau

fakta-fakta

2) Membaca untuk memperoleh ide-ide utama

3) Membaca untuk mengetahui urutan atau susunan,

organisasi cerita

4) Membaca untuk menyimpulkan

5) Membaca untuk mengelompokkan dan

mengklasifikasikan

6) Membaca untuk menilai dan mengevaluasi

7) Membaca untuk membandingkan atau

mempertentangkan.

Sedangkan menurut Rahim (2008:11) tujuan membaca mencakup antara

lain;

1) kesenangan, 2) menyempurnakan membaca nyaring, 3)

menggunakan strategi tertentu, 4) memperbaharui

pengetahuannya tentang suatu topic, 5) mengaitkan

informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya, 6)

memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis, 7)

mengkonfirmasikan atau menolak prediksi, 8) menampilkan

suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang

diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan

mempelajari tentang struktur teks, 9) menjawab pertanyaan-

pertanyaan yang spesifik.

11

Dapat diambil kesimpulan yaitu dengan membaca dapat

memperoleh ide-ide utama dalam suatu bacaan serta menyimpulkan dari

isi suatu bacaan.

d. Faktor yang Mempengaruhi Membaca Permulaan

Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008:16) faktor-faktor

yang mempengaruhi membaca permulaan antara lain:

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik,

pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Beberapa ahli

mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (berbagai

cacat pada otak) dan kekurangmatangan secara fisik

merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak

gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca

pemahaman mereka. Gangguan pada alat indra bicara, alat

pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat

kemajuan belajar membaca anak.

Jadi, faktor fisiologis meliputi kondisi fisik anak, misalnya

keterbatasan neurologis (cacat pada otak) yang menyebabkan kurang

lancarnya anak dalam membaca. Oleh sebab itu, guru harus waspada

terhadap kebiasaan anak di kelas. Jika guru menemukan gejala yang

terlihat misalnya gangguan pada penglihatan dan pendengaran, maka guru

harus menyarankan kepada orangtuanya untuk membawa si anak ke

dokter.

Dari faktor Intelektual yaitu intelegensi yang merupakan

kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir

rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan. Secara umum ada

hubungan positif antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan

rata-rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai yang

12

dikemukakan oleh Rubin (dalam Rahim, 2008:16 ) bahwa banyak hasil

penelitian memperlihatkan tidak semua siswa mempunyai kemampuan

intelegensi tinggi menjadi pembaca yang baik. Faktor metode mengajar

guru, prosedur, dan kemampuan guru juga turut memengaruhi kemampuan

membaca permulaan anak.

Jadi, faktor intelektual yang mencakup tingkat IQ seseorang,

namun tidak semua yang memiliki IQ tinggi mnjadi pembaca baik.

Intelegensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil atau tidaknya

anak dalam membaca permulaan. Oleh sebab itu, metode pengajaran guru

harus menunjang anak dalam meningkatkan kemampuan membaca.

Faktor lingkungan mencakup latar belakang dan pengalaman siswa

di rumah serta sosial ekonomi keluarga siswa. Lingkungan dapat

membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di

rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat.

Menurut Rubin (dalam Rahim, 2008:16) mengemukakan sebagai berikut:

Bahwa orangtua yang hangat, demokratis, bisa

mengarahkan anak-anak mereka pada kegiatan yang

berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk

berfikir, dan suka mendorong anak untuk mandiri

merupakan orangtua yang memiliki sikap yang dibutuhkan

anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah.

Jadi, faktor lingkungan di rumah akan memengaruhi kondisi

membaca anak, terutama orangtua. Orangtua harus mampu mendorong

kemampuan anak agar gemar membaca. Dan orangtua harus mempunyai

minat besar dalam kegiatan di sekolah.

Faktor sosial ekonomi yaitu ada kecenderungan orangtua kelas

menengah keatas merasa bahwa anak-anak mereka siap lebih awal dalam

13

membaca permulaan. Namun, usaha orangtua hendaknya tidak berhenti

hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orangtua harus melanjutkan

kegiatan membaca anak secara terus menerus. Semakin tinggi status

sosioekonomi siswa memengaruhi kemampuan verbal siswa.

Dapat diambil kesimpulan kondisi ekonomi orang tua

mempengaruhi kemampuan membaca anak. Orang tua harus mendukung

perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Sebaiknya orang tua

hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak agar

anak menyenangi membaca berbagi buku cerita.

Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Untuk

memotivasi meningkatkan hasil belajarnya, guru bisa memberikan model

dan contoh untuk dilihat dan ditiru. Misalnya dengan mencontohkan

bagaimana membacakan cerita pendek (cerpen), guru bisa mencontohkan

bagaimana intonasi dan lafal yang sesuai dengan isi cerita pendek

tersebut. Siswa akan termotivasi belajar jika penyampaian dilakukan

secara terstruktur sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif sehingga

pesan pembelajaran dapat dievaluasi dengan tepat.

Minat baca adalah keinginan yang kuat yang disertai usaha-usaha

seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang

kuat akan diwujudkannya dalam ketersediaannya untuk mendapat bahan

bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri. Oleh sebab

itu, guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai

motivasi yang tinggi terhadap membaca akan mempunyai minat yang

tinggi pula terhadap kegiatan membaca.

14

Menurut Andriani (dalam Dalyono, 2015:155) faktor-faktor penyebab

timbulnya kesulitan membaca terdiri atas dua macam, yaitu sebagai berikut:

Faktor intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern,

yakni hal-hal atau keadaan-keadaan dari dalam diri siswa.

Faktor intern terdiri dari faktor fisik dan faktor psikologis.

Sedangkan faktor ekstern, yakni hal -hal atau keadaan-

keadaan yang datang dari luar diri siswa. Adapun faktor

ekstern terdiri dari faktor sosio-ekonomi, lingkungan

keluarga lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.

Karena itu, dalam rangka memberikan bimbingan yang

tepat kepada setiap anak didik, maka para pendidik perlu

memahami masalah-masalah yang berhubungan dengan

kesulitan belajar.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas faktor yang

mempengaruhi membaca saling berkesinambungan satu dengan lainnya,

oleh sebab itu menyebabkan peserta didik mengalami kesulitan membaca.

e. Kesalahan Kesulitan Membaca Permulaan

Menurut Hargrove (dalam Abdurrahman, 2010:206) diperoleh data

bahwa anak-anak berkesulitan membaca permulaan mengalami berbagai

kesalahan dalam membaca sebagai berikut:

1) penghilangan, 2) penyelipan, 3) penggantian kata, 4)

pengucapan kata salah dan makna berbeda, 5) pengucapan

kata salah tetapi makna sama, 6) pengucapan kata salah dan

tidak bermakna, 7) pengucapan kata dengan bantuan guru,

8) pengulangan, 9) pembalikan kata, 10) pembalikan huruf,

11) kurang memperhatikan tanda baca, l2) pembetulan

sendiri, 13) ragu-ragu, 14) tersendat-sendat.

Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh

anak berkesulitan belajar membaca karena adanya

kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa (fonik),

dan bentuk kalimat. Penyelipan kata terjadi karena anak

kurang mengenal huruf, membaca terlalu cepat, atau karena

bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Penggantian

kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi karena anak

tidak memahami kata tersebut sehingga hanya menerka-

15

nerka saja. Pengucapan kata terjadi karena anak tidak

mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin

membaca terlalu cepat, perasaan tertekan, takut kepada

guru, perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang

baku.

Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru

ingin membantu anak melafalkan kata-kata. Pengulangan

dapat terjadi pada kata, suku kata, atau kalimat. Pembalikan

huruf terjadi karena anak bingung posisi kiri-kanan, atau

atas bawah. Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia

menyadari adanya kesalahan. Anak yang ragu-ragu terhadap

kemampuannya sering membaca tersendat-sendat.

Jadi, berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat

digunakan oleh guru sebagai acuan mengajar. Observasi guru secara terus

menerus guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan anak dalam

membaca dan berdasarkan kesalahan-kesalahan tersebut dapat dicarikan

pemecahannya.

2. Kesulitan Membaca

a. Pengertian Kesulitan Membaca

Membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di

sekolah. Seseorang akan memperoleh informasi ilmu pengetahuan serta

pengalaman-pengalaman baru dengan cara membaca. Dengan demikian

maka kegiatan membaca merupakan kegiatan yang sangat diperlukan oleh

siapapun yang ingin maju dan meningkatkan diri. Oleh sebab itu, guru

mengajarkan membaca di sekolah sangat penting. Menurut Tarigan

(2015:8) membaca adalah suatu metode yang kita pergunakan untuk

berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang-kadang dengan orang

lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada

lambang-lambang tertulis.

16

Kesulitan membaca (Aphroditta, 2013:59) adalah kondisi yang

menyebabkan masalah dalam persepsi, terutama yang mempengaruhi

kemampuan membaca. Sedangkan menurut Subini (2013:53) kesulitan

membaca atau disleksia learning merupakan kemampuan membaca anak

yang berada di bawah kemampuan yang seharusnya dengan

mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya.

Jadi kesulitan membaca adalah kondisi dimana anak mengalami

hambatan dalam membaca, menulis mengeja dan lambat dalam memahami

suatu cerita serta mempunyai kemampuan di bawah rata-rata.

b. Karakteristik kesulitan membaca

Menurut Subini (2013:54) adapun karakteristik disleksia learning

atau kesulitan membaca antara lain :

1) Inakurasi dalam membaca, seperti membaca lambat

kata demi kata jika dibandingkan dengan anak seusianya,

intonasi suara turun naik turun, 2) Tidak dapat

mengucapkan irama kata-kata secara benar dan

proporsional, 3) Sering terbalik dalam mengenali huruf dan

kata, misalnya antara kuda dengan daku, palu dengan lupa,

huruf b dengan d, p dengan q dan lain-lain, 4) Kacau

terhadap kata yang hanya sedikit perbedaannya, misalnya

bau dengan buah, batu dengan buta, rusa dengan lusa dan

lain-lain, 5) Sering mengulangi dan menebak kata-kata atau

frase, 6) Kesulitan dalam memahami apa yang dibaca,

dalam arti anak tidak mengerti isi cerita/teks yang

dibacanya, 7) Kesulitan dalam mengurutkan huruf-huruf

dalam kata, 8) Sulit menyuarakan fonem (satuan bunyi) dan

memadukannya menjadi sebuah kata, 9) Sulit mengeja

secara benar. Bahkan mungkin anak akan mengeja satu kata

dengan bermacam ucapan, 10) Membaca satu kata dengan

benar di satu halaman, tapi salah di halaman lainnya, 11)

Sering terbalik dalam menuliskan atau mengucapkan kata,

12) Rancu dengan kata-kata yang singkat, misalnya ke, dari

dan jadi, 13) Lupa meletakkan titik dan tanda-tanda baca

lainnya.

17

Sedangkan menurut Abdurrahman (2003:204) kesulitan membaca

sebagai berikut:

Adalah anak yang sering memperlihatkan kebiasaan

membaca yang tidak wajar. Anak berkesulitan belajar

membaca sering mengalami kekeliruan dalam mengenal

kata. Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan,

penyisipan, penggantian, pembalikan, salah ucap,

pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-

sentak. Gejala penghilangan tampak misalnya pada saat

dihadapkan pada bacaan “Bunga mawar merah” dibaca oleh

anak “Bunga Merah”. Penyisipan terjadi jika anak

menambahkan kata pada kalimat yang sedang dibaca.

Misalnya “Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman”dibaca

oleh anak “Bapak dan Ibu pergi ke rumah paman”.

Penggantian terjadi jika anak mengganti kata pada kalimat

yang sedang dibaca, misalnya “Itu buku Kakak” dibaca “Itu

buku Bapak”. Pembalikan tampak seperti pada saat anak

seharusnya membaca “ubi” tetapi dibaca “ibu”dan

kesalahan ucap tampak pada saat membaca tulisan “namun”

dibaca “nanum”. Gejala pengubahan tempat tampak pada

saat membaca “ Ibu pergi ke pasar” dibaca “Ibu ke pasar

pergi”. Gejala keraguan tampak pada saat anak berhenti

membaca suatu kata dalam kalimat karena tidak dapat

mengucapkan kata tersebut. Mereka sering membaca

dengan irama yang tersentak-sentak karena sering

berhadapan dengan kata-kata yang tidak dikenal ucapannya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

karakteristik kesulitan membaca adalah gangguan seseorang pada daya

ingat berhubungan dengan pengucapan serta tingkah laku yang dilakukan

setiap hari.

c. Klasifikasi Kesulitan Membaca

Kesulitan membaca (disleksia) bisa timbul pada anak-anak yang

mempunyai kecerdasan tinggi ataupun di bawah rata-rata. Menurut Subini

(2013:54) kesulitan membaca diklasifikasikan menjadi 3 antara lain:

18

1) Disleksia Diseidetis atau Visual

Disleksia jenis ini disebabkan oleh adanya

gangguan fungsi otak di bagian belakang yang dapat

menimbulkan gangguan persepsi visual dan memori

visual. Sebagai contohnya, anak kesulitan membaca atau

menulis huruf yang bentuknya mirip sehingga anak

sering terbalik Huruf ‘m’dan ‘w’,’u’ dan ‘n’, dan

sebagainya.

2) Disleksia Verbal atau Linguistik

Sering dijumpai dan setengahnya dilatar belakangi

disfasia pada masa sekolah, ini disebut disleksia verbal

atau linguistic yang ditandai dengan kesukaran dalam

diskriminasi atau persepsi auditoris sehingga anak sulit

dalam mengeja dan menemukan kata atau kalimat.

3) Disleksia Auditories

Terjadi akibat gangguan dalam koneksi visual-

auditif, sehingga membaca terganggu atau lambat. Dalam

hal ini, bahasa verbal dan persepsi visualnya baik.

Bentuk-bentuk kesulitan membaca anak disleksia

antara lain :

a) Menambahkan huruf dalam suku kata (addition)

Misalnya: batu baltu

Buku bukuku

Tulis menulis

b) Menghilangkan huruf dalam suku kata (omission)

Misalnya: baskom bakom

Kamar kama

Tenaga tega

c) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan

arah terbalik kiri kanan (inversion)

Misalnya: duduk bubuk

Lupa palu

d) Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka dengan

arah terbalik atas bawah (reversal)

Misalnya: mama wawa

Nana uaua

2 5

6 9

e) Mengganti huruf atau angka (subtitusi)

Misalnya: Mana mama

Lupa luga

3 8

Selain mempunyai kekurangan kesulitan dalam

membaca, seseorang yang mengalami gangguan belajar

membaca terkadang mempunyai kelebihan. Seperti dalam

bidang music, seni grafis, dan aktivitas-aktivitas kreatif

lainnya. Anak-anak dengan disleksia menggunakan cara

berfikir melalui gambar, tidak dengan huruf, angka, symbol,

19

bahkan kalimat. Kesulitan mereka adalah bagaimana

menyatukan informasi-informasi yang ada dan mengolah

informasi tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan

kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi-informasi yang

ada dan mengolah informasi tersebut.

d. Penanganan Kesulitan Membaca

Menurut Aphroditta (2013:82) ada beberapa cara mengajar jika

pemahaman anak lemah dalam membaca antara lain:

1) memilah cerita yang menarik pada level, ketika 98%

ia bisa memahami kata-kata dalam cerita tersebut. Mintalah

ia untuk membacakan secara keras dan menceritakan

kembali kepada kita apa yang telah ia baca, 2) jika anak

tidak bisa melakukan ini, mintalah ia membaca tanpa

bersuara, berhenti setiap paragraph dan menceritakan

kepada kita apa yang telah ia baca, 3) ketika pemahamannya

berkembang, tambahkan jumlah paragraph yang ia baca

hingga ia bisa membaca dan paham keseluruhan halaman,

4) untuk membantu pemahamannya, anda bisa memberikan

arahan”Menurutmu apa yang dirasakan si tokoh?”, Apa

yang terjadi selanjutnya?” atau “Bagaimana akhir

ceritanya?”.

Sebelum kita mengajarkan anak disleksia mengenai

pemahaman, kita harus mengidentifikasi sejauh mana

kemampuannya. Jika ia tidak mampu memahami satu

halaman, potonglah menjadi beberapa paragraph. Jika ia

tidak bisa memahami beberapa paragraph, potonglah

menjadi satu paragraph dan seterusnya hingga sampai pada

satu kalimat.

Menurut Shanty (2012:44) penanganan kesulitan membaca sebagai

berikut:

guru-guru mempunyai strategi yang dikembangkan

dengan kreativitasnya masing-masing untuk mengatasi

masalah-masalah tersebut, misal dengan melakukan

pengajaran seperti berikut:

20

1) mulai dari hal yang sudah dikuasai adik-adik. Misalnya

mulai dari pengenalan huruf, suku kata, kata yang

terdiri dari dua suku kata, dst.

2) Dikte guru, mendiktekan kata atau kalimat, lalu adik-

adik menuliskannya.

3) Membaca wacana dan menjawab pertanyaan bacaan.

4) Membedakan b dan d dengan bantuan ibu jari tangan

kiri dan kanan.

5) Membuat huruf dengan lilin.

6) Saat ada waktu luang di sekolah, digunakan untuk

membuat tugas-tugas yang melatih pemahaman kata-

kata.

7) Pada pelajaran membaca di kelas, siswa yang

mengalami kesulitan membaca di beri giliran membaca

paling akhir agar ia dapat mendengarkan teman-

temannya terlebih dahulu.

8) Pada saat tes, tulisan diperbesar.

9) Adik-adik akan diberikan bantuan dalam membaca,

misalnya dibacakan soal pada saat tes

10) Pengurangan jumlah soal.

Sedangkan menurut Dechant (dalam Kariyadi, 2013:5) penanganan

kesulitan membaca sebagai berikut:

dengan pengajaran remidial membaca berisikan

berbagai kegiatan remidial yang diperuntukkan bagi siswa

yang mengalami kesulitan membaca permulaan yang

secara umum pelaksanaanya diluar jam pelajaran. Dan

dilaksanakan oleh guru kelas sesuai dengan kesulitan

aspek membaca. Tujuan pengajaran secara remidial

dalam membaca permulaan pada siswa yang mengalami

kesulitan ini memberikan kecakapan bentuk dan bunyi

huruf serta mengubah rangkaian-rangkaian huruf menjadi

rangkaian-rangkaian bunyi bermakna. Sehingga akan

memudahkan siswa untuk mengikuti pengajaran membaca

lanjut.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat menyimpulkan

penanganan kesulitan membaca mengenai pemahaman anak dalam

memahami materi pembelajaran.

21

3. Pembelajaran Tematik

a. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik sebagai model pembelajarn termasuk salah

satu tipe/jenis daripada model pembelajaran terpadu. Istilah pembelajaran

tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang

menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga

dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Trianto,

2011:147). Majid (2014: 80) pembelajaran tematik adalah pembelajaran

terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata

pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada

murid. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi

pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Sejalan dari beberapa

definisi diatas mengenai pembelajaran tematik, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang

dilakukan dengan menggabungkan beberapa mata pelajaran dan terikat

tema-tema tertentu serta dapat memberikan pengalaman bermakna bagi

siswa dalam pelaksanaannya.

a) Prinsip Dasar Pembelajaran Tematik

Pengajaran tematik tidak boleh bertentangan dengan tujuan

kurikulum yang berlaku, tetapi sebaliknya pembelajaran tematik harus

mendukung pencapaian tujuan pembelajaran yang temuat dalam

kurikulum. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu

tema perlu mempertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat,

kemapuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal. Materi pelajaran tidak

22

perlu terlalu dipaksakan. Artinya, materi yang tidak mungkin

dipadukan tidak usah dipadukan (Trianto, 2011:154).

Secara umun prinsip-prinsip pembelajaran tematik menurut

Trianto (2011: 155) dapat diklasifikasikan menjadi:

1) Prinsip Penggalian Tema

Prinsip penggalian merupakan prinsip utama

(fokus) dalam pembelajaran tematik. Artinya tema-

tema yang saling tumpang tindih dan ada kaitannya

menjadi target utama dalam pembelajaran.

2) Prinsip Pengelolahan Pembelajaran

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila

guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan

proses. Artinya, guru harus mampu menempatkan diri

sebagai fasilitator dan mediator dalam proses

pembelajaran.

3) Prinsip Evaluasi

Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam

setiap kegiatan. Bagaimana suatu kerja dapat diketahui

hasilnya apabila tidak dilakukan evaluasi.

4) Prinsip Reaksi

Dampak pengiring (nurtutant effect) yang penting

bagi perilaku secara sadar belum tersentuh oleh guru

dalam KBM (Kegiatan Belajar Mengajar). Artinya,

guru harus bereaksi terhadap aksi siswa dalam semua

peristiwa serta tidak mengarahkan aspek yang sempit

melainkan ke suatu kesatuan yang utuh dan bermakna.

Pembelajran tematik memungkinkan hal ini dan guru

hendaknya menemukan kiat-kiat untuk memunculkan

kepermukaan hal-hal yang dicapai melalui dampak

pengiring tersebut.

b) Karakteristik Pembelajaran Tematik

Menurut Depdiknas (2006:6), pembelajaran tematik memiliki

beberapa ciri khas antara lain:

1) pengalaman dan kegiatan belajar sangat relevan

dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak sekolah

dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih dalam pelaksanaan

pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan

siswa; 3) kegiatan belajar akan lebih bermakna dan

berkesan bagi siswa sehingga hasil belajar dapt bertahan

lebih lama; 4) Membantu mengembangkan keterampilan

berpikir siswa; 5) menyajikan kegiatan belajar yang bersifat

23

pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering ditemui

siswa dlam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan

keterampilan sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi,

komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain

(Trianto, 2011:162).

c) Kelemahan Pembelajaran Tematik

Selain kelebihan yang dimiliki, menurut Indrawati (Trianto,

2011:161) pembelajaran tematik juga memiliki keterbatasan, terutama

dalam pelaksanaanya, yaitu perencanaan dan pelaksaan evaluasi yang

lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan

tidak hanya evaluasi dampak pembelajaran langsung saja.

Sedangkan kekurangan pembelajaran tematik menurut Puskur,

Balitbang Diknas (dalam Trianto, 2011:161) mengidentifikasi beberapa

keterbatasan pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:

1) Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas

tinggi, keterampilan metodologi yang handal, rasa percaya

diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan

materi, 2) Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan

belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam

kemampuan akademik maupun kreativitasnya, 3)

Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau

sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi,

mungkin juga fasilitas internet, 4) Kurikulum harus luwes,

berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman

peserta didik, 5) Pembelajaran terpadu membutuhkan cara

penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu

menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa

bidang kajian yang dipadukan.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa kelemahan pembelajaran tematik terletak pada keterbatasan

waktu pembelajaran yaitu perencanaan dan kesiapan yang dilakukan

guru saat proses pembelajaran berlangsung.

24

d) Kelebihan Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik dalam kenyataannya memiliki banyak

kelebihan seperti pembelajaran terpadu. Menurut Majid (2014:92)

pembelajaran terpadu memiliki kelebihan sebagai berikut:

1) Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan

selalu relevan dengan tingkat perkembangan anak

2) Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat

dan kebutuhan peserta didik

3) Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta

didik sehingga hasil belajar akan dapat bertahan lebih

lama

4) Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan

keterampilan berpikir dan sosial peserta didik

5) Pembelajaran terpadu menyajikan kegiatan yang

bersifat pragmatis. Dengan permasalahan yang sering

ditemui dalam kehidupan/lingkungan rill peserta didik

6) Jika pembelajaran terpadu dirancang bersama dapat

meningkatkan kerja sama antarguru bidang kajian

terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik

dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan

narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan,

belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang

lebih bermakna

Selain kelebihan pembelajaran tematik yang dipaparkan oleh

Majid seperti diatas. Menurut Panduan KTSP 2007 (dalam Trianto,

2011:153) Pembelajaran tematik sebagai bagian daripada pembelajaran

terpadu memiliki banyak keuntungan yang dapat dicapai sebagai

berikut:

1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema

tertentu, 2) Siswa dapat mempelajarkan pengetahuan dan

mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata

pelajaran dalam tema yang sama, 3) Pemahaman terhadap

materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan, 4)

Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik, karena

mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi

siswa, 5) Siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna

belajar, karena materi disajikan dalam konteks tema yang

25

kelas, 6) Siswa dapat lebih bergairah belajar, 7) Guru dapat

menghemat waktu.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas dapat disimpulkan

bahwa kelebihan pembelajaran dapat menumbuhkan semangat belajar

siswa, menjadikan siswa lebih aktif dan kreatif dalam belajar.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang berhubungan dengan kesulitan membaca

siswa SD akan tetapi peneliti tetap menjaga keoriginalitasan dalam penelitian.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Evita Widiyati (2013). Menggambarkan

membaca siswa kelas II SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang yang

dilatar belakangi minat dan kemampuan membaca permulaan. Kurang

minatnya siswa dalam membaca akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang

membaca permulaan bedanya di penelitian Evita Widiyati tentang media yang

digunakan yaitu dengan media buku cerita binatang dan peneliti menganalisis

kesulitan membaca permulaan. Perbedaan antara media buku cerita binatang

dan menganalisis kesulitan membaca permulaan adalah jika menggunakan

media pembelajaran akan meningkatkan proses belajar dan minat serta

kemampuan membaca permulaan serta memperoleh kesenangan untuk melatih

keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan terkhususkan

pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui sebagaimana

kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Evita Widiyati dengan

penelitian yang dilakukan peneliti sama-sama meneliti tentang membaca

26

permulaan tetapi di penelitian Evita Widiyati meneliti membaca permulaan

siswa kelas II di SD Plus Al-Anwar Pacul Gowang Jombang sedangkan

peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD

Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizkiana (2016). Menggambarkan membaca

siswa kelas I SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak Tegalrejo Yogyakarta yang

dilatarbekangi siswa yang belum mengenal beberapa huruf dengan baik atau

bahkan kesulitan mengenal bentuk huruf. Kesulitan dalam mengenal huruf

akan memperlambat siswa dalam membaca pada buku dan memperlambat

memahami materi pembelajaran.

Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang

membaca permulaan bedanya di penelitian Rizkiana tentang penelitian yang

dilakukan yaitu pada saat UAS (Ujian Akhir Semester) dan penelitian yang

dilakukan peneliti yaitu saat proses pembelajaran berlangsung. Perbedaan

antara penelitian di waktu UAS dan proses pembelajaran berlangsung adalah

jika saat UAS akan mengetahui pemahaman materi selama satu semester penuh

dan dapat mengetahui hasil belajar siswa.

Tetapi kalau pada waktu proses pembelajaran berlangsung akan mengetahui

belum lancarnya siswa dalam membaca. Contohnya siswa yang belum lancar

membaca dalam satu paragraph. Maka, akan terlihat siswa yang belum dapat

memahami materi pembelajaran.

Persamaan penelitian Rizkiana dengan penelitian yang dilakukan peneliti

sama-sama meneliti tentang membaca permulaan tetapi di penelitian Rizkiana

meneliti membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri Bangunrejo 2 Kricak

27

Tegalrejo Yogyakarta sedangkan peneliti ini meneliti tentang kesulitan

membaca permulaan siswa kelas I di SD Negeri 01 Notorejo Kecamatan

Gondang Kabupaten Tulungagung.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Eris Fenawaty Efendi Kariyadi (2013).

Menggambarkan upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca permulaan

siswa kelas I. Upaya yang dilakukan guru akan meminimalisir kesulitan siswa

dalam membaca. Maka, guru berperan penting dalam prestasi belajar siswa.

Persamaan penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang

kesulitan membaca permulaan bedanya di penelitian Eris Fenawaty Efendi

Kariyadi tentang upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca dan peneliti

menganalisis kesulitan siswa dalam membaca. Perbedaan antara upaya guru

mengatasi kesulitan membaca permulaan dan menganalisis kesulitan membaca

permulaan siswa adalah jika upaya guru dalam mengatasi kesulitan membaca

siswa, maka guru akan menggunakan metode pembelajaran serta

menggunakan media pembelajaran. Agar dapat menumbuhkan semangat siswa

dalam membaca dan guru dituntut menciptakan kondisi belajar yang inovatif

dan menyenangkan.

Tetapi kalau menganalisis kesulitan membaca permulaan siswa

terkhususkan pada kesulitan siswa dalam membaca. Dapat mengetahui

sebagaimana kesulitan siswa dalam membaca. Persamaan penelitian Eris

Fenawaty Efendi Kariyadi dengan penelitian yang dilakukan peneliti sama-

sama meneliti tentang kesulitan membaca permulaan tetapi di penelitian Eris

Fenawaty Efendi Kariyadi meneliti upaya guru mengatasi kesulitan membaca

permulaansiswa kelas I SDN 2 Suwawa Kabupaten Bone Bolangosedangkan

28

peneliti ini meneliti tentang kesulitan membaca permulaan siswa kelas I di SD

Negeri 01 Notorejo Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung.

C. Kerangka Pikir

Gambar 2.2 Kerangka Pikir

Kesulitan Membaca

Permulaan di Sekolah

Kesulitan membaca

permulaan dalam

pembelajaran

Tematik

Penanganan yang sudah

dilakukan guru dalam

menghadapi kesulitan

membaca permulaan

Penelitian Kualitatif :

Pengambilan data

observasi, wawancara,

dan dokumentasi

Analisis kesulitan membaca permulaan pada pembelajaran Tematik

siswa kelas 1 di SDN 01 Notorejo Gondang Kabupaten Tulungagung