Upload
hoanghanh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Penelitian Terdahulu
Aspek kependudukan merupakan hal paling mendasar dalam
pembangunan.Dalam nilai universal, penduduk merupakan pelaku dan
sasaran pembangunan sekaligus yang menikmati hasil
pembangunan.Dalam kaitan dengan peran penduduk tersebut, maka
kualitas mereka perlu ditingkatkan melalui berbagai sumber daya yang
melekat, dan perwujudan keluarga kecil yang berkualitas, serta upaya
untuk menskenario kuantitas penduduk dan persebaran kependudukan
(Lucas, 2006: 29).
Kuantitas penduduk yang terlalu tinggi dan tidak diimbangi dengan
kualitas yang baik dapat menyebabkan permasalahan sosial, untuk itu
perlu adanya upaya atau program peningkatan kualitas penduduk dengan
mengontrol jumlah penduduk yang ada (Arief, 2009).
Hasil sensus (Badan Pusat Statistik) BPS pada bulan Agustus 2010,
jumlah penduduk Indonesia adalah 237.556.363 orang, terdiri atas
119.507.600 laki-laki dan 118.048.783 perempuan dengan laju tumbuh
penduduk 1,49% per tahun. Dengan pertumbuhan penduduk 1,64 % dan
Total Fertility Rate (TFR) 2,6. Dari segi kuantitas jumlah penduduk
Indonesia cukup besar tetapi dari sisi kualitas melalui Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) kondisi Indonesia sangat memprihatinkan
karena dari 117 negara, Indonesia di posisi 108. Tingginya laju
9
pertumbuhan yang tidak diiringi peningkatan kualitas penduduk ini akan
berpengaruh kepada tingkat kehidupan dan kesejahteraan penduduk.
Hartanto (2013: 27) juga menambahkan bahwa tingginya jumlah
penduduk di Indonesa dengan tingkat persebaran yang tidak merata
menyebabkan banyaknya masalah kependudukan yang belum bisa teratasi
hingga saat ini.Permasalahan kependudukan di Indonesia tersebut menurut
diantaranya ketersediaan lahan perumahan yang semakin sempit,
meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya jumlah kaum urban
diperkotaan, dan berdampak pada tingginya kaum tunawisma dan angka
kriminal.
Peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat di Indonesia
tersebut, membuat pemerintah menyadari pentingnya penduduk yang
berkualitas sebagai modal utama dalam mempercepat pembangunan yang
pada akhirnya akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintah
melakukan berbagai program pembangunan Sumber Daya Manusia, salah
satunya adalah dilaksanakannya program Keluarga Berencana (KB).
Secara makro, Keluarga Berencana (KB) berfungsi mengendalikan
kelahiran, sedangkan dalam perspektif mikro bertujuan untuk membantu
keluarga dan individu dalam mewujudkan hak-hak reproduksi,
penyelenggaraan pelayanan, pengaturan, dan dukungan untuk membentuk
keluarga dengan usia kawin ideal, mengatur jumlah, jarak dan usia ideal
melahirkan anak, serta pengaturan kehamilan dan pembinaan ketahanan
kesejahteraan keluarga (BKKBN, 2008). Menurut Sulistyowati (2011),
progam KB yang baru didalam paradigma ini misinya sangat menekan
10
pentingnya upaya menghormati hak–hak reproduksi sebagai integral
dalam meningkatkan kualitas keluarga.
Program KB yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut tidak serta
merta diikuti oleh seluruh penduduk yang ada di Indonesia.Terdapat
banyak faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi pasangan suami istri
dalam keluarga berencana. Faktor-faktor yang mendukung partisispasi
pasangan usia subur dalam KB menurut Kurnia (2008), meliputi
kurangnya pengetahuan pasangan usia subur tentang KB, social sosial
budaya, akses pelayanan KB dan kualitas pelayanan KB.
Pemakaian alat KB lebih banyak di daerah perkotaan dengan
tingkat sosial ekonomi relative tinggi. Berbagai macam kontrasepsi yang
digunakan oleh pasangan usia subur dalam tingkat yang rendah. Faktor
lain yaitu akseptor khawatir terhadap efek samping yang ditimbulkan dari
alat kontrasepsi seperti terjadinya peningkatan berat badan, Peningkatan
berat badan yang tidak terkontrol merupakan sesuatu yang ditakuti
akseptor karena struktur tubuh menjadi jelek, tidak menarik dan menjadi
faktor resiko timbulnya penyakit jantung, diabetes melitus,hipertensi.
Purwanti (2003) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal
yang dipertimbangkan masyarakat sebelum memutuskan menggunakan
KB. Diantaranya adalah faktor ekonomi atau pendapatan rumah tangga,
pendidikan, umur, pekerjaan dan jumlah konsumsi. Faktor ekonomi atau
pendapatan menjadi salah satu yang dipertimbangkan masyarakat sebelum
menggunakan KB, dimana pendapatan dapat berupa gaji dan upah.
11
Bila dihubungkan dengan tingkat keikutsertaan pada program
keluarga berencana, maka seseorang dengan tingkat pendapatan yang
tinggi akan lebih mudah menerima dan mengikuti program KB.
Sebaliknya seseorang dengan pendapatan rendah akan sangat sulit dalam
mengikuti program KB. Hal ini dikarenakan pada program KB, akseptor
menanggung sendiri biaya yang dikenakan bila dia menggunakan salah
satu alat kontrasepsi. Sehingga semakin tinggi pendapatan maka semakin
tinggi pula kemungkinan seseorang untuk mengakses program KB.
Selain pendapatan, pendidikan juga menjadi salah satu
pertimbangan masyarakat dalam melaksanakan program KB. Semakin
tinggi pendidikan masyarakat, maka transformasi pengetahuan, teknologi
dan budaya akan mudah dan cepat diterima. Orang yang mempunyai
pendidikan tinggi akan memberikan tanggapan yang rasional
dibandingkan dengan orang yang berpendidikan lebih rendah.
Notoatmodjo (2010) menjelaskan bahwa pendidikan merupakan
salah satu yang dapat mempengaruhi pengetahuan dan sikap terhadap
metode kontrasepsi. Menurut Green (2008) perilaku seseorang untuk
menggunakan kontrasepsi dipengaruhi oleh faktor PRECEDE yaitu
Presdiposing, Enabling, Reinforcing, dimana salah satu faktor
Presdiposing adalah pendidikan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi pasangan suami istri
berpartisipasi terhadap program KB adalah pengetahuan dan usia atau
umur. Usia seseorang dalam berumah tangga dapat mempengaruhi
kehidupan keluarga. Usia yang sudah matang akan memberikan
12
kenyamaman dalam mengambil suatu keputusan dan mengatasi masalah.
Hal tersebut juga berdampak pada pemelihan akseptor KB, usia yang
sudah matang akan mudah untuk memilih kontrasepsi yang baik. Hasil
penelitian Suprihastuti (2002) menunjukkan bahwa dari segi usia,
pemakaian alat kontrasepsi PUS (Pasangan Usia Subur) cenderung pada
umur yang lebih tua dibandingkan umur muda. Indikasi ini memberi
petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk saling
mengerti dalam kehidupan keluarga. Sedangkan menurut Kusumaningrum
(2009), pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi
dalam program KB, dimana seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi
memiliki hubungan positif terhadap partisipasi KB dan pengetahuan yang
rendah dapat membuat seseorang tidak ingin menggunakan KB.
Penelitian mengenai pelaksanaan program kependudukan di Kota
Malang khusunya di Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Klojen adanya
beberapa alasan. Pertama, di Kota Malang terdapat keseimbangan PUS
(Pasangan Usia Subur) yang menjadi peserta KB aktif pada setiap
Kecamatan. Kota Malang memiliki 5 Kecamatan dengan sektor wilayah
yang berbeda-beda, ada yang sebagian wilayahnya berada pada sektor
perdagangan, perkantoran, dan ada pula yang sektor pertanian. Perbedaan
wilayah tersebut tentunya akan berpengaruh kepada perbedaan pekerjaan
masyarakat, dan tentunya masyarakat yang bekerja pada sektor industri
mempunyai pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sektor
pertanian.
13
Adanya perbedaan pendapatan maka berpengaruh juga terhadap
konsumsi, tingkat konsumsi antara pendapatan tinggi dengan pendapatan
rendah tergantung pada preferensi seseorang, yaitu digunakan untuk
konsumsi atau ditabung. Apabila lebih banyak digunakan untuk konsumsi
di masa sekarang, maka tingkat konsumsi pendapatan tinggi akan lebih
besar dibanding pendapatan rendah. Perbedaan tersebut menjadi alasan
apakah benar faktor- faktor kondisi sosial ekonomi masyarakat
berpengaruh terhadap pelaksanaan program kependudukan yaitu program
KB.
Alasan kedua, adanya perbedaan penelitian terdahulu dimana
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Purwanti (2003) lebih
memfokuskan pada tingkat kelahiran yang di dorong oleh faktor
pendapatan, umur, pendidikan, dan status pekerjaan. Sedangkan peneliti
dalam penelitian ini ingin memfokuskan penelitian pada partisipasi
pasangan usia subur program KB yang diduga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yaitu pendapatan, pendidikan, umur, dan pengetahuan.
Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai perbandingan hasil
penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang sedang dilakukan
oleh peneliti, berikut beberapa penelitian terdahulu yang mendukung judul
penelitian ini dalam bentuk tabel;
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ken Sudarti, Puji Prasetyaningtyas(2011)
Judul “Peningkatan Minat Dan Keputusan Berpartisipasi Akseptor Kb”.
Mengunakan metode Kuantitatif (Regresi linier Berganda).hasil
penelitian menunjukkan bahwa Kualitas layanan program konseling dan
14
budaya lingkungan dalam program keluarga berencana mempunyai
dampak positif terhadap ketertarikan dan keputusan untuk berpartisipasi
terhadap program keluarga berencana. Kualitas layanan ditemukan
sebagai kontribusi terbesar terhadap peningkatan ketertarikan dan
partisipasi dalam program keluarga berencana.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gita Sari dan Ahmad Hidir (2013)
“Peningkatan Sosial ekonomi Peserta Keluarga Berencana”.
Mengunakan Metode penelitian survey (Regresi linier Berganda).hasil
penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh pelaksanaan program KB dan
partisipasi terhadap social ekonomi masyarakat peserta program KB di
Kecamatan Rengat Kabupaten Kabupaten Indragiri Hulu adalah
signifikan dan pelaksanaan KB yang baik merupakan faktor yang
dominan dibandingkan dengan partisipasi KB.
3. Menurut Suandi (2010) “Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga
dengan Partisipasi dalam Keluarga Berencana di Provinsi Jambi”
Menggunakan Metode crosstab analysis.hasil penelitian menunjukkan
bahwab Factor karakteristik umur, tingkat pendidikan, daerah tempat
tinggal,dan factor karakteristik indeks kesejahteraan PUS tidak
berhubungan dengan kesertaan KB.
4. Niken Septihandini Puspaningtyas, Hardi Warsono, Aufarul Marom
“Partisipasi Masyarakat dalam Program Keluarga Berencana di
Kecamatan Pedurungan” Menggunakan metode Kuantitatif (Regresi
linier Berganda) hasil penelitian menunjukkan bahwa Tingkat
pendidikan dan buta huruf pada masyarakat, jenis kelamin, dan faktor
15
eksternal yang berasal dari UPTB Kecamatan Pedurungan dan
Bapermasper dan KB Kota Semarang berpengaruh terhadap partisipasi
masyarakat terhadap program keluarga berencana di Kecamatan
Pedurungan.
B. Tinjauan Teori
1. Keluarga Berencana
a. Pengertian Keluarga Berencana (KB)
Menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang
membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objek-objek
tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran
yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol
waktu saat saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri, dan untuk
menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2013).
Akses terhadap pelayanan Keluarga Berencana yang bermutu merupakan
suatu unsur penting dalam upaya pencapaian pelayanan kesehatan
Reproduksi.Secara khusus dalam hal ini termasuk hak setiap orang untuk
memperoleh informasi dan akses terhadap berbagai metode kontrasepsi yang
aman, efektif, terjangkau dan akseptabel.(Saifuddin, 2010).
Dalam konteks Indonesia, definisi family planning dapat dilihat dalam
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga
16
kecil, bahagia dan sejahtera. Dalam era reformasi dewasa ini program keluarga
berencana nasional menjadi perhatian dan komitmen pemerintah sehingga
program ini masih tercantum dan diamanatkan pula dalam Peraturan Presiden RI
Nomor 7 Tahun 2005, tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) tahun 2004-2009.Di dalam Peraturan Presiden ini disebutkan bahwa
pembangunan program keluarga berencana nasional diarahkan untuk
mengendalikan pertumbuhan penduduk, serta meningkatkan pelembagaan
keluarga kecil berkualitas (BKKBN, 2005).
Badan koordinasi keluarga berencana Nasional seiring dengan perubahan
paradigma di masyarakat dalam pengelolaan keluarga berencana nasional, ingin
menyesuaikan dengan kondisi disekitar. Pembangunan di Indonesia sejak awal
reformasi, hingga era desentralisasi dan globalisasi, serta good government, akan
banyak mewarnai program keluarga berencana ke depan (Meilani, 2010).
Keluarga Berencana menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1992
(tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera)
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera
(Handayani, 2010) Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur
(PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah
maupun swasta dari tingkat desa hingga tingkat kota dengan kompetensi yang
sangat bervariasi. Pemberi layanan KB antara lain adalah Rumah Sakit,
Puskesmas, dokter praktek swasta, bidan praktek swasta dan bidan desa.
17
Misi BKKBN dibangun untuk mengemban tugas membangun keluarga
Indonesia sebagai keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Untuk itu, maka misi
yang diemban oleh BKKBN tidak lain adalah: “Mewujudkan Keluarga Kecil
Bahagia Sejahtera”. Dengan fokus melalui Grand Strategy yang akan dilakukan
meliputi: Pertama yaitu menggerakkan dan mamberdayakan seluruh masyarakat
dalam program keluarga berencana, Kedua yaitu menata kembali pengelolaan
program keluarga berencana, Ketiga yaitu memperkuat sumber daya manusia
(SDM) operasional program keluarga berencana, Keempat yaitu meningkatkan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan keluarga berencana dan
Kelima yaitu meningkatkan pembiayaan program keluarga berencana (BKKBN,
2009).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, Keluarga Berencana
adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan, pembinaan ketahanan
keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil
bahagia sejahtera.
Pengertian keluarga berfungsi sosial, yang dimaksud bahwa keluarga yang
kaya tidak pada tempatnya mempunyai anak yang banyak karena kemampuannya,
tetapi selalu berorientasi pada sila kelima Pancasila keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.Dengan keadilan sosial dan melalui gerakan keluarga berencana
Indonesia ingin mengurangi kemiskinan dengan berbagai usaha, sosial-politik dan
bantuan ekonomi sehingga masyarakat makin dapat menikmati arti keadilan sosial
dengan meningkatkan keluarga sejahtera (Manuaba, 1999).
18
Pencegahan kehamilan pada pasangan usia subur dilakukan melalui
kontrasepsi. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti mencegah atau melawan,
sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang
dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Tujuan dari kontrasepsi
adalah menghindari dan mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan
antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut. Macam – macam
kontrasepsi meliputi kontrasepsi sterilisasi, kontrasepsi tehnik, kontrasepsi
mekanik dan kontrasepsi hormonal (Trisnawarman., Erlysa, 2008)
Menurut Hanafi (2004), macam – macam metode kontrasepsi meliputi :
1) Metode Sederhana
a. Tanpa alat Metode KB ini tidak menggunakan alat dan tanpa biaya, metode
ini terdiri dari KB alamiah, meliputi pantang berkala, metode kalender
(OginoKnaus), metode suhu badan basal (Termal), metode lendir serviks
(billings), metode simpto Termal.
b. Dengan alat Metode ini menggunakanalat seperti kondom pria, barier intra
vagina contoh diafragma, kap serviks (Cervicalcap), spons(sponge),
kondomwanita.
2) Metode Modern Metode KB ini sekarang sering digunakan para istri dalam
mengikuti progam KB yaitu metode kontrasepsi hormonal seperti pil oral,
suntikan (DMPA, NET-EN, Microspheres, Microcapsules), Implant dan IUD
( Intra Uterine Devices).
b. Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana Secara umum tujuan lima tahun kedepan yang ingin
dicapai dalam rangka mewujudkan visi dan misi program KB adalah membangun
19
kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB
nasional yang kuat dimasa mendatang, sehingga visi untuk mewujudkan keluarga
berkualitas 2015 dapat tercapai. Secara filosofis tujuan program KB adalah:
1) Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian
pertumbuhan penduduk Indonesia.
2) Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu
dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
c. Sasaran Program Keluarga Berencana (KB)
Menurut Sulistyowati (2011) Keluarga Berencana merupakan usaha untuk
mengukur jumlah dan jarak anak yang di inginkan melalui beberapa cara atau
alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. Progam keluarga
berencana nasional merupakan investasi jangka panjang, hasilnya tidak dapat
dilihat satu atau dua tahun, dampak keberhasilan dan kegagalan progam sangat
menentukan nilai manfaat dan nilai guna dari keberhasilan pembangunan lainnya.
Terdapat beberapa sasaran program keluarga berencana sesuai dengan
PRJMN 2004-2009 yang meliputi:
1) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14
persen per tahun.
2) Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.
3) Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan
kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need)
menjadi 6%.
20
4) Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.
5) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan
efisien.
6) Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21
tahun.
7) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
8) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera-1 yang
aktif dalam usaha ekonomi produktif.
9) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
Program KB Nasional.
d. Manfaat Program Keluarga Berencana (KB)
1) Manfaat bagi Ibu untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran sehingga dapat
memperbaiki kesehatan tubuh karena mencegah kehamilan yang berulang
kali dengan jarak yang dekat. Peningkatan kesehatan mental dan sosial karena
adanya waktu yang cukup untuk mengasuh anak, beristirahat dan menikmati
waktu luang serta melakukan kegiatan lainnya.
2) Manfaat bagi anak yang dilahirkan, anak dapat tumbuh secara wajar kerena
ibu yang hamil dalam keadaan sehat. Setelah lahir, anak akan mendapatkan
perhatian, pemeliharaan dan makanan yang cukup karena kehadiran anak
tersebut memang diinginkan dan direncanakan.
3) Manfaat bagi anak-anak yang lain, dapat memberikan kesempatan kepada
anak agar perkembangan fisiknya lebih baik karena setiap anak memperoleh
makanan yang cukup dari sumber yang tersedia dalam keluarga.
Perkembangan mental dan sosialnya lebih sempurna karena pemeliharaan
21
yang lebih baik dan lebih banyak waktu yang dapat diberikan oleh ibu untuk
setiap anak. Perencanaan kesempatan pendidikan yang lebih baik karena
sumber-sumber pendapatan keluarga tidak habis hanya untuk
mempertahankan hidup semata.
4) Bagi suami program KB bermanfaat untuk memperbaiki kesehatan fisik,
mental dan sosial karena kecemasan berkurang serta memeliki lebih banyak
waktu luang untuk keluarganya.
5) Manfaat bagi program KB bagi seluruh keluarga adalah dapat meningkatkan
kesehatan fisik, mental dan sosial setiap anggota keluarga. Dimana kesehatan
anggota keluarga tergantung dari kesehatan seluruh keluarga. Dan setiap
anggota keluarga akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk
memperoleh pendidikan (Handayani, 2010).
e. Strategi Program Keluarga Berencana (KB)
Strategi program keluarga berencana (KB) terbagi menjadi dua yaitu; 1) strategi
dasar; dan 2) strategi operasional. Strategi dasar berisi antara lain,
meneguhkan kembali program di daerah dan menjamin kesinambungan
program. Sedangkan strategi operasional terdiri dari;
1) Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional
2) Peningkatan kualitas dan prioritas program
3) Penggalangan dan pemantapan komitmen
4) Dukungan regulasi dan kebijakan
5) Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan.
Sesuai dengan strategi program yang sudah disusun maka diharapkan output
yang bisa terjadi adalah program keluarga berencana memberikan dampak pada
22
penurunan angka kematian ibu dan anak; penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi; peningkatan kesejahteraan keluarga; peningkatan derajat kesehatan;
peningkatan mutu dan layanan KB-KR; peningkatan sistem pengelolaan dan
kapasitas SDM; pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan berjalan lancar.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Dalam Keluarga
Berencana
1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan adalah penentu yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.Pengetahuan juga dapat
membentuk suatu keyakinan Pengetahuan seseorang biasanya dipengaruhi oleh
pengalaman baik informasi dari media masa, teman ataupun teaflet.Dalam
penelitian Kusumaningrum (2009), pengetahuan dapat mempengaruhi seseorang
untuk ber KB dan pengetahuan yang rendah dapat membuat seseorang tidak ingin
menggunakan KB.
2) Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB tetapi
juga pemilihan suatu metode.Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa metode
kelender lebih banyak digunakan oleh pasangan yang lebih
berpendidikan.Dihipotesiskan bahwa pasangan suami istri yang berpendidikan
menginginkan KB yang efektif dengan efek samping yang sedikit.
3) Ekonomi
23
Ekonomi adalah kebutuhan sehari-hari yang diperlukan oleh manusia, dalam
melakukan aktifitas sehari-hari, manusia harus membutuhkan suatu alat untuk
mencapai suatu keinginan, alat itu berasal dari keadaan ekonomi seseorang
tersebut, seseorang yang mempunyai ekonomi kurang atau rendah sulit untuk
mempunyai alat untuk mencapai keingianan tersebut Dalam penelitian Triningsih
(2005), ada hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dan pendidikan
dengan kemandirian dalam praktek ber KB pada aseptor di desa Ngaruaru
kecamatan Banyudono.
4) Usia
Usia seseorang dalam berumah tangga dapat mempengaruhi kehidupan keluarga.
Usia yang sudah matang akan memberikan kenyamaman dalam mengambil suatu
keputusan dan mengatasi masalah. Hal tersebut juga berdampak pada pemelihan
akseptor KB, usiayang sudah matang akan mudah untuk memilih kontrasepsi
yang baik. Hasil penelitian Suprihastuti (2002) menunjukkan bahwa dari segi
usia, pemakaian alat kontrasepsi PUS cenderung pada umur yang lebih tua
dibandingkan umur muda. Indikasi ini memberi petunjuk bahwa kematangan pria
juga ikut mempengaruhi untuk saling mengerti dalam kehidupan keluarga.
2. Teori Partisipasi
Mardikanto (2003), mengatakan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan
seorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Mikkelsen
dalam Soetomo (2006), menginventarisasi adanya 6 tafsiran dan makna yang
berbeda tentang partisipasi, yaitu:
24
a. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan.
b. Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-
proyek pembangunan.
c. Partisipasi adalah kemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para
staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial.
d. Partisipasi adalah proses yang aktif yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu.
e. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukannya sendiri.
f. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan dan lingkungan mereka.
Mikkelsen dalam Soetomo (2006), mengembangkan asumsi teoritik sebagai
berikut :
a. Tujuan pembangunan dapat dicapai secara harmonis dan konflik antara
kelompok-kelompok masyarakat dapat diredam melalui pola demokrasi
setempat. Oleh karena itu partisipasi masyarakat adalah hal yang
memungkinkan.
b. Pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat.
c. Pemberdayaan masyarakat mutlak perlu mendapatkan partisipasinya karena
pemerintah tidak akan mengeluarkan biaya untuk program pembangunan
25
yang ditetapkan masyarakat, kecuali masyarakat itu sendiri mempunyai
kemampuan untuk memaksa pemerintahnya.
d. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti
adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri
dan secara eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program.
Notoatmodjo (2007), mengatakan metode partisipasi masyarakat adalah :
a. Partisipasi dengan paksaan (Enforcement participation)
Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program,
baik melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan maupun dengan perintah
lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Masyarakat akan takut,
merasa dipaksa dan kaget, karena dasarnya bukan kesadaran (awareness), tetapi
ketakutan. Akibatnya lagi masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki
terhadap program.
b. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi.
Yakni suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar ditumbuhkan
dan akan memakan waktu yang lama. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan
mempunyai rasa memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan
penerangan, pendidikan, dan sebagainya, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Menurut Margono dalam Mardikanto (2003), menyatakan bahwa tumbuh
kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan sangat ditentukan oleh 3
(tiga) unsur pokok, yaitu :
a. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi
b. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi
26
c. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi
Tentang hal ini, adanya kesempatan yang diberikan, sering merupakan
faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan sangat menentukan
kemampuannya. Sebaliknya, adanya kemauan akanmendorong seseorang untuk
meningkatkan kemampuan dan aktif memburu serta memanfaatkan setiap
kesempatan.
a. Kesempatan untuk berpartisipasi
Dalam kenyataan, banyak program pembangunan yang kurang
memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan
kepada masyarakat untuk berpartisipasi. Informasi yang disampaikan kepada
masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut
untuk berpartisipasi juga terasa masih kurang.
b. Kemauan untuk berpartisipasi
Kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan
berkembangnya partisipasi masyarakat.Kesempatan dan kemampuan yang cukup
belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk (turut)
membangun. Kemauan untuk membangun ini, ditentukan oleh sikap mental yang
dimiliki masyarakat, yang menyangkut :
1) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri.
2) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki
mutu hidupnya.
c. Kemampuan untuk berpartisipasi
Yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah :
27
1) Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan
untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun
(memperbaiki mutu hidupnya).
2) Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan keterampilan yang dimiliki.
3) Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan
menggunakan sumber daya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia
secara optimal.
Adapun bentuk – bentuk partisipasi antara lain :
1. Sumbangsihnya terhadap usaha pembangunan
2. Penerimaan manfaat secara merata.
3. Pengambilan keputusan yang menyangkut pelaksanaan program
pembangunan sosial dan ekonomi.
Mengacu pada pandangan ini, partisipasi dibedakan menjadi dua hal,
authentic participation (partisipasi otentik) yang merujuk pada terpenuhinya
ketiga kriteria tersebut. Jika seluruh kriteria tersebut tidak dapat dipenuhi maka
hal ini akan disebut pseudo participation (partisipasi semu) (Rohman, 2009 ).
a) Tingkatan Partisipasi
Sherry R Arnstein dalam membuat skema tingkatan partisipasi masyarakat
dalam memutuskan kebijakan. Ada tiga tingkat utama dan delapan sub-tingkatan,
yaitu:
1. Citizen control: yaitu masyarakat mengendalikan kebijakan publik mulai dari
perumusan, implementasi hingga evaluasinya.
28
2. Delegated power: Berarti pemerintah memberikan kewenangan kepada
masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa keperluannya dalam suatu
program pembangunan.
3. Partnership: adanya kemitraan antara pemerintah dan masyarakat dalam
program pembangunan.
4. Placation: melibatkan warga untuk menjadi anggota komite dalam program
namun hak memutuskan tetap berada pada pemerintah
5. Consultation: Adanya komunikasi dua arah seperti survey sikap, pertemuan
warga, dan dengar pendapat.
6. Information: Hanya ada komunikasi satu arah dari pemerintah kepada
masyarakat seperti pengumuman, pamflet, poster, laporan tahunan.
7. Therapy : Bertujuan tidak untuk mendorong rakyat untuk berpartisipasi
melainkan untuk mendidik rakyat.
8. Manipulation : Masyarakat diarahkan agar tidak merasa dipaksa untuk
melakukan sesuatu, namun sesungguhnya diarahkan untuk berperan serta.
b) Faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi
Menurut Plumer dalam (Suryawan, 2004), beberapa faktor yang
mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah:
1. Pengetahuan dan keahlian
Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan
dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahasmi ataupun tidak
terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada.
2. Pekerjaan masyarakat
29
Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih
meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk
berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasarpada
masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan
dengan keinginan untuk berpartisipasi.
3. Tingkat pendidikan dan buta huruf
Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat
untuk berpartisipasi sertauntuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan
bentuk partisipasi yang ada.
4. Jenis kelamin
Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masihmenganggap
faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat
untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan
mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan.
5. Kepercayaan terhadap budaya tertentu.
Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi
agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta
metodologi yang digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat
bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.
6. Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu
semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program
ini.Petaruh kunci adalah siapa yangmempunyai pengaruh yang sangat signifikan,
atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program.
30
C. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Pengetahuan terhadap Partisipasi KB
Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh
lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat
memahasmi ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi
yang ada.Pengetahuan juga dapat membentuk suatu keyakinan Pengetahuan
seseorang biasanya dipengaruhi oleh pengalaman baik informasi dari media
masa, teman ataupun leafet.Dalam penelitian yang pernah dilakukan oleh
Suprihastuti (2002) menunjukkan bahwa dari segi usia, pemakaian alat
kontrasepsi PUS (Pasangan Usia Subur) cenderung pada umur yang lebih tua
dibandingkan umur muda. Indikasi ini memberi petunjuk bahwa kematangan
pria juga ikut mempengaruhi untuk saling mengerti dalam kehidupan
keluarga. Sedangkan menurut Kusumaningrum (2009), pengetahuan dapat
mempengaruhi seseorang untuk berpartisipasi dalam program KB, dimana
seseorang yang memiliki pengetahuan tinggi memiliki hubungan positif
terhadap partisipasi KB dan pengetahuan yang rendah dapat membuat
seseorang tidak ingin menggunakan KB.
Sesuai dengan hasil perhitugan dan analisis data yang telah dilakukan
dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara responden yang memilikki
pengetahuan lebih tinggi daripada mereka yang memilikki pengetahuan yang
kurang, dilihat dari hasil perhitungan crosstab bahwa pengetahuan responden
sangat baik terhadap KB, ini juga dibuktikan oleh pendidikan yang
mempengaruhi pengetahuan dan dibuktikan dengan pengguna KB aktif lebih
banyak lulusan dari perguruan tinggi, dengan semakin baiknya pengetahuan
31
maka hal tersebut berdampak pada pendapatan responden yang juga lebih
tinggi, partisipasi KB lebih banyak di usia produktif dengan rentang 20-30
tahun.
2. Hubungan Pendidikan terhadap Partisipasi KB
Menurut YB Mantra yang dikutip Notoadmodjo, bahwa pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan pada umumnya, makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010: 16-17). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang ditulis oleh Rahmayanti (2015) menyatakan bahwa
tingkat pendidikan berpengaruh terhadap partisipasi program keluarga
berencana.Hal tersebut dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan seseorang
dapat membawa pola berpikir seseorang terutama pada aspirasinya terhadap
pendidikan itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan oleh Maiharti (tanpa tahun) menyimpulkan
bahwa rendahnya pendidikan pasangan usia subur di Kecamatan Jenu
dan Kecamatan Jatirogo sangat menentukan dalam pola pengambilan
keputusan dan penerimaan berbagai informasi tentang Keluarga Berencana
dan kontrasepsi. Pada PUS dengan tingkat pendidikan rendah,
keikutsetaannya dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur
kelahiran. Sementara itu pada PUS dengan tingkat pendidikan tinggi,
Keikutsertaannya dalam program KB selain untuk mengatur kelahiran
32
juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena dengan cukup
dua anak dalam satu keluarga bahkan terwujud keluarga kecil bahagia
dan sejahtera sehingga mereka lebih memikirkan tingkat efektifitas dari
metode kontrasepsi yang digunakan.
3. Hubungan Ekonomi terhadap Partisipasi KB
Penelitian yang ditulis oleh Rahmayanti (2015) menyatakan bahwa
pendapatan berpengaruh terhadap partisipasi program keluarga berencana.
penelitian yang dilakukan oleh Maiharti (tanpa tahun) menyatakan bahwa
orang pada tingkat penghasilan tinggi akan lebih mudah menerima dan
mengikuti program ini dan akan memilih metode kontrasepsi yang efektif.
Sebaliknya orang dengan penghasilan rendah akan sangat sulit ikut
dalam program KB karena pada program KB, akseptor menanggung
sendiri biaya yang dikenakan bila dia menggunakan salah satu alat
kontrasepsi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Notoadmojo (1997) yang
mengutip pendapat dari Andeersen yang menyatakan bahwa penghasilan
memiliki pengaruh terhadap keikutsertaan seseorang dalam memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan di atas, hal
ini dibuktikan dengan hasil analisis dalam penelitian ini bahwa terdapat
perbedaan hubungan yang signifikan dimana orang yang ikut KB memiki
pendapatan yang lebih baik dari pada orang yang tidak ikut KB. Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa seseorang yang memiliki pendapatan yang
lebih tinggi akan cenderung mengikuti KB dari pada orang yang memiliki
33
pendapatan lebih rendah. Sehingga dapat ditarik kesimpulan pendapatan yang
lebih tinggi berpengaruh positif terhadap partisipasi KB.
4. Hubungan Usia terhadap Partisipasi KB
Usia seseorang dalam berumah tangga dapat mempengaruhi kehidupan
keluarga. Usia yang sudah matang akan memberikan kenyamaman dalam
mengambil suatu keputusan dan mengatasi masalah. Hal tersebut juga
berdampak pada pemelihan akseptor KB, usia yang sudah matang akan
mudah untuk memilih kontrasepsi yang baik. Hasil penelitian Suprihastuti
(2002) menunjukkan bahwa dari segi usia, pemakaian alat kontrasepsi PUS
cenderung pada umur yang lebih tua dibandingkan umur muda. Indikasi ini
memberi petunjuk bahwa kematangan pria juga ikut mempengaruhi untuk
saling mengerti dalam kehidupan keluarga.
Pada analisa yang telah dilakukan menggunakan crosstab yaitu perbandingan
antara responden yang ikut dengan yang tidak ikut KB, usia yang ikut KB
adalah PUS usia muda atau produktif dengan rentang 30-40 tahun, dari
crosstab tersebut diketahui PUS yang tidak ikut KB lebih banyak daripada
responden yang ikut KB, sebaliknya dengan rentang usia lebih muda 20-30
tahun orang yang ikut KB lebih banyak.
D. Kerangka Penelitian
Hipotesis merupakan sebuah kesimpulan sementara yang masih harus
dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan
diatas dan didukung oleh beberapa teori, maka diajukan hipotesis sebagai
berikut:
34
keterangan
: pengaruh parsial
: pengaruh simultan
E. Hipotesis:
1. H1: diduga terdapat pengaruh signifikan variabel pengetahuan terhadap
partisipasi KB
2. H2: diduga terdapat pengaruh signifikan variabel pendidikan terhadap
partisipasi KB
3. H3: diduga terdapat pengaruh signifikan variabel ekonomi terhadap
partisipasi KB
4. H4: diduga terdapat pengaruh signifikan variabel usia terhadap partisipasi
KB
X1 (Pengetahuan)
X2 (Pendidikan)
Y (Partisipasi KB)
H1
H2
H3
H4
X3 (Ekonomi)
X4 (Usia)