21
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Dalam kajian pustaka akan dibahas tentang pembelajaran tematik integratif, hakikat pembelajaran Matematika, keaktifan pembelajaran, hasil belajar, model pembelajaran discovery learning dalam pendekatan saintifik, dan penerapan model discovery learning dalam pendekatan saintifik. 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan, bahwa “Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.” Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI. 1) Pendekatan pembelajaran tematik terpadu diberikan di sekolah dasar mulai dari kelas I sampai dengan kelas VI 2) Pendekatan yang dipergunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu; intra-disipliner, inter-disipliner, multi- disipliner dan trans-disipliner. Intra Disipliner adalah Integrasi dimensi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara utuh dalam setiap mata pelajaran yang integrasikan melalui tema. Inter Disipliner yaitu menggabungkan kompetensi dasar-kompetensi dasar beberapa mata pelajaran agar terkait satu sama lain seperti yang tergambar pada mata pelajaran IPA dan IPS yang diintegrasikan pada berbagai mata pelajaran lain yang sesuai. Hal itu tergambar pada Struktur Kurikulum SD untuk Kelas I-III tidak ada mata pelajaran IPA dan IPS tetapi muatan IPA dan IPS terintegrasi ke mata pelajaran lain terutama Bahasa Indonesia. Multi Disipliner adalah pendekatan tanpa menggabung-kan kompetensi dasar

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

Dalam kajian pustaka akan dibahas tentang pembelajaran tematik

integratif, hakikat pembelajaran Matematika, keaktifan pembelajaran, hasil

belajar, model pembelajaran discovery learning dalam pendekatan saintifik,

dan penerapan model discovery learning dalam pendekatan saintifik.

2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif

Berdasarkan Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang Standar

Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan, bahwa “Sesuai

dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip

pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran

terpadu.” Pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui

pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas

VI.

1) Pendekatan pembelajaran tematik terpadu diberikan di sekolah dasar mulai

dari kelas I sampai dengan kelas VI

2) Pendekatan yang dipergunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar

dari berbagai mata pelajaran yaitu; intra-disipliner, inter-disipliner, multi-

disipliner dan trans-disipliner. Intra Disipliner adalah Integrasi dimensi

sikap, pengetahuan dan keterampilan secara utuh dalam setiap mata

pelajaran yang integrasikan melalui tema. Inter Disipliner yaitu

menggabungkan kompetensi dasar-kompetensi dasar beberapa mata

pelajaran agar terkait satu sama lain seperti yang tergambar pada mata

pelajaran IPA dan IPS yang diintegrasikan pada berbagai mata pelajaran

lain yang sesuai. Hal itu tergambar pada Struktur Kurikulum SD untuk

Kelas I-III tidak ada mata pelajaran IPA dan IPS tetapi muatan IPA dan IPS

terintegrasi ke mata pelajaran lain terutama Bahasa Indonesia. Multi

Disipliner adalah pendekatan tanpa menggabung-kan kompetensi dasar

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

8

sehingga setiap mapel masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri.

Gambaran tersebut adalah IPA dan IPS yang berdiri sendiri di kelas IV-VI.

Trans Disipliner adalah pendekatan dalam penentuan tema yang mengaitkan

berbagai kompetensi dari mata pelajaran dengan permasalahan yang ada di

sekitarnya.

3) Pembelajaran tematik terpadu disusun berdasarkan gabungan berbagai

proses integrasi berbagai kompetensi.

4) Pembelajaran tematik terpadu diperkaya dengan penempatan mata pelajaran

Bahasa Indonesia sebagai penghela/alat/media mata pelajaran lain

5) Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator masing-masing

Kompetensi Dasar dari masing-masing mata pelajaran

Di dalam modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 dijelaskan ciri-

ciri pembelajaran tematik terpadu adalah sebagai berikut:

a. Pembelajaran tematik berpusat pada anak

b. Pembelajaran tematik memberi pengalaman langsung pada anak

c. Pemisahan antarmuatan pelajaran menyatu dalam satu pemahaman

kegiatan

d. Menyajikan konsep dari berbagai pelajaran dalam satu proses

pembelajaran

e. Pembelajaran ini bersifat luwes

f. Hasil pembelajarannya dapat berkembang sesuai minat dan

kebutuhan anak.

Pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran tepadu yang

menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat

memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Penggunaan tema

dalam pembelajaran tematik dikarenakan anak pada usia sekolah dasar berada

tahapan operasi konkret, mulai memandang dunia secara objektif dan mulai

berpikir secara operasional untuk mengklasifikasi benda-benda, membentuk

dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana,

dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Peran tema adalah sebagai

pemersatu kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa muatan

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

9

pelajaran sekaligus. Adapun muatan pelajaran yang dipadukan antara lain:

PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya dan Prakarya,

dan Pendidikan Jasmani Olah Raga dan Kesehatan.

2.1.2 Hakikat Pembelajaran Matematika

Para ahli matematika belum pernah mencapai satu titik “puncak”

kesepakatan yang “sempurna” dalam mendefinisikan tentang matematika.

Beragamnya definisi dan deskripsi yang berbeda di kemukakan oleh para ahli

mungkin disebabkan oleh pribadi (ilmu) matematika itu sendiri, dimana

matematika merupakan satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas,

sehingga masing-masing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang

matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan

pengalamannya masing-masing.

Ariyanto (2011: 270) menjelaskan bahwa matematika sebagai cabang ilmu

pengetahuan yang eksak dan terorganisir secara sistematis, pengetahuan tentang

bilangan dan kalkulasi, pengetahuan dasar tentang fakta-fakta kuantitatif dan

masalah tentang ruang dan bentuk. Sedangkan istilah matematika yang dikutip

Erny dalam Karso (1988:1.33) adalah “Istilah matematika berasal dari kata

yunani, mathein atau mantheneini berarti mempelajari. Kata ini memiliki

hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang memiliki arti

kepadaian, ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa belanda, matematika disebut

dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar”.

Selanjutnya Ruseefendi dalam Karso (1988: 1.33) menyatakan bahwa

matematika itu terorganisasikan dari unsure-unsur yang tak didefinisikan, definisi-

definisi, aksioma-aksioma dan dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku

secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

Menurut Lerner yang dikutip dari Erny (2011: 20) bahwa matematika

disamping bahan simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan

manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen

dan kualitas.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

10

Berdasarkan pandangan para ahli tersebut, menurut penulis pengertian

matematika adalah ilmu tentang bentuk, susunan, dan konsep-konsep yang saling

berhubungan dengan operasi, fakta-fakta, symbol, dan logika yang tersusun secara

sistematik dan mengunakan nalar deduktif.

Kecakapan atau kemahiran matematika merupakan bagian dari kecakapan

hidup yang harus dimiliki siswa terutama dalam pengembangan penalaran,

komunikasi, dan pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan

sehari-hari. Matematika selalu digunakan dalam berbagai segi kehidupan, semua

bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai. Matematika

merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas, dapat digunakan

untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemampuan

berpikir logis, ketelitian dan kesadaran keruangan, memberikan kepuasan

terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang, mengembangkan

kreaktivitas dan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap

perkembangan budaya.

Pada struktur kurikulum SD/MI, mata pelajaran matematika dialokaskan

setara 5 jam pelajaran ( 1 jam pelajaran = 35 menit) di kelas I dan 6 jam pelajaran

kelas II – VI per minggu, yang sifatnya relatif karena di SD menerapkan

pendekatan pembelajaran tematik-terpadu. Guru dapat menyesuaikannya sesuai

kebutuhan peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan. Satuan

pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan kebutuhan

satuan pendidikan tersebut. Dalam pembelajaran tematik biasanya terdapat pada

tiga kali pembelajaran.

Cakupan materi matematika di SD meliputi bilangan asli, bulat, dan

pecahan, geometri dan pengukuran sederhana, dan statistika sederhana serta

kompetensi matematika dalam mendukung pencapaian kompetensi lulusan SD

ditekankan pada:

a. Menunjukkan sikap positif bermatematika: logis, kritis, cermat dan teliti, jujur,

bertanggung jawab, dan tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan masalah,

sebagai wujud implementasi kebiasaan dalam inkuiri dan eksplorasi matematika

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

11

b. Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika, yang

terbentuk melalui pengalaman belajar

c. Menghargai perbedaan dan dapat mengidentifikasi kemiripan dan perbedaan

berbagai sudut pandang

d. Mengklasifikasi berbagai benda berdasar bentuk, warna, serta alasan

pengelompokannya

e. Mengidentifikasi dan menjelaskan informasi dari komponen, unsur dari benda,

gambar atau foto dalam kehidupan sehari-hari

f. Menjelaskan pola bangun dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan dugaan

kelanjutannya berdasarkan pola berulang

g. Memahami efek penambahan dan pengambilan benda dari kumpulan objek,

serta memahami penjumlahan dan pengurangan bilangan asli, bulat dan pecahan

h. Menggunakan diagram, gambar, ilustrasi, model konkret atau simbolik dari

suatu masalah dalam penyelesaian masalah

i. Memberikan interpretasi dari sebuah sajian informasi/data

2.1.3 Keaktifan Pembelajaran

Menurut Sriyono, dkk (1992: 75) menyatakan bahwa keaktifan belajar

adalah pada saat guru mengajar ia harus mengusahakan murid-muridnya aktif

jasmani maupun rohani. Hermawan (2007: 83) mengemukakan bahwa keaktifan

belajar adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri, mereka aktif

membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi

dalam kegiatan pembelajaran. Teori behavioristik memperjelas tentang adanya

respons, tanpa ada respons (aktivitas) belajar tidak akan dapat terjadi meskipun

diberikan stimulus. Begitupula dalam teori kognitif bahwa belajar menunjukkan

jiwa yang sangat aktif, jiwa akan mengolah informasi yang diterima. Tanpa

keaktifan siswa dalam belajar, tidak akan dapat membuat kesimpulan. Menurut

teori ini peserta dituntut untuk mampu mencari, menemukan, dan menggunakan

pengetahuan yang diperolehnya (Jamil, 2012:100).

Prinsip keaktifan dapat diterapkan dalam kegiatan antara lain:

a. Menggunakan berbagai macam metode dan media dalam pembelajaran;

b. Memberikan pembelajaran pada siswa secara individu dan kelompok;

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

12

c. Memberikan kesempatan untuk melakukan diskusi dan tanya jawab;

d. Memberikan tugas pada siswa untuk mempelajari bahan dan mencakup hal-

hal yang belum jelas dan penting;

e. Member kesempatan pada siswa untuk melakukan percobaan secara

berkelompok.

Penilaian proses pembelajaran dapat dilihat dari sejauh mana keaktifan

siswa dalam mengikuti pembelajaran. Keaktifan siswa dapat dilihat ketika siswa

aktif bertanya kepada siswa maupun guru, mau melakukan diskusi kelompok

dengan siswa lain, mampu menemukan masalah serta dapat memecahkannya, dan

dapat menerapkan hasil temuannya untuk menyelesaikan persoalan yang

dihadapinya. Proses pembelajaran dapat dikatakan berjalan dengan baik apabila

keaktifan siswa dalam pembelajaran memenuhi beberapa kriteria tersebut.

Keaktifan belajar siswa dapat kita lihat dari keterlibatan siswa dalam

proses belajar mengajar yang beraneka ragam seperti pada saat siswa

mendengarkan ceramah, mendiskusikan, membuat suatu alat, membuat laporan

pelaksanaan tugas dan sebagainya. Jamil menjelaskan bahwa keaktifan memiliki

beragam bentuk. Bentuk keaktifan dalam belajar dapat dikategorikan menjadi dua,

yaitu:

a. Keaktifan yang dapat diamati (konkret), misalnya mendengar, menulis,

membaca, menyanyi, menggambar dan berlatih. Kegiatan ini biasanya

berhubungan dengan kerja otot (psikomotorik).

b. Keaktifan yang sulit diamati(abstrak), misalnya berupa kegiatan psikis seperti

menggunakan khazanah pengetahuan untuk memecahkan permasalahan,

membandingkan konsep, menyimpukan hasil pengamatan, dan berpikir

tingkat tinggi.

Keaktifan siswa sangat diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal

ini disebabkan karena siswa sebagai subjek didik itu sendiri yang melaksanakan

belajar, sehingga siswalah yang seharusnya lebih banyak aktif, bukan gurunya.

Seorang siswa dikatakan aktif dalam belajar jika siswa tersebut dapat belajar dari

situasi apapun, siswa dapat menggunakan apa yang dipelajari sehingga apa yang

dipelajari tidak sia-sia.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

13

2.1.4 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Gagne & Briggs (dalam Jamil,2012: 37) adalah

kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat

diamati melalui penampilan siswa (learner’s performance). Ada lima tipe hasil

belajar yang dikemukakan oleh Gagne (1979: 51), yaitu: intellectual skill,

cognitive strategy, verbal information, motor skill, dan attitude. Hasil belajar

sangat berkaitan erat dengan belajar atau proses belajar. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwakualitas hasil belajar dipengaruhi oleh tinggi rendahnya

motivasi berprestasi yang dapat dilihat dari nilai rapor. Salah satu cara yang

paling sering digunakan untuk menunjukkan tinggi rendahnya hasil belajar adalah

menggunakan skor.

Tiga aspek hasil belajar menurut Bloom (dalam Jamil, 2012: 38) sesuai

dengan taksonomi tujuan pembelajaran antara lain:

1. Aspek kognitif, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan berpikir,

mengetahui, dan memecahkan masalah, seperti pengetahuan

komprehensif, aplikatif, sintesis, analisis, dan pengetahuan analisis.

2. Aspek Afektif, yaitu kemampuan yang berhubungan dengan sikap, nilai,

minat, dan apresiasi, misalnya keinginan membaca, bergaul dengan orang

dari ras yang berbeda, mau menaati peraturan, berpartisipasi pada kegiatan

tertentu dan lain-lain.

3. Psikomotor, yaitu hasil belajar yang mencakup tujuan yang berkaitan

dengan keterampilan (skill)yang bersifat manual atau motorik.

Untuk mengetahui adanya kemajuan hasil belajar yang dimiliki oleh siswa

dalam proses pembelajaran perlu diadakan tes (Asmawi, 2007: 2.28). Tes

diberikan sesudah satu kegiatan atau unit belajar diselesaikan yang

bertujuan untuk mengumpulkan data/informasi tentang kekuatan dan

kelemahan siswa dalam pelajaran.Tes dan pengukuran hasil belajar sangat

erat hubungnnya dengan pembelajaran yang dilakukan awal, proses

sampai akhir pembelajaran yang hasilnya dapat memberikan feedback bagi

perbaikan-perbaikan pembelajaran oleh guru.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

14

Menurut Uno (2009: 21) hasil pembelajaaran dapat

diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:

a. Keefektifan (effectiveness), biasanya diukur dengan tingkat pencapaian

belajar. Empat aspek penting yang digunakan untuk mendeskripsikan

keefektifan pembelajaran, antara lain: (1) kecermatan penguasaan

perilaku yang dipelajari atau sering disebut “tingkat kesalahan”, (2)

kecepatan unjuk kerja, (3) tingkat alih belajar, dan (4) tingkat retensi

dari apa yang dipelajari.

b. Efisiensi (efficiency), biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan

dan jumlah waktu yang dipakai si belajar dan/atau jumlah biaya

pembelajaran yang digunakan.

c. Daya tarik (

d. appeal), biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa

untuk tetap belajar.

2.1.5 Model Discovery Learning

Model pembelajaran dengan penemuan (discovery learning) merupakan

komponen dari praktek pendidikan yang meliputi metode mengajar yang

memajukan cara belajar aktif, beroreientasi pada proses, mengarahkan sendiri,

mencari sendiri dan reflektif.

Dalam buku Panduan Teknis Pembelajaran dan Penilaian di Sekolah

Dasar (2016: 58) menjelaskan bahwa pembelajaran discovery adalah proses

pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan materi ajar dalam bentuk

finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Di dalam buku tersebut juga

terdapat pendapat Bruner yang mengemukakan bahwa: “Discovery Learning can

be defined as the learning that takes place when the student is not presented with

subject matter in the final form, but rather is required to organize it him self”

(Lefancois dalam Emetembun, 1986:103). Dasar ide Bruner ialah pendapat dari

Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Bruner memakai model yang disebutnya discovery learning, di mana

murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk akhir (Dalyono,

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

15

1996:41). Wilcolx (dalam Jamil, 2012: 241) menyatakan bahwa dalam

pembelajaran penemuan, siswa didorong untuk belajar aktif melalui keterlibatan

aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan guru mendorong

siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan

mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Discovery

dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan

inferi. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu sendiri

adalah the mental process of assimilatig conceps and principles in the mind

(Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Dalam konsep belajar, sesungguhnya model discovery learning merupakan

pembentukan kategori-kategori atau konsep-konsep, yang dapat memungkinkan

terjadinya generalisasi. Sebagaimana teori Bruner tentang kategorisasi yang

nampak dalam discovery, bahwa discovery adalah pembentukan kategori-kategori,

atau lebih sering disebut sistem-sistem coding. Pembentukan kategori-kategori

dan sistem-sistem coding dirumuskan demikian dalam arti relasi-relasi

(similaritas & difference) yang terjadi diantara obyek-obyek dan kejadian-

kejadian (events).

Bruner memandang bahwa suatu konsep atau kategorisasi memiliki lima

unsur, dan siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila mengetahui semua

unsur dari konsep itu, meliputi: 1) Nama; 2) Contoh-contoh baik yang positif

maupun yang negatif; 3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak; 4)

Rentangan karakteristik; 5) Kaidah (Budiningsih, 2005:43). Bruner menjelaskan

bahwa pembentukan konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda

yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori

meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (obyek-obyek atau

peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasar kriteria tertentu.

Di dalam proses belajar, Bruner mementingkan partisipasi aktif dari tiap

siswa, dan mengenal dengan baik adanya perbedaan kemampuan. Untuk

menunjang proses belajar perlu lingkungan memfasilitasi rasa ingin tahu siswa

pada tahap eksplorasi. Lingkungan ini dinamakan discovery learning

environment, yaitu lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

16

penemuan-penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip dengan

yang sudah diketahui. Lingkungan seperti ini bertujuan agar siswa dalam proses

belajar dapat berjalan dengan baik dan lebih kreatif.

Untuk memfasilitasi proses belajar yang baik dan kreatif harus

berdasarkan pada manipulasi bahan pelajaran sesuai dengan tingkat

perkembangan kognitif siswa. Manipulasi bahan pelajaran bertujuan untuk

memfasilitasi kemampuan siswa dalam berpikir (merepresentasikan apa yang

dipahami) sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga

tahap yang ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic,

dan symbolic. Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam

upaya untuk memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia

sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan,

sentuhan, pegangan, dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-

objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya,

dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan

(tampil) dan perbandingan (komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu

memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh

kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya

anak belajar melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.

Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang

seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara

sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah

anak menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau

kebelakang di papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat

temannya bermain) ini fase enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan

keseimbangan pada gambar atau bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa

untuk menjelaskan prinsip keseimbangan ini fase symbolic (Syaodih, 85:2001).

Dalam mengaplikasikan metode Discovery Learning, guru berperan

sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar

secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

17

mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan (Sardiman, 2005:145).

Kondisi seperti ini ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented

menjadi student oriented.

Hal yang menarik dalam pendapat Bruner yang menyebutkan: hendaknya

guru harus memberikan kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem

solver, seorang scientis, historin, atau ahli matematika. Dalam metode discovery

learning bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir, siswa dituntut untuk

melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan,

mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta

membuat kesimpulan-kesimpulan.

Langkah-langkah dalam mengaplikasikan model discovery learning di

kelas adalah sebagai berikut:

1) Perencanaan

Perencanaan pada model ini meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Menentukan tujuan pembelajaran

b. Melakukan identifikasi karakteristik peserta didik ( kemampuan awal, minat,

gaya belajar dan sebagainya)

c. Memilih materi pelajaran

d. Menentukan topik-topik yang harus dpelajari peserta didik secara induktif

(dari contoh-contoh generalisasi)

e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,

tugas dan sebagainya untuk dipelajari peserta didik

f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang

konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik

g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik

2. Pelaksanaan

Dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas, ada beberapa

prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar secara

umum sebagai berikut:

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

18

a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pada tahap ini, pertama-tama siswa dihadapkan pada sesuatu yang

menimbulkan kebingungannya dan timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri.

Guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,

anjuran membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada

persiapan pemecahan masalah. Stimulasi berfungsi untuk menyediakan kondisi

interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu peserta didik

dalam mengeksplorasi bahan. Oleh sebab itu, guru harus menguasai teknik-

teknik dalam memberi stimulus kepada peserta didik agar tujuan mengaktifkan

peserta didik untuk mengeksplorasi dapat tercapai.

b. Problem statement (identifikasi masalah)

Setelah melakukan stimulasi, guru memberi kesempatan kepada peserta

didik untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan

bahan pelajaran dan kemudian dirumuskan sebagai hipotesis.

c. Data collection (pengumpulan data)

Pada saat peserta didik melakukan eksperimen atau eksplorasi, guru

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar tidaknya hipotesis. Data dapat

diperoleh melalui membaca literatur, mengamati objek, wawancara, melakukan

uji coba sendiri, dan sebagainya.

d. Data processing ( Pengolahan data)

Pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang

telah diperoleh para peserta didik.

e. Verification (pembuktian)

Pada tahap ini peserta didik melakukan pemeriksaan secara cermat untuk

mmbuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan, dihubungkan

dengan hasil data processing. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau

informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu

itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

19

f. Generalization ( menarik kesimpulan/generalisasi)

Tahap generalisasi/menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah

kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua

kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi.

Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-prinsip yang mendasari

generalisasi.

Hubungan antara 5M dengan Sintaks pada Pembelajaran Discovery

Learning dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Hubungan 5M dengan Sintaks Pembelajaran Discovery

Learning

Kegiatan Pokok 5M Sintaks pada Pembelajaran

Discovery

Mengamati (Observing) Stimulation (memberikan rangsangan)

Menanya (Questioning) Problem Statement (menyatakan

masalah)

Mengumpulkan Informasi/ Mencoba

(Experimenting)

Data Collection (Pengumpulan data)

Menalar (Associating) Data Processing and Verification

(memproses dan membuktikan)

Mengkomunikasikan

(Communicating)

Generalization (mempresentasikan

dan menarik kesimpulan)

3. Sistem Penilaian

Dalam model pembelajaraan discovery, penilaian dapat dilakukan dengan

menggunakan tes maupun non tes. Penilaian dapat berupa penilaian pengetahuan,

keterampilan, sikap, atau penilaian hasil kerja peserta didik. Jika bentuk

penilaiannya berupa penilaian pengetahuan, maka dalam model pembelajaran

discovery dapat menggunakan tes tertulis. Jika menggunakan penilaian proses,

sikap, penilaian hasil kerja peserta didik, maka pelaksanaan penilaian dapat

menggunakan contoh format penilaian sikap yang ada.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

20

Keunggulan dan kelemahan model discovery learning adalah sebagai

berikut:

1) Keunggulan

Model discovery memiliki keunggulan-keunggulan seperti diungkapkan

oleh Suryosubroto (2002:200) yaitu: (a) Dianggap membantu siswa

mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan ketrampilan dan

proses kognitif siswa, andaikata siswa itu dilibatkan terus dalam penemuan

terpimpin. Kekuatan dari proses penemuan datang dari usaha untuk menemukan,

jadi seseorang belajar bagaimana belajar itu, (b) Pengetahuan diperoleh dari

strategi ini sangat pribadi sifatnya dan mungkin merupakan suatu pengetahuan

yang sangat kukuh, dalam arti pendalaman dari pengertian retensi dan transfer, (c)

Strategi penemuan membangkitkan gairah pada siswa, misalnya siswa merasakan

jerih payah penyelidikannya, menemukan keberhasilan dan kadang-kadang

kegagalan, (d) metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk bergerak

maju sesuai dengan kemampuannya sendiri, (e) metode ini menyebabkan siswa

mengarahkan sendiri cara belajarnya sehingga ia lebih merasa terlibat dan

bermotivasi sendiri untuk belajar, paling sedikit pada suatu proyek penemuan

khusus, (f) Metode discovery dapat membantu memperkuat pribadi siswa dengan

bertambahnya kepercayaan pada diri sendiri melalui proses-proses penemuan.

Dapat memungkinkan siswa sanggup mengatasi kondisi yang mengecewakan, (g)

Strategi ini berpusat pada anak, misalnya memberi kesempatan pada siswa dan

guru berpartisispasi sebagai sesame dalam situasi penemuan yang jawaban nya

belum diketahui sebelumnya, (h) Membantu perkembangan siswa menuju

skeptisisme yang sehat untuk menemukan kebenaran akhir dan mutlak.

2) Kelemahan

Kelemahan model discovery Suryosubroto (2002:201) adalah: (a) Dipersyaratkan

keharusan adanya persiapan mental untuk cara belajar ini. Misalnya siswa yang

lamban mungkin bingung dalam usanya mengembangkan pikirannya jika

berhadapan dengan hal-hal yang abstrak, atau menemukan saling ketergantungan

antara pengertian dalam suatu subyek, atau dalam usahanya menyusun suatu hasil

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

21

penemuan dalam bentuk tertulis. Siswa yang lebih pandai mungkin akan

memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang lain, (b)

Model ini kurang berhasil untuk mengajar kelas besar. Misalnya sebagian besar

waktu dapat hilang karena membantu seorang siswa menemukan teori-teori, atau

menemukan bagaimana ejaan dari bentuk kata-kata tertentu. (c) Harapan yang

ditumpahkan pada strategi ini mungkin mengecewakan guru dan siswa yang

sudahy biasa dengan perencanaan dan pengajaran secara tradisional, (d) Mengajar

dengan penemuan mungkin akan dipandang sebagai terlalu mementingkan

memperoleh pengertian dan kurang memperhatikan diperolehnya sikap dan

ketrampilan. Sedangkan sikap dan ketrampilan diperlukan untuk memperoleh

pengertian atau sebagai perkembangan emosional sosial secara keseluruhan, (e)

dalam beberapa ilmu, fasilitas yang dibutuhkan untuk mencoba ide-ide, mungkin

tidak ada, (f) Strategi ini mungkin tidak akan memberi kesempatan untuk berpikir

kreatif, kalau pengertian-pengertian yang akan ditemukan telah diseleksi terlebih

dahulu oleh guru, demikian pula proses-proses di bawah pembinaannya. Tidak

semua pemecahan masalah menjamin penemuan yang penuh arti.

2.1.5.2 Prosedur Pembelajaran Muatan Matematika dengan Menggunakan

Model Discovery Learning

Prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan pembelajaran

Matematika dengan model discovery learning adalah sebagai berikut:

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

22

Tabel 2.2 Prosedur Pelaksanaan Pembelajaran Matematika dengan

Model Discovery Learning

Kegiatan Guru Tahapan Pelaksanaan

sesuai Sintak Model

Kegiatan Siswa

1. Guru dapat memulai

dengan mengajukan

pertanyaan, anjuran

membaca buku atau

kegiatan lainnya.

stimulasi/pemberian

rangsangan (stimulation).

1. Siswa mengamati

2. Guru memberi

kesempatan kepada siswa

untuk mengidentifikasi

masalah yang relevan

dengan bahan pelajaran

dan kemudian

merumuskan hipotesis.

2. identifikasi masalah

(problem statement).

2. Siswa mengidentifikasi

masalah dan saling

menyatakan masalah

lewat tanya jawab

3. Guru meminta siswa

untuk melakukan

eksperimen

3. Pengumpulan data

(data collection).

3. Para siswa melakukan

eksperimen dan guru

memberi kesempatan

kepada siswa untuk

mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya

untuk membuktikan

hipotesis.

4. Guru mengolah data

yang ditemukan para

siswa

4. pengolahan data (data

processing)

4. Siswa mengolah data

yang telah ditemukan

dengan bantuan guru

5. Guru meminta siswa

untuk memeriksa kembali

data yang didapat

5. pembuktian

(verification).

5. Siswa memeriksa

secara cermat untuk

membuktikan benar

tidaknya hipotesis yang

telah ditetapkan dan

dihubungkan dengan

hasil pengolahan data.

6. Guru dan siswa

bersama-sama menarik

kesimpulan.

6. menarik kesimpulan

(generalization).

6. Siswa menyimpulkan

hasil dari presentasi

Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat jika siswa akan lebih aktif jika

guru melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model discovery

learning.

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

23

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh

Bambang Supriyanto (2014) dengan judul Penerapan Discovery Learning untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VI B Mata Pelajaran Matematika Pokok

Bahasan Keliling dan Luas Lingkaran di SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan

Tanggul Kab. Jember. Hasil penelitiannya adalah hasil belajar siswa pada siklus 1

sebesar 60,60%, dapat dikatakan tuntas secara klasikal karena telah memenuhi

KKM SDN Tanggul Wetan 02 yaitu terdapat minimal 75% yang telah mencapai

nilai ≥ 60, dengan 20 siswa tuntas dan 13 siswa yang belum tuntas. Siklus 2

dilaksanakan untuk melihat peningkatan hasil belajar siswa dari siklus 1 ke siklus

2. Pada pembelajaran siklus 2 hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar

30,30% yaitu dari 60,60% menjadi 90,90%, dalam hal ini dari 33 siswa yang

mengikuti pembelajaran terdapat 30 siswa yang tuntas dan 3 siswa yang belum

tuntas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan Discovery

Learning pada pembelajaran matematika terbukti dapat meningkatkan aktivitas

hasil belajar siswa kelas VI B SDN Tanggul Wetan 02 Kecamatan Tanggul

Kabupaten Jember.

Tiarani Cita (2013) dengan judul Penerapan Metode Discovery untuk

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SD pada Mata Pelajaran Matematika Materi

Pokok Bangun Ruang, hasilnya adalah pada siklus pertama nilai rata-rata siswa

mencapai 66,15 atau 55,56% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada siklus kedua

mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 74,72 atau sebanyak

71,12% siswa yang mencapai nilai KKM. Pada siklus ketiga mengalami

peningkatan dengan nilai rata-rata mencapai 77,22 atau sebanyak 82,22% siswa

yang mencapai nilai KKM. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan

bahwa penggunaan metode discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

mata pelajaran Matematika dengan materi pokok bangun ruang.

Heidy Pratiwi (2015) dengan judul Peningkatan Aktivitas dan Hasil

Belajar Matematika melalui Model Discovery Learning dengan Media Tiga

Dimensi pada Siswa Kelas IV A SD Negeri 10 Metro Pusat, hasil penelitiannya

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

24

menunjukkan bahwa penggunaan model discovery learning dengan media tiga

dimensi pada pembelajaran matematika di kelas IVA SD Negeri 10 Metro Pusat

dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Persentase siswa aktif siklus

I sebesar 61,90% (aktif), siklus II sebesar 80,95% (sangat aktif) mengalami

peningkatan sebesar (19,05%). Rata-rata hasil belajar siswa, siklus I sebesar 69,52

(baik), siklus II sebesar 75,23 (amat baik), peningkatan dari siklus I ke siklus II

sebesar (5,71). Meningkatnya hasil belajar siswa juga dapat di ketahui dari

persentase siswa tuntas, siklus I sebesar 71,42% (tinggi), siklus II sebesar 85,71%

(sangat tinggi), peningkatan dari siklus I ke siklus II sebesar (14,29%).

Supaijan (2015) dengan judul Penggunaan Pendekatan Saintifik melalui

Metode Discovery Learning dengan Media Video untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Muatan Matematika Tema 4 Subtema 3 dan 4 pada Siswa Kelas II SD

dapat dinyatakan berhasil karena persentase dari pra siklus, siklus I dan siklus II

mengalami kenaikan yang signifitas dan besarnya persentase tingkat ketuntasan

berturut-turut dari pra siklus mencapai 52%, siklus I mencapai 76%, siklus II

mencapai 90,5%. Berikutnya penelitian yang dilakukan oleh Syu'ara Yusufa

Anggriawan (2013) dengan judul Penerapan Strategi Pembelajaran Discovery

pada Mata Pelajaran Matematika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas

V SDN Tanggung 02 Campurdarat dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa

hasil belajar siswa siklus 1 menunjukkan nilai rata-rata siswa sebesar 74,75

dengan nilai teringgi 90 dan nilai terendah 55 siswa yang belum mencapai KKM

sebanyak 5 siswa dan yang sudah mencapai KKM sebanyak 15 siswa dengan

presentase 75%, sedangkan pada siklus 2 hasil belajar siswa mengalami

peningkatan dibandingkan dengan siklus 1, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-

rata siswa sebesar 80,75 dengan nilai teringgi 100 dan nilai terendah 60 siswa

yang belum mencapai KKM sebanyak 3 siswa dan yang sudah mencapai KKM

sebanyak 17 siswa dengan presentase 85%.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery

learning dapat digunakan pada mata pelajaran yang berbeda dan pada jenjang

kelas yang berbeda pula. Penerapan model pembelajaaran discovery learning

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

25

dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar bagi

siswa.

2.3 Kerangka Pikir

Berdasarkan kajian pustaka di atas, dapat diambil pokok pemikiran bahwa

tingkat keaktifan dan hasil belajar muatan Matematika di SDN Pati Kidul 01

masih bisa ditingkatkan lagi, akan tetapi masih ada kendalanya. Kendalanya

adalah anak kurang aktif dalam mengikuti pembelajaran Matematika. Hal itu

disebabkan karena guru belum menggunakan model discovery learning. Jadi dapat

disimpulkan anak akan menjadi bosan dan jenuh jika hanya membaca buku atau

mendengar penjelasan dari guru.

Brunner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan

kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untk menemukan

suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang mereka

jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005:41). Pada akhirnya yang menjadi

tujuan dalam Discovery Learning menurut Bruner adalah hendaklah guru

memberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver,

scientist, historin, atau ahli matematika. Dan melalui kegiatan tersebut peserta

didik akan menguasainya, menerapkan, serta menemukan hal-hal yang bermanfaat

bagi dirinya.

Berikut adalah bagan kerangka pikir berdasarkan model discovery learning

melalui pendidikan saintifik.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

26

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir Model Discovery Learning

Kurangnya keaktifan pembelajaran dan hasil belajar

Model Discovery Learning melalui pendekatan Saintifik (KD 3.8

Menjelaskan segi banyak beraturan dan segi banyak tidak

beraturan.)

Stimulasi (menggunakan

gambar)

Identifikasi masalah

(mengidentifikasi bangun datar

yang ada pada gambar)

Pengumpulan data menuliskan

nama dan bangun bangun yang

ditemukan

Pengolahan data (dengan

mengelompokkan bangun datar)

Pembuktian (dengan

memberikan alasan

pengelompokan)

Meningkatnya daya serap siswa atas materi melalui model

discovery learning

Meningkatnya keaktifan pembelajaran dan hasil belajar melalui

model discovery learning

Menanya

tentang bangun

datar

Mengasosiasi dengan

mengelompokkan bangun

datar yang ditemukan

Mengamati gambar pawai

budaya

Mengumpulkan

Informasi dengan

menemukan bangun

datar

Mengasosiasi dengan

mendiskusikan hasil

jawaban dari kelompok

Menarik Kesimpulan Mengkomunikasikan

hasil diskusi

Tes

Aktivitas

Guru dan

Siswa

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - UKSW · 2017. 11. 14. · dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial

27

2.4 Hipotesis Tindakan

Menurut Toha Anggoro (2007: 1.27), hipotesis dapat diartikan sebagai

rumusan jawaban sementara atau dugaan sehingga untuk membuktikan benar

tidaknya dugaan tersebut perlu diuji terlebih dahulu.

Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis dapat merumuskan

hipotesis Penelitian Tindakan Kelas ini sebagai berikut:

a. Peningkatan keaktifan pembelajaran dapat dilakukan melalui model

discovery learning pada siswa kelas 4 B SDN Pati Kidul 01 Pati tahun

pelajaran 2016/2017 dilakukan dengan cara a) memberikan

rangsangan/stimulasi, b) mengidentifikasi masalah, c) mengumpulkan data,

d) mengolah data, e) membuktikan, dan f) menarik kesimpulan dengan

menggunakan pendekatan saintifik.

b. Peningkatan keaktifan pembelajaran melalui model discovery learning

dapat meningkatkan hasil belajar muatan Matematika pada tema Indahnya

Kebersamaan pada siswa kelas 4 B tahun pelajaran 2016/2017.