19
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajar Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Perubahan perilaku terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan. Perubahan ini tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga kecakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Menurut Hamalik (2001: 29) bahwa belajar bukan suatu tujuan, tetapi belajar merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan. Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku, sehingga menurut Djamarah (2002: 15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1) Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar. 2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional. 3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. 4) Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara. 5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah. 6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku. Prinsip-prinsip belajar untuk melengkapi berbagai pengertian dan makna belajar, perlu dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar. Menurut Slameto (2003: 27-28) seorang guru atau calon guru perlu mengetahui prinsip-prinsip belajar yaitu prinsip-prinsip belajar yang harus dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap siswa secara individual. Beberapa prinsip belajar yang perlu diketahui berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar antara lain:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori

2.1.1. Belajar

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan

mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Perubahan perilaku

terjadi karena didahului oleh proses pengalaman. Dari pengalaman yang satu ke

pengalaman yang lain akan menyebabkan proses perubahan. Perubahan ini tidak

hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan tetapi juga kecakapan,

ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri.

Menurut Hamalik (2001: 29) bahwa belajar bukan suatu tujuan, tetapi belajar

merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan.

Dengan demikian seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan

pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan pengalaman melalui

interaksi dengan lingkungan. Hakekat belajar adalah perubahan tingkah laku,

sehingga menurut Djamarah (2002: 15) belajar mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut:

1) Belajar adalah perubahan yang terjadi secara sadar.

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif.

4) Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara.

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Prinsip-prinsip belajar untuk melengkapi berbagai pengertian dan makna

belajar, perlu dikemukakan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan belajar.

Menurut Slameto (2003: 27-28) seorang guru atau calon guru perlu mengetahui

prinsip-prinsip belajar yaitu prinsip-prinsip belajar yang harus dilaksanakan dalam

situasi dan kondisi yang berbeda dan oleh setiap siswa secara individual.

Beberapa prinsip belajar yang perlu diketahui berdasarkan prasyarat yang

diperlukan untuk belajar antara lain:

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

9

a. Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,

meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan

instruksional.

b. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat

pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

c. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat

mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.

d. Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas dapat disimpulkan bahwa

proses belajar mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru

ke subjek belajar/siswa, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan subjek belajar

merekonstruksi pengetahuannya. Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan

subjek belajar dalam membentuk pengetahuan dan membuat makna, mencari

kejelasan. Karena itu guru mempunyai peran yang penting sebagai mediator dan

fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa dengan cara menggunakan

metode-metode mengajar yang tepat. 2.1.2. Hasil Belajar

Keberhasilan seseorang dalam proses belajar mengajar atau suatu program

pendidikan salah satu alat ukur yang paling banyak digunakan adalah tes belajar.

Jika ingin memberikan pengukuran dan penilaian terhadap hasil. Hasil belajar

yang dapat ditampilkan oleh siswa, dapat menggunakan asesmen. Menurut

pendapat Hamalik (2001: 34) hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada

orang tersebut dari tidak tahu menjadi tahu. Perubahan tingkah laku yang

termasuk hasil belajar meliputi pengetahuan, emosional, pengertian konsep,

keterampilan estis atau budi pekerti, dan sikap.

Menurut pendapat Nana Sudjana (2011: 12) menyatakan bahwa hasil belajar

sebagai objek penilaian pada hakikatnya menilai penguasaan siswa terhadap

tujuan-tujuan instruksional. Karena isi rumusan tujuan instruksional

menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan-

kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya.

Belajar terdiri dari input kemudian proses (belajar) dan menghasilkan output

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

10

(hasil belajar) dapat dijelaskan bahwa proses (belajar) yang biasa akan

menghasilkan output atau hasil belajar yang biasa pula, Jadi faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar juga akan mempengaruhi atau berdampak pada hasil

belajar.

Hasil belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang

mencakup bidang kognitif dan afektif yang dimiliki siswa setelah menerima

pengalaman belajarnya. Kemampuan kognitif adalah kawasan yang berkaitan

dengan aspek-aspek intelektual atau secara logis yang biasa diukur dengan pikiran

atau nalar. Kemampuan afektif adalah kawasan yang berkaitan dengan aspek-

aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan

sebagainya.

Berikut dijelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi belajar,

menurut Slameto (2010: 14) faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

digolongkan menjadi 2 yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor intern

adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar dan faktor ekstern

adalah faktor yang ada di luar individu. Dalam faktor intern terdapat faktor

jasmaniah yang meliputi kesehatan, cacat tubuh. Kemudian faktor psikologis yang

meliputi inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan dan

yang terakhir adalah faktor kelelahan. Selain faktor intern juga terdapat faktor

eksternal diantaranya adalah faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik,

relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,

pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan. Di samping itu, terdapat juga

faktor sekolah yang meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan

siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah,

standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah,

dan yang terakhir adalah faktor masyarakat yang meliputi kegiatan siswa dalam

masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang baik, dan faktor lainnya

adalah alat pelajaran, dapat dijelaskan bahwa alat pelajaran erat hubungannya

dengan cara belajar siswa karena alat pelajaran digunakan guru dalam

menyampaikan pelajaran dan juga digunakan siswa dalam menerima materi

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

11

pelajaran yang disampaikan guru selain itu juga mengingat karakteristik anak

sekolah dasar yang perlu adanya benda konkret dalam memahami sesuatu juga

karakteristik dari mata pelajaran matematika sendiri bahwa matematika tidak

hanya mengkaji hal-hal yang konkret tetapi juga hal yang abstrak.

Berdasarkan uraian tentang definisi hasil belajar, pada intinya hasil belajar

merupakan dampak yang telah diperoleh dari belajar atau berinteraksi dengan

lingkungan. Dampak tersebut dapat berupa perubahan tingkah laku yang pasti

kearah yang positif. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar adalah perubahan tingkah

laku yang terjadi pada individu yang berinteraksi dengan lingkungan (belajar) dan

tingkah laku yang dimaksud merupakan perubahan ke arah positif untuk lebih

memahami dengan didukung oleh faktor-faktor pendukung dalam peningkatan

hasil belajar.

2.1.3. Hasil Belajar Matematika Berdasarkan pengertian dari hasil belajar yang merupakan penilaian

perubahan tingkah laku untuk mengetahui pengetahuan siswa terhadap tujuan

pembelajaran. Hasil belajar matematika penjumlahan bilangan bulat adalah hasil

belajar yang dicapai oleh seorang siswa dalam proses pembelajaran matematika

tentang penjumlahan bilangan bulat positif dangan bilangan bulat negatif. Pada

umumnya hasil belajar matematika pada kondisi awal pembelajaran banyak yang

masih rendah, khususnya tentang penjumlahan bilangan bulat positif dengan

bilangan bulat negatif.

Menurut teorema penyusunan yang dikemukakan oleh Bruner dan Kenny

dalam Karso dkk (2004: 64) menyatakan bahwa anak yang mempelajari

penjumlahan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif, akan lebih

memahami konsep jika ia mencoba sendiri dengan garis bilangan untuk

memperhatikan konsep penjumlahan. Dengan pemahaman konsep yang

dimilikinya, siswa dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu mungkin guru

dapat memberikan contoh-contoh soal yang bervariasi dan memberikan latihan

pada anak didik untuk mengerjakan soal untuk meningkatkan hasil belajar.

Objek penilaian hasil belajar kognitif yang paling banyak dinilai oleh para

guru di sekolah karena ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

12

termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,

menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi. Menurut Sudjana

(2011: 23-29) dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses

berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi,

enam aspek tersebut antara lain:

1) Pengetahuan (Knowledge), mencakup ingatan akal hal-hal yang

dipelajari dan disimpan dalam ingatan. 2) Pemahaman (Comprehension), mengacu pada kemampuan memahami

makna materi. 3) Penerapan (Application), mengacu pada kemampuan menggunakan

atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru

dan menyangkut penggunaan atau dan prinsip. 4) Analisis (Analysis), mengacu pada kemampuan menguraikan materi

ke dalam hubungan diantara bagian yang satu dengan lainnya

sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. 5) Sintesis (Synthesis), mengacu pada kemampuan memadukan konsep

atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur

atau bentuk baru. 6) Evaluasi (Evaluation), mengacu pada kemampuan memberikan

pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Berdasarkan uraian di atas tentang hasil belajar matematika, dapat

disimpulkan bahwa dapat diartikan bahwa belajar merupakan suatu proses

perubahan secara sadar, bersifat continue baik dalam hal tingkah laku ataupun

pengetahuan yang mempunyai tujuan terarah sebagai hasil dari interaksi dengan

lingkungannya. Pembelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa

untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,

kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

2.1.4. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Dalam pelaksanaan pembelajaran hendaknya siswa diajak untuk aktif

dalam kegiatan belajar, oleh sebab itu guru dituntut untuk mampu menggunakan

variasi model pembelajaran agar kegiatan pembelajarannya tidak selalu berpusat

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

13

pada guru sehingga siswa juga aktif dalam belajar untuk mengurangi rasa bosan.

Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang pembelajaran matematika di

sekolah dasar salah satunya adalah Anitah (2008: 34) yang mengungkapkan

bahwa pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara

sengaja dikelola untuk memungkinkan siswa turut serta dalam kondisi-kondisi

khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi

Menurut Muhsetyo (2008: 27) pembelajaran matematika adalah proses

pemberian belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang

terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan

matematika yang dipelajari. Hal itu juga diperkuat oleh pendapat Anitah (2008:

36) yang menjelaskan karakteristik pembelajaran matematika, yaitu diantaranya

adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kajian yang konkret dan abstrak.

b. Pola pikirnya induktif dan deduktif.

c. Kebenarannya konsistensi dan korelasional.

d. Bertumpu pada kesepakatan.

e. Memiliki simbol kosong dari arti dan juga berarti.

Sejalan dengan pemikiran para ahli, pendapat Piaget dalam Lapono (2009),

Pemikiran anak– anak usia sekolah dasar disebut pemikiran operasional konkret

(Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang difokuskan pada

objek-objek peristiwa nyata atau konkret. Pembelajaran tidak hanya berpusat pada

gurunya akan tetapi juga interaksi atau kerja kelompok dengan teman. Dengan

kerja kelompok maka siswa akan belajar dengan temannya dan kerja kelompok

juga bisa mengenal lebih dekat lagi karakteristik teman sendiri.

Jadi, pembelajaran matematika yang diajarkan di SD merupakan

matematika sekolah yang terdiri dari bagian-bagian matematika yang dipilih guna

menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak.

Matematika sebagai studi tentang objek abstrak tentu saja sangat sulit untuk dapat

dipahami oleh siswa-siswa SD yang belum mampu berpikir formal, sebab

orientasinya masih terkait dengan benda-benda konkret.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

14

2.1.5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional sering disebut dengan pembelajaran

ekspositori. Metode konvensional merupakan suatu pembelajaran yang sering

digunakan oleh para guru dan pembelajaran ini memiliki kekhasan tertentu,

misalnya lebih mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan pada

ketrampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses dan pembelajaran

berpusat pada guru. Paradigma yang menjadi acuan dari pembelajaran

konvensional ini adalah paradigma mengajar. Menurut Sanjaya dalam Rusmono

(2012: 66) menyebutkan bahwa strategi pembelajaran ekspositori dengan nama

strategi pembelajaran langsung, karena dalam strategi ini materi pembelajaran

disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi

itu, karena materi pelajaran seakan-akan sudah jadi. Secara umum, ciri-ciri

pembelajaran konvensional adalah:

1) Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima

pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari

informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.

2) Pembelajaran ini lebih mengutamakan hasil daripada proses.

3) Kegiatan utamanya adalah menerangkan dan siswa

mendengarkan/mencatat yang disampaikan guru.

4) Dalam pembelajaran konvensional, metode yang sering digunakan

adalah metode ceramah dengan diiringi penjelasan serta pembagian

tugas dan latihan, atau, metode ekspositori yang kemudian memberikan

contoh soal dan penyelesaiannya serta memberi soal-soal latihan dan

siswa disuruh mengerjakannya.

5) Aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode konvensional

(ekspositori) dan aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat

kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar.

Pengajaran matematika dengan pendekatan pembelajaran konvensional

lebih menekankan pada hasil dibandingkan dengan proses. Menurut Rusmono

(2012: 67) dalam pembelajaran matematika, guru biasanya menggunakan media

pembelajaran untuk menjelaskan materi pelajaran secara naratif melalui ceramah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

15

dan selanjutnya mengadakan tanya jawab terhadap materi yang telah disampaikan.

Selain itu, dalam usaha menyelesaikan materi sesuai kurikulum, guru lebih

cenderung pada pemberian hafalan, drill, dan ceramah serta cara yang digunakan

oleh guru mayoritas adalah pengerjaan soal-soal yang terdapat dalam LKS. Dalam

hubungan ini, guru memegang kendali seluruh proses pembelajaran dan siswa

mengikuti apa yang telah dirancang guru. Menurut Dimyati (2009: 172) guru aktif

memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang tujuan bahan pengajaran.

Tujuan utama dari pembelajaran konvensional adalah memindahkan pengetahuan

keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa.

Menurut Muhammad Kholik (2011) dalam artikelnya dikatakan bahwa

pengajaran metode konvensional dipandang efektif atau mempunyai keunggulan,

terutama:

1) Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain.

2) Menyampaikan informasi dengan cepat.

3) Membangkitkan minat akan informasi.

4) Mengajari siswa yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan.

5) Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.

Sedangkan kelemahan pembelajaran ini adalah sebagai berikut:

1) Tidak semua siswa memiliki cara belajar terbaik dengan mendengarkan.

2) Sering terjadi kesulitan untuk menjaga agar siswa tetap tertarik dengan

apa yang dipelajari.

3) Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

4) Daya serapnya rendah dan cepat hilang karena bersifat menghafal.

Jadi pembelajaran konvensional, seorang guru dalam kegiatan belajar

mengajar memegang kendali jalannya pembelajaran, sementara siswa hanya

menerima dan mengikuti apa yang disajikan oleh guru. Langkah pembelajaran

dalam pembelajaran konvensional adalah 1) ceramah, 2) tanya jawab, 3)

pembelarian soal evaluasi.

2.1.6. Pembelajaran Kooperatif

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa, terdapat berbagai macam model

pembelajaran diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif. Model

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

16

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran di mana siswa belajar dalam

kelompok-kelompok heterogen untuk mencapai hasil belajar pengetahuan

akademik dan keterampilan sosial. Menurut Ina Karlina (2002) dalam artikelnya

yang berjudul pembelajaran kooperatif sebagai salah satu membangun strategi

belajar siswa menyebutkan karakteristik pembelajaran kooperatif diantaranya:

a. Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi

akademis.

b. Anggota-anggota dalam kelompok diatur terdiri dari siswa yang

berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.

c. Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif

berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.

d. Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada

individu.

Menurut Slavin (2008: 8), mengatakan bahwa dalam metode

pembelajaran kooperatif, para siswa akan duduk dalam kelompok yang

beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru.

Sedangkan menurut Trianto (2007: 42), pembelajaran kooperatif disusun dalam

sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-

sama siswa yang berbeda latar belakangnya.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, belajar dengan model

pembelajaran kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani

mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat orang lain, dan saling

memberikan pendapat. Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam

membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk

menumbuhkan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam

pembelajaraan kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga

memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang

berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

17

Menurut Isjoni (2010: 18), adanya kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran

kooperatif.

Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antara lain:

1) Saling ketergantungan positif.

2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan

gurunya.

6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi

yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada beberapa faktor diantaranya:

1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang

tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang. Dalam hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Dari pendapat beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif mempunyai setting kelompok-kelompok kecil dengan

memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa untuk

bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan

teman sebayanya, memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari

sesuatu dengan baik pada waktu yang bersamaan dan ia menjadi narasumber bagi

teman yang lain. Dalam hal ini pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama

diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

18

2.1.7. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement

Division)

Menurut Isjoni (2011: 74) pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

Team Achievement Division) merupakan salah satu dari model pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa

untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran

guna mencapai hasil yang maksimal. Langkah-langkah model pembelajaran

koopertaif tipe STAD (Student Team Achievement Division) terdiri dari lima

tahapan utama sebagai berikut:

a. Penyajian Materi

Guru menyajikan materi melalui metode ceramah, demonstrasi,

ekspositori, atau membahas buku pelajaran matematika. Dalam tahap ini guru

menyampaikan tujuan pembelajaran khusus dan memotivasi rasa ingin tahu siswa

tentang konsep yang akan dipelajari, agar siswa dapat menghubungkan apa yang

telah dimiliki dengan yang di sampaikan oleh guru. Dalam hal ini, siswa harus

benar-benar memperhatikan agar dapat mengerjakan soal-soal yang di berikan

oleh guru.

b. Kerja Kelompok

Dalam kegiatan kelompok ini para siswa bersama-sama mendiskusikan

lembar kerja yang diberikan dan diharapkan saling membantu sesama anggota

kelompok untuk memahami bahan pelajaran dan menyelesaikan permasalahan

yang diberikan. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang siswa.

c. Kuis

Kuis adalah tes yang dikerjakan secara mandiri dengan tujuan untuk

mengetahui keberhasilan siswa setelah belajar kelompok. Hasil tes digunakan

sebagai perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai perkembangan

dan keberhasilan kelompok. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan

saling membantu.

d. Nilai Perkembangan Individu

Perhitungan perkembangan skor individu dihitung berdasarkan skor awal,

dalam penelitian ini didasarkan pada nilai hasil belajara matematika siswa kelas

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

19

IV semester I. Berdasarkan skor awal setiap siswa memiliki kesempatan yang

sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya

berdasarkan skor tes individu yang diperoleh. Menurut Slavin dalam Isjoni (2011:

76) adapun pedoman perhitungan skor pemberian skor perkembangan individu

dengan pedoman pemberian skor pada tabel 2.1:

Tabel 2.1 Pedoman Pemberian Skor Perkembangan Individu

Skor Tes Skor Perkembangan

Individu

a. Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

b. 10 hingga 1 poin di bawah skor awal 10

c. Skor awal sampai 10 poin di atasnya 20

d. Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

e. Nilai sempurna ( tidak berdasarkan skor awal) 30

Perhitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk

memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan tingkat kemampuannya.

e. Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok adalah pemberian predikat kepada masing- masing

kelompok. Predikat ini diperoleh dengan melihat skor perkembangan kelompok.

Skor perkembangan kelompok diperoleh dengan mengumpulkan perkembangan

skor masing – masing kelompok sehingga diperoleh skor rata-rata kelompok

Menurut Ruhadi (2008) setiap penggunaan model pembelajaran, memiliki

kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan penggunaan pembelajaran

kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Ada beberapa

kelebihan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif STAD (Student Team

Achievement Division) yaitu:

a. Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi

atau kerjasama.

b. Siswa cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran.

c. Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain.

d. Kemampuan kerjasama siswa dapat terbangun.

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

20

e. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Division) yaitu:

a. Karena siswa tidak terbiasa dengan penggunaan pembelajaran tipe STAD

(Student Team Achievement Division) maka alokasi waktu tidak

mencukupi.

b. Guru dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas yang

berkaitan dengan kegiatan pembelajaran seperti koreksi pekerjaan siswa,

melakukan perubahan kelompok belajar.

c. Jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang maksimal mengamati

kegiatan belajar kelompok.

Untuk mengatasi kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division) adalah dalam pelaksanaan pembelajaran,

guru harus benar-benar memperhatikan waktu dengan baik agar pembelajaran

dapat terlaksana dengan baik tanpa mengganggu jam pelajaran selanjutnya.

Kerjasama antara siswa dan guru harus terjalin dengan baik agar pembelajaran

lebih menyenangkan dan terjalin suasana yang akrab. Untuk mempersiapkan

pengaturan kelas yang digunakan untuk belajar kelompok harus disiapkan dengan

rapi sebelum pelaksanaan pembelajaran agar siswa tetatp nyaman mengikuti

pembelajaran.

Dapat disimpulkan bahwa STAD (Student Team Achievement Division)

merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa

ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan

campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan

pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh

anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.

Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dikemukakan di atas, dapat disusun

langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Division) sebagai berikut:

a. Pendahuluan

1) Guru menyampaikan salam pembuka.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

21

2) Guru melakukan apersepsi.

3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

4) Guru memberikan motivasi.

b. Kegiatan Inti

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division).

1) Tahap pertama (penyajian materi)

a. Guru mempresentasikan materi pelajaran yang akan dipelajari.

2) Tahap kedua (kerja kelompok)

a. Guru akan membagi siswa dalam beberapa kelompok dan masing-

masing kelompok terdiri 4-5 siswa.

b. Dalam kerja kelompok, masing-masing kelompok akan mendapatkan

lembar diskusi untuk memecahkan suatu masalah

c. Setiap kelompok akan melakukan presentasi hasil diskusi.

3) Tahap ketiga (tes individu)

a. Siswa akan mengerjakan soal yang diberikan guru.

b. Setelah selesai mengerjakan tes individu, maka akan dilakukan

penilaian dari nilai tes oleh guru.

4) Tahap keempat (pemberikan skor perkembangan individu)

a. Guru akan memberikan skor perkembangan individu, berdasarkan nilai

awal siswa yang telah ditetapkan kemudian dilihat juga hasil tes

individu.

b. Guru akan memberikan skor perkembangan individu kepada setiap

siswa.

5) Tahap kelima (penghargaan kelompok)

a. Guru akan memberikan penghargaan kepada kelompok yang

mempunyai nilai tertinggi.

c. Penutup

1) Siswa dan guru, menyimpulkan materi yang telah dipelajari.

2) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang telah dipelajari.

3) Guru menutup pembelajaran.

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

22

Suatu pengajaran dapat dikatakan berhasil jika dengan pengajaran tersebut,

siswa menjadi lebih mudah memahami pelajaran, dan termotivasi dalam belajar

tanpa merasa jenuh. Efektifitas model pembelajaran merupakan suatu ukuran yang

berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran.

Menurut Pratana (2008, 161-162) menyebutkan bahwa efektif yang dimaksud

dalam keberhasilan dari suatu proses pembelajaran adalah adanya perubahan yang

meningkat prestasi belajar, motivasi belajar dan aktivitas belajar siswa.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division) efektif dalam meningkatkan prestasi belajar

siswa apabila rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan

dengan rata-rata hasil belajar kelas kontrol dan dapat meningkatkan keaktifan

siswa dalam proses pembelajaran. 2.2. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Pada dasarnya suatu penelitian yang akan dibuat dapat memperhatikan

penelitian lain yang dapat dijadikan rujukan dalam mengadakan penelitian.

Adapun penelitian terdahulu yang hampir sama diantaranya: penelitian yang

dilaksanakan oleh Heri Pamuji (2009) dengan skripsinya yang berjudul

“Keefektifan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team

Achievement Division) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Siswa Kelas VII SMP N 2 Adimulyo Kebumen Pada Sub Pokok Bahasan Persegi

Panjang Dan Persegi menyatakan bahwa Berdasarkan hasil uji normalitas dan

homogenitas data hasil tes dari kedua kelompok tersebut diperoleh bahwa kedua

sampel normal dan homogen, sehingga untuk pengujian hipotesis dapat digunakan

uji t. Dari hasil perhitungan pada lampiran diperoleh t hitung = 1,92 sedangkan nilai

ttabel = 1,67. Karena thitung > ttabel maka H0 ditolak dan hipotesis diterima. Jadi rata-

rata hasil evaluasi pembelajaran pada kelas eksperimen lebih baik dari pada kelas

kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih

baik dari pada kelas kontrol. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran kooperatif

tipe STAD lebih efektif dari pada pembelajaran ekspositori terhadap kemampuan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

23

pemecahan masalah matematika siswa kelas VII SMP N 2 Adimulyo Kebumen

pada sub pokok bahasan persegi panjang dan persegi.

Penelitian yang dilaksanakan oleh Rahayuningsih (2011) dengan skripsinya

yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

STAD terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika Kelas V SD

Negeri 1 Wadaslintang Kecamatan Wadaslintang Kabupaten Wonosobo Semester

2 Tahun Ajaran 2010/2011” menyatakan bahwa adanya perbedaan yang signifikan

hasil belajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan hasil

belajar tanpa model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelompok kontrol

dengan hasil penelitian yang menunjukkan hasil uji beda post-test kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol, nilai mean untuk kelas eksperimen sebesar

79,45 dan nilai mean untuk kelas kontrol sebesar 64,96, sehingga dapat

disimpulkan bahwa nilai rata-rata post-test kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol lebih tinggi kelompok eksperimen. Kemudian tabel nilai sig (2-tailed)

0,000 berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sehingga terdapat pengaruh penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD terhadap hasil belajar. Penelitian yang dilaksanakan oleh Heri Pamuji dan Rahayuningsih tersebut,

dapat memberikan gambaran peneliti untuk melaksanakan penelitian yang

berhubungan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division) dalam pembelajaran matematika. Dan

dengan penelitian tersebut terbukti menguatkan teori bahwa dalam kegiatan

belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division).

2.3. Kerangka Pikir

Masalah yang ada pada pembelajaran matematika adalah karena matematika

dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit. Dalam hal ini, dapat juga disebabkan

guru masih kurang dalam mengembangkan model pembelajaran, dan dalam

proses pembelajaran cenderung guru yang lebih aktif dan siswa hanya

mendengarkan dan mencatat penjelasan guru atau karena minat belajar siswa yang

masih kurang. Pembelajaran konvensional yang dilakukan secara terus menerus

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

24

akan membuat siswa kurang tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang

dipelajari, sehingga hasil belajar yang dicapai menjadi rendah.

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dikemukakan pada waktu observasi

proses pembelajaran matematika kelas IV SD Negeri Salatiga 06, peneliti akan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team

Achievement Division) pada mata pelajaran matematika kelas IV. Model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division)

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana

dengan menggunakan tipe belajar kelompok kecil yang menekankan pada

aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling

membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil belajar yang

maksimal. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan siswa menjadi

lebih tertarik dan fokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil

belajar siswa akan meningkat.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement

Division) merupakan struktur sederhana dari pembelajaran kooperatif yang terdiri

atas 5 tahap yaitu 1) penyajian materi yang disampaikan oleh guru, 2) adanya

kerja kelompok antar siswa, 3) melakukan tes individu, 4) perhitungan skor

perkembangan individu, 5) pemberian penghargaan kepada kelompok yang

mempunyai nilai tertinggi.

Prinsip dari model ini adalah membagi siswa menjadi beberapa kelompok

kecil, dan setiap siswa dalam kelompok mempunyai kesempatan yang sama untuk

memberikan skor maksimal bagi kelompoknya. Perhitungan perkembangan skor

individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi belajar yang

terbaik. Perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan

masing-masing skor perkembangan individu anggota kelompoknya dan hasilnya

dibagi dengan jumlah anggota kelompoknya. Pemberian pengahargaan diberikan

berdasarkan perolehan rata-rata dari skor perkembangan individu dijumlahkan

dengan nilai kelompok. Selain itu pembagian kelompok juga dimaksudkan agar

setiap siswa dapat bertukar pikiran dalam menyelesaikan semua permasalahan

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

25

yang ditugaskan oleh guru secara bersama-sama sehingga diharapkan setiap siswa

akan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Dengan melihat hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

(Student Team Achievement Division) merupakan salah satu cara penulis untuk

mengetahui seberapa besar keefektifan model pembelajaran koopertaif tipe STAD

(Student Team Avhievement Division) terhadap hasil belajar siswa. Jika siswa

belajar dengan diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran koopertaif

tipe STAD (Student Team Avhievement Division) memperoleh hasil belajar

matematika di atas rata-rata KKM (Kriteria Ketuntasan Mengajar) matematika SD

kelas IV dan nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen lebih tinggi dengan nilai

rata-rata hasil belajar kelas kontrol setelah diberikan perlakuan, maka

pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Avhievement Division)

bermanfaat dalam pembelajaran. Adapun gambar dari kerangka pikir dapat dilihat

pada gambar 2.1 berikut ini:

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Kegiatan Belajar

Mengajar Kelas IV

Pembelajaran Koopertif tipe

STAD

Pembelajaran konvensional

1. Penyajian materi

2. Kerja Kelompok

3. Tes Individu

4. Pemberian Skor Individu

5. Penghargaan Kelompok

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

3. Evaluasi

Hasil Belajar Pembelajaran

Kooperatif Tipe STAD

Hasil Belajar Pembelajaran Konvensional

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1023/3/T1_292008522_BAB II.pdf · Mengajar adalah bentuk partisipasi dengan subjek belajar

26

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk

kalimat pertanyaan. Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan

hipotesisnya sebagai berikut :

a. Hipotesis Nol

1) Ho : X1=X2 yaitu rata – rata hasil belajar matematika kelas eksperimen

(siswa kelas IVB SD Negeri Salatiga 06) sama dengan rata – rata hasil

belajar matematika kelas kontrol (siswa kelas IVA SD Negeri Salatiga

06). Artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team

Achievement Division) tidak efektif digunakan dalam peningkatan hasil

belajar matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.

b. Hipotesis Alternatif

1) Ha : X1> X2 yaitu rata – rata hasil belajar matematika kelas eksperimen

(siswa kelas IVB SD Negeri Salatiga 06) lebih tinggi dibandingkan rata –

rata hasil belajar matematika kelas kontrol (siswa kelas IVA SD Negeri

Salatiga 06). Artinya model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student

team Achievement Division) efektif digunakan dalam peningkatan hasil

belajar matematika pada siswa kelas IV Sekolah Dasar.