Upload
ngokhanh
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Belajar
Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), belajar adalah suatu
proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan
berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti
hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga
penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial,
bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan demikian,
seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat
adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.
Berdasarkan pengertian secara psikologis, Slameto dalam Hamdani
(2010: 20) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan,
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi ketika proses
belajar berlangsung mempunyai sebuah aspek arahan yang dapat menimbulkan
suatu perubahan dalam arah cita-cita kehidupan, dan memperkuat arah cita-cita
belajar tersebut. Surjadi (1989:3) mengemukakan apabila pengalaman belajar
terus membimbing dalam arah sama yang ditempuh selama ini, maka
pengalaman-pengalaman belajar itu memberikan pengalaman-pengalaman baru
dan membantu melihat cara yang ditempuh lebih jelas.
Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah
suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.
Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai
bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah
lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya,
daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.
6
Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan proses pemahaman
materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan
penerima sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang
berakibat pada perubahan tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Perubahan yang terjadi sebagai pengaruh langsung pada interaksi belajar antara
siswa, guru, dan bahan ajar. Siswa sebagai peserta belajar, sedangkan guru dan
bahan ajar merupakan komponen sumber belajar dan didalam proses belajar
terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar.
Beberapa pendapat tentang definisi belajar adalah sebagai berikut :
a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani (2010: 21), belajar adalah suatu
proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.
b. Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang
dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990: 84), belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang
disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.
c. Menurut Kimble & Garmezy dalam Muhammad (1987: 10), sifat perubahan
perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar
dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara
permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan,
meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar
mengalami atau melakukannya secara langsung.
7
Ada beberapa ciri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam
Hamdani (2010: 22) adalah sebagai berikut :
a. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini
digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan
belajar
b. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan
kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual
c. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan.
Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada
lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu
memilki berbagai potensi untuk belajar
d. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang
belajar. Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan
dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu
dengan yang lainnya.
Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan
kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin
dicapai. Untuk meningkatkan hasil belajar, guru harus memperhatikan kondisi
internal dan eksternal siswa. Kondisi internal adalah kondisi atau situasi yang
ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan, dan
sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi
siswa, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasarana belajar yang
memadai, dan sebagainya.
2.1.2 Hasil Belajar
Menurut Gagne dalam Purwanto (2008: 42), hasil belajar adalah
terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada
di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk
mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan
di antara kategori-kategori. Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai
ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang
diajarkan.
8
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam
Suprijono (2009: 5), hasil belajar berupa :
a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkap pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan, maupun tertulis.
b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan
konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari
kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-
konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan
intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif
bersifat khas.
c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud
otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan
kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Menurut Bloom dalam Sudjana (2010: 22), hasil belajar mencakup
3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif
berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu
pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Ranah
afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah
psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan
bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan reflek, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga
ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan
dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Sedangkan
Lindgren mengemukakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap.
9
Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar bergantung bukan
hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal
siswa. Belajar melibatkan pembentukkan makna dari apa yang mereka lakukan,
lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus
berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka
sendiri.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar seseorang. Menurut Slameto
(2003: 56) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
belajar ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:
1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat
tubuh.
2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat,
motif, kematangan, kesiapan.
3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani.
b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.
Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat
dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:
1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat
pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan
gedung, metode belajar, tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,
10
teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Sudjana (1989: 39) hasil belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan
faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang
datang dari dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor
kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang
dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor
lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis. Selain faktor dari
dalam diri siswa faktor yang berada dari luar diri siswa dapat menentukan dan
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang
paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas
pengajaran artinya tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.
2.1.4 Pembelajaran IPA
Menurut aliran behavioristik, Darsono dalam Hamdani (2010:24)
mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah
laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulasi. Aliran
kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami
sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan
pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih
bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
Darsono dalam Hamdani (2010: 47) berpendapat bahwa ciri-ciri
pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara
sistematis
b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan memotivasi siswa
dalam belajar
c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik
perhatian dan menantang siswa
11
d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik
e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siswa
f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik,
secara fisik maupun psikologi
g. Pembelajaran menekankan keaktifan siswa
h. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja
Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membuat siswa agar
memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku
siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi
pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai
pengendali sikap dan perilaku siswa.
Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah
pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan
gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.
Sedangkan Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA
adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam
penggunanaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi
oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis
kompetensi dalam Depdiknas yang dikutip Trianto (2010: 138) adalah sebagai
berikut:
a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah
c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan
teknologi
d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang lebih tinggi
Hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gelaja-
gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang
dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah
12
yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori
yang berlaku secara universal.
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara
umum sebagaimana termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa: diharapkan
dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari
prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan
secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan
memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta
keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran IPA diharapkan pula
memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:
143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan
dapat memberikan antara lain sebagai berikut:
a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
kayakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta
yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara
sains dan teknologi
c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi
d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,
benar, dan dapat bekerja sama
e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam
f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi
Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA
lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat
13
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap
kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan
berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai
aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI
menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui
penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep
yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk
yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum
pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru
menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan
dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara
sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk
menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan
permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Pembelajaran kooperatif ini
merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham
konstruktivis. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar
dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap
anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk
memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum
selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
14
2.1.6 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif
menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut :
a. Saling ketergantungan positif
Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar
siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan
inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih
hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai
melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling
ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan
bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling
ketergantungan hadiah.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu
memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga
sumber belajar lebih bervariasi.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.
Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan
siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara
individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok
agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok
mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan dan siapa anggota
kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas
rata-rata hasil belajar semua anggotannya, dan karena itu tiap anggota
kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian
kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas
individual.
15
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain
yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal
relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa
yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh
teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match ( Mencari
Pasangan )
Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran
yang dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana
yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa
berkompetisi untuk lebih cepat menemukan pasangannya dari kartu atau
jawaban yang dibawa masing-masing siswa. Peserta didik yang mendapat kartu
soal mencari peserta didik yang mendapat kartu jawaban yang cocok, demikian
pula sebaliknya.
Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan, guru
menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang
berisi jawaban dari persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu
tersebut kepada siswa. Bagi siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus
memikirkan apa jawabannya sedangkan yang mendapat kartu berisi jawaban
maka dia harus memikirkan soal apa yang jawabannya ada di kartu itu. Setelah
siswa diberi waktu untuk berfikir, siswa mencari pasangannya dengan waktu
yang ditentukan guru. Siswa yang berhasil mencocokan dengan cepat dan
benar akan mendapatkan poin/nilai, kartu dikumpulkan lagi dan dikocok untuk
babak berikutnya. Pembelajaran berikutnya seperti babak pertama, kemudian
penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.
Model Make A Match atau mencari pasangan ini merupakan salah satu
alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai
dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan
16
jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan
kartunya diberi poin. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenanngkan.
2.1.8 Langkah-langkah Penerapan Model Make A Match
Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran
tahun 1994 dalam Asikin (2009: 24) yang mempunyai langkah-langkah dalam
pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan (Make
A Match) dalam Mulyatiningsih (2011: 233)adalah sebagai berikut :
a. Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu
c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang
d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (soal jawaban)
e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan
diberi poin
f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya
g. Demikian seterusnya
h. Kesimpulan / penutup
2.1.9 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A
Match
Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk
membangkitkan aktivitas pesesrta didik dan cocok digunakan dalam bentuk
permainan karena didalam pembelajaran peserta didik ikut aktif dalam proses
pembelajaran mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih
senang dan tertarik untuk belajar. Akan tetapi seperti biasa tidak ada gading
yang tak retak, tidak ada model yang sempurna. Keunggulan dari model Make
A Match ialah :
a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran
b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis
17
Kelemahan dari model ini ialah jika kelas gemuk (lebih dari 30
orang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika kurang bijaksana, maka yang muncul
adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu
saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.
Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam
membuat RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik
yang akan dibahas.
Solusi dari kelemahan model Make A Match adalah :
a. Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa
supaya siswa tertib dan tidak ramai
b. Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi (misal siswa masih
ramai guru memotivasi/ mengatur siswa menjadi tertib kembali, setelah
tertib pelajaran dimulai lagi)
c. Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi
topik yang akan dibahas terlebih dahulu sebelum pertemuan
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul,”Penerapan Model Pembelajaran Make
A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas V Di SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,”
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Make A Match mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil
belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata 78, dan siklus II rata-rata 88.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso yang berjudul, “Upaya
Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Teknik Make A Match Pada Siswa
Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011,”
hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar PKn meningkat yang pada awal
sebelum menggunakan teknik Make A Match nilai rata-rata hanya 54,5. Pada
siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 atau sebesar 41% dari kondisi awal, dan
siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86 atau naik 3 % dari siklus I.
18
Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran
dengan menggunakan tipe Make A Match akan dapat meningkatkan hasil
belajar IPA. Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan
kelas ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA) sering dianggap sebagai mata
pelajaran yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil
belajar IPA yang kurang memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA
peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.
Pada kondisi awal guru kelas V masih menggunakan model ekspositori, di
mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam
pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa jenuh, bosan dan keaktifan siswa
rendah.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan salah
satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam
mengajar siswa dengan variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru
membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada semua siswa kemudian siswa
mencari pasangannya sesuai kartu yang didapat. Cara ini menjamin
keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan
tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya
keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil
belajar IPA.
2.4 Hipotesis Tindakan
Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan
hipotesis tindakan sebagai berikut : diduga pemberian model pembelajaran
kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA khususnya
tentang sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus.