14
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan. Berdasarkan pengertian secara psikologis, Slameto dalam Hamdani (2010: 20) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi ketika proses belajar berlangsung mempunyai sebuah aspek arahan yang dapat menimbulkan suatu perubahan dalam arah cita-cita kehidupan, dan memperkuat arah cita-cita belajar tersebut. Surjadi (1989:3) mengemukakan apabila pengalaman belajar terus membimbing dalam arah sama yang ditempuh selama ini, maka pengalaman-pengalaman belajar itu memberikan pengalaman-pengalaman baru dan membantu melihat cara yang ditempuh lebih jelas. Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar

Menurut Slameto dalam Hamdani (2010: 20), belajar adalah suatu

proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah

laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan

berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti

hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga

penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial,

bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan demikian,

seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat

adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

Berdasarkan pengertian secara psikologis, Slameto dalam Hamdani

(2010: 20) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan,

yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan yang terjadi ketika proses

belajar berlangsung mempunyai sebuah aspek arahan yang dapat menimbulkan

suatu perubahan dalam arah cita-cita kehidupan, dan memperkuat arah cita-cita

belajar tersebut. Surjadi (1989:3) mengemukakan apabila pengalaman belajar

terus membimbing dalam arah sama yang ditempuh selama ini, maka

pengalaman-pengalaman belajar itu memberikan pengalaman-pengalaman baru

dan membantu melihat cara yang ditempuh lebih jelas.

Belajar bukan menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.

Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai

bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah

lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya,

daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada pada individu.

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

6

Selain itu belajar merupakan cara atau praktik untuk memecahkan

masalah dalam kehidupan sehari-hari berkenaan dengan proses pemahaman

materi ajar yang melibatkan keseluruhan indra sebagai alat penangkap dan

penerima sekaligus pemproses hingga menimbulkan kesan mendalam yang

berakibat pada perubahan tingkat kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Perubahan yang terjadi sebagai pengaruh langsung pada interaksi belajar antara

siswa, guru, dan bahan ajar. Siswa sebagai peserta belajar, sedangkan guru dan

bahan ajar merupakan komponen sumber belajar dan didalam proses belajar

terdapat berbagai kondisi yang dapat menentukan keberhasilan belajar.

Beberapa pendapat tentang definisi belajar adalah sebagai berikut :

a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani (2010: 21), belajar adalah suatu

proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

b. Menurut Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of Learning yang

dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990: 84), belajar berhubungan dengan

perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang

disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam suatu situasi.

c. Menurut Kimble & Garmezy dalam Muhammad (1987: 10), sifat perubahan

perilaku dalam belajar relatif permanen. Dengan demikian hasil belajar

dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara

permanen, dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang belajar, dapat disimpulkan

bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan

serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan,

meniru, dan sebagainya. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar

mengalami atau melakukannya secara langsung.

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

7

Ada beberapa ciri-ciri belajar seperti dikutip oleh Darsono dalam

Hamdani (2010: 22) adalah sebagai berikut :

a. Belajar dilakukan dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan ini

digunakan sebagai arah kegiatan, sekaligus tolok ukur keberhasilan

belajar

b. Belajar merupakan pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan

kepada orang lain. Jadi, belajar bersifat individual

c. Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan lingkungan.

Hal ini berarti individu harus aktif apabila dihadapkan pada

lingkungan tertentu. Keaktifan ini dapat terwujud karena individu

memilki berbagai potensi untuk belajar

d. Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang

belajar. Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan

dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang terpisahkan satu

dengan yang lainnya.

Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

kemampuan yang diharapkan sesuai dengan tujuan instruksional yang ingin

dicapai. Untuk meningkatkan hasil belajar, guru harus memperhatikan kondisi

internal dan eksternal siswa. Kondisi internal adalah kondisi atau situasi yang

ada dalam diri siswa, seperti kesehatan, keterampilan, kemampuan, dan

sebagainya. Kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar diri pribadi

siswa, misalnya ruang belajar yang bersih, sarana dan prasarana belajar yang

memadai, dan sebagainya.

2.1.2 Hasil Belajar

Menurut Gagne dalam Purwanto (2008: 42), hasil belajar adalah

terbentuknya konsep, yaitu kategori yang kita berikan pada stimulus yang ada

di lingkungan, yang menyediakan skema yang terorganisasi untuk

mengasimilasi stimulus-stimulus baru dan menentukan hubungan di dalam dan

di antara kategori-kategori. Selain itu hasil belajar seringkali digunakan sebagai

ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang

diajarkan.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

8

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-

pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam

Suprijono (2009: 5), hasil belajar berupa :

a. Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkap pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan, maupun tertulis.

b. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari

kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-

konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan

intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif

bersifat khas.

c. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud

otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan

kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Bloom dalam Sudjana (2010: 22), hasil belajar mencakup

3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah kognitif

berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu

pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Ranah

afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan,

jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah

psikomotorik berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan

bertindak yang terdiri dari enam aspek, yaitu gerakan reflek, keterampilan

gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan

keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif. Dari ketiga

ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai karena berkaitan

dengan kemampuan para siswa dalam menguasai materi pelajaran. Sedangkan

Lindgren mengemukakan bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan,

informasi, pengertian, dan sikap.

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

9

Berdasarkan pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya

salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Hasil belajar bergantung bukan

hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal

siswa. Belajar melibatkan pembentukkan makna dari apa yang mereka lakukan,

lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus

berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas belajar mereka

sendiri.

2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Banyak faktor yang mempengaruhi belajar seseorang. Menurut Slameto

(2003: 56) lebih rinci menggolongkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

belajar ke dalam dua jenis, yaitu:

a. Faktor Intern yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.

Faktor intern, terbagi ke dalam tiga faktor:

1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: faktor kesehatan dan faktor cacat

tubuh.

2) Faktor Psikologis, meliputi: intelligensi, perhatian, minat, bakat,

motif, kematangan, kesiapan.

3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan

rohani.

b. Faktor Ekstern yaitu faktor yang ada diluar individu.

Faktor ekstern yang berpengaruh terhadap prestasi belajar dapat

dikelompokkan menjadi 3 faktor yaitu:

1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antaranggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang

tua, latar belakang kebudayaan.

2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru

dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat

pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan

gedung, metode belajar, tugas rumah.

3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

10

teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.

Sedangkan menurut Sudjana (1989: 39) hasil belajar yang dicapai siswa

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa itu dan

faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang

datang dari dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor

kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang

dicapai. Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor

lain seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,

ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan faktor psikis. Selain faktor dari

dalam diri siswa faktor yang berada dari luar diri siswa dapat menentukan dan

mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang

paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas

pengajaran artinya tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar

mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran.

2.1.4 Pembelajaran IPA

Menurut aliran behavioristik, Darsono dalam Hamdani (2010:24)

mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah

laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulasi. Aliran

kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan

kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami

sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan

pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih

bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan

kemampuannya.

Darsono dalam Hamdani (2010: 47) berpendapat bahwa ciri-ciri

pembelajaran adalah sebagai berikut :

a. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara

sistematis

b. Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan memotivasi siswa

dalam belajar

c. Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik

perhatian dan menantang siswa

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

11

d. Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan

menarik

e. Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan

menyenangkan bagi siswa

f. Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik,

secara fisik maupun psikologi

g. Pembelajaran menekankan keaktifan siswa

h. Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja

Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membuat siswa agar

memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku

siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi

pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai

pengendali sikap dan perilaku siswa.

Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010: 136), IPA adalah

pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan

gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.

Sedangkan Wahyana dalam Trianto (2010: 136) mengatakan bahwa IPA

adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam

penggunanaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi

oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis

kompetensi dalam Depdiknas yang dikutip Trianto (2010: 138) adalah sebagai

berikut:

a. Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

b. Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah

c. Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan

teknologi

d. Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan

pendidikan ke jenjang lebih tinggi

Hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gelaja-

gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang

dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

12

yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori

yang berlaku secara universal.

Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara

umum sebagaimana termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa: diharapkan

dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari

pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari

prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan

secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan

memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta

keteraturannya. Di samping hal itu, pembelajaran IPA diharapkan pula

memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),

pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.

Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:

143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan

dapat memberikan antara lain sebagai berikut:

a. Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan

kayakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa

b. Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta

yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara

sains dan teknologi

c. Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan

masalah dan melakukan observasi

d. Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,

benar, dan dapat bekerja sama

e. Kebiasaan mengembangkan kemampuan berfikir analisis induktif dan

deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam

f. Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan

keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi

Dengan demikian, semakin jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA

lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

13

menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap

ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap

kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.

Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan

berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai

aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI

menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui

penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.

2.1.5 Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suprijono (2009: 54), pembelajaran kooperatif adalah konsep

yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk

yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum

pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru

menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan

dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik dalam

menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Selain itu pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara

sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh untuk

menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan

permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Pembelajaran kooperatif ini

merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham

konstruktivis. Dalam pembelajaran kooperatif diterapkan strategi belajar

dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat

kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap

anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran ini, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan

pelajaran.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

14

2.1.6 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat

elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen pembelajaran kooperatif

menurut Lie dalam Mulyono (2011: 31) adalah sebagai berikut :

a. Saling ketergantungan positif

Pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar

siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan

inilah yang dimaksud dengan saling memberikan motivasi untuk meraih

hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan tersebut dapat dicapai

melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling

ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan

bahan atau sumber, (4) saling ketergantungan peran, dan (5) saling

ketergantungan hadiah.

b. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling

bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya

dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu

memungkinkan para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga

sumber belajar lebih bervariasi.

c. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.

Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan

siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penilaian secara

individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok

agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok

mengetahui siapa anggota yang memerlukan bantuan dan siapa anggota

kelompok yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas

rata-rata hasil belajar semua anggotannya, dan karena itu tiap anggota

kelompok harus memberikan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian

kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas

individual.

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

15

d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,

mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan

pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain

yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi (interpersonal

relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa

yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh

teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.

2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif Make A Match ( Mencari

Pasangan )

Bentuk diskusi dengan mencari pasangan adalah bentuk pembelajaran

yang dilaksanakan di dalam kelas sambil bermain dengan teman, pada suasana

yang menyenangkan tetapi mengena dan sampai pada sasaran, karena siswa

berkompetisi untuk lebih cepat menemukan pasangannya dari kartu atau

jawaban yang dibawa masing-masing siswa. Peserta didik yang mendapat kartu

soal mencari peserta didik yang mendapat kartu jawaban yang cocok, demikian

pula sebaliknya.

Model pembelajaran Make A Match atau mencari pasangan, guru

menyiapkan kartu yang berisi persoalan atau permasalahan dan kartu yang

berisi jawaban dari persoalan tersebut. Kemudian guru membagikan kartu

tersebut kepada siswa. Bagi siswa yang mendapatkan kartu soal maka dia harus

memikirkan apa jawabannya sedangkan yang mendapat kartu berisi jawaban

maka dia harus memikirkan soal apa yang jawabannya ada di kartu itu. Setelah

siswa diberi waktu untuk berfikir, siswa mencari pasangannya dengan waktu

yang ditentukan guru. Siswa yang berhasil mencocokan dengan cepat dan

benar akan mendapatkan poin/nilai, kartu dikumpulkan lagi dan dikocok untuk

babak berikutnya. Pembelajaran berikutnya seperti babak pertama, kemudian

penyimpulan, evaluasi, dan refleksi.

Model Make A Match atau mencari pasangan ini merupakan salah satu

alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model ini dimulai

dari teknik yaitu siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

16

jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan

kartunya diberi poin. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari

pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenanngkan.

2.1.8 Langkah-langkah Penerapan Model Make A Match

Model pembelajaran mencari pasangan ini dikembangkan oleh Curran

tahun 1994 dalam Asikin (2009: 24) yang mempunyai langkah-langkah dalam

pembelajarannya. Langkah-langkah penerapan model mencari pasangan (Make

A Match) dalam Mulyatiningsih (2011: 233)adalah sebagai berikut :

a. Guru menyiapkan kartu soal dan kartu jawaban

b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu

c. Tiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang

d. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya (soal jawaban)

e. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu akan

diberi poin

f. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya

g. Demikian seterusnya

h. Kesimpulan / penutup

2.1.9 Keunggulan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe Make A

Match

Model Make A Match atau mencari pasangan dapat digunakan untuk

membangkitkan aktivitas pesesrta didik dan cocok digunakan dalam bentuk

permainan karena didalam pembelajaran peserta didik ikut aktif dalam proses

pembelajaran mengenai materi yang diajarkan. Selain itu, siswa menjadi lebih

senang dan tertarik untuk belajar. Akan tetapi seperti biasa tidak ada gading

yang tak retak, tidak ada model yang sempurna. Keunggulan dari model Make

A Match ialah :

a. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran

b. Kerjasama antar sesama siswa terwujud dengan dinamis

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

17

Kelemahan dari model ini ialah jika kelas gemuk (lebih dari 30

orang/kelas) berhati-hatilah. Karena jika kurang bijaksana, maka yang muncul

adalah suasana seperti pasar dengan keramaian yang tidak terkendali. Tentu

saja kondisi ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas di kiri kanannya.

Sedangkan sisi kelemahan yang lain ialah memerlukan waktu lama dalam

membuat RPP karena peneliti harus membuat kartu-kartu yang berisi topik

yang akan dibahas.

Solusi dari kelemahan model Make A Match adalah :

a. Sebelum melakukan model ini guru membuat kesepakatan dengan siswa

supaya siswa tertib dan tidak ramai

b. Guru menguasai kelas dan pandai mengatur situasi (misal siswa masih

ramai guru memotivasi/ mengatur siswa menjadi tertib kembali, setelah

tertib pelajaran dimulai lagi)

c. Peneliti meluangkan waktu untuk mempersiapkan kartu-kartu yang berisi

topik yang akan dibahas terlebih dahulu sebelum pertemuan

2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh Sri Rejeki yang berjudul,”Penerapan Model Pembelajaran Make

A Match Pada Mata Pelajaran IPA Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Kelas V Di SDN 2 Sengonwetan Semester II Tahun Ajaran 2009/2010,”

menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Make A Match mampu

meningkatkan hasil belajar siswa. Pada ulangan harian awal rata-rata hasil

belajar siswa mencapai 66, siklus I rata-rata 78, dan siklus II rata-rata 88.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Edi Sukirso yang berjudul, “Upaya

Meningkatkan Prestasi Belajar PKn Melalui Teknik Make A Match Pada Siswa

Kelas IV SD Negeri 1 Kradenan Semester 2 Tahun Pelajaran 2010/2011,”

hasilnya menunjukkan bahwa prestasi belajar PKn meningkat yang pada awal

sebelum menggunakan teknik Make A Match nilai rata-rata hanya 54,5. Pada

siklus I nilai rata-rata naik menjadi 77 atau sebesar 41% dari kondisi awal, dan

siklus II nilai rata-rata menjadi 83,86 atau naik 3 % dari siklus I.

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajarrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/832/12/T1_292008072_BAB II.pdf · daya penerimanya dan lain-lain aspek yang ada

18

Beberapa hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran

dengan menggunakan tipe Make A Match akan dapat meningkatkan hasil

belajar IPA. Namun demikian, perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan

kelas ini.

2.3 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA) sering dianggap sebagai mata

pelajaran yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil

belajar IPA yang kurang memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar IPA

peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

Pada kondisi awal guru kelas V masih menggunakan model ekspositori, di

mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam

pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa jenuh, bosan dan keaktifan siswa

rendah.

Model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match merupakan salah

satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam

mengajar siswa dengan variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru

membagikan kartu soal dan kartu jawaban pada semua siswa kemudian siswa

mencari pasangannya sesuai kartu yang didapat. Cara ini menjamin

keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan

tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya

keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil

belajar IPA.

2.4 Hipotesis Tindakan

Dari kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan

hipotesis tindakan sebagai berikut : diduga pemberian model pembelajaran

kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar IPA khususnya

tentang sifat-sifat cahaya kelas V SD Negeri 1 Colo Kecamatan Dawe

Kabupaten Kudus.