28
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Industri Perbankan di Indonesia Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang No.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok perbankan, sedangkan kegiatan lainnya berupa pelayanan jasa-jasa hanyalah merupakan pendukung dari dua kegiatan utama tersebut (Kasmir, 2012). Berdasarkan definisi tersebut, Bank memiliki fungsi untuk menjembatani kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur), terkait fungsinya ini Bank disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara. Sebagai lembaga perantara, kelebihan akan dana yang dimilki oleh penyimpan dana baik dana perseorangan, badan usaha, yayasan maupun lembaga pemerintah dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito berjangka dapat dihimpun di bank yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada pihak-

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Industri Perbankan di Indonesia II.pdf · 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Industri Perbankan di Indonesia Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang

Embed Size (px)

Citation preview

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Industri Perbankan di Indonesia

Sebagaimana yang tertuang dalam pasal 1 Undang-Undang No.10 tahun

1998 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang

perbankan, yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang

menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan

proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan yang dimaksud bank

adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana merupakan kegiatan pokok

perbankan, sedangkan kegiatan lainnya berupa pelayanan jasa-jasa hanyalah

merupakan pendukung dari dua kegiatan utama tersebut (Kasmir, 2012).

Berdasarkan definisi tersebut, Bank memiliki fungsi untuk menjembatani

kepentingan pihak yang kelebihan dana (penyimpan dana atau kreditur) dan pihak

yang membutuhkan dana (peminjam dana atau debitur), terkait fungsinya ini Bank

disebut sebagai lembaga intermediasi atau lembaga perantara.

Sebagai lembaga perantara, kelebihan akan dana yang dimilki oleh

penyimpan dana baik dana perseorangan, badan usaha, yayasan maupun lembaga

pemerintah dalam bentuk giro, tabungan maupun deposito berjangka dapat

dihimpun di bank yang kemudian dana tersebut disalurkan kembali kepada pihak-

10

pihak yang kekurangan dan membutuhkan dana dalam bentuk pinjaman atau

kredit. Fungsi intermediasi dapat berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak

memiliki kepercayaan kepada bank dan selanjutnya perekonomian secara

keseluruhan akan memperoleh manfaat dari keberadaan dari suatu Bank

Selain sebagai lembaga intermediasi, bank juga mempunyai jasa-jasa

pelengkap lainnya yang mendukung kelancaran kegiatan bank sebagai lembaga

intermediasi. Jasa tersebut antara lain memberikan pelayanan dalam lalu lintas

sistem pembayaran, dengan adanya bank maka berbagai cara pembayaran yang

diperlukan untuk memfasilitasi kegiatan ekonomi masyarakat dapat berjalan

dengan lancar baik secara tunai maupun non tunai (cek, giro, transfer, kliring,

Automatic Teller Machine/ATM). Banyaknya jenis jasa yang ditawarkan sangat

tergantung dari kemampuan masing-masing bank dalam menyediakan suatu jasa

perbankan. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari segi permodalan, manajemen

serta fasilitas sarana dan prasarana yang dimilikinya (Kasmir, 2012).

Selain kedua fungsi tersebut bank juga mempunyai fungsi sebagai media

dalam mentransmisikan kebijakan moneter yang dilakukan bank sentral. Secara

kelembagaan sistem moneter terdiri dari otoritas moneter dan bank atau lembaga

lain yang menjalankan fungsi moneter. Bank termasuk dalam sistem moneter

karena bank selain menjadi sarana dalam transmisi kebijakan moneter juga dapat

menciptakan uang (uang giral maupun uang kuasi) dan hampir seluruh proses

perputaran uang dalam perekonomian terjadi melalui perbankan. Disinilah

mekanisme transmisi kebijakan moneter dari Bank sentral ke perbankan dan

kemudian ke perekonomian terjadi. Kebijakan moneter yang bertujuan untuk

11

menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain

dilakukan dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar dan atau tinggi

rendahnya suku bunga. Melalui berbagai instrumen kebijakan moneter yang

dimiliki, bank sentral dapat mempengaruhi jumlah uang beredar dan atau suku

bunga perbankan yang kemudian akan mempengaruhi jumlah kredit perbankan

dan pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah investasi dan kegiatan

perekonomian secara keseluruhan.

Dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter seperti tersebut maka

keberadaan dan kesehatan bank merupakan prasyarat bagi kebijakan moneter yang

efektif. Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan fungsi-fungsinya

dengan baik. Fungsi-fungsi tersebut dapat dijalankan dengan menjaga dan

memelihara kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai fungsi intermediasi,

membantu kelancaran lalu lintas pembayaran serta dapat mendukung efektivitas

kebijakan moneter. Selain itu bank juga dituntut untuk memperhatikan kondisi

internal banknya sendiri dengan melakukan kontrol di berbagai sisi bank, kegiatan

yang dapat dilakukan seperti bank selalu menjaga permodalan yang ada pada

perusahaannya sehingga modal yang ada dipastikan cukup untuk kegiatan

usahanya, menjaga dan mengelola kualitas asetnya dengan baik, mengoperasikan

bank berdasarkan prinsip kehati-hatian, menghasilkan keuntungan yang cukup

untuk mempertahankan kelangsungan usahanya, serta memelihara likuiditasnya

sehingga dapat memenuhi kewajiban setiap saat.

Berdasarkan atas definisi di atas, terkait fungsi-fungsi bank dapat

dikelompokkan menjadi tiga fungsi antara lain (Latumaerissa, 2014) :

12

a) Agent of trust, yaitu bank sebagai suatu lembaga perantara

(intermediasi) yang dipercaya untuk melayani segala kebutuhan

keuangan dari dan untuk masyarakat.

b) Agent of development, yaitu bank adalah suatu lembaga perantara yang

dapat mendorong kemajuan pembangunan melalui fasilitas kredit dan

kemudahan-kemudahan pembayaran dan penarikan dalam proses

transaksi yang dilakukan oleh para pelaku ekonomi.

c) Agent of Service, yaitu bank selain sebagai lembaga intermediasi yang

selalu dilakukan, bank juga turut serta dalam memberikan jasa

pelayanan lainnya seperti jasa transfer, jasa penagiham, dan jasa

lainnya.

2.2 Kebijakan Perbankan di Indonesia

Perkembangan produk dan jasa perbankan yang makin kompleks serta

terintegrasinya ekonomi global menuntut Bank Indonesia untuk selalu

melaksanakan kebijakan dan regulasi yang tepat dan cepat sesuai dengan

perkembangan situasi dan arah perbankan nasional. Dalam rangka melaksanakan

tugas mengatur Bank, Bank Indonesia menetapkan kebijakan-kebijakan

perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian. Pada dasarnya Kebijakan

perbankan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan dalam rangka

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional kearah peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Keberadaan dan perkembangan jenis serta jumlah bank

13

di suatu negara akan membentuk sistem perbankan yang unik dalam arti berbeda

antara satu negara dengan negara lain.

Pengelompokan bank di Indonesia berdasarkan kepemilikan dan ruang

lingkup operasinya. Dalam kepemilikannya Bank Umum di Indonesia dibedakan

menjadi bank milik pemerintah yang biasa disebut persero, Bank milik pemerintah

Daerah, BPD, bank asing, bank campuran, dan bank milik swasta nasional.

Sementara itu berdasarkan ruang lingkup operasinya bank umum dibedakan

menjadi Bank yang dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank devisa

dan bank yang tidak dapat melakukan kegiatan transaksi devisa atau bank non

devisa. Hingga Desember 2013 tercatat ada 120 bank umum yang terdaftar di

Bank Indonesia yang terdiri dari 4 Bank Persero, 36 Bank Umum Swasta

Nasional Devisa, 30 Bank Umum Swasta Nasional Non Devisa, 26 Bank

Pembangunan Daerah, 14 Bank Campuran, dan 10 Bank Asing (Statistik

Perbankan Indonesia, 2014).

BI terus melakukan langkah-langkah pembangunan sistem perbankan

Indonesia yang sehat, kuat dan mampu bersaing secara global maka, tahun 2004

Bank Indonesia telah merumuskan cetak biru untuk pembangunan Indonesia ke

depan dengan meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang dilandasi

dengan visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat dan kuat dan efisien

guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Guna mewujudkan visi API dan

sasaran yang ditetapkan serta mengacu pada tantangan yang dihadapi perbankan

maka program API akan dilaksanakan antara lain melalui penguatan struktur

14

perbankan yang bertujuan memperkuat permodalan bank umum (konvensional

dan syariah) dalam rangka meningkatkan kemampuan bank mengelola usaha

maupun risiko, mengembangkan teknologi informasi, maupun meningkatkan

skala usaha guna mendukung peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit

perbankan. Implementasi program penguatan permodalan dilaksanakan secara

bertahap yang pencapaiannya dapat dilakukan melalui (a) penambahan modal

baru baik dari shareholder lama maupun investor baru (b) merger dengan bank

atau beberapa bank lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru (c)

penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal (d) penerbitan

subordinanted loan.

Dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun ke depan program

peningkatan permodalan tersebut diharapkan akan mengarah pada terciptanya

struktur perbankan yang lebih optimal (Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 /

www.ojk.go.id). Secara keseluruhan struktur perbankan Indonesia diharapkan

terbentuk sebagaimana gambar 2.1.

15

Sumber : Arsitektur Perbankan Indonesia, 2014 (www.ojk.go.id)

Gambar 2.1

Struktur Perbankan Indonesia sesuai API

Sesuai gambar 2.1 di atas, pada posisi puncak diharapkan 2 sampai 3

bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan

untuk beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal di atas Rp. 50

triliun. Posisi kedua terdapat 3 sampai 5 bank nasional yang memiliki cakupan

usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional serta memiliki modal antara

Rp. 10 triliun sampai dengan Rp. 50 triliun. Kemudian pada posisi ketiga, terdapat

30 sampai 50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu

sesuai dengan kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. Bank-bank

tersebut memiliki modal antara Rp. 100 miliar sampai dengan 10 triliun. Pada

posisi dasar terdapat Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan

BPR Bank dengan kegiatan

usaha terbatas

Da

erah

Bank Nasional

Bank Internasi

onal

Kor

porasi

Ritel

Lainnya

Permodalan (Rp. Triliun)

50

10

0,1

Bank dengan fokus:

16

usaha terbatas yang memiliki modal di bawah Rp. 100 miliar (Arsitektur

Perbankan Indonesia, 2014 / www.ojk.go.id).

2.3 Kinerja Keuangan BPD

Kinerja keuangan adalah gambaran setiap hasil ekonomi yang mampu di

raih oleh perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas-aktivitas

perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif, yang dapat

diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data-data

keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Kinerja (performance)

merupakan gambaran prestasi yang dicapai perusahaan dalam kegiatan

operasionalnya baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek

penghimpunan dana dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber

daya manusianya. Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang

dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan

gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup

aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Kinerja menunjukkan

sesuatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan.

Kinerja perusahaan dapat di ukur dengan menganalisa dan mengevaluasi

laporan keuangan. Berdasarkan laporan keuangan dapat dihitung sejumlah rasio

keuangan. Rasio keuangan merupakan alat ukur yang digunakan dalam

perusahaan untuk menganalisis laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu

hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang

lain. Dengan menggunakan alat analisa yang berupa rasio keuangan dapat

17

menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik dan

buruknya keadaan atau posisi keuangan dari suatu periode ke periode berikutnya.

Rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas sering digunakan sebagai tolok ukur

dalam pengukuran kinerja keuangan bank. Rasio rentabilitas merupakan alat

untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank

dalam menghasilkan laba. Menurut Kasmir (2012) rentabilitas rasio sering disebut

profitabilitas usaha. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi usaha

dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Untuk menghitung

rasio rentabilitas digunakan beberapa komponen sebagai berikut:

1) Return On Asset (ROA), sebagai rasio penunjang untuk mengukur

keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. ROA merupakan

indicator kemempuan perbankan untuk memperoleh laba atas sejumlah asset

yang dimiliki oleh bank. ROA dapat diperoleh dengan cara menghitung

rasio antara laba setelah pajak dengan total aktiva (Pandia, 2012).

2) Return On Equity (ROE), sebagai rasio observed untuk mengukur

kemampuan modal dalam menghasilkan laba. ROE merupakan indikator

kemampuan perbankan dalam mengelola modal yang tersedia untuk

mendapatkan laba bersih. ROE dapat diperoleh dengan cara menghitung

rasio antara laba setelah pajak dengan total ekuitas (Pandia, 2012).

3) Net Interest Margin (NIM), sebagai rasio yang digunakan untuk mengukur

kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya untuk

menghasilkan pendapatan bunga bersih. Semakin besar rasio ini maka

meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank

18

sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil

(Pandia, 2012).

Kinerja Keuangan BPD merupakan gambaran prestasi yang dicapai BPD

dalam menciptakan laba melalui aktivitas-aktivitas operasional yang dilakukan

baik menyangkut aspek keuangan, aspek pemasaran, aspek penghimpunan dana

dan penyaluran dana, aspek teknologi, maupun aspek sumber daya manusianya.

Pencapaian tingkat kinerja keuangan BPD ditinjau dari rasio rentabilitasnya sesuai

dengan data dan statistik pada Tabel 1.1. Kinerja keuangan BPD dari tahun 2010

sampai dengan tahun 2013 sebagian besar mengalami penurunan. Dimana pada

tahun 2010, ROA BPD menunjukkan angka sebesar 4,16 persen. Kemudian

mengalami penurunan sebanyak 0,86 persen menjadi 3,32 persen pada tahun

2013. Penurunan juga terjadi pada ROE BPD yang menurun dari 31,24 persen

pada tahun 2010 menjadi 26,12 persen pada tahun 2013. ROE BPD mengalami

penurunan sebanyak 5,12 persen. Senada dengan ROA BPD dan ROE BPD, NIM

BPD juga mengalami penurunan dari 10,43 persen pada tahun 2010 menjadi 8,30

persen pada tahun 2013 dengan penurunan yang terjadi sebesar 2,12 persen.

2.4 Faktor Internal Bank Umum

Faktor-faktor yang bersumber dari dalam bank yang mempengaruhi

manajemen bank antara lain berkaitan dengan pengambilan kebijakan dan strategi

operasional bank disebut sebagai faktor internal. Faktor dari dalam tersebut

meliputi kegiatan operasional bank (Fadjar, 2013). Di Indonesia aktivitas

operasional bank meliputi pertumbuhan aset, pertumbuhan kredit, dan

19

pertumbuhan dana pihak ketiga (Yulianita, 2011). BPD sebagai bagian dari bank

umum memiliki faktor internal berupa aktivitas operasional seperti pengelolaan

aset dimana pemantauannya dilihat melalui pertumbuhan aset serta menjalankan

fungsinya sebagai lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana pihak ketiga

berupa Giro, Tabungan dan Deposito dimana pemantauannya di setiap periode

dilihat melalui pertumbuhan dana pihak ketiga dan menyalurkannya kembali

kepada masyarakat melalui penyaluran kredit dimana pemantauannya dapat

dilihat melalui pertumbuhan penyaluran kredit.

2.4.1 Aset (Aktiva)

Investasi pada suatu perusahaan merupakan pengelolaan sumber-sumber

dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba dimasa yang akan datang.

Menurut Martono dan Agus, (2005) investasi merupakan penanaman dana yang

dilakukan oleh suatu perusahaan ke dalam suatu asset (aktiva) dengan harapan

memperoleh pendapatan dimasa yang akan datang. Aset merupakan aktiva yang

digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan. Semakin besar aset

diharapkan semakin besar hasil operasi yang dihasilkan oleh perusahaan.

Peningkatan aset yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin

menambah kepercayaan pihak luar terhadap perusahaan.

Pertumbuhan aset adalah perubahan (peningkatan atau penurunan) total

aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Pertumbuhan aktiva dihitung sebagai

persentase perubahan total aktiva pada tahun tertentu terhadap tahun sebelumnya

(Bhaduri, 2002). Menurut Brimigham dan Erhart (2005), perusahaan dengan

tingkat pertumbuhan yang tinggi akan bergantung pada dana dari luar perusahaan

20

dikarenakan dana dari dalam perusahaan tidak mencukupi untuk mendukung

tingkat pertumbuhan yang tinggi. Dengan demikian perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi akan lebih banyak menggunakan utang sebagai sumber

pendanaannya daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah.

2.4.2 Kredit

Kredit menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah

jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Kredit juga diartikan

sebagai pemberian fasilitas pinjaman (bukan berdasarkan prinsip syariah) kepada

nasabah, baik berupa fasilitas pinjaman Tunai (Cash Loan) maupun pinjaman Non

Tunai (Non Cash Loan).

Pada umumnya kegiatan suatu bank terkonsentrasi pada bidang

perkreditan. Karena kegiatan perkreditan ternyata memberikan sumbangan yang

terbesar kepada pendapatan bank melalui apa yang dinamakan dengan interest

based-activity, yaitu melalui kegiatan perkreditan maka bank memperoleh

keuntungan berupa bunga bank kredit. Keuntungan pokok perbankan adalah dari

selisih bunga simpanan dengan bunga bunga kredit. Keuntungan ini dinamakan

spread based. Namun, disamping keuntungan dari kegiatan pokok (perkreditan)

tersebut pihak perbankan juga menghasilkan pendapatan melalui apa yang

dinamakan dengan fee based-activities, yaitu kegiatan yang menghasilkan

pendapatan dari transaksi yang diberikannya dalam bentuk jasa bank lainnya.

21

2.4.3 Dana Pihak Ketiga

Dana pihak ketiga (simpanan) yang dijelaskan dalam Undang-Undang

Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan adalah dana yang dipercayakan

oleh masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam

bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang

dipersamakan dengan itu. Menurut Kasmir dalam bukunya Manajemen Perbankan

(2012), dana pihak ketiga adalah dana yang berasal dari masyarakat luas yang

merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasional suatu bank dan

merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasionalnya dari

sumber dana ini. Sumber dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi

kegiatan operasional bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu

membiayai operasionalnya dari sumber dana ini. Menurut Undang-Undang

Perbankan No. 10 tahun 1998 sumber dana yang dimaksud adalah sebagai berikut

1) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat

dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya

atau dengan cara pemindahbukuan.

2) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dilakukan pada waktu

tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

3) Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan

menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik

dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan

itu.

22

2.5 Faktor Eksternal Bank Umum

Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi manajemen bank meliputi

faktor di luar kendali bank. Dalam kondisi riil, internal bank dalam menjalankan

aktivitas operasionalnya tidak terlepas dari kondisi makroekonomi, kondisi

tersebut meliputi inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar.

2.5.1 Inflasi

Inflasi merupakan suatu keadaan dimana harga barang mengalami

kenaikan secara terus-menerus. Menurut Serfianto (2013) inflasi merupakan

kenaikan di tingkat harga umum sehingga dapat menurunkan nilai mata uang

suatu negara. Jadi, suatu keadaan mengidentifikasikan terjadinnya inflasi adalah

dimana harga barang-barang secara umum (bukan satu atau dua barang saja) yang

mengalami kenaikkan harga. Apabila terjadi kenaikkan harga namun hanya pada

satu atau beberapa jenis barang saja dan tidak berlangsung secara terus-menerus,

maka hal itu tidak dapat di sebut sebagai inflasi. Inflasi dapat disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain :

a. Inflasi karena kenaikan permintaan (demand-pull inflation)

Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan permintaan untuk beberapa

jenis barang. Dalam hal ini, permintaan masyarakat maningkat secara agregat.

Peningkatan ini dapat terjadi karena peningkatan belanja pemerintah,

peningkatan permintaan barang untuk diekspor, dan peningkatan dari

permintaan barang untuk kebutuhan swasta. Kenaikan permintaan masyarakat

ini mengakibatkan harga-harga naik karena penawaran tetap.

23

b. Inflasi karena biaya produksi (cost-pull inflation)

Inflasi seperti ini terjadi karena adanya kenaikan biaya produksi. Kenaikan

biaya produksi terjadi karena kenaikan harga-harga baku, misalnya karena

keberhasilan serikat buruhdalam menaikan upah atau karena kenaikan bahan

bakar. Kenaikan biaya produksi mengakibatkan harga naik dan terjadi inflasi

c. Inflasi karena jumlah uang yang beredar bertambah

Teori ini diajukan oleh kaum klasik yang mengatakan bahwa ada hubungan

antara jumlah uang yang beredar dan harga-harga. Jika jumlah barang tetap

sedangkan uang beredar bertambah maka harga akan naik. Penambahan

jumlah uang yang beredar dapat terjadi misalnya karena mencetak uang

bataaru yang mengakibatkan harga-harga naik.

Berdasarkan tingkat keparahannya, inflasi dapat dikelompokkan ke dalam

empat tingkatan. Pertama, inflasi ringan merupakan keadaan inflasi yang masih

belum begitu mengganggu keadaan ekonomi. Inflasi ini masih mudah di

kendalikan. Harga-harga naik secara umum, tetapi belum menimbulkan krisis di

bidang ekonomi. Inflasi ringan berada dibawah 10 persen per tahun. Kedua,

inflasi sedang merupakan inflasi level 2 yang belum membahayakan kegiatan

ekonomi, tetapi inflasi ini sudah menurunkan kesejahteraan orang-orang yang

berpenghasilan tetap. Inflasi sedang berkisar antara 10 persen – 30 persen per

tahun. Ketiga, inflasi berat dimana pada inflasi level ini sudah akan mengacaukan

kondisi perekonomian. Pada inflasi berat ini, masyarakat cenderung menyimpan

barang dan enggan untuk menabung, hal ini dikarenakan bunga tabungan lebih

rendah dari laju inflasi. Inflasi berat berkisar antara 30 persen – 100 persen per

24

tahun. Keempat, Inflasi sangat berat (hyperinflasi), inflasi jenis ini sudah

mengacaukan kondisi perekonomian dan susah dikendalikan walaupun dengan

kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Inflasi sangat berat berada diatas 100%

per tahun.

Kebijakan ekonomi suatu negara biasanya akan berusaha agar inflasi tetap

berada pada taraf inflasi ringan. Inflasi seperti ini akan mengurangi pandapatan

rill pekerja-pekerja berpenghasilan tetap, tetapi kemorosotan tersebar tidaklah

terlalu besar. Inflasi seperti ini juga menimbulkan efek yang baik dalam

perekonomian. Keuntungan perusahaan meningkat (akibat harga yang meningkat

tetapi tidak diikuti oleh kenaikan gaji) dan ini akan meningkatkan lebih banyak

investasi. Lanjutan dari perkembangan ini adalah kesempatan kerja dan

pendapatan meningkat dan mendorong pada pertumbuhan ekonomi.

Inflasi yang serius, yaitu inflasi yang kelajuannya sudah tidak dapat

dikendalikan. Tingkat inflasi yang terlalu tinggi dapat membahayan perekonomian

suatu negara. Hal ini akan mengurangi gairah perusahaan untuk melakukan

investasi yang produktif dan dapat menimbulkan kemerosotan nilai mata uang dan

defisit dalam neraca pembayaran. Berbagai masalah ini akan memperlambat

pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pengangguran. Peningkatan inflasi ini

juga akan mempengaruhi kondisi perbankan, dimana perbankan sebagai lembaga

intermediasi sebagai penyimpan dan penyalur dana akan semakin ditinggalkan

oleh masyarakat. Hal ini berakibat pada peningkatan akan jumlah uang beredar.

Pada saat terjadi inflasi, Bank Indonesia akan menarik uang yang beredar,

sebaliknya jika terjadi kelesuan usaha, akan dilakukan penyaluran dana usaha

25

untuk menunjang kegiatan usaha masyarakat. Untuk menghadapi inflasi,

perbankan nasional akan berusaha mengimbangi dengan meminta tingkat bunga

yang lebih tinggi.

2.5.2 Suku Bunga (BI Rate)

Tingkat suku bunga adalah tingkat suku bunga yang berlaku dalam suatu

Negara yang berfluktuasi dari tingkat yang satu ketingkat yang lainnya. Semenjak

bulan September 2005 Bank Indonesia menggunakan BI rate sebagai acuan suku

bunga yang berlaku di Indonesia. BI rate diumumkan oleh Dewan Gubernur Bank

Indonesia setiap rapat Dewan Gubernur dan diimplementasikan pada operasi

moneter yang dilakukan Bank Indonesia melalui pengelolaan ekuiditas di pasar

uang. Suku bunga menjadi lebih penting bagi Indonesia sejak dilepaskannya

sistem nilai tukar mengambang terkendali dan diganti dengan sistem nilai tukar

mengambang bebas. Gormaen (2005) menyatakan bahwa suku bunga adalah

harga uang yang dibayarkan peminjam diberbagai keadaan. Menurut Suhandi

dalam Situmeang (2006) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh

peminjam yang diterima dan merupakn imbalan bagi pemberi pinjaman dan

investasinnya. Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga adalah biaya

peminjam atau harta yang dibayar untuk meminjam sejumlah dana.

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa suku bunga adalah biaya

yang harus dibayarkan peminjam dan imbalan yang diterima pemberi pinjaman.

Suku bunga di Indonesia bedakan menjadi 2 (dua). Pertama, suku bunga nominal

adalah tingkat bunga yang dapat diamati di pasar. Kedua, suku bunga riil adalah

26

konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga

nominal dikurangi dengan laju inflasi yang di harapkan.

Adapu Fungsi dan peran suku bunga adalah Suku bunga akan

mempengaruh investasi surat berharga luar negeri sehingga akan mempengaruhi

permintaan dan penawaran mata uang asing investor yang bertransaksi secara

global akan mencari negara denagn tingkat suku bunga yang menguntungkan. Jika

tingkat suku bunga domestic (Indonesia) naik dan tingkat suku bunga luar negeri

relatif tidak berubah investor Indonesia akan mengurangi permintaan terhadap US

Dollar suku bunga di Indonesia menawarkan pengembalian yang menarik dan

investor asing akan menawarkan US dollar untuk ditukarkan dengan mata uang

domestic. Penjelasan ini menggambarkan bahwa kenaikan suku bunga akan

mendorong penguatan nilai tukar mata uang suatu negara.

Menurut Puspopranoto (2004) tingkat bunga mempunyai beberapa fungsi

dan peran penting dalam perekonomian, yaitu:

a. Membantu menggalinyatabungan berjalan kearah investasi guna mendukung

pertumbuhan perekonomian.

b. Mendistribusikan jumlah kredit yang tersedia, pada umumnya memberikan

dana kredit kepada proyek investasi yang menjanjikan hasil tertinggi.

c. Menyeimbangkan jumlah uang beredar dengan permintaan akan uang di suatu

Negara.

d. Merupakan alat penting menyangkut kebijakan pemerintah melalui

pengaruhnya terhadap jumlah tabungan dan investasi.

27

Bagi perbankan utamanya bank umum, jika suku bunga pasar uang

meningkat maka tingkat pendapatan nasional menjadi tinggi. Dengan tingginya

suku bunga, masyarakat akan mengalirkan dananya ke bank, namun disisi lain

aktivitas untuk menyalurkan dana perbankan dalam bentuk kredit menjadi

terhalang karena suku bunga pinjaman yang biasanya jauh lebih tinggi dari suku

bunga simpanan, akibatnya investor sulit melakukan kegiatan ekspansi untuk

usahanya.

2.5.3 Nilai Tukar (Kurs)

Menurut Musdholifah & Tony (2007), nilai tukar atau kurs adalah

perbandingan antara harga mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.

Misal kurs rupiah terhadap dollar Amerika menunjukkan berapa rupiah yang

diperlukan untuk ditukarkan dengan satu dollar Amerika. Kurs (exchange rate)

adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, yaitu merupakan

perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut (Triyono, 2008).

Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan nilai tukar rupiah

adalah suatu perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan negara

lain. Nilai tukar lazim juga disebut kurs valuta asing dimana dalam berbagai

transaksi atau pun jual beli valuta asing, dikenal ada 3 (tiga) jenis yaitu,

a. Kurs Jual adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk menjual

satu unit mata uang asing tertentu.

b. Kurs Beli adalah kurs yang dikeluarkan oleh bursa valuta asing untuk membeli

satu unit mata uang asing tertentu.

28

c. Kurs Tengah adalah rata-rata dari kurs jual dan kurs beli. Kegunaan kurs

tengah adalah untuk menganalisis naik turunnya harga valuta asing di bursa,

seperti memperjelas apresiasi dan depresiasi valuta asing tertentu.

Heru (2008) menyatakan bahwa nilai tukar mencerminkan keseimbangan

permintaan dan penawaran terhadap mata uang dalam negeri maupun mata uang

asing. Merosotnya nilai tukar rupiah merefleksikan menurunnya permintaan

masyarakat terhadap mata uang rupiah karena menurunnya peran perekonomian

nasional atau karena meningkatnya permintaan mata uang asing sebagai alat

pembayaran internasional. Semakin menguat kurs rupiah sampai batas tertentu

berarti menggambarkan kinerja di pasar uang semakin menunjukkan perbaikan.

Sebagai dampak meningkatnya laju inflasi maka nilai tukar domestik semakin

melemah terhadap mata uang asing. Hal ini mengakibatkan menurunnya kinerja

suatu perusahaan dan investasi di pasar modal menjadi berkurang. Heru (2008)

menyatakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pun mempunyai

pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal. Dengan menurunnya nilai

tukar rupiah terhadap mata uang asing akan mengakibatkan meningkatnya biaya

impor bahan-bahan baku yang akan digunakan untuk produksi dan juga

meningkatkan suku bunga. Walaupun menurunnya nilai tukar juga dapat

mendorong perusahaan untuk melakukan ekspor.

Menurut Sartono (2003) system nilai tujar di Indonesia terdapat 4 (empat)

macam antara lain,

a. Sistem nilai tukar tetap, adalah sistem dimana nilai mata uang suatu negara

ditentukan tetap terhadap mata uang negara lain. Sistem ini memaksa

29

pemerintah untuk selalu menyesuaikan nilai tukarnyajika tidak lagi sesuai

dengan nilai yang telah ditetapkan dengan cara mendevaluasikan mata

uangnya.

b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali, dalam sistem ini bank sentral

menentukan bahwa mata uangnya boleh bergerak dalam rentan tertentu yang

telah di tetapkan. Jika mata uang bergerak melebihi batas atas dan batas bawah,

maka bank sentral akan melakukan intervensi dengan membeli atau menjual

US dollar. Selain intervensi secara langsung dilakukan pemerintah juga

menggunakan instrument lain seperti suku bunga.

c. Sistem nilai tukar bebas mengambang, dalam sistem ini pemerintah tidak lagi

berkewajiban untuk melakukan intervensi terhadap pergerakkan nilai tukar.

Mata uangnya dibiarkan melakukan penyesuaian melalui mekanisme pasar.

Selain itu sistem ini dapat menghemat cadangan devisa negara.

Nilai tukar terkait dengan mata uang Negara lain dari suatu perekonomian.

Rasio pertukaran (harga) yang menggambarkan berapa banyak suatu mata uang

harus dipertukarkan untuk memperoleh satu unit mata uang lain disebut dengan

nilai tukar (exchange rate). Menguatnya nilai tukar karena mekanisme pasar

disebut apresiasi sedangkan melemahnya nilai tukar mata uang karena kekuatan

pasar disebut depresiasi. Nilai tukar akan memberikan resiko kepada bank

terutama yang melakukan transaksi yang terkait dengan mata uang asing baik sisi

aktiva maupun dari sisi pasiva. Ketidakstabilan nilai tukar akan menyebabkan

bank mengalami kesulitan dalam mengelola aktiva dan kewajiban yang

dimilikinya dalam mempertahankan keuntungan sesuai target.

30

2.6 Faktor Risiko Bank Umum

Risiko merupakan penyimpangan hasil yang diperoleh dari rencana hasil

yang diharapkan. Risiko terjadi karena keadaan waktu yang akan datang penuh

ketidakpastian. Bank-bank telah mengambil berbagai risiko dan mengevaluasi

setiap hari sebagai bagian dari proses bisnis inti. Menurut Brigham & Houston

(2004) bahwa risiko dibedakan menjadi risiko bisnis (business risk) dan risiko

keuangan (financial risk). Risiko bisnis menggambarkan tingkat risiko dari aktiva

tetap jika tidak menggunakan hutang, sedangkan risiko keuangan menyangkut

risiko tambahan bagi pemegang saham biasa akibat penambahan hutang.

Menurut Pandia (2012) manajemen risiko adalah suatu metode logis dan

sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi,

serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap

aktivitas atau proses. Manajemen Risiko dalam operasional bank meliputi

identifikasi risiko, pengukuran dan penilaian, dan tujuannya adalah untuk

meminimalkan efek negatif risiko terhadap hasil keuangan dan modal bank. Bank

wajib membentuk unit organisasi khusus untuk tujuan manajemen risiko. Risiko

bank yang terbesar dalam operasinya adalah resiko pasar, resiko kredit, resiko

likuiditas, resiko eksposur, resiko investasi, resiko operasional, resiko hukum,

resiko strategis. Oleh karena itu, seluruh aktivitas bank mulai dari penyerapan

dana hingga penyaluran dana dalam bentuk kredit sangat rentan terhadap risiko.

Semakin besar keuntungan yang diharapkan dari suatu usaha, semakin besar risiko

yang akan dihadapi (Pandia, 2012). Peristiwa yang mempengaruhi satu area resiko

dapat memiliki konsekuensi untuk berbagai kategori resiko lainnya.

31

1) Risiko Kredit

Risiko Kredit (Credit Risk) adalah risiko yang timbul sebagai akibat

kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya, dalam mengantisipasi

resiko kredit bank harus memperhatikan tipe-tipe kreditnya, diversivikasi

dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang di biayainya,

kebijakan agunan dan lain sebagainya. dan yang paling penting adalah

aturan atau standar dalam pengendalian kredit.

2) Risiko Likuiditas

Risiko Likuiditas (Liquidity Risk) adalah risiko yang di sebabkan karena

bank tidak mampu memenuhi kewajiban liquiditasnya (kewajiban yang

telah jatuh tempo), dalam hal ini bank tidak dapat memanfaatkan

keuntungannya dengan maksimal karena adanya desakan kebutuhan

liquiditas,untuk itu bank harus lebih bijak dalam menetukan jumlah

liquiditasnya dalam artian harus balance atau seimbang, terlalu banyak

liquiditas di khawatirkan nantinya akan mengorbankan tingkat keuntungan

dari bank, kalau terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana

dengan harga yang tidak dapat di ketahui sebelumnya, yang dapat berakibat

menigkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas.

3) Risiko Operasional

Risiko Operasional (Operational Risk) adalah risiko yang antara lain di

sebabkan oleh ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal,

kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya kegagalan problem

eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Menurut Latumaerissa

32

(2014), risiko operasi adalah risiko yang dihadapi oleh bank berkaitan

dengan masalah penghimpunan dan penggunaan dana, seperti perubahan

dalam komposisi biaya operasional dan lain sebagainya.

4) Risiko Modal

Risiko Modal (Capital Risk) adalah capital risk yaitu risiko yang muncul

akibat penurunan kualitas aset, karena adanya kredit macet, yang memaksa

bank untuk menerbitkan saham baru dan penambahan setoran modal oleh

pemilik, atau mencari investor baru untuk memperbaiki kondisi

permodalannya sehingga sesuai dengan ketentuan permodalan.

2.7 Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitan yang berkaitan mengenai pengaruh faktor internal dan

eksternal bank terhadap kinerja keuangan bank khusunya pada BPD di Indonesia,

antara lain:

Hasil penelitian dari Spong et al (1996) yang berjudul What Makes A Bank

Efficient? A Look At Financial Characteristics and Bank Management and

Ownership Structure, menunjukkan bahwa variabel internal keuangan perbankan

akan sangat berpengaruh terhadap tingkat efisiensi operasional. Hasil penelitian

tersebut didukung oleh Yuliani (2007), dimana dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa dana pihak ketiga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja

keuangan bank (ROA). Hasil penelitian ini sesuai dengan konsep dan logika

kegiatan operasi bank, dimana semakin banyak dana pihak ketiga yang dapat

33

dihimpun dari masyarakat, maka semakin besar peluang untuk mendapatkan

return dari penggunaan dana tersebut.

Penelitian Supriyanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis

Pengaruh Tingkat Inflasi dan Suku Bunga BI Terhadap Kinerja Keuangan PT.

Bank Mandiri Tbk. Berdasarkan Rasio Keuangan didapati bahwa Tingkat Inflasi

berpengaruh secara signifikan terhadap ROE, dan Tingkat Suku Bunga BI

berpengaruh signifikan terhadap terhadap ROA. Sehingga setiap variabel

independent (Inflasi dan Suku Bunga) , mampu memberikan pengaruhnya untuk

menjelaskan variabel dependent (ROA, ROE, NIM) dengan baik.

Hasil penelitian dari Resende dan Perevalov (2010) yang berjudul The

Macroeconomic Implications of Changes in Bank Capital and Liquidity

Requirements in Canada: Insights from BoCGEMFin, menunjukkan bahwa dalam

jangka panjang bank loans, lending spreads, investment, dan output berdampak

sedang dan moderate, akan tetapi dalam jangka pendek mereka mempunyai

pengaruh yang kuat.

Sudiyatno (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Kinerja Perusahaan

dalam menentukan pengaruh faktor fundamental makroekonomi, risiko sistematis

dan kebijakan perusahaan terhadap nilai perusahaan, menyatakan bahwa faktor

eksternal berupa tingkat bunga berpengaruh positif langsung terhadap risiko. Risiko

berperan sebagai variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja

perusahaan. Temuan ini didukung oleh Khusna (2009) yang menyatakan bahwa suku

bunga SBI, Nilai Kurs dan Inflasi secara simultan berpengaruh signifikan terhadap risiko

perusahaan.

34

Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Perbandingan Faktor

Determinan Pertumbuhan Aset, Kredit (Pembiayaan), dan Dana Pihak Ketiga

Bank Umum Periode Penelitian Tahun 2004-2008, Yulianita (2011) menyatakan

determinan pertumbuhan aset ditentukan oleh variabel bank specific, meliputi

total aset periode sebelumnya, pertumbuhan aset periode sebelumnya, size.

Determinan pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh total kredit periode sebelumnya,

pertumbuhan kredit periode sebelumnya, expenses dan profitabilitas. Sedangkan

pertumbuhan dana pihak ketiga dipengaruhi oleh total dana pihak ketiga periode

sebelumnya, pertumbuhan kredit perode sebelumnya, liquidity risk dan size.

Dietrich dan Wanzenried (2011) dalam penelitiannya yang berjudul

Determinants of Bank Profitability Before and During the Crisis: Evidence from

Switzerland menemukan bahwa industry specific dan karakteristik makroekonomi

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas. Profitabilitas di

Negara Swiss terutama dijelaskan oleh efisiensi operasional, pertumbuhan kredit,

biaya pendanaan dan model bisnis. Bank yang efisien lebih menguntungkan

dibandingkan dengan bank-bank yang kurang efisien.

Menurut Poetry dan Sanrego (2011) dalam penelitiannya yang berjudul

“Pengaruh Variabel Makro dan Mikro Terhadap NPL Perbankan Konvensional

dan NPF Perbankan Syariah” menyatakan bahwa variabel yang signifikan dalam

jangka panjang mempengaruhi NPL adalah nilai tukar, IPI, inflasi, SBI, LDR, dan

CAR. Hal ini di dukung oleh Sri Mey Yanti (2012) yang mengungkapkan bahwa

variabel makroekonomi yang diwakilkan dengan inflasi menunjukkan hubungan

yang searah dengan hipotesa dan berpengaruh signifikan terhadap NPL.

35

Harmono (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Faktor Fundamental

Makro dan Skim Bunga Kredit sebagai Variabel Intervening Pengaruhnya

Terhadap Kinerja Bank, mengungkapkan bahwa faktor fundamental makro yang

terdiri dari tingkat inflasi, BI Rate, dan nilai kurs berpengaruh signifikan terhadap

kinerja bank. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian dari Raphael (2013) yang

berjudul Bank-specific, industry-specific and Macroeconomic Determinants of

Bank Efficiency in Tanzania: A Two Stage Analysis, menunjukkan bahwa tingkat

efisiensi bank sangat dipengaruhi oleh bank specific, Industry specific, and

macroeconomic factors.

Sudiyatno (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Risiko

Kredit dan Efisiensi Operasional Terhadap Kinerja Bank menyatakan bahwa

risiko kredit tidak berpengaruh terhadap kinerja bank, dimana CAR dan LDR

berpengaruh positif namun tidak signifikan. Sedangkan BOPO berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap profitabilitas bank (ROA). Hasil penelitian

tersebut sesuai dengan hasil yang diperoleh Anisa (2011) dalam penelitiannya

yang berjudul Analisis Pengaruh Efisiensi Operasi, Risiko Kredit, Risiko Pasar,

dan Modal terhadap Kinerja Keuangan Perbankan yang menyatakan bahwa

efisiensi operasi (BOPO) dan risiko kredit (NPL) berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap kinerja keuangan (ROA) bank domestik dan bank asing.

Yuliani (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Aktivitas Operasional

Bank dan Implikasinya terhadap Kinerja Keuangan dengan Faktor Risiko Sebagai

Pemediasi (Studi Pada Sektor Perbankan Go Public di Bursa Efek Indonesia,

menyatakan bahwa aktivitas operasional bank dapat meningkatkan kinerja

36

keuangan, aktivitas operasional bank berpengaruh signifikan dan negatif terhadap

faktor risiko, faktor risiko yang rendah dapat meningkatkan kinerja keuangan dan

faktor risiko menjadi partial mediation dalam memengaruhi aktivitas operasional

bank terhadap kinerja keuangan bank. Serta faktor risiko berperan sebagai

variabel intervening dari tingkat bunga dalam mempengaruhi kinerja perusahaan

(Sudiyatno, 2010).

Octaviyanty (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Faktor

Internal dan Eksternal Yang Mempengaruhi Kinerja Bank Umum Di Indonesia

Periode 2008 - 2011 menunjukkan bahwa faktor internal dan faktor eksternal

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia

periode 2008 - 2011. Hal ini senada dengan temuan dari Fadjar (2013) yang

menemukan bahwa secara bersama-sama faktor internal bank dan faktor eksternal

bank mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap profitabilitas bank.

Dari beberapa penelitian sebelumnya yang membedakan dari penelitian ini

adalah peneliti menggunakan variabel-variabel dan lokasi penelitian yang berbeda

dalam menentukan Kinerja Keuangan Bank yaitu Faktor Internal (Aktivitas

Operasional Bank), Faktor Eksternal (Kondisi Makroekonomi), dan Faktor Risiko

dengan mengambil BPD di Indonesia sebagai obyek penelitian.

.