22
13 BAB II INOVASI PEMASARAN KEGIATAN PARIWISATA BUDAYA SEBAGAI SALAH SATU KEGIATAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mengembangkan suatu wilayah secara berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber daya lokal, baik itu berupa sumber daya manusia, alam, dan lain-lain. Pengembangan ekonomi lokal dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, salah satunya melalui kegiatan pariwisata budaya yang terdiri dari berbagai atraksi kesenian dan bangunan khas yang memuat nilai historis tinggi. Kegiatan pariwisata budaya memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan, karena selain dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, juga bersifat everlasting karena mengedepankan kekayaan tradisi yang mengandung berbagai kearifan lokal, dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Kegiatan pariwisata budaya merupakan sebuah sistem yang memiliki fungsi saling terkait didalamnya dan melibatkan banyak pihak. Pada wilayah yang menjadikan kegiatan pariwisata budaya sebagai potensi utama dalam pengembangan ekonominya, kegiatan ini dapat menjadikan pelestarian budaya sebagai upaya pengembangan ekonomi wilayah. Upaya ini dikelola melalui kemitraan yang terintegrasi antara Pemerintah, Masyarakat, dan Pihak Swasta yang menilai bahwa setiap komunitas memiliki potensi lokal unik yang mampu mendorong pengembangan ekonomi wilayah setempat, potensi lokal ini

BAB II KAJIAN LITERATUR

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II KAJIAN LITERATUR

13

BAB IIINOVASI PEMASARAN KEGIATAN PARIWISATA BUDAYA

SEBAGAI SALAH SATU KEGIATAN PENDUKUNG PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu cara yang dilakukan untuk

mengembangkan suatu wilayah secara berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber daya

lokal, baik itu berupa sumber daya manusia, alam, dan lain-lain. Pengembangan ekonomi lokal

dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, salah satunya melalui kegiatan pariwisata budaya

yang terdiri dari berbagai atraksi kesenian dan bangunan khas yang memuat nilai historis tinggi.

Kegiatan pariwisata budaya memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan, karena selain dapat

memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, juga bersifat

everlasting karena mengedepankan kekayaan tradisi yang mengandung berbagai kearifan lokal,

dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat setempat.

Kegiatan pariwisata budaya merupakan sebuah sistem yang memiliki fungsi saling terkait

didalamnya dan melibatkan banyak pihak. Pada wilayah yang menjadikan kegiatan pariwisata

budaya sebagai potensi utama dalam pengembangan ekonominya, kegiatan ini dapat menjadikan

pelestarian budaya sebagai upaya pengembangan ekonomi wilayah. Upaya ini dikelola melalui

kemitraan yang terintegrasi antara Pemerintah, Masyarakat, dan Pihak Swasta yang menilai

bahwa setiap komunitas memiliki potensi lokal unik yang mampu mendorong pengembangan

ekonomi wilayah setempat, potensi lokal ini dapat dijadikan sebagai titik tolak strategi

pengembangan ekonomi lokal yang berdaya saing sebuah wilayah.

Bertahannya kegiatan pariwisata budaya ditengah arus globalisasi dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya adalah sifat jenis kegiatannya yang tidak terbelenggu konsep waktu,

karena dapat memuat nilai sejarah dan budaya pada bangunan lama seperti candi maupun

bangunan baru seperti museum. Hal ini menyebabkan nilai sejarah dan budaya yang termuat

dalam kegiatan pariwisata budaya tidak hanya dapat dilihat secara visual, tetapi juga dapat

dirasakan keberadaannya melalui spirit yang terkandung dalam ritual-ritual seni dan budaya.

Selain dikarenakan sifatnya yang tidak lekang oleh waktu, aspek inovasi pemasaran juga

membantu kegiatan pariwisata budaya untuk tetap bertahan di tengah arus globalisasi. Peran

inovasi pemasaran dilakukan dengan memberikan nilai tambah kepada produk kegiatan

Page 2: BAB II KAJIAN LITERATUR

14

pariwisata budaya yang sudah ada melalui pengemasan yang lebih modern, contohnya

pemasaran upacara kebudayaan yang dikemas lewat festival atau karnaval. Peran inovasi lainnya

dilakukan melalui penawaran paket pariwisata budaya yang dijual oleh pihak swasta seperti

travel biro atau hotel sebagai event organizer yang menjual karya seni tradisi dan budaya kepada

para wisatawan sebagai konsumen.

Pihak tersebut membeli karya seni tradisi dari para seniman atau organisasi seni

kemudian karya tersebut disampaikan pada wisatawan melalui pengemasan karya seni budaya

yang tidak dijual sendiri, melainkan digabung dengan paket lainnya (misalnya paket transportasi,

akomodasi, pariwisata alam, dsb). Oleh karena itu, melalui inovasi pemasaran kegiatan

pariwisata budaya, penawaran kemasan pariwisata budaya menjadi lebih variatif dan ekspresif,

kegiatan pariwisata budaya pun menjadi produk ekonomi yang bernilai tinggi dan membantu

perekonomian wilayah setempat.

2.1 Pengembangan Ekonomi Lokal sebagai Perubahan Paradigma Pengembangan

Ekonomi Wilayah

2.1.1 Perkembangan Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal

Konsep pengembangan ekonomi lokal mulai berkembang sekitar tahun 1960-an. Konsep

ini muncul pertama kali di Amerika karena Pemerintah Lokal setempat menyadari bahwa sistem

ekonomi konvensional yang mengandalkan produksi, distribusi dan konsumsi untuk memenuhi

kebutuhan manusia diperkirakan akan mengalami situasi kemandegan dan mengakibatkan

matinya sektor-sektor ekonomi skala besar seperti industri, manufaktur, dan lain-lain. Hal ini

akan berdampak pada kemunduran sektor ekonomi basis dan kekurangan kesempatan kerja yang

tersedia. Untuk itu diperlukan upaya untuk menggerakan kembali sektor ekonomi basis, dengan

mengetahui hambatan dan kendala dalam menumbuhkembangkan potensi-potensi lokal serta

menanamkan investasi bagi usaha-usaha yang ada (The World Bank, 2001).

Dalam perkembangannya, konsep pengembangan ekonomi lokal telah melewati tiga fase

yang memuat berbagai perkembangan paham dan program baik yang sudah terlaksana maupun

yang baru berupa wacana, fokus dan cara penerapan konsep pengembangan ekonomi lokal juga

berbeda, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 3: BAB II KAJIAN LITERATUR

15

TIGA TAHAP DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKALTahap Fokus Upaya

Pertama:Tahun 1960-1980

menggerakan investasi di bidang manufaktur dari luar daerah

menarik investasi dari khusunya dari investor asing secara langsung

penyediaan infrastruktur/utilitas fisik

pinjaman dalam jumlah besar (massive grants)

pinjaman yang disubsidi bagi penanaman modal industri

tax breaks (bebas/jedapajak)

subsidi bagi penyediaan infrastruktur fisik

teknik penarikan modal industri yang cukup besar

Kedua:Tahun 1980-1990

pemeliharaan dan menumbuhkembangkan usaha-usaha lokal yang sudah ada

masih dengan penekanan pada investasi kedalam namun lebih difokuskan pada sektor tertentu atau berasal dari daerah tertentu.

iuran wajib bagi usaha pribadi

penyediaan ruang kerja bagi usaha

pelatihan bagi usaha berskala menengah dan kecil

dukungan teknis dukungan untuk membuka

usaha penyediaan beberapa

infrastrukturKetiga:

Tahun 1990-saat ini penyediaan SDM,

pelatihan soft infrastructure kerjasama masyarakat,

pemerintah, dan swasta bagi penyediaan barang publik

menarik investasi ke dalam dengan jumlah besar agar mendukung keunggulan daya saing wilayah

mengembangkan strategi yang menyeluruh, bertujuan pada pengembangan industri/perusahaan lokal

membuka iklim investasi yang berdaya saing lokal

dukungan dan dorongan untuk melakukan perluasan jaringan (networking) dan kerjasama (collaboration)

mengembangkan industri-industri terkait

memfokuskan pada investasi ke dalam demi menumbuhkan industri-industri terkait

dukungan peningkatan kualitas hidup.

Sumber: local economic development, www. worldbank.org/urban/led/html.

Melalui tabel di atas, dapat dilihat pada periode 1990-saat ini kegiatan pengembangan

ekonomi lokal mengalami pergeseran yang signifikan yakni dari fokus tahap penanaman modal

usaha langsung secara individu menjadi upaya membangun seluruh lingkungan usaha yang lebih

Page 4: BAB II KAJIAN LITERATUR

16

kondusif, melalui penataan dan pelestarian lingkungan, pemberdayaan sumber daya manusia dan

pelatihan soft infrastructure . Ketiga aspek tersebut terdapat dalam kegiatan pariwisata budaya.

Kegiatan pariwisata budaya sangat tergantung pada kapabilitas pelaku didalamnya agar tetap

mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, tanpa mengurangi atau menghilangkan nilai-

nilai budaya yang terkandung didalamnya. Kemampuan pelaku kegiatan pariwisata budaya sangat

mempengaruhi kelestarian aset budaya dan lingkungan tempat aset budaya tersebut terdapat. Oleh karena

itu, pemberdayaan sumber daya manusia yang terlibat dalam pengembangan kegiatan pariwisata budaya

harus ditingkatkan, salah satunya melalui keberadaan soft infrastructure.

Keberadaan soft infrastructure dalam pengembangan kegiatan pariwisata budaya, dapat

mendorong majunya perekonomian lokal setempat. Jenis-jenis soft infrastructure bisa berupa

modal sosial (kepercayaan antar pelaku kegiatan, iklim usaha yang kondusif, kemitraan antar

pemerintah-swasta-masyarakat yang terjalin dengan baik dan saling menguntungkan) atau

kegiatan inovasi yang bertujuan untuk menjadikan kegiatan pariwisata berkembang lebih baik.

2.2 Relevansi Kegiatan Pariwisata Budaya dengan Pengembangan Ekonomi Lokal

Kegiatan pariwisata budaya sangat relevan dengan pengembangan ekonomi lokal, karena

kegiatan ini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah melalui pelestarian kekayaan

budaya sekaligus mensejahterakan para pelaku didalamnya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui

inovasi pemasaran yang bertujuan meningkatkan minat investor maupun konsumen (wisatawan)

terhadap produk budaya baik yang berupa aset tangible maupun intangible.

Inovasi pemasaran dalam kegiatan pariwisata budaya dapat menarik investor dan

wisatawan dari dalam wilayah maupun luar wilayah, tingginya minat investor dan wisatawan

terhadap kegiatan pariwisata budaya dapat mendorong tumbuhnya perekonomian wilayah

setempat, hal ini dapat dilihat dari tingginya konstribusi kegiatan pariwisata budaya terhadap

pendapatan asli daerah, besarnya peluang kerja yang tercipta dari kegiatan ini, dan lain-lain.

Oleh karena itu, untuk mengembangkan perekonomian wilayah melalui pengembangan

kegiatan pariwisata budaya, membutuhkan banyak faktor pendukung seperti inovasi pemasaran,

kebijakan yang berpihak pada pelestarian aset budaya, bentuk kemitraan yang sesuai, dan

partisipasi serta pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pelaku langsung pengembangan

kegiatan pariwisata budaya.

Page 5: BAB II KAJIAN LITERATUR

17

2.3 Pariwisata Budaya sebagai Salah Satu Instrumen Kegiatan Pengembangan Ekonomi

Lokal

2.3.1 Ragam Jenis Aset Kegiatan Pariwisata Budaya

Kegiatan pariwisata budaya dapat diartikan sebagai kegiatan yang menjadikan potensi

budaya atau peninggalan bersejarahnya sebagai model kepariwisataannya. Industri wisata budaya

didefinisikan sebagai sebuah aktifitas komersial yang didasarkan pada usaha menjual barang dan

jasa dengan komponen wisatanya berupa budaya yang dimiliki suatu wilayah (Asworth, 1996),

dalam hal ini budaya adalah hal pokok dalam produk wisata yang akan ditawarkan karena

keunikan yang dimilikinya. Pengertian budaya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia

dapat dilihat dari gambar dibawah ini:

Warisan budaya selanjutnya dibedakan menjadi dua macam yaitu bersifat kebendaan atau

materi (tangible) dan yang tidak bersifat kebendaan atau non material (intangible). Warisan

budaya yang bersifat kebendaan meliputi segala sesuatu yang telah diciptakan dan digunakan

manusia dan merupakan bentuk yang dapat dilihat dan diraba (Hernawan, 2005:47). Warisan

kebudayaan materi merupakan hasil aktivitas manusia masa lalu yang berupa peninggalan

bersejarah, purbakala, artefak, fitur dan struktur yang terdiri dari bangunan dan lansekap (kraton,

candi, istana, monumen, jembatan, museum, dan lain-lain). Sedangkan kebudayaan non materi

(intangible) merupakan hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk menjelaskan serta

BUDAYA

BUDAYA

Sumber: analisis penulis, 2009Diadaptasi dari Edi Sedyawati dalam

Hernawan: 2005.

Page 6: BAB II KAJIAN LITERATUR

18

dijadikan pedoman atau dasar tindakan sebagai norma individu, kelompok, yang membentuk

pranata sosial seperti upacara adat, ritual budaya, dan lain-lain.

Kegiatan pariwisata budaya memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan

ekonomi lokal. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Poon (dalam Erlina, 2004: 33) yang

mengungkapkan bahwa kegiatan pariwisata budaya adalah jenis industri baru yang memiliki

karakteristik fleksibel, tersegmen, dan terintegrasi secara diagonal, sehingga mampu mendorong

perkembangan ekonomi sebuah wilayah dan menyejahterakan para pelaku didalamnya. Hal ini

dikarenakan kegiatan pariwisata budaya dianggap dapat:

a. bertahan tanpa mengenal masa musiman (timeless and timecaptured)

b. memperpanjang lama tinggal wisatawan, karena adanya faktor penarik berupa atraksi

budaya yang harus dilihat secara kontinyu

c. membuat wisatawan merasa lebih dekat dengan kehidupan budaya setempat dan

lingkungan lokal

d. meningkatkan pendapatan wilayah karena lama masa tinggal wisatawan.

Ragam jenis kegiatan pariwisata budaya baik yang bersifat tangible (kraton, candi, istana,

monumen, jembatan, museum), maupun intangible seperti upacara adat, dan ritual budaya

menjadi salah satu faktor pendorong wisatawan melakukan kegiatan ekonomi melalui kunjungan

pada daerah yang memiliki ragam jenis kegiatan pariwisata budaya tersebut, hal tersebut

biasanya didorong oleh beberapa motivasi seperti:

(diadaptasi dari Burton dalam Heryawan, 2005:48)

Untuk menghasilkan perjalanan wisata budaya yang berdampak positif terhadap

perkembangan ekonomi wilayah, maka wilayah tersebut harus mampu mengakomodir kebutuhan

wisatawan dengan baik. Hal ini sangat penting, karena minat seorang wisatawan untuk

melakukan kegiatan ekonomi dalam pariwisata budaya tidak hanya terpaku pada nilai benda atau

aset budaya yang ada, tapi juga kemudahan dan kenyamanan wisatawan dalam mengakses aset-

aset wisata budaya tersebut.

MOTIVASI WISATAWAN MELAKUKAN

KUNJUNGAN WISATA BUDAYA

Page 7: BAB II KAJIAN LITERATUR

19

Berdasarkan gambaran di atas, kegiatan pariwisata budaya berusaha memanfaatkan

bangunan peninggalan sejarah dan budaya yang dimiliki sebuah wilayah, agar dapat memberikan

dampak positif terhadap perkembangan perekonomian wilayah tersebut melalui pemberdayaan

aset wisata budaya yang mampu memenuhi kebutuhan psikologis/fisik wisatawan seperti melihat

ke masa lalu, apresiasi keindahan serta memperluas dan memperdalam pengetahuan.

2.3.2 Pelaku dan Komponen Pendukung Kegiatan Pariwisata Budaya

Kegiatan pariwisata budaya sebagai salah satu pendorong pengembangan ekonomi lokal,

dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh kemitraan yang baik antar stakeholder

(Pemerintah-Swasta-Masyarakat), hubungan antara ketiganya saling terkait satu sama lain dalam

penentuan kebijakan pengembangan pariwisata budaya untuk memajukan ekonomi lokal, dan

sukses menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.

Masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan tersebut, memliki peran dan

kepentingan yang berbeda-beda. Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi yang kondusif

agar kegiatan pariwisata dapat berjalan dengan baik, peran ini dapat diaktualisasi melalui

pemberian kebijakan yang berpihak pada pengembangan kegiatan pariwisata budaya. Sedangkan

pihak swasta yang memiliki tujuan utama untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin, dapat

mendukung berlangsungnya kegiatan pariwisata budaya melalui pemberian fasilitas penunjang

yang memudahkan akses wisatawan terhadap aset pariwisata budaya, dan lain-lain.

Kegiatan pariwisata pada umumnya meliput dua aspek yakni permintaan dan penyediaan,

yang dimaksud dengan aspek permintaan yakni faktor keinginan untuk melakukan perjalanan

wisata. Sedangkan aspek penyediaan merupakan gabungan dari moda transportasi, atraksi,

diadaptasi dari Burton dalam Heryawan, 2005:48

Page 8: BAB II KAJIAN LITERATUR

20

informasi, dan promosi, juga fasilitas serta pelayanan kepada para wisatawan, dengan demikian

permintaan dan penyediaan tidak bisa dipisahkan akan tetapi saling berinteraksi.

Begitu pula dengan kegiatan pariwisata budaya, dari aspek permintaan kegiatan

pariwisata budaya berupaya menyiapkan aset budaya sebagai sesuatu untuk dimanfaatkan,

dipakai, dijual unsur-unsur atau keseluruhan bagiannya untuk ditawarkan kepada para wisatawan

baik yang real maupun yang potensial di suatu daerah tujuan wisata. Sedangkan dari aspek

penyediaan, keberlangsungan kegiatan pariwisata budaya meliputi transportasi, pelayanan/jasa,

atraksi, dan informasi/promosi.

Berdasarkan Wahab (1996:109) aspek penyediaan dalam kegiatan pariwisata budaya

ditandai oleh tiga ciri utama, yakni:

a. adanya penawaran produk jasa yang harus dimanfaatkan dimana produk itu berada,

dengan kata lain wisatawan harus mendatangi apa yang ditawarkan untuk diteliti, karena

produk tersebut berbeda dibanding produk lainnya secara umum. Dalam kegiatan

pariwisata budaya, produk yang ditawarkan seringkali harus didatangi secara langsung

karena berbentuk bangunan bersejarah baik berupa situs maupun museum.

b. penawaran produk tersebut bersifat kaku (rigid) dalam arti usaha pengadaan produk

tersebut untuk keperluan wisata, tidak dapat diubah sasaran penggunaannya di luar

kegiatan pariwisata terkait.

c. karena kegiatan pariwisata budaya belum menjadi kebutuhan pokok manusia, maka

penawaran pariwisata budaya harus bersaing dengan penawaran pariwsisata atau barang

dan jasa lainnya.

Persyaratan mendasar untuk mengembangkan kegiatan pariwisata budaya dalam sebuah

kota adalah (Van de Berg dalam Heryawan, 2005:40) penciptaan citra yang menarik dari kota

tersebut, daya tarik yang dimaksud dapat berupa museum, galeri seni, bangunan bersejarah, atau

lansekap umum di dalam kota. Hal ini dapat dikembangkan melalui komponen-komponen yang

terdapat dalam kegiatan pariwisata budaya diantaranya adalah:

a. objek dan atraksi wisata: objek pariwisata budaya yang bersifat tangible (kraton, candi,

istana, monumen, jembatan, museum), maupun intangible seperti upacara adat, dan ritual

budaya mampu menarik minat wisatawan dalam melakukan kegiatan ekonomi (kegiatan

jual beli, tinggal sementara, dan lain-lain). Atraksi pariwisata budaya dapat dikategorikan

menjadi dua jenis yakni:

Page 9: BAB II KAJIAN LITERATUR

21

Atraksi utama (core attraction), yakni atraksi yang mendasar pada potensi yang

dimiliki sehingga dapat mendatangkan wisatawan dari jauh.

Atraksi pendukung (supporting attraction), yakni atraksi yang orientasinya pada

pengunjung yang aklan menarik orang lokal untuk mengadakan perjalanan wisata.

b. promosi dan publikasi: merupakan kegiatan intensif yang dilakukan dalam waktu singkat.

Dalam kegiatan pariwisata budaya, umumnya dilakukan untuk memperbesar daya tarik

produk pariwisata budaya terhadap calon konsumen. Sedangkan kegiatan publikasi

berusaha menciptakan permintaan atau mempengaruhi permintaan dengan cara

menonjolkan kesesuaian produk wisata dengan permintaannya, kegiatan publikasi

bertujuan untuk memancing reaksi pasar dan menggerakan calon konsumen agar mencari

produk yang ditawarkan dalam promosi.

c. permintaan dan segmentasi pasar: Pembahasan mengenai segmentasi pasar wisata

diuraikan secara sederhana melalui definisi segmentasi pasar yang berarti pembagian

pasar sesuai dengan karakteristik konsumen potensial yang terdapat dalam pasar, hal ini

akan berpengaruh dalam besarnya permintaan terhadap sebuah produk pariwisata.

2.4 Peran Inovasi Pemasaran dalam Pengembangan Kegiatan Pariwisata Budaya untuk

Mendorong Pengembangan Ekonomi Lokal

Seperti yang telah dijabarkan dalam pembahasan di atas, ragam jenis aset dalam kegiatan

pariwisata budaya ada yang bersifat tangible dan intangible. Pengembangan pariwisata budaya

yang bersifat tangible adalah salah satu bentuk edukasi kultural yang bertujuan untuk

mengenalkan kepada masyarakat tentang peninggalan sejarah budaya untuk dapat dipahami dan

akhirnya dapat dicintai.

Melalui benda-benda peninggalan nenek moyang wisatawan dapat belajar, memahami

dan mengambil sisi positif tentang kehidupan masa lalu dan peradabannya untuk menata

kehidupan masa kini dan menatap ke masa depan. Akan tetapi belum semua pemahaman ini

melekat kepada seluruh lapisan masyarakat, pada umumnya yang terjadi wisatawan berwisata ke

suatu tempat baru tahap ingin tahu, mengagumi keindahan dan keunikan obyek, kepuasan dan

pengalaman hidup yang telah sukses mencapai obyek wisatanya saja.

Kondisi tersebut berimplikasi terhadap perilaku wisatawan yang sering menjadi ancaman

terhadap pelestarian benda cagar budaya. Kekaguman dan kecintaan direfleksikan dengan

Page 10: BAB II KAJIAN LITERATUR

22

mengambil sebagain benda-benda purbakala untuk kenangan, berpose di atas benda purbakala,

goresan nama pada benda purbakala tersebut.

Peranan pariwisata dalam hal perubahan nilai-nilai pribadi maupun kelompok tidak dapat

dipisahkan dari pokok pikiran tentang ”komoditisasi”, yang menunjukkan bahwa apa yang

dulunya merupakan ”pertunjukan atau atraksi kebudayaan” perorangan maupun kelompok dari

suatu tradisi kebudayaan hidup yang asli telah berubah menjadi ”produk/hasil kebudayaan”

untuk memenuhi kebutuhan komersil pariwisata, dengan kata lain kebudayaan telah menjadi

suatu ”komoditas” (Hall, 1999). Sebagai contoh kebudayaan suatu suku bangsa dalam bentuk

perorangan maupun keragaman budaya dikemas kemudian dijual dengan menggunakan praktek-

praktek bisnis profesional, melaui festival biasa maupun event-event istimewa lainnya.

Hal tersebut bisa dilakukan melalui kegiatan inovasi pemasaran yang memiliki tiga

tingkatan, yakni inovasi minor, moderat, dan mayor. Inovasi minor adalah langkah pembaruan

yang dilakukan perusahaan dan para pemasar diantaranya melalui peninjauan ulang segmentasi

pasar, merubah cara menjual, dan merekayasa ulang proses bisnis. Pada inovasi ini tidak

dibarengi oleh usaha menciptakan produk baru, jadi yang dilakukan hanya tampil lebih smart

dibanding pesaing, tanpa memperdulikan interaksi dengan konsumen secara langsung.

Sementara inovasi moderat adalah ketika pemasar harus berani melakukan inovasi produk,

harga, promosi dan memberi pelayanan yang lebih baik. Bila hal ini dilakukan dengan cara tepat,

maka pemasar tak hanya berhasil mengungguli pesaing, tapi juga mendapat pelanggan baru.

Inovasi di level mayor, adalah inovasi yang penuh tantangan yakni dengan cara meninjau ulang

positioning, keunikan, dan merek yang dipasarkan tenaga pemasar. http://www.budpar.go.id/, 2009.

Promosi dan pemasaran melalui festival-festival dari cara menghidupkan kembali budaya

yang telah punah sebagai paket yang akan dijual ke wisatawan. Upaya menghidupkan kembali

budaya tersebut menjadikan suku bangsa dan budayanya menjadi komoditas pariwisata.

Meskipun demikian Hall mengatakan bahwa ciri mendasar dari industri pariwisata adalah dapat

menimbulkan proses alkulturasi dan perubahan nilai yang khusus pada pariwisata. Lebih lanjut

mencontohkan bahwa pencitraan (imaging) dan pemasaran daerah tujuan wisata harus

memberikan banyak alternatif tentang tempat-tempat wisata bagi para wisatawan dan

masyarakat.

Pemasaran wisata dengan pemilihan rute dan zonasi daerah tujuan wisata akan mengubah

citra tempat. Pengadaan event-event kemasyarakatan dan penyelengggaraan hal-hal yang bersifat

Page 11: BAB II KAJIAN LITERATUR

23

sejarah di tempat-tempat yang dikunjungi wisatawan juga mengubah kehidupan berbudaya dan

bersejarah masyarakat, dan tentunya mengubah tempat itu sendiri. Pendapat Papson seperti yang

dikutip oleh Hall (1999) menyebutkan bahwa dari sekian banyak elemen penting dalam

mengkomersiilkan suatu tempat untuk pariwisata adalah penyelenggaraan acara-acara

kemasyarakatan dan pengelolaan sejarah menjadi komoditi yang dapat dipasarkan. Lebih lanjut

dikatakan Papson bahwa sejarah yang semula merupakan sesuatu yang bersifat konseptual dan

harus dialami, berubah menjadi hal yang sensual dan dapat dinikmati dengan panca indera.

2.5 Best Practice Pemasaran Pariwisata Thailand Melalui Marketing Management, dan

Target Groups

Thailand memiliki kesamaan karakter dengan Kota Yogyakarta, yakni sama-sama

berlatar belakang kerajaan, dan memiliki banyak asset budaya baik yang bersifat tangible

maupun intangible. Selain itu, saat ini Thailand menerapkan kebijakan pemasaran pariwisata

budaya guna mempromosikan citra Thailand sebagai tujuan wisata yang menjamin kualitas,

keamanan wisatawan dengan keragaman atraksi seni budaya. Kebijakan ini bertujuan mencari

wisatawan yang berkualitas, cocok dengan pengelolaan produk pariwisata yang ditawarkan,

dengan melakukan peningkatan kerjasama dengan negara-negara tetangga agar distribusi

destinasi wisata di seluruh daerah Thailand merata.

2.5.1 Bagaimana Strategi Thailand dalam Memasarkan Pariwisata Budayanya?

Untuk mempromosikan pariwisata sekaligus mengembangkan produk dan jasa,

kerjasama akan ditekankan dengan pihak swasta domestik yakni The Thai Tourism Society

(TTS). Kegiatan promosi pariwisata budaya dilakukan dengan tujuan peningkatan jumlah

wisatawan baik secara kualitas maupun kuantitas dari berbagai pasar, agar dapat menciptakan

pendapatan ke dalam negeri. Untuk itu kebijaksanaan ini menawarkan masyarakat setempat,

pengusaha dan semua agar turut berpartisipasi dalam mempromosikan dan menikmati

keuntungan dari kegiatan pariwisata.

Strategi pemasaran pariwisata budaya Thailand juga bekerjasama secara langsung dengan

perusahaan-perusahaan yang berskala besar dalam menstimulasi dan mendukung menawarkan

produk dan program wisata baru di Thailand. Dalam rangka mendukung kegiatan-kegiatan

tersebut dan meningkatkan daya saing pariwisata Thailand, upaya ini difokuskan pada negara-

negara di Greater Mekong Subregion, IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand).

Page 12: BAB II KAJIAN LITERATUR

24

2.5.2 Pemasaran untuk kelompok sasaran (Marketing for target groups)

Target pasar pariwisata internasional yang dicanangkan Pemrintah Thailand berfokus

pada target jumlah wisatawan serta kualitas wisatawan, kualitas yang dimaksud adalah karakter

wasatawan yang dapat mengurangi dampak negatif terhadap pengrusakan situs budaya, sumber

daya alam, dan lingkungan dan memiliki rasa tanggung jawab sebagai turis yang baik. Untuk itu

dibutuhkan manajemen yang baik dan efisien untuk mempersiapkan pengembangan produk

pariwisata dan penggunaan metode pemasaran yang sesuai.

Sasaran pemasaran dalam strategi ini adalah Jerman, Kerajaan Inggris, Perancis, Italia

dan Amerika Serikat. Walaupun negara-negara tersebut tidak memiliki jumlah wisatawan yang

cukup besar untuk berkunjung ke Thailand, namun tren pertumbuhan wisatawan dari negara-

negara tesebut positif. Target untuk rata-rata lama tinggal adalah tidak kurang dari 7.5 hari.

Target untuk pendapatan dari pariwisata akan setidaknya 240.000 juta Baht, yang merupakan

tingkat pertumbuhan 11 persen. Ada sejumlah segmen pasar sasaran yang telah ditetapkan adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.1Segmentasi target group dalam pemasaran pariwisata di Thailand

Segmen pasar Justifikasi Klasifikasi yang dijadikan acuan dalam penentuan

target groupTuris perempuan Tren menunjukan bahwa turis

perempuan mengalami peningkatan jumlah di seluruh dunia dan wanita memiliki peran utama dalam penentuan keputusan untuk melakukan perjalanan. Wisatawan wanita yang berkunjung ke Thailand tumbuh sekitar 28-38 persen pada 1995. Selain itu, dengan menjadikan turis wanita sebagai target goup dalam mempromosikan kunjungan wisata ke Thailand, dipercaya sebagai langkah publisitas untuk memperbaiki citra negatif sextourism di Thailand.

Paket honeymooner Sejauh ini honeymooner tumbuh terutama dari pasar Jepang dan Republik Korea. Mereka membantu mempromosikan citra Thailand sebagai kualitas yang baik, aman dan mengesankan tujuan wisata.

Orang tua Orang tua adalah target group yang diklasifikasikan sebagai segmen pasar bebas. Mereka waktu dan uang untuk melakukan perjalanan. Selama sepuluh tahun terakhir, ada peningkatan

Page 13: BAB II KAJIAN LITERATUR

25

Segmen pasar Justifikasi Klasifikasi yang dijadikan acuan dalam penentuan

target groupproporsi wisatawan berumur di atas 55 tahun sebanyak 13,38-16,87 persen. Pertumbuhan rata-rata adalah setinggi 23 persen

1. berpenghasilan tinggi, 2. pegawai pemerintah

dan karyawan perusahaan negara,

3. kelompok-kelompok keluarga

4. kelompok pensiun, 5. kelompok-kelompok

pemuda, 6. pertemuan / seminar /

pameran dan kelompok wisata insentif, dan orang asing yang berada di Thailand.

Anak muda Ada lebih dari 100 juta orang muda bepergian di seluruh dunia, yang mewakili 20 persen dari jumlah wisatawan di dunia. Ada kecenderungan pertumbuhan tinggi, terutama di Asia dan Pasifik. Selain itu, ada kecenderungan pemuda tertarik pada petualangan wisata dan kegiatan pariwisata bersangkutan dengan alam, mengonsumsi produk-produk.

Familiy group Dalam periode terakhir Thailand telah mengembangkan produk pariwisata untuk memenuhi kebutuhan segmen keluarga secara terpadu. Mereka dianggap sebagai kelompok dengan tingkat pengeluaran yang tinggi dan mereka mempromosikan citra baik Thailand sebagai yang nyaman dan aman tujuan wisata

Kelompok turis berpengalaman Kelompok turis yang membuat keputusan mereka untuk perjalanan didasarkan pada perhatian khusus untuk hal-hal tertentu juga tur di luar pada umumnya.

Backpackers Adalah segmen lain dari target pemasaran pariwisata yang berpotensi menghasilkan pendapatan yang tinggi, karena mereka memiliki jangka waktu tinggal lebih lama di setiap negara yang dikunjungi daripada segmen lain

Eksekutif bisnis dan profesional Merupakan pihak yang berkontribusi terhadap distribusi pendapatan pariwisata dan manfaat untuk operator skala kecil. Targetnya adalah ekspatriat yang berada di Asia dan negara-negara Timur Tengah, serta negara-negara Sub-wilayah Mekong

Sumber:

2.6 Sintesa Kajian Literatur

Sintesa kajian literatur berfungsi untuk meringkas tema yang diangkat menjadi lebih

spesifik berdasarkan sumber literatur yang diperoleh, adapun berdasarkan sumber literatur yang

telah diperoleh dapat disintesakan bahwa pengembangan ekonomi lokal sebagai salah satu cara

untuk mengembangkan suatu wilayah secara berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber

Page 14: BAB II KAJIAN LITERATUR

26

daya lokal, baik itu berupa sumber daya manusia, alam, dan lain-lain dapat dilakukan salah

satunya melalui kegiatan pariwisata budaya yang terdiri dari berbagai atraksi kesenian dan

bangunan khas yang memuat nilai historis tinggi.

Kegiatan pariwisata budaya memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan, karena selain

dapat memberikan kontribusi nyata terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, juga bersifat

everlasting karena mengedepankan kekayaan tradisi yang mengandung berbagai kearifan lokal,

dan diwariskan secara turun temurun oleh masyarakat setempat.

Bertahannya kegiatan pariwisata budaya di tengah arus globalisasi, selain dikarenakan

masyarakat lokal selaku pelaku kegiatan tetap berpegang teguh pada tradisi, juga dipengaruhi

aspek inovasi pemasaran, dimana inovasi pemasaran dilakukan melalui pemberian nilai tambah

kepada produk kegiatan pariwisata budaya yang sudah ada melalui pengemasan yang lebih

modern, contohnya pemasaran upacara kebudayaan yang dikemas lewat festival atau karnival.

Ragam jenis aset warisan budaya yang menjadi produk kegiatan pariwisata budaya,

meliputi materi yang merupakan hasil aktivitas manusia masa lalu berupa peninggalan

bersejarah, purbakala, artefak, fitur dan struktur yang terdiri dari bangunan dan lansekap (kraton,

candi, istana, monumen, jembatan, museum, dan lain-lain). Sedangkan kebudayaan non materi

(intangible) merupakan hasil kreativitas manusia yang digunakan untuk menjelaskan serta

dijadikan pedoman atau dasar tindakan sebagai norma individu, kelompok, yang membentuk

pranata sosial seperti upacara adat, ritual budaya, dan lain-lain.

Ragam jenis aset dan faktor pelaku kegiatan pariwisata budaya tidak cukup membuat

kegiatan ini dapat bertahan terus di tengah arus globalisasi. Oleh karena itu diperlukan peran

inovasi pemasaran yang dapat melakukan ”komoditisasi”, yang menunjukkan bahwa apa yang

dulunya merupakan ”pertunjukan atau atraksi kebudayaan” perorangan maupun kelompok dari

suatu tradisi kebudayaan hidup yang asli telah berubah menjadi ”produk/hasil kebudayaan”

untuk memenuhi kebutuhan komersil pariwisata, dengan kata lain kebudayaan telah menjadi

suatu ”komoditas” (Hall, 1999). Komoditisasi produk budaya ini dilakukan melalui inovasi

pemasaran tanpa menghilangkan kearifan lokal yang terkandung didalamnya dengan tetap

memberikan keuntungan pendapatan bagi wilayah setempat.

Page 15: BAB II KAJIAN LITERATUR

27

2.6.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian digunakan untuk menentukan detail objek penelitian yang akan dicari,

dalam rangka mencapai tujuan penelitian dan menjawab research question. Adapun variabel

penelitian yang akan dicari dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2.1Segmentasi target group dalam pemasaran pariwisata di Thailand

SUMBER VARIABEL TERPILIH JUSTIFIKASI KETERANGAN

Sumber: analisis, 2009