43
BAB II SISTEM PROTEKSI RELE JARAK PADA SALURAN TRANSMISI 2.1. Transmisi Tenaga Listrik Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation (gardu induk). Penggunaan sistem transmisi berdasarkan atas besarnya daya yang harus disalurkan dari pusat‐pusat pembangkit ke pusat - pusat beban dan jarak penyaluran yang cukup jauh antara sistem pembangkit dengan pusat beban tersebut. Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangan tinggi yang berguna untuk mengurangi adanya rugi‐rugi akibat besarnya hambatan karena panjangnya saluran serta jatuh tegangan pada saluran. RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 4 112009022

BAB II fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II fix

BAB II

SISTEM PROTEKSI RELE JARAK PADA

SALURAN TRANSMISI

2.1. Transmisi Tenaga Listrik

Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu

tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation (gardu

induk). Penggunaan sistem transmisi berdasarkan atas besarnya daya yang harus

disalurkan dari pusat‐pusat pembangkit ke pusat - pusat beban dan jarak

penyaluran yang cukup jauh antara sistem pembangkit dengan pusat beban

tersebut. Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangan tinggi yang

berguna untuk mengurangi adanya rugi‐rugi akibat besarnya hambatan karena

panjangnya saluran serta jatuh tegangan pada saluran.

Gambar 2.1 Sistem Tenaga listrik

Saluran transmisi pada PT. PLN(Persero) dapat dibedakan menjadi sistem

transmisi tegangan tinggi (SUTT) 70 KV dan 150 KV, sistem transmisi

tegangan ekstra tinggi (SUTET) 500 KV. Sistem transmisi 150 KV mempunyai

peralatan utama yaitu :

1. Kawat Penghantar.

2. Tiang Penghantar.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 4112009022

Page 2: BAB II fix

3. Isolator.

4. Kawat Tanah.

2.1.1 Parameter Kawat penghantar

1. Kemampuan Hantar Arus

Dalam saluran transmisi udara kapasitas hantar arus sebagian besar

ditentukan oleh resistansi konduktor dan panas yang didisipasi dari

permukaan, Panas yang dihasilkan pada sebuah konduktor didisipasi dari luas

permukaan secara konveksi dan radiasi dengan persamaan :

Ik2Rk = S(wc + wr) (2.1)

wc = 0,0128√ pvT air

0.123√dcond Δt (2.2)

wr = 36,8 E ¿ (2.3)

Dimana :

Δt = Tc - Tair = Kenaikan temperature pada konduktor (0C)

Tc = Temperatur konduktor (0C)

Tair = Temperatur ambient (0C)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1)

diperoleh Ampacity Conductor pada suhu tertentu :

I = √ SR ( Δt (0,0128√ pv)

T air0,123√dcond

+36,8 E ( Tc4−T air

4

10004 )) Ampere (2.4)

2. Induktansi dan reaktansi induktif

a. Induktansi pada saluran transmisi tiga phasa

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 5112009022

Page 3: BAB II fix

Sebuah konduktor satu phasa ditempatkan secara mendatar dengan jarak

DAB, DBC, dan DCA (Dimana D > r). seperti yang terlihat pada Gambar

dibawah ini.

Gambar 2.2 Fluks magnet yang dihasilkan oleh masing-masing konduktor pada

sistem tiga fasa

Jumlah fluks yang dihasilkan oleh konduktor A, B, dan C sebagai berikut:

ФAP = ФAAP + ФABP + ФACP (2.5)

ФAAP = µ0

2 IA ln ( DAP

GMRA) (2.6)

ФABP = µ0

2 IB ln ( DBP

DAB) (2.7)

ФACP = µ0

2 IC ln ( DCP

DAC)

(2.8)

Dimana :

ФAAP = Flux yang dihasilkan arus IA di dalam konduktor A pada titik P

ФABP = Flux yang dihasilkan arus IB di dalam konduktor B pada titik P

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 6112009022

Page 4: BAB II fix

ФACP = Flux yang dihasilkan arus IC di dalam konduktor C pada titik P

Gambar 2.3 Flux bocor pada konduktor

Jika nilai GMR pada semua konduktor sama. Maka, induktansi ekivalen per

phasanya adalah :

Lphasa = µ0

2 ln ( D

GMR phasa ) H/m (2.9)

b. Induktansi yang di Transposisikan Pada Saluran Transmisi Tiga Phasa

Dalam saluran transmisi yang sebenarnya, konduktor fasa tidak dapat

menjaga kesimetrisannya yang sesuai dengan panjang konduktor karena

pertimbangan konstruksi, bahkan ketika spasi bundel konduktor telah

terpasang. Dengan jarak yang tidak simetris, induktansi akan berbeda di

setiap phasanya, ketika induktansi berbeda pada setiap phasanya maka akan

menghasilkan drop tegangan yang berbeda pula, drop tegangan yang berbeda

akan mengakibatkan sistem menjadi tidak seimbang.

Oleh karena itu sangat memungkinkan sekali mentransposisikan atau

menukar konduktor saluran transmisi seperti yang terlihat pada gambar di

bawah ini.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 7112009022

Page 5: BAB II fix

Gambar 2.4 Susunan konduktor yang di transpos

Induktansi per fasa per satuan panjang pada saluran transmisi menjadi:

Lphasa = µ0

2 ln ( GMD

GMR phasa ) H/m (2.10)

Setelah induktansi per fasa diperoleh, reaktansi induktif per satuan panjang

adalah :

XLphasa = µ0 f ln ( GMDGMR phasa ) Ohm/m (2.11)

Karena GMRbundle dapat ditentukan, maka reaktansi induktif per phasanya

adalah:

XLphasa = µ0 f ln ( GMDGMRbundle ) Ohm/m (2.12)

Dimana :

GMRbundle = (d¿¿n−1GMR stranded)1n ¿

GMRphasa = geometric mean radius pada phasa konduktor (m)

GMD = 3√ DAB DBC DCA = geometric mean distance untuk saluran tiga phasa

3. Kapasitansi dan Reaktansi Kapasitif

a. Kapasitansi pada saluran transmisi tiga phasa

Mempertimbangkan saluran tiga phasa dengan besarnya tegangan yang

sama antar phasa, Dengan asumsi sistem seimbang dengan urutan positif

sehingga qA + qB + qC = 0. Konduktor mempunyai jari – jari ra, rb, rc, dan

jarak antara kondoktor DAB, DBC, DAC (DAB, DBC, DAC > ra, rb, rc,), selain itu

efek bumi dan netral konduktor diabaikan. Persamaan untuk VAB dan VAC

adalah :

VAB = 1

2 ε0 [qA ln [ DAB

r A]+qB ln [ r B

DAB]+qC ln [ DBC

DAC]] (2.13)

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 8112009022

Page 6: BAB II fix

VAC = 1

2 ε0 [qA ln [ DCA

r A ]+qB ln [ DBC

DAB ]+qC ln [ rC

DAC ]] (2.14)

Jika sistem tiga phasa memiliki susunan segitiga dengan konduktor

berjarak sama sehingga DAB = DBC = DAC = D, dengan jari-jari yang sama

untuk konduktor sehingga rA = rB = rC = r, maka VAB dan VAC menjadi

VAB = 1

2 ε0 [qA ln [ D

r ]+qB ln [ rD ] ] (2.15)

VAB = 1

2 ε0 [qA ln [ D

r ]+qC ln [ rD ]] (2.16)

Tegangan line-to-line seimbang dengan urutan abc, dinyatakan dalam

tegangan line-to-netral :

VAB = √3V AN300 dan VAC = -VCA = √3 V AN-300

Karena VAN adalah tegangan Line-to-netral. Maka, VAN dapat dinyatakan

dalam bentuk VAB dan VAC sebagai :

VAN = V AB+V AC

3 (2.17)

Kapasitansi urutan positif per satuan panjang antara phasa A dan netral

dapat diketahui. Hasil yang sama juga dapat kita peroleh untuk kapasitansi

antara phasa B dan C terhadap netral.

CAN = qA

V AN =

ε0

ln [ Dr ] (F/m) (2.18)

b. Kapasitansi Pada Konduktor Bundle

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 9112009022

Page 7: BAB II fix

Sistem transmisi pada kondisi sebenarnya, resistivitas pada konduktor

penghasilkan medan listrik yang kecil dan oleh karena itulah medan listrik

di permukaan konduktor lebih kecil dari yang di perkirakan. Namun

perbedaan tersebut dapat kita abaikan.

Karena adanya konduktor lain yang bermuatan, distribusi muatan yang

tidak merata, dan perkiraan kapasitansi yang berbeda, maka efek ini kita

dapat abaikan.

Kebanyakan saluran transmisi tidak memiliki jarak yang sama pada

konduktor phasa. Hal ini menyebabkan perbedaan antara kapasitansi line

to netral pada system tiga phasa. Namun, dengan mentranspose konduktor

phasa dapat menyeimbangkan system sehingga kapasitansi line to netral

sama untuk setiap jarak.

Persamaan untuk VAN dapat dinyatakan pada persamaan berikut :

VAN transpose = 1

2 π ε0 qA ln [GMD

re] (V) (2.19)

Dimana :

re = (dn-1r)1/n = ekivalen radius untuk tiga konduktor per bundle (m)

re = 1,09 (d3r)1/4 = ekivalen radius untuk empat konduktor per bundle (m)

Maka kapasitansi dan reaktansi kapasitif per satuan panjang adalah :

CAN Transpose = q A

V AN Transpose =

2 π ε0

ln [ GMDre ] (F/m) (2.20)

XAN Transpose = 1

2πfC AN Transpose = 1

4 πfε0 ln [GMD

re] (Ω/meter) (2.21)

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 10112009022

Page 8: BAB II fix

c. Kapasitansi Akibat Permukaan Tanah

Untuk menghitung kapasitansi,jika bumi di asumsikan sebagai bidang

horizontal dengan konduktif sempurna dengan panjang tak terbatas, maka

saluran medan listrik akan berpindah dari konduktor menuju ke bumi.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 11112009022

Page 9: BAB II fix

Gambar 2.5 Distribusi medn listrik dari konduktor overhead ke permukaan tanah

Maka untuk menghitung kapasitansi phasa CAN per satuan panjang adalah :

CAN = qA

V AN =

2π ε0

ln [ Dr ]−ln [ 3√D AB' DBC ' DCA '

3√ DAA ' DBB ' DCC ' ] (F/m) (2.22)

Tabel pada lampiran 1 menunjukkan nilai tipikal resistansi, reaktansi

induktif dan kapasitansi reaktansi per satuan panjang pada konduktor

ACSR. Ukuran konduktor (cross-section area) dalam mili meter persegi

dan kcmil, dimana cmil adalah area penampang konduktor melingkar

dengan diameter 1/1000. Table ini juga sudah termasuk kapasitas hantar

arus dengan frekuensi 60 Hz, kecepatan angin 1,4 mi/h, dan konduktor

pada temperature udara pada 750 C.

[Sumber : Leonard L. Grigsby, 2008]

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 12112009022

Page 10: BAB II fix

2.1.2 Tiang Penghantar

Karena saluran transmisi menggunakan saluran udara (Overhead line)

maka di perlukan tiang-tiang untuk menjaga kawat penghantar dengan konstruksi

dan kekuatan mekanik yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Menurut

bentuk konstruksinya tiang penghantar ada 4 macam jenis yaitu :

- Lattice tower

- Tubular Steel Pole

- Concrete Pole

- Wooden Pole

Oleh karena itu tiang penghantar harus kuat terhadap beban yang bekerja

yaitu gaya berat tower dan kawat penghantar, gaya tarik akibat rentangan kawat,

gaya angin akibat terpaan angin pada kawat penghantar atupun pada badan tiang

penghantar.

Menurut fungsinya tower dibagi atas 7 macam yaitu :

a. Dead end tower yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu induk, tower

ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.

b. Section tower yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan

sejumlah tower penyangga lainnya karena alas an kemudahan saat

pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang

kecil.

c. Suspension tower yaitu tower penyangga, tower ini hamper sepenuhnya

menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.

d. Tension tower yaitu tower penegang, tower ini me nanggung gaya tarik yang

lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan.

e. Transposision tower yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat

melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi

transmisi.

f. Gantry tower yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara

dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi

existing.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 13112009022

Page 11: BAB II fix

g. Combined tower yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi

yang berbeda tegangan operasinya.

Menurut susunan/konfigurasi kawat fasa tower dikelompokkan atas :

- Jenis delta digunakan pada konfigurasi horizontal/mendatar

- Jenis piramida digunakan pada konfi gurasi vertikal/tegak.

- Jenis zig-zag yaitu kawat fasa tidak berada pada satu sisi lengan tower.

Menurut tipenya untuk tower 150 KV dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 2.1 Type Tower 150 KV

Type tower Fungsi Sudut

Aa Suspension 00 - 30

Bb Tension / Section 30 - 200 Cc Tension 200 – 600

Dd Tension 600 – 900

Ee Tension >900

Ff Tension >900

Gg Transposisi

2.1.3 Isolator

Isolator adalah media penyekat antara bagian yang bertegangan dengan

bagian yang tidak bertegangan. Fungsi isolator pada SUTT/SUTETI adalah

untuk mengisolir kawat fasa dengan tower. Pada umumnya isolator terbuat dari

porselen atau kaca dan berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat

penghantar dengan tiang.

Macam-macam isolator yang dipergunakan pada Saluran Udara Tegangan

Tinggi (SUTT) adalah sebagai berikut :

1. Jenis – jenis Isolator

Isolator dibagi dalam beberapa jenis yaitu :

Menurut Bentuknya

a. Piringan

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 14112009022

Page 12: BAB II fix

Yaitu isolator yang berbentuk piring, salah satu sisi dipasang semacam

mangkuk logam dan sisi lainnya dipasang pasak. Antara pasak dengan mangkuk

diisolasi dengan semen khusus. Pemasangan isolator jenis piring ini digandeng-

gandengkan dengan piringan lainnya, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan

isolasi terhadap tegangan yang bekerja di transmisi tersebut. Jenis ini mempunyai

fleksibelitas yang tinggi, karena bisa dipakai sebagai isolator gantung maupun

isolator tarik.

b. Long rod

Yaitu isolator yang berbentuk batang panjang, di kedua ujungnya dipasang

sarana penghubung yang terbuat dari logam. Sirip-sirip isolator berada di antara

kedua ujung tersebut. Isolator jenis ini dipakai sebagai isolator gantung.

c. Post isolator

Yaitu isolator berbentuk batang panjang, di kedua ujungnya dipasang sarana

penghubung yang terbuat dari logam. Isolator ini dipakai sebagai isolator yang

didudukkan.

Menurut Bahannya

a. Keramik

Mempunyai keunggulan tidak mudah pecah, tahan terhadap cuaca, harganya

relatif mahal

b. Gelas/Kaca

Mempunyai kelemahan mudah pecah namun harganya murah.

Menurut Pemasangannya

a. ”I” string

b. ”V” string

c. Horizontal string

d. Single string

e. Double string

f. Quadruple

2. Nilai Isolasi

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 15112009022

Page 13: BAB II fix

Besarnya isolasi pada umumnya 3 hingga 3,3 kali tegangan sistem,

dimaksudkan akan tahan terhadap muka tegangan petir pada waktu 1,2 mikro

detik. Apabila nilai isolasi menurun akibat dari polutan maupun kerusakan pada

isolasinya, maka akan terjadi kegagalan isolasi yang akhirnya dapat

menimbulkan gangguan.

2.1.4 Kawat Tanah

Kawat Tanah atau Earth wire adalah media untuk melindungi kawat fasa

dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di atas kawat fasa dengan sudut

perlindungan yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas

kawat. Namun, jika petir menyambar dari samping maka dapat mengakibatkan

kawat phasa tersambar dan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan.

1. Bahan Kawat Tanah

Bahan ground wire terbuat dari steel yang sudah digalvanis, maupun sudah

dilapisi dengan aluminium, di dalam ground wire difungsikan fiber optic untuk

keperluan telemetri, tele proteksi maupun telekomunikasi yang dikenal dengan

OPGW (Optic Ground Wire), sehingga mempunyai beberapa fungsi.

2. Jumlah Dan Posisi Kawat Tanah

Jumlah Kawat Tanah paling tidak ada satu buah di atas kawat fasa, namun

umumnya di setiap tower dipasang dua buah. Pemasangan yang hanya satu buah

untuk dua penghantar akan membuat sudut perlindungan menjadi besar sehingga

kawat fasa mudah tersambar petir.

Jarak antara ground wire dengan kawat fasa di tower adalah sebesar jarak

antar kawat fasa, namun pada daerah tengah gawangan dapat mencapai 120% . [Sumber : Aslimeri,DKK , 2008]

2.2 Gangguan Pada Saluran Transmisi

Saluran transmisi merupakan bagian dari tenaga listrik yang paling sering

mengalami gangguan. Menurut statistik, gangguan pada saluran transmisi udara

merupakan 50% dari seluruh jumlah gangguan yang terjadi pada sistem tenaga

listrik.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 16112009022

Page 14: BAB II fix

Sedangkan yang sering terjadi pada saluran transmisi udara adalah hubung

singkat satu fasa-tanah sekitar 85% dari jumlah gangguan dari saluran transmisi

udara. Hal tersebut disebabkan luas dan panjangnya saluran transmisi yang

terbentang dan yang beroperasi pada kondisi udara yang berbeda-beda dan juga

karena adanya pengaruh lingkungannya yang bermacam-macam baik berupa

gangguan manusia maupun gangguan alam seperti petir, gempa bumi dan lain

sebagainya.

Pada keadaan gangguan hubung singkat ini arus yang mengalir pada

jaringan melampaui batas arus kerja (arus nominal) dari sistem tersebut.

Gangguan hubung singkat ini tidak hanya merusak peralatan atau elemen-

elemen sirkuit yang dilaluinya, tetapi juga dapat juga menyebabkan kenaikan

kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu dan dapat menyebabkan

tegangan lebih pada tempat-tempat tertentu. Macam-macam keadaan hubung

singkat tersebut adalah:

2.2.1 Gangguan Hubung Singkat Satu Fhasa ke Tanah

Gambar 2.6 Gangguan Satu Fhasa ke Tanah

Persamaan Awal

Va1 = Vf – Ia1 Z1

Va2 = -Ia2 Z2

Va0 = -Ia0Z0

Persamaan pada keadaan Fault :

Ib = 0

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 17112009022

Page 15: BAB II fix

Ic = 0

Va = Ia.Zf

Dari persamaan diatas didapatkan persamaan arus gangguan hubung singkat

satu fasa ke tanah.

Ifault = 3V

(Z1+Z2+Z0 )+3Z f (2.23)

2.2.2 Gangguan Hubung Singkat Dua Fhasa

Gambar 2.7 Gangguan Dua Phasa

Persamaan pada kondisi fault yaitu :

Ia = 0

Ib = Ic

Vb – Vc = Ib.Zf

Dari persamaan diatas diperoleh persamaan arus hubung singkat dua fhasa

sebagai berikut:

Ifault = − j √3 VfZ1+Z2+Z f

(2.24)

2.2.3 Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa ke Tanah

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 18112009022

Page 16: BAB II fix

Gambar 2.8 Gangguan Dua Phasa ke Tanah

Ifault = V f

Z1+Z2 ( Z0+3 Z f )Z2+Z0+3Z f

(2.25)

2.2.4 Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa

Gambar 2.9 Gangguan Tiga Fhasa

Ia = I1 = Va

Z 1+Zf

Ib = a2I1 (2.26)

Ic = aI1

2.2.5 Komponen Simetris

Dalam sistem yang bekerja normal, segitiga tegangan suatu sistem tiga

fasa selalu simetris juga diusahakan agar pembebanan pada ketiga fasa selalu

sama. Metode komponen simetris digunakan untuk menghitung besarnya arus

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 19112009022

Page 17: BAB II fix

dan tegangan pada bermacam-macam gangguan yang umumnya tidak simetris

pada tempat-tempat yang berbeda didalam jaringan.

Ada 3 macam komponen-komponen seimbang, yaitu:

1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,

terpisah satu dengan lainnya dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai

urutan fasa yang sama seperti fasa aslinya.

2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,

terpisah satu sama lainnya dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan

fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.

3. Komponen urutan nol yang terdiir dari tiga fasor yang sama besarnya dan

dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lainnya.

Jika fasor aslinya adalah tegangan yang dapat dinyatakan dngan Va,

Vb,Vc, maka penguraian dalam bentuk komponen simetris adalah:

Va = Va1 + Va2 + Va0 (2.27)

Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 (2.28)

Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 (2.29)

Dimana :

Va = Va1 + Va2 + Va0 adalah komponen-komponen simetris urutan positif.

Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 adalah komponen-komponen simetris urutan negatif.

Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 adalah komponen-komponen simetris urutan nol.

2.2.6 Operator “a”

Akibat adanya pergeseran phasa pada komponen simetris untuk vector

tegangan dan vektor arus tiga phasa, maka digunakan suatu cara untuk

menentukan perputaran sudut phasa sebesar 1200.

Pada metode ini digunakan huruf “a” sebagai opertor yang menyatakan

perputaran sudut sebesar 1200 dengan arah perputaran yang berlawanan dengan

arah jarum jam.

Apabila operator “a” ini dinyatakan dalam bilangan kompleks dengan

besaran beserta sudutnya, maka operator “a” dapat di tulis sebagai berikut :

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 20112009022

Page 18: BAB II fix

a = 1 < 1200

= ej (2

3 )cosj sin 1200)

= -0,5 + j 0,866 (2.30)

2.2.7 Hubungan Komponen Fasor Tak Simetris Dengan Komponen Simetris

Apabila fasa “a” digunakan sebagai acuan pada sistem tiga fasa, maka

pemakaian operator “a” pada komponen simetris akan menjadi :

Vektor urutan positif : Va1 = Va1

Vb1 = 1a2Va1 (2.31)

Vc1 = 1aVa1

Vektor urutan negative: Va2 = Va2

Vb2 = 1aVa2 (2.32)

Vc2 = 1a2Va2

Vektor urutan nol : Va0 = Vb0 = Vc0 (2.33)

Dari urutan-urutan fasor di atas menurut teori Fortesque, nilai arus untuk

setiap fasa yang dinyatakan dalam komponen simetrisnya sebagai berikut :

Fasa a : Va = Va0 + Va1 + Va2

Fasa b : Vb = Vb0 + Vb1 + Vb2 = Vb0 + a2Va1 + aVa2 (2.34)

Fasa c : Vc = Vc0 + Vc1 + Vc2 = Vc0 + aVa1 + a2Va2

Persamaan (2.34) di rubah dalam bentuk matriks :

(2.35)

Untuk mempermudah persamaan maka persamaan (2.35) akan sama dengan :

D

(2.36)

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 21112009022

Page 19: BAB II fix

Maka Infers A (A-1) :

(2.37)

[Vabc] = [A] [V012]

(2.38)

dan [V012] = [A-1] [Vabc] (2.39)

Dengan mengubah persamaan (2.35) dan (2.36) maka didapat :

(2.37)

Dari persamaan (2.37) maka dapat di tulis kembali dengan persamaan :

Va0 = 13 (Va + Vb + Vc)

Va1 = 13 (Va + aVb + a2Vc) (2.38)

Va2 = 13 (Va + a2Vb + aVc)

Dari proses transformasi komponen simetris ini selain mendapatkan

persamaan fasor tegangan dapat juga di gunakan untuk mencari persamaan

fashor arus.

[Iabc] = [A] [I012] (2.39)

dan

[I012] = [A-1] [Iabc] (2.40)

atau

(2.41)

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 22112009022

Page 20: BAB II fix

Dan :

(2.42)

Sehingga persamaan komponen simetris dari fasor arusnya adalah :

Ia0 = 13 (Ia + Ib + Ic)

Ia1 = 13 (Ia + aIb + a2Ic) (2.43)

Ia2 = 13 (Ia + a2Ib + aIc)

Dalam sistem tiga fasa seimbang, jumlah arus saluran sama dengan jumlah

arus netral :

Ia + Ib + Ic = In (2.44)

Dengan membandingkan persamaan (2.43) dan (2.44) maka di dapat :

Ia = 3Ia0 (2.45)[Sumber : Suci Lestari, Dince. 2010.]

2.3 Sistem Proteksi[4]

Proteksi system tenaga listrik adalah pengisolasian kondisi abnormal pada

system tenaga listrik untuk meminimalkan pemadaman dan kerusakan yang

lebih lanjut, Untuk dapat melakukan selective fault clearance, rele proteksi

harus diberi informasi yang memungkinkan untuk membedakan antara kondisi

abnormal yang berada di zona proteksinya, dan gangguan eksternal atau arus

beban normal.

2.3.1 Komponen Sistem Proteksi

Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa

komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi system tenaga listrik

dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari system tersebut seperti

arus, tegangan, atau sudut fasa dari arus dan tegangan. Informasi yang diperoleh

dari system tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya

dengan besaran ambang batas pada peralatan proteksi. Apabila besaran yang

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 23112009022

Page 21: BAB II fix

diperoleh dari system melebihi pengaturan ambang batas peralatan proteksi,

maka system proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi tersebut.

Peralatan proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang dirancang

untuk mengamati kondisi system dan melakukan suatu tindakan berdasarkan

kondisi system yang diamatinya.

Gambar 2.10 Elemen proteksi Sistem Tenaga Listrik

Waktu pemutusan gangguan merupakan waktu total yang dibutuhkan

peralatan proteksi sampai terbukanya pemutus tenaga atau disebut fault clearing

time.

Tc = Tp + Td + Ta (2.46)

Dimana :

Tc = Waktu pemutusan

Tp = Waktu perbandingan

Td = Waktu mengambil keputusan

Ta = Waktu mengambil tindakan (termasuk waktu operasi CB)

Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu

peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi

yang lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja

yang bekerja.Gambar 2.11 Komponen Proteksi Sistem Tenaga Listrik

A. Current Transformer (CT) / Trafo Arus

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 24112009022

Page 22: BAB II fix

Current Transformer adalah suatu perangkat listrik yang berfungsi

menurunkan arus yang besar menjadi arus dengan ukuran yang lebih kecil. CT

digunakan karena dalam pengukuran arus tidak dapat melakukan pengukuran

langsung pada arus berbeban atau pada saat arus gangguan krena pada kondisi

tersebut arus sangat besar sehingga bila di lakukan pengukuran langsung akan

menyebabkan kerusakan pada alat ukur. Karakteristik CT ditandai oleh Current

Transformer Ratio (CTR) yang merupakan perbandingan antara arus yang

melewati sisi primer dengan arus yang melewati sisi sekunder.

Gambar 2.12 Rangkaian Pengganti CT

Trafo arus / CT terdiri dari belitan primer, belitan sekunder dan inti

magnetic. Jika arus primer yang masuk ke CT ke terminal P1/k, seperti terlihat

pada gambar diatas (arah arus sekunder Is yang masuk ke amper meter). Dan

terdapat terminal kedua pada CT disisi primer yaitu P2/L adalah terminal yang

arusnya di peroleh P1/k yang dialirkan ke beban dan S2/I sisi sekunder adalah

terminal yang arusnya diperoleh dari S1/k.

B. Potensial Transformer (PT) / Trafo Tegangan

Potensial Transformer adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi

menurunkan tegangan yang tinggi menjadi tegangan yang lebih rendah yang

sesuai dengan pengaturan rele. PT memiliki angka perbandingan belitan antara

belitan primer dan belitan sekunder yang menunjukkan kelasnya.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 25112009022

Page 23: BAB II fix

Gambar 2.13 Rangkaian Pengganti PT

E1

E2 =

N 1

N 2 = a (2.47)

[Sumber : F.Sleva, Anthony. 2009]

C. Relay

Relay harus mampu mengevaluasi berbagai macam parameter untuk

membandingkan kondisi normal dan abnormal. Parameter yang paling umum

mendeteksi adanya gangguan adalah tegangan dan arus di zona yang di proteksi,

Oleh karena itu relay proteksi pada system tenaga listrik berfungsi untuk

merasakan, mengukur dan menentukan bagian dari system yang terganggu serta

memisahkan bagian yang terganggu sehingga sistem lain yang tidak terganggu

dapat beroperasi secara normal, mengurangi kerusakan yang lebih parah dari

peralatan yang terganggu, mengurangi pengaruh gangguan terhadap sistem lain

yang tidak terganggu serta mencegah meluasnya gangguan.

2.3.2 Syarat – Syarat Relay Proteksi

Karena rele proteksi sebagai komponen utama system proteksi tenaga

listrik dalam melaksanakan fungsinya untuk mengidentifikasi gangguan, maka

rele proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan keandalan yaitu :

1. Sensitivitas

Merupakan kemampuan system proteksi untuk mengidentifikasi adanya

ketidaknormalan atau gangguan yang berbeda di dalam daerah yang

diproteksinya.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 26112009022

Page 24: BAB II fix

2. Selektivitas

Koordinasi dari system proteksi, dimana jika terjadi gangguan, rele hanya

membuka pemutus tenaga yang di perlukan saja.

3. Keamanan

Kemampuan system proteksi untuk menjamin peralatn proteksi akan bekerja

jika terjadi suatu gangguan dan tidak akan bekerja jika tidak terjadi

gangguan.

4. Kecepatan

Ketika terjadi gangguan, komponen proteksi harus dapat memberikan respon

waktu yang tepat, sesuai dengan koordinasi yang diinginkan.

5. Stabilitas

Proteksi yang ada tidak mempengaruhi system pada kondisi normal.

6. Ekonomis

Peralatan proteksi diharapkan agar seekonomis mungkin dengan tidak

mengabaikan kemampuan perlindungannya. Proteksi harus maksimum

dengan biaya yang minimum, hal ini tidak akan terjadi ketika kita

mendesain sistem proteksi yang sangat handal, karena sangat membutuhkan

biaya yang banyak, oleh karena itu diperlukan optimasi penggabungan dari

seluruh kebutuhan dasar dari sistem relay proteksi, sehingga dapat dibuat

suatu desain sistem yang ekonomis tanpa mengabaikan keandalan,

kecepatan dan selektivitas dari relay proteksi.

7. Sederhana

Sistem relay proteksi yang sederhana adalah sistem yang menggunakan

komponen-komponen dan desain yang tepat, dengan jumlah relay, kontak

serta rangkaian yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kesederhanaan relay

proteksi akan meningkatkan keandalannya.

2.3.3 Keadaan Operasi Relay

Keadaan operasi relay dibedakan atas 4 macam yaitu:

Operate :

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 27112009022

Page 25: BAB II fix

Kondisi dimana relay tersebut memerintahkan peralatan proteksi untuk

bekerja.

Pick-up :

Kondisi saat relay mulai mendeteksi adanya kenaikan arus atau tegangan

pada system.

Drop-out :

Kondisi dimana relay tidak merasakan gangguan lagi. Pada kondisi ini,

relay membuka normally open contact

Reset :

Kondisi dimana relay di-kembalikan ke keadaan semula (reset relay flag).

Pada kondisi ini relay menutup kontak dari relay closed contact.

2.3.4 Jenis – jenis Rele Proteksi Pada Saluran Transmisi

Proteksi penghantar yang umum digunakan adalah skema proteksi

menggunakan relai jarak (distance relay) dan relai diferensial saluran (line

current differential) yang berfungsi sebagai proteksi utama sedangkan untuk

proteksi cadangan lokal menggunakan Over Current Relay (OCR) dan Ground

Fault Relay (GFR) dan proteksi cadangan jauh menggunakan relay jarak pada

zona 2 dan zona 3.

2.4 Relay Jarak (Distance Relay) (21)

Relay jarak merupakan proteksi yang paling utama pada saluran transmisi.

Relay jarak menggunakan pengukuran tegangan dan arus untuk mendapatkan

impedansi saluran yang harus di amankan. Jika impedansi yang terukur di dalam

batas settingnya maka relay akan bekerja, relay jarak tidak bergantung pada

besarnya arus gangguan yang terjadi, tetapi bergantung pada jarak gangguan

yang terjadi terhadap relay proteksi.

2.4.1 Prinsip Kerja Relay Jarak

Relay jarak bekerja dengan mengukur besaran impedansi (Z) transmisi

dibagi menjadi beberapa daerah cakupan yaitu Zone-1, Zone-2, Zone-3, serta

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 28112009022

Page 26: BAB II fix

dilengkapi juga dengan teleproteksi sebagai upaya agar proteksi bekerja selalu

cepat dan selektif di dalam daerah pengamanannya.

Gambar 2.14 Daerah Yang di Proteksi Oleh Relay Jarak

Relai jarak mengukur tegangan pada titik relay dan arus gangguan yang

terlihat dari rele, dengan membagi besaran tegangan dan arus, maka impedansi

sampai titik terjadinya gangguan dapat di tentukan. Perhitungan impedansi

dapat dihitung dengan persamaan :

Zf = V f

I f (2.48)

Dimana :

Zf = Impedansi (Ohm)

Vf = Tegangan (Volt)

If = Arus gangguan (Ampere)

Relai jarak akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi

gangguan yang terukur dengan impedansi seting, dengan ketentuan :

Bila harga impedansi ganguan lebih kecil dari pada impedansi seting relay

maka relay akan trip.

Bila harga impedansi ganguan lebih besar dari pada impedansi seting relay

maka relay akan tidak trip.

Relai jarak mengukur tegangan dan arus gangguan yang terlihat dari relay,

kemudian akan membandingkan nilai tegangan yang terbaca dengan hasil

perkalian antara arus gangguan dengan setting yang ada.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 29112009022

Page 27: BAB II fix

Gambar 2.15 Blok Diagram Internal Relai Jarak

Keterangan :

1. Starting Element

2. Phase switching

3. Unit Setting

4. Elemen Pengukur

5. Tripping Relai

6. Time Lag Relai

7. Indicator

8. Aux Supply Unit

2.4.2 Karakteristik Relay Jarak

Karakteristik relay jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar

relay jarak, karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X.

Karakteristik impedansi

Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah, sehingga

mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan sebagai pengaman

SUTT perlu ditambahkan relay directional.

Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high resistance.

Karakteristik impedan sensitif oleh perubahan beban, terutama untuk

SUTT yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi dekat dengan

daerah beban.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 30112009022

Page 28: BAB II fix

Gambar 2.16 Karakteristik Impedansi

Karakteristik Mho

Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional.

Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high

resistance.

Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho lensa

geser.

Gambar 2.17 Karakteristik Mho

Karakteristik Reaktansi

Karateristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di

SUTT perlu ditambah relay directional.

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 31112009022

Page 29: BAB II fix

Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relay reaktansi dapat

mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.

Gambar 2.18 Karakteristik Reaktansi Dengan Starting Mho

Karakteristik Quadrilateral

Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen

yaitu : reaktance, berarah dan resistif.

Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka karakteristik relay

quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.

Umumnya kecepatan relay lebih lambat dari jenis Mho.

Gambar 2.19 Karakteristik Quadrilateral

[Sumber : Suci Lestari, Dince. 2010.]

RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 32112009022