Upload
asyer-agri
View
236
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
SISTEM PROTEKSI RELE JARAK PADA
SALURAN TRANSMISI
2.1. Transmisi Tenaga Listrik
Sistem transmisi adalah suatu sistem penyaluran energi listrik dari satu
tempat ke tempat lain, seperti dari stasiun pembangkit ke substation (gardu
induk). Penggunaan sistem transmisi berdasarkan atas besarnya daya yang harus
disalurkan dari pusat‐pusat pembangkit ke pusat - pusat beban dan jarak
penyaluran yang cukup jauh antara sistem pembangkit dengan pusat beban
tersebut. Sistem transmisi menyalurkan daya dengan tegangan tinggi yang
berguna untuk mengurangi adanya rugi‐rugi akibat besarnya hambatan karena
panjangnya saluran serta jatuh tegangan pada saluran.
Gambar 2.1 Sistem Tenaga listrik
Saluran transmisi pada PT. PLN(Persero) dapat dibedakan menjadi sistem
transmisi tegangan tinggi (SUTT) 70 KV dan 150 KV, sistem transmisi
tegangan ekstra tinggi (SUTET) 500 KV. Sistem transmisi 150 KV mempunyai
peralatan utama yaitu :
1. Kawat Penghantar.
2. Tiang Penghantar.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 4112009022
3. Isolator.
4. Kawat Tanah.
2.1.1 Parameter Kawat penghantar
1. Kemampuan Hantar Arus
Dalam saluran transmisi udara kapasitas hantar arus sebagian besar
ditentukan oleh resistansi konduktor dan panas yang didisipasi dari
permukaan, Panas yang dihasilkan pada sebuah konduktor didisipasi dari luas
permukaan secara konveksi dan radiasi dengan persamaan :
Ik2Rk = S(wc + wr) (2.1)
wc = 0,0128√ pvT air
0.123√dcond Δt (2.2)
wr = 36,8 E ¿ (2.3)
Dimana :
Δt = Tc - Tair = Kenaikan temperature pada konduktor (0C)
Tc = Temperatur konduktor (0C)
Tair = Temperatur ambient (0C)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.2) dan (2.3) ke persamaan (2.1)
diperoleh Ampacity Conductor pada suhu tertentu :
I = √ SR ( Δt (0,0128√ pv)
T air0,123√dcond
+36,8 E ( Tc4−T air
4
10004 )) Ampere (2.4)
2. Induktansi dan reaktansi induktif
a. Induktansi pada saluran transmisi tiga phasa
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 5112009022
Sebuah konduktor satu phasa ditempatkan secara mendatar dengan jarak
DAB, DBC, dan DCA (Dimana D > r). seperti yang terlihat pada Gambar
dibawah ini.
Gambar 2.2 Fluks magnet yang dihasilkan oleh masing-masing konduktor pada
sistem tiga fasa
Jumlah fluks yang dihasilkan oleh konduktor A, B, dan C sebagai berikut:
ФAP = ФAAP + ФABP + ФACP (2.5)
ФAAP = µ0
2 IA ln ( DAP
GMRA) (2.6)
ФABP = µ0
2 IB ln ( DBP
DAB) (2.7)
ФACP = µ0
2 IC ln ( DCP
DAC)
(2.8)
Dimana :
ФAAP = Flux yang dihasilkan arus IA di dalam konduktor A pada titik P
ФABP = Flux yang dihasilkan arus IB di dalam konduktor B pada titik P
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 6112009022
ФACP = Flux yang dihasilkan arus IC di dalam konduktor C pada titik P
Gambar 2.3 Flux bocor pada konduktor
Jika nilai GMR pada semua konduktor sama. Maka, induktansi ekivalen per
phasanya adalah :
Lphasa = µ0
2 ln ( D
GMR phasa ) H/m (2.9)
b. Induktansi yang di Transposisikan Pada Saluran Transmisi Tiga Phasa
Dalam saluran transmisi yang sebenarnya, konduktor fasa tidak dapat
menjaga kesimetrisannya yang sesuai dengan panjang konduktor karena
pertimbangan konstruksi, bahkan ketika spasi bundel konduktor telah
terpasang. Dengan jarak yang tidak simetris, induktansi akan berbeda di
setiap phasanya, ketika induktansi berbeda pada setiap phasanya maka akan
menghasilkan drop tegangan yang berbeda pula, drop tegangan yang berbeda
akan mengakibatkan sistem menjadi tidak seimbang.
Oleh karena itu sangat memungkinkan sekali mentransposisikan atau
menukar konduktor saluran transmisi seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 7112009022
Gambar 2.4 Susunan konduktor yang di transpos
Induktansi per fasa per satuan panjang pada saluran transmisi menjadi:
Lphasa = µ0
2 ln ( GMD
GMR phasa ) H/m (2.10)
Setelah induktansi per fasa diperoleh, reaktansi induktif per satuan panjang
adalah :
XLphasa = µ0 f ln ( GMDGMR phasa ) Ohm/m (2.11)
Karena GMRbundle dapat ditentukan, maka reaktansi induktif per phasanya
adalah:
XLphasa = µ0 f ln ( GMDGMRbundle ) Ohm/m (2.12)
Dimana :
GMRbundle = (d¿¿n−1GMR stranded)1n ¿
GMRphasa = geometric mean radius pada phasa konduktor (m)
GMD = 3√ DAB DBC DCA = geometric mean distance untuk saluran tiga phasa
3. Kapasitansi dan Reaktansi Kapasitif
a. Kapasitansi pada saluran transmisi tiga phasa
Mempertimbangkan saluran tiga phasa dengan besarnya tegangan yang
sama antar phasa, Dengan asumsi sistem seimbang dengan urutan positif
sehingga qA + qB + qC = 0. Konduktor mempunyai jari – jari ra, rb, rc, dan
jarak antara kondoktor DAB, DBC, DAC (DAB, DBC, DAC > ra, rb, rc,), selain itu
efek bumi dan netral konduktor diabaikan. Persamaan untuk VAB dan VAC
adalah :
VAB = 1
2 ε0 [qA ln [ DAB
r A]+qB ln [ r B
DAB]+qC ln [ DBC
DAC]] (2.13)
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 8112009022
VAC = 1
2 ε0 [qA ln [ DCA
r A ]+qB ln [ DBC
DAB ]+qC ln [ rC
DAC ]] (2.14)
Jika sistem tiga phasa memiliki susunan segitiga dengan konduktor
berjarak sama sehingga DAB = DBC = DAC = D, dengan jari-jari yang sama
untuk konduktor sehingga rA = rB = rC = r, maka VAB dan VAC menjadi
VAB = 1
2 ε0 [qA ln [ D
r ]+qB ln [ rD ] ] (2.15)
VAB = 1
2 ε0 [qA ln [ D
r ]+qC ln [ rD ]] (2.16)
Tegangan line-to-line seimbang dengan urutan abc, dinyatakan dalam
tegangan line-to-netral :
VAB = √3V AN300 dan VAC = -VCA = √3 V AN-300
Karena VAN adalah tegangan Line-to-netral. Maka, VAN dapat dinyatakan
dalam bentuk VAB dan VAC sebagai :
VAN = V AB+V AC
3 (2.17)
Kapasitansi urutan positif per satuan panjang antara phasa A dan netral
dapat diketahui. Hasil yang sama juga dapat kita peroleh untuk kapasitansi
antara phasa B dan C terhadap netral.
CAN = qA
V AN =
ε0
ln [ Dr ] (F/m) (2.18)
b. Kapasitansi Pada Konduktor Bundle
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 9112009022
Sistem transmisi pada kondisi sebenarnya, resistivitas pada konduktor
penghasilkan medan listrik yang kecil dan oleh karena itulah medan listrik
di permukaan konduktor lebih kecil dari yang di perkirakan. Namun
perbedaan tersebut dapat kita abaikan.
Karena adanya konduktor lain yang bermuatan, distribusi muatan yang
tidak merata, dan perkiraan kapasitansi yang berbeda, maka efek ini kita
dapat abaikan.
Kebanyakan saluran transmisi tidak memiliki jarak yang sama pada
konduktor phasa. Hal ini menyebabkan perbedaan antara kapasitansi line
to netral pada system tiga phasa. Namun, dengan mentranspose konduktor
phasa dapat menyeimbangkan system sehingga kapasitansi line to netral
sama untuk setiap jarak.
Persamaan untuk VAN dapat dinyatakan pada persamaan berikut :
VAN transpose = 1
2 π ε0 qA ln [GMD
re] (V) (2.19)
Dimana :
re = (dn-1r)1/n = ekivalen radius untuk tiga konduktor per bundle (m)
re = 1,09 (d3r)1/4 = ekivalen radius untuk empat konduktor per bundle (m)
Maka kapasitansi dan reaktansi kapasitif per satuan panjang adalah :
CAN Transpose = q A
V AN Transpose =
2 π ε0
ln [ GMDre ] (F/m) (2.20)
XAN Transpose = 1
2πfC AN Transpose = 1
4 πfε0 ln [GMD
re] (Ω/meter) (2.21)
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 10112009022
c. Kapasitansi Akibat Permukaan Tanah
Untuk menghitung kapasitansi,jika bumi di asumsikan sebagai bidang
horizontal dengan konduktif sempurna dengan panjang tak terbatas, maka
saluran medan listrik akan berpindah dari konduktor menuju ke bumi.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 11112009022
Gambar 2.5 Distribusi medn listrik dari konduktor overhead ke permukaan tanah
Maka untuk menghitung kapasitansi phasa CAN per satuan panjang adalah :
CAN = qA
V AN =
2π ε0
ln [ Dr ]−ln [ 3√D AB' DBC ' DCA '
3√ DAA ' DBB ' DCC ' ] (F/m) (2.22)
Tabel pada lampiran 1 menunjukkan nilai tipikal resistansi, reaktansi
induktif dan kapasitansi reaktansi per satuan panjang pada konduktor
ACSR. Ukuran konduktor (cross-section area) dalam mili meter persegi
dan kcmil, dimana cmil adalah area penampang konduktor melingkar
dengan diameter 1/1000. Table ini juga sudah termasuk kapasitas hantar
arus dengan frekuensi 60 Hz, kecepatan angin 1,4 mi/h, dan konduktor
pada temperature udara pada 750 C.
[Sumber : Leonard L. Grigsby, 2008]
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 12112009022
2.1.2 Tiang Penghantar
Karena saluran transmisi menggunakan saluran udara (Overhead line)
maka di perlukan tiang-tiang untuk menjaga kawat penghantar dengan konstruksi
dan kekuatan mekanik yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Menurut
bentuk konstruksinya tiang penghantar ada 4 macam jenis yaitu :
- Lattice tower
- Tubular Steel Pole
- Concrete Pole
- Wooden Pole
Oleh karena itu tiang penghantar harus kuat terhadap beban yang bekerja
yaitu gaya berat tower dan kawat penghantar, gaya tarik akibat rentangan kawat,
gaya angin akibat terpaan angin pada kawat penghantar atupun pada badan tiang
penghantar.
Menurut fungsinya tower dibagi atas 7 macam yaitu :
a. Dead end tower yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu induk, tower
ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik.
b. Section tower yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan
sejumlah tower penyangga lainnya karena alas an kemudahan saat
pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang
kecil.
c. Suspension tower yaitu tower penyangga, tower ini hamper sepenuhnya
menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan.
d. Tension tower yaitu tower penegang, tower ini me nanggung gaya tarik yang
lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan.
e. Transposision tower yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat
melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi
transmisi.
f. Gantry tower yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara
dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi
existing.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 13112009022
g. Combined tower yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi
yang berbeda tegangan operasinya.
Menurut susunan/konfigurasi kawat fasa tower dikelompokkan atas :
- Jenis delta digunakan pada konfigurasi horizontal/mendatar
- Jenis piramida digunakan pada konfi gurasi vertikal/tegak.
- Jenis zig-zag yaitu kawat fasa tidak berada pada satu sisi lengan tower.
Menurut tipenya untuk tower 150 KV dapat dilihat pada table dibawah ini.
Tabel 2.1 Type Tower 150 KV
Type tower Fungsi Sudut
Aa Suspension 00 - 30
Bb Tension / Section 30 - 200 Cc Tension 200 – 600
Dd Tension 600 – 900
Ee Tension >900
Ff Tension >900
Gg Transposisi
2.1.3 Isolator
Isolator adalah media penyekat antara bagian yang bertegangan dengan
bagian yang tidak bertegangan. Fungsi isolator pada SUTT/SUTETI adalah
untuk mengisolir kawat fasa dengan tower. Pada umumnya isolator terbuat dari
porselen atau kaca dan berfungsi sebagai isolasi tegangan listrik antara kawat
penghantar dengan tiang.
Macam-macam isolator yang dipergunakan pada Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) adalah sebagai berikut :
1. Jenis – jenis Isolator
Isolator dibagi dalam beberapa jenis yaitu :
Menurut Bentuknya
a. Piringan
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 14112009022
Yaitu isolator yang berbentuk piring, salah satu sisi dipasang semacam
mangkuk logam dan sisi lainnya dipasang pasak. Antara pasak dengan mangkuk
diisolasi dengan semen khusus. Pemasangan isolator jenis piring ini digandeng-
gandengkan dengan piringan lainnya, jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan
isolasi terhadap tegangan yang bekerja di transmisi tersebut. Jenis ini mempunyai
fleksibelitas yang tinggi, karena bisa dipakai sebagai isolator gantung maupun
isolator tarik.
b. Long rod
Yaitu isolator yang berbentuk batang panjang, di kedua ujungnya dipasang
sarana penghubung yang terbuat dari logam. Sirip-sirip isolator berada di antara
kedua ujung tersebut. Isolator jenis ini dipakai sebagai isolator gantung.
c. Post isolator
Yaitu isolator berbentuk batang panjang, di kedua ujungnya dipasang sarana
penghubung yang terbuat dari logam. Isolator ini dipakai sebagai isolator yang
didudukkan.
Menurut Bahannya
a. Keramik
Mempunyai keunggulan tidak mudah pecah, tahan terhadap cuaca, harganya
relatif mahal
b. Gelas/Kaca
Mempunyai kelemahan mudah pecah namun harganya murah.
Menurut Pemasangannya
a. ”I” string
b. ”V” string
c. Horizontal string
d. Single string
e. Double string
f. Quadruple
2. Nilai Isolasi
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 15112009022
Besarnya isolasi pada umumnya 3 hingga 3,3 kali tegangan sistem,
dimaksudkan akan tahan terhadap muka tegangan petir pada waktu 1,2 mikro
detik. Apabila nilai isolasi menurun akibat dari polutan maupun kerusakan pada
isolasinya, maka akan terjadi kegagalan isolasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gangguan.
2.1.4 Kawat Tanah
Kawat Tanah atau Earth wire adalah media untuk melindungi kawat fasa
dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di atas kawat fasa dengan sudut
perlindungan yang sekecil mungkin, karena dianggap petir menyambar dari atas
kawat. Namun, jika petir menyambar dari samping maka dapat mengakibatkan
kawat phasa tersambar dan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan.
1. Bahan Kawat Tanah
Bahan ground wire terbuat dari steel yang sudah digalvanis, maupun sudah
dilapisi dengan aluminium, di dalam ground wire difungsikan fiber optic untuk
keperluan telemetri, tele proteksi maupun telekomunikasi yang dikenal dengan
OPGW (Optic Ground Wire), sehingga mempunyai beberapa fungsi.
2. Jumlah Dan Posisi Kawat Tanah
Jumlah Kawat Tanah paling tidak ada satu buah di atas kawat fasa, namun
umumnya di setiap tower dipasang dua buah. Pemasangan yang hanya satu buah
untuk dua penghantar akan membuat sudut perlindungan menjadi besar sehingga
kawat fasa mudah tersambar petir.
Jarak antara ground wire dengan kawat fasa di tower adalah sebesar jarak
antar kawat fasa, namun pada daerah tengah gawangan dapat mencapai 120% . [Sumber : Aslimeri,DKK , 2008]
2.2 Gangguan Pada Saluran Transmisi
Saluran transmisi merupakan bagian dari tenaga listrik yang paling sering
mengalami gangguan. Menurut statistik, gangguan pada saluran transmisi udara
merupakan 50% dari seluruh jumlah gangguan yang terjadi pada sistem tenaga
listrik.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 16112009022
Sedangkan yang sering terjadi pada saluran transmisi udara adalah hubung
singkat satu fasa-tanah sekitar 85% dari jumlah gangguan dari saluran transmisi
udara. Hal tersebut disebabkan luas dan panjangnya saluran transmisi yang
terbentang dan yang beroperasi pada kondisi udara yang berbeda-beda dan juga
karena adanya pengaruh lingkungannya yang bermacam-macam baik berupa
gangguan manusia maupun gangguan alam seperti petir, gempa bumi dan lain
sebagainya.
Pada keadaan gangguan hubung singkat ini arus yang mengalir pada
jaringan melampaui batas arus kerja (arus nominal) dari sistem tersebut.
Gangguan hubung singkat ini tidak hanya merusak peralatan atau elemen-
elemen sirkuit yang dilaluinya, tetapi juga dapat juga menyebabkan kenaikan
kenaikan tegangan pada fasa yang tidak terganggu dan dapat menyebabkan
tegangan lebih pada tempat-tempat tertentu. Macam-macam keadaan hubung
singkat tersebut adalah:
2.2.1 Gangguan Hubung Singkat Satu Fhasa ke Tanah
Gambar 2.6 Gangguan Satu Fhasa ke Tanah
Persamaan Awal
Va1 = Vf – Ia1 Z1
Va2 = -Ia2 Z2
Va0 = -Ia0Z0
Persamaan pada keadaan Fault :
Ib = 0
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 17112009022
Ic = 0
Va = Ia.Zf
Dari persamaan diatas didapatkan persamaan arus gangguan hubung singkat
satu fasa ke tanah.
Ifault = 3V
(Z1+Z2+Z0 )+3Z f (2.23)
2.2.2 Gangguan Hubung Singkat Dua Fhasa
Gambar 2.7 Gangguan Dua Phasa
Persamaan pada kondisi fault yaitu :
Ia = 0
Ib = Ic
Vb – Vc = Ib.Zf
Dari persamaan diatas diperoleh persamaan arus hubung singkat dua fhasa
sebagai berikut:
Ifault = − j √3 VfZ1+Z2+Z f
(2.24)
2.2.3 Gangguan Hubung Singkat Dua Phasa ke Tanah
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 18112009022
Gambar 2.8 Gangguan Dua Phasa ke Tanah
Ifault = V f
Z1+Z2 ( Z0+3 Z f )Z2+Z0+3Z f
(2.25)
2.2.4 Gangguan Hubung Singkat Tiga Phasa
Gambar 2.9 Gangguan Tiga Fhasa
Ia = I1 = Va
Z 1+Zf
Ib = a2I1 (2.26)
Ic = aI1
2.2.5 Komponen Simetris
Dalam sistem yang bekerja normal, segitiga tegangan suatu sistem tiga
fasa selalu simetris juga diusahakan agar pembebanan pada ketiga fasa selalu
sama. Metode komponen simetris digunakan untuk menghitung besarnya arus
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 19112009022
dan tegangan pada bermacam-macam gangguan yang umumnya tidak simetris
pada tempat-tempat yang berbeda didalam jaringan.
Ada 3 macam komponen-komponen seimbang, yaitu:
1. Komponen urutan positif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu dengan lainnya dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai
urutan fasa yang sama seperti fasa aslinya.
2. Komponen urutan negatif yang terdiri dari tiga fasor yang sama besarnya,
terpisah satu sama lainnya dalam fasa sebesar 120°, dan mempunyai urutan
fasa yang berlawanan dengan fasor aslinya.
3. Komponen urutan nol yang terdiir dari tiga fasor yang sama besarnya dan
dengan pergeseran fasa nol antara fasor yang satu dengan yang lainnya.
Jika fasor aslinya adalah tegangan yang dapat dinyatakan dngan Va,
Vb,Vc, maka penguraian dalam bentuk komponen simetris adalah:
Va = Va1 + Va2 + Va0 (2.27)
Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 (2.28)
Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 (2.29)
Dimana :
Va = Va1 + Va2 + Va0 adalah komponen-komponen simetris urutan positif.
Vb = Vb1 + Vb2 + Vb0 adalah komponen-komponen simetris urutan negatif.
Vc = Vc1 + Vc2 + Vc0 adalah komponen-komponen simetris urutan nol.
2.2.6 Operator “a”
Akibat adanya pergeseran phasa pada komponen simetris untuk vector
tegangan dan vektor arus tiga phasa, maka digunakan suatu cara untuk
menentukan perputaran sudut phasa sebesar 1200.
Pada metode ini digunakan huruf “a” sebagai opertor yang menyatakan
perputaran sudut sebesar 1200 dengan arah perputaran yang berlawanan dengan
arah jarum jam.
Apabila operator “a” ini dinyatakan dalam bilangan kompleks dengan
besaran beserta sudutnya, maka operator “a” dapat di tulis sebagai berikut :
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 20112009022
a = 1 < 1200
= ej (2
3 )cosj sin 1200)
= -0,5 + j 0,866 (2.30)
2.2.7 Hubungan Komponen Fasor Tak Simetris Dengan Komponen Simetris
Apabila fasa “a” digunakan sebagai acuan pada sistem tiga fasa, maka
pemakaian operator “a” pada komponen simetris akan menjadi :
Vektor urutan positif : Va1 = Va1
Vb1 = 1a2Va1 (2.31)
Vc1 = 1aVa1
Vektor urutan negative: Va2 = Va2
Vb2 = 1aVa2 (2.32)
Vc2 = 1a2Va2
Vektor urutan nol : Va0 = Vb0 = Vc0 (2.33)
Dari urutan-urutan fasor di atas menurut teori Fortesque, nilai arus untuk
setiap fasa yang dinyatakan dalam komponen simetrisnya sebagai berikut :
Fasa a : Va = Va0 + Va1 + Va2
Fasa b : Vb = Vb0 + Vb1 + Vb2 = Vb0 + a2Va1 + aVa2 (2.34)
Fasa c : Vc = Vc0 + Vc1 + Vc2 = Vc0 + aVa1 + a2Va2
Persamaan (2.34) di rubah dalam bentuk matriks :
(2.35)
Untuk mempermudah persamaan maka persamaan (2.35) akan sama dengan :
D
(2.36)
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 21112009022
Maka Infers A (A-1) :
(2.37)
[Vabc] = [A] [V012]
(2.38)
dan [V012] = [A-1] [Vabc] (2.39)
Dengan mengubah persamaan (2.35) dan (2.36) maka didapat :
(2.37)
Dari persamaan (2.37) maka dapat di tulis kembali dengan persamaan :
Va0 = 13 (Va + Vb + Vc)
Va1 = 13 (Va + aVb + a2Vc) (2.38)
Va2 = 13 (Va + a2Vb + aVc)
Dari proses transformasi komponen simetris ini selain mendapatkan
persamaan fasor tegangan dapat juga di gunakan untuk mencari persamaan
fashor arus.
[Iabc] = [A] [I012] (2.39)
dan
[I012] = [A-1] [Iabc] (2.40)
atau
(2.41)
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 22112009022
Dan :
(2.42)
Sehingga persamaan komponen simetris dari fasor arusnya adalah :
Ia0 = 13 (Ia + Ib + Ic)
Ia1 = 13 (Ia + aIb + a2Ic) (2.43)
Ia2 = 13 (Ia + a2Ib + aIc)
Dalam sistem tiga fasa seimbang, jumlah arus saluran sama dengan jumlah
arus netral :
Ia + Ib + Ic = In (2.44)
Dengan membandingkan persamaan (2.43) dan (2.44) maka di dapat :
Ia = 3Ia0 (2.45)[Sumber : Suci Lestari, Dince. 2010.]
2.3 Sistem Proteksi[4]
Proteksi system tenaga listrik adalah pengisolasian kondisi abnormal pada
system tenaga listrik untuk meminimalkan pemadaman dan kerusakan yang
lebih lanjut, Untuk dapat melakukan selective fault clearance, rele proteksi
harus diberi informasi yang memungkinkan untuk membedakan antara kondisi
abnormal yang berada di zona proteksinya, dan gangguan eksternal atau arus
beban normal.
2.3.1 Komponen Sistem Proteksi
Sistem proteksi tenaga listrik pada umumnya terdiri dari beberapa
komponen yang dirancang untuk mengidentifikasi kondisi system tenaga listrik
dan bekerja berdasarkan informasi yang diperoleh dari system tersebut seperti
arus, tegangan, atau sudut fasa dari arus dan tegangan. Informasi yang diperoleh
dari system tenaga listrik akan digunakan untuk membandingkan besarannya
dengan besaran ambang batas pada peralatan proteksi. Apabila besaran yang
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 23112009022
diperoleh dari system melebihi pengaturan ambang batas peralatan proteksi,
maka system proteksi akan bekerja untuk mengamankan kondisi tersebut.
Peralatan proteksi pada umumnya terdiri dari beberapa elemen yang dirancang
untuk mengamati kondisi system dan melakukan suatu tindakan berdasarkan
kondisi system yang diamatinya.
Gambar 2.10 Elemen proteksi Sistem Tenaga Listrik
Waktu pemutusan gangguan merupakan waktu total yang dibutuhkan
peralatan proteksi sampai terbukanya pemutus tenaga atau disebut fault clearing
time.
Tc = Tp + Td + Ta (2.46)
Dimana :
Tc = Waktu pemutusan
Tp = Waktu perbandingan
Td = Waktu mengambil keputusan
Ta = Waktu mengambil tindakan (termasuk waktu operasi CB)
Waktu pemutusan gangguan merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menentukan suatu skema proteksi. Hal ini dikarenakan suatu
peralatan proteksi harus dikoordinasikan waktunya dengan peralatan proteksi
yang lain agar hanya peralatan proteksi yang paling dekat dengan gangguan saja
yang bekerja.Gambar 2.11 Komponen Proteksi Sistem Tenaga Listrik
A. Current Transformer (CT) / Trafo Arus
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 24112009022
Current Transformer adalah suatu perangkat listrik yang berfungsi
menurunkan arus yang besar menjadi arus dengan ukuran yang lebih kecil. CT
digunakan karena dalam pengukuran arus tidak dapat melakukan pengukuran
langsung pada arus berbeban atau pada saat arus gangguan krena pada kondisi
tersebut arus sangat besar sehingga bila di lakukan pengukuran langsung akan
menyebabkan kerusakan pada alat ukur. Karakteristik CT ditandai oleh Current
Transformer Ratio (CTR) yang merupakan perbandingan antara arus yang
melewati sisi primer dengan arus yang melewati sisi sekunder.
Gambar 2.12 Rangkaian Pengganti CT
Trafo arus / CT terdiri dari belitan primer, belitan sekunder dan inti
magnetic. Jika arus primer yang masuk ke CT ke terminal P1/k, seperti terlihat
pada gambar diatas (arah arus sekunder Is yang masuk ke amper meter). Dan
terdapat terminal kedua pada CT disisi primer yaitu P2/L adalah terminal yang
arusnya di peroleh P1/k yang dialirkan ke beban dan S2/I sisi sekunder adalah
terminal yang arusnya diperoleh dari S1/k.
B. Potensial Transformer (PT) / Trafo Tegangan
Potensial Transformer adalah suatu peralatan listrik yang berfungsi
menurunkan tegangan yang tinggi menjadi tegangan yang lebih rendah yang
sesuai dengan pengaturan rele. PT memiliki angka perbandingan belitan antara
belitan primer dan belitan sekunder yang menunjukkan kelasnya.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 25112009022
Gambar 2.13 Rangkaian Pengganti PT
E1
E2 =
N 1
N 2 = a (2.47)
[Sumber : F.Sleva, Anthony. 2009]
C. Relay
Relay harus mampu mengevaluasi berbagai macam parameter untuk
membandingkan kondisi normal dan abnormal. Parameter yang paling umum
mendeteksi adanya gangguan adalah tegangan dan arus di zona yang di proteksi,
Oleh karena itu relay proteksi pada system tenaga listrik berfungsi untuk
merasakan, mengukur dan menentukan bagian dari system yang terganggu serta
memisahkan bagian yang terganggu sehingga sistem lain yang tidak terganggu
dapat beroperasi secara normal, mengurangi kerusakan yang lebih parah dari
peralatan yang terganggu, mengurangi pengaruh gangguan terhadap sistem lain
yang tidak terganggu serta mencegah meluasnya gangguan.
2.3.2 Syarat – Syarat Relay Proteksi
Karena rele proteksi sebagai komponen utama system proteksi tenaga
listrik dalam melaksanakan fungsinya untuk mengidentifikasi gangguan, maka
rele proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan keandalan yaitu :
1. Sensitivitas
Merupakan kemampuan system proteksi untuk mengidentifikasi adanya
ketidaknormalan atau gangguan yang berbeda di dalam daerah yang
diproteksinya.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 26112009022
2. Selektivitas
Koordinasi dari system proteksi, dimana jika terjadi gangguan, rele hanya
membuka pemutus tenaga yang di perlukan saja.
3. Keamanan
Kemampuan system proteksi untuk menjamin peralatn proteksi akan bekerja
jika terjadi suatu gangguan dan tidak akan bekerja jika tidak terjadi
gangguan.
4. Kecepatan
Ketika terjadi gangguan, komponen proteksi harus dapat memberikan respon
waktu yang tepat, sesuai dengan koordinasi yang diinginkan.
5. Stabilitas
Proteksi yang ada tidak mempengaruhi system pada kondisi normal.
6. Ekonomis
Peralatan proteksi diharapkan agar seekonomis mungkin dengan tidak
mengabaikan kemampuan perlindungannya. Proteksi harus maksimum
dengan biaya yang minimum, hal ini tidak akan terjadi ketika kita
mendesain sistem proteksi yang sangat handal, karena sangat membutuhkan
biaya yang banyak, oleh karena itu diperlukan optimasi penggabungan dari
seluruh kebutuhan dasar dari sistem relay proteksi, sehingga dapat dibuat
suatu desain sistem yang ekonomis tanpa mengabaikan keandalan,
kecepatan dan selektivitas dari relay proteksi.
7. Sederhana
Sistem relay proteksi yang sederhana adalah sistem yang menggunakan
komponen-komponen dan desain yang tepat, dengan jumlah relay, kontak
serta rangkaian yang disesuaikan dengan kebutuhan. Kesederhanaan relay
proteksi akan meningkatkan keandalannya.
2.3.3 Keadaan Operasi Relay
Keadaan operasi relay dibedakan atas 4 macam yaitu:
Operate :
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 27112009022
Kondisi dimana relay tersebut memerintahkan peralatan proteksi untuk
bekerja.
Pick-up :
Kondisi saat relay mulai mendeteksi adanya kenaikan arus atau tegangan
pada system.
Drop-out :
Kondisi dimana relay tidak merasakan gangguan lagi. Pada kondisi ini,
relay membuka normally open contact
Reset :
Kondisi dimana relay di-kembalikan ke keadaan semula (reset relay flag).
Pada kondisi ini relay menutup kontak dari relay closed contact.
2.3.4 Jenis – jenis Rele Proteksi Pada Saluran Transmisi
Proteksi penghantar yang umum digunakan adalah skema proteksi
menggunakan relai jarak (distance relay) dan relai diferensial saluran (line
current differential) yang berfungsi sebagai proteksi utama sedangkan untuk
proteksi cadangan lokal menggunakan Over Current Relay (OCR) dan Ground
Fault Relay (GFR) dan proteksi cadangan jauh menggunakan relay jarak pada
zona 2 dan zona 3.
2.4 Relay Jarak (Distance Relay) (21)
Relay jarak merupakan proteksi yang paling utama pada saluran transmisi.
Relay jarak menggunakan pengukuran tegangan dan arus untuk mendapatkan
impedansi saluran yang harus di amankan. Jika impedansi yang terukur di dalam
batas settingnya maka relay akan bekerja, relay jarak tidak bergantung pada
besarnya arus gangguan yang terjadi, tetapi bergantung pada jarak gangguan
yang terjadi terhadap relay proteksi.
2.4.1 Prinsip Kerja Relay Jarak
Relay jarak bekerja dengan mengukur besaran impedansi (Z) transmisi
dibagi menjadi beberapa daerah cakupan yaitu Zone-1, Zone-2, Zone-3, serta
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 28112009022
dilengkapi juga dengan teleproteksi sebagai upaya agar proteksi bekerja selalu
cepat dan selektif di dalam daerah pengamanannya.
Gambar 2.14 Daerah Yang di Proteksi Oleh Relay Jarak
Relai jarak mengukur tegangan pada titik relay dan arus gangguan yang
terlihat dari rele, dengan membagi besaran tegangan dan arus, maka impedansi
sampai titik terjadinya gangguan dapat di tentukan. Perhitungan impedansi
dapat dihitung dengan persamaan :
Zf = V f
I f (2.48)
Dimana :
Zf = Impedansi (Ohm)
Vf = Tegangan (Volt)
If = Arus gangguan (Ampere)
Relai jarak akan bekerja dengan cara membandingkan impedansi
gangguan yang terukur dengan impedansi seting, dengan ketentuan :
Bila harga impedansi ganguan lebih kecil dari pada impedansi seting relay
maka relay akan trip.
Bila harga impedansi ganguan lebih besar dari pada impedansi seting relay
maka relay akan tidak trip.
Relai jarak mengukur tegangan dan arus gangguan yang terlihat dari relay,
kemudian akan membandingkan nilai tegangan yang terbaca dengan hasil
perkalian antara arus gangguan dengan setting yang ada.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 29112009022
Gambar 2.15 Blok Diagram Internal Relai Jarak
Keterangan :
1. Starting Element
2. Phase switching
3. Unit Setting
4. Elemen Pengukur
5. Tripping Relai
6. Time Lag Relai
7. Indicator
8. Aux Supply Unit
2.4.2 Karakteristik Relay Jarak
Karakteristik relay jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar
relay jarak, karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X.
Karakteristik impedansi
Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah, sehingga
mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan sebagai pengaman
SUTT perlu ditambahkan relay directional.
Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high resistance.
Karakteristik impedan sensitif oleh perubahan beban, terutama untuk
SUTT yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi dekat dengan
daerah beban.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 30112009022
Gambar 2.16 Karakteristik Impedansi
Karakteristik Mho
Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional.
Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high
resistance.
Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho lensa
geser.
Gambar 2.17 Karakteristik Mho
Karakteristik Reaktansi
Karateristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di
SUTT perlu ditambah relay directional.
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 31112009022
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relay reaktansi dapat
mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
Gambar 2.18 Karakteristik Reaktansi Dengan Starting Mho
Karakteristik Quadrilateral
Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen
yaitu : reaktance, berarah dan resistif.
Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka karakteristik relay
quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.
Umumnya kecepatan relay lebih lambat dari jenis Mho.
Gambar 2.19 Karakteristik Quadrilateral
[Sumber : Suci Lestari, Dince. 2010.]
RHAMANDITA SUDRAJAT BAB II - 32112009022